TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH DAN KEMUNGKINAN CARA PENGENDALIANNYA Oleh: Agustina Asri Rahmianna Yuliantoro Baliadi BALAI PENELITIAN TANAMAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2009
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH DAN
KEMUNGKINAN CARA PENGENDALIANNYA
Oleh:
Agustina Asri Rahmianna
Yuliantoro Baliadi
BALAI PENELITIAN TANAMAN KACANG-KACANGAN
DAN UMBI-UMBIAN
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian
2009
2
TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH DAN
KEMUNGKINAN CARA PENGENDALIANNYA
A. A. Rahmianna dan Y. Baliadi
Abstrak
Istilah “Gapong” yang mulai dipublikasikan pada tahun 1930an digunakan untuk
menamakan polong kacang tanah yang tidak berisi biji, polong berwarna hitam, kulit
polong rapuh dan kadang-kadang diikuti oleh kondisi busuk. Banyak petani di eks
Karisidenan Cirebon mengeluhkan gejala ini, karena menimbulkan kerigian ekonomi
sangat besar, melebihi karena serangan penyakit daun. Hingga kini penyebab utama
“gapong” masih belum diketahui sehingga cara penanganannya juga belum pasti. Hasil
survei tanaman kacang tanah di Kab. Cirebon dan Majalengka pada musim kemarau
tahun 2008 menunjukkan bahwa istilah gapong digunakan untuk menunjuk kondisi
polong yang tidak sehat dengan beragam keadaan. Namun demikian apabila dipilah-
pilahkan maka kondisi gapong bisa disebabkan karena serangan nematoda, serangan
hama tanah, serangan penyakit tular tanah, maupun karena luka mekanis (terluka oleh
alat-alat petanian) yang sangat memungkinkan untuk dikendalikan atau ditekan
serangannya dengan menggunakan pestisida atau teknologi pengendalian yang lainnya.
Sedangkan fenomena gapong yang mengacu pada kondisi polong berwarna hitam, kulit
polong bagian luar melepuh seperti terbakar, berserabut dan rapuh serta diikuti oleh
batang yang kaku, daun berukuran lebih kecil dan kaku, hingga kini masih belum bisa
diatasi. Hasil penelitian memberikan indikasi bahwa tampaknya ketersediaan unsur hara
makro N, P, K, Ca, dan pupuk kandang di dalam tanah berhubungan dengan munculnya
gejala gapong. Selain itu, aplikasi mulsa jerami juga bisa menekan gejala “gapong”
Kesehatan tanaman terutama dari penyakit daun bercak dan karat daun serta perlakuan
benih dengan fungisida Captan juga menekan kerusakan polong. Ke depan, hasil
penelitian ini ingin kami gabungkan dengan kearifan lokal untuk mengendalikan gejala
“gapong”
Kata kunci: gejala gapong, kacang tanah
3
Assessing the “gapong” symptom in peanut pods and its possible management
A. A. Rahmianna dan Y. Baliadi
Abstract
The “gapong” symptom was firstly published in around 1930’s. This term is used
to express the condition of peanut pods that its seeds do not fully fulfilled (mostly are
empty pods), blackened pods, brittle shells and sometimes rot. Many peanut farmers in
ex-Karisidenan Cirebon complain about that symptom, as it is caused huge economic
failure more than it is caused by foliar diseases infection. Until recently, the main cause
for “gapong” incidence has not fully identified and therefore the management treatment
has not been fixed. Survey on peanut crops in Cirebon and Majalengka regency during
the dry season 2008 showed that the term of “gapong” pointed the unhealthy peanut
pods with various conditions. The grouping based on the main cause resulted in gapong
could be caused by nematode attack, soil pest attack, soil borne diseases infestation, as
well as physical wounds. All these causes are reasonably controlled or at least their
infestation can be minimized by applying pesticides or other control technologies.
Whilst, the “gapong” that refers to pod condition of blackened, burned-symptom of
shells, harsh surface and brittle and followed with hard stems, is unsolved problem. The
research results seemingly indicated that the availability of macro nutrients N, P, K, Ca,
and organic manure have a special relation to the appearance of “gapong” symptom. In
addition, the application of rice straw as mulch is somehow successful in minimizing
the “gapong” symptom. The free-foliar diseases infection crops as well as fungal seed
treatment with Captan gave a good prospect in reducing the amount of damaged/rotted
pods. In the future, we keen to enrich the local wisdom in combating “gapong”
symptom with our research findings.
Key words: Arachis hypogaea L; “gapong symptom.
4
Latar Belakang
Gejala/fenomena “Gapong” pada kacang tanah, yang dicirikan dengan polong
tidak berisi dilanjutkan dengan busuk pada ujung polong, banyak dikeluhkan oleh petani
pada beragam agroekologi. Gejala ”Gapong” menyebabkan kerugian ekonomi yang
tinggi, melebihi kerugian yang diakibatkan oleh serangan penyakit daun.
Pengamatan sampel polong dengan gejala gapong yang diambil dari lapang baik
ketika polong masih dalam fase perkembangan atau pada saat panen menunjukkan
adanya infeksi jamur-jamur tular tanah. Penyebab primer dari penyakit ini belum
diketahui dengan pasti dan jamur-jamur tersebut agaknya bukan penyebab primer dari
gapong. Dengan demikian serangan jamur merupakan infeksi sekunder (secondary
infection). Serangan “Gapong” sangat merugikan karena menyebabkan kerugian
ekonomi yang sangat nyata.
Belum banyak laporan yang mengupas cara pengendalian gapong. Semangun
(2004) menginformasikan bahwa ada yang menganjurkan untuk melakukan pengairan
yang teratur setiap 2 minggu sekali. Pengairan dilakukan pada malam hari karena
pengairan pada waktu pagi hari akan memperparah insiden gapong. Pengairan
sebaiknya dihentikan paling lambat 15 hari menjelang panen, karena pengairan dalam
waktu 15 hari menjelang panen akan memperparah insiden gapong. Tampaknya,
dampak dari perubahan iklim global akan mengakibatkan kesulitan untuk menjamin air
selalu tersedia bagi tanaman pada musim kemarau. Oleh karena itu, dipandang perlu
menelaah dengan seksama penyebab utama gejala gapong dan kemungkinan cara
pengendaliannya.
Identifikasi Gejala “Gapong”
Gejala “Gapong” banyak dikeluhkan petani di Kabupaten Cirebon, Kuningan dan
Majalengka (Jawa Barat) dan di kabupaten Banjarnegara (Jawa Tengah), karena
menyebabkan kerugian yang besar. Berjangkitnya gejala gapong dilaporkan pertama
kali pada tahun 1930 an di Karisidenan Cirebon berdasarkan tulisan Leefman pada
tahun 1933 dan 1934, dan van der Goot pada tahun 1934 dan 1935. Selanjutnya, laporan
pada tahun 1953 menyebutkan bahwa karena besarnya kerugian ekonomi yang diderita,
maka petani tidak mau menanam kacang tanah pada musim kemarau (Semangun, 2004).
Selain menyebabkan rendahnya jumlah polong isi, gejala gapong juga menyebabkan
penurunan berat dan kualitas polong, sehingga mengakibatkan harga jual yang rendah.
“Gapong” dicirikan dengan polong berwarna coklat kehitaman mulai dari bagian ujung,
kulit polong menjadi rapuh (brittle), biji menjadi keriput/tidak bernas dan berwarna
coklat, berbau apek dan rasa tidak enak (Hadi, pers comm). Ciri-ciri ini mirip sekali
dengan serangan jamur R. solani pada polong seperti yang dilaporkan Subrahmanyam
dan Ravindranath (1988), dan polong akan busuk pada serangan yang lebih parah.
Hingga sekarang, serangan gapong masih menjadi salah satu penyebab rendahnya
pendapatan petani kacang tanah di daerah-daerah tersebut di atas.
Sutarto et al. (1988) dan Semangun (2004) mengemukakan bahwa gejala gapong
ternyata bisa diketahui dari daun dan polongnya. Tanaman yang terserang mempunyai
daun-daun yang terasa kaku jika dipegang dan kadang-kadang warnanya agak
kekuningan. Namun, gejala ini sering tidak terlihat. Gejala gapong hanya dapat
diketahui dengan memeriksa polong yang berada di dalam tanah. Apabila tanaman
dicabut, maka akan tampak polong dengan bintik-bintik kecil berwarna coklat
5
kehitaman dan biji busuk. Pengamatan Hardaningsih (pers. comm) menunjukkan adanya
serangan Aspergillus niger, Penicilium sp dan Rhizoctonia solani pada kulit polong, biji
yang busuk dan eksudat yang ada. Gejala gapong muncul pertama kali pada waktu
polong sudah setengah masak. Pada kulitnya terdapat bercak-bercak bulat berwarna
hitam, lebih kurang bergaris tengah sampai dengan 5 mm. Kadang-kadang beberapa
bercak bergabung sehingga membentuk bercak yang besar. Di tengah bercak, terjadi
sebuah lubang yang bentuknya tidak teratur. Pada polong yang masih muda, biji-biji
menjadi busuk, sedangkan pada biji yang sudah masak biji masih dapat berkecambah.
Apabila hal ini terjadi beberapa waktu menjelang panen, biji masak tersebut
berkecambah sehingga pada waktu panen tidak dihasilkan biji (Semangun, 2004).
Faktor lingkungan ternyata mempengaruhi serangan gapong ini. Gejala gapong
paling parah terjadi pada kacang tanah yang ditanam di tanah pasir dan tanah laterit
ringan. Musim tanam sangat mempengaruhi timbulnya gejala ini. Kacang tanah yang
ditanam pada musim kemarau sangat peka terhadap serangan gapong terlebih jika masih
turun hujan pada fase generatif (Semangun, 2004).
Somaatmadja (1985) mengemukakan bahwa dari gejala-gejala yang timbul pada
polong, gejala tersebut identik dengan penyakit “meadow nematode” yang disebabkan
oleh P. leiocephalus dan spesies lainnya yang terdapat di North Carolina, Amerika
Serikat. Porter et al. (1984) menyebutkan bahwa nematoda Prathylenchus brachyurus
merupakan nematoda yang paling umum menyerang kacang tanah dan tersebar sangat
luas terutama pada lahan kacang tanah dengan tektur tanah pasiran.Pemuliaan untuk
membentuk varietas yang tahan tampaknya akan menjadi alat pengendalian yang
efektif. Sutarto et al (1988) menyebutkan adanya dugaan penyakit ini disebabkan oleh
nematoda, tanaman keracunan oleh air tanah dan musim tanam yang tidak tepat. Namun
hal ini masih disangsikan. Dugaan bahwa penyakit gapong disebabkan oleh nematoda
masih perlu dipastikan. Semangun (2004) melaporkan bahwa sampai sekarang
penyebab primer dari gapong belum diketahui dengan pasti. Hasil pengamatan memang
menunjukkan bahwa pada polong yang busuk terdapat jamur Aspergillus dan
Penicilium. Namun agaknya jamur-jamur ini bukan penyebab utama dari gapong.
Dari pendapat-pendapat di atas, kami susun dua skenario tentang gejala ”gapong”.
Skenario pertama: pada awalnya, polong kacang tanah diserang nematoda
Prathylenchus brachyurus dan setelah jaringan kulit polong dirusak akan ditumbuhi
jamur yang menyebabkan daerah tersebut menjadi busuk berwarna gelap. Good et al
(1958) dalam Porter et al (1982) menyatakan bahwa kerusakan pada kulit polong dan
pericarp karena serangan nematoda ini dapat dideskripsikan sebagai adanya luka yang
berwarna coklat keunguan dengan batas luka yang jelas dari jaringan di sekitarnya yang
tidak terserang. Miller dan Duke (1961) dalam Porter et al (1982) mendiskripsikan
bahwa kerusakan oleh P. brachyurus sebagai luka kecil atau titk (pin-point) berwarna
coklat pada kulit polong, yang akan tampak sebagai spot atau bulatan kecil (speckled)
jika luka-luka tersebut jumlahnya banyak. Boswell (1968) dalam Porter et al (1982)
mengatakan bahwa serangan nematoda berawal dari sebuah titik berwarna coklat muda
pada permukaan kulit polong, kemudian areal yang terserang akan berubah menjadi
berwarna lebih gelap dan semakin lebar ketika nematoda makan dan berkembang biak
di situ. Serangan nematoda yang parah akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, daun
berwarna kekuningan dan berkurangnya volume akar. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
bakteri dan jamur akan menyerang jaringan yang sudah mati sehingga bisa
menyebabkan busuknya biji dan polong. Ternyata ada interaksi antara nematoda dengan
patogen lain pada kacang tanah. Hasil pengamatan Porter di lapang menunjukkan bahwa
6
nematoda P. brachyurus ditemukan berasosiasi dengan miselia jamur terutama jamur
Penicilium dan Fusarium (Porter et al., 1982). Boswell (1968) dalam Porter et al (1982)
mengatakan bahwa jamur R. solani sering berasosiasi pada luka (lesion) yang
jaringannya rusak oleh nematoda. Nematoda berada di pinggir luka sedangkan hifa
jamur mendominasi areal yang sudah berwarna gelap. Jaringan yang sudah rusak karena
serangan nematoda akan ditumbuhi mikroorganisme lain dan lubang pada kulit polong
akan dijadikan sebagai pintu untuk masuknya spora atau hifa jamur yang kemudian
mengkolonisasi biji sehingga biji rusak (Porter et al., 1984). Terjadinya infeksi jamur
pada jaringan yang sudah rusak sesuai dengan penemuan Christensen (1957) dalam
Diener et al. (1982) yang menyebutkan bahwa jamur-jamur saprofit umumnya tidak
menyerang polong kacang tanah kecuali polong telah rusak karena praktek budidaya,
serangan nematoda, serangga, jamur patogen atau kerusakan fisiologis karena
lingkungan yang ekstrim.
Sedangkan skenario kedua adalah tanaman pada awalnya mempunyai masalah
nutrisi/unsur hara. Porter et al., (1984) mengemukakan bahwa sebagai akibat
kekurangan unsur hara kalsium atau adanya ketidakseimbangan hara kalsium, kalium
dan magnesium pada daerah polong, maka polong akan terserang Rhizoctonia solani
atau mikroorganisme yang lain. Hal ini sesuai dengan pengamatan Hardaningsih dan
Hadi (2008) untuk polong dan biji kacang tanah yang berasal dari pertanaman musim
kemarau 2007 pada lahan sawah di Kabupaten Banjarnegara. Dengan demikian adanya
bukti bahwa polong dan biji yang busuk sangat mungkin merupakan hasil akhir dari
adanya masalah nutrisi pada tanaman.
Sankara Reddi (1988) mengemukakan bahwa berdasar banyak laporan maka rasio
hara K:Ca:Mg lebih penting daripada konsentrasi masing-masing unsur untuk
pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Hal ini karena meningkatnya konsentrasi Mg akan
menurunkan atau menghambat penyerapan K dan Ca. Demikian pula tingginya
kandungan K di daerah polong (geocarphosphere) akan menurunkan kualitas polong
apabila konsentrasi Ca di daerah polong rendah. Penelitian pada tanah geluh pasiran
(sandy loam) pada kondisi tadah hujan atau berpengairan di Tirupati, India
menunjukkan aplikasi unsur hara K:Ca:Mg dengan rasio 4:4:0 menghasilkan polong
kacang tanah dan keuntungan lebih tinggi (Subba Rao et al. 1988 dalam Sankara Reddi,
1988). Sementara Gascho dan Davis (1994) merangkum publikasi dari banyak peneliti
dan mengemukakan bahwa kandungan Ca yang rendah di daerah polong menyebabkan
polong busuk karena serangan jamur tular tanah, antara lain R. solani. Mereka juga
menekankan pentingnya rasio hara K:Ca:Mg. Suplai K dan Mg dalam konsentrasi tinggi
akan meningkatkan insiden polong busuk.
Observasi Gejala ”Gapong” pada Tanaman Kacang Tanah
Pengumpulan informasi tentang gejala gapong dilakukan dengan cara datang ke
lahan petani pada sekitar saat panen kacang tanah pada musim kemarau di Cirebon dan
Majalengka. Pengambilan sampel polong, tanaman dan tanah di daerah polong
dilakukan pada sekitar 10-20 lokasi untuk setiap kabupaten.
Pengamatan nematoda pada pertanaman kacang tanah
Identifikasi nematoda berdasarkan pada bentuk morfologi dan panjang tubuh
stadia juvenil dan dewasa mengikuti petunjuk Mai dan Lyon (1975) dan Siddiqi (1986).
Populasi masing-masing jenis nematoda/100 g contoh tanah dihitung. Pengamatan juga
7
dilakukan pada polong-polong yang diduga terserang “gapong” dengan cara mengamati
gejala pada kulit polong dan bagian luar, dalam, dan biji-biji yang terbentuk. Macam
dan jenis nematoda yang terdapat di dalam tanah pada pertanaman kacang tanah yang
disurvei di Kab. Cirebon secara rinci dicantumkan pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Helicotylenchus dan Rotylenchulus Meloidogyne, Helicotylenchus dan Rotylenchulus
Criconemella ornata Pratylenchus sp.
Gambar 1. Jenis nematoda yang dominan ditemukan di tanaman kacang tanah (Foto: Y.
Baliadi, 2008)
Nematoda peluka akar, Pratylenchus sp. ditemukan di 16 dari 16 lokasi
pengambilan contoh tanah. Di tujuh lokasi, populasi nematoda peluka akar tergolong
tinggi (102-150 ekor/100 g tanah) dan berdasarkan karakter morfologi, spesies yang
dominan adalah P. brachyurus. Spesies lain yang teridentifikasi adalah P. zeae dan P.
penetrans.
Nematoda puru akar (Meloidogyne sp.) ditemukan di 16 lokasi, di lima lokasi
populasinya cukup tinggi (88-160 ekor/100 g tanah). Kacang tanah tergolong tanaman
yang tahan terhadap infeksi Meloidogyne, kecuali terhadap M. arenaria dan M. hapla.
Spesies nematoda puru akar yang teridentifikasi sebagian besar adalah M. graminicola,
khususnya pada contoh tanah yang berasal dari lahan sawah atau pertanaman
sebelumnya adalah padi sawah atau padi gogo. M. arenaria dan M. javanica di lima
lokasi populasinya tinggi dan lebih dominan dibandingkan M. graminicola. Pada contoh
tanah yang diamati tidak ditemukan jenis M. hapla dan M. incognita.
Nematoda bentuk ginjal (Rotylenchulus sp.) hanya ditemukan di sembilan lokasi
dengan kisaran populasi 2-38 ekor/100g tanah dan diduga adalah R. reniformis.
Nematoda spiral (Helicotylenchus sp.) juga ditemukan di semua lokasi
pengambilan contoh tanah. Populasi nematoda ini paling tinggi dengan kisaran 42-230
ekor/100 g tanah. Spesies NPT lain yang teridentifikasi adalah Macrosposthonia ornata
(Criconemella ornata), Hirschmaniella oryzae, dan nematoda pemangsa cendawan dan
bakteri (free-living nematode).
8
Pada umumnya akibat infeksi tanaman pada tanaman kacang tanah tidak begitu
tampak, kecuali puru-puru pada akar akibat infeksi Meloidogyne sp. Walaupun
demikian, pada sistem perakaran kacang tanah yang telah dicuci bersih terlihat adanya
beberapa gejala berupa nekrotik dan klorosis pada beberapa polong kacang tanah. Pada
bagian yang nekrotik terjadi penebalan pada kulit menyerupai kanker berwarna coklat
kekuningan menyerupai tanda/gejala terserang oleh M. arenaria. Selain itu juga diamati
gejala berupa perlukaan-perlukaan memanjang pada kulit polong menyerupai gejala
khas serangan P. brachyurus.
Tabel 1. Jenis nematoda parasit tanaman yang berasosiasi dengan sistem perakaran tanaman
kacang tanah di Kab. Cirebon, 12-14 Juli 2008
Lokasi Populasi nematoda/100 g tanah *)
Pratylen
chus
Meloi-
dogyne
Helicoty
-lenchus
Crico-
nemella
Rotylen
-
chulus
Hirschma
niella
Free-
living
Desa Munjul, Astanajapura
**
Desa Munjul, Astanajapura
**
Desa Munjul, Astanajapura
(Gogo-k. tanah-bera)
28 10 39 2 - 16 56
Desa Gumilang Tonggoh,
Greged (Gogo-k.tanah-bera)
126 98 68 14 2 28 80
Desa Gumulung Lebak.
Greged (Gogo-k.tanah-
k.tanah): A. craccivora
30 8 42 20 - 20 62
Desa Gumilang Tonggoh,
Greged (Gogo-k.tanah-
bera): N. viridula
92 46 180 4 - 4 90
Desa Gumilang Tonggoh,
Greged (Gogo-k.tanah-bera)
24 48 64 28 4 12 72
Desa Gumilang Tonggoh,
Greged (Gogo-k.tanah-bera)
44 12 68 - - 16 68
Desa Sindang kasih, Beber
(Padi sawah-k.tanah-bera)
144 20 184 40 28 80 124
Desa Sindang kasih, Beber 8 28 68 6 2 28 45
Desa Sindang kasih, Beber
(Padi gogo-k.tanah-bera)
128 20 99 10 18 6 132
Desa Sindang kasih, Beber
(Ubi jalar-k.tanah-bera)
98 42 113 12 38 18 104
Desa Wanayasa, Beber
(Padi sawah-k.tanah-bera)
102 60 202 48 - 14 97
Desa Wanayasa, Beber
(Padi sawah-k.tanah-bera)
58 92 126 18 20 74 106
Desa Mertapada,
Astanajapura
(Padi gogo-k.tanah-bera)
40 76 204 58 16 - 84
9
Desa Munjul, Astanajapura 140 130 230 30 - 220 230
Desa Munjul, Astanajapura 150 160 140 20 6 270 150
Desa Munjul, Astanajapura 132 88 175 38 - 89 174
Keterangan: * ekstraksi nematode dengan metode modifikasi corong Baermann; ** pengamatan pada
polong hasil panen.
Sumber: A.A. Rahmianna dkk 2009
M. ornata tergolong ektoparasit migratori, dikenal dengan nama nematoda cincin
(ring nematode). Nematoda ini cukup penting secara ekonomi karena diketahui sebagai
penyebab ”peanut yellows” Gejala daun-daun kuning banyak dijumpai di lokasi survei
(Gambar 2) dan gejala tersebut oleh petani juga dinyatakan sebagai salah satu penanda
”gapong”. Penurunan hasil dapat mencapai 50% disertai dengan gejala diskolorisasi
berupa nekrotik coklat pada akar, polong, dan tangkai polong kacang tanah serta
seringkali menimbulkan penyakit lebih kompleks dengan beberapa patogen tular tanah
(soil borne diseases).
Gambar 2. Ciri gejala “gapong” pada daun kacang tanah (Foto: Y. Baliadi, 2008)
Sejauh mana peran NPT dalam kompleks penyakit gapong belum dapat diketahui
bila hanya berdasarkan hasil identifikasi terhadap contoh-contoh tanah yang diperoleh
dari pertanaman kacang tanah karena saat pengambilan contoh tanah bukan pada musim
gapong dan pertanaman kacang tanah yang terserang gapong juga rendah. Namun
demikian dapat dikemukakan bahwa NPT mungkin saja berkontribusi pada terjadinya
”gapong”. Pada tipe ”gapong” dengan pembatasan awal diduga disebabkan oleh
akumulasi dampak serangan tiga jenis NPT, yaitu P. brachyurus, M. arenaria, dan M.
ornata. Peran ketiganya secara tidak langsung adalah sebagai prekursor bagi cendawan-
cendawan tular tanah seperti Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, Fusarium sp., dan
Aspergillus sp., karena pengamatan lapang dan polong-polong kacang tanah contoh juga
ditemukan adanya kompleks serangan cendawan tular tanah (Gambar 3).
10
Polong terserang M. arenaria Polong terserang. P. brachyurus
Gambar 3. Gejala “gapong” yang diduga disebabkan oleh nematoda (Foto: Y. Baliadi, 2008)
Gambar 4. Polong terserang kompleks patogen tular tanah, Sclerotium rolfsii, Rhizoctonia
solani, Pythium sp. atau Fusarium sp. (Fptp: Y. Baliadi, 2008)
M. graminicola dan Hirschmaniella oryzae adalah NPT padi dan pada populasi
tinggi dapat menimbulkan kerusakan dan kehilangan hasil tinggi. M. graminicola dapat
menggunakan kedelai sebagai inang, sehingga diduga kacang tanah juga menjadi salah
satu inang pilihannya.
Free-living nematode populasinya tergolong tinggi. Kelompok nematoda ini
beberapa di antaranya adalah pemangsa cendawan dan bakteri yang efektif dan kehadir-
annya dengan populasi tinggi diduga akibat kondisi tanah yang relatif menguntungkan
bagi pertumbuhan dan perkembangan cendawan-cendawan dan bakteri penghuni tanah
termasuk patogen-patogen cendawan dan bakteri tular tanah (soil-borne diseases).
Enam genus nematoda parasit tanaman yaitu: Meloidogyne, Pratylenchus,
Rotylenchulus, Helicotylenchus, Hirschmaniella, dan Criconemella diidentifikasi pada
contoh tanah yang diambil dari perakaran kacang tanah di Kab. Majalengka dengan
frekuensi deteksi masing-masing genus adalah 45,9%; 45,9%; 10,81%; 21,62%;
43,24%; dan 5,40% (n=36) (Tabel 2). Genus Meloidogyne dan Pratylenchus
menunjukkan frekuensi deteksi tertinggi (45,9%) dan ini berarti kedua genus tersebut
ditemukan di 17 lokasi dari 37 lokasi yang diamati. Meloidogyne adalah penyebab
gejala puru pada akar dan kulit polong kacang tanah yang terinfeksi, sedangkan
Pratylenchus adalah penyebab gejala luka pada akar dan kulit polong kacang tanah.
Genus Criconemella yang juga punya potensi tinggi menurunkan hasil kacang tanah
hanya terdeteksi di dua lokasi (5,40%).
Tingginya frekuensi deteksi genus Hirschmaniella (43,24%) disebabkan
agroekosistem pertanaman kacang tanah sebagian besar menerapkan pola pergiliran
tanam dengan padi. Genus Rotylenchulus dan Helicotylenchus merupakan nematoda
penting pada sebagian besar tanaman budidaya. Pola tumpang sari kacang tanah dengan
11
padi, kedelai, kacang hijau, ubi jalar mendukung kontinuitas keberadaan keduanya di
lahan pertanaman kacang tanah.
Nematoda hidup bebas yang pada galibnya menggunakan mikroorganisme terma-
suk jamur dan bakteri sebagai sumber nutrisi dideteksi pada 34 lokasi pengambilan
contoh tanah. Tingginya populasi nematoda hidup bebas mencerminkan tingkat
keragaman spesies yang tinggi dan juga mencerminkan stabilitas agroekosistem yang
juga tinggi. Beberapa genus nematoda hidup bebas adalah juga agens pengendali efektif
terhadap patogen jamur dan bakteri.
Tabel 2. Nematoda parasit dan hidup bebas (free-living nematodes) pada perakaran kacang
tanah di daerah endemis “gapong” di Kab. Majalengka, Jawa Barat.
No
Kecamatan
Desa
Jenis dan populasi nematoda per 10 g tanah
Meloido
-gyne
Pratylen-
chus
Rotylen
-chulus
Helicoty
-lenchus
Hirschm
aniella
Cricone
mella
Free
living
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Majalengka
Majalengka
Majalengka
Cigasong
Cigasong
Cigasong
Sukahaji
Sukahaji
Rajagaluh
Rajagaluh
Leuwimunding
Leuwimunding
Leuwimunding
Leuwimunding
Palasah
Palasah
Palasah
Palasah
Palasah
Palasah
Cigasong
Cigasong
Sukahaji
Sukahaji
Sukahaji
Sukahaji
Rajagaluh
Rajagaluh
Palasah
-
-
-
-
-
-
-
Munjul
Munjul
Sidamukti
Cigasong
Cigasong
Cigasong
Salagedang
Salagedang
Rajagaluh
Rajagaluh
Nanggerang
Leuwikujang
Leuwikujang
Leuwikujang
Sindanghaji
Sindanghaji
Pasir
Pasir
Kramat
Kramat
Tajur
Tajur
Ciekesik
Ciekesik
Ciekesik
Ciekesik
Telargedang
Telargedang
Kramat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20
30
20
-
-
-
20
10
40
10
50
10
-
60
-
-
40
10
20
80
10
-
-
-
-
-
-
-
20
-
40
10
20
-
-
-
-
20
20
40
-
10
10
30
-
70
230
-
10
-
-
-
20
20
-
90
130
110
-
30
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10
-
-
10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20
-
-
-
-
-
10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50
-
30
-
-
40
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
30
80
-
-
-
-
10
-
-
50
10
-
-
-
-
-
40
-
-
60
40
20
20
30
10
-
240
-
-
20
10
-
-
30
-
10
40
10
-
10
20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
80
-
-
-
-
-
50
-
-
110
80
10
130
-
400
80
10
140
-
160
300
460
810
130
710
440
60
90
20
40
70
160
1950
910
190
180
650
160
140
2300
480
120
1050
40
570
Frekuensi deteksi (%)
(N = 36 contoh tanah)
17
(45,94%
)
17
(45,94%
)
4
(10,81
%)
8
(21,62%
)
16
(43,24%
)
2
(5,40%)
34
(91,89
%) Keterangan: * ekstraksi nematoda dengan metode modifikasi corong Baermann
Sumber: A. A. Rahmianna dkk, 2009
12
Pengamatan polong kacang tanah terserang ”Gapong”
Berdasarkan pengamatan pada polong kacang tanah, maka gapong dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kelompok (Gambar 5), yaitu:
1. Polong terbentuk sempurna, biji tidak terbentuk (kopong)
2. Polong terbentuk sempurna, 1-2 biji tidak terbentuk sempurna
3. Polong terbentuk, ada gejala nekrotik dan klorosis, biji pada bagian kulit polong
bergejala nekrotik berubah warna
4. Polong terbentuk, ada lubang (± 1-2 mm), biji tergerek, ada bekas kotoran
5. Tanaman tumbuh subur, daun terserang mites, polong tidak terbentuk atau
jarang
Gambar 5. Variasi gejala ”gapong” pada kacang tanah
Hasil pengamatan pada polong-polong yang terindikasi ”gapong” menunjukkan
bahwa gejala gapong variasinya luas, sebagaimana cara penyebutan oleh masyarakat
tani, yaitu kemprong, kempong, kopong, cenos. Gejala ”gapong” berupa polong hampa
atau keriput serupa dan banyak dijumpai di sentra-sentra pertanaman kacang tanah lain
di luar Cirebon.
Pengamatan lebih diarahkan pada ”gapong” yang kulit polongnya terdapat luka
dan lubang. Hasil pengamatan terhadap polong-polong dengan gejala-gejala tersebut
membuktikan bahwa gejala”gapong” terdapat pada semua ukuran polong (dari polong
muda hingga tua, berukuran kecil hingga besar). Bila polong dibuka ditemukan bekas-
bekas liang gerekan larva serangga. Hasil gerekan larva menyisakan bekas-bekas
kotoran bulat kecil berukuran seragam. Lubang berukuran 2-3 mm pada kulit polong
adalah jalan keluar larva saat melanjutkan stadia pupa di dalam tanah.
Diduga imago serangga meletakkan telur sesaat sebelum ginofor akan masuk ke
dalam tanah. Telur mungkin menetas sebelum atau sesudah ginofor masuk ke dalam
tanah. Larva yang menetas masuk ke dalam kulit polong. Tingkat keparahan gejala
gerekan bergantung pada umur dan perkembangan polong kacang tanah. Pertanyaan
menarik: apakah larva di dalam polong kacang tanah dapat berpindah polong di dalam
13
tanah? mengingat polong kacang tanah saling berdekatan dan dalam satu tanaman
ditemukan lebih dari 2-3 polong yang menunjukkan gejala ”gapong”.
Berdasarkan pada tipe gerekan dan mekanisme serangan diduga serangga yang
menyerang adalah Etiella sp (Gambar 6). Pada lokasi pengambilan contoh tanah diamati
adanya pola tanam tumpangsari dengan kedelai atau pada satu hamparan dapat
ditemukan kedelai ditanam bersamaan dengan kacang tanah. Selain kedelai, Etiella sp.
juga menggunakan tanaman orok-orok (Crotalaria sp.) sebagai tanaman inangnya. Dua
jenis Crotalaria sp. banyak ditemukan di lokasi survei (Gambar 7).
Imago E. zinckenella Imago E. hobsoni Telur E. zinckenella
Gambar 6. Penggerek polong, Etiella sp.(Foto: Y. Baliadi 2008)