HADITS TENTANG ETIKA SISWA TERHADAP GURU Disusun untuk memenuhi tugas Hadis Tarbawi Dosen pengampu: Wahidin, S.Pd.I, M. Pd Disusun oleh: Muhammad Hafidz 11110124 Fatkhul Manan Jazuli 11110130 Muhammad Fadholi 11110131 Inti Yuliana 11110133 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HADITS TENTANG ETIKA SISWA TERHADAP GURU
Disusun untuk memenuhi tugas Hadis TarbawiDosen pengampu: Wahidin, S.Pd.I, M. Pd
kebolehan mengambil upah yang dianggap sebagai perbuatan baik, seperti pahala
pengajar alquran, guru-guru disekolah dan yang lainnya diperbolehkan mengambil
upah karena mereka membutuhkan tunjangan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, mengingat
mereka tidak sempat melakukan pekerjaan lain seperti berdagang, bertani, dan yang
lainnya dan waktunya tersisa untuk mengajarkan alquran.
Madzab HambaliMengambil upah dari pekerjaan azan, qomat, mengajarkan Al
Quran, fiqh, hadis, adalah tidak boleh, diharamkan bagi
pelakunya. Namun, boleh mengambil upah dari pekerjaan tersebut jika termasuk kepada mashalih, seperti mengajarkan Al Quran, hadis, dan fiqh dan haram mengambil upah yang termasuk kepada taqarrub seperti membaca Al Quran, shalat, dan yang lainnya.
Ibnu Hazm:Membolehkan pengambilan
upah sebagai imbalan mangajar Al Quran dan
pengajaran ilmu, baik secara bulanan maupun sekaligus karena nash yang melarang
tidak ada.
Abu Hanifah dan Imam Ahmad:
Melarang pengambilan upah
dari tilawah Al Quran dan
mengajarkannya bila kaitan
pembacaan dan pengajarannya
dengan taat atau ibadah.
Imam Maliki:
Boleh mengambil imbalan dari
pembacaan dan pengajaran Al Quran.
Imam Syifi`i:
Pengambilan upah dari pengajaran fiqh, hadis, menggali kuburan,
memandikan mayat, dan membangun madrasah adalah
boleh.
Kesimpulan:
Mengenai pengambilan upah dalam mengajarkan agama terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama, seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan, imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub.