S istem Kewaspadaan Dini dan Respon atau SKDR merupakan suatu sistem yang digunakan kementerian kesehatan dalam rangka mendukung upaya respon cepat terhadap penyakit potensial KLB dengan memanfaatkan laporan mingguan Puskesmas. Tahun 2014 ini memasuki tahun ke 5, tools SKDR digunakan di 31 provinsi (Prov DKI dan Papua Barat direncanakan th 2015). Adapun tantangan dan hambatan yang dijumpai antara lain: 1. Kebijakan Belum adanya dukungan regulasi dari pimpinan daerah untuk menggunakan data SKDR sebagai data dasar dalam melakukan respon cepat penyakit potensial KLB. Pemekaran wilayah berpengaruh pada kelengkapan data (data : Kecamatan, Puskesmas, Penduduk cakupan puskesmas) Belum adanya kebijakan bantuan tools SKDR dalam bentuk laptop meskipun perkembangan teknologi sudah demikian pesat dan tuntutan pelayanan cepat dan berpindah (mobile) tidak dpt dielakkan. 2. Infrastruktur Sebagian besar supply listrik di daerah adalah tidak memadai, atau mati-hidup, mengakibatkan tools SKDR error Belum seluruhnya daerah memiliki Jar- ingan komunikasi aktif (sinyal komuni- kasi/internet) utamanya daerah terpen- cil, pegunungan dan kepulauan. 3. SDM Pengelola Mobilisasi SDM pengelola SKDR tanpa kaderisasi (On the Job Training) Tugas rangkap /terbatasnya SDM Sebagian besar SDM pengelola SKDR belum mengetahui teknologi piranti se- hingga jika ada masalah dengan piranti mengandalkan pusat/pihak ketiga. 4. Geography dan Topography Beberapa puskesmas terletak di balik/ lembah bukit/pegunungan sehingga sulit sinyal komunikasi untuk pengiri- man laporan mingguan. Hampir sebagian besar puskesmas yang letaknya di kepulauan tidak memiliki sinyal sehingga laporan ming- guan disampaikan secara komulatif pd saat pertemuan di kabupaten. 5. Dana operasional Pemanfaatan/alokasi dana untuk mela- kukan verifikasi kasus/penyeli dikan epidemiologi masih terbatas/ belum maksimal Belum adanya dukungan dana daerah untuk evaluasi SKDR di wilayahnya Tantangan dan hambatan dalam melak- sanakan suatu program adalah hal yang wajar dan selalu kita jumpai dilapangan. Namun be- berapa masalah dan hambatan tersebut tidak- lah mungkin di selesaikan/diatasi oleh ke- menterian kesehatan. Seperti halnya ―tidak adanya sinyal‖ di hampir sebagian wilayah pegunungan dan kepulauan, bukanlah kewenangan dari ke- menterian kesehatan. Akibatnya, Laporan mingguan terlambat, jika ada peningkatan kasus atau bahkan terjadi KLB tidak terpantau dan terlaporkan. Pada akhirnya rakyat yang jadi korban dan kementerian kesehatan selalu terpojokan oleh karena penanganan terlam- bat. Meskipun hal ini terjadi, tapi kami cukup bangga dengan beberapa daerah yang antu- sias mendukung SKDR, bahkan mereka merasa terbantu sekali dengan tools yang da- pat memantau perkembangan kasus tiap minggunya, sehingga kewaspadaan dini dan respon cepat dapat dilakukan. Halaman 6 Diterbitkan oleh Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI Pembina Sekretaris Direktorat Jenderal PP dan PL Pengarah Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Penanggungjawab Kepala Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB Dewan Redaksi Tulus Riyanto, SKM, M.Sc Dr. Irawati Panca Abdurrahman, SKM, M.Kes Dr. A Muchtar Nasir Edy Purwanto, SKM, M.Kes Indra Jaya, SKM, M.Epid Rosmaniar, S.Kep, M.Kes Dr. Soitawati, M.Epid Eka Muhiriyah, SKM, MKM Gunawan Wahyu Nugroho, SKM, MKM Dr. Cornelia Kelyombar Vivi Voronika, SKM Editor dan Layout Dr. A Muchtar Nasir Dr. Soitawati, M.Epid Maulidiah Ihsan, SKM Keuangan dan Sirkulasi Fajrianto, SKM Vivi Yanti Sidi, SKM Lia Septiana, SKM Alamat Redaksi Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB Jl. Percetakan Negara no. 29 Gedung C Lantai 3 Jakarta Pusat 10290 Telp. (021) 4265974 Fax. (021) 42802669 Email [email protected]Twitter @jepidemiologi Website http://www.infopenyakit .org http://www.penyakitmenular.info http://www.aseanplus3-eid.info http://www.surveilans.org http://pppl.depkes.go.id Jendela Epidemiologi — Volume 2/November2014 Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi SKDR Oleh : Edy Purwanto, Gunawan Wahyu Nugroho Redaksi Jendela Epidemiologi menerima naskah berupa karya tulis, artikel, surat, opini dan gambar yang sesuai dengan misi Jendela Epidemiologi. Naskah maksimal 3-4 halaman dengan spasi 1,5. Sertakan referensi dan gambar ilustrasi yang relevan, lalu kirim melalui email Sekretariat Jendela Epidemiologi. Redaksi berhak mengubah bentuk dan naskah tanpa mengurangi isi dan maksud naskah Anda. DARI REDAKSI Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia- Nya maka Buletin Jendela Epide- miologi Volume 2 November 2014 ini terbit ke hadapan para pembaca. Buletin ini merupakan media diseminasi dan informasi terkini surveilans dan respon KLB di Indonesia. Bulletin edisi kedua ini memuat informasi tentang penyakit Legi- ollenosis, dan hebohnya pen- yakit virus Ebola, masih adanya kematian karena KLB campak di Kab Kepulauan Aru dan tantan- gan serta hambatan dalam im- plementasi SKDR di Indonesia. Yukkk update informasi epidemi- ologi, Semoga informasi ini da- pat bermanfaat. [RED] Apa itu Legionellosis? Penyakit Legionellosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Manifestasi yang paling dominan berupa Penyakit Legionnaires (Legionella Pneumo- nia) dan Demam Pontiac (Pontiac Fever). Manifestasi klinis infeksi Legionella bervari- asi mulai dari ringan (Pontiac Fever) sampai pneumonia berat atau yang disebut penyakit Legioner (Legionnaires disease). Lebih dari 90% penyakit Legionellosis disebabkan oleh Legionella pneumophila, dengan mani- festasi klinis pneumonia. Penyakit ini dapat dibedakan dalam dua bentuk berdasarkan berat ringanya pen- yakit, yaitu Legionella pneumonia (Legionnaires disease) dan demam Pontiac (Pontiac fever) yang klinisnya lebih ringan. Berdasarkan sumbernya, penyakit ini dibe- dakan menjadi 3 sumber yaitu infeksi Le- gionella yang didapat di masyarakat, infeksi Legionella yang terkait dengan perjalanan dan infeksi yang didapat di rumah sakit. Siapa ISSN 99999999 - Volume 2/November 2014 DAFTAR ISI : Mengenal Penyakit Legiol- lenosis Penyakit Virus Ebola yang menimbulkan kepanikan Dunia Kejadian Luar Biasa Cam- pak di Puskesmas Dobo Kab Aru Provinsi Maluku bulan Agustus—Oktober 2014 Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi SKDR Apa itu Penyakit Virus Ebola? Penyakit virus ebola adalah salah satu dari penyakit virus demam berdarah. Ini adalah penyakit yang sering berakibat fatal pada manusia dan primata (seperti monyet, gorila, dan simpanse) dengan CFR mencapai 90%. Jenis spesies penyebab penyakit virus ebola ada 5 yaitu Bundibugyo ebola virus (BDBV), Zaire ebola virus (EBOV), Sudan ebola virus (SUDV), Reston ebola virus (RESTV) dan Taï Forest ebolavirus (TAFV). BDBV, EBOV, dan SUDV adalah jenis spesies ebola yang menyebabkan wabah Ebola di Afrika, yang menimbulkan wabah pada manusia dan angka kematian yang tinggi. RESTV adalah Penyakit Virus Ebola yang menimbulkan kepanikan Dunia Oleh : Maulidiah Ihsan jenis spesies ebola yang pernah dilaporkan terdapat di 2 negara di Asia (Filipina dan RRC), namun sejauh ini hanya menimbulkan wabah ebola pada hewan monyet (Th. 1980 an dan 1990 an) dan babi (Th. 2008). >> Lanjut ke hal 3 Halaman 1 >> Lanjut ke hal 2 Oleh : Abdurrahman, Soitawati PENYAKIT LEGIOLLENOSIS ? .. Gambar. Bakteri Legionella
3
Embed
Halaman 6 Jendela Epidemiologi Volume 2/November2014 Vol 2-2014.pdf · surveilans dan respon KLB di Indonesia ... saja yang bisa terkena penyakit Legionellosis? 35 dan menurun pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
ber 2014. Pada grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa
kasus meningkat dari minggu ke- 34 sampai minggu ke-
35 dan menurun pada minggu ke-36 sampai dengan
minggu 42 tetapi terjadi peningkatan lagi pada minggu
43. Kasus campak terbanyak terjadi pada minggu ke-35
yakni sebanyak 39 kasus. Total kasus campak pada KLB
Campak di Puskesmas Dobo adalah sebanyak 90 kasus
dengan penyebaran sesuai tabel dibawah ini:
2 .
Ka-
sus Campak Menurut jenis kelamin dan umur
Dari 90 kasus KLB campak di wilayah Puskesmas Dobo
kasus terbanyak adalah laki-laki sebanyak 48 kasus
(53%) dibandingkan dengan perempuan 42 kasus (47%),
dengan golongan usia terbanyak pada 1-4 tahun yakni
sebanyak 37 kasus (41%). Distribusi kasus pada golon-
gan umur dapat dilihat pada grafik dibawah ini .
3. Status Imunisasi
Dari interview yang dilakukan pada orang tua kasus cam-
pak maupun dari catatan petugas kesehatan diketahui
bahwa 85 kasus campak tidak pernah mendapatkan imu-
nisasi campak (94%), 5 kasus (6%) mendapatkan imu-
nisasi sebanyak 1 dosis. Dari 5 kasus campak yang men-
dapatkan imunisasi, 2 kasus mendapatkan imusasi pada
saat imunisasi massal outbreak respon dan 3 kasus men-
dapatkan imunisasi pada saat bayi.
4. Pelayanan Imunisasi dan Pengelolaan Vaksin
Selama ± 2 tahun tidak ada petugas kesehatan yang me-
netap di Desa Tunguwatu. Yankes terhenti dalam waktu
yg relative lama dgn alasan minimnya biaya operasional.
Pengelolaan dan tatalaksana vaksin tidak tidak sesuai
standar yg ditetapkan, serta ditemukannya vaksin dengan
VVM C dan D.
5. Pelayanan Gizi
Dari status validasi gizi dilakukan oleh subdit Gizi
berdasarkan BB/TB standar WHO didapatkan hasil kurus
(kwashiokor) 2 orang, gemuk 1 orang, sangat kurus 1
orang dan normal 10 orang. Begitu juga halnya dengan
status gizi anak balita yang berada di 2 desa yaitu desa
Tunguwatu dan Tungu, validasi status gizi (WHO), didapat
kan hasil dari 49 balita yang diukur status gizi normal 47
anak (94%), 1 anak kurus (2%) dan sangat kurus 1 anak
(2%). Sedangkan di Desa Tungu dari 15 anak balita satus
gizi normal 14 anak (94%), 1 anak sangat kurus (6%).
C. FAKTOR RESIKO TERJADINYA KLB CAMPAK
1. Lokasi terjadinya KLB Campak merupakan daerah
yang sulit dijangkau dan akses yankes sangat minim.
2. Sebagian besar anak-anak yang terkena penyakit
Campak tidak diimunisasi (dari 110 kasus; 94% tidak
pernah mendapatkan imunisasi campak, 6% menda-
patkan imunisasi sebanyak 1 dosis).
3. Pada anak penderita Campak mempunyai status gizi
kurus (2,%) dan sangat kurus/Gizi buruk (2%).
4. Lingkungan dan sanitasi buruk dan minimnya air ber-
sih serta tidak tersedia tempat tinggal yang layak.
5. Sistim pelayanan kesehatan khususnya imunisasi dan
gizi tdk berjalan sehingga KLB Campak terjadi.
6. Manajemen Vaksin tidak berjala, vaksin menjadi rusak
dan tidak poten lagi.
7. Cakupan imunisasi rendah memperbesar resiko
terjadinya KLB Campak
8. Tidak adanya Petugas Kesehatan yang menetap di
desa.
D. REKOMENDASI
1. Agar dilakukan upaya peningkatan cakupan imunisasi
dasar lengkap pada bayi <1 tahun, anak batita dan
anak sekolah dasar di Kabupaten Kepulauan Aru
khususnya dan di Provinsi Maluku secara umum.
2. Melakukan Imunisasi Campak masal (Crash Program)
Latar Belakang
P e n y a k i t
Campak me-
r u p a k a n
p e n y a k i t
yang sangat
m e n u l a r
( in feks ius )
yang dise-
babkan oleh
virus, 90%
anak yang
tidak kebal
akan terser-
ang penyakit
campak. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir,
walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan
dalam penyebaran. Penyakit campak adalah penyakit
menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk ma-
kulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya di-
dahului panas badan 380C atau lebih juga disertai salah
satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO). Dalam sur-
veilans Penyakit Campak di Indonesia, defenisi operasional
campak adalah adanya demam (panas), bercak kemerahan
(rash), dan ditambah satu atau lebih gejala; batuk, pilek
atau mata merah (conjungtivitis). Disebut KLB suspek cam-
pak adalah apabila adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam
waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok
dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi. Disebut
KLB Campak Pasti apabila minimum 2 spesimen positif IgM
campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB
campak.
Pada Tanggal 20 Agustus 2014, subdit surveilans
dan Respon KLB mendapatkan informasi dari Dinkes
Provinsi Maluku, bahwa telah terjadi peningkatan kasus
Campak yang dilaporkan dalam format C1 dan melalui
Posko KLB bahwa sudah terjadi peningkatan kasus Campak
di desa Tunguwatu wilayah Puskesmas Dobo di Kabupaten
Kepulauan Aru, sehingga Kepala Dinkes Kab. Kepulauan
Aru pada tanggal tersebut menetapkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) Campak. Dari laporan hasil penyelidikan epidemiologi
yang dilakukan oleh Surveilans Officer (SO) Dinkes
Provinsi,kasus campak di wilayah Puskesmas Dobo telah
mengalami peningkatan selama 5 minggu berturut-turut
mulai minggu ke-34 tanggal 19 Agustus 2014 sampai
minggu ke-38 tanggal 24 September 2014, didapatkan To-
tal kasus 93 kasus, yang berada di 3 wilayah puskesmas
yaitu Wilayah Puskesmas Dobo, Puskesmas Tabarfane dan
Puskesmas Aru selatan (Pusk Pemekaran). Dari 93 kasus 7
kasus meninggal di wilayah Puskesmas Dobu (di Desa Tun-
guwatu), 19 kasus di wilayah Puskesmas Tebarfane dan 1
kasus meninggal di wilayah Puskesmas Pokjetur sehingga
total kematian sebanyak 8 kasus. Kasus meninggal diduga
karena komplikasi (pneumonia) dari penyakit Campak dan
akibat gizi buruk.
Pada tanggal 13 Oktober 2014, terjadi penambahan kasus sebanyak 11 kasus di desa yang berbeda dengan kasus sebelumnya (desa Tungu) dengan total kasus semua menjadi 104 kasus, sehingga pada tanggal tersebut diadakan perte-muan terpadu dengan Lintas Program Terkait yang di pimpin oleh Direktur Simkar Kesma. Peserta pertemuan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Aru dan Surveilans Officer Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, PP&PL , Direktorat Gizi dan Direktorat BUKD. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut di bentuk Tim Terpadu Penyelidikan Epidemiologi Kementerian Kesehatan untuk melakukan serangkaian penanggulangan KLB campak dengan mengetahui penyebab terjadinya KLB, luas wilayah, terjangkit dan mencegah penyebaran yang lebih luas.
Sesuai dengan standar KLB Campak, maka
metodologi penyelidikan epidemiologi ini menggunakan
strategi Full Investigation dengan kunjungan rumah ke
rumah, mencatat informasi kasus individu dalam format C1,
pemeriksaan laboratorium dengan pengambilan spesimen
serum kasus. Melakukan penimbangan berat badan balita
untuk mengetahui status gizi. Pelaksanaan kegiatan tanggal
20-24 Oktober 2014 pada wilayah puskesmas dobo, desa
tunguwatu dan tungu dengan Tim yang terdiri dari Subdit
Surveilans dan Respon KLB, Subdit Imunisasi, BUKD, Subdit
Gizi Mikro dan Makro serta Dinas Kesehatan provinsi.
B. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kasus
Kasus campak di wilayah Puskesmas Dobo telah men-
galami peningkatan mulai minggu ke-34 tanggal 19
Agustus sampai dengan minggu ke-43 tanggal 21 Okto-