HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan pada Tabel 5. Adapun deskripsi profil tanah masing- masing pedon disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3. Pedon AM1. Susunan horison pedon ini terdiri dari horison Ap yang sangat tipis (10 cm), dan horison Bt pada kedalaman 10 cm sampai 130 cm, serta horison peralihan BC pada kedalaman 130-200 cm. Hasil pengamatan terhadap warna tanah menunjukkan bahwa horison permukaan (Ap) memiliki warna kelabu kecoklatan (10YR 5/1), sama dengan warna horison Bt bagian atas. Sedangkan bagian bawah Bt, berwarna kelabu sampai kelabu terang kecoklatan (10YR 6/1–6/2), warna yang sama dijumpai sampai pada horison peralihan BC. Dapat dikatakan bahwa, warna horison Bt dan BC pedon ini, dipengaruhi oleh kondisi reduksi dengan dijumpainya air tanah yang dangkal pada kedalaman kurang dari 100 cm. Karatan berwarna coklat dan merah kekuningan ditemukan pada horison permukaan sampai di bagian tengah horison Bt. Hal tersebut menunjukkan adanya kondisi oksidasi dan reduksi pada bagian pedon tersebut, didukung oleh penggunaan lahannya sebagai sawah tadah hujan. Perbedaan warna yang tidak menonjol antara horison permukaan dan bagian atas horison Bt membuat batas horison terlihat berangsur, sedangkan batas horison jelas terlihat pada keseluruhan horison Bt. Adapun tekstur pada horison permukaan adalah lempung berliat (CL) dan pada horison Bt adalah liat (C), sedangkan tekstur pada horison peralihan adalah liat berdebu (SiC). Perubahan tekstur tanah yang jelas terlihat antara horison permukaan dan horison Bt.
83
Embed
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan ... V... · Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Liat halus Kelas Kelas Ukuran ... m
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-sifat Tanah
Sifat Morfologi dan Fisika Tanah
Pedon Berbahan Induk Batuliat
Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil
berbahan induk batuliat disajikan pada Tabel 5. Adapun deskripsi profil tanah masing-
masing pedon disa jikan pada Lampiran 1, 2, dan 3.
Pedon AM1. Susunan horison pedon ini terdiri dari horison Ap yang sangat tipis
(10 cm), dan horison Bt pada kedalaman 10 cm sampai 130 cm, serta horison
peralihan BC pada kedalaman 130-200 cm. Hasil pengamatan terhadap warna tanah
menunjukkan bahwa horison permukaan (Ap) memiliki warna kelabu kecoklatan
(10YR 5/1), sama dengan warna horison Bt bagian atas. Sedangkan bagian bawah
Bt, berwarna kelabu sampai kelabu terang kecoklatan (10YR 6/1–6/2), warna yang
sama dijumpai sampai pada horison peralihan BC. Dapat dikatakan bahwa, warna
horison Bt dan BC pedon ini, dipengaruhi oleh kondisi reduksi dengan dijumpainya air
tanah yang dangkal pada kedalaman kurang dari 100 cm. Karatan berwarna coklat dan
merah kekuningan ditemukan pada horison permukaan sampai di bagian tengah
horison Bt. Hal tersebut menunjukkan adanya kondisi oksidasi dan reduksi pada
bagian pedon tersebut, didukung oleh penggunaan lahannya sebagai sawah tadah
hujan. Perbedaan warna yang tidak menonjol antara horison permukaan dan bagian
atas horison Bt membuat batas horison terlihat berangsur, sedangkan batas horison
jelas terlihat pada keseluruhan horison Bt.
Adapun tekstur pada horison permukaan adalah lempung berliat (CL) dan pada
horison Bt adalah liat (C), sedangkan tekstur pada horison peralihan adalah liat
berdebu (SiC). Perubahan tekstur tanah yang jelas terlihat antara horison permukaan
dan horison Bt.
41
Tabel 5. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Liat halus Kelas Tekstur(Cm) (lembab) liat Lindak (cc/g) Pasir Debu Liat Kasar Liat Halus Liat Total / liat total
AM1 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)Ap 0-10 10YR5/1 CL 2.5YR4/6, m f bs 2 m sbk gs - 1.15 38.45 31,83 3,39 26.33 29.72 0.89 Lempung berliat
Bt1 10-30 10YR5/1 C 5YR 5/8, m f bs 2 m/c abk cs - 1.31 29,73 27,58 9,41 33.18 42.69 0.78 LiatBt2 30-55 10YR6/1 C 7.5YR5/8, m f bs 2 m abk cs ada 0.94 22,75 31,25 4,17 41.83 46.00 0.91 Liat
Bt3 55-95 10YR6/2 C 7.5YR5/6, m f bs 2m/c abk cs ada 1.31 25,38 23,65 4,09 46.88 50.97 0.92 LiatBtg 95-130 10YR6/2 C - 2m/c abk gs ada 1.04 11,22 35,90 11,91 40.97 52.88 0.77 Liat
BCg 130-200 10YR6/2 SiC - 2m/c abk - ada 0.88 2,47 42,70 14,46 40.37 54.83 0.74 Liat berdebu
AM2 - Fluventic Dystrudept (perudik)
Ap 0-18 10YR5/4 SiC - 2 f sbk gs - 1.32 10,09 44,12 14,66 31.13 45.79 0.68 Liat berdebu
BA 18-37 10YR5/8 C - 2 f/m sbk cs - 1.14 9,56 37,85 16,28 36.31 52.59 0.69 LiatBt1 37-65 7.5YR5/8 C - 2 m sbk cs ada 1.32 7,25 38,74 13,61 40.00 54.01 0.74 LiatBt2 65-103 10YR5/8 C 5YR5/6, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1.51 10.83 30,34 13.38 45.45 58.82 0.77 Liat
Bt3 103-130 10YR5/6 C 10Y2/1, m m bs 1 f/m sbk cs ada 1.30 8,30 28,75 21,44 41.51 62.91 0.66 LiatBC 130-200 10YR5/6 C 2,5YR4/8, m m bs 2 f /m sbk cs ada 1.24 3,91 47,30 16,15 32.64 48.79 0.67 Liat berdebu
AM3 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)
Ap 0-15 10YR4/6 C - 1 f sbk - 1.19 10.58 47,59 15,39 20.44 40.83 0.50 Liat berdebuBt1 15-30 10YR4/6 C - 1/2 f/m sbk - 0.92 3,53 44,12 16,39 35.65 52.04 0.69 Liat berdebu
Bt2 30-50 10YR5/2 C 5YR5/8 1 m sbk ada 1.16 8.75 40.35 15.73 35.17 50.90 0.69 Liat berdebuBt3 50-85 10YR5/2 C 5YR5/8 2 m sbk ada 1.20 6.16 38.33 16.09 39.42 55.51 0.71 Liat berdebu
Btg1 85-115 10YR5/1 C 2.5YR3/6 2 m sbk ada 1.14 11.24 38.11 18.23 32.42 50.65 0.64 Liat berdebuBtg2 115-135 10YR5/1 C 7.5YR5/8 2 m sbk ada 1.20 9.12 34.43 19.89 36.56 56.45 0.65 LiatBC 135-200 10YR4/1 C - 2 m sbk ada 0.88 3,53 47,44 18,43 27.93 46.36 0.60 Liat berdebu
Keterangan : C=liat, CL=lempung berliat, SiC=liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata.
Tekstur (%)
43
Adapun struktur tanah horison Bt adalah gumpal bersudut dengan konsi stensi
teguh, sebaliknya struktur gembur dijumpai pada horison Ap yang berada di atasnya.
Nilai kerapatan lindak horison Ap adalah relatif lebih rendah dibandingkan dengan
kerapatan lindak horison Bt (bagian tengah sampai bawah) dan menurun pada horison
BC. Peningkatan tersebut seiring dengan terjadinya peningkatan liat terutama
kandungan liat halus pada horison Bt tersebut.
Pedon AM2. Pedon dengan regim kelembaban tanah perudik ini tersusun oleh
horison permukaan (Ap) dengan ketebalan 18 cm, yang diikuti dengan horison
peralihan BA sampai kedalaman 37 cm. Horison Bt dijumpai dari 37 cm sampai pada
kedalaman 130 cm, serta horison peralihan BC dijumpai pada kedalaman 130-200 cm.
Peralihan horison terjadi secara berangsur dan rata pada horison Ap ke horison BA,
kemudian secara nyata dan rata pada horison Bt dan BC. Warna coklat kekuningan
(10YR 5/4) terlihat pada horison Ap, dan warna coklat (7,5YR 5/8) sampai coklat
kekuningan 10YR 5/6-5/8 dijumpai pada seluruh bagian horison Bt maupun horison
BC di bawahnya. Warna tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oksidatif pedon ini di
mana air tanah tidak dijumpai sampai kedalaman pengamatan (200 cm). Namun
demikian, karatan besi dan mangan, dijumpai pada bagian bawah pedon yang
berkembang dari batuliat ini. Hal ini diduga bahwa pada bagian bawah pedon, ada
saat, dimana air tertahan dan menjenuhi bagian-bagian tanahnya sehingga, terjadi
kondisi reduktif, dan pada saat adanya udara, dapat memungkinkan terjadi oksidasi
terhadap besi dan mangan.
Tekstur dijumpai berbeda pada setiap horison. Pada horison Ap liat berdebu
(SiC) dan pada Bt liat (C), sedangkan pada horison BC adalah liat berdebu (SiC).
Struktur gumpal membulat dengan ukuran halus sampai medium terjadi pada seluruh
horison, dengan tingkat perkembangannya sedang. Adapun konsistensi gembur
dijumpai pada horison Ap, dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt dan BC. Nilai
kerapatan lindak horison Bt meningkat pada bagian tengah horison, dan relatif lebih
44
tinggi dari horison Ap. Sedangkan pada bagian atas dan bawah horison Bt cenderung
lebih rendah dibanding dengan kerapatan lindak horison Ap.
Pedon AM3. Susunan horison pedon ini adalah horison Ap yang berwarna
coklat kekuningan (10YR 4/6) dengan ketebalan 15 cm, dan di bawahnya diikuti
langsung oleh horison Bt sampai kedalaman 135 cm, yang bagian atasnya memiliki
warna masih sama dengan horison Ap. Warna coklat kelabu sampai kelabu (10YR
5/1–5/2) dijumpai pada bagian tengah Bt sampai pada horison BCg. Warna horison Bt
mendukung keadaan reduksi, dimana terdapat air tanah agak dangkal, yakni kurang
dari 150 cm. Kondisi akuik jelas terlihat dengan adanya warna tanah berkroma rendah,
≤ 2 dan value yang tinggi ≥ 4. Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu mulai horison Ap
sampai pada bagian tengah Bt, dan liat pada bagian bawah horison Bt sampai dengan
horison BCg.
Struktur pada horison Ap adalah gumpal membulat berukuran halus, dengan
perkembangan yang sedang. Struktur yang sama terdapat pada horison Bt maupun
horison-horison BCg, namun ukuran lebih besar (medium) daripada struktur horison
permukaan. Konsistensi gembur pada horison Ap dan teguh sampai sangat teguh di
horison Bt dan BCg yang masif. Nilai kerapatan lindak pedon ini cenderung hampir
sama dengan pedon AM1 di mana pada bagian atas Bt cenderung lebih rendah dari
horison atas. Nilai kerapatan lindak terlihat meningkat pada bagian tengah horison Bt,
dan cenderung menurun tidak teratur pada bagian bawah horison Bt sampai BCg.
Dapat dikatakan bahwa pedon AM1 dan AM3 sama-sama memiliki regim
kelembaban akuik, karena pada kedua pedon tersebut terdapat sifat morfologi yang
sesuai dengan sifat akuik. Perbedaan terlihat pada penyebaran kroma yang rendah
berbeda, pada pedon AM1 berada di bagian atas, sedangkan pada AM3 terjadi pada
bagian bawah solum. Hal tersebut menunjukkan penyebaran zona reduksi terjadi pada
kedalaman yang berbeda. Dibandingkan dengan pedon AM2, maka pedon AM1 dan
45
AM3 jelas lebih tereduksi, karena ditunjukkan oleh adanya air tanah yang dangkal,
serta terlihat dari warna tanahnya.
Perbedaan tekstur antara horison permukaan (Ap) dan horison Bt pada semua
pedon pewakil berbahan induk batuliat ini, bukan merupakan perbedaan bahan
(lithologic discontinuity). Hal tersebut didukung oleh hasil analisis mineralogi, baik
mineral fraksi pasir (total) maupun mineral liat (dibahas kemudian) yang, membuktikan
bahwa terjadi kesamaan jenis mineral yang menyusun tanah, baik horison Bt maupun
Ap di atasnya.
Peningkatan kerapatan lindak pada bagian tengah horison Bt terlihat pada
ketiga pedon pewakil berbahan induk batuliat. Peningkatan tersebut seiring dengan
terjadinya peningkatan liat, terutama kandungan liat halus pada horison Bt. Pada tanah
yang memiliki regim kelembaban tanah akuik (AM1 dan AM3), nilai kerapatan lindak
relatif lebih rendah, dibandingkan dengan pada tanah yang memiliki regim kelembaban
perudik (AM2). Dengan demikian perbedaan regim kelembaban tanah pada pedon-
pedon yang berkembang dari bahan induk batuliat ini berpengaruh terhadap beberapa
sifat tanah. Perbedaan tersebut terutama pada warna tanah dan kerapatan lindak, baik
pada horison Bt maupun horison lainnya.
Pedon Berbahan Induk Batukapur
Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon berbahan induk batukapur disajikan
pada Tabel 6. Adapun deskripsi pedon-pedon pewakil diuraikan pada Lampiran 4, 5,
dan 6.
Pedon AM4. Pedon ini tersusun dari horison permukaan (A) dengan ketebalan
agak tipis yaitu 15 cm, yang diikuti oleh horison peralihan AB sampai kedalaman 31
cm,
46
Tabel 6. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batukapur.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Liat halus Kelas Kelas Ukuran
(Cm) (lembab) liat Lindak (cc/g) Pasir Debu Liat Kasar Liat Halus Liat Total / liat total Tekstur Butir
AM4 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik)
A 0-15 10YR4/4 C - 1 f/m sbk gs - 0,97 13,6 22,3 11,94 52,1 64,1 0,81 Liat Sangat Halus
AB 15-31 10YR5/4 C 7.5YR5/8, f f bs 1 f/m sbk cs - 1,03 8,6 29,24 12,83 49,3 62,2 0,79 Liat Sangat Halus
Bt1 31-45 10YR4/6 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,06 8,0 18,0 7,8 65,2 73,0 0,89 Liat Sangat HalusBt2 45-66 10YR5/4 C 5 YR 5/8, m s bs 2 m/c sbk cs ada 1,23 4,3 16,3 9,3 70,0 79,3 0,88 Liat Sangat Halus
Bt3 66-130 10YR7/2 C 7.5YR 6/8, m s bs 2 m/c abk cs ada 1,25 5,4 19,7 11,0 64,0 75,0 0,85 Liat Sangat Halus
BC 130-200 10YR7/2 C 7,5YR5/8, f f/m bs 2 m/c abk - - 1,00 5,3 19,3 11.8 63,6 74,0 0,86 Liat Sangat Halus
AM5 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik)
A 0-16 10YR3/2 C - 1 f/m sbk cs - 1,32 8,8 29,7 4,3 57,3 61,5 0,93 Liat Sangat Halus
Bt1 16-38 10YR4/6 C 7.5YR5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,25 5,91 21,1 8,8 64,3 73,0 0,88 Liat Sangat Halus
Bt2 38-86 10YR5/4 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,18 4,52 28,8 6,1 60,6 66,7 0,91 Liat Sangat HalusBt3 86-122 10YR5/2 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 0,91 0,52 21,7 4,2 73,6 77,8 0,95 Liat Sangat Halus
BC 122-200 2.5Y6/4 C 2 m/c sbk cs - 0,91 0,7 31,4 17,9 50,0 67,9 0,74 Liat Sangat Halus
AM6 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)
Ap 0-18 10YR3/2 C - 1 f/m sbk - 1,00 4,6 39,9 8,1 47,5 55,5 0,85 Liat HalusBt1 18-50 2.5Y4/0 C 2.5YR 4/6, m f bs 1 m sbk - 1,50 7,1 26,1 5,5 61,4 66,8 0,92 Liat Sangat halus
Bt2 50-77 2.5Y6/0 C 5 YR 5/8, m f bs 2 f/m sbk ada 0,99 6,5 23,7 8,9 61,0 69,9 0,87 Liat Sangat halus
Bt3 77-107 2.5Y5/0 C 10R 4/8, m f bs 2 m sbk ada 1,01 8,9 26,2 8,2 56,8 64,9 0,87 Liat Sangat halus
Bt4 107-136 2.5Y5/0 C 10R 4/8, m f bs 2 m sbk ada 1,02 5,5 29,7 6,0 58,9 64,8 0,91 Liat Sangat halusBC 136-200 2.5Y5/0 C - - - 0,97 6,8 19,0 7,4 66,8 74,2 0,92 Liat Sangat halus
Keterangan : C=liat; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata.
Tekstur (%)
47
dan horison Bt dari 31 cm sampai 130 cm, serta horison peralihan BC sampai
kedalaman 200 cm.
Warna horison permukaan adalah coklat gelap kekuningan (10YR 4/4),
sedangkan warna horison Bt adalah coklat kekuningan sampai coklat gelap
kekuningan 10YR 4-5/4-6. Warna kelabu terang (10YR 7/2) dijumpai pada bagian
bawah horison Bt sampai horison BC. Warna tersebut tidak diiringi oleh adanya kondisi
reduktif maupun air tanah dangkal, sehingga disimpulkan warna tersebut lebih
dipengaruhi oleh warna bahan induk batukapur. Adanya sejumlah karatan pada
keseluruhan horison Bt dan BC, menunjukkan bahwa ada saat dimana air pernah
tertahan pada bagian horison tersebut.
Tekstur tanah pada seluruh horison yang berkembang dari bahan induk
batukapur ini adalah liat (C). Struktur gumpal membulat terdapat dari horison A sampai
pada BC. Horison permukaan memiliki konsistensi gembur, sedangkan horison Bt dan
BC berkonsistensi teguh dan sangat teguh. Nilai kerapatan lindak cenderung
meningkat dengan bertambahnya kedalaman horison Bt, dan menurun pada horison
BC.
Pedon AM5. Pedon ini terdiri dari horison permukaan A yang agak tipis (16
cm), dan Bt yang berada langsung di bawahnya, sampai kedalaman 122 cm dan
horison peralihan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna coklat kelabu (10YR 4-5/2-6)
dijumpai pada horison Bt, coklat sangat gelap keabuan (10YR 3/2) pada horison
permukaan, dan coklat terang kekuningan (2,5Y 6/4) pada horison BC. Hal tersebut
menunjukkan bahwa horison Bt dan horison di atasnya lebih bersifat oksidatif,
sedangkan bagian bawahnya bersifat reduktif. Dijumpai karatan terutama pada horison
Bt. Namun sama halnya dengan pedon AM4, pada pedon ini tidak dijumpai air tanah
yang dangkal, sehingga rendahnya kroma dan atau warna tanah pucat cenderung
lebih disebabkan oleh pengaruh dari warna bahan induk batukapur.
48
Tekstur masing-masing horison adalah liat (C). Struktur tanah horison
permukaan gumpal membulat dengan ukuran sedang sampai kasar dengan
konsistensi gembur. Struktur yang sama juga dijumpai pada horison Bt dan BC, tetapi
konsistensinya teguh.
Pada pedon ini nilai kerapatan lindak cenderung menurun dengan
meningkatnya kedalaman. Adanya rekahan-rekahan yang cukup besar sampai
kedalaman 100 cm, tapi secara morfologi tidak terlihat adanya struktur baji pada pedon
ini. Hal ini menandakan bahwa pedon ini belum memenuhi kriteria sifat vertik.
Pedon AM6. Susunan horisonnya terdiri dari Ap dengan ketebalan 18 cm,
horison Bt langsung di bawahnya sampai pada kedalaman 136 cm, dan BC sampai
kedalaman 200 cm. Warna horison Ap adalah coklat kelabu sangat gelap (10YR3/2),
sedangkan keseluruhan horison Bt berwarna kelabu (2,5YR 5/0) dengan kroma sangat
rendah dan value tinggi, yang menunjukkan ciri-ciri kondisi akuik. Hal ini didukung oleh
adanya air tanah dangkal (77 cm) sehingga dikategorikan memiliki regim kelembaban
tanah akuik. Karatan merah kekuningan dijumpai pula pada semua pedon yang
terbentuk dari bahan induk batukapur, terutama pada horison Bt. Hal ini menunjukkan
bahwa pada horison tersebut cenderung terjadi kondisi basah dan kering yang
bergantian, atau ada kondisi di mana air sempat tertahan. Demikian pula antara Bt dan
horison atasnya terdapat kecenderungan yang sama, yakni horison permukaan
memiliki konsistensi gembur, dan horison Bt ke bawah berkonsistensi teguh dan
sangat teguh.
Tekstur tanah pada keseluruhan horison adalah liat (C). Pada pedon yang
memiliki regim kelembaban akuik ini mempunyai nilai kerapatan lindak yang tinggi,
yang dijumpai di bagian atas horison Bt. Penggunaan tanah pedon ini adalah
disawahkan, sehingga dijumpai lapisan yang padat dan keras, yang mungkin sebagai
lapisan tapak bajak, selain merupakan horison penimbunan liat. Perbedaan yang
terlihat menonjol antara AM4 dan AM5, dan pedon AM6 adalah horison Bt pedon AM6
49
terdapat kroma rendah (yakni 0), sedangkan pada AM4 dan AM5 memiliki kroma 2-6.
Hal tersebut menunjukkan pengaruh regim kelembaban tanah terhadap warna tanah.
Kondisi akuik cenderung memiliki warna tanah yang pucat dibanding kondisi perudik.
Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil disajikan pada Tabel 7.
Sedangkan deskripsi profil diuraikan dalam Lampiran 7 dan 8.
Pedon AM7. Pedon ini tersusun oleh horison A yang agak tipis (19 cm), horison
Bt dari 19 cm sampai kedalaman 105 cm, dan horison BC sampai kedalaman 130 cm.
Horison C dijumpai sampai kedalaman 200 cm. Warna tanah horison A adalah coklat
kemerahan (5YR 3/2). Horison Bt bervariasi dari coklat kemerahan (2,5YR4/4) sampai
coklat gelap (7,5YR 4-6/2-4). Sedangkan horison BC dan C warnanya sama, adalah
Kelabu-merah muda (7,5YR 6/2). Karatan dijumpai pada bagian tengah horison Bt
sampai bagian bawah.
Adapun tekstur horison permukaan adalah liat berdebu (SiC), horison Bt adalah
liat (C), horison BC dan C adalah liat berdebu (SiC). Struktur gumpal membulat terjadi
pada horison Bt maupun horison lainnya. Konsitensi gembur pada horison permukaan
dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt, serta teguh pada bagian bawah pedon
ini. Kerapatan lindak horison pada pedon ini terlihat relatif yang paling rendah di antara
pedon-pedon lain dalam penelitian ini.
Pedon AM8. Pedon ini tersusun oleh horison Ap dengan tebal 20 cm, yang
berwarna coklat gelap kemerahan (5YR 3/3), horison Bt sampai pada kedalaman 145
cm berwarna coklat kemerahan (5YR 3-4/2-4), dan horison BC sampai kedalaman 200
cm. Pada bagian tengah horison Bt dijumpai adanya mangan dalam bentuk konkresi,
menunjukkan adanya pengaruh air dimana pedon ini pernah disawahkan.
50
Tabel 7. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Rasio liat Kelas Tekstur Kelas Ukuran
A 0-19 5YR3/2 C - 2 f sbk cs - 0,81 3,5, 43,0 39,64 13,8 53.5 0,26 Liat berdebu Halus
Bt1 19-47 5YR3/4 C - 2 m sbk gs ada 0,90 4,9 26,5 21,12 47,5 68.6 0,69 Liat Sangat Halus
Bt2 47-80 5YR4/4 C 7.5YR6/2, f f bs 2 m sbk gs ada 0,97 3,7 37,2 27,84 31,4 59.2 0,53 Liat Halus
Bt3 60-105 2.5YR4/4 C 7.5YR6/2, f f bs 2 m sbk gs ada 0,88 1,8 14,9 11,84 71,4 83.3 0,86 Liat Sangat HalusBt4 105-130 7.5YR6/2 SiC 2.5YR4/8, m c bs 1 f/m sbk gs ada 0,96 1,9 42,8 22,00 34,0 55.3 0,61 Liat berdebu Halus
C 130-200 7.5YR6/2 SiC 7.5YR 5/8 dan - - - 0,96 1,8 52,6 23,68 21,9 45.6 0,48 Liat berdebu Halus
10 YR 3/3 m c bs
AM8 - Typic Haplohumult (perudik)
Ap 0-20 5YR3/3 SiC - 1/2 f sbk cs - 1,00 6,2 48,1 15,9 29,8 45,7 0,65 Liat berdebu Halus
Bt1 20-40 5YR4/4 C mangan 1 f/m sbk cs ada 1,07 5,9 38,8 19,4 35,9 55,2 0,65 Liat Halus
Bt2 40-65 5YR3/2 C mangan 2 f/m sbk cs ada 1,1 5,4 32,2 6,5 55,9 64,4 0,87 Liat Sangat HalusBt3 65-90 5YR4/3 C mangan 2 m sbk cs ada 1,08 3,9 19,3 6,0 70,8 76,8 0,92 Liat Sangat Halus
Bt4 90-110 5YR4/4 SiCL - 2 m sbk gs ada 0,97 3,6 28,5 15,8 52,3 68,1 0,77 Liat Halus
Bt5 110-145 5YR4/4 C - 2 m sbk ds ada 0,91 4,7 15,1 16,5 63,7 80,2 0,79 Liat Sangat Halus
Bt6 145-200 5YR4/4 C - 2 m sbk - ada 1,07 3,2 36,6 12,3 48,2 60,2 0,80 Liat Sangat Halus
Keterangan : C=liat, SiC=liat berdebu, SiCL=Lempung liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata.
51
Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu (SiC) pada horison permukaan, sedangkan
pada horison Bt adalah liat (C) dan lempung liat berdebu (SiCL). Struktur tanah adalah
gumpal membulat, baik pada horison Bt maupun horison di atas dan bawahnya.
Konsistensi gembur pada horison permukaan dan teguh pada horison Bt, sedangkan
pada horison di bawah Bt memiliki konsistensi yang agak teguh. Kerapatan lindak
cenderung meningkat sampai bagian tengah dan menurun di bagian bawah horison Bt.
Dengan demikian walaupun kedua pedon ini memiliki bahan induk dan regim
kelembaban tanah yang sama (perudik), cenderung memiliki sifat morfologi dan fisika
yang hampir sama. Perbedaan terlihat bahwa pedon AM7 memiliki kerapatan lindak
yang relatif rendah dibanding AM8. Demikian pula adanya konkresi mangan pada pada
horison Bt, dikarenakan bahwa tanah tersebut adalah lahan bekas sawah.
Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik
Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil berbahan induk Volkanik-
dasitik disajikan pada Tabel 8. Adapun deskripsi profil disajikan pada Lampiran 9 dan
10.
Pedon AM9. Susunan horison pedon ini adalah horison A dengan tebal 22 cm,
Bt dari 22 cm sampai kedalaman 140 cm, dan BC sampai kedalaman 200 cm. Horison
permukaan memiliki warna coklat gelap kemerahan (5YR 3/4), horison Bt coklat
kemerahan sampai merah (2,5YR 3/6-4/6) dan horison peralihan BC merah
(2,5YR4/6).
Tekstur liat (C) terlihat dominan pada seluruh horison dari pedon ini. Struktur
gumpal bersudut dijumpai hampir pada seluruh horisonnya. Konsistensi gembur pada
horison permukaan dan agak teguh sampai sangat teguh pada horison Bt. Horison BC
memiliki konsistensi yang sama, yakni sangat teguh, dengan bagian bawah horison Bt.
Kenyataan ini diiringi dengan kandungan liat yang relatif tinggi. Nilai kerapatan lindak
52
Tabel 8. Beberapa Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Rasio liat Kelas Tekstur Kelas Ukuran
sbk=gumpal membulat, abk=gumpal bersudut; as=sangat jelas dan rata, gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata.
53
meningkat pada bagian tengah horison Bt dan kemudian menurun sampai ke bawah
solum.
Pedon AM10. Pedon ini memiliki susunan horison yang terdiri dari horison
permukaan A dan Adir, dengan ketebalan 20 cm. Warna 5Y 7/1 terlihat pada horison A
dan perubahan warna menonjol pada Adir yakni berwarna 10YR 5/6, di mana warna
tersebut merupakan pengaruh dari adanya karatan besi.
Di bawah horison A terdapat horison Bmn yang berwarna kelabu (7,5YR 5/0)
dan adanya massa terkonsentrasi berwarna hitam (7,5YR 2/0) yang diidentifikasi
sebagai akumulasi karatan mangan. Horison berikutnya adalah Bt dengan hue 2,5-
7,5YR dengan kroma yang rendah dan value tinggi, sedangkan horison BCg yang
masif dengan warna yang tidak berbeda dengan horison di atasnya. Pada pedon ini
dijumpai air tanah yang dangkal, pada kedalaman 130 cm. Karatan besi dijumpai pada
horison Bt terutama pada bagian bawahnya sampai pada kedalaman 200 cm. Pada
horison BC dijumpai adanya warna glei.
Tekstur horison A adalah lempung (L), horison Bt memiliki tekstur lempung
berliat (CL) seiring dengan peningkatan jumlah liatnya, dan pada bagian bawah
horison Bt teksturnya adalah liat (C). Horison peralihan BC memiliki tekstur lempung
liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang agak menonjol pada horison-horison
tersebut, berdasarkan hasil analisis mineral liat pada fraksi pasir total dan fraksi liat,
tidak terbukti oleh karena adanya perbedaan bahan sehingga dapat dikatakan tidak
ada indikasi perbedaan bahan induk (lithologic discontinuity).
Pedon ini memiliki struktur gumpal membulat hanya pada horison Adir dan Bmn
yang sangat tipis, sedangkan pada horison lainnya memiliki struktur gumpal bersudut.
Pada bagian bawah horison BC dijumpai struktur yang masif dan konsistensi sangat
teguh.
Keadaan struktur gumpal bersudut ini didukung oleh kerapatan lindak yang
relatif lebih tinggi (Tabel 8). Pedon AM10 yang bersifat akuik ini memiliki kerapatan
54
lindaknya relatif tertinggi, baik di antara pedon pewakil berbahan volkanik, maupun
terhadap pedon-pedon dari bahan induk lainnya. Hal tersebut sangat didukung oleh
hasil pengamatan di lapang, bahwa pedon ini memiliki konsistensi yang teguh sampai
sangat teguh, dengan struktur tanah gumpal bersudut hampir di seluruh bagian horison
Bt.
Perbedaan tekstur tanah terjadi sangat menonjol pada dua pedon yang
berkembang dari bahan induk volkanik dasitik (AM9 dan AM10). Pedon AM10 memiliki
tekstur lempung (L) pada bagian atas solum atau horison Ap, sedangkan pada horison
Bt adalah lempung berliat (CL), dan bagian bawah solum atau peralihan BC bertekstur
lempung liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang sangat nyata ini (abrupt) tidak
disertai bukti jenis mineral yang berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa
komposisi mineral memang relatif sama. Dengan demikian perbedaan tekstur tersebut,
bukan sebagai perbedaan bahan induk (lithology discontinuity). Bila dibandingkan
dengan AM10, lokasi pedon ini tidak terlalu jauh, tetapi secara topografi kedua pedon
ini terletak pada kondisi yang sangat berbeda. Pedon AM9 dijumpai di bagian atas
lereng dengan regim kelembaban tanah ustik, dan AM10 terletak pada bagian bawah
lereng dengan regim kelembaban tanah akuik. Sehingga perbedaan kandungan liat
yang sangat menonjol antara kedua pedon ini ditunjang oleh lingkungan pembentukan
yang berbeda pula. Diduga pedon AM9 lebih terlapuk daripada AM10.
Berdasarkan hasil pengamatan sifat-sifat fisik dan morfologi seluruh pedon
dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan warna horison Bt
ternyata berkaitan erat dengan kondisi regim kelembaban tanah. Regim kelembaban
akuik cenderung memberi warna kelabu pada horison Bt dari semua jenis bahan induk.
Jenis bahan induk terlihat menonjol, berpengaruh memberi warna berbeda pada
horison Bt dari tanah-tanah dengan regim kelembaban perudik. Warna horison Bt pada
pedon-pedon berbahan induk batuan sedimen (batuliat dan batukapur) adalah
kekuningan, sedangkan pada tanah berbahan induk volkanik (baik dasitik maupun
55
andesitik) adalah kemerahan. Hal tersebut terlihat pada hue yang lebih merah pada
tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik. Sedangkan pedon yang me miliki
regim kelembaban akuik, cenderung menunjukkan warna pucat dengan pengaruh
bahan induk tetap terlihat, yakni hue lebih merah pada tanah berbahan induk volkanik.
Dengan demikian, jenis bahan induk yang berbeda memperlihatkan perbedaan
yang menonjol. Antara lain, sifat-sifat morfologi tanah pada bahan induk batukapur
yang cenderung lebih seragam dibanding sifat-sifat morfologi tanah yang berkembang
dari batuliat. Konsistensi antara horison Bt dengan horison A di permukaan jelas
sangat berbeda, yakni lebih teguh pada horison Bt dan yang gembur pada horison A
atau Ap. Perbedaan tersebut cenderung sama pada semua pedon yang diteliti, dan
digunakan sebagai dasar penamaan horison Bt pada semua subhorison yang
diidentifikasi.
Sifat Kimia Tanah
Pedon Berbahan Induk Batuliat
Analisis beberapa sifat kimia tanah masing-masing pedon pewakil dalam
penelitian ini bertujuan antara lain, untuk mengetahui apakah sifat-sifat kimia tanah
yang ada berkaitan dengan proses-proses pedogenesis pedon yang diamati. Selain itu
untuk mengetahui sifat-sifat seperti distribusi C-organik dan Fe-bebas yang erat
hubungannya dengan proses iluviasi liat. Hasil analisis terhadap sifat-sifat kimia tanah
masing-masing horison disajikan pada Tabel 9. Pedon AM1 dengan regim
kelembaban tanah akuik, memiliki nilai pH yang tergolong masam (4,2 – 4,6) pada
keseluruhan horisonnya. Horison permukaan memiliki pH yang paling rendah (4,2) dan
sedikit meningkat (4,5-4,6) pada horison Bt. Peningkatan nilai pH tersebut terlihat
berkurang pada bagian bawah profil, yaitu pada horison Btg dan horison peralihan BC.
Sebaliknya, nilai pH yang relatif tinggi (4,6) dijumpai di horison permukaan pada pedon
56
Tabel 9. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat.
Pedon Kedalaman pH-tanah C-organik Jumlah Kemasaman Kejenuhan KTK-tanah/ Fe2O3 -
Ca Mg K Na Basa-dd terekstrak Al H pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total pH-7 Jum.Kation bebas
(cm) Tabel 16.Beberapa sifat kimia tanah masing-masing horison pedon pewakil berbahan induk Batuliat.(%) ------------------------cmol(+)/kg tanah---------------------- %
------(%)---------------------cmol(+)/kg tanah---------------------------------------cmol(+)/kg tanah ----------------------
Basa-basa dapat tukar Kemasaman dapat tukar
62
Nilai pH tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 cenderung tergolong agak masam
sampai netral (pH 4,8 – 6,5). Nilai pH pada pedon AM4 adalah agak masam, dan
cenderung naik-turun secara tidak teratur di dalam pedon. Pada bagian tengah horison
Bt, pH tanah terlihat lebih tinggi dibanding pada bagian atas maupun bawahnya,
kemudian meningkat pada horison BC. Nilai pH pada pedon AM5 bervariasi antara 5,8
- 6,5. Nilai pH pada horison A lebih rendah dibanding horison Bt, yang kemudian
menurun pada bagian bawahnya, tetapi kemudian meningkat lagi pada horison
peralihan BC. Nilai pH tertinggi yaitu 6,5 dijumpai pada horison Bt1. Pedon AM6
dengan regim kelembaban akuik memiliki pH 5,2-6,2. Pada pedon ini terlihat
penurunan nilai pH secara teratur dengan kedalaman dimulai dari bagian atas horison
Bt sampai bagian bawahnya, namun terdapat sedikit peningkatan pada horison
peralihan BC. Nilai pH tertinggi, yakni 6,2, dijumpai pada horison Bt bagian atas (Bt1).
Gambar 7 menunjukkan distribusi kandungan C-organik, Fe-bebas, dan liat
total dalam tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 yang berkembang dari batukapur.
Terlihat bahwa terjadi penimbunan C-organik pada setiap pedon, baik yang memiliki
regim kelembaban akuik maupun perudik. Kandungan C-organik horison A pada pedon
AM4, cenderung lebih tinggi daripada horison Bt, namun peningkatan yang relatif kecil
terlihat pada bagian bawah horison Bt, dan menurun kembali pada horison peralihan
(BC) paling bawah. Kandungan C-organik tertinggi sebesar 0,78%, terjadi pada horison
Bt3 (66 - 130 cm). Pada pedon AM5, kandungan C-organik pada horison permukaan
(A) lebih rendah dari horison Bt secara menyeluruh. Nilai tertinggi sebesar 1,25%
terjadi pada horison Bt2 (38 – 86 cm), sementara penurunan yang nyata terlihat pada
horison peralihan BC. Sama halnya dengan pedon sebelumnya, maka pada pedon
AM6 kandungan C-organik yang cukup tinggi ditemukan pada horison Ap dan Bt
bagian atas, yang kemudian menurun dan meningkat kembali pada bagian bawah
horison Bt. Penimbunan tertinggi dijumpai pada kedalaman 107 – 136 cm (horison Bt4)
sebesar 1,65%. Data di atas dapat disimpulkan bahwa penimbunan C-organik pada
63
Gambar 7. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM4, AM5, dan AM6 yang Berkembang dari Bahan Induk Batukapur.
64
tanah berbahan induk kapur terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda. Penimbunan
pada kedalaman terdalam ditemukan pada pedon AM6 (akuik). Pada keadaan regim
kelembaban tanah perudik penimbunan C-organik terjadi pada kedalaman yang lebih
dangkal.
Kandungan Fe-bebas pada pedon yang berkembang dari batukapur (AM4,
AM5, dan AM6) (Tabel 10 dan Gambar 7) memperlihatkan bahwa penimbunan Fe-
bebas terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda dan umumnya terjadi pada horison
Bt. Kandungan Fe-bebas pada horison A atau Ap, cenderung rendah. Peningkatan
kandungan Fe-bebas terjadi pada horison Bt bagian atas, kemudian menurun pada
bagian tengahnya. Penimbunan Fe-bebas tertinggi pada pedon AM4, AM5, dan AM6
berturut-turut terjadi pada horison Bt3 (66 – 130 cm) sebesar 3,47%, Bt1(16 – 38 cm)
sebesar 3,27%, dan Bt3 (77-107 cm) sebesar 2,81%.
Nilai KTK-liat secara keseluruhan terlihat sangat berbeda, yakni relatif lebih
tinggi dibanding dengan pedon berbahan induk lainnya. Kenyataan ini sangat didukung
oleh diidentifikasi adanya jenis mineral liat 2:1 (smektit) yang mendominasi setiap
horison Bt. Nilai KTK-liat horison Bt bervariasi antara 63,9 -70,5 cmol(+)/kg liat pada
pedon AM4, antara 63,0 – 80,0 cmol(+)/kg liat pedon AM5 dan antara 65,1 – 97,0
cmol(+)/kg liat pedon AM6. Tingginya nilai KTK-liat pada pedon-pedon ini terlihat relatif
sama pada kondisi akuik maupun perudik, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengaruh jenis bahan induk terhadap nilai KTK-liat lebih menonjol dibandingkan
dengan pengaruh regim kelembaban tanah.
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Data sifat-sifat kimia masing-masing horison pada pedon AM7 dan AM8 yang
berkembang dari bahan Volkan-Andesitik disajikan pada Tabel 11.
Pedon AM7 (perudik) memiliki reaksi tanah seluruh horison yang tergolong
masam, yakni pH 4,7 – 5,1. Pada horison A dijumpai nilai pH yang paling rendah dan
65
Tabel 11. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Insuk Volkanik-Andesitik.
Pedon Kedalaman pH-tanah C-organik Jumlah Kemasaman Kejenuhan KTK-tanah/ Fe2O3-
Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total pH-7 Jum.Kation bebas(cm) (H2O) (%) -------cmol(+)/kg tanah------- (%)
Basa-basa dapat tukar Kemasaman dapat tukar Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan Basa (KB)
66
meningkat dengan kedalaman. Hal yang sama juga dijumpai pada pedon AM8
(perudik), di mana nilai pH relatif rendah terdapat pada horison permukaan (Ap) dan
meningkat dengan kedalaman. Nilai pH tergolong agak masam, baik pada horison Ap,
Bt, maupun horison C, dengan kisaran 5,5 - 5,8.
Nilai kejenuhan basa (KB-jumlah kation) pada pedon AM7 cenderung tinggi
pada horison A, namun dengan meningkatnya kedalaman, nilainya menurun sangat
rendah, yakni 3%. Sedangkan pada pedon AM8, nilai KB-jumlah kation masing-masing
horison hampir tidak jauh berbeda, berkisar 22 – 32%.
C-organik pada pedon AM7 terlihat relatif tinggi pada bagian atas permukaan
yakni pada horison Ap dan sedikit menurun pada bagian atas horison Bt. Pada
Gambar 8, terlihat bahwa penumpukan C-organik sebesar 1,73% terjadi pada Bt3
dengan kedalaman 80 – 105 cm. Sedangkan pada AM8 tidak terlihat penimbunan
seiring dengan menurunnya kandungan C-organik dengan meningkatnya kedalaman,
yakni tertinggi dijumpai pada horison Ap dan sedikit menurun pada horison Bt sampai
pada horison C. Kandungan Fe-bebas terlihat pola yang berbeda antara pedon AM7
dan AM8. Kandungan Fe-bebas pada pedon AM7 terlihat relatif rendah pada horison
A, yang kemudian meningkat pada bagian atas horison Bt. Selanjutnya terjadi
penurunan kembali pada horison Bt bagian bawah, dan meningkat pada horison
peralihan BC sampai C. Berbeda dengan AM8 dimana pada bagian permukaan tanah
besi bebas relatif tinggi dibanding dengan horison Bt bagian atas dan bawah, namun
pada bagian tengah horison Bt terlihat meningkat. Dengan demikian terjadi
penumpukan Fe-bebas sejumlah 3,47% pada Bt1 (19 – 47 cm) dan sebesar 4,40%
pada Bt3 (65 – 90 cm) berturut-turut untuk pedon AM7 dan AM8. Jumlah penumpukan
besi tersebut dapat dikatakan tertinggi di antara semua pedon yang diteliti. Hal ini
67
Gambar 8. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM7 dan AM8 yang Berkembang dari Bahan Induk Volkanik-Andesitik.
68
dapat dikatakan bahwa pedon-pedon ini mengalami pelapukan yang menghasilkan
besi relatif lebih banyak.
Pengaruh perbedaan jenis mineral liat yang mendominasi horison permukaan A
atau Ap dan horison Bt terhadap nilai KTK-liat dijumpai pula pada pedon-pedon yang
berkembang dari bahan induk bahan volkanik andesitik ini. Pada pedon AM7 dijumpai
nilai KTK-liat cenderung tinggi pada semua horisonnya. Tertinggi terjadi pada horison
A kemudian menurun pada bagian atas horison Bt. Terjadi kenaikan KTK-liat di bagian
bawah horison Bt dan pada horison BC dan menurun kembali pada horison C. Pada
horison Bt dijumpai KTK liat sebesar 65,0 - 72,7 cmol(+)/kg liat dan pedon AM8 dijumpai
lebih rendah yakni sebesar 20,1 - 36,6 cmol(+)/kg liat. Kedua pedon ini memiliki
dominasi mineral liat yang berbeda yakni pada AM7 mineral liat campuran dan pada
AM8 didominasi oleh kaolinit (1:1). Sehingga nilai KTK-liat pada kedua pedon ini
didukung oleh jenis mineralnya (dibahas kemudian pada mineral liat).
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik
Pada Tabel 12 disajikan data sifat-sifat kimia pedon AM9 dan AM10 yang
berke mbang dari bahan induk volkanik dasitik. Pedon AM9 (ustik) nilai pH relatif
tergolong agak masam dengan pH adalah 5,2-5,4. Nilai pH horison A relatif lebih tinggi
dibanding pada horison Bt maupun BC. Perbedaan kemasaman tanah terlihat jelas
pada pedon AM10 (akuik) yang memiliki nilai pH yang relatif tinggi dan tergolong netral
yakni 5,7 - 6,1, dimana pada horison Ap nilai pH cenderung rendah dibanding dengan
horison Bt dan horison BC. Jelas terlihat bahwa pH pada horison Bt relatif tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah mempengaruhi
kemasaman horison Bt pada tanah berbahan induk bahan volkanik-dasitik di mana
pengaruh yang sama kurang menonjol pada bahan induk batuan sedimen.
Hubungan antara kemasaman tanah (pH) dengan horison Bt dapat terjadi
dalam kaitannya dengan pencucian liat. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Buol et
69
Tabel 12. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik.
Pedon Kedalaman pH tanah C-organik Jumlah Kemasaman Kejenuhan KTK-tanah/ Fe2O3-Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total pH-7 Jum.Kation bebas
menjadi 12,5 Å pada perlakuan penjenuhan dengan kation K, dan menjadi 10 Å
setelah dipanaskan pada 550 oC (Gambar 10).
Kecuali itu, ditemukan juga sedikit kaolinit (1:1) di horison Ap, yang meningkat
jumlahnya di horison Bt2. Adanya mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak 7,2 Å
pada penjenuhan dengan Mg 2+, Mg2+ - gliserol, dan penjenuhan dengan K+. Namun
dengan perlakuan pemanasan 550 oC, puncak tersebut hilang.
Dua pedon lain, AM2 dan AM3 yang juga berkembang dari batuliat, baik
yang mempunyai regim kelembaban perudik maupun akuik, didominasi oleh mineral
liat kaolinit (Gambar 11 dan 12). Puncak 7,2 Å sangat nyata terlihat pada perlakuan
dengan Mg2+, Mg2+ - gliserol, maupun penjenuhan dengan K+. Adanya kaolinit
diperkuat oleh intensitas kuat dari puncak ordo kedua kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu,
mineral kuarsa (3,34 Å) terlihat sangat jelas. Juga pada pedon AM2 ditemukan gibsit
(4,5 Å) dan goethite (4,21 Å) dalam jumlah sedikit. Hal lain yang menarik adalah
ditemukannya sedikit mineral smektit di horison Bt pada pedon AM3 yang memiliki
regim kelembaban akuik (AM3) dan sedikit kristobalit pada AM1.
80
Gambar 10a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM1 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 10b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM1 Berbahan Induk
Batuliat.
81
Gambar 11a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 11b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat.
82
Gambar 12a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison (Ap) Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 12b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
83
Pedon Berbahan Induk Batukapur
Tanah yang berkembang dari bahan induk kapur, AM4, AM5, dan AM6,
dijumpai di daerah Pasircabe, Jonggol, memiliki regim kelembaban tanah perudik dan
akuik. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa mineral liat smektit dan sedikit kaolinit
mendominasi susunan fraksi liat, baik pada horison Bt maupun horison pencucian (A
atau Ap), Tabel 14.
Gambar 13 (AM4), 14 (AM5), dan 15 (AM6) menunjukkan bahwa pada
perlakuan penjenuhan dengan kation Mg 2+, puncak difraksi sinar X yang didentifikasi
adalah sebesar 15,3 – 16 Å, yang dengan penambahan gliserol meningkat menjadi 18
Å. Puncak tersebut bergeser menjadi 12 Å setelah diperlakukan dengan penjenuhan
kation K+, dan kemudian menjadi 10 Å setelah pemanasan pada 550 oC. Puncak
difraksi berikutnya yang teridentifikasi adalah kaolinit (7,26 Å) yang relatif stabil terlihat
pada tiga perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K+ plus
pemanasan dengan 550 oC, puncak ini menghilang.
Adanya orde kedua dari kaolinit yang ditunjukkan oleh puncak 3,58 Å
memperkuat adanya mineral tersebut pada horison Bt dan horison A/Ap. Selain kedua
mineral utama tersebut ditemukan pula dalam jumlah sedikit mineral illit (10 Å), kuarsa
(3,34 Å) dan kristobalit (4,05 Å). kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu, mineral kuarsa (3,34
Å) terlihat sangat jelas.
84
Gambar 13a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (AB) Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur.
Gambar 13b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur.
85
Gambar 14a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur. Gambar 14b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur.
86
Gambar 15a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur. Gambar 15b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur.
87
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Hasil analisis mineral liat dengan XRD pada pedon yang berkembang dari
bahan induk volkanik-andesitik, AM7 dan AM8, yang berasal dari daerah Jasinga dan
Ciampea disajikan pada Tabel 14. Puncak-puncak difraksi sinar X-nya disajikan pada
Gambar 16 (AM7) dan 17 (AM8). Pada pedon AM7 (Gambar 16) dengan perlakuan
penjenuhan dengan kation Mg2+, mineral liat yang diidentifikasi adalah smektit dengan
puncak difraksi 15,8 Å, yang meningkat menjadi 18 Å dengan penambahan gliserol.
Puncak tersebut bergeser menjadi 10 Å setelah penjenuhan dengan kation K+
ditambah pemanasan pada 550 oC. Puncak berikutnya yang teridentifikasi adalah 7,26
Å yang relatif stabil pada tiga perlakuan, kecuali pada perlakuan penambahan kation
K+ plus pemanasan 550 oC puncak tersebut hilang. Mineral liat tersebut adalah
kaolinit (1:1) . Keberadaan mineral ini diperkuat dengan adanya puncak difraksi ordo
kedua 3,6 Å, yang jelas terlihat pada horison Bt dan horison A. Analisis XRD pada
pedon AM7 dengan demikian menunjukkan bahwa fraksi liat horison Bt dan A
didominasi oleh smektit dan sedikit kaolinit.
Pedon AM8 (Ciampea) menunjukkan XRD yang agak berbeda. Gambar 17
menunjukkan bahwa mineral liat yang diidentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) sebagai
mineral liat dominan. Di samping itu dalam jumlah yang sangat sedikit, dijumpai
mineral kuarsa (3,34 Å), gibsit (4,5Å), dan goethit (4,12 Å), baik pada horison Bt
maupun horison Ap. Fraksi liat horison Bt dan Ap dengan demikian (Tabel 21),
didominasi oleh mineral haloisit dengan sedikit kuarsa, gibsit, dan goethit.
88
Gambar 16a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM7 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. Gambar 16b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM7 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
89
Gambar 17a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. Gambar 17b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
90
Pedon Berbahan induk Volkanik-Dasitik
Hasil analisis XRD pada mineral liat pedon AM9 dan AM10 dari Cipocok,
Serang yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik, disajikan pada Gambar 18
(AM9) dan 19 (AM10). Pada kedua Gambar tersebut terlihat bahwa, puncak-puncak
difraksi XRD cenderung sama antara horison Bt dan horison A/Ap di atasnya. Pada
Gambar 18 (AM9) terlihat bahwa, pada perlakuan penjenuhan dengan kation Mg2+,
puncak difraksi yang teridentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) yang relatif stabil pada tiga
perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K+ plus pemanasan 550 oC
puncak tersebut menghilang. Adanya difraksi ordo kedua dari mineral tersebut pada
3,6 Å memperkuat keberadaan mineral haloisit pada horison Bt dan horison A. Mineral
lainnya dalam jumlah lebih sedikit yang teridentifikasi adalah adalah kristobalit (4,05 Å)
dan kuarsa (3,34 Å).
Gambar 18a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
91
Gambar 18b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
Pada pedon AM10 (Gambar 19) menunjukkan XRD yang agak berbeda.
Gambar 19 menunjukkan bahwa mineral kaolinit (7,2 Å) terdapat dalam jumlah yang
dominan, baik pada horison Bt maupun horison Ap di atasnya. Dalam jumlah yang
agak banyak terdapat kristobalit (4,05 Å ), dan kuarsa (3,34 Å) dalam jumlah yang
sedikit.
92
Gambar 19a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik. Gambar 19b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt4 Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
93
Berdasarkan hasil analisis mineral liat dengan XRD seperti telah diuraikan di
atas, maka dapat disimpulkan jenis-jenis mineral liat yang dominan pada horison Bt
dan horison A/Ap pada semua pedon yang diteliti, seperti tertera pada Tabel 15.
Tabel 15. Mineral Liat yang Dominan pada Horison Penimbunan Liat dan Horison
di Atasnya pada Masing-masing Pedon Pewakil. Pedon Jenis Mineral liat yang dominan
Smektit dan kaolinit Smektit dan kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kao linit dan smektit
Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Haloisit Haloisit Haloisit Haloisit Kaolinit Kaolinit
Horison Diagnostik
Horison Permukaan
Dalam Soil Survey Staff (1999) dinyatakan bahwa, horison permukaan tanah
dapat diklasifikasikan sebagai epipedon okrik, apabila horison tersebut tidak memenuhi
syarat untuk tujuh epipedon lainnya. Sifat morfologi utama yang mempengaruhi
adalah karena horison permukaan bersifat terlalu tipis, terlalu kering, warnanya
memiliki value dan kroma terlalu tinggi, dan atau kandungan C-organiknya terlalu
rendah. Dari kriteria ketebalan, warna tanah, dan lain-lain maka disimpulkan horison
permukaan seluruh pedon pewakil adalah okrik.
94
Horison Bawah Permukaan
Identifikasi horison Bt pada seluruh pedon dalam penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan apakah horison tersebut adalah horison argilik. Kriteria yang digunakan
sebagai dasar identifikasi ini adalah sifat-sifat argilik seperti yang disampaikan dalam
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999). Sifat-sifat tersebut adalah sifat morfologi
dan fisika (kandungan liat dan ketebalan masing-masing horison), serta sifat
mikromorfologi (selaput liat).
Kandungan Liat
Data tekstur tanah berupa kandungan liat halus dan liat total, serta rasio liat
halus terhadap liat total masing-masing horison disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.
Banyaknya liat halus yang dipindahkan oleh proses iluviasi terlihat pada data rasio liat
halus terhadap liat total dan merupakan indikasi intensitas proses iluviasi liat. Rasio liat
ini merupakan salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam identifikasi
horison argilik (Cremeens et al., 1986). Menurut Smith dan Wilding (1972) rasio liat
halus terhadap liat total merupakan salah satu kriteria pembanding yang dapat
membedakan antara horison argilik dengan horison di atasnya.
Bahan Induk Batuliat. Tabel 5 (halaman 38) menyajikan peningkatan
kandungan liat halus dari horison Ap ke horison Bt1 pada pedon yang berbahan induk
batuliat mencapai berturut-turut 6,9% dan 15,3% untuk pedon AM1 dan AM3 yang
memiliki regim kelembaban tanah akuik, dan 9,3% pada pedon AM2 yang memiliki
regim kelembaban tanah perudik. Dapat dikatakan bahwa proses iluviasi pada ketiga
pedon tersebut hampir sama tingkat intesitasnya, yang didukung oleh rasio liat halus
terhadap liat total yang tinggi. Peningkatan kandungan liat halus yang relatif paling
rendah di antara ketiga pedon pewakil dari bahan induk batuliat dijumpai pada AM1,
dan tertinggi pada pedon AM3. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan regim
kelembaban tanah yang ada saat ini, tidak terlihat mempengaruhi perbedaan jumlah
95
liat yang teriluviasi, dimana pada kondisi regim kelembaban tanah yang sama
memberikan peningkatan liat yang jumlahnya berbeda.
Bahan induk Batukapur. Pada Tabel 6 (halaman 42) disajikan bahwa, pedon-
pedon berbahan induk batukapur memiliki peningkatan kandungan liat halus dari
horison cenderung hampir sama antara pedon yang memiliki regim kelembaban tanah
perudik dan akuik. Pedon AM4 (perudik) memiliki peningkatan kandungan liat halus
dari horison A ke horison Bt1 yang lebih tinggi, yakni 15,9% dibanding pedon AM6 (dari
horison Ap ke horison Bt1) yakni 13,9%. Pedon AM5 yang memiliki regim kelembaban
perudik, peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 adalah 7,0%,
paling rendah di antara ketiga pedon tersebut. Sehingga sama halnya pada pedon-
pedon berbahan induk batuliat, regim kelembaban tanah yang berbeda tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah perpindahan liat.
Bahan induk Volkanik-Andesitik . Tabel 7 (halaman 46) menunjukkan bahwa,
peningkatan kandungan liat halus pada pedon yang berasal dari bahan Volkanik-
andesitik sangat menonjol pada pedon AM7. Hal ini sangat didukung oleh data tekstur
bahwa peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 sekitar 33,3%
terjadi pada pedon AM7. Tingginya kandungan liat halus pada pedon AM7 ini
menunjukkan telah terjadinya pelapukan yang intensif dan ekstensif yang
menghasilkan penimbunan liat yang relatif tinggi. Pada pedon AM8 yang berbahan
induk bahan volkanik andesitik, peningkatan kandungan liat halus dari horison Ap ke
horison Bt1 sebesar 6,1% dan tidak terlalu menonjol seperti pada pedon pewakil
lainnya.
Bahan induk Volkanik-Dasitik. Tabel 8 (halaman 48) menyajikan, pedon
berbahan induk volkanik dasitik AM9 dan AM10 yang memiliki regim kelembaban
tanah ustik dan akuik, menunjukkan bahwa penimbunan liat pada horison Bt1 relatif
lebih tinggi pada AM9 yaitu 15,6% dan pada AM10 relatif sedikit yakni 8,2%.
Disimpulkan bahwa bahan induk volkanik yang berbeda memberi pengaruh yang
96
berbeda terhadap jumlah peningkatan liat. Bahan volkanik-dasitik cenderung memiliki
peningkatan liat yang lebih banyak dibanding andesitik. Secara keseluruhan bahan
volkanik memiliki peningkatan liat yang relatif tinggi dibanding bahan induk batukapur,
dan batuliat. Rata-rata jumlah peningkatan liat paling rendah dimiliki oleh pedon-pedon
berbahan induk Batuliat.
Jumlah liat total pada horison iluviasi harus lebih banyak dibanding horison
eluviasi di atasnya di dalam jarak kurang dari 30 cm (Soil Survey Staff, 2003). Dengan
demikian, penentuan jumlah liat total yang harus dipenuhi sebagai horison argilik pada
masing-masing pedon dapat ditentukan berdasarkan jumlah liat total pada horison
A/Ap atau AB. Berdasarkan jarak kurang dari 30 cm dari horison eluviasi setiap pedon
pewakil, maka horison Bt1 digunakan sebagai dasar pembandingan.
Berdasarkan data tekstur tanah masing-masing pedon, maka diperoleh data
kandungan liat total pada horison eluviasi yang berada di antara 15% - 40%, adalah
pedon AM1 dan AM10. Untuk kedua pedon ini kandungan liat total sebagai
horison argilik harus minimal 1,2 kali kandungan liat total pada horison eluviasinya.
Pedon yang memiliki kandungan liat di atas 40%, adalah pedon AM2, AM3, AM4, AM5,
AM6, AM7, AM8, dan AM9. Pada masing-masing pedon tersebut, kandungan liat total
sebagai horison argilik harus minimal 8% (absolut) lebih banyak, dari kandungan liat
total pada horison eluviasinya.
Data jumlah liat total pada Tabel 16 menunjukkan bahwa, kandungan liat total
pada horison Bt seluruh pedon yang diteliti, melebihi batas minimal kandungan liat total
sebagai horison argilik.
97
Tabel 16. Jumlah Liat Total pada Horison Eluviasi dan Horison Iluviasi, Serta Jumlah Minimal Liat Total Sebagai Horison Argilik.
Pedon Liat Total (%) Hor. Eluviasi Hor.Iluviasi (A atau Ap) (Bt1)
sedangkan dengan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik relatif lebih
dangkal yaitu 37 - 130 cm = 93 cm.
Pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batukapur, batas atas
horison iluviasi ditemukan pada kedalaman lebih bervariasi. Pada pedon yang memiliki
regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi dijumpai pada kedalaman
31 cm (AM4) dan 16 cm (AM5) dengan batas bawah pada kedalaman 130 cm (AM4)
dan 122 cm (AM5). Sedangkan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik
(AM6), batas atas horison iluviasi berada pada kedalaman 18 cm, dengan batas bawah
pada kedalaman 136 cm dari permukaan tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa
horison iluviasi pada ketiga pedon yang berkembang dari bahan induk batukapur ini
memiliki ketebalan yang berbeda satu sama lain. Pedon AM4 (perudik) memiliki tebal
31 - 130 cm = 113 c m, pedon AM5 (perudik) adalah 16 - 122 cm = 106 cm, sedangkan
pedon AM6 (akuik) 18 -126 cm = 118 cm.
99
Batas atas horison iluviasi pada pedon-pedon yang berbahan induk bahan
volkanik dijumpai berbeda satu sama lain. Pada pedon AM7 dan AM8 yang bersifat
andesitik dengan regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi terdapat
pada kedalaman 19 cm (AM7) dan 20 cm (AM8) dari permukaan tanah. Sedangkan
batas bawahnya masing-masing pada kedalaman 105 cm dan 145cm.
Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik, menunjukkan letak
batas atas dan batas bawah horison iluviasi pada kedalaman 22 cm dan 140 cm untuk
AM9. Ketebalan horison iluviasi pada pedon ini yakni relatif agak tipis, yakni 118 cm.
Dibandingkan dengan pedon AM10 yang memiliki regim kelembaban tanah akuik,
batas atas horison iluviasinya dijumpai pada kedalaman 26 cm dari permukaan tanah,
atau lebih dalam dari AM9. Sedangkan batas bawah horison iluviasinya terletak pada
kedalaman 143 cm dari permukaan tanah, se hingga ketebalan horison iluviasi adalah
114 cm.
Selaput Liat (Clay Skin)
Hasil analisis irisan tipis pada beberapa horison iluviasi yang teridentifikasi
memiliki selaput liat (pedon AM8 dan AM10) disajikan pada Tabel 18.
Menurut salah satu kriteria horison argilik (Soil Survey Staff, 2003), bahwa pada
irisan tipis, memiliki bentukan liat terorientasi, yang secara mikromorfologi, berjumlah
lebih dari 1%. Identifikasi irisan tipis pada penelitian ini dilakukan pada pedon AM8
(bahan Volkanik–Andesitik), dan AM10 (bahan Volkanik-Dasitik).
Karakterisasi horison iluviasi pada tanah berbahan induk batuan Volkanik-
Andesitik dengan regim kelembaban perudik (AM-8), menunjukkan adanya selaput liat
dengan jumlah sedikit sampai sedang, orientasi tidak kontinyu (Gambar 22). Dalam
Brewer (1974) dikatakan bahwa, orientasi selaput liat yang tidak kontinyu tersebut
mengindikasikan perkembangan yang lemah. Selanjutnya dikatakan bahwa, liat iluviasi
(argilan) yang orientasinya tidak kontinu menunjukkan laminasi yang kurang jelas.
100
Tabel 18. Tebal, Jumlah, dan Perkembangan Selaput Liat pada Horison Penimbunan Liat Masing- masing Pedon Pewakil AM8 dan AM10. Pedon Tebal
selaput (mikron)
Jumlah selaput
Perkembangan (laminasi)
AM8 Bt2 Bt3 Bt4 Bt5
AM10
Bt2 Bt3 Bt4
60-80 60
40-100 60
80-200 80-200 80-200
sedang -banyak sedikit banyak sedikit
sedikit-sedang sedang banyak
Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas
Ada/jelas Ada/sangat jelas Ada/sangat jelas
Keterangan: Kt=kuning terang, Kp=kuning , Ca=Coklat keabu-abuan. Sedikit = <5%, sedang= 5-10%, banyak= >10%. PPL=Plane Polarized Light, XPL=Cross Polarized Light. Sama halnya dengan pola perkembangan argilan yang diperoleh Cremeens
dan Mokma (1986) yang menunjukkan adanya penurunan tingkat orientasi dari kuat
pada tanah yang berdrainase baik (perudik), sampai lemah pada tanah yang
berdrainase buruk (akuik). Hal demikian tidak tercermin pada pedon AM10, sehingga
dapat disimpulkan bahwa regim kelembaban tanah yang ada sekarang tidak
mempengaruhi perkembangan selaput liat pada tanah tersebut. Dengan kata lain,
terbentuknya horison iluviasi liat pada pedon AM10 tidak terjadi pada lingkungan regim
kelembaban tanah yang ada saat ini.
101
Gambar 20. Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 21. Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur.
102
Gambar 22. Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM8 Berbahan Induk Volkanik-Andesitik (PPL = atas, XPL = bawah).
103
Gambar 23. Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM10 Berbahan Induk Volkanik-Dasitik (PPL = atas, XPL = bawah).
104
Pada Tabel 19 disajikan ringkasan hasil identifikasi horison argilik pada semua
pedon pewakil. Berdasarkan hasil identifikasi horison argilik yang menggunakan
kriteria jumlah kandungan liat total, ketebalan horison iluviasi, dan adanya selaput liat
sebagai bukti iluviasi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, tidak semua
horison iluviasi (Bt) pada pedon-pedon pewakil adalah horison argilik. Namun demikian
kriteria adanya selaput liat yang dijumpai atau terlihat di lapang, tidak dapat dibuktikan
secara mikromorfologi kecuali pedon AM8 dan AM10.
Tabel 19. Hasil Identifikasi Horison Penimbunan Liat (Argilik) Berdasarkan Kriteria Jumlah Kandungan Liat Total, Ketebalan Horison Iluviasi, dan Selaput Liat pada Pedon Pewakil.