i HALAMAN JUDUL GAMBARAN STRES KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT BEDAH RSUD WATES SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes A. Yani Yogyakarta Disusun oleh: ARIEF SASUMBA 2212117 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2017
44
Embed
HALAMAN JUDUL GAMBARAN STRES KERJA PERAWAT DI …repository.unjaya.ac.id/2121/2/ARIEF SASUMBA_2212117_pisah.pdf“Gambaran Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Bedah RSUD Wates”. Selama
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
i
HALAMAN JUDUL
GAMBARAN STRES KERJA PERAWAT
DI RUANG RAWAT BEDAH
RSUD WATES
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Stikes A. Yani Yogyakarta
Disusun oleh:
ARIEF SASUMBA
2212117
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2017
ii
ii
HALAMAN PENGESAHAN
GAMBARAN STRES KERJA PERAWAT
DI RUANG RAWAT BEDAH
RSUD WATES
USULAN PENELITIAN
Diajukan oleh:
ARIEF SASUMBA
2212117
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima Sebagai Salah
Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Tanggal: …………………..
Menyetujui:
Penguji Pembimbing I Pembimbing II
Rahayu Iskandar, M.Kep
NIDN. 04-0508-7501
Ngatoiatu Rohmani, MNS
NUP. 99-0553-6142
Deby Zulkarnain Rahadian Syah,
S.kep.,Ns., MMR
NIDN. 05-2911-8601
Mengesahkan,
a.n. Ketua Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (S1)
Tetra Saktika A., M.Kep., Ns Sp.Kep.MB
NIDN. 05-2310
iii
iii
HALAMAN PERNYATAAN
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Stikes Jenderal
Achmad Yani Yogyakarta,
Nama : Arief Sasumba
NPM : 2212117
Program Studi : Ilmu Keperawatan (S1)
Judul Skripsi/KTI : Gambaran Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Bedah
RSUD Wates
Menyatakan bahwa hasil penelitian dengan judul tersebut diatas adalah asli karya
sendiri dan bukan hasil plagiaristme. Dengan ini saya menyatakan untuk
menyerahkan hak cipta penelitian kepada Stikes Jenderal Achmad yani
Yogyakarta guna kepentingan ilmiah.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.
Yogyakarta, September 2017
Arief Sasumba
iv
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Gambaran Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Bedah RSUD Wates”.
Selama penyusunan penelitian penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan,
namun berkat bimbingan, bantuan dan kerjasama sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati,
perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kuswanto Harjo, dr., M.Kes. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jendral Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha, Sp.Kep.MB selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
3. Rahayu Iskandar, M.Kep selaku Dosen Penguji yang telah sabar memberikan
bimbingan, saran, dan pendapat selama proses penyelesaian penelitian ini.
4. Ngatoiatu Rohmani, MNS selaku Dosen Pembimbing I yang telah sabar
memberikan bimbingan, saran, dan pendapat selama proses penyelesaian
kepada pasien, RSUD Wates memiliki tenaga kerja baik medis dan non medis
yang dengan jumlah perawat sebanyak 283 orang, bidan 47 orang, dokter gigi
1 orang, dokter umum 11 orang, dokter spesialis sebanyak 24 orang,
penunjang 104 orang, administrasi 201 orang dan pejabat struktural 20 orang.
Visi RSUD Wates yaitu menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat
rujukan yang unggul dalam pelayanan yang bermutu, sedangkan misi RSUD
Wates yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan paripurna
yang profresional berorientasi pada kepuasan pelanggan, mengembangkan
manajemen rumah sakit yang efektif dan efisien, menciptakan lapangan kerja
yang sehat, nyaman, dan harmonis, meningkatkan sumber daya manusia,
sarana, dan prasarana yang sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan
teknologi, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan karyawan, dan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan.
29
30
Ruang Anggrek adalah ruang rawat pasien luka bedah yang berkapasitas
ruang sebanyak 22 tempat tidur pasien umum dan 1 tempat tidur khusus
pasien isolasi. Jumlah perawat yang bertugas di Ruang Anggrek saat
dilakukan penelitian sebanyak 15 orang terdiri dari perawat 1 perawat S1
Keperawatan Ners, 1 perawat DIV Keperawatan dan 13 perawat DIII
Keperawatan. Sebagai unit pelayanan yang melayani pasien selama 24 jam,
Ruang Anggrek menerapkan jadwal dinas jaga menjadi tiga dinas jaga, yaitu
dinas pagi, siang, dan malam. Pada saat dinas pagi ada 7 perawat yang
bertugas, saat dinas siang 3 orang dan 2 orang dinas malam sisanya turun jaga
atau libur. Jadwal dinas pagi dari pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul
14.30 WIB dinas siang dari pukul 14.30 WIB sampai dengan pukul 20.30
WIB, dan dinas malam dari pukul 20.30 WIB sampai dengan pukul 07.30
WIB. Dinas pagi, siang, dan malam berlaku pada seluruh perawat pelaksana,
untuk primary nurse dan kepala ruang hanya bekerja pada dinas jaga pagi
hari dan libur pada hari minggu.
2. Analisis Hasil Penelitian
a. Karakteristik Responden
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 5 Agustus
2017 sampai tanggal 9 Agustus 2017 mengenai Gambaran Stres Kerja
Perawat di Ruang Rawat Bedah RSUD Wates. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 15 perawat yang bertugas di Ruang Anggrek.
Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, status pernikahan, lama kerja disajikan dalam tabel
sebagai berikut:
31
1) Karakteristik Perawat Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan,
Status Pernikahan, Lama Kerja Perawat RSUD Wates di Ruang Anggrek
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Perawat Berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin, Tingkat Pendidikan, Status Pernikahan, dan Lama Kerja Perawat
RSUD Wates di Ruang Anggrek
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Usia:
Dewasa awal 9 60 %
Dewasa Tengah 5 33.3 %
Dewasa akhir 1 6.7 %
Total 15 100 %
Jenis Kelamin:
Laki-laki 5 33.3 %
Perempuan 10 66.7 %
Total 15 100 %
Tingkat Pendidikan:
D-III Keperawatan 13 86.6 %
D-IV Keperawatan 1 6.7 %
S1-Keperawatan 1 6.7 %
Total 15 100 %
Status Pernikahan:
Menikah 12 80 %
Belum Menikah 3 20 %
Total 15 100 %
Lama Kerja:
< 5 tahun 8 53.3 %
5—10 tahun 1 6.7 %
> 10 tahun 6 40 %
Total 15 100 % Tabel 4. 1. Distribusi Karakteristik Perawat Ruang Anggrek
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa sebagaian besar perawat usia
kategori dewasa awal (60%), dengan rata-rata responden berjenis kelamin
perempuan (66.7%). Mayoritas perawat berlatar pendidikan D-III keperawatan
(86.7%), dan perawat yang sudah menikah (80%) dengan pengalaman kerja rata-
rata dalam rentang < 5 tahun (53.3%).
32
2) Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang anggrek RSUD Wates
Tabel 4.2 Distribusi Stres Kerja Perawat Ruang Anggrek di RSUD Wates
Agustus 2017
Kategori Stres Kerja Frekuensi Persentase (%)
Stres Ringan 3 20 %
Stres Sedang 10 66.7 %
Stres Berat 2 13.3 %
Total 15 100 % Tabel 4. 2. Distribusi Stres Kerja Perawat di Ruang Anggrek
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukan bahwa perawat yang mengalami
stres kerja sedang memiliki prosentase terbesar (46.7%), dibandingkan
dibandingkan stres ringan dan berat.
3) Stres Kerja Perawat Ruang Anggrek Berdasarkan Karakteristik Usia, Jenis
Kelamin, Tingkat Pendidikan, Status Pernikahan dan Lama Kerja di RSUD
Wates
Tabel 4.3 Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Usia di
Ruang Anggrek RSUD Wates Agustus 2017
Karekteristik Stres Kerja
Usia Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
Dewasa Awal 2 13.3 % 7 46.7 % 0 0 % 9 60 %
Dewasa Tengah 1 6.7 % 2 13.3 % 2 13.3 % 5 33.3%
Dewasa Akhir 0 0 % 1 6.7 % 0 0 % 1 6.7%
Total 3 20 % 10 66.7 % 2 13.3 % 15 100 % Tabel 4. 3. Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Usia
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui bahwa usia dewasa awal merupakan
kelompok usia yang paling banyak mengalami stres kerja ringan dan sedang
(60%).
Tabel 4.4 Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Jenis
Kelamin di Ruang Anggrek RSUD Wates Agustus 2017
Karekteristik Stres Kerja
Jenis Kelamin Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
Laki-laki 1 6.7 % 3 20 % 1 6.7 % 5 33.3%
Perempuan 2 13.3 % 7 46.7 % 1 6.7 % 10 66.7%
Total 3 20 % 10 66.7 % 2 13.3 % 15 100 % Tabel 4. 4. Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui bahwa perempuan lebih banyak
mengalami stres kerja, baik ringan, sedang dan berat (66.7%).
33
Tabel 4.5 Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Tingkat
Pendidikan di Ruang Anggrek RSUD Wates Agustus 2017
Karekteristik Stres Kerja
Pendidikan Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
D-III 3 20 % 8 53.3 % 2 13.3 % 13 86.7 %
D-IV 0 0 % 1 6.7 % 0 0 % 1 6.7 %
S1 0 0 % 1 6.7 % 0 0 % 1 6.7 %
Total 3 20 % 10 66.7 % 2 13.3 % 15 100 % Tabel 4. 5. Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.5 di atas memperlihatkan adanya disporposionate jenjang
pendidikan responden. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang mengalami stress kerja berlatar pendidikan D III Keperawatan
(86.7%).
Tabel 4.6 Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteris Status
Pernikahan di Ruang Anggrek RSUD Wates Agustus 2017
Karekteristik Stres Kerja
Status Pernikahan Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
Menikah 3 20 % 7 46.7 % 2 13.3 % 12 80 %
Belum Menikah 0 0 % 3 20 % 0 0 % 3 20 %
Total 3 20 % 10 66.7 % 2 13.3 % 15 100 % Tabel 4. 6. Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Status Pernikahan Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.6 di atas menunjukan bahwa stres kerja kategori berat
pada perawat lebih cenderung dialami oleh perawat yang sudah menikah (13.3%).
Tabel 4.7 Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteris Lama
Kerja di Ruang Anggrek RSUD Wates Agustus 2017
Karekteristik Stres Kerja
Lama Kerja Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
<5 tahun 2 13.3 % 5 33.3 % 1 6.7 % 8 53.3 %
5—10 tahun 0 0 % 1 6.7 % 0 0 % 1 6.7 %
> 10 tahun 1 6.7 % 4 26.7 % 1 6.7 % 6 40 %
Total 3 20 % 10 66.7 % 3 13.3 % 15 100 % Tabel 4. 7. Distribusi Stres Kerja Perawat Berdasarkan Karakteristik Lama Kerja
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.7 di atas diketahui sebagaian besar perawat dengan masa
kerja < 5 tahun mengalami stres paling tinggi (53.3%) dibandingkan dengan masa
kerja lebih lama.
34
B. Pembahasan
Kondisi dan situasi tempat kerja memiliki potensi yang besar untuk
menyebabkan timbulnya stres kerja. Stres kerja yang muncul akan memicu
terjadinya respon pada diri seorang pekerja. Respon yang muncul tersebut akan
mendorong seorang individu untuk menimbulkan persaingan yang dinamis dalam
rangka meningkatkan kinerja, tetapi juga merupakan penghalang bagi kreatifitas
dan prestasi kerja jika stres kerja tidak dikelola dengan baik (Munandar, 2014).
Namun, dengan adanya stres dalam bekerja akan memicu munculnya tantangan
kerja, keinginan untuk berprestasi dalam bekerja. Sejalan dengan meningkatnya
stres, prestasi kerja juga naik, karena stres membantu perawat untuk mengerahkan
segala sumber daya dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan
pekerjaan. Stres pada tingkat tertentu bertindak sebagai stimulus atau dorongan
untuk bertindak, namun ketika stres meningkat sampai pada fase kelelahan maka
prestasi kerja dapat menurun secara drastis (Rasmun, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Ruang
Anggrek mengalami stres kerja sedang (66.7%). Stres kerja yang dialami perawat
di Ruang Anggrek lebih banyak berasal dari faktor fisiologi. Stresor fisiologi yang
seperti adanya peningkatan dari denyut jantung ketika merawat pasien yang
banyak, gangguan pola tidur selepas pulang kerja dengan banyak pekerjaan yang
harus dikerjakan, perawat mengalami kekakuan otot-otot sehabis kerja, tuntutan
untuk mengerjakan catatan atau data resume pasien yang banyak, kebingungan
ketika menghadapi pasien yang kritis, gangguan pada lambung ketika terlambat
makan dan istirahat ketika banyak pasien yang harus mendapatkan perawatan.
Penelitian ini sejalan dengan Prihatini (2007), mengemukakan bahwa sebanyak
66,7% perawat mengalami stres kerja ringan. Dalam penelitian Prihatini (2007),
stres kerja yang terjadi pada perawat disebabkan karena adanya beban kerja yang
berat yang dialami oleh perawat.
35
1. Usia
Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa sebagaian besar
perawat usia dewasa awal merupakan kelompok usia yang paling banyak
mengalami stres kerja ringan dan sedang (60%). Karakteristik usia perawat
yang terbanyak pada usia dewasa awal dalam usia ini perubahan bersifat baik,
kesehatan dan kekuatan tenaga fisik mencapai puncaknya, secara psikis
muncul keinginan yang kuat, dan sering mengalami ketegangan emosi karena
kompleksitas persoalan, kemampuan mental seperti penalaran mengingat dan
kreatif pada posisi puncak (Indriyani, 2009). Hurlock, (1980) pada tahap
perkembangan dewasa awal seorang inidividu akan menyesuaikan diri
terhadap pola-pola hidup baru, belajar memiliki cita-cita yang tinggi, mencari
identitas diri. Pada tahap perkembangan ini, seorang individu akan
mengalami perubahan-perubahan yang megharuskannya untuk terus berpikir
dan berkembang supaya dapat mengikuti perubahan keadaan yang ada. Pada
dewasa awal ketegangan emosional sering kali di lihat dalam ketakutan-
ketakutan dan kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran itu timbul
tergantung tercapainya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan yang di
hadapi pada suatu saat tertentu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Wibowo (2016), penelitiannya mengemukakan bahwa sebanyak 55.5%
perawat dalam kategori usia dewasa awal mengalami stres kerja lebih tinggi
dibandingkan dengan perawat dengan usia dalam kategori dewasa tengah dan
dewasa akhir.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa sebagaian besar
perawat perempuan lebih banyak mengalami mengalami stres kerja baik
kategori ringan, sedang dan berat (66.7%). Hal ini disebabkan karena respon
fisiologis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada saat perempuan
menghadapi stres, tubuh akan memberikan respon fisiologis berupa aktivitas
dari beberapa hormone dan neurotransmitter di dalam otak. Lebih lanjut lagi
perempuan lebih menderita stres daripada laki-laki disebabkan karena
36
prolaktin perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hormone ini memberikan
umpan balik negatif pada otak sehingga dapat meningkatkan trauma
emosional dan stres fisik (Crowin, 2007). Menurut Indriyani, (2009)
menjelaskan bahwa konflik peran ganda pada perempuan seperti di dalam
keluarga atau rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap terjadinya stres
kerja pada perawat perempuan di rumah sakit.
Faktor berikutnya pada penelitian ini jumlah responden perawat
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan responden perawat laki-laki,
sehingga proporsi responden perawat laki-laki dan perawat perempuan tidak
proporsional dan belum dapat menggambarkan perbedaan stres yang
sesungguhnya. Penelitian lebih lanjut berdasarkan jenis kelamin dengan
jumlah yang proporsional antara perawat laki-laki dan perempuan perlu
dilakukan sehinggadidapat hasil yang lebih tepat untuk tingkat stres kerja
berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Muthmainah (2012), mengemukakan bahwa perawat perempuan sebanyak
89% mengalami stres kerja dibandingakn dengan perawat berjenis kelamin
laki-laki.
3. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui mayoritas perawat
berlatar belakang pendidikan Diploma III Keperawatan mengalami stres kerja
ringan sampai dengan berat (86.7%). Tingkat pendidikan akan berpengaruh
terhadap kualitas dalam berkerja. Kualitas yang terendah dapat
mengakibatkan beban kerja menjadi bertambah dan menimbulkan stres
(Mangkunegara, 2006). Ismafiaty (2011), hampir seluruh perawat yang
berpendidikan D-III mengalami stres kerja lebih tinggi dibandingkan dengan
perawat dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi, hal ini di
karenakan semkin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak
pengetahuan sehinga mereka akan lebih mampu mengatasi stres yang terjadi
dalam dirinya dibandingkan dengan mereka yang pendidikannya lebih
rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Muthmainah (2012),
37
mengemukakan bahwa sebanyak 89.3% perawat dengan tingkat pendidikan
D-III Keperawatan mengalami stres kerja lebih tinggi dibandingkan dengan
perawat dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi.
Namun, pada penelitian ini terdapat perawat dengan latar pendidikan S1
keperawatan yang mengalami stres kerja yang sedang (6.7%). Hal ini terjadi
karena perawat tersebut memiliki jabatan sebagai primary nurse yang
bertugas untuk menerima intruksi dari dokter, baik dalam pemberian obat
maupun intervensi lain. Selain itu, primary nurse juga harus melakukan
pelengkapan pengkajian data serta pelengkapan asuhan keperawatan. Seorang
primary nurse menjadi autoritas primer untuk semua keputusan tentang
proses keperawatan untuk pemenuhan kebutuhan total pasien selama tinggal
di rumah sakit (Swanburg, 2000). Primary nurse harus merencanakan semua
kebutuhan pasien yang kemudian mendelegasikannya kepada perawat
pelaksanan yang bertugas selama 24 jam di rumah sakit, dan
mengevaluasinya lagi untuk melihat perkembangan dari pasien (Rohmah &
Walit, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Muthmainah (2012),
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa perawat dengan pendidikan S1
keperawatan cenderung mengalami stres kerja ringan dan sedang.
4. Status Perkawinan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, perawat yang sudah menikah lebih
cenderung mengalami stres kerja berat (13.3%). Hal ini disebabkan karena
permasalahan yang sering terjadi di keluarga, terutama karena sebagian besar
responden merupakan keluarga muda yang masih memiliki anak balita.
Kondisi keluarga yang membutuhkan perhatian khusus seperti pada saat anak
atau pasangan sakit sementara harus tetap bekerja sehingga dapat menjadi
stres tersendiri bagi perawat yang sudah berkeluarga. Hal ini didukung oleh
Santrock (2003) yang menyatakan bahwa keluarga dapat menjadi salah satu
faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya stres. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Aiska (2014) yang menyatakan bahwa
38
94,3% perawat yang sudah menikah cenderung mengalami stres kerja lebih
tinggi dibandingkan dengan perawat yang belum menikah.
5. Lama Kerja
Berdasarkan hasil penelitian di atas, perawat yang memiliki pengalaman
kerja dengan rentang waktu < 5 tahun cenderung mengalami stres kerja
paling tinggi (53.3%) dibandingkan dengan perawat dengan masa kerja yang
lebih lama. Proses adaptasi terhadap lingkungan baru akan memberikan
pengaruh terhadap kematangan perawat di ruangan. Bila lingkungan kerja
kurang mendukung maka kondisi ini akan menimbulkan stres (Indriyani,
2009). Perawat dengan masa kerja lebih sedikit lebih rentan mengalami stres
kerja dibandingkan dengan yang sudah memiliki masa kerja lebih lama, hal
ini dikarenakan perawat yang sudah lama bekerja sudah mampu beradaptasi
dengan lingkungan dan situasi kerja (Aiska, 2014). Hawari (2011), seseorang
yang memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih mampu memgontrol
kondisi yang penuh dengan stressor kerja. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Wibowo (2016), perawat dengan masa kerja 3—60 bulan
mengalami stres kerja paling tinggi (35.5%), dibandingkan perawat dengan
masa kerja lebih lama, dan penelitian Martina (2012), mengemukakan bahwa
perawat dengan masa kerja 6 bulan sampai 3 tahun memiliki tingkat stres
paling banyak dibandingkan masa kerja yang lebih lama.
C. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini adalah dari instrumen penelitian yang digunakan.
Perawat dalam penelitian ini mendeskripsikan dirinya sendiri tentang stres kerja
yang ia alami dengan mengisi kuesioner. Akan lebih baik apabila penilaian stres
kerja dilakukan menggukan metode observasi work sampling.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagaian besar perawat di
Ruang Anggrek RSUD Wates diketahui mengalami stres kategori sedang
(66.7%).
2. Berdasarkan karakteristik usia mayoritas perawat di Ruang Anggrek RSUD
Wates kategori usia dewasa awal mengalami stres ringan dan sedang (60%).
3. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, perawat perempuan di Ruang
Anggrek RSUD Wates lebih banyak mengalami stres kerja, baik ringan
sedang dan berat (66.7%) dibandingkan dengan perawat laki-laki.
4. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, perawat dengan latar belakang
pendidikan Diploma III keperawatan mengalami stres kerja paling tinggi
(86.7%) dibandingkan perawat dengan latar pendidikan lebih tinggi.
5. Berdasarkan karakteristik status pernikahan, perawat yang sudah menikah di
Ruang Anggrek RSUD Wates cenderung mengalami stres kerja yang berat
(13.3%).
6. Berdasarkan karakteristik lama kerja, perawat yang memiliki pengalaman
kerja < 5 tahun paling tinggi mengalami stres kerja (53.3%), dibandingkan
perawat dengan masa kerja lebih lama.
B. Saran
1. Bagi Manajemen Rumah Sakit
Untuk manajemen rumah sakit khususnya bagian bidang keperawatan,
disarankan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk
mengurangi stres kerja pada perawat. Rumah sakit perlu mengalokasikan
dana untuk biaya rekreasi ketempat yang dapat mendistraksikan perawat dari
lingkungan kerja yang penuh dengan stresor.
39
40
2. Bagi Kepala Ruang Anggrek
Bagi kepala Ruang Anggrek disarankan untuk lebih mengenal dan memahami
karakteristik dari perawat yang bertugas di Ruang Anggrek, serta mengatur
iklim kerja dan kondisi ruangan kerja di Ruang Anggrek guna meminimalkan
terjadinya stres kerja pada perawat di Ruang Anggrek.
3. Bagi Peniliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya disarankan melakukan penelitian stres kerja dengan
cara pengumpulan data menggunakan metode observasi work sampling.
41
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasasi., dkk. (2015). Work-Related Stress among Nurses Working in Dubai, a
Burden for Healthcare Institutions.American Jurnal of Psychology and
Cognoitive Science, Vol. 1, No. 2, Hal.61-65.
Aizka, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Tingkat Stres
Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia Yogyakarta. Skripsi. Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta: Yogyakarta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi
VI, Rineka Cipta: Jakarta.
Azwar. S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Edisi:2. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Azizpour, Y., dkk. (2013). A Survey on the Associated Factors of Stress among
Operating Room Personel.Thrita Journal of Medical Sciences, 2 (1)., 19—
23. http://doi.org/10.5812/thrita.9505
Choi, J. I & Myung S.K. (2015). Relation of Job Stress, Burnout, Mindfulness and
Job Satisfaction of Clinical Nurses. International Journal of Bio-Science
and Bio-Technology, Vol. 7, No. 3, Hal.121—128.
Crowin. E.J. (2007). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.Jakarta: Depkes
RI.
Farquharson, B., dkk. (2012). Nursing stress and patient care: real-time
investigation of the effect of nursing tasks and demands on psychological
stress, physiological stress, and job performance: study protocol. Jurnal of