EFEK PEMBERIAN EKSTRAK METANOL DAUN ZAITUN (Olea europaea L.) SEBAGAI ANTI- INFLAMASI TERHADAP JUMLAH EOSINOFIL PADA JARINGAN PARU MENCIT YANG DIINDUKSI OVALBUMIN Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Haseena Hersiwinukir NIM: 11151030000028 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK METANOL DAUN ZAITUN (Olea europaea L.) SEBAGAI ANTI-
INFLAMASI TERHADAP JUMLAH EOSINOFIL PADA JARINGAN PARU MENCIT YANG DIINDUKSI
OVALBUMIN
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : Haseena Hersiwinukir NIM: 11151030000028
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1440 H/2018 M
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, berkah, dan hidayahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul EFEK PEMBERIAN
EKSTRAK METANOL DAUN ZAITUN (Olea europaea L.) SEBAGAI
ANTI-INFLAMASI TERHADAP JUMLAH EOSINOFIL PADA
JARINGAN PARU MENCIT YANG DIINDUKSI OVALBUMIN dengan
baik. Sholawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW
karena telah menuntun umatnya menuju jalan yang terang benderang. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Program Studi Kedokteran, Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Secara umum, skripsi ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, prosedur penelitian, dan hasil serta pembahasan dari efek
pemberian ekstrak methanol daun zaitun (Olea europaea L.) sebagai antiiflamasi
terhadap jumlah eosinofil pada jaringan paru mencit yang diinduksi ovalbumin.
Dalam proses penyusunan skripsi, penulis melibatkan berbagai pihak
yang memberikan semangat, bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa, sehingga
penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah terlibat, di antaranya :
1. Kedua orang tua, yang tetap bisa membuat penulis merasa terharu,
tersentuh, dan dicintai. Terima kasih kepada ibu yang selalu
memberi nasihat, doa, tempat curhat, pengalihan dari kesibukan
perkuliahan, selalu bisa memahami dan memaklumi penulis dalam
penyelesaian proses skripsi ini. Terima kasih kepada ayah yang
selalu bisa melindungi, menasihati, bertukar cerita dengan penulis,
dan mendorong penulis untuk menempuh pendidikan dan
penyelesaian skripsi ini.
vi
2. Adik penulis, terima kasih karena memberikan penulis tawa,
sindiran, dorongan untuk terus bisa semangat, doa-doa, dan
menemani penulis di setiap waktu.
3. dr. Nurul Hiedayati, PhD sebagai pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, bantuan, doa, ide, ilmu, serta
motivasi yang membuat penulis semangat dan termotivasi dalam
menjalankan dan menyelesaikan seluruh proses penelitian ini dengan
baik.
4. Ibu Nurlaely Mida R., S.Si., M.Biomed., DMS. sebagai pembimbing
II yang telah membimbing, memberikan arahan, nasihat, pelajaran,
serta masukan sehingga penulis dapat menjalankan skripsi mulai
awal menangani mencit sampai penulisan penelitian ini selesai.
5. Dr. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P.(K), MARS, FIRS. sebagai penguji I
dan dr. Alyya Siddiqa, Sp.FK. sebagai penguji II penelitian ini untuk
waktu, ilmu, saran, dan masukannya dalam memperbaiki laporan
penelitian ini.
6. dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD., PhD., FINASIM. selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. dr. Achmad Zaki, M.Epid., Sp.OT. selaku Kepala Program Studi
Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Biologi yang telah memberikan izin menggunakan fasilitas
laboratorium pada proses penelitian ini.
9. Transfarmers, yaitu Alfa Karomah, Maudy Rahmi, Shoffira Fathiya.
3 perempuan kuat yang selalu bisa dihubungi di waktu dan saat
apapun, yang selalu memberikan semangat, dorongan, pengertian,
dan motivasi penuh kepada penulis.
10. Amigdala 2015, yang dari awal bersama, menjalani hari-hari di
perkuliahan, memberikan semangat, kehangatan, kesejawatan, dan
kekeluargaan yang akan terus berlanjut di masa depan.
11. 2 anggota tim skripsi, M. Fahmi Aprijal dan Arrafie Fikri A., yang
bersama dengan penulis dan anggota tim skripsi lain, bekerja sama
dalam mengerjakan skripsi dari awal hingga akhir serta selalu saling
mengingatkan. Terima kasih juga kepada adik-adik tim skripsi 2016
yang telah membantu penulis mengerjakan proses skripsi ini.
12. Almarhum kakek dan almarhumah nenek penulis, yang merupakan
alasan bagi penulis untuk tetap kuat menempuh setiap proses untuk
bisa sampai pada tahap ini.
13. Teman sebangku kelas 10 pada saat penulis ada di bangku sekolah
menengah atas. Terima kasih sudah mendukung dan selalu
mengingatkan penulis untuk terus tetap berproses dengan baik.
14. Teman-teman penulis saat di bangku sekolah menengah pertama
yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyusul
menjadi sarjana dan menyelesaikan penelitian ini.
15. Staf dosen Program Studi Kedokteran yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, berbagi pengalaman, dan pelajaran hidup sehingga
penulis bisa mengambil hikmah dan belajar menjadi dokter yang
baik.
16. Staf laboratorium, Mba Ayi, Mba Sur, Mba Dien, dan staf pegawai
kampus yang membantu menyelesaikan proses pengerjaan skripsi
penulis.
viii
17. Seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dalam pengerjaan skripsi ini yang namanya tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan dan penulisan skripsi ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademisi, terutama
mahasiswa kedokteran, masyarakat umum, dan ilmu pengetahuan.
Ciputat, 15 Oktober 2018
Haseena Hersiwinukir
NIM. 11151030000028
ix
ABSTRAK
Haseena Hersiwinukir. Program Studi Kedokteran. Efek Pemberian Ekstrak Metanol Daun Zaitun (Olea europaea L.) Sebagai Anti-inflamasi Terhadap Jumlah Eosinofil Pada Jaringan Paru Mencit Yang Diinduksi Ovalbumin. Zaitun (Olea europaea L.) merupakan tumbuhan yang sudah mulai banyak diteliti efeknya terhadap asma. Namun, masih belum diketahui pasti efek ekstrak metanol daun zaitun (EMDZ) spesifik apa yang terjadi pada asma, oleh karena itu dilakukan penelitian efek pemberian ekstrak metanol daun zaitun terhadap jumlah eosinofil pada paru mencit. Penelitian ini menggunakan mencit jantan galur DDY yang dibagi dalam 8 kelompok perlakuan (n = 6); (K1) Phosphate Buffered Saline (PBS), (K2) PBS + Carboxymethylcellulose Sodium (NaCMC), (K3) Ovalbumin (OVA), (P1) OVA + EMDZ 100 mg/kgBB, (P2) OVA + EMDZ 200 mg/kgBB, (B) OVA + Budesonid, (E1) EMDZ 100 mg/kgBB, (E2) EMDZ 200 mg/kgBB. K3, P1, P2, dan B, disensitisasi asma secara intraperitoneal (ip) dengan 50 µg OVA dan adjuvan Al(OH)3 10% pada hari ke-0 dan ke-14, pada hari ke-15 sampai ke-21 disonde EMDZ, pada hari ke-19 sampai ke-20 diinhalasi OVA 2%, dan pada hari ke-21 diinhalasi OVA 5%. Mencit dipuasakan untuk nekropsi dan pengambilan jaringan paru pada hari berikutnya. Jaringan paru yang diambil kemudian dibuat preparat dengan pewarnaan HE dan diamati dengan mikroskop Olympus BX41. Jumlah rerata eosinofil pada K1, K2, K3, P1, P2, B, E1, E2 adalah 34, 29, 67, 23, 20, 35, 30, 32 secara berturut-turut. Jumlah rerata eosinofil pada P1 dan P2 lebih sedikit dan berbeda secara signifikan dibandingkan K3 sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian EMDZ memberikan efek anti-inflamasi pada kelompok yang diinduksi ovalbumin. Kata Kunci: Olea europaea L., zaitun, daun zaitun, eosinofil paru, anti-inflamasi
x
ABSTRACT
Haseena Hersiwinukir. Department of Medicine. Effects of Methanolic Extracts of Olive Leaves (Olea europaea L.) as Anti-inflammation to Eosinophil Count in Lung Tissues on Ovalbumin-Induced Asthma in the DDY-strain Mice. Olive (Olea europaea L.) is one of the plants which the effects towards asthma has been studied in many researches. The exact effects of methanolic extracts of olive leaves (MEOL) in asthma response are still unknown. The aim of this study is to investigate the effects of MEOL to eosinophil cells count in lung tissue. The male DDY-strain mice were divided into 8 different groups (n = 6); (K1) Phosphate Buffered Saline (PBS), (K2) PBS + Carboxymethylcellulose Sodium (NaCMC), (K3) Ovalbumin (OVA), (P1) OVA + 100 mg/kgBW MEOL, (P2) OVA + 200 mg/kgBW MEOL, (B) OVA + Budesonide, (E1) 100 mg/kgBW MEOL, and (E2) 200 mg/kgBW MEOL. K3, P1, P2, and B, were sensitized with 50 µg OVA and adjuvant Al(OH)3 10% on 0d and 14d, MEOL were orally administered on 15d to 21d, OVA 2% exposure was nebulized on 19d to 20d and OVA 5% exposure was nebulized on 21d. On the next day, all the mice were dissected. Each lung tissues were stained with HE and examined microscopically with Olympus BX41 microscope for eeosinophil cells count. The averages of eosinophils for K1, K2, K3, P1, P2, B, E1, and E2 are 34, 29, 67, 23, 20, 35, 30, and 32, respectively. The eosinophil cells count for P1 and P2 were significantly lower than K3. In conclusion, orally administered MEOL has significant difference of eosinophil cells count from the group of OVA (K3) hence orally administered MEOL have the property of anti-inflammation on the ovalbumin-induced group. Keyword: Olea europaea L., olive, olive leaf, lung eosinophil, antiinflamation
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................. v ABSTRAK ............................................................................................................. ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR GRAFIK ................................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii BAB I ....................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2 1.3. Hipotesis .................................................................................................. 2 1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
1.4.1. Tujuan Umum .................................................................................. 2 1.4.2. Tujuan Khusus ................................................................................. 3
BAB II ...................................................................................................................... 5 2.1. Zaitun (Olea europaea L.) ....................................................................... 5
2.1.1. Karakteristik ..................................................................................... 5 2.1.2. Zaitun dalam Al-Qur’an ................................................................... 6 2.1.3. Kandungan Kimiawi dan Manfaat Daun Zaitun .............................. 7 2.1.4. Zaitun sebagai Anti-inflamasi .......................................................... 8 2.1.5. Farmakokinetik Ekstrak Daun Zaitun .............................................. 9
2.2. Asma ...................................................................................................... 10 2.2.1. Pengertian, Penyebab, dan Faktor Predisposisi ............................. 10 2.2.2. Patofisiologi dan Patogenesis Asma .............................................. 11 2.2.3. Gambaran Histologis Asma pada Mencit ...................................... 13
2.3. Ovalbumin .............................................................................................. 14 2.3.1. Ovalbumin (OVA) sebagai Alergen Asma .................................... 14 2.3.2. Induksi OVA pada mencit ............................................................. 14
2.5.1. Ekstraksi ......................................................................................... 16 2.5.2. Penggunaan Pelarut Metanol untuk Membuat Ekstrak Daun Zaitun 16
2.11. Kerangka Teori .................................................................................. 24 2.12. Kerangka Konsep ............................................................................... 25
BAB III .................................................................................................................. 26 3.1. Desain Penelitian ................................................................................... 26 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 26 3.3. Definisi Operasional .............................................................................. 26 3.4. Populasi dan Sampel .............................................................................. 27
3.4.1. Populasi .......................................................................................... 27 3.4.2. Sampel ............................................................................................ 27
3.5. Variabel Penelitian ................................................................................. 30 3.5.1. Variabel Bebas ............................................................................... 30 3.5.2. Variabel Tergantung ...................................................................... 30
3.6. Alat dan Bahan ....................................................................................... 30 3.6.1. Alat ................................................................................................. 30 3.6.2. Bahan ............................................................................................. 30
3.7. Cara Kerja .............................................................................................. 30 3.7.1. Determinasi Daun Zaitun ............................................................... 30 3.7.2. Aklimatisasi Hewan ....................................................................... 31 3.7.3. Sensitisasi Mencit .......................................................................... 31 3.7.4. Pemberian Ekstrak Daun Zaitun dan PBS + NaCMC ................... 31 3.7.5. Booster dan Challenge Mencit ....................................................... 31 3.7.6. Nekropsi dan Pengambilan Jaringan Paru ..................................... 32 3.7.7. Pembuatan Preparat ....................................................................... 32 3.7.8. Pengamatan Preparat dan dokumentasi ......................................... 32 3.7.9. Penghitungan Eosinofil .................................................................. 33
3.8. Analisis Data .......................................................................................... 33 3.9. Alur Penelitian ....................................................................................... 34
BAB IV .................................................................................................................. 35 4.1. Determinasi Daun Zaitun ....................................................................... 35 4.2. Gambaran Umum Sampel Penelitian ..................................................... 35 4.3. Jumlah Eosinofil Jaringan Paru ............................................................. 35 4.4. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 44
BAB V ................................................................................................................... 45 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 45 5.2. Saran ...................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 47 LAMPIRAN ........................................................................................................... 52
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagian-bagian tumbuhan zaitun (Olea europaea L.), pohon (a), daun (b), bunga (c), buah (d), batang pohon (e) ....................................................... 6
Gambar 2.2 Gambar diagram skematik patogenesis asma yang diinduksi antigen........................................................................................................................ 11
Gambar 2.3 Gambar garis besar pembentukan leukotriene dan prostaglandin oleh pengaruh membran fosfolipid ........................................................................ 12
Gambar 2.4 Gambaran histologis jaringan paru mencit yang diinduksi asma ...... 13 Gambar 2.5 Mencit putih ....................................................................................... 16 Gambar 2.6 Elemen sel darah normal dan hitung sel darah manusia normal ........ 17 Gambar 2.7 Mekanisme dan pemeran penting (tebal) dalam peradangan
eosinofilik pada asma ..................................................................................... 20 Gambar 2.8 Efek selular kortikosteroid ................................................................. 21 Gambar 2.10 Zona respirasi pada paru mencit, terminal bronchioles (TB),
HE perbesaran 400x ....................................................................................... 36 Gambar 6.2. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Zaitun ........................................ 55 Gambar 6.3. Aklimatisasi Hewan Coba ................................................................. 56 Gambar 6.4. Sensitisasi Hewan Coba .................................................................... 56 Gambar 6.5 Penyondean Mencit ............................................................................ 57 Gambar 6.6 Nebulisasi Hewan Coba ..................................................................... 57 Gambar 6.7 Nekropsi dan Pengambilan Organ Paru ............................................. 57
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 27Tabel 3.2 Kelompok Perlakuan .............................................................................. 28Tabel 6.1. Uji Normalitas ....................................................................................... 58Tabel 6.2. Uji Normalitas setelah Transformasi Data ............................................ 58Tabel 6.3. Uji Kruskal-Wallis ................................................................................ 59Tabel 6.4. Uji Post-Hoc Mann-Whitney ................................................................ 59
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Grafik jumlah rerata eosinofil jaringan parenkim paru mencit ............ 39
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Determinasi Tanaman Zaitun ............................................... 52Lampiran 2 Data Rendemen Ekstrak Metanol Daun Zaitun ............................. 53Lampiran 3 Surat Keterangan Sehat Hewan ..................................................... 54Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian ................................................................. 55Lampiran 5 Analisis Data .................................................................................. 58Lampiran 6 Riwayat Penulis ............................................................................. 74
xvii
DAFTAR SINGKATAN
Al(OH)3 alumunium hidroksida APCs antigen presenting cells CD cluster of differentiation COX-2 cyclooxygenase-2 DDY Deutschland, Democratic, dan Yoken ECP eosinophil cationic protein EDN eosinophil derived neurotoxin EPO eosinophil peroxidase FGF-2 fibroblast growth factor GRs glucocorticoid receptors HIF-1a hypoxia inducible factor-1a HT hidroksitrirosol ICAM-1 intercellular adhesion molecule IgE immunoglobulin E IL-1b interleukin-1 beta IL-6 interleukin-6 IL-8 interleukin-8 iNOS inducible nitric oxide synthase Ip intraperitoneal LPS lipopolisakarida LTB4 leukotrien B4 MBP major basic protein NaCMC sodium carboxymethylcellulose NASH non-alcoholic steatohepatitis NF-kB nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells NGF nerve growth factor NO nitrogen monooksida OVA Ovalbumin PAF platelet activating factor PSGL-1 P-selectin-glycoprotein ligand ROS reactive oxygen species Th2 T helper 2 TNF-a tumor necrosis factor alfa VCAM-1 vascular adhesion molecule VEGF vascular endothelial growth factor VLA-4 eosinophil surface very late antigen
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik di jalan napas yang tidak
menular. Menurut profil statistik negara-negara oleh World Health Organization
(WHO) asma dan penyakit paru obstruktif kronik menduduki peringkat ke 7
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013
oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi asma meningkat seiring dengan
bertambahnya usia dan kurang lebih sama prevalensinya antara daerah perkotaan
dan daerah perdesaan. Data-data ini menunjukkan bahwa asma dan penyakit paru
obstruktif kronik di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan nasional dan
berpotensi menyebabkan peningkatan beban negara dan menurunnya
produktivitas masyarakat yang menderita penyakit tersebut.1, 2
Dewasa ini mulai banyak pemikiran mengenai pengobatan alternatif
herbal untuk asma. Hal ini dapat diketahui dari penggunaan obat agonis beta-2
dan antikolinergik, yang berasal dari tumbuhan herbal dan sudah digunakan sejak
5000 tahun yang lalu.3 Minyak zaitun telah cukup menarik perhatian karena
banyak bukti yang telah menyebutkan manfaatnya.5 Bahkan di Indonesia, zaitun
(Olea europaea L.) telah mulai dibudidayakan walaupun masih sedikit. Manfaat
minyak zaitun ini terkait dengan kandungan polifenolnya.52
Dalam Al-Qur’an, zaitun disebut sebanyak 7 kali, diantaranya pada surat
An-Nur ayat 35. Dari ayat tersebut menjelaskan tentang keistimewaan dan
manfaat tumbuhan zaitun bagi kehidupan manusia.
Menurut hasil penelitian sebelumnya (Anna Boss, et al., 2016) tentang
efek ekstrak daun zaitun terhadap inflamasi, dikatakan bahwa salah satu respon
inflamasi umum pada tubuh adalah adanya peningkatan sel darah putih atau
leukosit. Dari penelitian tersebut dapat pula disimpulkan bahwa ekstrak daun
zaitun berperan merubah inflamasi. Perubahan pada proses inflamasi oleh ekstrak
daun zaitun melalui mekanisme penghambatan nuclear factor kappa-light-chain-
2
enhancer of activated B cells (NF-kB). Penghambatan NF-kB menyebabkan
produk turunannya, cyclooxygenase-2 (COX-2), interleukin-6 (IL-6), IL-8, IL-1b,
juga menurun.6 Fungsi leukosit adalah melindungi tubuh terhadap invasi benda
asing, seperti bakteri, virus, kotoran, dan sel tubuh yang abnormal. Salah satu sel
darah putih yang paling aktif saat terjadi asma adalah eosinofil. Jumlah eosinofil
pada jaringan paru saat terjadi asma dapat memberikan informasi mengenai proses
inflamasi yang terjadi dalam tubuh.7
Saat ini masih sedikit informasi mengenai bagaimana efek ekstrak daun
zaitun terhadap jumlah eosinofil pada proses inflamasi yang terjadi karena adanya
induksi inflamasi pada suatu organ. Untuk mengetahui efek ekstrak daun zaitun
tersebut, maka dilakukan penelitian efek ekstrak metanol daun zaitun sebagai anti-
inflamasi terhadap jumlah eosinofil pada jaringan paru mencit yang diinduksi
ovalbumin.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak metanol daun zaitun sebagai
anti-inflamasi terhadap jumlah eosinofil pada jaringan paru mencit yang diinduksi
asma dengan ovalbumin?
1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah pemberian ekstrak metanol daun zaitun
(sebagai anti-inflamasi) memiliki efek anti-inflamasi sehingga dapat
mempengaruhi jumlah eosinofil pada jaringan paru mencit yang diinduksi
ovalbumin.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efek
pemberian ekstrak metanol daun zaitun (Olea europaea L.) terhadap jumlah
eosinofil pada jaringan paru mencit galur DDY yang diinduksi ovalbumin.
3
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak metanol daun zaitun
(Olea europaea L.) sebagai antiiflamasi dalam dosis 100
mg/kgBB pada mencit galur DDY yang diinduksi ovalbumin,
apakah memberikan efek yang berbeda terhadap jumlah eosinofil
dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi ovalbumin.
2. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak metanol daun zaitun
(Olea europaea L.) sebagai antiiflamasi dalam dosis 200
mg/kgBB pada mencit galur DDY yang diinduksi ovalbumin,
apakah memberikan efek yang berbeda terhadap jumlah eosinofil
dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi ovalbumin.
3. Untuk mengetahui efek pemberian NaCMC terhadap jumlah
eosinofil.
4. Untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak metanol daun zaitun
saja bisa menginduksi asma, dengan membandingkan jumlah
eosinofil kelompok kontrol negatif (PBS +NaCMC) dan
kelompok kontrol positif (ovalbumin) dengan kelompok esktrak
saja.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan
pengetahuan, serta pengamalan dan implementasi pengetahuan yang telah
dipelajari di Program Studi Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.5.2. Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan
mengenai efek pemberian ekstrak metanol daun zaitun terhadap jumlah eosinofil
pada mencit yang diinduksi ovalbumin.
4
1.5.3. Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi
penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, sehingga dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian mengenai efek
ekstrak daun zaitun di kemudian hari. Selain itu juga diharapkan menjadi referensi
untuk pengembangan penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai manfaat zaitun serta dapat
diimplementasikan dalam mewujudkan visi FK Universitas Islam Negerti Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dimana salah satu visinya yaitu dapat mengintegrasikan
ilmu kedokteran dan keislaman serta menggali lebih lagi manfaat-manfaat yang
ada pada tanaman yang diberkahi oleh Allah SWT ini.
1.5.4. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dalam
mengembangkan penelitian lain terkait dengan efek anti-inflamasi dan potensi
penggunaannya dalam pengobatan asma di masa depan. Bila hasil yang
didapatkan dari penelitian ini dan penelitian selanjutnya dapat mendukung potensi
pengobatan asma dengan ekstrak daun zaitun serta dapat dilanjutkan ke tahap uji
preklinik dan klinik, maka tidak menutup kemungkinan digunakannya ekstrak
daun zaitun sebagai anti-inflamasi untuk pengobatan asma supaya dapat
digunakan pada praktik pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia. Selain itu,
penelitian ini diharapkan pula menjadi pendukung budidaya tanaman zaitun yang
asli Indonesia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Zaitun (Olea europaea L.)
2.1.1. Karakteristik
Zaitun merupakan tanaman yang berasal dari daerah Mediterania dan
telah dikenal kandungannya yang bermanfaat bagi kesehatan. Tanaman zaitun
tersebar secara alami pada area timur Mediterania, Eropa, Asia, dan Afrika.5
Tanaman zaitun memiliki batang dengan diameter tebal, warna kulit kayu
abu pucat, memiliki banyak cabang, dan tidak terlalu tinggi, tingginya bisa
mencapat 10 meter. Daun zaitun memiliki bentuk lanset atau oval, berukuran
kecil, pendek, sempit, dan tipis. Tekstur daun zaitun cukup kasar dengan warna
daunnya yang hijau pucat pada permukaan atasnya dan keabuan pada permukaan
bawahnya. Bunga zaitun relatif kecil dan berwarna putih krem dengan kelopak
berjumlah 4 buah. Buah zaitun berukuran kecil dengan kulit luar hitam gelap
keunguan dan biji di dalamnya yang keras.5 Tumbuhan zaitun terlihat seperti pada
Gambar 2.1.5
Klasifikasi taksonomi dari tumbuhan zaitun adalah 8
Kingdom : Plantae
Phylum : Magnoliophyta
Class : Rosopsida
Order : Lamiales
Family : Oleaceae
Sub-family : Oleideae
Genus : Olea
Sub-genera : Paniculatae
Tetrapilus
Olea
Sections : Ligustroides
Olea
Sub-species : cuspidata
6
laperrinei
maroccana
cerasiformis
guanchica
europaea
varieties : sylvestris (wild olive)
europaea (cultivated olive)
Gambar 2.1 Bagian-bagian tumbuhan zaitun (Olea europaea L.), pohon (a), daun (b),
bunga (c), buah (d), batang pohon (e)5
Diestimasikan bahwa sekitar 7000 tahun yang lalu, budidaya tumbuhan
zaitun telah dimulai. Bukti arkeologi mengindikasikan bahwa tumbuhan zaitun
telah dikomersialkan di Crete sejak 3000 tahun sebelum masehi, oleh peradaban
Minoan. Literatur Yunani Kuno menunjukkan penggunaan minyak zaitun untuk
kesehatan tubuh.9
2.1.2. Zaitun dalam Al-Qur’an
Allah SWT telah banyak menyebutkan zaitun dalam Al-Qur’an.
Tepatnya Allah SWT menyebut sebanyak 7 kali. Dari beberapa ayat yang
mengandung penyebutan zaitun, dapat disimpulkan bahwa zaitun merupakan
suatu tumbuhan yang memiliki keistimewaan dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Pada surat An-Nur ayat 35,
7
yang berarti, Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang
di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari
pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-
hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-
lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan
Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
Dari contoh ayat tersebut, manusia dapat berprasangka baik kepada Allah
SWT dan mencoba untuk menggali hikmah dari disebutnya zaitun berkali-kali
dalam Al-Qur’an sehingga manfaat dari zaitun dapat dioptimalkan untuk
meningkatkan kualitas hidup umat manusia.
2.1.3. Kandungan Kimiawi dan Manfaat Daun Zaitun
Pada daun zaitun yang sudah diekstrak terkandung berbagai macam
senyawa kimia, di antaranya adalah beberapa jenis polifenol dengan berat molekul
rendah, yaitu oleuropein (60-90 mg/g daun kering), hidroksitirosol, tirosol,
tokoferol, turunan asam elenolat, caffeic acid, p-coumaric acid, dan vanilic acid
serta flavonoid (luteolin, diosmetin, rutin, luteolin-7-glucoside, apigenin-7-
glucoside, dan diosmetin-7-glicoside).10
Kandungan fenol yang paling dominan pada daun zaitun adalah
oleuropein.11 Oleuropein diketahui bisa berperan sebagai antioksidan, anti-
hipertensi, anti-inflamasi, dan memiliki fungsi hipoglikemik dan
8
hipokolesterolemik.9 Efek antioksidan dari oleuropein pada daun zaitun dapat
melalui berbagai mekanisme. Salah satu mekanisme oleuropein pada daun zaitun
sehingga bisa mengakibatkan efek antioksidan adalah karena kemampuannya
untuk meningkatkan stabilitas radikal melalui pembentukan ikatan hidrogen
intramolekuler antara hidrogen bebas pada kelompok hidroksil dengan radikalnya,
fenoksil. Oleuropein juga memperlihatkan potensi antioksidan yang mirip dengan
efek antioksidan yang dimiliki oleh asam askorbat (vitamin C) dan alfa tokoferol
(vitamin E).12
Oleuropein, salah satu senyawa fenol terbanyak yang diekstraksi dari
daun zaitun juga diketahui dapat membangkitkan efek anti-inflamasi oleh
aktivitas lipoksigenase, produksi leukotrien B4 (LTB4), dan menghambat
biosintesis sitokin pro-inflamasi. Aktivitas anti-inflamasinya terutama ditunjukkan
dengan adanya reduksi signifikan tumor necrosis factor alfa (TNF-a), IL-1b, dan
nitrogen monooksida (NO). Respons inflamasi meliputi komponen seluler dan
non-seluler. Senyawa fenol yang didapat dari zaitun, termasuk oleuropein, dapat
menurunkan produksi mediator inflamasi monositik dan dapat menurunkan
konsentrasi IL-6 yang bersirkulasi. Selain itu, oleuropein juga menghambat
produksi anion superoksida, tromboksan dan LTB4, oleh neutrofil dan dengan
menurunkan agregasi platelet.9
Ekstrak daun zaitun yang mengandung banyak oleuropein juga memiliki
efek hepatoprotektif. Diet dengan kandungan oleuropein pada mencit yang diberi
diet tinggi lemak menunjukkan penurunan hepatik steatosis dan penurunan
perkembangannya menjadi non-alcoholic steatohepatitis (NASH).13, 14
2.1.4. Zaitun sebagai Anti-inflamasi
Senyawa fenol merupakan satu kelompok yang telah banyak memiliki
bukti dapat meningkatkan kesehatan dengan efek antioksidannya. Komponen
fenol yang didapat dari zaitun, salah satunya adalah oleuropein, dapat
menurunkan produksi mediator inflamasi monositik, menurunkan produksi IL-1b
pada kultur darah manusia yang distimulasi dengan monosit yang sudah terpicu
oleh lipopolisakarida (LPS). Selain itu, senyawa fenol pada ekstrak daun zaitun
9
juga memiliki kemampuan untuk berikatan dengan dan menghilangkan NO serta
menghancurkan reactive oxygen species (ROS).15,16 NO dan ROS terlibat dalam
suplai energi, detoksifikasi, sinyal kimia, dan respon imun dan sangat berperan
penting dalam keberlangsungan fungsi sel. Namun, jika dalam jumlah banyak
atau produksinya berlebih, mereka dapat menyebabkan stres dengan cara merusak
DNA, lemak, dan protein yang berperan dalam patologi dan proses penuaan.
Penyakit kronik yang berkaitan dengan stres oksidatif, seperti kanker, dapat
meningkatkan NO dan ROS. Dari mekanisme inilah banyak yang berhipotesis
bahwa efek antioksidan pada oleuropein dari ekstrak daun zaitun dapat
menurunkan risiko penyakit kronik yang berkaitan dengan stres oksidatif.17,18
Respon inflamasi meliputi komponen seluler dan nonseluler. Sitokin
proinflamasi poten yang mencakup TNF-a dan IL-1b disintesis segera setelah
adanya kerusakan seluler. TNF-a dan IL-1b terlibat dalam banyak proses,
termasuk permeabilitas vaskular, perekrutan sel-sel inflamasi, induksi inducible
nitric oxide synthase (iNOS) dan cyclooxygenase-2 (COX-2). iNOS adalah salah
satu enzim yang memproduksi NO, molekul gas radikal bebas yang memiliki
peran penting dalam pembentukan respon inflamasi sekunder. Penelitian
Khalatbary, et al. mendemonstrasikan pengobatan oleuropein secara signifikan
melemahkan ekspresi TNF-a dan IL-1b sehingga berakibat pada ekspresi iNOS
dan COX-2.9
2.1.5. Farmakokinetik Ekstrak Daun Zaitun
Banyak faktor yang mempengaruhi bioavailibilitas suatu senyawa,
seperti waktu untuk absorpsi, struktur senyawa, dan faktor individu.19 Struktur
atau bentuk dari daun zaitun yang dikonsumsi dan dipertahankan mungkin
memiliki pengaruh pada bioavailabilitas bahan aktif dari daun zaitun. Dibutuhkan
kemampuan bahan bioaktif polifenol dari ekstrak daun zaitun atau metabolitnya
untuk bisa memasuki daerah target supaya dapat menghasilkan efek yang
bermanfaat bagi tubuh. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Serra A., 2012,
menunjukkan bahwa setelah pemberian senyawa fenol dari zaitun dalam jangka
dekat (akut), menunjukkan terjadinya absorpsi turunan fenol dan konjugasinya,
10
seperti oleuropein, tirosol, hidroksitrirosol (HT) dan luteolin. Oleuropein
mencapai konsentrasi puncaknya di dalam plasma 4 jam setelah konsumsi
sebanyak 24 nmol/l dan hidroksitirosol setelah 2 jam sebanyak 5,2 nmol/l.
Luteolin mencapai konsentrasi puncak di ginjal 1 jam setelah konsumsi sebanyak
0,04 nmol/l dan hidroksitirosol pada 4 jam setelah konsumsi sebanyak 3,8 nmol/l.
Luteolin mencapai konsentrasi puncak di jantung 1 jam setelah konsumsi
sebanyak 0,47 nmol/l. Luteolin mencapai konsentrasi puncak di testis pada 2 jam
setelah konsumsi sebanyak 0,07 nmol/l dan hidroksitirosol pada 2 jam setelah
konsumsi sebanyak 2,7 nmol/l. Oleuropein mencapai konsentrasi puncak di otak
pada 2 jam setelah konsumsi sebanyak 2,8 nmol/l.20
Lin P., 2013, pada penelitiannya menyebutkan pada tikus yang diberi
konsumsi oleuropein, terdeteksi adanya oleuropein, oleuropein aglycone, elenolic
acid, dan HT dalam feses dan urin setelah 24 jam.21 Ini menunjukkan stabilitas
dari senyawa ini dan potensinya untuk mencapai organ-organ dengan keadaan
intak dan dalam bentuk utuh.
Corona, et al, 2006, melaporkan bahwa HT dan tirosol dapat melalui
perfusi membran usus halus tikus tetapi tidak untuk oleuropein. Ini berarti
oleuropein lebih cenderung ada pada usus besar dalam keadaan intak.22
2.2. Asma
2.2.1. Pengertian, Penyebab, dan Faktor Predisposisi
Asma adalah serangan berulang dari kesulitan bernapas, disertai
inflamasi saluran napas dan mengi karena konstriksi bronki secara spasmodik.
Asma mempengaruhi manusia dalam berbagai usia dan penyebab paling
banyaknya adalah alergen. Penyebab lain dari asma lebih dominan merupakan
faktor-faktor predisposisi, antara lain genetik, faktor lingkungan yg didapat,
infeksi, kerja berat dan hiperventilasi, udara dingin, stres, dan iritan.23, 24, 25, 26, 27
Asma dengan predisposisi genetik mencakup proporsi yang banyak dari
seluruh pasien asma dengan riwayat alergi. Pada pasien-pasien asma dengan
predisposisi genetik, eksaserbasi asma sering disebabkan oleh paparan beberapa
alergen, dimana alergen tersebut sudah pernah tersensitisasi kepada pasien. Pada
11
pasien asma dengan predisposisi genetik juga terdapat riwayat keluarga asma
yang jelas. Studi epidemiologis telah mengkonfirmasi bahwa terdapat peningkatan
frekuensi asma pada keluarga derajat pertama dari subjek asma dibandingkan
dengan subjek kontrol. Usaha untuk mengidentifikansi daerah kromosomal yang
membawa gen terkait asma telah menemukan beberapa daerah kromosomal,
terutama pada lengan panjang kromosom 5, 11, dan 12 (5q, 11q, dan 12q secara
berurutan) dan pada lengan pendek kromosom 6 (6p).26
Asma dengan predisposisi faktor lingkungan yang juga didukung dengan
faktor genetik telah dikemukakan. Paparan terhadap alergen, mungkin pada saat
masa kritis anak, mungkin menjadi faktor lingkungan yang penting dalam proses
terjadinya asma. Beberapa paparan umumnya didapat dari lingkungan umum,
seperti kutu rumah, hewan peliharaan, dan kecoa. Infeksi virus pada saluran
pernapasan juga menimbulkan inflamasi saluran napas dan memicu eksaserbasi
asma akut, tetapi peran virus sebagai pemicu asma tunggal masih kontroversial. 26
2.2.2. Patofisiologi dan Patogenesis Asma
Tidak ada faktor atau jenis sel yang bertanggung jawab atas terjadinya
asma, justru serangkaian kejadian, meliputi infiltrasi selular, pengeluaran sitokin,
dan remodelling saluran napas, berujung pada hiperresponsifitas dan penyempitan
saluran napas yang prosesnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.26
Gambar 2.2 Gambar diagram skematik patogenesis asma yang diinduksi antigen26
12
Berbagai mediator yang dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat mengubah
keadaan ekstraselular otot polos bronkial, meningkatkan responsifitasnya terhadap
stimulus bronkokonstriktif. Mediator yang telah diketahui memiliki peran tersebut
adalah prostaglandin dan leukotrien, yang merupakan produk dari metabolisme
asam arakidonat. Beberapa mediator sitokin yang dirilis dari sel inflamasi
memiliki banyak efek terhadap sel inflamasi lainnya sehingga memperpanjang
respon inflamasi. Contohnya, limfosit T helper 2 (Th2) produksi IL-5, yang
memiliki efek kemotraktan untuk eosinofil. IL-5 juga menstimulasi pertumbuhan,
aktivasi, dan degranulasi eosinofil. IL-4, sitokin lain yang dilepaskan oleh limfosit
Th2, menghasilkan efek proinflamasi yang berbeda-beda dengan mengaktifkan
limfosit B, meningkatkan produksi imunoglobulin E (IgE) dan mempromosi
diferensiasi sel Th2. 26
Gambar 2.3 Gambar garis besar pembentukan leukotriene dan prostaglandin oleh
pengaruh membran fosfolipid26
Mediator yang dilepas dari sel inflamasi dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang berkontribusi pada patogenesis asma. Contohnya, eosinofil
degranulasi melepas protein toksik dari granul-granulnya, seperti major basic
protein dan eosinophil cationic protein. Dua protein toksik ini dan produk
eosinofil dapat berkontribusi terhadap kerusakan epitel pada saluran napas yang
mengalami asma. Sel epitel dapat berperan aktif dalam memperparah proses
inflamasi melalui produksi mediator sitokin dan kemokin serta memperpanjang
13
masa edema saluran napas melalui vasodilatasi yang dimediasi oleh NO,
leukotrien, dan prostaglandin. Peran membran fosfolipid dari sel-sel epitel dapat
dilihat pada Gambar 2.3. 26
2.2.3. Gambaran Histologis Asma pada Mencit
Gambaran histologis jaringan paru mencit yang diinduksi asma dapat
dilihat pada Gambar 2.4.28 Jaringan paru mencit sickel cell disease (SCD), wild-
type (WT), dan transgenic hemoglobin A (HbA) yang diinduksi oleh OVA
memperlihatkan perubahan histologi yang umumnya adalah infiltrasi eosinofil
pada perivaskular dan peribronkial.
Gambar 2.4 Gambaran histologis jaringan paru mencit yang diinduksi asma (A) Gambaran histologis umum jaringan parenkim paru mencit yang diinduksi asma, (B) Baris pertama menunjukkan histologis jaringan paru pada mencit WT yang tidak disensitisasi OVA (Un), disensitisasi OVA rendah (Lo), disensitisasi OVA tinggi (Hi) dan disensitisasi OVA tinggi dengan perbesaran besar (Hi Magnified). Baris kedua menunjukkan histologis jaringan paru pada mencit HbA yang Un, Lo, Hi, dan Hi
A
B
14
Magnified. Barisan ketiga menunjukkan histologis jaringan paru pada mencit SCD yang Un, Lo, Hi, dan Hi Magnified.28
2.3. Ovalbumin
2.3.1. Ovalbumin (OVA) sebagai Alergen Asma
OVA telah digunakan sebagai alergen pada beberapa model hewan
eksperimental asma yang didapat dari albumin telur ayam. Mencit mudah
tersensitisasi oleh OVA dengan menginduksi inflamasi alergik pada parunya.29,30
OVA akan memicu antigen presenting cells (APCs) mendegradasi OVA menjadi
peptida-peptida yang selanjutnya akan dipresentasikan kepada sel Th2 sehingga
sel Th2 akan melepas sitokin proinflamasi dan menyebabkan radang pada saluran
napas.31
2.3.2. Induksi OVA pada mencit
Induksi OVA pada mencit untuk menghasilkan model hewan asma
meliputi sebuah proses sensitisasi hewan terhadap antigen dan diikuti dengan efek
pada saluran napas sebagai respon alergi. Pada mencit, terutama, proses sensitisasi
terhadap alergen dilakukan secara injeksi intraperitoneal (ip) dengan alumunium
hidroksida (Al(OH)3) sebagai adjuvan. Setelah injeksi ip OVA, dilakukan
pemaparan OVA aerosol. Metode lain dalam sensitisasi OVA pada mencit dapat
dilakukan dengan sensitisasi OVA via ip diikuti dengan challenge OVA secara
intranasal dan sensitisasi OVA secara injeksi subkutan diikuti dengan challenge
OVA secara intranasal.29
Metode sensitisasi OVA pada mencit dengan injeksi ip diikuti dengan
pemaparan OVA aerosol dapat dilakukan dengan dosis dan konsentrasi OVA dan
Al(OH)3 yang berbeda-beda.29
2.4. Mencit DDY
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang paling umum digunakan
pada penelitian laboratorium sebagai hewan coba, yaitu sekitar 40-80%.32 Mencit
memiliki banyak keunggulan sebagai hewan coba, khususnya dalam penelitian
15
biologi, karena siklus hidupnya yang relatif pendek dan jumlah anakan per
kelahiran yang banyak.33
Menurut taksonomi, mencit dapat diklasifikasikan sebagai berikut34
kingdom : animalia
phylum : chordata
class : mammalia
order : rodentia
superfamily : muroidea
family : muridae
subfamily : murinae
genus : Mus.
Mencit laboratorium umumnya memiliki karakter biologis seperti, jinak,
lebih aktif pada malam hari, takut pada cahaya, memiliki warna rambut putih atau
keabuan. Berat badan mencit laboratorium umumnya sekitar 20-40 gram.
Pada penelitian ini, mencit laboratorium yang digunakan sebagai hewan
coba adalah mencit strain DDY. Mencit galur DDY dikembangkan dari outbred
“dd”; mencit yang berasal asli dari Jerman dan ditransfer ke Jepang sebelum tahun
1920. Nama ddY merupakan singkatan dari Deutschland, Denken, dan Yoken. Di
Jepang, mencit ddY digunakan sebagai mencit umum; belum diketahui apakah
karakter pada ddY ditemukan pada DDY. Sampai saat ini mencit galur DDY dan
ddY baru digunakan dalam penelitian neurobiologi35, hewan coba nefritis IgA
(HIGA) dan obesitas/diabetes58, serta tepat untuk menginduksi IgA nefropati
spontan, dengan adanya glomerulonefritis dan deposit IgA yang bersamaan
dengan deposit IgG, IgM, dan C359. Gambar mencit DDY yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.
16
Gambar 2.5 Mencit putih53
2.5. Ekstraksi Daun Zaitun
2.5.1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah salah satu teknik pemisahan kimia untuk memisahkan
atau menarik satu atau lebih komponen atau senyawa-senyawa (analit) dari suatu
sampel dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai. Prinsip pada ekstraksi
didasarkan pada kemampuan atau daya larut suatu analit dalam pelarut tertentu.
Dengan demikian pelarut tersebut dapat menarik komponen analit dari sampel
secara maksimal.
Jenis ekstraksi yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak daun zaitun
pada penelitian ini adalah maserasi dan ekstraksi dengan pelarut metanol 80%.
Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat cair yang paling sederhana.
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara merendam sampel pada suhu kamar
menggunakan pelarut metanol sehingga dapat melarutkan analit dalam sampel.
Sampel biasanya direndam 3-5 hari sambil diaduk sesekali untuk mempercepat
proses pelarutan analit. Ekstraksi dilakukan berulang kali sehingga analit
terekstraksi secara sempurna. Indikasi bahwa semua analit telah terekstraksi
adalah pelarut yang digunakan tidak berwarna.36
2.5.2. Penggunaan Pelarut Metanol untuk Membuat Ekstrak Daun
Zaitun
Metanol dalam penggunaannya sebagai pelarut dalam pembuatan ekstrak
daun zaitun merupakan pelarut yang bersifat polar. Pelarut yang polar dapat
17
melarutkan senyawa-senyawa lain yang juga bersifat polar karena adanya prinsip
like dissolve like, yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut yang sifatnya
sama.37
Dengan teknik ekstraksi yang menggunakan etanol, metanol, aseton, dan
bentuk larutannya (10%-90%, v/v) dalam durasi waktu ekstraksi 24 jam
didapatkan hasil observasi dalam 70% etanol sebagai pelarut terdapat senyawa
fenol dalam konsentrasi tinggi dan kemampuan antioksidan yang tinggi,
oleuropein (13,4%), flavonol (rutin) (0,18%).38
Dengan teknik ekstraksi yang menggunakan daun zaitun segar yang
dilarutkan dengan cairan metanol 80% terobsevasi hasil secoiridoid glucosides
baru yang terindentifikasi sebagai respon fisiologis karena adanya defisiensi
nutrien pada sampel daun. 38
2.6. Eosinofil
2.6.1. Karakteristik Eosinofil
Gambar 2.6 Elemen sel darah normal dan hitung sel darah manusia normal39
Ada lima jenis leukosit yang bervariasi dalam hal struktur dan fungsi.
Kelima jenis leukosit tersebut adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan
limfosit. Kelima leukosit tersebut umumnya berukuran lebih besar dari pada
eritrosit (sel darah merah) dan tidak memiliki hemoglobin sehingga mereka tidak
berwarna kecuali saat diwarnai untuk kebutuhan pengamatan mikroskopik.
Kelima jenis leukosit di atas juga dibagi lagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
18
pertama adalah granulosit polymorfonuclear (neutrofil, eosinofil, basofil), dimana
granulosit berarti terdapat granul-granul dalam sitoplasmanya dan
polymorfonuclear yang berarti inti selnya memiliki bentuk yang beragam dan
berlobus-lobus; kelompok kedua adalah agranulosit mononuclear (limfosit dan
monosit), dimana agranulosit berarti tidak terdapat granul dalam selnya dan
mononuclear yang berarti hanya memiliki satu inti sel.39 Gambaran perbedaan
masing-masing jenis leukosit dapat dilihat pada Gambar 2.6.39
Eosinofil memiliki fungsi berbeda dari leukosit lainnya. Eosinofil akan
meningkat pada keadaan alergi, seperti asma dan hay fever dan pada keadaan
infeksi oleh parasit, seperti cacing. 39
Eosinofil merupakan leukosit granulositik polimorfonuklear. Eosinofil
menyumbang jumlah 1-4% dari keseluruhan leukosit yang bersirkulasi. Eosinofil
memiliki ciri fenotip nukleus yang bilobus (dua lobus) dan granul sitoplasmik
asidofilik yang menyebabkan warna sitoplasma eosinofil pada pewarnaan
Hematoxylin Eoscin (HE) cenderung kemerahan.41
Eosinofil memiliki fungsi primer yaitu untuk proteksi terhadap parasit
helmin. Bukti-bukti dari penelitian baru, menyebutkan bahwa eosinofil juga
memiliki peran penting pada proses remodeling setelah kerusakan jaringan dan
imunomodulasi.40
Granul pada eosinofil terdiri dari 4 jenis yang dapat dibedakan dengan
mikroskop elektron, yaitu granul primer, granul sekunder, granul kecil, dan badan
lipid. Granul primer mengandung galectin-10, kristal protein Charcot-Leyden.
Granul sekunder mengandung protein kationik toksik. Granul kecil mengandung
protein seperti, arylsulphatase B dan acid phosphatase. Badan lipid mengandung
asam arakidonat. Pada granul sekunder dan badan lipid juga terdapat sitokin,
kemokin, dan faktor pertumbuhan. 40
Langkah awal dalam inisiasi perekrutan eosinofil adalah adhesi yang
dimediasi oleh adanya interaksi antara P-selectin-glycoprotein ligand (PSGL-1)
pada eosinofil dengan P-selectin pada sel endotel dan rolling, proses yang
berkaitan dengan platelet activating factor (PAF) dan eotaxin. Pelekatan eosinofil
pada sel endotel dihasilkan oleh aktivasi eosinophil surface very late antigen
19
(VLA-4) dan cluster of differentiation 11b/18 (CD11b/CD18) yang berikatan
dengan vascular adhesion molecule (VCAM-1) dan intercellular adhesion
molecule (ICAM-1) secara berurutan. 40
Setelah rolling dan bertransmigrasi melewati pembuluh darah, eosinofil
memasuki matriks ekstrasel dan berikatan dengan fibronektin. Ikatan ini
dimediasi oleh integrin dan selectin pada eosinofil. Eosinofil kemudian bermigrasi
ke jaringan mengikuti gradien kemokin.40
2.6.2. Eosinofil dalam Asma
Banyak laporan dalam literatur yang mendemonstrasikan hubungan
antara derajat keparahan asma dengan level eosinofil dan produknya dalam darah,
sputum, bronchoalveolar lavage fluid (cairan BAL), dan biopsy bronkial. Peran
eosinofil dalam asma meliputi penghancuran jaringan, remodeling, dan
imunoregulasi.40
Peran eosinofil dalam penghancuran jaringan berkaitan dengan protein
kationik toksik yang dikeluarkan eosinofil dari granul sekunder, seperti major
basic protein (MBP), eosinophil cationic protein (ECP), eosinophil peroxidase
(EPO), dan eosinophil derived neurotoxin (EDN).40
Peran eosinofil dalam remodelling dapat dilihat dari terjadinya hipertrofi
epitelial, deposisi subepitelial dari matriks ekstrasel, hipertrofi kelenjar mukus,
hipertrofi otot polos saluran napas, dan perubahan vaskular. Faktor-faktor yang
dihasilkan oleh eosinofil sehingga terjadi perubahan struktur pada paru antara
hypoxia inducible factor-1a (HIF-1a) yang memediasi VEGF pada pasien asma.42
Budesonid inhalasi memiliki mekanisme kerja kortikosteroid dalam mengontrol
asma. Mekanisme kerja dalam tingkat selular adalah dengan menurunkan sel-sel
inflamasi pada saluran napas, termasuk eosinofil, limfosit T, sel mast, dan sel
dendritik. Sel-sel epitel mungkin menjadi target kerja kortikosteroid inhalasi.
Kortikosteroid inhalasi menekan gen inflamasi yang teraktivasi di sel epitel
saluran napas dan integritas sel epitel dikembalikan oleh kortikosteroid inhalasi.43
Gambar 2.8 Efek selular kortikosteroid43
Mekanisme kerja kortikosteroid inhalasi yang kedua adalah dengan
berikatan dengan glucocorticoid receptors (GRs) pada sitoplasma. GRs yang
teraktivasi secara cepat bertranslokasi ke nukleus kemudian akan berikatan
dengan elemen respon glukokortikoid pada regio tertentu di DNA sehingga akan
menghasilkan efek anti-inflamasi oleh kortikosteroid inhalasi. 43
Mekanisme kerja kortikoteroid inhalasi yang paling berperan dalam
terapi asma adalah dengan menonaktifkan beragam gen inflamatori yang
mengkode sitokin, kemokin, molekul adhesi, enzim inflamatori, dan reseptor.
GRs yang teraktivasi bertanslokasi ke nukleus dan berikatan dengan koaktifator
untuk menghambat langsung histone acetyltransferase (HAT) dan merekrut
histone deacetylase-2 (HDAC2) yang akan mengembalikan asetilasi histon
sehingga menekan gen-gen inflamasi yang teraktifkan saat asma. 43 Pengaruh
kortikosteroid pada tingkat sel dapat dirangkum pada Gambar 2.8. 43
22
2.8. NaCMC
Sodium carboxymethylcellulose (NaCMC) adalah polimer water-soluble
anionik yang dihasilkan melalui reaksi antara selulosa dan natrium
monokloroasetat. Berat molekul NaCMC berkisar antara 90.000-700.000 Dalton.
NaCMC berwarna putih, bubuk tidak berbau, dan mudah terdispersi di air
membentuk solusi koloid jernih.46
Molekul CMC umum digunakan pada formulasio oral dan topikal,
terutama digunakan sebagai agen peningkat konsistensi. CMC juga digunakan
sebagai stabilisator pada pembuatan suspensi dan emulsi.46
2.9. Aluminium Hidroksida sebagai Adjuvan
Adjuvan adalah suatu substansi yang meningkatkan respon imun melalui
aspek fisik atau kimia dari suatu antigen. Selama beberapa dekade, ratusan bahan
telah diuji sebagai adjuvan, contohnya metabolit bakteri, mikropartikel, asam
nukleat, liposom, dan polisakarida. Namun, hanya adjuvan berbasis Al(OH)3 yang
terus digunakan luas secara global. Al(OH)3 dipakai sebagai adjuvan dalam
sensitisasi OVA untuk menginduksi terjadinya asma pada mencit.48
Karakteristik fisik dari Al(OH)3 adalah bubuk kering amorf putih tanpa
bau, tidak larut dalam air, larut dalam solusi alkalin atau asam.47 Pemberian
adjuvan Al(OH)3 melalui injeksi intraperitoneal menyebabkan efek stimulatori
imun pada mencit. Pemberian sensitisasi secara intraperitoneal menjadi pilihan
dikarenakan stimulasi reaksi alergi pada rodensia umumnya terjadi bila sensitisasi
antigenik diberikan secara parenteral, intraperitoneal, intradermal, subkutan, dan
sebaliknya pemberian oral jarang membangkitkan respon alergi. Al(OH)3 dapat
secara selektif menstimulasi respon imun sel Th2 pada mencit dan respon yang
beragam pada manusia. Peneliti cenderung menyimpulkan bahwa adjuvan
Al(OH)3 mempersiapkan atau mengawali respon imun sel Th2, tetapi belum dapat
dipahami dengan jelas. Adjuvan Al(OH)3 juga dapat memfasilitasi pengambilan
antigen oleh APC.48
23
2.10. Paru
2.10.1. Anatomi Paru
Paru mencit diselubungi pleura visera dan terdiri dari paru kiri yang tidak
terbagi dan paru kanan yang terbagi menjadi 4 lobus. 4 lobus yang tersebut adalah
cranial, middle, caudal, dan accessory.49 Gambaran posisi paru mencit pada
rongga toraks dapat dilihat pada Gambar 2.9.
2.10.2. Histologi Paru
Bronkiolus respiratorik pada mencit jarang hingga tidak ada, sehingga
udara secara berurutan mengalir dari bronkiolus terminal ke duktus alveolus
kemudian menuju alveolus. Antara alveolus satu dengan lainnya terdapat pori
pada septum alveolus yang dikenal dengan sebagai pores of Kohn (pori Kohn).
Pori ini menyediakan ventilasi kolateral untuk menunjang ekualitas tekanan pada
masing-masing alveolus dan bisa menyalurkan sel imun, cairan, dan agen
infeksius.49 Gambaran histologi paru mencit normal dapat dilihat pada Gambar
2.10.
Gambar 2.10 Zona respirasi pada paru mencit, terminal bronchioles (TB), alveolar ducts
(AD), (*) alveolus49
24
2.11. Kerangka Teori
Paparan OVA + ajuvan Al(OH)
3
Alergen ditangkap oleh APC paru
APC presentasi antigen OVA
Aktivasi sel Th2
Pengeluaran sitokin
IL-5 (kemotraktan)
IL-4
Perekrutan eosinofil
Jumlah eosinofil
Aktivasi limfosit Produksi IgE
IgE berikatan dengan reseptor Fc pada sel
mast
Degranulasi sel mast
Mediator inflamasi
Produksi mukus
Permeabilitas vaskular
Kontraksi otot polos saluran
napas
Asma
Pemberian EMDZ Zat aktif EMDZ (oleuropein,
hidroksitirosol, dan senyawa
fenol lain)
¯ TNF-a dan IL-1b COX-2
PGD-2
(-)
Pemberian budesonid
Budesonid berikatan dengan reseptor glukokortikoid
¯ ekspresi gen proinflamasi
(-)
25
2.12. Kerangka Konsep
Mencit DDY OVA + Al(OH)3
Asma EMDZ
Jumlah eosinofil
¯ Jumlah Jumlah
Budesonid
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimental.
Penelitian ini menggunakan mencit galur DDY, yang akan melalui fase sensitisasi
dan fase penyondean. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan melihat
gambaran histopatologi paru dari mencit DDY pada semua perlakuan dan
menghitung jumlah sel eosinofil pada 10 lapang pandang pada setiap ekor mencit.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari Februari 2018 hingga September 2018.
Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pembuatan ekstrak metanol daun zaitun dilakukan di
Laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pemeliharaan dan
beberapa perlakuan pada mencit dilakukan di Laboratorium Hewan FK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa perlakuan lainnya (nebulisasi dan
pengambilan jaringan) dilakukan di Laboratoriun Farmakologi FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sedangkan pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium
Sitologi. Dokumentasi dan analisis preparat dilakukan di Laboratorium Histologi
dan Biologi FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Definisi Operasional
Untuk memudahkan peneliti agar penelitian tidak menjadi terlalu luas,
maka dibuatlah definisi operasional seperti yang tertera pada tabel berikut:
27
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Pengukuran Skala Dosis ekstrak
zaitun Jumlah dosis ekstrak metabol daun zaitun yang diberikan secara oral pada mencit dalam satuan mg per berat badan (BB).
Menimbang berat mencit kemudian hitung dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB.
Numerik
Jumlah eosinofil
Jumlah eosinofil dengan ciri sel memiliki nukleus dengan 2 lobus dan granula eosinofilik asidofilik (berwarna kemerahan) pada preparat jaringan paru bagian parenkim paru mencit galur DDY.
Menghitung jumlah eosinofil pada 10 lapang pandang setiap ekor mencit pada setiap kelompok dengan perbesaran mikroskop 40x.
Numerik
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Populasi hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit
jantan galur DDY berumur 5 minggu dengan berat badan sekitar 25-35 gram yang
didatangkan dan telah diverifikasi sebelumnya dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.4.2. Sampel
Jumlah kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah 8 kelompok yang
aktivasi eosinofil, dan mekanisme kerja kortikosteroid inilah yang dapat
42
menurunkan jumlah eosinofil pada kelompok B hingga tidak ada perbedaan
dengan kelompok K2.
Jika kelompok B dibandingkan dengan kelompok P1, secara statistik
Post Hoc Mann-Whitney, tidak terdapat perbedaan signifikan jumlah eosinofil
pada keduanya dengan p=0,085 (p>0,05). Ini sesuai dengan penelitian Barbara
(2014)9 dan Peter (2012)43, bahwa oleuropein pada ekstrak daun zaitun memiliki
efek anti-inflamasi dan bahwa kortikosteroid dapat menekan gen-gen inflamasi
yang teraktivasi saat asma. Kedua penelitian ini mendukung bahwa kelompok B
dan P1 sama-sama dapat menurunkan efek inflamasi pada asma sehingga jumlah
eosinofil pada kedua kelompok tersebut tidak berbeda secara signifikan sehingga
dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak metanol daun zaitun 100mg/kgBB
memiliki efek anti-inflamasi yang sama dengan budesonid.
Namun, jika dibandingkan dengan kelompok P2, secara statistik, terdapat
perbedaan signifikan pada kelompok B dan P2 dengan p=0,014 (p<0,05).
Dikarenakan belum ada penelitian yang menyebutkan perbedaan efek pada dosis
ekstrak metanol daun zaitun yang berbeda, maka belum bisa disimpulkan apakah
perbedaan signifikan pada kelompok B dan P2 adalah dikarenakan perbedaan efek
anti-inflamasi dosis kelompok P1 dan P2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui adanya perbedaan efek anti-inflamasi pada dosis ekstrak metanol
daun zaitun yang lebih bervariasi.
Pada kelompok E1, jumlah rerata eosinofil adalah 30. Pada kelompok
E2, jumlah rerata eosinofil adalah 32. Berdasarkan uji statistik Post Hoc Mann-
Whitney, jika dibandingkan antara kelompok E1 dan E2, didapatkan p=0,453
(p>0,05), maka tidak didapatkan perbedaan signifikan jumlah eosinofil sehingga
dapat disimpulkan bahwa pemberian dosis yang berbeda pada ekstrak metanol
daun zaitun tidak memberikan efek anti-inflamasi yang berbeda (tidak bersifat
dose-dependent).
Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil statistik perbandingan kelompok P1
dan P2 yang hasilnya p=0,772 (p>0,05) tidak berbeda secara signifikan sehingga
pemberian ekstrak metanol daun zaitun dengan dosis 100mg/kgBB atau
200mg/kgBB tidak memberikan efek anti-inflamasi yang berbeda. Belum ada
43
penelitian yang menguatkan ada atau tidaknya perbedaan efek pada dosis ekstrak
metanol daun zaitun yang berbeda sehingga masih perlu penelitian lebih jauh
mengenai dosis ekstrak metanol daun zaitun yang lebih bervariasi.
Namun, jika kelompok E1 dan E2 dibandingkan dengan kelompok K3,
secara statistik Post Hoc Mann-Whitney, maka didapatkan secara berurutan
p=0,024 dan p=0,050 (p<0,05) sehingga terdapat perbedaan signifikan pada
jumlah eosinofil. Jumlah eosinofil pada kelompok K3 lebih banyak secara
signifikan dibandingkan kelompok E1. Hal ini sesuai dengan penelitian Barbara
(2014)9 dan El (2009)17 yang menyebutkan bahwa oleuropein pada ekstrak daun
zaitun memiliki efek anti-inflamasi yang tidak menginduksi inflamasi sehingga
pada kelompok E1, jumlah eosinofil lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok
K3 yang memang hanya diberi OVA.
Kesimpulan bahwa ekstrak metanol daun zaitun tidak menginduksi
inflamasi didukung dengan uji statistik Post Hoc Mann-Whitney antara kelompok
E1 dan E2 dibandingkan dengan kelompok K2 yang mengahasilkan nilai, secara
berurutan, p=1,000 dan p=0,513 (p>0,05) sehingga tidak didapatkan perbedaan
signifikan diantara jumlah eosinofil keduanya. Hal ini berarti pemberian ekstrak
metanol daun zaitun tidak menginduksi inflamasi sehingga dapat dipastikan
bahwa inflamasi yang terjadi pada kelompok perlakuan bukan diakibatkan
pemberian ekstrak metanol daun zaitun.
Namun, jika dilihat dari jumlah rerata eosinofil pada kelompok E1, E2,
B, K1, dan K2 dibandingkan dengan kelompok K3 umumnya perbedaan jumlah
rerata eosinofilnya sebanyak setengahnya. Meskipun secara statistik hasilnya
berbeda secara signifikan, tetapi masih dapat diindikasikan adanya pengaruh lain
yang terlibat dalam perekrutan eosinofil sehingga perbedaan jumlah rerata
eosinofil pada kelompok E1, E2, B, K1, dan K2 sebesar 50% lebih sedikit
dibandingkan dengan kelompok K3. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya
pengaruh lingkungan terhadap proses inflamasi. Ditinjau dari Laboratorium
Hewan yang ada pada FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat beberapa hal
yang dapat mempengaruhi proses inflamasi, yaitu ventilasi udara yang tidak
berjalan sehingga mengakibatkan udara di Laboratorium Hewan tidak bersirkulasi
44
dengan baik dan mengakibatkan bahan-bahan iritan atau alergen terus berada di
tempat tersebut. Selain itu, serbuk yang digunakan sebagai sekam untuk
mengalasi kandang mencit terbuat dari kayu serut yang berpotensi menjadi
sumber iritan dan pemicu inflamasi jika terhirup oleh mencit.
Dari seluruh hasil uji statistik perbandingan kelompok-kelompok
perlakuan menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun zaitun memiliki efek anti-
inflamasi yang dapat berpotensi menjadi pengobatan asma di masa depan. Ini juga
menunjukkan bahwa tanaman zaitun, seperti yang sudah disebut oleh Allah SWT
dalam Al-Qur’an Q.S. An-Nuur ayat 35, merupakan tanaman yang diberkahi.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, peneliti lain dapat termotivasi dan
berprasangka baik terhadap maksud-maksud Allah SWT mengenai tanaman
zaitun sehingga tanaman zaitun dapat lebih diteliti dan dikembangkan budidaya,
manfaat, serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada bidang
kesehatan karena “tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga
menurunkan penawarnya,” (HR. Bukhari).
4.4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan, antara lain :
1. Ketidaksempurnaan dalam proses pembuatan preparat sehingga
beberapa preparat tidak dapat dinilai.
2. Interval dosis yang dipakai untuk ekstrak metanol daun zaitun 100
mg/kgBB dan 200 mg/kgBB masih cukup jauh.
3. Aspek subjektivitas pada proses identifikasi eosinofil.
4. Keadaan lingkungan Laboratorium Hewan yang berpotensi
menyebabkan inflamasi.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, peneliti menyimpulkan bahwa:
1. Pemberian EMDZ dosis 100 mg/kgBB pada mencit galur DDY
yang diinduksi asma memiliki gambaran serta jumlah rerata
eosinofil yang lebih sedikit dengan perbedaan signifikan jika
dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi ovalbumin
sehingga pemberian EMDZ dosis 100 mg/kgBB memiliki efek
anti-inflamasi.
2. Pemberian EMDZ dosis 200 mg/kgBB pada mencit galur DDY
yang diinduksi asma memiliki gambaran serta jumlah rerata
eosinofil yang lebih sedikit dengan perbedaan signifikan jika
dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi ovalbumin
sehingga pemberian EMDZ dosis 200 mg/kgBB memiliki efek
anti-inflamasi.
3. Pemberian PBS dengan NaCMC tidak memiliki gambaran serta
rerata jumlah eosinofil yang berbeda secara signifikan
dibandingkan kelompok PBS tanpa NaCMC sehingga pemberian
NaCMC tidak menginduksi inflamasi.
4. Pemberian EMDZ dosis 100mg/kgBB dan 200mg/kgBB pada
mencit galur DDY yang tidak diinduksi asma memiliki gambaran
serta rerata jumlah eosinofil yang tidak berbeda secara signifikan
dengan kelompok yang diberi PBS dengan NaCMC, tetapi
memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok yang
hanya diberi ovalbumin sehingga pemberian EMDZ dosis 100
mg/kgBB dan 200 mg/kgBB tidak menginduksi inflamasi.
46
5.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya :
1. Memperbanyak sampel penelitian sebagai data penelitian pada
masing-masing kelompok.
2. Memperbanyak variasi dosis yang dipakai dalam penelitian, supaya
dapat membandingkan efek dosis yang berbeda.
3. Membandingkan dengan hewan coba yang lebih sensitif terhadap
reaksi alergi, seperti BALB/c.
4. Penilaian dan identifikasi eosinofil dilakukan oleh minimal 2 orang
untuk meminimalisir subjektivitas.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2013.
2. World Health Organization. Country statistics and global health estimates 2015. Tersedia dari http://www.who.int/gho/countries/idn.pdf?ua=1 [diakses pada tanggal 27 Juni 2018].
3. Supriyatna, R. Maya F, Dewanto, Indra W, Ferry F. Fitoterapi sistem organ: pandangan dunia barat terhadap obat herbal global. Yogyakarta: Dee Publish; 2015.
4. Supardi S, Susyanty AL. Penggunaan obat tradisional dalam upaya pengobatan sendiri di Indonesia (analisis data susenas tahun 2007). Bul Penelit Kesehat 2010; 38(2): 80-9.
5. Hashmi MA, Khan A, Hanif M, Farooq U, Perveen S. Traditional uses, phytochemistry, and pharmacology of olea europaea (Olive). Evidence-Based Complementary Alternative Medicine 2015: 541-91. Tersedia dari doi: 10.1155/2015/541591 [diakses pada tanggal 17 Juli 2018].
6. Boss A, Bishop KS, Marlow G, Barnett MPG, Ferguson LR. Evidence to Support the Anti-Cancer Effect of Olive Leaf Extract and Future Directions. Nutrients 2016; 8(8): 513. Tersedia dari doi: 10.3390/nu8080513 [diakses pada tanggal 17 Juli 2018].
7. Qutayba H, Meri KT, Mark CL, Redwan M. Inflammatory cells in asthma: mechanisms and implications for therapy. Journal of Allergy Clinical Immunology 2003; 111(1): 5-17.
8. Chiapetta A, Muzzalupo I. Botanical description in: olive germplasm ¾ the olive cultivation, table olive and olive oil industry in italy. Italy: InTech; 2012.
9. Barbara B, et al. Effects of the olive-derived polyphenol oleuropein on human health. International Journal of Molecular Sciences. 2014;15(10):18508-18524. Tersedia dari doi: 10.3390/ijms151018508 [diakses pada tanggal 19 Juli 2018].
10. Hamdi HK, Castellon R. Oleuropein, a non-toxic olive iridoid, is an anti-tumor agent and cytoskeleton disruptor. Biochemical and Biophysical Research Communications 2005; 334: 769–78. Tersedia dari doi: 10.1016/j.bbrc.2005.06.161 [diakses pada tanggal 21 Juli 2018].
11. Casaburi I, et al. Potential of olive oil phenols as chemopreventive and therapeutic agents against cancer: A review of in vitro studies. Molecular Nutrition Food Research 2013; 57: 71–83. Tersedia dari doi: 10.1002/mnfr.201200503 [diakses pada tanggal 21 Juli 2018].
12. Hamdi HK, Tavis R, Castellon R. Methods for inhibiting angiogenesis. U.S. Patent 2003.
13. Park S, Choi Y, Um SJ, Yoon SK, Park T. Oleuropein attenuates hepatic steatosis induced by high-fat diet in mice. Journal of Hepatology 2011; 54: 984–93. Tersedia dari doi: 10.1016/j.jhep.2010.08.019 [diakses pada tanggal 29 Juli 2018].
48
14. Kim SW, et al. Oleuropein prevents the progression of steatohepatitis to hepatic fibrosis induced by a high-fat diet in mice. Experimental and Molecular Medicine 2014; 46: e92. Tersedia dari doi: 10.1038/emm.2014.10 [diakses pada tanggal 29 Juli 2018].
15. De La Puerta R, Domínguez MEM, Ruíz-Gutíerrez V, Flavill JA, Hoult JRS. Effects of virgin olive oil phenolics on scavenging of reactive nitrogen species and upon nitrergic neurotransmission. Life Sciences 2001; 69: 1213–22. Tersedia dari doi: 10.1016/S0024-3205(01)01218-8 [diakses pada tanggal 29 Juli 2018].
16. De La Puerta R, Ruiz Gutierrez V, Hoult JR. Inhibition of leukocyte 5-lipoxygenase by phenolics from virgin olive oil. Biochemical Pharmacology 1999; 57: 445–9. Tersedia dari doi: 10.1016/S0006-2952(98)00320-7 [diakses pada tanggal 31 Juli 2018].
17. El SN, Karakaya S. Olive tree (Olea europaea) leaves: potential beneficial effects on human health. Nutritions Reviews 2009; 67: 632–8. Tersedia dari doi: 10.1111/j.1753-4887.2009.00248.x [diakses pada tanggal 31 Juli 2018].
18. Murphy MP, et al. Unraveling the biological roles of reactive oxygen species. Cell Metabolism 2011; 13: 361–6. Tersedia dari doi: 10.1016/j.cmet.2011.03.010 [diakses pada tanggal 1 Agustus 2018].
19. D’Archivio M, Filesi C, Varì R, Scazzocchio B, Masella R. Bioavailability of the polyphenols: Status and controversies. International Journal of Molecular Sciences 2010; 11: 1321–42. Tersedia dari doi: 10.3390/ijms11041321 [diakses pada tanggal 1 Agustus 2018].
20. Serra A, et al. Distribution of olive oil phenolic compounds in rat tissues after administration of a phenolic extract from olive cake. Molecular Nutrition and Food Research 2012; 56: 486–96. Tersedia dari doi: 10.3109/13693786.2010.504752 [diakses pada tanggal 10 Agustus 2018].
21. Lin P, Qian W, Wang X, Cao L, Li S, Qian T. The biotransformation of oleuropein in rats. Biomedical Chromatography 2013; 27: 1162–7. Tersedia dari doi: 10.3109/13693786.2010.504752 [diakses pada tanggal 10 Agustus 2018].
22. Corona G, et al. The fate of olive oil polyphenols in the gastrointestinal tract: Implications of gastric and colonic microflora-dependent biotransformation. Free Radical Research 2006; 40: 647–58. Tersedia dari doi: 10.1080/10715760500373000 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
23. Newman D. Dorland’s illustrated medical dictionary. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
24. Agarwal R, Gupta D. Severe asthma and fungi: current evidence. Medical Mycology 2011; 49(1): 150–7. Tersedia dari doi: 10.3109/13693786.2010.504752 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
25. Corrigan CJ, Kay AB. The roles of inflammatory cells in the pathogenesis of asthma and of chronic obstructive pulmonary disease. The American Review of Respiratory Disease 1991; 143(5): 1165-8. Tersedia dari doi: 10.1164/ajrccm/143.5_Pt_1.1165 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
26. Steven W, Barbara C, Jess M. Principles of pulmonary medicine. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2014.
49
27. Anthony F. Harrison’s principles of internal medicine. New York: McGraw Hill; 2008.
28. Nandedkar SD, et al. Histopathology of experimentally induced asthma in a murine model of sickle cell disease. Blood 2008; 112(6): 2529-38. Tersedia dari doi: 10.1182/blood-2008-01-132506 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
29. Majid K, Vahideh G, Mohammad HB. Animal model of asthma, various methods, and measured parameters: a methodological review. Iranian Journal of Allergy, Asthma, and Immunology 2016; 15(6): 445-65.
30. Marcelo VA, . Animal models of asthma: utility and limitations. Journal of Asthma and Allergy 2017; 10: 293-301. Tersedia dari doi: 10.2147/JAA.S121092 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
31. Diding HP. Efek pemaparan ovalbumin aerosol terhadap eosinofilia bronkus pada mencit balb/c. Nexus Medicus Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2007: 9-13.
32. Aditya D. Organ reproduksi dan kualitas sperma mencit (Mus musculus) yang mendapat pakan tambahan kemangi (ocinum basilicum) segar. Program Studi Teknologi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor 2006.
33. Fransius S. Penampilan reproduksi mencit (Mus musculus) yang diberi daun torbangun (Coleus ambonicuslour) dan taraf sop daun torbangun kering. Program Studi Teknologi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor 2008.
34. Carl L. Tomus I. Syst. nat., 10th ed. Homiae, Laurentii Salvii 1758;1-4:1-824. 35. The Jackson Laboratory. Mouse strain datasheet 002243. Tersedia dari:
https://www.jax.org/strain/002243 [diakses pada tanggal 12 Agustus 2018]. 36. Maria A. Buku ajar ekstraksi dan real krematografi. Yogyakarta: Deepublish
Publisher; 2017. 37. Lusiana A, Rice DO, Idha K. Pengaruh jenis pelarut terhadap kadar sinensetin
dalam ekstrak daun ortosiphon stamineus benth. E-Journal Planta Husada 2014; 2(1): 1.
38. Abaza L, Taamalli A, Nsir H, Zarrouk M. Olive tree (Olea europeae L.) leaves: importance and advances in the analysis of phenolic compounds. Antioxidants 2015; 4(4): 682-98. Tersedia dari doi: 10.3390/antiox4040682 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
39. Lauralee S. Fundamentals of human physiology. California: Cengange Learning; 2012.
40. Peter JB, et al. Asthma and copd basic mechanisms and clinical management. USA: Elsevier; 2009.
41. Leena G, Critopher EB. Eosinophilic airway inflammation: role in asthma and chronic obstructive pulmonary disease. Therapeutic Advances in Chronic Disease 2015: 2-4. Tersedia dari doi: 10.1177/2040622315609251 [diakses pada tanggal 12 Agustus 2018].
42. Yan S, et al. The effects of budesonide on angiogenesis in a murine asthma model. Archives of Medical Sciences 2013; 9, 2: 361-7. Tersedia dari doi: 10.5114/aoms.2013.33194 [diakses pada tanggal 12 Agustus 2018].
50
43. Peter JB. Corticosteroid therapy for asthma. Pulmão RJ 2012; 21(2): 53-9. 44. Kemenkes RI. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
hk.02.02/menkes/523/2015. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Indonesia; 2015.
45. GINA. Pocket guide for asthma management and prevention: for adults and children older than 5 years. Global Initiative for Asthma 2018: 11-20.
46. Vijay KT, Manju KT. Handbook of polymers for pharmaceutical technologies. USA: Scrivener Publishing; 2015.
47. Haynes WM. CRC Handbook of chemistry and physics. USA: CRC Press Inc.; 2011.
48. He P, Zou Y, Hu Z. Advances in aluminum hydroxide-based adjuvant research and its mechanism. Human Vaccines & Immunotherapeutics 2015; 11(2): 477-88. Tersedia dari doi: 10.1080/21645515.2014.1004026 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
49. Piper M, Suzanne M, Kathleen S. Comparative anatomy and histology: a mouse, rat, and human atlas. UK: Elsevier; 2018.
50. Reddy AT. Murine model of allergen induced asthma. Journal of Visualized Experiments 2012; 63: 1–7. Tersedia dari doi: 10.3791/3771 [diakses pada tanggal 14 Agustus 2018].
51. Singh AS, Masuku MB. Sampling techniques and determination of sample size in applied statistics research: an overview. Journal of Economics 2014; 2(11).
52. Sari AP. Karakter vegetatif tanaman zaitun (Oleo europaea L.) pada kondisi tanam yang berbeda serta konsentrasi oleuropein dan asam askorbat pada daunnya. Institut Pertanian Bogor (IPB) 2016. Tersedia dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81689 [Diakses tanggal 17 September 2018].
53. Budhi A. Tumbuhan dengan kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai bahan antifertilitas. Adabia Press 2010: 7. Tersedia dari http://hdl.handle.net/123456789/1705 [Diakses tanggal 17 September 2018].
54. Tahara DS. Uji toksisitas akut dan efek anti-inflamasi ekstrak metanol dan n-heksana daun papaya (Carica papaya L.) Pharmaceutical Sciences and Research 2015; 2(2): 112. Tersedia dari doi: 10.7454/psr.v2i2.3341 [diakses pada tanggal 14 September 2018].
55. Haryoto, Kendri SY, Nurcahyanti W. Efek anti-inflamasi ekstrak etanol kulit kacang tanah (Arachis hypogaea L.) pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi karagenin. Pharmacon 2011; 11(1): 11. Tersedia dari http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/63/61[diakses tanggal 18 September 2018].
56. Kim YH, et al. Oleuropein curtails pulmonary inflammation and tissue destruction in models of experimental asthma and emphysema. Journal of Agricultural and Food Chemistry 2018; 66(29): 7643-54. Tersedia dari doi: 10.1021/acs.jafc.8b01808 [diakses pada tanggal 20 September 2018].
57. Fokje MS, et al. Effects of budesonide and formoterol on eosinophil activation induced by human lung fibroblasts. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine 2000; 162(4): 1229-34. Tersedia dari
51
doi: 10.1164/ajrccm.162.4.9911077 [diakses pada tanggal 21 September 2018].
58. Tomomi Y, Kyoko K, Osamu E. The ddY mouse: a model of postprandial hypertriglyceridemia in response to dietary fat. Journal of Lipid Japan 2012; 53: 2024-37. Tersedia dari doi: 10.1194/jlr.M023713 [diakses pada tanggal 21 September 2018].
59. P. Michael Conn. Animal models for the study of human disease. Academic Press 2017; 2: 404. Tersedia dari doi: 10.1016/C2011-0-05225-0.= [diakses pada tanggal 30 September 2018].
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Determinasi Tanaman Zaitun
53
Lampiran 2 Data Rendemen Ekstrak Metanol Daun Zaitun
54
Lampiran 3 Surat Keterangan Sehat Hewan
55
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Gambar 6.1. Daun Zaitun (Olea europaea L.)
(dokumentasi pribadi)
Gambar 6.2. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Zaitun
(dokumentasi pribadi)
56
Gambar 6.3. Aklimatisasi Hewan Coba
(dokumentasi pribadi)
Gambar 6.4. Sensitisasi Hewan Coba
(dokumentasi pribadi)
57
Gambar 6.5 Penyondean Mencit
(dokumentasi pribadi)
Gambar 6.6 Nebulisasi Hewan Coba (dokumentasi pribadi)
Gambar 6.7 Nekropsi dan Pengambilan Organ Paru (dokumentasi pribadi)
58
Lampiran 5 Analisis Data
Tabel 6.1. Uji Normalitas
Tabel 6.2. Uji Normalitas setelah Transformasi Data
59
Tabel 6.3. Uji Kruskal-Wallis
Tabel 6.4. Uji Post-Hoc Mann-Whitney
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
Lampiran 6 Riwayat Penulis
Nama : Haseena Hersiwinukir
NIM : 11151030000028
Tempat, tanggal lahir : Sukabumi, 7 Agustus 1996
Agama : Islam
Alamat : Kompleks LP Pemuda RT04/09 No.60, Buaran Indah,