-
i
HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QURAN
(KAJIAN TAFSIR AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana
Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh
SON HAJI
NIM: UT.140211
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2019
-
v
MOTTO
Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang
berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran
kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Q.S
An-Nisa` :58)1
1Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), h. 87
-
vi
PERSEMBAHAN
ِحيمِ ِن ٱلره ۡحم َٰ ِ ٱلره بِۡسِم ٱَّلله
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
kemudahan
dan kepuasan. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurahkan
kepada insan
terbaik, Nabi Muhammad SAW.
Kepala belahan jiwaku yaitu kedua orang tuaku Bapak Tamrin dan
Ibu
Nurhidayati atas pengorbanan, kerja keras dan selalu memberi
semangat dan
motivasi kepadaku sehingga bisa meraih gelar Stara Satu (SI) di
Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Selanjutnya Kepada
adikku
(Sahid Syah Roni dan Umi Muzawajah ) yang telah memberikan
semangat
kepadaku. Semoga keluargaku selalu dalam lindungan dan Rahmat
Allah
SWT.
Kupersembahkan juga karyaku ini untuk sahabat-sahabatku,
teman
seperjuangan, yang selalu memberikan semangat selama proses
penulisan karya
ini.
Penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh
pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ini. Semoga
kebaikan yang
diberikan akan diberi balasan kebaikan yang berlipat ganda oleh
Allah SWT.
Amiin.
-
vii
ABSTRAK
Fokus penelitian ini adalah hakim yang adil dalam al-Qur`an
kajian tafsir
al-Azhar, dimana penulis menggunakan metode tematik, dengan
cara
mengumpulkan ayat-ayat mengenai hakim, kemudian menafsirkan
dengan
menggunakan tafsir al-Azhar. Dan analisa terhadap pada
penafsiran buya Hamka.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realita bahwa setiap
manusia
mendambakan adanya perlakuan secara benar dan adil. Itulah
sebabnya, institusi
peradilan sangat dibutuhkan masyarakat, dengan demikian tidak
ada manusia
yang ingin diperlakukan haknya secara sewenang-wenang. Nah,
disinilah peran
hakim sangat besar, hakim yang dapat menjaga nilai-nilai
kebenaran, kebaikan.
Keadilan membuat hukum berada di atas penguasa dan rakyat.
Penegakan
keadilan merupakan jalan masa depan bangsa yang cemerlang.
Penelitian ini bersifat kepustakaan (Library research)
dengan
menggunakan metode kajian tafsir tematik, mengumpulkan ayat-ayat
yang
berkaitan hakim yang adil. Sumber data penelitian ini ada dua
yaitu sumber data
primer berupa ayat-ayat al-Qur`an, serta data pendukung berupa
tafsir, tafsir
lainnya, hadis Nabi SAW dan buku lainnya yang relevan.
Kesimpulan yang dapat penulis ambil dalam penelitian ini adalah
ayat-ayat
mengenai hakim yang adil yaitu: Q.S. Al-Baqarah: 188, Q.S.
An-Nisa: 58, Q.S.
Al-Māidah: 49-50, dan Q.S. Shād: 22 dan 26. Kemudian menurut
buya Hamka,
hakim yang adil merupakan amanat yang harus dijaga oleh setiap
muslim dan
seorang hakim yang adil setidaknya mempunyai tiga kriteria
yakni; memutuskan
perkara menggunakan hukum agama, tidak menuruti hawa nafsu, dan
menjahui
suap maupun hadiah.
Kata kunci: Hakim, adil dan tafsir buya Hamka
-
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur tiada henti-hentinya kehadirat Allah
SWT.
Yang telah menganugerahkan penulis dengan sedikit ilmu
pengetahuan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam,
yakni
Nabi besar Muhammad SAW. Seorang Nabi yang membawa umatnya
dari
kejahilan menuju lautan ilmu agama dan menegakkan kalimat tauhid
Laa ilaa ha
illallah Muhammada rasulullah.
Adapun maksud dan tujuan penulis ini adalah sebagai salah satu
syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Stara Satu (S.1) dalam Ilmu
Al-Qur’an dan
Tafsir pada Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi. tak luput
pula rasa terima kasih kepada yang terhormat.
1. Bapak Drs. H. Moh. Yusuf, HM, M.Ag Sebagai pembimbing I dan
ibu
Ermawati S.Ag, MA sebagai pembimbing II yang telah sabar
mebantu
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
2. Ibu Ermawati S.Ag, MA selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri
Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Dr. H. Abdul Ghaffar, M.Ag Selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin
dan Studi Agama Universitas Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
4. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag Selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
5. Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc, M.A, Ph. D selaku Wakil Dekan
Bidang
Adminisrasi Umum, Perencanaan dan keuangan. Fakultas Ushuluddin
dan
Studi Agama Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Dr. Firhat Abas, M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan kerja sama Luar Fakultas Ushuluddin dan
Studi
Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..........................................................................
i
NOTA DINAS
...................................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................. iii
PENGESAHAN
...............................................................................
iv
MOTTO
.............................................................................................
v
PERSEMBAHAN
............................................................................
vi
ABSTRAK
.......................................................................................
vii
KATA PENGANTAR
...................................................................
viii
DAFTAR ISI
.....................................................................................
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
.................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
............................................... 1 B. Rumusan
masalah ..........................................................
6 C. Batasan Masalah
........................................................... 6 D.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................. 6
E. Tinjauan Pustaka
.......................................................... 7 F.
Metodologi Penelitian
................................................... 8 G.
Sistematika Penulisan
................................................ 11
BAB II MENGENAL HAMKA DAN TAFSIR AL-AZHAR
A. Biografi Hamka
........................................................... 12 B.
Pemikiran dan Karya-karyanya .................................. 15
C. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Azhar ................. 17 D.
Gambaran Sekilas Tafsir Al-Azhar ............................. 18
E. Metode Tafsir Al-Azhar……………………………....20 F. Corak Tafsir
Al-Azhar………………………………...22 G. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir
Al-Azhar………....27
BAB III MAKNA HAKIM YANG ADIL DAN AYAT-AYAT
HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QUR`AN
A. Pengertian Hakim dan Adil
......................................... 29 B. Ayat-ayat Tentang
Hakim yang Adil dalam Al-Qur`an
.............................................................................
31
BAB IV KONSEP HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QUR`AN
A. Syarat-syarat Untuk Menjadi Hakim Yng Adil 1. Berlaku Adil
dalam Menjatuhkan Hukuman .......... 41
2. Tidak Mengikuti Hawa Nafsu……………………...52
3. Menjauhi Suap dan Hadiah ....................................
55
-
xi
4. Menggunakan Hukum Agama ........................... 58
B. Analisa Terhadap Penafsiran Buya Hamka
Tentang Hakim yang
Adil..........................................62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................ 64
B. Saran
...........................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA
CURICULUM VITAE
-
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ṭ ط ʼ ا
ẓ ظ B ب
‘ ع T ت
Gh غ ts ث
F ف J ج
Q ق ḥ ح
K ك kh خ
L ل D د
M م dz ذ
N ن R ر
H ه Z ز
W و S س
, ء sy ش
Y ي ṣ ص
ḍ ض
-
xiii
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
iˉ ِاى ā ا A ا
Aw ا و á ا ى U ا
Ay ا ى ū ا و I اِ
C. Tāʼ Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:
1. Tāʼ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka
transliterasinya
adalah /h/.
Contoh:
Arab Indonesia
Ṣalāh صالة
Mirʼāh مراة
2. Tāʼ Marbūṭah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah
dan
dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Contoh:
Arab Indonesia
Wizārat al-Tarbiyah وزراة التبية
Mir’āt al-zaman مراة الزمن
3. Tāʼ Marbūṭah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah
/tan/tin/tun.
Contoh:
Arab Indonesia
Tan فجئةً
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sangat menjunjung tinggi keadilan dalam setiap aspek
kehidupan.
Keadilan merupakan ciri atau kunci ajaran Islam. Setiap kaum
muslimin
memperoleh hak dan kewajiban yang sama. Hak disini dimaknai
bahwa setiap
muslim akan mendapatkan keadilan hukum yang sama. Keadilan telah
tersurat
dalam landasan hukum Islam baik Al-Qur`an maupun hadis. Keadilan
kehidupan
sosial, politik, keamanan dan lainnya.
Dalam menegakkan keadilan hakim sangatlah penting, Hakim
merupakan
seseorang yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur
undang-undang,
seseorang yang memutus sesuatu perkara secara adil berdasar atas
bukti-bukti dan
keyakinan yang ada pada dirinya sendiri. Dalam kekuasaan
kehakiman hakim
biasanya dihadapkan dengan berbagai hal yang dapat
memperngaruhi
keputusannya nanti. Dengan demikian jabatan seorang hakim
sangatlah penting
karena memutuskan sesuatu perkara bukanlah mudah. Ia sangat
harus berhati-hati
menjatuhkan hukum kepada yang bersalah sebab yang bersalah
terkadang
dibenarkan dan yang benar disalahkan.
Seorang hakim menjadi sangat rentan akan berbagai
penyimpangan
misalnya memutus seseorang yang bersalah kemudian dibenarkan
hanya karena
telah memberikan uang kepada hakim tersebut.
Segala sesuatunya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah
SWT.
Oleh sebab itu dalam Islam jabatan hakim dapat perhatian khusus
dengan ayat-
ayat Al-Qur`an yang membahas tentang jabatan hakim ini.2
Al-Quran hadir kepada manusia sebagai petunjuk yang
memecahkan
berbagai persoalan dalam berbagai aspek kehidupan dengan
meletakkan dasar-
2https://zkamiye.blogspot.com/2013/06/contoh-makalah-tentang-hakim-dalam_17.html.
28-8-2018. 3:27.
https://zkamiye.blogspot.com/2013/06/contoh-makalah-tentang-hakim-dalam_17.html
-
2
dasar umum yang dapat dijadikan landasan hidup yang abadi,
relevan untuk
segala zaman, dan dengan sendirinya membuat al-Qur`an aktual
pada setiap waktu
maupun tempat.3
Di antara tujuan diturunkan-Nya Al-Qur`an adalah untuk
menjadi
pedoman (hudan) bagi umat manusia dalam menata kehidupan mereka,
serta
menjadi penjelas (tafshil) terinci tentang hukum dan segala
sesuatu yang
diperlukan umat manusia dalam mengatur kehidupan mereka.4
Ayat-ayat al-Qur`an yang mengatur perihal hubungan antara
manusia
dengan Allah (habl min Allah) disebut dengan istilah ayat-ayat
hukum ibadah.
Sedangkan ayat-ayat yang mengatur perihal hubungan antara sesama
manusia
(habl min al-nas) disebut dengan ayat-ayat hukum muamalah.
Keberadaan ayat-
ayat hukum ibadah yang dapat dinyatakan telah merakyat
ditengah-tengah
masyarakat, akan tetapi ayat-ayat hukum tentang muamalah tampak
belum akrab.
Bahkan hukum muamalah jarang dibahas dimasyarakat secara luas.
Padahal al-
Qur`an tidak pernah mendiskreditkan antara kelompok ayat yang
satu dengan
kelompok ayat yang lain.
Al-Qur`an juga sangat mementingkan peranan hukum bagi
kemaslahatan
umat manusia di dunia dan diakhirat.5 Al-Quran yang merupakan
petunjuk Allah
swt. didalam Al-Qur`an menyelesaikan setiap permasalahan,
seperti didalam al-
Qur`an Allah merintahkan menegakkan keadilan seorang hakim
misalnya dapat
dilihat Q.S. al-Māidah /5: 49 , dan Q.S. al-Nisā’ /4: 105
3 Manna al-Qattan, pengantar s tudi al-Qur`an terj. Annur Rofiq
El-Mazni (Jakarta
Timur: Pustaka al-Kautsar, 2010), 15.
4Lomba Sultan, Penegakan Keadialan Hakim dalam Prespektif
Al-Quar`an (Jurnal A-
Qadau Volume 1 Nomor 2/2014),. 1. 5Moh. Amin Suma, Pengantar
Tafsir Ahkam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
1-3
-
3
dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut
apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka.
dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan
kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.
jika mereka
berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka
ketahuilah bahwa
Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah
kepada
mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan
Sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S.
al-Māidah:49)6
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa
yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu
menjadi
penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang
khianat. (Q.S. al-Nisā`: 105).7
Haruslah menjadi pegangan bagi hakim di dalam menyelesaikan
pihak-
pihak yang berperkara, demi tegaknya kebenaran dan keadilan.
Penegakan
6Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 116. 7Ibid. 95.
-
4
kebenaran dan keadilan, tentunya membutuhkan suatu institusi,
yaitu lembaga
peradilan.8
Sistem peradilan merupakan salah satu pilar penyangga bagi
berlangsungnya roda pemerintahan disuatu negara. System
peradilan yang
tangguh akan melahirkan pemerintahan berwibawa yang dipatuhi
oleh rakyat dan
disegani negara-negara lain. Sebab, system peradilan berkaitan
erat dengan
penjagaan terhadap hak hak rakyat dan penegakan hukum di suatu
negara.
Dalam pandangan islam penyelenggaraan peradilan adalah tugas
dan
kewajiban yang paling mulia. sebab, penyelenggaraan peradilan
merupakan
instrumen untuk menerapkan dan menegakkan hukum-hukum allah swt,
bagi
setiap warga dan penguasa negara. Qadhi atau hakim sebagai
aparat yang akan
menjalankan peradilan.9
Untuk menyelenggarakan pemerintahan Islam yang adil, damai dan
aman ,
hukum harus ditegakan bagi siapapun yang melanggar dan tidak
pandang bulu
siapapun yang bersalah. Semua orang dipandang sama dihadapan
hukum sesuai
prinsip equality before the law dan jutice for all Setiap orang
yang bersalah mesti
dikenai sanksi yang sesuai dengan tingkat kesalahannya. Juga
setiap orang yang
bersalah selalu menerima dengan ikhlas.
Peradilan dan hakim adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Hakim
yang dalam Islam biasa dikenal dengan istilah qadhi adalah orang
yang diangkat
oleh kepala negara untuk menyelesaikan gugatan atau perselisihan
dalam
masyarakat. Hakim merupakan figur sentral dalam peradilan. Hakim
merupakan
unsur utama dan pertama peradilan. Pelaksanaan fungsi peradilan
dalam rangka
penegakan hukum dan keadilan, sangat ditentukan oleh sosok
hakimnya.
Fungsi tafsir sebagai kunci untuk mem bawa gudang simpanan
yang
tertimbun dalam Al-Qur`an sangat diperlukan karena fungsinya
yang esensial.
Maka tafsir sepantasnaya ditempatkan sebagai ilmu yang paling
tinggi
8Lomba Sultan, Penegakan Keadilan Hakim dalam Prespektif
Al-Quar`an Jurnal A-
Qadau Volume 1 Nomor 2/2014. 2.
9A. A. Humam Abdurrahman, Peradilan islam keadilan sesuai fitrah
manusia (Ciputat:
Wadi Press, 2014), 1-4.
-
5
derajatnya.10
Tafsir yang berarti upaya memahami, menjelaskan, dan
mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur`an, secara
peraktis
telah dimulai sejak Nabi SAW masih hidup dan beliau sebagai
mufassir pertama
bagi kitab Allah SWT.11
Dalam menafsirkan ayat Al-Qur`an, mufasir berpengaruh pada
faktor
lingkungan, yaitu segala sesuatu yang ada diluar individu,
termasuk didalamnya
system nilai budaya, pandangan hidup, dan idologi. Kemudian juga
sering kali
dipengaruhi oleh aliran dan faham mufasir,12
Pendekatan yang digunakan para murasir Al-Qur`an tidak akan
terlepas
dari pendekatan bi al-riwayāt atau bil-ma`tsūr, yakni
menafsirkan al-Qur`an
dengan menggunakan penjelasan-penjalasan Al-Qur`an itu sendiri,
sunnah nabi
dan riwayat-riwayat yang bersumber dari sahabat dan
tabi`in13
dan pendekatan
bir-ra`yi yaitu suatu ijtihad yang dibangun diatas dasar-dasar
yang benar serta
kaidah-kaidah yang lurus yang dipergnakan oleh mufasir yang
hendak
menafsirkan Al-Qur`an atau menggali maknanya.14
Kedua pendekatan biasanya
sering digunakan oleh para mufasir masa kini, salah satunya
tafsir al-Azhar karya
Hamka.
Berangkat dari persoalan tersebut penulis tertarik untuk
menghadirkan
salah satu mufassir yang merumuskan tentang hakim yang adil
menurut “Hamka”,
Dari uraian diatas hemat penulis maka ada perlu di adakannya
penelitian
ini suapaya kita semua tahu bagaimana penafsiran hamka terhadap
ayat-ayat yang
berhubungan dengan tema penelitian dan guna mendapatkan keilmuan
yang baru
mengenai hakim yang adil menurut hamka.
ketertarikan ini disebabkan karena Hamka salah satu mufasir
Indonesia
yang merupakan ulama besar dan juga pelopor gerakan islam. Oleh
karena itu
10
Manna Khalil Al-Qattan, Study Ilmu-ilmu Al-Qur`an, (Litera Antar
Nusa: Halim
Jaya.1972), 193. 11
Hasbi Ash-Shidiqi Tafsir an-nur , (Jakarta: Bulan Bintang,
1965), 193. 12
Basuni Faudah, Tafsir-tafsir Al-Qur`an, Perkenalan dengan
Metologi Tafsir,(Bandung :
Pustaka. 1407 H), 107-108. 13
Yusuf Qardhawi, Berintraksi dengan Al-Qur`an, (Jakarta: Gema
Insani, 1999), 295. 14
Ibid. 297.
-
6
pada penelitian ini penulis ingin mengungkap bagai pemikiran
hamka terhadap
hakim yang adil dalm tafsirnya (tafsir al-Azhar)?.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
masalah
sebagai berikut :
1. Apa saja ayat-ayat hakim yang adil dalam Al-Qur`an?
2. bagaimana penafsiran buya hamka terhadap ayat-ayat Al-Qur`an
tentang
hakim yang adil dalam tafsir al-Azhar?
C. Batasan Masalah
Batasan Masalah dibutuhkan untuk memberi batasan pembahasan
dalam
penelitian, sehingga objek tertentu akan dapat diteliti secara
lebih spesifik dan
mengena. Untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh dan jelas,
serta terhindar
dari interpretasi yang meluas, maka penulis menspesifikasi
pembahasan tentang
gambaran umum tentang Hakim sesuai dengan sub-sub tema yang akan
penulis
kaji, ayat-ayat apa saja yang berkaitan dengan hakim dalam
Al-Qur’an dan konsep
hakim yang adil dalam Al-Qur’an.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang akan menkjadi
tujuan
penelitian di atas adalah:
1. Mengetahui ayat-ayat Al-Qur`an hakim yang adil.
2. Mengetahui secara mendalam hakim yang adil yang telah di
gambarkan
dalam Al-Qur`an menurut Hamka.
Dari hasil penelitian ini, penulis berharap agar hasil
penelitian ini dapat
mencapai kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis, yaitu:
a. Secara teoritis
-
7
1. Diharapkan menjadi sumbangan informasi guna membangun
ilmu
pengetahuan agama, khususnya dibidang pengembangan
masyarakat
islam, dalam memahami Al-Qur`an mengenai hakim yang adil.
2. Menambah sumbangan pemikiran bagi para hakim untuk
menerapkan
menjadi hakim yang adil dalam islam.
b. Secara praktis
1. Sebagai tambahan ilmu agama islam (ilmu Al-Qur`an dan
tafsir), dan
wawasan bagi peneliti, sarjana muslim, dan ummat islam islam
secara
umum, mengeai hakim yang adil menurut Al-Qur`an yang dijelaskan
oleh
Buya Hamka dalam tafsir al-Azhar.
2. Menambah keimanan ummat islam, terhadap kebenaran Al-Qur`an
yang
dapat menyelesaikan permasalahan yang ada pada ummat islam.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah analisis terhadap berbagai penelitian
terdahulu
yang relevan dengan permasalahan yang teliti. Melalui tinjauan,
penulis dapat
menunjukkan tingkat urgen suatu penelitian.15
Setelah di lakukan tinjauan pustaka, ternyata belum ada
penelitian atau
penulisan yang secara komprehensif membahas tentang hakim yang
adil dalam al-
Qur’an.
Namun, penulis menemukan berbagai penelitian tentang hakim dan
adil
secara terpisah, dan lebih membahas kepada pendidikan seperti
penelitian dalam
buku, jurnal dan skripsi berikut :
Journal tentang “Penegakan Keadilan Hakim Dalam Prespektif
Al-Qur`an”
yang ditulis oleh Lomba Sultan, jurnal ini lebih menekankan
ayat-ayat al-Adl dan
al-Qist yang mana seseorang tidak boleh berat sebelah. Tidak
boleh memihak
antara satu dengan lainnya, atau harus menyamakan antara satu
dengan yang
15
Dalman, Menulis Karya Ilmiah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2014), 207.
-
8
lainnya tanpa ada tebang pilih diantara mereka. Adapun penegakan
kebenaran
dan keadilan hakim menurut Al-Quran yang membahasnya.16
Selanjutnya skripsi tentang “Etika Profesi Hakim Perspektif
Hukum Islam
(Studi Analisis Terhadap Kode Etik Profesi Hakim)”, yang ditulis
oleh Sulityo
Adi Rukmono, skripsi tersebut menyinggung bagaimana hakim
mengambil
keputusan yang benar dan adil dan laranagan penyalahgunaan
terhadap profesi
hakim, yang seharusnya dengan penguasaan dan penerapan hukum
yang dapat
menyelenggarakan dan keadilan di masyarakat. Adapun pendekatan
tang
dilakukan dengan pendekatan fiqh.17
Selanjutnya buku tentang “Peradilan Islam (Keadilan Islam Sesuai
Fitrah
Manusia)”, yang ditulis oleh A. A. Humam Abdurrahman, buku ini
menjelaskan
system peradilan dalam islam dan tata cara mengadili.18
Selanjutnya buku “Peradilan Islam”, yang ditulis oleh Muhammad
Salam
Madkur, buku ini merupakan buku fiqh yang menjelaskan
pengangkatan dan
pemecatan hakim, tanggung jawab hakim dan putusan hakim.19
Adapun yang membedakan karya ilmiah di atas dengan penelitian
penulis
yaitu, penulis fokus pada penelitian hakim yang adil dalam
al-Qur`an yang
ditafsirkan oleh Buya Hamka.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan metodologi
penelitian
kepustakaan (Library Risearch). Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian
ini adalah sebagi berikut :
1. Teknik pengumpulan data
16
Lomba Sultan, Penegakan Keadialan Hakim dalam Prespektif
Al-Quar`an (Jurnal A-
Qadau Volume 1 Nomor 2/2014), 1-11. 17
Sulityo Adi Rukmono, Etika Profesi Dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi Analisis
Terhadap Kode Etik Profesi Hakim), Skripsi (Lampung: IAIN Raden
Intan Lampung, 2017), 1-92 18
A. A. Humam Abdurrahman, Peradilan islam keadilan sesuai fitrah
manusia (Ciputat:
Wadi Press, 2014), 1-189. 19
Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam (Surabaya:PT. Bina
Ilmu, 1993),
1-160.
-
9
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan
penelitian
kepustakaan (Library Research), yang menyajikan sistematik
datayang
berkenaan dengan permasalahan yang diperoleh berdasarkan
tela’ah
teradap buku-buku literatur-literatur yang berkaitan dengan
masalah yang
akan dibahas. Data tersebut akan diperoleh dari sumber-sumber
data, yaitu
buku-buku literature yang bersahasil dikumpulkan sebagai data
tambahan.
Adapun teknik pengumpulan data yang akan ditempuh adalah
sebagai berikut:
a) Mengumpulkan ayat-ayat tentang Hakim
b) Mempelajari dan menelaah ayat-ayat tersebut, kemudian
mengklasifikasikannya menjadi bagian-bagian yang akan
dikaji.
c) Mengumpulkan dan mempelajari ayat-ayat literature yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas. Sumber utamanya yaitu
kitab tafsir al-Azhar yang dikarang oleh Prof. DR. Hamka,
dan
mengunakan kitab-kitab dan ilmu-ilmu tafsir, serta buku-buku
yang ada kaitannya dengan pembahasan di atas.
d) Mengkaji dan menganalisis masalah yang akan dibahas.
e) Membuat kesimpulan-kesimpulan
2. Sumber data
Dikarenakan penelitian ini menyangkut ajaran islam, maka
sumber
data yang pertama adalah primer (Data pokok) yaitu kitab Tafsir
al-Azhar,
yang mana akan dipilih beberapa ayat yang bersangkutan
dengan
permasalahan penulisan ini. Ada juga beberapa hadits yang
akan
ditampilkan dan diterjemahkan sesuai objek ini, manakah antara
sumber
sekunder yang dirujuk sebagi pendukung dalam penyelesaian
masalah ini
adalah buku-buku dan referensi lain yang mempunyai kaitan
eleven
dengan permasalahan yang dibahas.
3. Analisis penelitian
Penelitian ini mencakup pemikiran tokoh dalam
karya-karyanya,
sehingga membutuhkan kejelian dalam menganalisa karya yang
mereka
tulis khususnya tafsir yang penulis gunakan dalam penelitian
ini. Sebuah
-
10
karya yang di tulis seseorang pasti mempunyai hubungan erat
dengan latar
belakang pendidikan, lingkungan, dan kondisi social yang
melingkupinya
saat itu.
Untuk itu penulis menggunakan metode deskripsi dimana
peneliti
menguraikan secara teratur konsepsi pemikiran dari tokoh,
termasuk
didalmnya adalah biografi dari tokoh tersebut.
Mengenai metode tafsir yang digunakan, penulis menggunakan
metode tematik atau metode tafsir maudhu’i dengan
langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji
secara
maudhu’i (tematik)
2) Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan
masalah
yang telah ditetapkan, ayat makiyyah dan madaniyah.
3) Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi
masa
turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya
ayat
atau asbabun nuzul.
4) Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam
masing-
masing suratnya.
5) Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas,
sistematis,
sempurna, dan utuh.
6) Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila
dipandang
perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan
semakin
jelas.
7) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh
dengan
cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian yang
serupa.20
20
Abd. Al-hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy, di terjemahkan
dari buku aslinya
yang berjudul “Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’iy” oleh Suryan
A Jamrah, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1996), 45-46.
-
11
G. Sistematika penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, maka penulis menyusun
sistemaka
penulisan sebagai berikut:
Bab satu pendahuluhan, berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah,
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori,
metode penelitian, sistematika pembahasan.
Bab dua, berisi tentang biografi hamka; riwayat hidup, riwayat
pendidikan
social dan politiknya serta karya-karyanya, karakteristik tafsir
al-Azhar; bentuk
tafsir metodologi tafsir dan corak tafsir.
Bab tiga, berisi tentang makna hakim yang adil dan ayat-ayat
tentang
hakim yang adil; pengertian hakim, pengertian adil, etika-etika
hakim yang adil,
ayat-ayat hakim yang adil dalam tafsir al-Azhar.
Bab empat, bersi tentang penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat
etika hakim
yang adil dalam tafsir al-Azhar dan analisis kandungan ayat
tentang hakim yang
adil dalam tafsir al-Azhar.
Bab lima,penutup yang berisi tentang kesimpulan, saran-saran,
dan daftar
pustaka.
-
12
BAB II
MENGENAL HAMKA DAN TAFSIR AL-AZHAR
A. Biografi Hamka
Hamka lahir di Maninjau, Sumatra Barat, 16 Februari 1908
Jakarta, dan
wafat pada 24 Jul 1981. Seorang ulama terkenal, penulis
produktif, dan mubalig
besar dan yang berpengaruh di Asia Tenggara, ia adalah putra H
Abdullah Karim
Amrullah, tokoh pelopor gerakan Islam Kaum Muda di Minangkabau.
Nama
sebenarnya Abdul Malik Karim Amrullah. Sesudah menunaikan ibadah
haji pada
1927, namanya mendapat tambahan “Haji” sehingga mendapat
tambahan Haji
Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat Hamka.
Hamka hanya sempat masuk sekolah desa selama 3 tahun dan
sekolah-
sekolah agama di Padang Panjang dan parabek (dekat Bukit tinggi)
kira-kira
3tahun.21
Karena bakat dan otodidaknya yang kuat, ia dapat mencapai
kemampuan dalam berbagai bidang. Bakatnya dalam bidang bahasa
menyebabkan
ia dengan cepat menguasai bahasa Arab sehigga ia dapat membaca
dengan luas
termasuk berbagai terjemahan dari tulisan-tulisan barat.22
Di usia yang masih belia Hamka sudah melalangbuana, pada tahun
1924 ia
berangkat ke Yogyakarta dan mulai mempelajari pergerakan Islam
yang mulai
marak. Hamka mengikuti pergerakan Islam dari HOS Tjokroaminoto,
H.
Fachrudin , RM Suryopranoto dan iparnya sendiri Buya AR St
Mansur yang
waktu itu ketua Muhammadiyah cabang pekalongan.23
Di kota ini ia bertemu
dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah setempat. Pada bulan juli 1925,
ia kembali
ke padangpanjang dan turut mendirikan Tablig Muhammadiyah di
rumah ayahnya
21
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet 4, Jilid
2(Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997), 75. 22
Departemen Agama RI Direhtorat Jendral Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam
Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan tinggi Agama
IAIN Jakarta, Ensiklopedi
Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993), 344. 23
Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling
Berpengaruh di
Indonesia, cet 1, (Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara,
2003), 63
-
13
di Gatangan, Padangpanjang. Sejak itulah ia berkiprah dalam
organisasi
Muhammadiyah.24
Tiga tahun setelah berada di jawa, pada tahun 1927, ia berangkat
ke
Mekah Untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama 6 bulan.
Dari
pengalaman naik haji inilah Hamka menulis sebuah novel yang
terkanal berjudul
“Di Bawah Lindungan Ka`bah “ yang diterbitkan oleh Balai Pustaka
tahun 1938.
Pada tahun 1928 ia menjadi peserta Muktamar Muhammadiyah di
Solo,
sepulang dari Solo ia memangku beberapa jabatan, mulai dari
ketua bagian Taman
Pustaka, kemudian ketua Tabligh, sampai menjadi ketua
Muhammadiyah Cabang
Padang panjang. Pada tahun 1930, ia diutus oleh pengurus Cabang
Padangpanjang
untuk mendirikan Muhammadiyah di Bengkalis. Pada tahun 1931, ia
diutus oleh
pengurus pusat Muhammadiyah ke Makassar (kini Ujungpandang)
untuk menjadi
mubalig Muhammadiyah dalam rangka menggerakkan semangat
untuk
menyambut Muktamar Muhammadiyah ke-21 (Mei 1932) di Makassar.
Pada
tahun 1934, ia kembali ke Padangpanjang dan diangkat menjadi
Konsul
Muhammadiyah Sumatera Tengah.
Pada tahun 1953, Muktamar Muhammadiyah ke-32 di Purwoketo,
ia
terpilih menjadi anggaota pimpinan pusat Muhammadiyah dan sejak
itu ia selalu
terplih menjadi muktamar. Pada tahun 1971, Muktamar Muhammadiyah
di
Makassar, karena merasa uzur, ia memohon agar tidak dipilih
kembali, tetapi
sejak itu pula diangkat menjadi penasihat pimpinan pusat
Muhammadiyah sampai
akhir hayatnya.25
Pada tanggal 27 Januari 1964, ia ditangkap oleh alat Negara.
Dalam
tahanan Orde Lama ini ia menyelesaukan Tafsir Al-Azhar (30 juz).
Dan ia keluar
dari tahanan setelah Orde Lama tumbang.
24
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet 4, Jilid
2(Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997), 76. 25
Ibid, 76
-
14
Pada tahun 1975, ketika Majlis Ulama Indonesia (MUI) berdiri ia
terpilih
menjadi ketua umum pertama dan terpilih kembali untuk periode
kepengurusan
kedua pada tahun 1980.26
Kebaikan Buya Hamka ialah kemampuannya menjadikan dirinya
sebagai
orang yang bermanfaat bagi orang lain sebagaimana ia menghargai
dirinya. Buya
Hmka adalah orang yang optimis karena ia percaya bahwa semua
orang pada
dasarnya baik dan punya kemungkinan untuk menjadi lebih baik.
Dengan modal
itu pula ia mampu memperkenalkan dunia agama pada dunia sastra,
sehingga
keduanya merasa akrab, melaui karya roman dan cerita pendek yang
ditulisnya
dimasa muda. Dengan berpegang pada perinsip yang ia pegang
bersikap untuk
berbuat apa adanya tanpa harus takut kepada siapapun. Sikap
tegas dalam
mempertahankan sikap dan perinsip terbukti saat ia mundur dari
ketua MUI
karena tetap mempertahankan fatwa haram menghadiri natal bersama
bagi umat
Islam.
Kian lama kepiawaiannya sebagai pengarang, pujangga dan filosof
Islam.
Semakin diakui orang. Karena keluasan ilmunya itulah, ia
diangkat pemerintah
menjadi anggota Badan Pertimbangan Kebudayaan dari kementerian
PP dan K
dan menjadi guru besar pada perguruan Tinggi Islam dan
Universitas Islam di
Makassar serta menjadi penasehat di kementerian Agama RI.
Disamping
mempelajari kesasteraan Melayu kelasik, Hamka juga
bersungguh-sungguh
mempelajari kesasteraan arab, karena ia menguasai bahasa dengan
baik. Sehingga
Slamet Mulyana, pengamat sastra Indonesia menyebut Hamka sebagai
Hamzah
Fansuri zaman baru.27
Karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan
bahasa
Indonesia yang indah itu, maka pada permulaan tahun 1959 Majelis
Tinggi
University Al-Azhar Kairo memberikan gelar ustaziyah Fakhiriyah
(Doctor
Honoris Causa) kepada hamka. Sejak itu berhaklah beliau memakai
titel Dr. di
26
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet 4, Jilid
2(Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997), 77 27
Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling
Berpengaruh di
Indonesia, cet 1, (Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara,
2003), 65-66
-
15
pangkal namanya. Dan pada sabtu 06 juni 1974 dapat gelar Dr.
kesusateraan di
Malaysia.28
Hamka akhirnya tutup usia di Jakarta, 24 Juli 1981 pada usia 73
tahun.
B. Pemikiran dan Karya-Karyanya
Bakat tulis menulis tampaknya telah dibawanya sejak kecil yang
diwarisi
dari ayahnya, yang selain tokoh ulama juga penulis, terutama
dalam majalah Al-
Munir. Pada usia 17 tahun, sekitar tahun 1925, ia menerbitkan
bukunya yang
pertama, Khatibul Ummah, yang berarti Khatib dan Ummat. Kisah
perjalanan naik
haji ke tanah suci ditulisnya dalam surah kabar pelita
Andalas.
Pada tahun 1928, ia menerbitkan majalah kemajuan zaman, tahun
1932 ia
terbitkan pula majalah Al-Mahdi. Kedua majalah tersebut bercorak
kesastraan dan
keagamaan. Pada tahun 1936-1943 ia menjadi ketua redaksi majalah
pedoman
maasyarakat di Medan dan pada tahun 1959 ia menerbitkan majalah
Panji
Masyarakat, yang kemudian dilarang terbit pada tahun 1960 karena
menentang
politik Sukarno. Bahkan ia ditangkap dan buku-bukunyapun
dilarang beredar.
Sebagai penulis banyak buku yang dikarangnya meliputi sejarah,
filsafat, novel,
dan masalah-masalah Islam.29
Ketika tahun 1935 ia pulang ke Padang Pajang, ia sangat
produktif
menulis. Karya tulis hamka yang mencapai 113 buah buku lebih
meliputi berbagai
bidang; kesusasteraan, sejarah, otobiografi, politik, tasawuf
dan agama. Buku-
buku yang dikarangnya antara lain:
1. Tahun 1935 Khatbul Ummah
2. Tahun 1927 dia berangkat ke Mekkah sambil menjadi koresponden
Pelita
Andalas di Medan. Pulang dari Mekkah ia menjadi penulis di
majalah
seruan Islam, di Tanjung Pura.
28
Hamka, Tasawuf Modere, (Singapore: Kerjaya Printing Industries
Pte Ltd, 2003), h. 11 29
Departemen Agama RI Direhtorat Jendral Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam
Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan tinggi Agama
IAIN Jakarta, Ensiklopedi
Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993), h. 344.
-
16
3. Langkat dan pembantu dari Bintang Islam dan Suara
Muhammadiyah
Yogyakarta.
4. Tahun 1928, ia menerbitkan buku romannya yang pertama dalam
bahasa
Minangkabau dengan judul Si Subariah. Tahun itu juga ia
memeimpin
majalah Kemauan Zaman dan terbit hanya beberapa nomor.
5. Pada tahun 1929 ia mengarang buku dengan judul Agama dan
Perempuan,
Pembela Islam (Tarikh Abu bakar). Ringkasan Tarikh Ummat Islam,
Adat
Minangkabau dan Agama
6. Tahun 1930 ia menjadi penulis di surat kabar pembela islam
bandung dan
mulai berkenalan dengan M. Nasir dan Ahmad Hasan dll. Tahun 1932
ia
mengajar di makassar dan sempat menerbitkan majalah Almahdi.
Tahun
itu juga bukunya laila majnun di terbitkan oleh balai
pustaka.
7. Tahun 1935 ia kembali kepadang dan tahun 1936 – 1943 ia
menerbitkan
mingguan islam yang cukup terkenal, yaitu “pedoman
masyarakat”.
8. Tahun 1943 saat jepang masuk ke indonesia Hamka banyak
menerbitkan
buku dan karangannya dalam lapangan agama dan filsafat, tasawuf
dan
roman, antara lain karangannya, yang sangat terkenal yaitu:
tenggelamnya
kapal Vanderwijck (1937), di dalam lindungan ka’bah (1936),
merantau ke
delhi (1940), terusir, keadilan ilahi, dll.
9. Karanganya di bidang agama dan filsafat yaitu diterbitkannya
buku
tasawuf modern, yang semula berasal dari artikel keagamaan di
majalah
pedoman masyarakat, medan, filsafat hidup, lembaga hidup,
pedoman
mubaliq islam dll.
10. Setelah pecah perang revolusi ia pindah ke sumatra barat dan
ia
menerbitkan buku-buku lainnya seperti revolusi pikiran, refolusi
agama,
adat minang kabau. Menghadapi refolusi, negara islam, sesudah
naskah
renville, muhamadiyah melalui tiga zaman, dari lembah cita-cita
merdeka,
islam dan demokrasi (1946).
11. Pada tahun 1950 Hamka pindah kejakarta, dan menerbitkan
karangannya
yaitu: ayahku (1950), kenang-kenangan hidup, perkembangan
tasawuf dari
-
17
abat ke abat, riwayat perjalanan ke negri-negri Islam, di tepi
sungai nil, di
tepi sungai dajlah, mandi cahaya di tanah suci, empat bulan di
amerika.
12. Tahun 1955 terbit bukunya pelajaran agama islam (1956),
pandangan
hidup muslim, sejarah hidup jamaluddin al-afgani (1965), dan
sejarah
umat islam.
13. Pada tahun 1962 hamka mulai menafsirkan tafsir al-Azhar buku
ini terdiri
dari tiga puluh jilid sesuai dengan jumlah juz al-Qur’an, tafsir
ini sebagian
besar ia selesaikan ketika di penjara selama 2 tahun 7 bulan,
tafsir ini
rampung tahun 1969.30
C. Latar Belakang penulisan Tafsir Al-Azhar
Dalam kata pengantar, (Tafsir Al-Azhar) Hamka menyebut beberapa
nama
yang ia anggap berjasa bagi dirinya dalam mengembangkan keilmuan
keislaman
yang ia miliki. Nama-nama tersebut merupakan orang yang memberi
motivasi
untuk segala karya cipta dan dedikasinya tehadap pengembangan
dan
penyebarluaskan ilmu-ilmu keislaman, tidak terkecuali karya
tafsirnya. Nama-
nama tersebut selain disebut Hamka sebagai orang tua dan
saudara-saudaranya,
juga disebut sebagai guru-gurunya. Nama-nama itu antara lain,
ayahnya yang
merupakan gurunya sendiri, Dr.Syaikh Abdulkarim Amrullah, Syaikh
Muhammad
Amrullah (kakek), Abdul Salih (kakek bapaknya).31
Tafsir Al-Azhar karya Hamka ini di tulis dalam bahasa Indonesia
atau
Melayu. Disebut bahasa melayu karena para ahli bahasa Indonesia
telah
merumuskan pada kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan
bahwa bahasa
Indonesia itu adalah berasal dari bahasa Melayu.32
Tafsir ini ditulis bukan tanpa tujuan, terbukti Hamka
menuliskannya dalam
pendahuluan tafsirnya bahwa ditulisnya tafsir ini adalah
bangkitnya minat
30
Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling
Berpengaruh di
Indonesia, cet 1, (Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara,
2003), 63-64
31https://andiuripurup.wordpress.com/2013/06/06/tafsir-al-azhar-karya-
prof-dr-hamka/ diakses pada tanggal 7/7/2019 pukul 19:34 32
Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar,
Zuz 1 (Pustaka Nasional PTE LTD Singapura), 3.
https://andiuripurup.wordpress.com/2013/06/06/tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/https://andiuripurup.wordpress.com/2013/06/06/tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/
-
18
angkatan muda Islam di tanah air Indonesia untuk mengetahui isi
Al-Qur`an di
zaman sekarang, padahal mereka tidak mempunyai kemampuan dalam
berhasa
Arab.
Kemudian muballigh dan ahli dakwah, banyak dan sedikit
mengetahui
bahasa Arab namun kurang pada pengetahuan umumnya, sehingga
merekapun
sedikit canggung menyampaikan dakwahnya. Padahal merekapun
mempunyai
kewajiaban memiliki pengetahuan yang luas daripada para
muballigh dahulu.
Dahulu seorang muballigh menyampaikan dakwahnya niscara mereka
terima,
namun sekarang muballigh menghadapi bangsa yang sudah mulai
cerdas. Ketika
mereka mendapat keterangan- keterangan yang didasarkan agama
yang menurut
mereka tidak masuk akal, mereka sudah berani membantahnya, jika
mereka diberi
keterangan dengan Al-Qur`an langsung ia dapat memahaminya. Maka
“Tafsir” ini
dapat menolong bagi mereka untuk menyampaikan dakwah itu.33
D. Gambaran Sekilas Tafsir Al-Azhar
1. Bentuk Fisik
Tafsir Al-Azhar merupakan Tafsir yang disusun sebanyak 30
Jilid,
yang masing-masing jilid mewakli 1 Juz dalam Al-Qur’an. Dari
setiap jilid,
jumlah halaman dan ketebalan tidak sama. Terdapat beberapa jilid
yang sangat
tebal hingga lebih dari 400 halaman seperti Juz 1, Juz 5, Juz 10
dan lainnya.
Namun beberapa di antaranya juga sangat tipis, kurang dari 250
halaman
seperti Juz 20, 27, dan lain sebagainya.
Tafsir ini mula-mula dicetak pada tahun 1966 dan yang berada
pada
tangan penulis saat ini adalah cetakan tahun 2008 oleh Citra
Serupun Padi.
Yang berbeda dari Tafsir ini adalah bentuk penjilidan dari semua
cover
cetakan. Berbeda dengan beberapa kitab tafsir karya ulama-ulama
pada
umumnya yang menggunakan cover tebal (keras), tafsir ini (dari
Pustaka
Panjimas) memiliki cover yang biasa dan mudah terlipat, sehingga
terkesan
minim biaya.
33
Ibid, 4.
-
19
Tafsir ini memiliki lembaran halaman yang bagus, namun
tergolong
standar jika dibandingkan dengan banyak karya tafsir yang
dicetak ulang pada
saat ini. Seperti Tafsir Ibnu Katsir cetakan terbaru, Tafsir
Al-Mishbah, Tafsir
Jalalain, dan lain sebagainya. Selain itu, perekat antara
lembaran kertas
dengan kertas cover sangat rentan sekali untuk terlepas.
Sehingga penulis
dengan sengaja mengukuhkan bukunya dengan stadler (hekter)
besar.
2. Isi Tafsir
Tafsir Al-Azhar ditulis dalam bahasa Indonesia dengan gaya
sastra
melayu. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa karya
tafsir ini
juga dicetak oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura dan
Brunei. Tafsir ini banyak mengandung sajak dan syair serta
berbagai pantun
melayu. Sebagai contoh, apa yang Hamka tuangkan dalam Tafsir
Al-Azhar
pada Juz III saat menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 265 :
“Artinya ialah senantiasa Allah melihat bagaimana kita yang
mengakui beriman, memelihara kebun jiwa kita supaya
senantiasa
subur; karena kalau tanaman yang ditanam tidak mau tumbuh,
janganlah segera tanaman itu yang disalahkan, mungkin tanah
tempat
menanam tidak terpelihara, sebagai pantun orang tua-tua :
Bukit Bunian panjang tujuh,
Dilipat lalu panjang lima,
Bukan tanaman segera tumbuh,
Bumi yang segan menerima …”
Selain itu, dalam Tafsir Al-Azhar juga terdapat berbagai
kosakata-
kosakata yang sudah termasuk kelompok kata yang tidak lagi
menjadi kata
baku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada KBBI. Penerbit
tetap
membawakan Tafsir Al-Azhar dengan gaya bahasa penulis aslinya,
supaya
berbagai macam pelajaran, makna dan petuah di dalamnya tetap
terjaga.
Hamka selalu membawakan pengantar tafsir di setiap jilid Tafsir
Al-
Azhar, yang cukup membantu pembaca dalam memahami kembali tafsir
dari
jilid sebelumnya tanpa harus membukanya serta membantu pembaca
dalam
menghubungkan antar surat dalam penafsiran melalui pengantar
yang cukup
singkat.
-
20
Kelebihan dari Tafsir Al-Azhar ini adalah pembawaannya yang
mudah
sehingga dapat dimengerti oleh masyarakat umum, baik dari
kalangan pelajar
ataupun cendikiawan. Meskipun begitu, bahasanya juga tidak
menjemukan
dan terlalu kaku sehingga membuat orang menjadi bosan karenanya.
Tidak
banyak mengandung pendapat-pendapat ulama lain serta
menghubungkan
dengan realita kehidupan yang aktual di tengah masyarakat.
Akan tetapi, adapun yang menjadi kekurangangannya adalah
sangat
minimnya riwayat yang menyertakan sanadnya secara lengkap,
sehingga amat
sukarlah bagi para pelajar dan peneliti untuk merujuk kembali
hadits atau atsar
serta riwayat-riwayat lain yang Hamka sampaikan dalam tafsirnya
demi
memeriksa derajat riwayat yang beliau sampaikan. Sebagaimana
yang tertuang
dalam Tafsir Al-Azhar Juz III halaman 152, tak satupun di antara
hadits dan
atsarnya yang sanadnya dijelaskan secara rinci.34
E. Metode Tafsir Al-Azhar
Tafsir Al-Azhar ini menggunakan metode Tahlili dalam menafsirkan
ayat-
ayat al-Qur’an. Tahlili adalah metode yang mufassirnya berupaya
untuk
menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai sisi
dengan
memperhatikan urutan ayatayat Al-Quran sebagaimana yang
termaktub dalam
mushaf.
Hal tersebut tampak jelas pada penafsirannya terhadap AlQuran
surat At-
Tariq ayat 11 sebagai berikut:
“demi langit yang mengandung hujan”.
34
https://www.academia.edu/31592265/Metode_Penafsiran_Tafsir_AlAzh
ar?auto=download diakses pada tanggal 7/7/2019, pukul, 3:21
https://www.academia.edu/31592265/Metode_Penafsiran_Tafsir_AlAzhar?auto=downloadhttps://www.academia.edu/31592265/Metode_Penafsiran_Tafsir_AlAzhar?auto=download
-
21
Hamka menafsirkan dengan: “Sekali lagi Allah bersumpah dengan
langit
sebagai makhluk-Nya: Demi langit yang mengandung hujan. Langit
yang
dimaksud di sini tentulah yang di atas kita. Sedangkan di dalam
mulut kita yang
sebelah atas kita namai “langit-langit”, dan tabir sutera
warna-warni yang
dipasang di sebelah atas singgasana raja atau di atas pelaminan
tempat mempelai
dua sejoli bersanding dinamai langitlangit jua sebagai alamat
bahwa kata-kata
langit itu pun dipakai untuk yang di atas. Kadang-kadang
diperlambangkan
sebagai ketinggian dan kemuliaan Tuhan, lalu kita tadahkan
tangan ke langit
ketika berdoa. Maka dari langit itulah turunnya hujan. Langitlah
yang menyimpan
air dan menyediakannya lalu menurunkannya menurut jangka
tertentu. Kalau dia
tidak turun kekeringanlah kita di bumi ini dan matilah kita.
Mengapa raj’i artinya
disini jadi “hujan”? sebab hujan itu memang air dari bumi juga,
mulanya menguap
naik ke langit, jadi awan berkumpul dan turun kembali ke bumi,
setelah menguap
lagi naik kembali ke langit dan turun kembali ke bumi. Demikian
terus-menerus.
Naik kembali turun kembali.
Mengenai penafsiran Hamka tersebut di atas. Dapat dipahami
bahwa
Hamka menggunakan metode analitis sehingga peluang untuk
memaparkan tafsir
yang rinci dan memadai menjadi lebih besar. Untuk menjelaskan
kata “langit”, ia
mengkomparasikannya dengan langit-langit yang terdapat dalam
rongga mulut
dan langit-langit yang terdapat pada pelaminan, dan bahkan
dengan langit-langit
yang terdapat pada istana raja. Kemudian ia menjelaskan bahwa
kata “langit”
terkadang juga dilambangkan sebagai ketinggian dan kemuliaan
Tuhan, dimana
manusia ketika berdoa ia mengadahkan tangannya ke arah atas
langit. Ia juga
menjelaskan mengapa kata raj’i pada ayat tersebut bermakna
“hujan”, karena
adanya pengulangan peristiwa atau kejadian yang menyebabkan
terjadinya hujan.
Oleh sebab itu, jelas bahwa Tafsir Al- Azhar menggunakan metode
tahlili.35
F. Corak Tafsir al- Azhar
35
Dewi Murni, Tafsir al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan
Metodologis) Jurnal
Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 33-35
-
22
“Tiap-tiap tafsir Al-Qur’an memberikan corak haluan daripada
peribadi
penafsirnya,” demikian Hamka mengawali paparannya tentang haluan
tafsir.
Dalam Tafsir al-Azhar-nya, Hamka, seperti diakuinya, memelihara
sebaik
mungkin hubungan antara naqal dan `aql antara riwayāh dan
dirayāh. Hamka
menjanjikan bahwa ia tidak hanya semata-mata mengutip atau
menukil pendapat
yang telah terdahulu, tetapi mempergunakan juga tinjauan dan
pengalaman
pribadi. Pada saat yang sama, tidak pula melulu menuruti
pertimbangan akal
seraya melalaikan apa yang dinukil dari penafsir terdahulu.
Suatu tafsir yang
hanya mengekor riwayat atau naqal dari ulama terdahulu, berarti
hanya
suatu textbook thinking belaka. Sebaliknya, kalau hanya
memperturutkan akal
sendiri, besar bahayanya akan terpesona keluar dari garis
tertentu yang digariskan
agama melantur ke mana-mana, sehingga dengan tidak disadari
boleh jadi
menjauh dari maksud agama.36
Masih dalam kerangka “Haluan Tafsir”, Hamka mengabarkan
bahwa Tafsir al-Azhar ditulis dalam suasana baru, di negara yang
penduduk
Muslimnya adalah mayoritas, sedang mereka haus akan bimbingan
agama haus
akan pengetahuan tentang rahasia Al-Qur’an, maka
perselisihan-perselisihan
mazhab dihindari dalam Tafsirnya. Dan Hamka sendiri, sebagai
penulis Tafsir,
mengakui bahwa ia tidaklah ta’ashshub kepada satu paham,
“melainkan sedaya
upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna dan lafaz bahasa
Arab ke
dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang buat
berpikir.”37
Masih dalam kerangka “Haluan Tafsir”, Hamka mengemukakan
ketertarikan hatinya terhadap beberapa karya tafsir. Di antara
karya tafsir yang
jelas-jelas ia menyatakan ketertarikan hati terhadapnya adalah
tafsir al-
Manār karya Sayyid Rasyid Ridha. Tafsir ini ia nilai sebuah
sosok tafsir yang
mampu menguraikan ilmu-ilmu keagamaan sebangsa hadis, fikih,
sejarah dan
36
Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar,
Zuz 1 (Pustaka
Nasional PTE LTD Singapura), 40.
37 Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir
Al-Azhar, Zuz 1 (Pustaka
Nasional PTE LTD Singapura), 40-41
-
23
lainnya lalu menyesuaikannya dengan perkembangan politik dan
kemasyarakatan
yang sesuai dengan zaman di waktu tafsir itu ditulis.
Selain tafsir al-Manār, tafsir al-Marāgi, al-Qasimi dan fi
Zhilal al-
Qur`an juga termasuk tafsir-tafsir yang Hamka saluti. Tafsir
yang disebut
terakhir misalnya, ia nilai sebagai satu tafsir yang munasabah
buat zaman ini.
Meskipun dalam hal riwāyāh ia belum (tidak) mengatasi al-Manār,
namun
dalam dirāyāh ia telah mencocoki pikiran setelah Perang Dunia
II. Secara jujur
Hamka mengatakan bahwa Tafsir karya Sayyid Quthub itu banyak
mempengaruhinya dalam menulis tafsir al-Azhar-nya.38
Corak penafsiran merupakan suatu warna, arah atau
kecendrungan
pemikiran atau ide yang mendominasi sebuah karya tafsir. Jadi
kata kuncinya
terletak pada dominan atau tidaknya sebuah pemikiran atau ide
tersebut. Tidak
menutup kemungkinan dalam sebuah tafsir memiliki banyak corak
karena setiap
mufasir memiliki kebebasan dalam mengekspresikan karyanya selama
itu tidak
melanggar rambu-rambu yang ditetapkan untuk menjadi seorang
mufasir.
Nashiruddin Baidan memagi corak tafsir dalam 3 kategori yaitu
umum, khusus
dan kombinasi.
Bila sebuah tafsir mengandung banyak corak (minimal tiga corak)
dan
keseluruhan tidak ada yang dominan karna porsinya sama, maka
inilah yang
disebut corak umum. Akan tetapi bila ada yang dominan, maka itu
yang disebut
corak khusus, jika yang dominan itu ada dua corak secara
bersamaan yakni kedua-
duanya mendapat porsi yang sama, maka ini yang disebut corak
kombinasi. Tafsir
al-Azhar karya hamka ini merupakan salah satu karya di bidang
tafsir yang
memiliki corak (adab ijma`i dan sufi) dimana keduanaya sama-sama
menonjol
dominan dalam tafsirnaya.39
38
Ibid, 41 39
Thoriq Fadli Zaelaini, Skripsi Konsep Keluarga Sakinah Menurut
Hamka (Studi atas
Tafsir al-Azhar), (IAIN SURAKARTA, 2017), 42-43
-
24
Corak yang mendominasi penafsiran Hamka adalah al-adab
al-ijtima’i,
dimana ia senantiasa merespon kondisi sosial masyarakat dan
mengatasi problem
yang timbul di dalamnya. Maka jelas ia memakai corak Adab
ijtima’i (sosial
kemasyarkatan). Yaitu penafsiran yang menerangkan
petunjuk-petunjuk ayat
Alquran yang berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat
dan berupaya
untuk menanggulangi masalah-masalah mereka dengan mengedepankan
petunjuk-
petunjuknya.40
Hal yang demikian misalnya dapat kita lihat pada penafsirannya
berikut
ini. Q.S. Al-Baqarah”159, sebagai berikut:
“Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab,
mereka
itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk)
yang dapat
mela'nati”,
“ Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang
telah
pernah kami turunkan, dari keterangan-keterangan dan petunjuk.”
(pangkal ayat
159). Keterangan-keterangan itu ialah tentang sifat-sifat rasul
akhir zaman yang
akan diutus Tuhan, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang demikian jelas
sifat-
sifatnya itu diterangkan, sehingga mereka kenal sebagaimana
mengenal anak
mereka sendiri. Dengan menyebut keterangan-keterangan, jelaslah
bahwa
40
Dewi Murni, Tafsir Al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan
Metodologis), Jurnal
Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 35
-
25
penjelasan ini bukan di satu tempat saja dan bukan satu kali
saja melainkan di
berbagai kesempatan. Dan yang dimaksud dengan petunjuk atau
hudan ialah
intisari ajaran Nabi Musa a.s, yang sama saja dengan intisari
ajaran Muhammad
saw, yaitu tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah SWT,
tiada
membuatnya patung dan berhala. Setelah Kami terangkan dianya
kepada manusia
di dalam Kitab. Artinya, segala keterangan dan petunjuk itu
jelas tertulis di Kitab
Taurat itu sendiri, dan sudah disampaikan kepada manusia,
sehingga tidak dapat
disembunyikan Lagi. “Mereka itu akan dilaknat oleh Allah dan
mereka pun akan
dilaknat oleh orang-orang yang melaknat.” (Ujung ayat 159)
Orang yang menyembunyikan keterangan-keterangan itu adalah
orang
yang tidak jujur, orang-orang yang curang yang telah melakukan
korupsi atas
kebenaran, karena mempertahankan golongan sendiri. Orang yang
semacam ini
pantaslah mendapat laknat Tuhan dan laknat manusia. Kecurangan
terhadap ayat
suci di dalam Kitab-kitab Tuhan, hanya semata-mata
mempertahankan
kedudukan, adalah satu kejahatan yang patut dilaknat.41
Penafsiran Hamka di atas menjelaskan kondisi masyarakat Yahudi
yaitu
umat Nabi Musa AS yang tidak percaya akan diutusnya Muhammad
sebagai nabi
pada akhir zaman, yaitu melakukan suatu kecurangan dan
ketidakjujuran dengan
menyembunyikan informasi tentang hal itu, yang nyata-nyata telah
disebutkan
dalam kitab mereka sendiri. Oleh karena itu,mereka sangat layak
dilaknat oleh
Allah dan manusia. Selanjutnya, Hamka menjelaskan sebagai
berikut:42
Ayat yang tengah kita tafsirkan ini adalah celaan keras atas
perbuatan
curang terhadap kebenaran. Sebab itu janganlah kita hanya
menjuruskan perhatian
kepada sebab turunnya ayat, yaitu pendeta Yahudi dan Nasrani
tetapi menjadi
peringatan juga kepada kita umat Muslimin sendiri. Apabila
orang-orang yang
dianggap ahli tentang Agama, tentang al-Qur`an dan hadis telah
pula
menyembunyikan kebenaran, misalnya karena segan kepada orang
yang berkuasa
41
Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar,
Zuz 1 (Pustaka
Nasional PTE LTD Singapura 2003), 358. 42
Dewi Murni, Tafsir Al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan
Metodologis), Jurnal
Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 36-37.
-
26
atau takut pengaruh akan hilang terhadap pengikut-pengikut
mereka, maka kutuk
yang terkandung dalam ayat ini pun akan menimpa mereka. Terutama
dari hal
Amar Ma’ruf Nahi Munkar, menganjurkan untuk berbuat yang baik
dan
mencegah daripada mungkar, menjadi kewajibanlah bagi orang-orang
yang telah
dianggap ahli dalam hal agama. Sabda Nabi SAW:
Artinya: Ulama-ulama adalah penjawat waris Nabi-Nabi. (Dirawikan
oleh
Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al- Baihaqi dari
Hadits Abu
Darda’).
Lantaran itu dalam Islam ulama mempunyai dua kewajiban,
yaitu
menuntut ilmu agama untuk mengajarkannya pula kepada orang yang
belum tahu,
sehingga diwajibkan bagi yang belum tahu itu bertanya kepada
yang tahu.
Kewajiban yang kedua menyampaikan atau mentablighkan. Ulama
dalam Islam
bukanlah hendaknya sebagai sarjana ayang duduk di atas istana
gading,
menjauhkan diri dari bawah dan melihat-lihat saja dari atas.
Lantaran itu maju
mundurnya agama di suatu negeri amat bergantung kepada aktif
tidaknya ulama di
tempat itu dalam menghadapi masyarakat. Kalau mereka telah
menyembunyikan
pula ilmu dan pengetahuan, keterangan-keterangan dan petunjuk,
kutuk dan laknat
Tuhanlah yang akan menimpa dirinya. Manusia pun mengutuk
pulalah, sehingga
kadang-kadang jika terdapat banyak di satu negeri, maka
bertanyalah orang
“Tidakkah ada ulama di sini ?.43
Penafsiran Hamka terhadap ayat tersebut mengarah kepada
pengecaman
keras terhadap orang Yahudi dan Nasrani yang bersikap hipokrit,
yaitu berpura-
pura tidak tahu akan kerasulan Muhammad sehingga mereka
menyembunyikan
hal itu, padahal sebenarnnya hal tersebut telah tercantum dalam
kitab mereka
sendiri, yang boleh jadi hal itu mereka lakukan karena
kekhawatiran akan
hilangnya pengaruh mereka atau hal yang lain. Kemudian kondisi
tersebut.
Hamka arahkan kepada kaum muslimin, terlebih kepada orang yang
ahli dalam
bidang AlQuran dan Hadis (Ulama), agar mereka tidak melakukan
hal yang sama,
43
Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar,
Zuz 1 (Pustaka
Nasional PTE LTD Singapura 2003), 360-361.
-
27
yaitu menyembunyikan kebenaran. Akan tetapi,hendaklah ia bangkit
atau berada
di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan arahan-arahan
pengajaran atau
petunjuk-petunjuk kepada kebenaran supaya mereka tidak mendapat
laknat dari
Allah swt, dan manusia. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa Tafsir
al-Azhar
menggunakan corak Adab Ijtima`i.
Dengan demikian, sangat tepat kalau ditegaskan kembali bahwa
Tafsir Al-
Azhar adalah salah satu tafsir yang memakai corak Adab Ijtima`i.
Sekalipun corak
ini melakukan penafsiran mengenai aneka macam persoalan yang
berhubungan
dengan kandungan ayat yang di tafsirkan seperti Filsafat,
Teologi, Hukum,
Tasawuf dan sebagainya. Namun penafsiran itu tidak keluar dari
coraknya yang
berupaya mengatasi problem-problem masyarakat, dan memotivasinya
untuk
memperoleh kemajuan duniawi dan ukhrawi menurut
petunjuk-petunjuk Al-
Quran.44
Berdasarkan penafsiran-penafsiran Hamka di atas, dapat
dikemukakan
bahwa sistematika penafsiran dalam Tafsir Al- Azhar adalah
sebagai berikut:
(1)ayat, (2) terjemahan (3) munâsabah, (4) tafsir ayat / kosa
kata (5) asbâb al-
nuzûl dan (6) kandungan ayat / kesimpulan.45
G. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Azhar
Beberapa kelebihan Tafsir al-Azhar adalah:
1. Berbahasa Indonesia. Sehingga tafsir ini mudah dipahami oleh
bangsa
Indonesia yang umumnya kesulitan membaca buku-buku berbahasa
Arab.
2. Penyeleksian terhadap hadits-hadits.
3. Tidak memasukkan unsur-unsur israiliyat. Kalaupun beliau
menuliskan
kisah-kisah israiliyat biasanya hanya untu disebutkan
kesalahannya.
Bahkan kisah yang datang dari sahabat pun akan beliau tolak jika
memang
beliau anggap tidak sesuai dengan Alquran atau pun hadits.
44
Dewi Murni, Tafsir Al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan
Metodologis), Jurnal
Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 38-39 45
Ibid, 40
-
28
Beberapa kekurangan Tafsir al-Azhar adalah:
1. Kurang ketatnya penyeleksian terhadap hadis-hadis
2. Dalam menyebutkan hadis, kadang-kadang tidak menyebutkan
sumbernya.46
46
https://www.academia.edu/32727627/STUDI_KITAB_TAFSIR_ALAZ
HAR_KARYA_DR._HAMKA._Pdf diakses pada tanggal 7/7/2019 pukul,
3:30
https://www.academia.edu/32727627/STUDI_KITAB_TAFSIR_ALAZHAR_KARYA_DR._HAMKA._Pdf%20diakses%20pada%20tanggal%207/7/2019https://www.academia.edu/32727627/STUDI_KITAB_TAFSIR_ALAZHAR_KARYA_DR._HAMKA._Pdf%20diakses%20pada%20tanggal%207/7/2019
-
29
BAB III
MAKNA HAKIM YANG ADIL DAN AYAT-AYAT HAKIM YANG
ADIL DALAM AL-QUR`AN
A. Pengertian hakim dan adil
1. Hakim
Hakim (al- Hakim). Yang di maksud “hakim” dalam islam adalah
yang
menjadi sumber hukum, yaitu Allah SWT. Hal ini terlihat jelas
dalam definisi
hukum yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu khitab (perintah)
Allah yang
berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukalaf, baik berupa
tuntutan
(melakukan sesuatu atau meninggalkan Sesutu), kebolehan, memilih
atau
berupa sebab, syarat dan mani` (penghalang).” Definisi ini
menunjukkan
bahwa sumber hukum tersebut adalah Allah SWT (al-Qur`an). Oleh
sebab itu
Allah lah yang dinamakan sebagai hakim yang sebenarnya dalam
Islam. Ketika
orang Yahudi dan Nasrani saling menuduh, maka Allah SWT
menetapkan
bahwa Allah lah yang mengadili mereka tentang masalah mereka
perselisihkan
(surah al- Baqarah, ayat 113).
Dalam pengertian lain, yaitu dalam segi perundang-undangan
dalam
Islam, maka “hakim” juga diartikan sebagai pelaksana
undang-undang atau
hukum suatu negara Islam. Sebagaimana dirumuskan oleh para ulama
bahwa
syariat Islam merupakan tata aturan yang mencakup masalah dunia
akhirat,
maka syariat itu juga mengatur tata kehidupan kenegaraan yang
meliputi
kekuasaan ligislatif eksekutif dan yudikatif. Yudikatif dikenal
sebagai badan
pelaksana hukum dalam suatu negara. Dalam negara Islam, hukum
dan
undang-undang tersebut bersumber dari Allah SWT, sedangkan hakim
dalam
badan yudikatif ini adalah pelaksana sebagian dari hukum-hukum
Allah SWT
tersebut. Hakim dalam pengertian ini dalam bahasan Ahkam
al-Qada` (tata
aturan yang berkaitan dengan peradilan), disebut qadi. Sebagai
pelaksana
hukum, qadi berusaha menyelesaikan permasalahan yang
dihadapkan
-
30
kepadanya, baik menyangkut hak-hak Allah SWT, maupun hak-hak
peribadi seseorang.47
2. Pengertian Adil
Adil secara etimologi yaitu “al-Adl”, berarti tidak berat
sebelah tidak
memihak atau menyamakan sesuatu dengan yang lainnya
(al-Wasawah).
Secara terminologis adil berarti “mempersamakan” sesuatu
dengan
yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran sehingga
sesuatu itu
menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain.
Adil juga berarti
“berpihak atau berpegang kepada kebenaran” Keadilan lebih
dititik beratkan
pada pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya jika keadilan
telah dicapai,
maka itu merupakan pada tempatnya jika keadilan telah dicapai,
maka itu
merupakan dalil kuat dalam islam selama belum ada dalili lain
yang
menentangnya.48
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata adil diartikan: (1)
tidak berat
sebelah / tidak memihak, (2) berpihak pada kebenaran dan (3)
sepatutnya tidak
sewenang-wenang.49
Menurut Murtadha Muthahari dalam bukunnya yang berjudul
Keadilan
Ilahi, kata adil digunakan dalam empat hal:
1. Yang dimaksud dengan adil di sini ialah keadaan sesuatu
yang
seimbang
2. Persamaan dan penafian terhadap pembelaan apapun
3. Memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap
orang
yang berhak menerimanya
47
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet.4, Jilid
2, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1997), 70
48https://media.neliti.com/media/publications/240291-makna-keadilan
dalam-perspektif-hukum-is-fc902cf8.pdf iuuio. Diakses pada
tanggal 25/06/2019, pukul 09:37
49 https://kbbi.web.id/adil diakses pada tanggal 25/06/2019,
pukul 10:35
https://media.neliti.com/media/publications/240291-makna-keadilan%20%20dalam-perspektif-hukum-is-fc902cf8.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/240291-makna-keadilan%20%20dalam-perspektif-hukum-is-fc902cf8.pdfhttps://kbbi.web.id/adil
-
31
4. Memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi dan tidak
mencegah kelanjutan
eksistensi dan peralihan rahmat sewaktu terdapat banyak
kemungkinan
untuk untuk eksis dan melakukan transformasi.50
B. Ayat- ayat Tentang Hakim yang Adil Dalam Al-Qur`an
Al-Qur’an diturunkan sebagai pedoman bagi sekalian manusia,
al-Qur’an
adalah kitab suci yang memiliki pembahasan komprehensif yang
sangat luar biasa,
berkedudukan sebagai pelengkap dan penyempurna terhadap
kitab-kitab
sebelumnya, sekaligus yang akan membimbing dan mengarahkan
manusia pada
jalan yang diridhai-Nya melalui makna-makna yang terkandung di
dalamnya.
Al-Quran memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.
Salah
satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang
keotentikannya dijamin
oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.51
Al-Qur’an memiliki keragaman makna sehingga banyak dari para
peneliti
al-Qur’an yang menafsirkan al-Qur’an menurut pendapat mereka
sehingga
menjadi petunjuk bagi orang banyak dan menjadi solusi bagi
kehidupan manusia
pada umumnya dan umat Islam khususnya.
Salah satu yang menjadi perhatian penulis yang akan dikaji
adalah
mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an tentang Hakim.
Mengingat luasnya permasalahan dan banyaknya ayat mengenai
hakim,
maka dipandang perlu batasan masalah agar tidak terjadi
kerancuan dalam
bahasan. Dalam permasalahan ini, penulis hanya membatasi
penelitian tersebut
yang mana terdapat dalam QS. al-Nisā ayat 58, al-Baqarah ayat
188, al-Māidah
ayat 49-50 dan Shād ayat 22 dan 26.
Adapun redaksi ayat-ayat tersebut dapat dikelompokkan berdasar
runtut
kronologi masa turunnya dibawah ini.
50
Nurdani, Adil Dalam Al- Qur`an (Studi Komperasi Kata Al-Adul dan
Al-Qisthu),
Skripsi, (IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2013), h. 12.
51 Quraish Shihab, Membuminkan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,
1996), h. 5.
-
32
1. Ayat-ayat Hakim yang Turun pada Periode Makkah dan
Madinah
terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli ilmu-ilmu
al-
Qur`an tentang batasan al-Makki wa al-Madani. Secara garis besar
perbedaan
mereka itu dapat dibedakan kedalam tiga kelompok yaitu:
Pertama, sebagiann mereka memformulasikan makkiyah dengan
surah-
surah dan ayat-ayat Al-Qur`an yang diturunkan di Makkah dan
sekitarnya;
sedangkan madani mereka gunakan untuk menjuluki surah-surah dan
ayat-ayat
al-Qur`an yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya.
Kedua, ada ulama yang mendefinisikan al-makki dengan
surah-surah
dan ayat-ayat Al-Qur`an yang titik berat khihab (arah
pembicaraannya) lebih
ditujukan penduduk Makkah; sedangkan madani adalah surah-surah
dan ayat-
ayat Al-Qur`an yang titik tekan arah pembicaraan (khithabnya)
lebih ditujukan
kepada penduduk Madinah.
Ketiga, dan inilah yang disebut-sebut sebagai pendapat yang
paling
masyhur dari ketiga pendapat yang ada yaitu pendapat para ulama
yang
mendefinisikan al-Makki sebagai sebutan untuk surah-surah dan
ayat-ayat al-
Qur`an sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah Ke Madinah, tanpa peduli
ayat
itu turun di Makkah atau di tempat lain. Sedangkan yang disebut
al-Madani
ialah kelompok surah dan ayat Al-Qur`an yang diturunkan sesudah
Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah walaupun turunannya di
Makkah.
Ketiga pendapat di atas tanpak berangkat dari persepsi yang
berbeda-
beda. Pendapat pertama lebih menekankan pemikirannya kepada
tempat tinggal
Nabi semata-mata, sementara pendapat kedua lebih menitikberatkan
kepada
penduduk yang menjadikan obyek pembicaraan al-Qur`an dan
pendapat yang
ketiga lebih mengutamakan peristiwa sejarah yang amat besar
yakni waktu
sebelum dan sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke
Madinah.52
52
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an 3, (Jakarta:
Pustaka Firdaus,
2004), 194-195.
-
33
a. Ayat-ayat Hakim yang Turun pada Periode Makkah
Q.S. Shād: 22
“Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena
kedatangan) mereka. mereka berkata: "Janganlah kamu merasa
takut;
(Kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang
dari
Kami berbuat zalim kepada yang lain; Maka berilah keputusan
antara
Kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari
kebenaran
dan tunjukilah Kami ke jalan yang lurus.”53
Q.S. Shaad: 26
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di
antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab
yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”54
b. Ayat-ayat Hakim yang Turun pada Periode Madinah
53
Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 454 54
Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 454
-
34
Q.S. Al-Baqarah: 188
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”55
Q.S. An-Nisā: 58
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar
lagi
Maha melihat.”56
Q.S. Al-Māidah: 49-50
55
Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 29 56
Ibid, 87
-
35
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti
hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum
yang
telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya
Allah
menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka
disebabkan
sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan
manusia
adalah orang-orang yang fasik.”57
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang
yang yakin ?”58
2. Asbabul nuzul
Al-Qur`an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia
kearah
tujuan yang terang danlurus dengan menegakkan asas kehidupan
yang
didasarkan kepada keimanan kepada Allah dan risalahnya. Juga
memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang
sekarang serta
berita-berita yang akan dating.
57
Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 116 58
Ibid, 116
-
36
Sebagian besar al-Qur`an diturunkan untuk tujuan umum ini,
akan
tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah SAW telah
menyaksikan
banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka
peristiwa
khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur
bagi
mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah SAW untuk
mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka Qur`an turn uuntuk
peristiwa
Khusus tadi untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah
yang
dinamakan Asbabun Nuzul.59
a. Q.S. Al-Baqarah: 188
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”60
Ayat ini diturunkan sehubungan dengan orang yang bernama
Qais
bin Abis dan Abdan Asywa al-Hadlrami yang bertengkar masalah
tanah.
Qais bin Abis berusaha untuk mendapatkan tanah itu dengan
bersumpah di
hadapan hakim. Ayat ini diturunkan oleh Allah SWT untuk
memberi
peringatan kepada orang-orang yang suka merampas hak orang lain
dengan
cara yang batil. (HR. Ibnu Abi Htim dar Said bin Jubair).
59
Manna Khalil al- Qatan, Studi Ilmu- ilmu Qur`an (Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa,
2004), 106.
60Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 29
-
37
Pada ketika itu ada seorang sahabat yang memiliki harta
kekayaan
yang dipersengketakan. Padahal ia sebagai pemilik resmi tidak
memiliki
saksi kuat, sehingga ada orang yang bermaksud memilikinya
mengadukan
kepada hakim. Perkaranya dianggat pengadilan, dan pihak musuh
berani
bersumpah dihadapan hakim. Padahal orang itu mengerti bahwa
makan harta
orang lain dengan jalan seperti itu adalah berdosa. Sehubungan
dengan itu
Allah SWT menurunkan ayat ke 188 surah al-Baqarah sebagai
peringatan
dan teguran terhadap mereka yang suka memakan harta kekayaan
orang lain
dengan cara paksa dan cara batil. (HR. Ibnu Abi Thalhah dari
Ibnu Abbas).61
b. Q.S. An-Nisā’: 58
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.”62
Setelah kota mekkah jatuh ke tangan kaum muslimin dengan
peristiwa Fathul Mekkah Rasulullah SAW memanggil Utsman bin
Thalhah
untuk meminta kunci ka`bah. Suatu saat Utsman bin Thalhah
dating
61
A, Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur`an,
(Jakarta: Rajawali
Pers, 1989), 67
62Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 87
-
38
menghadap Rasulullah SAW untuk menyerahkan kunci ka`bah,
Abbas
berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah.
serahkannlah kunci
ka`bah itu kepadaku, biar aku rangkap jabatan yang selama ini,
sebagai
pemegang pengairan (siqayah)”. Mendengar kata-kata itu Utsmsn
bin
Thalhah menarik kembali tangannya, tidak menyerahkan kunci
tersebut
kepada rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian bersabda:
“Wahai
Utsman bin Thalhah, berikan kunci itu kepadaku! ”. Utsman
berkata: “Ini
dia, amanat dari Allah”. Selanjutnya Rasululullah SAW berdiri
untuk
membuka pintu Ka`bah, kemudian keluar melakukan tawaf di
baitullah.
sehubungan dengan ituturunlah malaikat Jibril dengan membawa
perintah
Allah SWT agar kunci tersebut dikembalikan kepada Utsman bin
Thalhah.
Rasulullah pun segera melaksanakan perintah Allah SWT itu
setelah
malaikat Jibril membacakan ayat ke 58 ini, sebagai penguat
perintah
tersebut. (HR. Ibnu Marduwaih dari Kalabi dari Abi Shalih dari
Ibnu
Abbas).
Ayat ini diturunkan sehubungan dengan Utsman bin Thalh. mah,
yaitu ketika kaum kaum muslimin mendapat kemenangan atas kota
Mekkah.
Pada waktu itu Rasulullah SAW meminta kunci Ka`bah kepada Utsman
bin
Thalhah, kemudian beliau masuk kedalam Ka`bah yang sesaat
kemudian
beliau keluar untuk melakukan tawaf di Baitullah. ketika beliau
keluar dari
Ka`bah turunlah ayat ini, sehingga Rasulullah SAW segera
mengambil sikap
untuk memanggil Utsman bin Thalhah dan menyerahkan kembali
kunci
Ka`bah. Menurut Umar bin Khathab ayat ini diturunkan ketika
Rasulullah
SAW berada di dalam Ka`bah, bukan setelah keluar untuk melakukan
tawaf.
Sebab ketika itu Rasulullah SAW masuk ke dalam Ka`bah, dan
setelh keluar
membaca ayat ini. Umar bin Khathab bersumpah, bahwa dirinya
sebelum itu
tidak pernah mendengar Rasulullah SAW membaca ayat ini. (HR.
Syu`bah
dalam kitab tafsirnya dari Hajaj dari ibnu Juraij).63
63
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur`an,
(Jakarta: Rajawali Pers, 1989), 250-251
-
39
c. Q.S. Al-Māidah: 49-50
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti
hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum
yang
telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya
Allah
menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka
disebabkan
sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan
manusia
adalah orang-orang yang fasik.”
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang
yakin ?”64
Ka`ab bin Usaid mengajak Abdillah bin Shuria dan Syasy bin
Qais
untuk menghadap Rasulullah SAW. Mereka bermaksud untuk
memperngaruhi Rasulullah SAW agar berpaling dari ajaran
agamanya.
Mereka dating seraya berkata: “Wahai Muhammad, kamu telah
memaklumi
bahwa kami adalah Ulama (cendekiawan) kaum Yahudi, bahkan
tokoh
ilmuan dan pembesar di kalangan mereka. Jika kami mengikuti
ajaran kamu
bawa, tentu seluruh ummat yahudi akan mengikuti jejak kami.
Mereka sama
sekali tidak akan membantah apa yang menjadi kehendak kami.
Kebetulan
64
Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), 116
-
40
saat ini antara kami para pembesar dan para bawahan sedang
menjadi
percekcokan. Oleh sebab itu bermohon kepadamu Untuk
memberikan
pengadilan terhadap masalah kami, dan hendaklah kamu
memenangkan
kami. Sebagai konsekuansinya kami sesudah itu akan beriman
kepadamu”.
Rasulullah SAW secara sepontan menolak permintaan ilmuan Yahudi
itu.
Peristiwa itu telah melatar belakangi turunnya ayat ke 49-50
surah
al-Māidah sebagai ketegasan agar tetap berpegang teguh kepada
hukum-
hukum Allah SWT dan berhati-hati dalam menghadapi orang-orang
yang
berkeinginan untuk memalingkan diri dari hukum-hukum Allah
SWT.65
65
A, Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur`an,
(Jakarta: Rajawali
Pers, 1989), 33-34.
-
41
BAB IV
KONSEP HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QUR`AN
A. Syarat-syarat Untuk Menjadi Hakim yang Adil
1. Berlaku Adil Dalam Menjatuhi Hukuman
Q.S. An-Nisā’: 58
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar
lagi
Maha melihat.”66
Sebelum pada penafsiran, terlebih dahulu Hamka menuliskan
sebab turun ayat yang akan kita tafsirkan ini “Sesungguhnya
Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya
(ahlinya)”.(awal ayat).
Setelah kota mekkah jatuh ke tangan kaum muslimin dengan
peristiwa Fathul Mekkah Rasulullah SAW memanggil Utsman bin
Thalhah untuk meminta kunci ka`bah. Suatu saat Utsman bin
Thalhah
dating menghadap Rasulullah SAW untuk menyerahkan kunci
ka`bah,
66
Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung,
Jawa Barat:Syamil
Qur`an, 2007), h. 87
-
42
Abbas berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah.
serahkannlah kunci ka`bah itu kepadaku, biar aku rangkap jabatan
yang
selama ini, sebagai pemegang pengairan (siqayah)”. Mendengar
kata-kata
itu Utsmsn bin Thalhah menarik kembali tangannya, tidak
menyerahkan
kunci tersebut kep