5. Uji Serologi Uji serologi adalah membedakan bakteri berdasarkan sifat-sifat antigeniknya. Uji serologi telah digunakan secara luas untuk diagnosis laboratories penyakit menular. Uji laboratories yang didasarkan pada reaksi antigen-antibodi memperluas keterampilan diagnostic para ahli klinik dan mempedomani usaha-usaha pengobatan. Uji serologi yang terpenting dan digunakan paling luas mencakup reaksi-reaksi aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen. Selain itu, pemeriksaan serologi dikerjakan dalam mendeteksi infeksi virus dengue. Ada beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu : isolasi virus dalam kultur, deteksi virus RNA melalui reverse transcription-PCR, antibodi spesifik IgM/IgG, haemagglutination – inhibition test , dan non-struktural protein 1 (NS1). A. Fiksasi Komplemen Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen- antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis. Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5. Uji Serologi
Uji serologi adalah membedakan bakteri berdasarkan sifat-sifat
antigeniknya. Uji serologi telah digunakan secara luas untuk diagnosis
laboratories penyakit menular. Uji laboratories yang didasarkan pada reaksi
antigen-antibodi memperluas keterampilan diagnostic para ahli klinik dan
mempedomani usaha-usaha pengobatan. Uji serologi yang terpenting dan
digunakan paling luas mencakup reaksi-reaksi aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi
komplemen.
Selain itu, pemeriksaan serologi dikerjakan dalam mendeteksi infeksi virus
dengue. Ada beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
isolasi virus dalam kultur, deteksi virus RNA melalui reverse transcription-PCR,
antibodi spesifik IgM/IgG, haemagglutination – inhibition test, dan non-struktural
protein 1 (NS1).
A. Fiksasi Komplemen
Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen
yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-
antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks
erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis.
Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu
bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan
atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah
tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen-antibodi, dan tahap kedua
dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan eritrosit yang telah
dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi
tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua,
secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang
diperiksa. Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang
diperlukan untuk uji ini harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada
dalam jumlah atau titer yang optimal. Oleh karena itu sebelum melaksanakan
pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji
pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang
dipakai pada sistem uji ini.
Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang
masih dapat melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada
komplemen. Titer hemolisin ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel
penderita dipakai 2 unit. Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu
sistem yang terdiri atas berbagai reaktan, disamping titrasi hemolisin dan
komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji terhadap ada tidaknya faktor
penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi komplemen
(antikomplemen atau prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi
komplemen diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada
pemeriksaan sampel selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun
negatif. Suatu hasil pemeriksaan, baru bisa dipercaya apabila semua reaktan
pada sistem ini terkontrol dengan baik.
Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser
dan Bruck untuk menentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi
kemudian prinsip pengujian yang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik
berbagai penyakit lain, diantaranya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
parasit, seperti Trypanosoma, Schistosoma, serta penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B, Herpes, Rotavirus, Rubella
dan lain-lain.
Uji Fiksasi Komplemen untuk penetapan antibodi terhadap virus
Peralatan dan bahan yang diperlukan (cara mikro)
1. Peralatan yang dipakai sama seperti untuk teknik mikrohemaglutinasi
2. Kit reagens (Behring) terdiri atas antigen virus, komplemen, eritrosit
domba, hemolisin dan larutan penyangga.
Cara kerja :
Uji Pendahuluan
1. Titrasi hemolisin
a. Sediakan 9 tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama dan
seterusnya larutan penyangga dengan volume seperti pada gambar.
b. Masukkan 1,0 ml hemolisin yang telah diencerkan 1:100 kedalam
tabung pertama, lalu campur kemudian pindahkan 1 ml kedalam
tabung berikutnya, demikian seterusnya hingga tabung terakhir.
c. Sediakan 12 tabung, kemudian kedalam 9 tabung pertama dimasukkan
masing-masing 0,2 ml larutan hemolisin dari tabung-tabung
permulaan. Tabung 10-12 dipakai untuk kontrol erithrosit.
d. Kedalam tabung 1-9 dimasukkan 0,1 ml komplemen yang sudah
diencerkan 1:30, 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,5 ml larutan
penyangga.
e. Kedalam tabung 10-12 masukkan 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,8
ml larutan penyangga.
f. Campur lalu inkubasikan tabung-tabung tersebut pada suhu 37OC
selama 30 menit.
g. Perhatikan adanya hemolisis dan tentukan tabung dengan pengenceran
hemolisis tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap.
Pengenceran ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel
penderita dipakai 2 unit.
h. Pembuatan sistem hemolitik
Campur eritrosit 2% sama banyak dengan hemolisin yang titernya 2
unit. Biarkan dalam suhu kamar selama minimal 10 menit sebelum
dipakai.
2. Titrasi Komplemen
a. Sediakan 3 baris tabung yang jumlahnya masing-masing 8 buah.
Kedalam tabung-tabung baris I masukkan larutan penyangga,
komplemen dan larutan antigen, lalu campur
b. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III, hanya
sebagai pengganti antigen, kedalam tabung baris II dimasukkan
antigen kontrol dan kedalam tabung baris ke III dimasukkan larutan
penyangga.
c. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu 37OC
selama 30 menit.
d. Masukkan sistem hemolitik (1h) kedalam semua tabung sebanyak 0,2
ml. Campur dan inkubasikan lagi pada suhu 37OC selama 30 menit.
e. Perhatikan hemolisis yang terjadi dan tentukan pengenceran
komplemen tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap. Apabila
hemolisis lengkap pada ketiga baris tabung terjadi pada pengenceran
komplemen yang sama, berarti semua reaktan pada sistem ini baik.
f. Pengenceran tertinggi komplemen yang dapat menyebabkan hemolisis
lengkap disebut 1 unit dan dipakai 2 unit untuk pengujian.
Pemeriksaan sampel
Pada setiap pemeriksaan selalu harus diikutsertakan kontrol antigen, kontrol
sistem hemolitik, kontrol eritrosit dan kontrol komplemen. Serum penderita
terlebih dahulu diinaktifkan dalam penangas air dengan suhu 56ºC untuk
menghilangkan komplemen yang ada dalam serum, sehingga satu-satunya sumber
komplemen hanya yang dibubuhkan pada pengujian dan diketahui titernya.
1. Sampel
Pakai satu baris sumur untuk sampel pertama (sampel akut) dan satu baris
lain untuk sampel kedua (konvalesen).
a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan sumur 4-12 larutan penyangga
sebanyak 25 ul.
b. Masukkan ke dalam sumur 1-4 sampel yang terlebih dahulu telah
diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul.
c. Buat pengenceran serum mulai sumur 4 sampai 12 dengan
mikrodiluter.
d. Masukkan kedalam sumur 2, sebanyak 25 ul antigen kontrol dan ke
dalam sumur 3-12 sebanyak 25 ul antigen virus (2 unit).
e. Campur, kemudian masukkan kedalam sumur 1-2 komplemen 2 unit
sebanyak 25 ul, lalu campur lagi.
2. Kontrol antigen
Pakailah satu baris sumur.
a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan 4-12 larutan penyangga sebanyak 25
ul.
b. Masukkan kedalam sumur 1-4 serum kontrol positif yang telah
diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul, dan ke dalam sumur 11-12 serum
kontrol negatif yang telah diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul.
c. Buat pengenceran serum mulai sumur 10 dengan mikrodiluter.
d. Ke dalam sumur 2-12 dimasukkan 25 ul antigen virus (2 unit)
kemudian campur.
e. Masukkan ke dalam sumur 1-12 komplemen (2 unit) sebanyak 25 ul,
kemudian campur (kocok dengan alat pengocok).
3. Kontrol sistem hemolitik
Pakailah baris terakhir untuk kontrol sistem hemolitik, eritrosit dan
komplemen dengan prosedur seperti yang diuraikan dibawah ini :
Masukkan ke dalam sumur 1 dan 2 larutan penyangga sebanyak 50 ul dan
komplemen sebanyak 25 ul.
4. Kontrol eritrosit
Masukkan ke dalam sumur 3 dan 4 larutan penyangga sebanyak 75 ul dan
sistem hemolitik sebanyak 50 ul.
5. Kontrol komplemen
a. Masukkan ke dalam sumur 5-12 larutan penyangga sebanyak 25
ul, ke dalam sumur 5-8 antigen virus sebanyak 25 ul dan kedalam
sumur 9-12 antigen kontrol sebanyak 25 ul.
b. Buat pengenceran komplemen dalam tabung terpisah sehingga
memperoleh larutan komplemen 2 unit, 1,5 unit, 1,0 unit dan 0,5
unit.
c. Masukkan ke dalam sumur 5 dan 9 komplemen 2 unit sebanyak 25
ul, ke dalam sumur 6 dan 10 komplemen 1,5 unit sebanyak 25 ul,
ke dalam sumur 7 dan 11 komplemen 1,0 unit sebanyak 25 ul dan
ke dalam sumur 8 dan 12 komplemen 0,5 unit sebanyak 25 ul.
d. Campurlah reaktan dalam setiap sumur.
6. Plate ditutup dengan plate lain kemudian diinkubasikan pada suhu 4-6OC
selama 18 jam dalam kotak yang lembab (diberi kain basah).
7. Keesokkan harinya, biarkan plate dalam suhu kamar selama 15 menit,
kemudian masukkan ssitem hemolitik ke dalam semua sumur.
8. Kocok, lalu inkubasikan pada suhu 37OC selama 15-30 menit.
9. Reaksi dianggap selesai bila telah timbul hemolisis lengkap dalam sumur
yang berisi komplemen 2 dan 1,5 unit, hemolisis tak lengkap dalam
sumur berisi komplemen 1 unit dan tidak ada hemolisis dalam sumur
berisi komplemen 0,5 unit.
10. Perhatikan hemolisis yang terjadi pada sumur-sumur berisi sampel dan
nyatakan pengenceran tertinggi sampel yang tidak menyebabkan
hemolisis.
Penjelasan:
1. Adanya reaksi positif (tidak ada hemolisis) berarti dalam serum terdapat
antibodi terhadap virus bersangkutan.
2. Titer antibodi dalam serum tunggal belum memastikan apakah ada infeksi
atau pernah divaksinasi.
3. Untuk mengetahui adanya infeksi diperlukan pemeriksaan serum ganda,
yaitu 2 sampel yang diperoleh pada masa akut dan masa konvalesen
dengan jarak waktu 2 minggu. Suatu kenaikan titer sebanyak 4 kali
merupakan indikasi adanya infeksi.
4. Reaksi positif pada kontrol antigen berarti dalam serum antibodi terhadap
zat-zat nonspesifik yang menyertai antigen. Untuk memastikan, titrasi
terhadap serum diulang dengan menggunakan kedua jenis antigen secara
paralel. Adanya antibodi spesifik dapat dipastikan bila titernya terhadap
antigen virus 4 kali titer terhadap antigen kontrol.
5. Serum kontrol yang diperoleh dari binatang, kadang-kadang mengandung
antibodi terhadap antigen kontrol hingga dapat menimbulkan hemolisis.\
B. Tes Rapid Tes NS1
Suatu tes in vitro dengan teknik pengujian Immunochromato-graphic,
suatu tes satu langkah untuk menentukan secara kualitatif Antigen NS Dengue
virus didalam serum manusia untuk diagnosa dini pada infeksi dengue akut.
non struktural protein 1 (NS1) berguna untuk mendeteksi infeksi virus dengue.
Pemeriksaan ini juga dengan menggunakan serumdan plasma sample. Hasil
pemeriksaan NS1 bisa dibaca antara 15-30 menit, hasilnya bias positif atau
negatif. Pemeriksaan NS1 dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan
IgM/IgG. Dari pemeriksaan serologi, pasien yang menunjukkan antibodi IgM
yang positif menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi virus dengue untuk
yang pertama kali atauinfeksi primer. Sedangkan pasien yang menunjukkan
antibodi IgG positif menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi sekunder yaitu
infeksi untuk yang kedua kalinya oleh virus yang sama dari serotipe yang
berbeda. Pada infeksi sekunder antibodi IgM bisa positif
Prinsip Tes
Setiap tes berisikan satu membrane strip, yang telah dilapisi dengan anti-
dengue NS1 antigen capture pada daerah garis tes. Anti-dengue NS1 antigen-
colloid gold conjugate dan serum sampel bergerak sepanjang membran
menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis yang dapat dilihat
sebagai suatu bentuk kompleks antibody-antigen-antibody gold particle.
Dengue Dx NS1 Antigen Rapid Tes memiliki dua garis hasil, garis ”T” (garis
tes) dan ”C” (garis kontrol). Kedua garis ini tidak akan terlihat sebelum
sampel ditambahkan. Garis kontrol C digunakan sebagai kontrol prosedur.
Garis ini selalu muncul jika prosedur tes dilakukan dengan benar dan reagen
dalam kondisi baik.
Material Kit
1. Perangkat tes Dengue Dx NS1 Antigen
2. Disposable dropper(sekali pakai)
3. Lembar petunjuk penggunaan
Prosedur Pengujian NS1
1. Apabila tes dan sampel disimpan dalam lemari pendingin (refrigerator),