PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan. Tingginya permintaan masyarakat atas kebutuhan daging membuat pemerintah harus melaksanakan swasembada daging. Data Dirjen Peternakan (2008) pada tahun 2006-2007 menyatakan bahwa kebutuhan nasional daging sapi pada tahun 2006 adalah 395,80 ton. Hal ini juga terjadi pada tahun 2007 yaitu sebanyak 418,20 ton akibatnya terjadi perlambatan peningkatan produksi daging. Kekurangan daging sapi tersebut dapat dipenuhi lewat penggemukan sapi bakalan ekspor -import dan daging beku import. Hal ini tentu merugikan pemerintah dan konsumen karena harus mengeluarkan biaya untuk mengimport daging. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan daging sapi tersebut adalah meningkatkan program IB dengan memanfaatkan teknologi dibidang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan
pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan. Tingginya permintaan
masyarakat atas kebutuhan daging membuat pemerintah harus melaksanakan
swasembada daging.
Data Dirjen Peternakan (2008) pada tahun 2006-2007 menyatakan bahwa
kebutuhan nasional daging sapi pada tahun 2006 adalah 395,80 ton. Hal ini juga
terjadi pada tahun 2007 yaitu sebanyak 418,20 ton akibatnya terjadi perlambatan
peningkatan produksi daging. Kekurangan daging sapi tersebut dapat dipenuhi
lewat penggemukan sapi bakalan ekspor -import dan daging beku import. Hal ini
tentu merugikan pemerintah dan konsumen karena harus mengeluarkan biaya
untuk mengimport daging.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan daging sapi
tersebut adalah meningkatkan program IB dengan memanfaatkan teknologi
dibidang reproduksi serta memberdayakan sapi lokal hasil peternakan rakyat yaitu
dengan penggemukan serta perbaikan manajemen pemeliharaan sehingga dapat
menghasilkan sapi-sapi yang bermutu dengan berat badan yang tinggi.
Jenis sapi yang umum dipelihara dan digemukkan adalah jenis sapi Bali
yang mempunyai banyak keistimewaan. Salah satunya adalah mudah beradaptasi
baik terhadap lingkungan maupun pakan serta dapat digunakan sebagai tenaga
kerja. Keunikan lain dari sapi Bali sekaligus kelebihannya yaitu tingkat
1
kesuburannya tinggi. Hal ini menyebabkan sapi Bali berpotensi untuk
dikembangkan di seluruh Indonesia.
Penggemukan yang dilakukan oleh peternak rakyat belum maksimal.
Faktor penyediaan hijauan pakan ternak masih merupakan kendala bagi peternak.
Pada musim hujan, pakan akan melimpah tetapi pada musim kemarau, pakan
sangat sulit didapatkan sehingga dapat berpengaruh terhadap sapi Bali bunting.
Perbaikan manajemen pemeliharaan sangat dibutuhkan karena dapat
meningkatkan mutu dan produktivitas ternak dengan memberikan pakan yang
dapat memacu pertumbuhan ternak yaitu daun kelor.
Tanaman kelor mengandung gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat untuk
perbaikan gizi. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah kekurangan
gizi di beberapa negara. Dilihat dari nilai gizinya kelor adalah tanaman berkhasiat
sejati (miracle tree), artinya tanaman ini bisa dimanfaatkan dari akar, batang, buah
dan daun serta mengandung gizi tinggi. Kandungan gizi daun kelor segar
(lalapan), setara dengan; 4 kali vitamin A yang dikandung wortel, 7 kali vitamin
C yang terkandung pada jeruk, 4 kali mineral kalsium dari susu, 3 kali mineral
potassium pada pisang, 3/4 kali zat besi pada bayam, dan 2 kali protein dari
yogurt. Daun kelor juga mempunyai fungsi pengobatan karena banyak
mengandung kalsium dan pospor (Firsonigosa, 2008).
Zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang mempunyai
fungsi penting di dalam tubuh. Dibutuhkan dengan jumlah konsumsi sekitar 1.5-
2.2 mg per- harinya, zat besi mempunyai fungsi penting di dalam tubuh antara
lain sebagai media transportasi bagi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan
2
tubuh serta juga akan berfungsi sebagai katalis dalam proses penpindahan energi
di dalam sel. Besi adalah unsur penting untuk produksi darah. Sekitar 70 persen
zat besi ditemukan dalam darah. Hemoglobin sangat penting untuk mentransfer
oksigen dalam darah dari paru ke jaringan.
Perumusan Masalah
Ternak di Kabupaten Bantaeng yang sedang bunting mengalami banyak
hal, seperti keguguran, lama bunting dan birahi terlambat yang diakibatkan oleh
kekurangan zat nutrisi. Daun kelor ditambahkan pada pakan sapi bunting untuk
memperbaiki pertumbuhan, angka konversi serta meningkatkan ketersediaan
vitamin dan zat makanan lainnya. Pemberian daun kelor pada pakan ternak akan
mempengaruhi fisiologi darah ternak tersebut karena darah berfungsi untuk
mempertahankan tubuh ternak dari invasi mikroorganisme dan untuk reaksi
immunologis akibat masuknya benda asing sehingga mampu mempertahankan
tubuh dari penyakit. Namun penelitian mengenai pengaruh pemberian daun kelor
dalam pakan ternak sapi masih terbatas sehingga dilakukanlah penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh pemberian daun kelor terhadap fisiologi darah ternak sapi
Bali bunting.
Hipotesa
Diduga terdapat pengaruh pemberian daun kelor pada pakan ternak
terhadap status hematologi sapi Bali yang sedang bunting.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hematologis sapi Bali
bunting yang diberikan pakan daun kelor dan tidak diberikan pakan daun kelor.
3
Kegunaannya adalah diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perubahan status hematologist sapi Bali bunting yang diberikan pakan daun kelor
dan tidak diberikan pakan daun kelor, khususnya pada tingkat kesehatan ternak
serta sebagai bahan informasi bagi peternak dalam upaya peningkatan mutu dan
produktivitas ternak sapi.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Sapi Bali
Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi asli Indonesia yang diduga
sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin
bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi Bali.
Sebagai keturunan banteng, sapi Bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis
seperti banteng liar (Guntoro,2002)
Sapi Bali lebih unggul dibandingkan bangsa sapi lainnya, misalnya sapi
Bali akan memperlihatkan perbaikan performan pada lingkungan baru dan
menunjukkan sifat-sifat yang baik bila dipindahkan dari lingkungan jelek ke
lingkungan yang lebih baik. Selain cepat beradaptasi pada lingkungan yang baru,
sapi Bali juga cepat berkembang biak dengan angka kelahiran 40% - 85%
(Martojo, 1988).
Salah satu sapi asli di dunia adalah sapi Bali dan merupakan sapi yang
mempunyai beberapa karakteristik. Ciri khas sapi Bali (Bos sondaicus) adalah
warna bulunya merah bata dan mempunyai garis belut di sepanjang punggungnya.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh sapi Bali yaitu terletak pada kemampuan
reproduksinya yang tinggi, mampu menghasilkan kualitas daging dan karkas yang
baik. Persentase produksi karkas juga paling tinggi sehingga cocok untuk
dikembangkan sebagai sapi potong (Guntoro, 2002).
5
Keunggulan lain sapi Bali adalah sangat disenangi oleh petani karena
memiliki kemampuan kerja yang baik, reproduksinya sangat subur, tahan caplak,
mampu berkembang biak pada lingkungan yang jelek dan dapat mencapai
persentase karkas 56,6% apabila diberi pakan tambahan konsentrat (Moran,
1978).
Pakan Ternak
Pemberian pakan, baik berupa hijauan maupun konsentrat harus
diperhitungkan dengan cermat. Jika jumlah pakan yang diberikan sangat terbatas,
akan menyebabkan terjadinya kompetisi dalam memperebutkan pakan. Akibatnya
sapi-sapi yang kuat akan pesat pertumbuhannya, sedangkan sapi yang lemah
pertumbuhannya lambat. Sebaliknya, jika pemberian pakan sangat berlebihan,
tidak ada kompetisi dalam memperebutkan pakan. Akibatnya sapi-sapi yang kuat
akan pesat pertumbuhannya, sedangkan sapi yang lemah pertumbuhannya lambat.
Sebaliknya, jika pemberian pakan sangat berlebihan, tidak ada kompetisi, tetapi
sisa pakan yang tidak terkonsumsi merupakan pemborosan (Abidin,2002)
Abidin (2002) menyatakan bahwa ada beberapa syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh suatu pakan yang akan diberikan pada ternak yaitu murah, disukai
oleh ternak (palatabilitas) dan mudah diperoleh serta tidak bersaing dengan
kebutuhan pakan manusia
Salah satu cara baru yang dapat diterapkan dalam upaya penggemukan
sapi potong adalah dengan menggunakan pakan tambahan. Pakan tambahan
berupa suatu bahan yang mengandung koloni mikrobe terpilih dan digunakan
6
untuk mengatur keseimbangan mikroorganisme di dalam rumen (alat pencernaan)
(Guntoro, 2002)
Pemberian pakan tambahan merupakan salah satu upaya teknologi
penggemukan sapi modern. Mikrobe didalam pakan tambahan akan menghasilkan
enzim yang menguraikan serat kasar pada pakan sapi, dengan begitu daya cerna
pakan oleh sapi lebih efesien sehingga akan meningkatkan berat badan ( Sugeng,
2006).
Manfaat daun Kelor (Moringa oliefera)
Tumbuhan yang mempunyai nama latin Moringa oleifera atau dalam bahasa
inggris disebut drumstick plant ini masuk kedalam famili Moringaceae. Tanaman
kelor diberbagai belahan dunia menjadi tanaman yang merupakan jenis sayuran
yang sarat nutrisi dan mempunyai berbagai jenis kegunaan. Secara fisik sosok
tanama kelor dapat tumbuh mencapai tinggi 10 meter, akan tetapi seringkali
dipotong secara rutin agar ketinggiannya tetap 1 meter agar daun dan
buahnya dapat dicapai oleh tangan. Tanaman kelor ini dapat tumbuh dari daerah
tropika panas hingga daerah subtropik dan dapat tumbuh dengan baik pada tanah
berpasir akan tetapi mampu beradaptasi pada tanah yang miskin unsure hara dan
daerah pantai. (Firsonigosa, 2008)
Berdasarkan data kelor di atas merupakan tanaman yang paling multiguna,
hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan.
Sebagai pakan ternak dan unggas dan di beberapa kawasan ada bagian yang
dijadikan serbuk untuk mengobati penyakit-penyakit endemis. Seringkali kita
jumpai ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sayuran dari tanaman kelor
7
merupakan tanaman yang tidak bergengsi, makanan kambing dan tanaman pagar.
Perlu diketahui bahwa tanaman kelor ini justru merupakan tanaman yang
potensial untuk mengatasi gizi buruk, meningkatkan ketahanan pangan, mendoron
pembangunan pedesaan dan mendukung pengelolaan tanah yang berkelanjutan.
(Anonim, 2007).
Daun tanaman kelor mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi
dengan kandungan beta karoten, vitamin C, Protein, besi dan Kalium. Daun kelor
ini dapat dimasak seperti ketika memasak bayam yang dimasak ketika masih
segar. Selain dimasak dalam keadaan segar, daun kelor dapat pula dikeringkan
dan dibuat serbuk untuk dijadikan bumbu dan sup. Daun kelor juga mempunyai
fungsi pengobatan karena banyak mengandung kalsium dan pospor. Berikut ini
fakta tersembunyi dari daun kelor :
Kandungan Vitamin C-nya setara dengan 6 kali vitamin C buah jeruk,
sangat bermanfaat untuk mencegah berbagai macam penyakit termasuk flu
dan demam
Kandungan Vitamin A-nya 4 kali lipat dari wortel untuk mencegah
penyakit mata, kulit, hati dan diare
Kandungan kalsiumnya 4 kali kalsium susu, berguna untuk membentuk
tulang dan gigi yang kuat
Kandungan Kaliumnya 3 kali kandungan kalium dalam pisang yang sangat
penting untuk perkembangan otak dan syaraf.
Kandungan proteinnya sama dengan kandungan protein telur, penting
untuk daya tahan sel tubuh kita.
8
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa tanaman kelor penting dalam
mengatasi gizi buruk terutama bagi bayi dan balita serta ibu menyusui. Tiga
lembaga swadaya yang mempunyai perhatian terhadap nutrisi mengklaim bahwa
tanaman kelor merupakan nutrisi untuk daerah tropis. Daunnya dapat dikonsumsi
segar, dimasak atau disimpan dalam bentuk serbuk untuk persediaan beberapa
bulan tanpa harus dimasukkan kedalam lemari pendingin tanpa kehilangan
kandungan nutrisi. Dasar rekomendasi kelor sebagai sumber nutrisi di daerah
tropis karena kelor di daerah tropis mempunyai daun yang lebat bahkan sampai
akhir musim kemarau ketika bahan makanan relatif langka. (Anonim, 2007)
Sejak dahulu, tanaman kelor telah digunakan oleh nenek moyang kita
sebagai tanaman untuk sayur, obat atau sebagai lalapan. Tanaman ini adalah
tanaman yang toleran terhadap musim kemarau yang panjang, dan bertahan hidup
dengan merontokkan daunnya pada saat kemarau. Kelor termasuk jenis tumbuhan
perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 5 -11 meter. Pohon Kelor tidak
terlalu besar, batang kayunya mudah patah dan cabangnya agak jarang tetapi
mempunyai akar yang kuat. Daunnya berbentuk bulat telur (oval) dengan ukuran
kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. (Anonim, 2007)
Daun kelor juga telah banyak digunakan sebagai pakan ternak, terutama
sapi dan kambing maupun pupuk hijau karena terdapat zat-zat nutrisi di dalamnya
seperti, protein, karbohidrat, mineral serta vitamin. Akar kelor sering digunakan
sebagai bumbu campuran untuk merangsang nafsu makan, tetapi bila terlalu
banyak dikonsumsi ibu yang sedang mengandung dapat menyebabkan keguguran.
Dikenal sebagai jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan sejak lama.
9
Daunnya majemuk, menyirip ganda, dan berpinak daun membundar kecil-kecil.
Bunganya berwarna putih kekuningan. Buahnya panjang dan bersudut-sudut pada
sisinya. Remasan daunnya dipakai sebagai parem penutup bekas gigitan anjing dan
dapat dibalurkan pada payudara ibu yang menyusui untuk menahan mengucurnya
ASI yang berlebihan. (Firsonigosa,2008).
Tanaman kelor mengandung gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat untuk
perbaikan gizi. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah kekurangan
gizi di beberapa negara di Afrika dan menyelamatkan banyak nyawa anak-anak dan
ibu-ibu hamil. Dilihat dari nilai gizinya kelor adalah tanaman berkhasiat sejati
(miracle tree), artinya tanaman ini bisa dimanfaatkan dari akar, batang, buah dan
daun serta mengandung gizi tinggi. Kandungan gizi daun kelor segar (lalapan),
setara dengan; 4x vitamin A yang dikandung wortel, 7x vitamin C yang
terkandung pada jeruk, 4x mineral Calsium dari susu, 3x mineral Potassium pada
pisang, 3/4x zat besi pada bayam, dan 2x protein dariyogurt. Sedangkan kandungan
gizi daun kelor yang dikeringkan setara dengan; 10x vitamin A yang dikandung
wortel, 1/2x vitamin C yang terkandung pada jeruk, 17x mineral Calsium dari
susu, 15x mineral Potassium pada pisang, 25x zat besi pada bayam, dan 9x protein
dari yogurt (Firsonigosa, 2008).
10
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan Gizi yang
Sumber : Data Hasil Laboratorium Kimia Dan Makanan Ternak, 2011
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Hemoglobin
Data pengamatan kadar hemoglobin pada sapi Bali bunting dengan
berbagai perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap kadar hemoglobin sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 8,16 8,48
2 8,84 9,88
3 9,56 10,8
4 9,88 11,56
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa pakan yang diberi daun kelor dengan pakan tanpa daun kelor berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap kadar hemoglobin, dilanjutkan dengan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode IV lebih tinggi dari pada periode I, II, dan III. Hal
ini disebabkan karena sapi yang diberi pakan dengan tambahan daun kelor lebih
mudah dalam mencerna makanannya dengan kata lain zat-zat nutrisi lebih banyak
diserap oleh tubuh sehingga proses pembentukan sel-sel darah berlangsung
dengan baik akibatnya kadar hemoglobin pada pakan yang hal ini sesuai dengan
pendapat Bakar (2001) yang menyatakan bahwa daun kelor merupakan
mikroorganisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi pakan
24
ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen daun kelor
dalam tubuh ternak, sehingga tidak terdapat mutasi pada ternak. Pendapat tersebut
didukung oleh Guntoro (2002) yang menyatakan bahwa daun kelor merupakan
pakan tambahan yang dapat meningkatkan efesiensi pakan yang dapat membantu
proses fermentasi dalam rumen sehingga berjalan lebih efesien dan aktivitas
mikroba rumen pencerna dinding sel akan meningkatkan penyerapan zat-zat
nutrisi lebih baik.
Adanya perlakuan penambahan daun kelor pada pakan membuat
perubahan kadar hemoglobin sehingga kemungkinan dapat juga dipengaruhi oleh
faktor perbaikan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Schalm (1975) bahwa
kadar hemoglobin dapat mengalami perubahan karena pengaruh pakan, sistem
pemeliharaan dan pengendalian penyakit.
Terdapatnya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa
perlakuan dengan pakan tambahan daun kelor memberikan hasil tertinggi terhadap
kadar hemoglobin. Penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan kadar hemoglobin.
25
Nilai Hemaktokrit
Data pengamatan nilai hemaktokrit pada sapi Bali bunting dengan
berbagai perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap nilai hemaktokrit sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 27 27,2
2 29,6 39
3 33,2 46,8
4 36 50,4
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap pada Tabel 5 menunjukkan
bahwa pakan yang diberi daun kelor dengan pakan tanpa daun kelor berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit, dilanjutkan dengan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode IV jauh lebih tinggi dari pada periode I, II, dan III.
Hal ini disebabkan karena sapi yang diberi pakan dengan tambahan daun kelor
lebih mudah dalam mencerna makanannya dengan kata lain zat-zat nutrisi lebih
banyak diserap oleh tubuh sehingga proses pembentukan sel-sel darah
berlangsung dengan baik akibatnya nilai hematokrit pada pakan yang hal ini
sesuai dengan pendapat Bakar (2001) yang menyatakan bahwa daun kelor
merupakan mikroorganisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi
pakan ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen daun
kelor dalam tubuh ternak, sehingga tidak terdapat mutasi pada ternak. Pendapat
26
tersebut didukung oleh Guntoro (2002) yang menyatakan bahwa daun kelor
merupakan pakan tambahan yang dapat meningkatkan efesiensi pakan yang dapat
membantu proses fermentasi dalam rumen sehingga berjalan lebih efesien dan
aktivitas mikroba rumen pencerna dinding sel akan meningkatkan penyerapan zat-
zat nutrisi lebih baik.
Adanya perlakuan penambahan daun kelor pada pakan membuat
perubahan nilai hematokrit sehingga kemungkinan dapat juga dipengaruhi oleh
faktor perbaikan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Schalm (1975) bahwa
nilai hematokrit dapat mengalami perubahan karena pengaruh pakan, sistem
pemeliharaan dan pengendalian penyakit.
Terdapatnya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa
perlakuan dengan pakan tambahan daun kelor memberikan hasil tertinggi terhadap
nilai hematokrit. Penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan nilai hematokrit.
27
Sel Darah Merah
Data pengamatan sel darah merah pada sapi Bali bunting dengan berbagai
perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap sel darah merah sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 3466000 5672000
2 4670000 6612000
3 5672000 7512000
4 6574000 8676000
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 1% (P<0,01).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap menunjukkan bahwa pakan
yang diberi penambahan daun kelor dan pakan tanpa daun kelor menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,01) terhadap sel darah merah, dilanjutkan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode I lebih tinggi dari pada periode II, III dan IV.
Keadaan ini dapat dikatakan bahwa pada kelompok sapi yang diberi pakan
tambahan daun kelor mengalami kemudahan dalam mencerna pakan sehingga zat-
zat nutrisi yang diserap oleh tubuh lebih mudah dalam memproses pembentukan
sel darah merah.
Peningkatan jumlah sel darah merah mungkin merupakan akibat langsung
dari perbaikan pakan dan manajemen yaitu tersedianya zat gizi untuk
eritrhropoiesis dalam jumlah yang cukup (Hofbrand dan Pettit, 1987). Faktor lain
yang mungkin mempengaruhi adalah peningkatan kebutuhan oksigen untuk laju
28
metabolisme sehingga akan merangsang erithropoiesis untuk memproses
pembentukan sel darah merah (Frandson, 1996).
Variasi jumlah sel darah merah dapat pula dipengaruhi oleh faktor
fisiologi dan patologis (Schalm, 1975). Hal ini dapat meningkatkan penggunaan
energi dan nutrient untuk pertumbuhan.
Adanya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan
dengan pakan tambahan daun kelor menyebabkan tingginya jumlah sel darah
merah sehingga penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Hal ini
didukung oleh Yasa, dkk (2004) yang menyatakan bahwa pemberian daun kelor
dapat meningkatkan jumlah eritrosit (sel darah merah), hemoglobin, leukosit (sel
darah putih), protein total darah dan nilai hematokrit sapi Bali sehingga
berdampak positif terhadap pertumbuhan ternak.
29
Sel Darah Putih
Data pengamatan sel darah putih pada sapi Bali bunting dengan berbagai
perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 7. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap sel darah putih sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 5380 7950
2 6040 8330
3 7080 8700
4 7510 9080
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap menunjukkan bahwa pakan
yang diberi penambahan daun kelor dan pakan tanpa daun kelor menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05) terhadap sel darah putih, dilanjutkan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode I lebih tinggi dari pada periode II, III dan IV.
Keadaan ini dapat dikatakan bahwa pada kelompok sapi yang diberi pakan
tambahan daun kelor mengalami kemudahan dalam mencerna pakan sehingga zat-
zat nutrisi yang diserap oleh tubuh lebih mudah dalam memproses pembentukan
sel darah putih.
Peningkatan jumlah sel darah putih mungkin merupakan akibat langsung
dari perbaikan pakan dan manajemen yaitu tersedianya zat gizi untuk
eritrhropoiesis dalam jumlah yang cukup (Hofbrand dan Pettit, 1987). Faktor lain
yang mungkin mempengaruhi adalah peningkatan kebutuhan oksigen untuk laju
30
metabolisme sehingga akan merangsang erithropoiesis untuk memproses
pembentukan sel darah putih (Frandson, 1996).
Variasi jumlah sel darah putih dapat pula dipengaruhi oleh faktor fisiologi
dan patologis (Schalm, 1975). Hal ini dapat meningkatkan penggunaan energi dan
nutrient untuk pertumbuhan.
Adanya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan
dengan pakan tambahan daun kelor menyebabkan tingginya jumlah sel darah
putih sehingga penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan jumlah sel darah putih. Hal ini
didukung oleh Yasa, dkk (2004) yang menyatakan bahwa pemberian daun kelor
dapat meningkatkan jumlah eritrosit (sel darah merah), hemoglobin, leukosit (sel
darah putih), protein total darah dan nilai hematokrit sapi Bali sehingga
berdampak positif terhadap pertumbuhan ternak.
31
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :
- Sapi Bali yang diberikan pakan daun kelor mempunyai nilai kadar hemoglobin
dan hematokrit yang meningkat
- Nilai sel darah merah dan sel darah putih pada pakan yang diberikan daun
kelor masih dalam kisaran darah sapi normal.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abidin.Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta
Agustina, D.2006. Pemberian Suplemen Katalitik dan Daun Kelor pada Domba. Tesis. Sekolah Pascarsajana IPB. Bogor.
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi Kedua. PT Gramedia, Jakarta.
Anonim. 2007. The Merc Veteriner Manual. 5th Ed. Merck and Co. Inc, Rahway, New york.
BAKAR, A.2001. Karakteristik Karkas dan Kualitas Daging Sapi yang Mendapat Pakan Mengandung Daun Kelor, Prosiding Seminar Nasional Puslitbang Peternakan, Balai Penelitian Pengembangan Pertanian , Bogor
Benjamin, M .M dalam Marcelinus V. 1994. Outline o f Veterinary Clinical Pathology. 3 rd Ed. The lowa State University Pres, Lowa.
Dallmann, H.D. and E. M. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Jilid I. Edisi III. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Data Dirjen Peternakan, 2008 Potret Komoditas Daging Sapi. http://docs.geogle.com
Firsonigosa. 2008. Kelor (Moringa oliefera) Tanaman Bermanfaat Berantas Gizi Buruk. http://www. blogster.com. Diakses 20 Mei 2010.
Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Fuller, R., 1999. Probiotics for farm animal. In Gerald W. Tannock, 1999. Probiotics ACritical Review. Horizon Scientific Press, Wymondham, U.K.
Ginting, N. 1984. Gambaran Darah Sapi Frisien Holstein diBogor dan Pontianak. Penyakit Hewan 16 : 2224-227
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Guyton. 1986. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Gadjah Mada University. Press. Yogyakarta.
Hanafi, 2007. Cara Menggemukkan Sapi Potong. http://www.poultry.com diakses tanggal 22 maret 2011.
Hikmah, 1994. Pertumnuhan, Jumlah Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Saoi Bali Bunting dari Beberapa Daerah Di Sulawesi Selatan yang Dipelihara Intensif. (Skripsi) Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang
Hughes, N. C. dan Wickramasinghe, S. N. 1995. Catatan Kuliah Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hoffbrand, A. V. dan J. E. Pettit. 1987. Kapita Selekta Haematologi. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh : I Darmawan. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Marcelinus, V.1994. Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit dan Pertumbuhan Sapi Bali Bunting dari Beberapa Daerah Di Sulawesi Selatan Yang dipelihara Intensif. (Skripsi) Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Mitruka, B. M. and H.M. Rawnsley. 1981. Clinical Biochemical and Haematological Reference Values in Normal Experimental Animals and Normal Humans 2 nd Ed. Massons Publishin USA Inc. New York.
Martojo, H. 1988. Performans Sapi Bali dan Persilanggannya. Dalam “Seminar Eksport Ternak Potong”. Jakarta.
Moran, J.B. 1978. Growth and Carcass Development of Indonesian Beef Breeds. Dalam “Pros. Sem. Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor.
Phillis, J. W. 1976. Veterinary Physiology. Bristol Wright. Scientechnica.
Sarwono.2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjad Mada University Press. Yogyakarta.
Sugeng. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Sarwono. 2001. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.
Swenson, M.J.1984. Dukes Physiologi of Domestic Animals, 10th ed. Ithaca. Cornel University Press.
Trenkle, A and D. N. Marple. 1983. Growt and Development of meat Animal. J. Anim. Sci, 57 : 273-280.
34
Yasa, 2004. Pengaruh Penambahan Daun Kelor pada Sapi Bali. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.
35
36
Lampiran 1. Kadar Hemaglobin Sapi Bali Bunting Yang Diberi Kontrol