BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar 1. Pengertian Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seseorang pasien, yang terjadi pada keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik (W.F Marammis, 1998 hal 199) Halusinasi adalah pengalaman panca indra tanpa adanya rangsangan, artinya individu mendengar suara- suara atau bisikan-bisikan tanpa adanya rangsangan dari luar dan orang lain tidak mendengarnya. (Kelliat Budi Anna, 2001 hal 44) Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang tidak disentralkan dengan stimulasi eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indra seseorang pasien, yang terjadi pada keadaan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik (W.F
Marammis, 1998 hal 199)
Halusinasi adalah pengalaman panca indra tanpa adanya rangsangan, artinya
individu mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan tanpa adanya rangsangan
dari luar dan orang lain tidak mendengarnya. (Kelliat Budi Anna, 2001 hal 44)
Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang tidak disentralkan dengan
stimulasi eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat
interprestasi waham tentang pengalaman halusinasinya (Kaplan dan Sodoek
1997 hal 462).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan Halusinasi
Pendengaran adalah individu merasa mendengar suara orang yang
membicarakan, mengejek, menertawakan atau mengancam dirinya, padahal
tidak ada suara disekitarnya.
2. Psikodinamika
a. Etiologi
1). Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti
Schizoprenia, depresi atau keadaan psikosa lainnya, dimensia, keadaan
delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol
dan substansi lainnya. Menurut Mary Durant Thomas, 1991.
Halusinasi juga dapat terjadi dengan epilepsi,kondisi infeksi sistemik
dan penggunaan metabolik. Halusinasi dapat juga dialami sebagai efek
samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi,
antikolinergik, anti inflamasi, dan antibiotik. Sedangkan obat-obatan
halusinogen dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti
pemberian obat diatas. Halusinasi dapat terjadi pada saat individu
normal, yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan
sensori seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada saat pembicaraan.
2). Halusinasi terjadi akibat kemampuan kognitif yang terganggu. Hal ini
dikarenakan informasi atau beban sensori terlalu berlebihan atau
overload, dan menghasilkan halusinasi Menurut Mc. Farland dan
Thomas, 1991.
a) Teori Psikoanalisa
Halusinasi terjadi karena defisit fungsi ego atau pertahanan diri,
sehingga terjadi konflik psikologis. Dan penggunaan mekanisme
pertahanan seperti distori, denial, dan proyeksi (halusinasi).
b) Teori Lingkungan
Halusinasi dapat terjadi bila seseorang berada dalam situasi atau
lingkungan yang penuh dengan stresor. Bila individu tersebut tidak
dapat mengatasi dan hanya berfokus pada kecemasan yang
diakibatkan stressor,maka individu tersebut akan melamun dan
berangan-angan, bila didiamkan berlarut-larut akan menyebabkan
halusinasi.
c) Teori Biologi
Halusinasi akibat struktur otak yang abnormal sehingga tidak
mampu menerima stimulus dengan baik, faktor genetik juga
menjadi penyebab besar dan faktor biokimia yang mempengaruhi
otak dengan adanya dopamin.
3). Halusinasi disebabkan karena adanya gangguan pada otak.
a) Teori Biologi
Otak tidak berkembang secara sempurna, menurunnya volume
otak dan fungsi abnormal. Menurut Stuard and Laraia.
Sehingga kesulitan dalam memfilter otak mengalami sensori dan
kesulitan dalam memproses informasi.
b) Teori Psikologi
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh hubungan antar anggota
keluarga atau khususnya anak dengan orang tua yang tidak
harmonis, adanya konflik keluarga, kegagalan dalam
menyelesaikan tahap awal perkembangan psikososial, koping stres
yang tidak adekuat sehingga menimbulkan gangguan orientasi
realita.
c) Teori Sosial Kultural dan Lingkungan
Menjelaskan bahwa halusinasi dapat disebabkan oleh stres yang
diakumulasi akibat faktor lingkungan, seperti tidak keharmonisan.
b. Manifestasi Klinik
1) Bicara senyum dan tertawa sendiri.
2) Mengatakan mendengar sesuatu, melihat, menghidu, mengecap, dan
merasa sesuatu yang tidak nyata.
3) Merusak diri sendiri/ orang lain / lingkungan.
4) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
5) Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal, sikap curiga dan
bermusuhan.
6) Tidak dapat memusatkan perhatian
7) Menarik diri,menghindari orang lain
8) Sikap curiga dan bermusuhan
9) Sulit membuat keputusan, ketakutan
10) Menyalahkan diri dan orang lain
11) Mudah tersinggung, jengkel, marah
12) Muka merah kadang pucat
13) Ekspresi wajah tegang
c. Jenis Halusinasi
1) Halusinasi pendengaran
Pasien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata dan orang lain tidak mendengar
2) Halusinasi pendengaran
Pasien melihat bambar yang jelas/samar-samar tanpa stimulus yang
nyata dan otang lain tidak melihat
3) Halusinasi penciuman
Pasien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak menciumnya
4) Halusinasi pemgecapan
Pasien merasa makan sesuatu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain
tidak melihat pasien memakan sesuatu yang nyata
5) Halusinasi perabaan
Pasien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
d. Proses
Proses halusinasi dapat berkembang menja 4 fase:
1) Fase Pertama: Menenangkan-ansietas tingkat sedang.secara umum
halusinasi bersifat menyenangkan
Karakteristik: orang yang menderita halusinasi mengalami
peningkatan emosi, seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah dan
perasaan takut serta mencoba untuk berfokus pada kenyamanan untuk
mengurangi kecemasannya. Orang tersebut merasakan/mengetahui
bahwa pikiran dan pengalaman sensorinya dalam kontrol sadar (jiwa
kecemasan teratasi “non psycotic”)
Perilaku yang dapat di observasi:
a) Tertawa tidak pada tempatnya
b) Pergerakan bibir tanpa menimbulkan suara
c) Pergerakan mata dengan cepat
d) Respon verbal lambat
e) Diam membisu dan linglung ( asik sendiri )
2) Fase kedua: menyalahkan – ansietas tingkat berat.
Halusinasi umumnya menjadi ancaman
Karakteristik: pengalaman sensori menjadi ancaman yang
menakutkan. Orang yang menderita halusinasi mulai merasakan hilang
kontrol dan mulai menjauhi diri dari sumber yang ada. orang tersebut
merasakan kebingungan oleh penglaman sensori dan menarik diri dari
orang lain.
Perilaku yang dapat di observasi:
a) Meningkatkan sistem syaraf otomatis, tanda-tanda kecemasan
seperti meningkatnya tekanan darah,respirasi dan ritme jantung.
b) Bentuk perhatian mulai terbatas dan menyempit.
c) Asyik sendiri dengan pengalaman sensori dan hilangnya
kemampuan untuk membedakan halusinasi dari realita.
3) Fase ketiga : Mengendalikan – ansietas tingak berat
Pengalaman sensori menjadi penguasa
Karateristik: orang yang menderita halusinasi menyerah untuk
mengalah melawan pengalamanya. Bentuk halusinasi menjadi suatu
kebutuhan. Orang tersebut dapat mengalami hidup menyendiri jika
pengalaman sosialnya berakhir (psycotic).
Perilaku yang dapat diobservasi:
a) petunjuk yang berasal dari halusinasinya akan diikuti
b) kesulitan bersosialisasi dengan orang lain
c) perhatiannya hanya beberapa detik atau menit
d) gejala-gejala fisik dari kecemasan berat seperti tremor,
ketidakmampuan mengikuti petunjuk dan berkeringat
4) Fase keempat : menaklukan-ansietas tingkat panik.
Biasanya menjadi terfokus dan menjadi berbaur dengan delusi.
Karakteristik: pengalaman sensori dapat menjadi ancaman ketika
orang tersebut tidak mengikuti perintah. Halusinasi dapat berakhir
dalam beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik
(“psychotic berat”).
Perilaku yang dapat di observasi:
a) bentuk terol seperti panik
b) potensial kuat untuk bunuh diri atau pembunuhan
c) aktifitas fisik yang mengarah pada bentuk halusinasi seperti
agitasi, tindakan kekerasan, menarik diri atau katatonia
d) tidak dapat berespon terhadap pengarahan atau petunjuk yang
kompleks.
e. Rentang Respon
Respon perilaku klien dengan halusinasi dapat diidentifikasi sepanjang
rentang respon.
Respon adaptif Respon maladaptif
- Pikiran logis
- Persepsi akurat
- Emosi konsisten
- Perilaku cocok
- Hubungan sosial
harmonis
- Kadang proses
pikiran terganggu
- Ilusi
- Emosi berlebihan /
berkurang
- Ggn. Proses
pikir Halusianasi
- Kerusakan
proses pikiran
dengan pengalaman
- Perilaku yang tidak
biasa
- Isolasi sosial
Respon adaptif dari kelima perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Perubahan proses pikir
Klien yang terganggu pikirannya sering berperilaku koheren.
2) Perubahan pola persepsi
Persepsi dapat diartikan sebagai reaksi dari respon tubuh terhadap
rangsangan dari luar, kemudian diikuti oleh pengenalan dan
pemahaman tentang orang, benda dan lingkungan. Perubahan pola
persepsi dapat terjadi pada satu atau lebih bagian tubuh yaitu
pendengaran, pengecapan, perabaan, dan penciuman.
3) Perubahan pada afek dan emosi
Afek berkaitan dengan emosi tubuh individu, perubahan afek terjadi
karena pasien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu.
Perubahan afek yang biasa terjadi adalah datar, tumpul, tidak sesuai ,
berlebihan dan ambivalen.
4) Perubahan motorik
Perilaku motorik dapat dimanifestasikan dengan peningkatan atau
penurunan kegiatan motorik, impulsif.
5) Perubahan sosial
Perkembangan hubungan sosial yang tidak adekuat menyebabkan
kegagalan individu untuk belajar dan mempertahankan interaksi.
e. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi pada klien dengan halusinasi adalah :
1). Gangguan proses informasi.
2). Klainan prilaku.
3). Alam perasaan abnormal.
4). Gangguan hubungan pasangan.
5). Kurang merasa percaya diri.
6). Rasa bermusuhan.
7). Perubahan dalam kejadian kehidupan.
8). Kehilangan motivasi.
B. Asuhan Keperawatan
Halusinasi merupakan gangguan persepsi yang sangat ekstrim dan bahkan sangat
umum dalam Schizoprenia. Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk
mengontrol dirinya sehingga klien dengan halusinasi sukar untuk berhubungan
dengan orang lain. Dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien
halusinasi, seorang perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar
dapat mengenal dan menerima serta mengevaluasi perasaan sendiri sehingga
dapat menggunakan dirinya secara therapeutik.Pemberian asuhanan keperawatan
terhadap klien dengan halusinasi perawat harus berkata jujur, empati, terbuka, dan
selalu memberi penghargaan, tetapi tidak boleh tenggelam, juga menyangkal
halusinasi yang klien miliki. Asuhan keperawatan dimulai dari tahap pengkajian
sampai evaluasi.
1. Pengkajian keperawatan
Pada tahap ini perawatan menggali faktor-faktor seperti predisposisi, faktor
presipitasi, perilaku, sumber koping dan mekanisme koping.
a. Faktor predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Hal dapat
diperoleh baik dari klien maupun dari keluarganya mengenai faktor
perkembangan, social kultural, biokimia, psikologis, biologi, yaitu faktor
resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress:
1) Faktor Perkembangan
Jika seseorangan mengalami hambatan dalam tugas perkembangan dan
hubungan internasional dengan orang lain terganggu, maka individu
akan dihadapi dengan stress dan kecemasaan pada dirinya.
2) Faktor Sosial kultural
Berbagai faktor dan lingkungan dan di masyarakat dapat menyebabkan
orang merasa diasingkan atau disingkirkan sehingga klien merasa
kesepian dalam lingkungan dimana dia berada, walaupun dia ada
dalam lingkungan sekitarnya yang ramai.
3) Faktor Biokimia
Faktor biokimia ini mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa, dimana teori biokimia menyatakan adanya
peningkatan dari dopamine neurotransmiter yang diperkirakan
menghasilkan gejala penningkatan aktivitas yang berlebihan sehingga
dapat menghasilkan zat halusinogenik.
4) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan
akan mengakibatkan stress dan kecemasan, orang yang mengalami
psikosis akan mengakibatkan atau menghasilkan hubungan yang
penuh dengan kecemasan tinggi. Peran ganda yang bertentangan dan
sering diterima oleh anak mengakibatkan stress dan kecemasan yang
tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realita.
5) Faktor biologi
Dalam Schizoprenia belum diketahui gen apa yang berpengaruh, tetapi
hasil penelitia menunjukan bahwa faktor keluarga menujukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
Yaitu stimulus yang diekspresikan oleh individu sebagai suatu tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra yang digunakan untuk
koping.
Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan.
1). Perilaku
Respon klien terhadap halusinogen dapat berupa bicara sendiri,
tersenyum, tertawa sendiri, curiga. Ketakutan perasaan tidak aman,
gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, ancaman, dirinya atau
orang lain. Oleh karena itu aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan yaitu dengan mengupayakan suatau proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungan dan halusinasi tidak berlangsung.
2). Sumber koping
Sumber koping seseorang individual dan alamiah serta tergantung
pada luasnya gangguan neurobilogical. Sumber koping tersebut
sebagai modal untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah.
Dukungan sosial dan keyakinan budaya serta dukungan keluarga,
dapat membantu seseorang menginterprestasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
3). Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Dalam menghadapi rasa cemas pada
klien halusinasi biasanya digunakan mekanisme proyeksi yang dapat
memberikan kemampuan pada ego untuk mengatasi rangsangan yang
mengancam dari luar sehingga mengurangi kecemasan.
c. Masalah keperawatan yang timbul pada klien sebagai berikut :
1). Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan .
2). Perubahan persepsi sensori:halusinasi pendengaran.
3). Isolasi sosial :menarik diri.
4). Gangguan Konsep diri:harga diri rendah.
d. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri: orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial: menarik diri
Gangguan Konsep diri:Harga diri rendah
2. Diagnosa Keperawatanan
a. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d halusinasi
pendengaran.
Perubahan sensoripersepsi : halusinasi pendengaran
b. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran b/d isolasi
social:menarik diri.
c. Isolasi sosial:menarik diri b/d harga diri rendah
3. Intervensi Tindakan Keperawatan
a. Diagnosa I: resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum: klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a). Sapa klien dengan ramah baik verbal dan non verbal.
b). Perkenalkan diri dengan sopan.
c). Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai klien.
d). Jelaskan tujuan pertemuan.
e). Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya.
f). Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar
2). Klien dapat mengenal halusinasinya
a). Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
b). Observasi tingkah laku klien dengan halusinasinya.
c). Bantu klien mengenal halusinasinya.
d). Diskusikan dengan klien mengenai situasi yang
menimbulkan halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi.
3). Klien dapat mengontrol halusinasinya
a). Identifikasi bersama klien cara tindakan yang
dilakukan jika terjadi halusinasi.
b). Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
c). Diskusikan cara memutus atau mengontrol timbulnya
halusinasi.
d). Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan yang ada
diruang perawatan seperti TAK.
4). Klien dapat dukngan dari keluarga untuk mengontrol
halusinasinya
a). Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika
halusinasi timbul.
b). Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung)
tentang gejala halusinasi dan cara merawat anggota keluarga
dengan halusinasi.
5). Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
a). Diskusikan dengan keluarga tentang dosis, frekuensi
obat dan manfaat obat.
b). Anjurkan klien untuk meminta sendiri obat pada
perawat dan merasakan manfaatnya.
c). Anjurkan klien bicara pada dokter tanpa konsultasi.
d). Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi.
e). Bantu klien menggunakan obat dengan prnsip 5
(lima) benar.
b. Diagnosa II: perubahan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan umum: klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga terjadi
halusinasi.
Tujuan khusus:
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya
a). Sapa klien dengan ramah.
b). Perkenalkan diri dengan sopan.
c). Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang klien sukai.
d). Jelaskan tujuan pertemuan .
e). Jujur dan menepati janji.
f). Tunjukan sikap empati.
g). Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
2). Klien dapat menyebutkantentang perilaku menaik diri.
a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
b) Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan penyebab
menarik diri.
c) Diskusikan dengan klien perilaku menarik diri, tanda, serta gejala
yang muncul.
d) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
3). Klien dapat menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang
lain dan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
a). Kaji pengetahuan klien tentang manfaat atau
kerugian bergaul dengan orang lain.
b). Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
c). Diskusikan dengan klien tentang manfaat bergaul
dengan orang lain serta kerugiannya.
d). Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan bergaul dengan
orang lain
4). Klien dapat melaksanakan hubungan secara bertahap: k-p, k-p-
k, k-p-klp, k-p-klg
a) Kaji kemampuan klien dalam membina hubungan dengan
orang lain.
b) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang
lain secara bertahap.
c) Beri reinforcement positif atas kebersihan yang dicapai.
d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
dengan orang lain.
e) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan oleh klien.
f) Motifasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
g) Beri reinforcement atas keberhasilandalam mengikuti
jegiatan ruangan.
h) Klien dapat mengungkapkan perasannya bila bergaul
dengan orang lain
5). Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain.
a). Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya
bila bergaul dengan orang lain.
b). Diskusikan dengan klien tentang perasaan tentang
manfaat bergaul dengan orang lain.
c). Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat bergaul dengan orang lain
6). Klien dapat memberdayakan system pendukung untuk
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan oerang
lain.
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku
menarik diri, penyebeb, akibat dan cara menghadapi klien menarik
diri.
c) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan
kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain .
d) Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal 1x dalam seminggu.
e) Berikan reinforcement positif atas hal-hal yang dicapai oleh
keluarga
c. Diagnosa III: Isolasi sosial; menarik diri b/d harga
diri rendah
Tujuan khusus:
1). Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komun ikasi terapeutik .
2). Klien dapat mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki.
a). Diskusikan tentang kemampuan dan aspek yang
dimiliki klien.
b). Hindarkan penilaian negative saat bertemu klien.
c). Berikan pujian yang realistic.
d). Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih
dapat digunakan selama sakit.
e). Klien dapat menetapkan kegiatan yang sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
3). Rencana bersama klien aktifitas yang
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan
dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuuhkan bantuan total.
a). Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien.
b). Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh
klien lakkan.
4). Klien dapat melakukan sesuai kondisi sakit
dan kemampuan yang ada.
a). Beri kesempatan pada klien untuk mencoba
kegiatan yang direncanakan.
b). Beri pujian atas keberhasilan klien.
c). Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah
5). Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
a). Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
cara merawat klien dengan harga diri rendah.
b). Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
dirawat.
c). Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
4. Evaluasi
a. Diagnosa 1: resti menciderai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Hasil yang diharapkan:
1). Terbina hubungan saling percaya antara klien dengan
perawat.
2). Klien dapat mengenali halusinasinya.
3). Klien dapat mengontrol dan memutuskan halusinasinya
secara mandiri.
4). Adanya hubungan keluarga terhadap klien dalam mengontrol
halusinasinya.
5). Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
b. Diagnosa 2: Perubahan sensori persepsi; halusinasi pendengaran
berhubungan dengan menarik diri.
Hasil yang diharapkan:
1). Terbina hubungan saling percaya.
2). Klien menyebutkan penyebab menarik diri.
3). Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4). Klien melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
5). Klien mengungkapkan perasaannya setelah hubungan dengan
orang lain.
6). Klien memberdayakan system pendukung atau keluarga
mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan
dengan orang lain.
c. Diagnosa 3: Isolasi social; menarik diri berhubungan derngan harga
diri rendah
Hasil yang diharapkan:
1). Klien dapat menerima kehadiran perawat.
2). Klien dapat mengidentifikasi kemampuan, aspek positif yang
ada.
3). Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4). Klien dapat membuat rencana kegiatan.
5). Klien melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
kondisi.
6). Klien dapat memanfaatkan system pendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2000, Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1 : Teori
dan tindakan Keperawatan, ( Cetakan 1 ) Direktorat Jendral Pelayanan
Medik, Direktorat Pelayanan Keperawatan, Departemen Kesehatan RI.
Keliat Budi Anna, 1998, Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Jakarta FKUI
(tidak dipedagangkan).
Maramis W.F, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya, Airlangga Universitas
Press.
Rasmun, Skp, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dalam
keluarga, Jakarta
Rusli Muslim. Dr, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
PPDGJ III, Jakarta.
Stuart, G.W, and Sundeen, S.J, 1995, Principles and Practice of Psychiatric Nursing
(5th ed ) St. Lois ; Mosby Year Book
Stuart, G.W, and Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Jakarta,
EGC.
Townsend, M.C. 1998, Psychiatric Mental Health Nursng : Concepts of Care
( Second Edition ) Philadelphia ; F.A Davis Company
Towsend. M.C,1998, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatrik, edisi, Jakarta, EGC.
Hari : Rabu
Tanggal : 28 Juli 2004
Ruangan : Yudistira
Pertemuan : Ke 1
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Tuk 1
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Data subyektif ( Ds ) :
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisikan kata-kata
pukul atau bunuh.
Klien mengatakan suara itu sangat meyeramkan.
Data obyektif ( Do ) :
Klien tampak bergumam, dan bicara sendiri.
Klien tampak menyendiri.
Ekspresi wajah klien tegang.
2. Diagnosa keperawatan
Resti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkunga berhubungan dengan
perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal halusinasi
4. Rencana tindakan keperawatan
a. Tuk 1:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
1). Sapa klien dengan ramah.
2). Perkenalkan diri dengan sopan.
3). Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
4). Jelaskan tujuan pertemuan.
5). Jujur dan menepati janji.
6). Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7). Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.