LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI ACARA III PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI METODE KONVENSIONAL DAN THE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) Disusun oleh: Nama : 1.Muhammad Miftahussurur (12126) 2. Dhemas Adi Purwa (12131) 3. Zulham Aaron Mochammad (12172) 4. Rivandi Pranandita Putra (12175) 5. Nawang Wulandari (12177) 6. Ary Danar Kisworo (12184) Gol / Kel : A4 / 4 Asisten : 1. Ar Roufi Karina 2. Bagus Herwibawa 3. Devita Areifvia Ningsih LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
22
Embed
HASIL DAN PEMBAHASAN · Web viewUntuk padi liar, karena tanahnya kering, musuh alami hama padi dapat hidup dan menjaga kestabilan dengan memakan hama tersebut. Ketika padi hidup dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Praktikum Dasar-dasar Agronomi Acara III dengan judul Persemaian dan Pindah
Tanam Padi Metode Konvensional dan The System of Rice Intensification (SRI) bertujuan
untuk mengetahui pengaruh metode persemaian dan waktu pindah tanam terhadap
pertumbuhan bibit padi dan untuk mengetahui hubungan antara kualitas bibit dengan berat
keringnya. Pada percobaan ini diberikan perlakuan yang berbeda pada ketiga polybag dimana
polybag pertama diberi perlakuan pindah tanam 7 hari setelah tanam (hss) dengan tanah
macak-macak dan satu bibit perlubang tanam, polybag kedua dengan perlakuan pindah tanam
14 hss, tanah macak-macak dan satu bibit perlubang tanam, dan pindah tanam 21 hss dengan
tanah tergenag dan dua bibit untuk satu lubang tanam pada polybag ketiga.
Metode SRI adalah pindah tanam bibit padi pada usia dini (1 minggu), jarak tanaman
yang diperlebar, satu bibit tiap lubang tanam, manajemen air yang mempertahankan tanah
pada kondisi lembab tetapi tidak tergenang, pengendalian gulma sebelum menutupnya
dengan kanopi, dan penggunaan bahan organic sebagai pupuk. Metode persemaian SRI dapat
dikatakan berhasil karena menghasilkan kualitas benih yang baik pada benih 7 hss, tanah
macak-macak dan satu bibit perlubang tanam.
Metode SRI berbeda dengan metode konvensional. Pada metode SRI, air yang
digunakan kurang dari 1/2 air pada metode konvensional. Pada metode SRI, pemberian air
yang macak-macak bertujuan untuk efisiensi penggunaan air ini dikarenakan padi memang
bukanlah tanaman air. Pemberian air hanya perlu dijaga agar padi tetap lembab selama tahap
vegetatif. Perbedaan mendasar yang terdapat pada SRI dibandingkan dengan sistem
konvensional yaitu SRI sama sekali tidak menggunakan bahan kimia dalam perawatannya.
Mulai dari pupuk hingga pestisida menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan.
Sedangkan sistem konvensional menggunakan bahan kimia dalam perawatannya.
Persamaannya terdapat pada benih yang digunakan, tetapi perlakuan terhadap tanah dan
tanaman berbeda.
Perbedaan SRI dengan Konvensional :
Pembeda Metode Konvensional SRI
Dosis pupuk
anjuranPupuk anorganik dan organik Bahan organik 10 ton / ha
VarietasVarietas unggul baru dan varietas
unggul hibridaVarietas lokal/unggul baru
Seleksi benihPemilahan benih bernas dengan
air garam / ZA (3%)
Pemilahan benih bernas dengan
telur dan air garam
PersemaianPersemaian basah diaplikasi
kompos, sekam, dan pupukPersemaian kering
Jumlah
bibit/lubang1-3 bibit 1 bibit
Tanam bibit 10-21 hss 7-14 hss
Jarak tanamVUB/VUTB 20x20 cm
VUH 25x25 cm30x30 cm
Hama penyakit
Bila perlu berdasarkan hasil
monitoring dapat digunakan
pestisida kimia, hayati, dan
nabati, maupun kombinasinya
Pengendalian hayati
Pengelolaan gulmaMenggunakan landak dan
herbisida kimia atau penyiangan
Penyiangan mekanis/landak 4 kali
Pengairan Pengairan berselang
Tanah dipertahankan lembab
hingga retak-retak selama
vegetatif
Penanganan pasca
panen
Mesin perontok dan gebot
disesuaikan dengan kondisi petaniGebot
Metode pendekatan PRA Pemahaman ekologi tanah
Kelembagaan SIPT, KUAT, KUM Pemberdayaan kelompok
Pendekatan
desimenasi
Kelompok tani, hamparan,
demfarm
Kelompok studi petani, individu,
demplot
Hasil gabah 5,0-8,5 ton/ha GKG 6,9-8,5 ton/ha GKP
Peningkatan hasil 0,2-1,1 ton/ha 0,3-2,3 ton/ha
Dari data-data yang telah diperoleh dapat kita simpulkan bahwa metode yang paling baik
digunakan adalah dengan metode SRI .
Pindah tanam pada metode SRI dilakukan pada usia padi yang muda yang bertujuan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan akar. Karena pada usia muda, akar memiliki potensi tumbuh
yang tinggi. Penanaman bibit pada usia 15 hari sesudah penyemaian akan membuat potensi
anakan menjadi tinggal 1/3 dari jumlah potensi anakan. Hal ini berarti, SRI menambah
potensi anakannya sekitar 64%. Penanaman satu bibit per lubang tanam bertujuan untuk
mengoptimalkan penyerapan nurisi oleh tanaman sehingga pertumbuhannya maksimal.
Dengan dua bibit perlubang tanam, akan menimbulkan kompetisi untuk memperoleh nutrisi
dengan demikian pertumbuhan kurang optimal. Selain itu, tanaman padi memerlukan tempat
tumbuh yang cukup untuk pertumbuhannya agar dan dapat memperoleh cahaya matahri yang
cukup.
Pengamatan terhadap berat kering tanaman dilakukan untuk memperoleh nilai SGR. Dari
hasil perhitungan apabila SGR bibit lebih tinggi maka bibit tersebut mempuyai kualitas yang
lebih baik daripada lainnya. SGR (Summed Growth Ratio) adalah penggunaan ukuran relatif
yang berfungsi untuk mengetahui apakah suatu bibit padi memiliki kualitas yang lebih baik
dari yang lain atau tidak dengan menghitung rasio jumlah daun, rasio berat kering dan rasio
tinggi tanaman. Perhitungan SGR mengindikasikan benih itu berkualitas baik apabila nilai
SGRnya lebih tinggi. Yaitu didapat ketika L’ (rasio jumlah daun), T’ (rasio berat kering),
dan H’ (rasio tinggi tanaman) menunjukkan nilai yang besar.
Berikut adalah rumus untuk mencari SGR :
SGR= L’ + T’ + H’
3
di mana :
L’ : ratio of the number of leaves / rasio jumlah daun
T’ : ratio of the number of dry weight / rasio berat kering
H’ : ratio of the height / rasio tinggi tanaman
Hubungan semua perlakuan dengan berat kering. Dalam metode SRI digunakan sistem
pengairan macak-macak (irit air), hingga dimungkinkan tanah mengalami peretakan yang akhirnya
memungkinkan aerasi tanah berjalan dengan lancar, begitupun dengan serapan nutrisi melalui
perakaran yang baik menjadi optimal. Karena akar bernafas dengan baik, maka bibit padi mempunyai
anakan lebih banyak. Karena anakannya banyak, dan adanya serapan air cukup (dalam artian
mencukupi untuk penyerapan nutrisi dan unsur hara tanah) dan air yang mengendap di tanaman padi
sedikit, maka berat kering (berat setelah di oven) menjadi lebih besar.
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa tanaman padi tertinggi pada
pengamatan minggu ke-4 adalah padi dengan perlakuan 7 hss, kemudian diikuti padi dengan
perlakuan 14 hss lalu 21 hss. Pada minggu pertama dan kedua tanaman padi tertinggi adalah
dengan perlakuan 7 hss kemudian diikuti tanaman dengan perlakuan 14 hss. Selanjutnya pada
minggu ketiga tanaman dengan perlakuan 7 hss memiliki tinggi tanaman paling tinggi.
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah daun tanaman padi
terbanyak pada pengamatan minggu ke-4 adalah padi dengan perlakuan 7 hss dan 14 hss,
kemudian diikuti padi dengan perlakuan 14 hss 21 hss. Jumlah daun dapat digunakan sebagai
pengukur kualitas bibit yang tumbuh. Tanaman yang menghasilkan daun yang terbanyak
berarti tanaman tersebut mempunyai daya tumbuh yang baik karena tanaman tersebut mampu
menjalankan metabolisme yang terjadi dengan menumbuhkan organ-organ yang membantu
dalam proses asimilasi makanan bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Dengan jumlah daun
yang banyak berarti sarana untuk asimilasi makanan melalui fotosintesis yang tersedia sangat
terpenuhi.
Berdasarkan histogram diatas, dapat diketahui bahwa berat basah dan berat kering
tanaman tertinggi adalah tanaman dengan perlakuan 21 hss. Pengamatan terhadap berat
kering tanaman dilakukan untuk mengetahui kualitas benih melalui hasil fotosintesis yang
dihasilkan. Pada saat dioven, air yang ada pada jaringan tanaman akan menguap sedangkan
hasil asimilasi berupa karbohidrat yang merupakan hasil pertumbuhan bersih tanaman tidak
ikut menguap. Semakin berat tanaman, maka kualitas pertumbuhannya semakin baik.
Pada hasil percobaan, pertumbuhan terbaik terjadi pada tanaman padi dengan
perlakuan 21 hss. Nilai SGR yang dihasilkan benih padi 21 hss paling tinggi dibanding
tanaman padi dengan perlakuan 7 hss dan 14 hss. Perbandingan kualitas biji dapat dilihat
dari perbandingan berat keringnya. Kualitas yang baik dapat dilihat dengan besarnya SGR
atau dengan penimbangan berat kering akar dan daunnya. Nilai SGR menunjukkan hasil
fotosintesis tanaman. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa proses fotosintesis yang
terjadi pada benih dengan 21 hss berjalan paling baik. Berdasarkan percobaan, perbedaan
perlakuan akan menyebabkan kualitas benih yang dihasilkan berbeda. Seharusnya padi yang
dipindah tanam pada usia muda memiliki kualitas benih yang lebih baik. Ini disebabkan pada
usia muda, pertumbuhan akar memiliki potensi tumbuh yang lebih baik. Perakaran padi akan
berkembang optimal pada usia muda. Selain itu dengan penanaman padi satu per lubang
tanam membuat benih tumbuh optimal karena padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup
besar untuk perkembangan optimal. Padi mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, unsur hara
dan bahan-bahan lain yang dibutuhkannya dengan optimal karena tidak ada persaingan antar
tanaman yang terjadi. Pada percobaan, didapatkan berat kering dan berat basah pada tanaman
dengan perlakuan 21 hss lebih tinggi dari pada tanaman dengan perlakuan 7 hss dan 14 hss.
Berdasarkan percobaan, perbedaan perlakuan akan menyebabkan kualitas benih yang
dihasilkan berbeda. Padi yang dipindah tanamkan pada usia muda memiliki kualitas benih yang lebih
baik. Ini disebabkan pada usia muda, pertumbuhan akar memiliki potensi tumbuh yang lebih baik.
Perakaran padi akan berkembang optimal pada usia muda. Selain itu dengan penanaman padi satu per
lubang tanam membuat benih tumbuh optimal karena padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup
besar untuk perkembangan optimal. Padi mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, unsur hara dan
bahan-bahan lain yang dibutuhkannya dengan optimal karena tidak ada persaingan antar tanaman
yang terjadi.
V. KESIMPULAN
1. Metode persemaian dan waktu pindah tanam mempengauhi kualitas benih yang
dihasilkan.
2. Penggunaan metode SRI dapat menghemat penggunaan air.
3. Semakin besar nilai SGR suatu tanaman, maka semakin baik kualitas bibit yang
digunakan.
4. Pada percobaan ini, kualitas benih paling baik pada tanaman dengan perlakuan 21 hss
dengan tanah tergenang, tiga bibit untuk tiap lubang tanam dengan nilai SGR 35.26%.
Referensi
Anonim. (2008). SRI. < http://www.himatek.che.itb.ac.id>, diakses pada tanggal 14 Maret
2011.
Haryadi, G.G. (2002). Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mc Donald, A.J.,P.R. Hobbs, dan S. J. Rina. (2005). Does the system of rice intensification outperform conventional best management? A synopsis of the empirical record. Field Crop Research Journal 96: 31-36.
Mintarsih, Yuliani, E. Hanasih, S. Widyatmoko J. (1990). Pengaruh jarak tanah dalam barisan tanaman terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung varietas Arjuna. Duta Farming Journal 8 : 5-7.
Robbins and Wilfred. (1966). Botany and Introduvition to Plant Science. John Wiey and Sons, New York.
Siregar. H. (1991). Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Gramedia. Jakarta.
Sutoyo. (2003). System of Rice Intensification SRI). WorkshopReport,P:2. <http://clifad.cornel.edu/SRI/countries/indonesia/indowedurep03.pdf.>, diakses tanggal 14 Maret 2011.