MAKALAH STUDI KEISLAMANHAL HAL YANG MENGHALANGI ILMU
PENGETAHUANDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok pada
Mata Kuliah Studi Keislaman 6Dosen Pengajar : Dzikrul Hakim,
MPdi
Disusun oleh :kelompok 71. Amin Fitriani(7312024)2. Tilawati
Solekha(7312034)3. Herman Melazi(7312039)
FAKULTAS ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI S1 ILMU
KEPERAWATANUNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUMJl. Rejoso
Kompleks Ponpes Darul Ulum Peterongan Jombang2015
KATA PENGANTARAssalamualaikum wr. wb Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Hal hal yang
Menghalangi Pengtahuan.Penyusunan makalah ini merupakan salah satu
tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Studi
Keislaman 6 di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pesantren Tinggi
Darul Ulum (Unipdu) Jombang. Dalam Penyusunan makalah ini kami
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan,
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada : 1. Bapak Dzikrul Hakim, selaku
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Studi Keislaman 62. Rekan-rekan S1
Keperawatan Semester 63. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah
ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya dalam memajukan
pendidikan. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita, amin. Jombang, 09 Mei 2015 Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata PengantariDaftar Isi iiBAB I PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang
1B. Rumusan Masalah 1C. Tujuan 1BAB II PEMBAHASAN 2A. Pengertian
Ilmu Pengetahuan 2B. Pentingnya Imu Pengetahuan dalam Islam 3C.
Hal- hal yang Menghalangi Ilmu Pengetahuan 4BAB III PENUTUP 14A.
Kesimpulan 14B. Saran 14FOOT NOTE 15DAFTAR PUSTAKA
i
BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIlmu pengetahuan merupakan hal
yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, sebab kata
islam itu sendiri, dari kata dasar aslama yang artinya tunduk
patuh, mempunyai makna tunduk patuh kepada kehendak atau ketentuan
Allah.Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan
dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari
epistemologi.
1.2 Rumusan MasalahDari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut :1. Apakah pengertian dari Ilmu
pengetahuan?2. Apakah pentingnya ilmu pengetahuan dalam islam?3.
Apa saja hal-hal yang menghalangi ilmu pengetahuan?
1.3 TujuanAdapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai syarat
penilaian mata kuliah Studi Keislaman dan untuk mengetahui hal-hal
apa saja yang menghalangi ilmu pengetahuan dalam Islam, serta
diharapkan dapat memberi manfaat dan dapat dipahami oleh
pembaca.
BAB 2PEMBAHASAN2.1Pengertian Ilmu PengetahuanMenurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
dibidang pengetahuan. Sedangkan menurut And English Readers
Dictionary, Science is knowledge arranged in a system, especially
obtained by observation and testing of fact yang artinya ilmu
adalah pengetahuan yang disusun dalam sebuah sistem khususnya
didapat dari observasi dan pemeriksaan fakta, dan menurut Websters
Super New School and Office Dictionary, dikatakan bahwa Science is
a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment
yang memiliki arti kurang lebih sama dengan pengertian ilmu yang
dijabarkan di buku And English Readers Dictionary.Pengertian Ilmu
Pengetahuan dalam Al-Quran, ada dalam surat:QS. Al-Mujadalah, 58 :
11. (:)Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kepadamu: berlapang-lapanglah kamu dalam majelis, maka
lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan:berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah,
58:11)QS. Al-Fathir, 35:27-28. () ()Artinya: Tidaklah kamu melihat
bahwasannya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan
diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang
beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan
demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun. (Al-Fathir, 35:27-28)2.2 Pentingnya Ilmu
PengetahuanIlmu pengetahuan amat penting bagi setiap individu
bahkan dapat meingkatkan martabat manusia. Di dalam Islam, menuntut
ilmu juga merupakan suatu ibadah kepada Allah dan terdapat beberapa
matlamat tertentu dalam proses menuntut ilmu.Pentingnya mempunyai
ilmu adalah untuk membuktikan kekuasaan Allah SWT. Matlamat ini
adalah untuk menguatkan kepercayaan dan keimanan manusia terhadap
Allah SWT. Dengan adanya ilmu, manusia dapart membaca Al-Quran yang
mana terkandung segala persoalan yang eujud di muka bumi ini. Ilmu
juga membolehkan manusia mengkaji alam semesta ciptaan Allah
ini.Menuntut ilmu tidak hanya terbatas pada hal-hal ke akhiratan
saja, tetapi juga tentang keduniaan. Jelaslah kunci utama
keberhasilan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat
adalah ilmu. Rasulullah SAW pernah bersabda: Barangsiapa
menghendaki kehidupan dunia maka dengan ilmu, dan barangsiapa yang
menghendaki kehidupan akhirat maka dengan ilmu, dan barangsiapa
yang menghendaki keduanya (kehidupan dunia dan akhirat) maka dengan
ilmu.Untuk kehidupan dunia kita memerlukan ilmu yang dapat menopang
kehidupan dunia, untuk persiapan di akhirat. Kita juga memerlukan
ilmu yang sekiranya dapat membekali kehidupan akhirat. Dengan
demikian, kebahagiaan di dunia dan di akhirat sebagai tujuan hidup
insya Allah akan tercapai.Tambahan lagi, dengan ilmu jugalah
manusia dapat menjalankan tugas sebagai hamba dan khalifah di muka
bumi ini. Sebagai hamba Allah, manusia perlu melaksanakan
ibadah-ibadah umum dan khusus. Dalam pada masa yang sama, manusia
juga merupakan khalifah Allah di muka bumi ini. Ilmu yang diperoleh
dengan keizinan Allah SWT perlulah di kongsi dan disampaikan kepada
individu dan masyarakat.2.3 Hal hal yang Menghalangi IlmuMenuntut
ilmu memiliki beberapa penghalang yang menghalangi antara ilmu itu
dan orang yang mencarinya. Di antara penghalang tersebut adalah :1.
Niat yang RusakNiat adalah dasar dan rukun amal. Apabila niat itu
salah dan rusak, maka amal yang dilakukannya pun ikut salah dan
rusak sebesar salah dan rusaknya niat.Rasulullah shallallaahu
alaihi wa sallam bersabda,
.
Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan apa
yang diniatkan. Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan
barangsiapa hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau
karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai
dengan apa yang ia niatkan.[2] Sesungguhnya kewajiban yang paling
penting untuk diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu adalah
mengobati niat, memperhatikan kebaikannya, dan menjaganya dari
kerusakan.Imam Sufyan ats-Tsauri (wafat th. 161 H) rahimahullaah
mengatakan, Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat untuk aku obati
daripada niatku. [3]Al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H)
rahimahullaah menuturkan, Siapa yang mencari ilmu karena mengharap
negeri akhirat, ia akan mendapatkannya. Dan siapa yang mencari ilmu
karena mengharap kehidupan dunia, maka kehidupan dunia itulah
bagian dari ilmunya. Imam az-Zuhri (wafat th. 124 H) rahimahullaah
berkata, Maka ilmu itulah bagian dari dunianya. [4]Imam Malik bin
Dinar (wafat th. 130 H) rahimahullaah mengatakan, Barangsiapa
mencari ilmu bukan karena Allah Taala, maka ilmu itu akan
menolaknya hingga ia dicari hanya karena Allah.[5]Baiknya niat
merupakan penolong yang paling besar bagi seorang penuntut ilmu
dalam memperoleh ilmu, sebagaimana dikatakan Abu Abdillah
ar-Rudzabari (wafat th. 369 H) rahimahullaah, Ilmu tergantung amal,
amal tergantung keikhlasan, dan keikhlasan mewariskan pemahaman
tentang Allah Azza wa Jalla.[6]Imam Ibrahim an-Nakhai (wafat th. 96
H) rahimahullaah mengatakan, Barangsiapa mencari sesuatu berupa
ilmu yang ia niatkan karena mengharap wajah Allah, maka Allah akan
memberikan kecukupan padanya. [7]Hendaklah kita memperbaiki niat
kita dalam menuntut ilmu dan menjauhi niat buruk yang hanya untuk
memperoleh keuntungan duniawi. Karena, terkadang seorang penuntut
ilmu terbetik niat dalam hatinya untuk tampil (ingin terkenal).
Apabila ia benar-benar ingin mempelajari ilmu, membaca berbagai
nash dan buku sejarah serta memperhatikan isinya, lalu ia termasuk
orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah Taala, hal itu akan
menjadikannya sadar kembali, perhatiannya terhadap kitab-kitab itu
membuatnya bersemangat kembali untuk berbuat kebenaran dan
kebaikan. Adapun jika ia termasuk orang-orang yang dikalahkan hawa
nafsu dan syahwatnya, hendaklah ia tidak mencela, kecuali kepada
dirinya sendiri.[8]
2. Ingin Terkenal dan Ingin TampilIngin terkenal dan ingin
tampil adalah penyakit kronis. Tidak seorang pun dapat selamat
darinya, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah Taala. Apabila
niat seorang penuntut ilmu adalah agar terkenal, ingin
dielu-elukan, ingin dihormati, ingin dipuji, disanjung, dan yang
diinginkannya adalah itu semua, maka ia telah menempatkan dirinya
pada posisi yang berbahaya. Rasulullah shallallaahu alaihi wa
sallam bersabda,
() : .
Wahai bangsa Arab, wahai bangsa Arab (tiga kali), sesuatu yang
paling aku takutkan menimpa kalian adalah riya dan syahwat yang
tersembunyi.[9]Imam Ibnul Atsir (wafat th. 606 H) rahimahullaah
mengatakan, Maksud syahwat yang tersembunyi dalam hadits ini adalah
keinginan agar manusia melihat amalnya.[10]Mahmud bin ar-Rabi
(wafat th. 66 H) radhiyallaahu anhu berkata, Ketika kematian hendak
menjemput Syaddad bin Aus (wafat th. 58 H), ia berkata, Yang paling
aku takutkan menimpa ummat ini adalah riya dan syahwat tersembunyi.
Dikatakan bahwa syahwat tersembunyi adalah seseorang ingin (senang)
apabila kebaikannya dipuji.[11]Seorang hamba yang bergembira dan
senang dihormati orang lantaran ilmu yang dimiliki dan amal yang
dikerjakannya, maka ini menunjukkan bahwa adanya sifat riya (ingin
dilihat orang lain) dan sumah (ingin didengar orang lain) dalam
dirinya. Barangsiapa memperlihatkan amalnya karena riya, maka Allah
Taala akan memperlihatkannya kepada manusia, dan barangsiapa
memperdengarkan amalnya, maka Allah Taala akan memperdengarkan amal
(kejelekan)nya kepada manusia.Rasulullah shallallaahu alaihi wa
sallam bersabda: .Barangsiapa memperdengarkan (menyiarkan) amalnya,
maka Allah akan menyiarkan aibnya. Dan barangsiapa beramal karena
riya, maka Allah akan membuka niatnya (di hadapan manusia pada hari
Kiamat).[12]Syahwat merupakan musibah, kecuali bagi orang yang
hatinya ingat kepada Allah Taala. Ketika Imam Ahmad bin Hanbal
(wafat th. 241 H) rahimahullaah mendengar bahwa namanya
disebut-sebut, beliau mengatakan, Semoga ini bukan ujian bagiku.
[13]
3. Lalai Menghadiri Majelis IlmuPara ulama Salaf mengatakan
bahwa ilmu itu di-datangi, bukan mendatangi. Tetapi, sekarang ilmu
itu mendatangi kita dan tidak didatangi, kecuali beberapa saja.
Jika kita tidak memanfaatkan majelis ilmu yang dibentuk dan
pelajaran yang disampaikan, niscaya kita akan gigit jari sepenuh
penyesalan. Seandainya kebaikan yang ada dalam majelis-majelis ilmu
hanya berupa ketenangan bagi yang menghadirinya dan rahmat Allah
yang meliputi mereka, cukuplah dua hal ini sebagai pendorong untuk
menghadirinya. Lalu, bagaimana jika ia mengetahui bahwa orang yang
menghadirinya -insya Allah- memperoleh dua keberuntungan, yaitu
ilmu yang bermanfaat dan ganjaran pahala di akhirat?!Seorang Muslim
hendaklah sadar bahwa Allah Taala telah memberikan kemudahan kepada
hamba-Nya dalam menuntut ilmu. Allah Taala telah memberikan
kemudahan dengan adanya beberapa fasilitas dalam menuntut ilmu,
berbeda dengan zamannya para Salafush Shalih. Bukankah sekarang ini
dengan mudahnya kita bisa dapatkan bekal untuk menuntut ilmu
seperti uang, makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan?? Berbeda
dengan para ulama Salaf, mereka sangat sulit mendapatkan hal di
atas. Bukankah sekarang ini telah banyak didirikan masjid, pondok
pesantren, majelis talim, dan lainnya disertai sarana ruangan yang
serba mudah, baik dengan adanya lampu, kipas angin, AC, dan
lainnya??!! Bukankah sekarang ini berbagai kitab ilmu telah dicetak
dengan begitu rapi, bagus, dan mudah dibaca??!! Lalu dimanakah
orang-orang yang mau memanfaatkan nikmat Allah yang sangat besar
ini untuk mengkaji dan mempelajari ilmu syari??? Bukankah sekarang
sudah banyak ustadz-ustadz yang bermanhaj Salaf mengajar dan
berdakwah di tempat (daerah) Anda, lantas mengapa Anda tidak
menghadirinya?? Mengapa Anda tidak mau mendatangi majelis
ilmu??
4. Beralasan dengan Banyaknya KesibukanAlasan ini dijadikan
syaitan sebagai penghalang dalam menuntut ilmu. Berapa banyak
saudara kita yang telah dinasihati dan dimotivasi untuk menuntut
ilmu syari, tetapi syaitan menggoda dan membujuknya.Orang yang
menyia-nyiakan kesempatan mencari ilmu, maka kesibukannya membuat
ia tidak dapat menghadiri majelis ilmu. Ia menjadikannya sebagai
bahan alasan yang sengaja dibuat-buat sehingga ketidakhadirannya di
majelis ilmu memiliki alasan yang jelas.Berbagai kesibukan yang ada
adalah penyebab utama yang menghalangi seorang penuntut ilmu
menghadiri majelis ilmu dan memperoleh ilmu yang banyak. Tetapi,
orang yang Allah Taala bukakan mata hatinya, ia akan mengatur
waktunya dan mengguna-kannya sebaik mungkin sehingga memperoleh
manfaat yang banyak. Kalau seseorang mau berfikir secara wajar,
mempunyai niat dan kemauan untuk menuntut ilmu, maka ia akan dapat
mengatur waktunya dan Allah akan memudahkannya.Oleh karena itu,
pandai-pandailah mengatur waktu yang Allah Taala berikan kepada
kita. Berikanlah bagian untuk menuntut ilmu syari. Sisihkanlah satu
atau dua hari dalam seminggu untuk menghadiri majelis ilmu jika
tidak mampu melakukannya sesering mungkin. Jangan biarkan hari-hari
kita penuh dengan kesibukan, namun kosong dari menuntut ilmu dan
berdzikir kepada Allah Taala. Ingat, bahwa orang yang tidak
meghadiri majelis ilmu dan tidak mau menuntut ilmu syari, maka ia
akan merugi di dunia dan di akhirat.
5. Menyia-nyiakan Kesempatan Belajar di Waktu KecilSeseorang
akan iri apabila melihat orang-orang yang lebih muda darinya lebih
bersemangat dan lebih awal mendatangi majelis ilmu. Ia akan merasa
iri pada saat melihat anak-anak kecil dan para pemuda telah hafal
Al-Qur-an. Ia menyesali masa mudanya yang tidak dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk menghafal dan menuntut ilmu. Akibatnya, ketika ia
berkeinginan menghafal dan menuntut ilmu di masa tuanya, banyak
kesibukan dan banyak tamu yang mengunjunginya siang dan malam.
Karena itulah al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah
mengatakan, Belajar hadits di waktu kecil bagai mengukir di atas
batu. [14]Oleh karena itu, sebelum kita disibukkan oleh orang lain,
direpotkan berbagai urusan, dan menyesal seperti orang yang
mengalaminya, maka manfaatkanlah masa muda untuk menuntut ilmu
syari. Ini bukan berarti orang yang sudah tua boleh berputus asa
dalam menuntut ilmu, namun seluruh umur yang kita miliki adalah
kesempatan untuk menuntut ilmu karena ia adalah ibadah. Allah Taala
berfirman,
Dan beribadahlah kepada Rabb-mu hingga datangnya keyakinan
(kematian). [Al-Hijr: 99]Oleh karena itu, para remaja maupun orang
tua, laki-laki maupun wanita, segeralah bertaubat kepada Allah
Taala atas segala apa yang telah luput dan berlalu. Sekarang
mulailah menuntut ilmu, menghadiri majelis talim, belajar dengan
benar dan sungguh-sungguh, dan menggunakan kesempatan
sebaik-baiknya sebelum ajal tiba.Ketika ditanyakan kepada Imam
Ahmad, Sampai kapankah seseorang menuntut ilmu? Beliau pun
menjawab, Sampai meninggal dunia (mati). [15]
6. Bosan dalam Menuntut IlmuDi antara penghalang menuntut ilmu
adalah merasa bosan dan beralasan dengan berkonsentrasi mengikuti
informasi terkini guna mengetahui peristiwa yang sedang
terjadi.Ilmu yang kita cari mendorong kita untuk mengetahui keadaan
kita. Kita tidak akan bisa mengatasi berbagai masalah dan musibah
yang menimpa, kecuali dengan meletakkannya pada timbangan syariat.
Seorang penyair mengatakan,
Syariat adalah timbangan semua permasalahan,dan saksi atas
cabang masalah dan pokoknya. [16]Orang yang enggan menuntut dan
menghafalkan ilmu, namun menyibukkan diri dengan mengikuti berita
koran dan majalah, radio, televisi, internet, dan mencurahkan waktu
dan tenaganya untuk hal yang demikian, kemudian berupaya mengatasi
permasalahan dengan pandangannya yang kerdil tanpa merujuk kepada
para ulama, maka ia merugi dan ia akan mengetahui kerugiannya nanti
di kemudian hari.Sangat disayangkan, banyak aktifis muda yang marah
apabila larangan Allah Taala dilanggar dan menangis karena larangan
Allah Taala dilecehkan, namun mereka meremehkan berbagai
kemaksiyatan yang lainnya seperti ghibah, namimah, dan lainnya.
Mereka tidak melaksanakan shalat seperti contoh Nabi shallallaahu
alaihi wa sallam, padahal beliau bersabda, .Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihatku shalat! [17]Mereka pun tidak berwudhu
seperti wudhunya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, padahal
beliau bersabda, .Barangsiapa berwudhu seperti yang diperintahkan
dan shalat seperti yang diperintahkan, diampunilah dosa-dosanya
yang telah lalu. [18]Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit,
melainkan ada obatnya. Tidaklah musibah terjadi, melainkan ada
jalan keluar dalam Al-Qur-an dan As-Sunnah. Ini adalah perkara yang
tidak diragukan lagi.Oleh karena itu, jangan sekali-kali Anda
berpaling atau bosan dalam menuntut ilmu. Belajarlah sampai Anda
mendapatkan nikmatnya menuntut ilmu. Informasi yang paling baik,
benar dan akurat adalah infor-masi dari Al-Qur-an dan Sunnah yang
shahih.
7. Menilai Baik Diri SendiriMaksudnya adalah merasa bangga
apabila dipuji dan merasa senang apabila mendengar orang lain
memujinya.Memang pujian manusia kepada Anda merupakan kabar gembira
yang disegerakan Allah Taala bagi Anda. Diriwayatkan dari Abu Dzarr
Jundub bin Junadah (wafat th. 32 H) radhiyallaahu anhu, ia berkata,
Ditanyakan kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam,
Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang melakukan kebaikan,
kemudian manusia memujinya karena perbuatan tersebut? Nabi
shallallaahu alaihi wa sallam menjawab,
Itu adalah kabar gembira yang Allah segerakan bagi seorang
mukmin. [19]Tetapi, berhati-hatilah jika Anda merasa gembira ketika
dipuji dengan apa yang tidak Anda miliki. Sekali lagi
berhati-hatilah agar hal ini tidak menimpa Anda. Ingatlah firman
Allah Taala mengenai celaan-Nya terhadap suatu kaum,
...Dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka
lakukan... [Ali Imran: 188]Kemudian ingatlah bahwa merasa diri baik
itu pada umumnya adalah perbuatan tercela, kecuali pada beberapa
perkara yang sesuai dengan aturan-aturan syariat. Allah Taala
berfirman, Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia
mengetahui tentang orang yang bertakwa. [An-Najm: 32]Begitu juga
ingatlah celaan Allah Taala kepada Ahli Kitab,
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang (Yahudi dan Nasrani)
yang menganggap dirinya suci? Sebenarnya Allah menyucikan siapa
yang Dia kehendaki dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.
[An-Nisaa': 49]Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam
bersabda,
.Janganlah menganggap diri kalian suci, Allah lebih mengetahui
orang yang berbuat baik di antara kalian. [20]Boleh saja seseorang
merasa dirinya baik dalam beberapa hal, sebagaimana telah kami
sebutkan tadi. Misalnya perkataan Nabi Yusuf alaihis salaam,
Dia (Yusuf) berkata, Jadikanlah aku bendaharawan (Mesir),
sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan
berpengetahuan. [Yusuf: 55]Tetapi pada umumnya merasa diri baik dan
suka dipuji adalah di antara pintu masuk syaitan kepada hamba-hamba
Allah Taala. Karena itu, berhati-hatilah agar Anda tidak menjadi
orang yang suka dan bangga apabila dipuji dan jangan berusaha untuk
mendengarkan pujian-pujian itu.Apabila Anda ingin mengetahui bahaya
senang dipuji, perhatikanlah ketaatan Anda yang mulai menurun, lalu
perhatikanlah orang yang memuji Anda. Sungguh, seandainya ia
mengetahui apa yang tidak terlihat olehnya tentang diri dan amal
Anda yang tidak diridhai Allah Taala, apakah ia akan tetap memuji
Anda??!!Pelajaran yang dapat dipetik di sini adalah hendak-lah kita
berhati-hati terhadap sikap menganggap baik diri sendiri. Hendaklah
kita berhati-hati dari perbuatan mencantumkan gelar pada nama
dengan gelar yang tidak kita miliki. Sebab, barangsiapa
tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka ia
tidak akan mendapatkannya.
BAB 3PENUTUP3.1 KesimpulanIlmu pengetahuan (sains) adalah
pengetahuan yang sudah diklasifikasi, disistemisasi, diorganisasi,
dan diinterpretasi sehingga menghasilkan pengatahuan yang obyektif,
general, dan verivikatif. Atau sains adalah pengetahuan yang
rasional, empiris, obyektif, terukur, verivikatif, serta
komunal/general. Dalam mencari ilmu pengetahuan ada beberapa hal
yang menghalangi ilmu tersebut antara lain niat yang rusak, ingin
terkenal dan ingin tampil, lalai menghadiri majelis ilmu dll.3.2
SaranSetelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
pengertian ilmu pengetahuan, pentingnya ilmu pengetahuan dalam
islam, dan hal-hal yang menghalangi ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, diharapkan pembaca mendapatkan banyak manfaat dari
makalah ini, sehingga dapat mengaplikasikannya pada kehidupan
sehari-hari.
FOOT NOTE
[1]. Dinukil dari kitab Maaalim fii Thariiq Thalabil Ilmi,
Awaa-iquth Thalab, dan Thariiq ilal Ilmi.[2]. Hadits shahih:
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1, 54, 2529), Muslim (no. 1907),
Abu Dawud (no. 2201), at-Tirmidzi (no. 1647), an-Nasa-i (I/85-60,
VI/158-159, VII/13), dan Ibnu Majah (no. 4227) dari Shahabat Umar
bin al-Khaththab radhiyallahu anhu.[3]. Tadzkiratus Saami wal
Mutakallim (hal. 112).[4]. Iqtidha al-Ilmi al-Amal (hal. 66, no.
103).[5]. Jaami Bayaanil Ilmi wa Fadhlihi (I/748, no. 1376).[6].
Iqtidha al-Ilmi al-Amal (hal. 32, no. 30).[7]. Sunan ad-Darimi
(I/82).[8]. Lihat kitab Maaalim fii Thariiq Thalabil Ilmi (hal.
20).[9]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam
al-Mujamul Kabiir, Abu Nuaim dalam Hilyatul Auliyaa (VII/136, no.
9922), dan Majmauz Zawaa-id (VI/255). Lihat Silsilah al-Ahaadiits
ash-Shahiihah (no. 508).[10]. An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits
(II/516).[11]. Jaami Bayaanil Ilmi wa Fadhlih (I/682, no.
1203).[12]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6499)
dan Muslim (no. 2987), dari Shahabat Jundub bin Abdillah
radhi-yallaahu anhu.[13]. Siyar Alaamin Nubalaa (XI/210).[14].
Jaami Bayaanil Ilmi wa Fadhlihi (I/357, no. 482).[15]. Al-Ilmu
Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 77).[16]. Ishlaahul Masaajid minal Bida
wal Awaa-id (hal. 110), karya al-Allamah Muhammad bin Jamaluddin
al-Qasimi rahimahullaah.[17]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari (no. 631, 6008, 7246), dari Shahabat Malik bin
al-Huwairits radhiyallaahu anhu.[18]. Hadits hasan: Diriwayatkan
oleh Ahmad (V/423), an-Nasa-i (I/90-91), Ibnu Majah (no. 1396),
Ibnu Hibban (no. 1039), dan ad-Darimi (I/182), ini lafazh Ibnu
Hibban dari Shahabat Abu Ayyub dan Uqbah bin Amir radhiyallaahu
anhuma.[19]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no.
2642).[20]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2142 (19))
dari Shahabiyah Zainab binti Abi Salamah radhiyallaahu anha.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2012. Penghalang Dalam
Menuntut Ilmu : Niat Yang Rusak, Ingin Terkenal Dan Ingin Tampil.
Diakses pada tanggal 10 Mei 2015
http://almanhaj.or.id/content/3280/slash/0/penghalang-dalam-menuntut-ilmu-niat-yang-rusak-ingin-terkenal-dan-ingin-tampil/