1 Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Hadi Sasana ANALISIS DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH Hadi Sasana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Abstract In the autonomy and fiscal decentralization era, local governments is provided with authority to increase their income and to conduct allocative function in setting priority of local development. This research is intended to examine the influence of fiscal decentralization, on economic growth and inter-regional inequality, at regencies/municipalities level in Central Java Province. Research population consist of 29 regencies and 6 municipalities, employing secondary data from Central Bureau of Statistic of Central Java Province and regencies/municipalities level in Central Java Province within the period of 2001 up to 2005. Data analysis is conducted by using path analysis with SPSS program software. The results of this study indicate that, fisrt fiscal decentralization has a positive and significant effect on economic growth at regencies/municipalities level in Central Java Province. Second, fiscal decentralization has a negative and significant effect on inter-regional inequality at regencies/municipalities level in Central Java Province. Third, economic growth has a negative and significant effect on inter- regional inequality at regencies/municipalities level in Central Java Province Keywords: fiscal decentralization, economic growth, inter-regional inequality PENDAHULUAN Latar Belakang Pelaksanaan desentralisasi fiskal sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing. Pembangunan di daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional, untuk itu pembangunan di daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan secara bertahap sehingga mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional. Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yang optimal jika diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom. Sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi vertical (center region) dan horizontal (region-region) imbalances antar daerah. Perimbangan keuangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
ANALISIS DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL DANPERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN DI
KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH
Hadi SasanaFakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
AbstractIn the autonomy and fiscal decentralization era, local governments is provided
with authority to increase their income and to conduct allocative function in settingpriority of local development. This research is intended to examine the influenceof fiscal decentralization, on economic growth and inter-regional inequality, atregencies/municipalities level in Central Java Province.
Research population consist of 29 regencies and 6 municipalities, employingsecondary data from Central Bureau of Statistic of Central Java Province andregencies/municipalities level in Central Java Province within the period of 2001up to 2005. Data analysis is conducted by using path analysis with SPSS programsoftware.
The results of this study indicate that, fisrt fiscal decentralization has a positiveand significant effect on economic growth at regencies/municipalities level inCentral Java Province. Second, fiscal decentralization has a negative and significanteffect on inter-regional inequality at regencies/municipalities level in Central JavaProvince. Third, economic growth has a negative and significant effect on inter-regional inequality at regencies/municipalities level in Central Java Province
Pelaksanaan desentralisasi fiskal sudah dilakukan sejak tanggal 1Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintahdaerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukanperan alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan.Otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunansesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurutpotensi masing-masing.
Pembangunan di daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional,untuk itu pembangunan di daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengahdilaksanakan secara bertahap sehingga mendukung pencapaian sasaranpembangunan nasional.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yangoptimal jika diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerahotonom. Sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintahdaerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal menurut UU No. 33 Tahun2004 adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjamandaerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004,dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi vertical (center region) danhorizontal (region-region) imbalances antar daerah. Perimbangan keuangan
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 20092
antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem pembiayaanpemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagiankeuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Menurut Fisher dalam Kuncoro (2004), transfer antar pemerintahmerupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepasdari sistem pemerintahannya, dan bahkan sudah menjadi ciri yang palingmenonjol dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.Di Indonesia transfer dari pemerintah pusat ke daerah meliputi : dana bagihasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Besarnya transferpemerintah pusat ke kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah, seluruhnyaselalu mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut juga terjadi padapengeluaran total daerah di kota/kabupaten Provinsi Jawa Tengah (lihatlampiran). Peningkatan transfer yang diikuti oleh peningkatan pengeluarantotal, menunjukkan bahwa total pengeluaran pemerintah daerah sangatdipengaruhi oleh besarnya transfer dari pemerintah pusat.
Dampak pengeluaran pemerintah terhadap kondisi makro ekonomi dikabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat dari beberapa indikator, antaralain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan pemerataan hasilpembangunan daerah. Dilihat dari hasil output pembangunan daerah yangtercermin pertumbuhan ekonomi riil (lihat lampiran), menunjukkan bahwapertumbuhan PDRB riil di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah selamatiga tahun terakhir cenderung meningkat. Tetapi apabila dilihat per daerah,menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota diProvinsi Jawa Tengah sangat bervariatif. Pada tahun 2003 daerah yang palingtinggi pertumbuhan ekonominya adalah Kabupaten Cilacap (tumbuh sebesar6,56 persen), sedangkan daerah yang paling rendah tingkat pertumbuhannyaadalah Kabupaten Semarang (-2,96 persen). Pada tingkat Provinsi JawaTengah perekonomian tahun 2003 tumbuh sebesar 4,98 persen. Pada tahun2005 semua daerah mengalami pertumbuhan positif, daerah yang palingtinggi pertumbuhan ekonominya adalah Kabupaten Cilacap yaitu sebesar7,99 persen, sedangkan daerah paling rendah pertumbuhan ekonominyaadalah Kabupaten Kendal dengan pertumbuhan sebesar 2,69 persen. ProvinsiJawa Tengah pada tahun 2005 perekonomiannya tumbuh sebesar 5,35 persen(BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, 2006). Hampir semua daerah di JawaTengah perekonomian cenderung meningkat, tetapi pertumbuhan tersebutbelum mampu menyerap jumlah pengangguran yang cukup besar di wilayahini, sehingga diperlukan laju pertumbuhan yang lebih besar lagi untukmendorong kinerja ekonomi makro daerah.
Kedua, dilihat dari aspek pemerataan hasil-hasil pembangunanmenunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi antar daerah masih terjadi diProvinsi Jawa Tengah. Kesenjangan ekonomi antar daerah yang diproksidengan nilai indeks Williamson menunjukkan bahwa, pada tahun 2003 nilaiindeks Williamson berkisar antara nilai 0,02 dan 0,42. Pada tahun 2005 nilaiindeks Williamson mengalami perubahan menjadi berkisar antara 0,02 dan0,45. Hal ini mengindikasikan masih terjadinya kesenjangan ekonomi antardaerah di Provinsi Jawa Tengah.
3Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahannya adalah
bahwa selama pelaksanaan desentralisasi fiskal di kabupaten/kota di JawaTengah, pertumbuhan ekonomi daerah sangat bervariatif dan relatif rendah.Selain itu masih terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah dikabupaten/kota di Jawa Tengah.
Tujuan dan Manfaat PenelitianTujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : (1). Menganalisis
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. (2). Untuk menganalisis pengaruhdesentralisasi fiskal terhadap kesenjangan ekonomi antar daerah dikabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. (3).Untuk menganalisis pengaruhpertumbuhan ekonomi terhadap kesenjangan ekonomi antar daerah dikabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam memberikansumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah kabupaten/kota di ProvinsiJawa Tengah dalam penentuan perencanaan dan kebijakan pembangunansehingga pembangunan dalam era desentralisasi fiskal dapat mencapai hasilyang optimal dan mewujudkan pemerataaan pembangunan gunameningkatkan kesejahteraan masyarakat.
LANDASAN TEORITIK DAN PENELITIAN SEBELUMNYA
Otonomi DaerahMenurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untukmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentinganmasyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daripengertian tersebut di atas dapat diartikan bahwa otonomi daerah merupakankemerdekaan atau kebebasan menentukan aturan sendiri berdasarkanperundang-undangan, dalam memenuhi kebutuhan daerah sesuai denganpotensi dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah.
Otonomi daerah yang sudah berjalan lebih dari enam tahun di negarakita diharapkan bukan hanya pelimpahan wewenang dari pusat kepadadaerah untuk menggeser kekuasaan. Hal itu ditegaskan oleh Kaloh (2002 :7), bahwa otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyatdaerah dan bukan otonomi “daerah” dalam pengertian wilayah/teritorialtertentu di tingkat lokal. Otonomi daerah bukan hanya merupakanpelimpahan wewenang tetapi juga peningkatan partisipasi masyarakat dalampembangunan daerah. Berbagai manfaat dan argumen yang mendukungpelaksanaan otonomi daerah tidak langsung dapat dianggap bahwa otonomiadalah sistem yang terbaik. Berbagai kelemahan masih menyertaipelaksanaan otonomi yang harus diwaspadai dalam pelaksanaannya. RemyPrud’homme (Sugiyanto, 2000) mencatat beberapa kelemahan dan dilemadalam otonomi daerah, antara lain :1. Menciptakan kesenjangan antara daerah kaya dengan daerah miskin.
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 20094
2. Mengancam stabilisasi ekonomi akibat tidak efisiennya kebijakan eko-nomi makro, seperti kebijakan fiskal.
3. Mengurangi efisiensi akibat kurang representatifnya lembaga perwaki-lan rakyat dengan indikator masih lemahnya public hearing.
4. Perluasan jaringan korupsi dari pusat menuju daerah.Desentralisasi Fiskal
Asas-asas penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia berdasarkanUndang-Undang No.33 tahun 2004 dibagi menjadi tiga, yaitu : desentralisasi,dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Konsekuensi dari pelimpahansebagian wewenang pemerintahan dari pusat ke daerah otonom, tidak lainadalah penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, sertasumber daya manusia (SDM) sesuai dengan kewenangan yang diserahkantersebut.
Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkatpemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendahuntuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publiksesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yangdilimpahkan. Menurut Kusaini (2006: 29) desentralisasi fiskal merupakanpelimpahan kewenangan di bidang penerimaan anggaran atau keuanganyang sebelumnya tersentralisasi, baik secara administrasi maupunpemanfaatannya diatur atau dilakukan oleh pemerintah pusat.
Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip (rules) money shouldfollow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dandilaksanakan (Bahl,2000:19). Artinya, setiap penyerahan atau pelimpahanwewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yangdiperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Kebijakanperimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif darikebijakan otonomi daerah, melalui pelimpahan sebagian wewenangpemerintahan dari pusat ke daerah. Artinya, semakin banyak wewenangyang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yangdibutuhkan oleh daerah.
Bahl (2000:25-26) mengemukakan dalam aturan yang keduabelas, bahwadesentralisasi harus memacu adanya persaingan di antara berbagaipemerintah lokal untuk menjadi pemenang (there must be a champion for fiscaldecentralization). Hal ini dapat dilihat dari semakin baiknya pelayanan publik.Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami benar dan memberikanapa yang terbaik yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, perubahan strukturekonomi masyarakat dengan peran masyarakat yang semakin besarmeningkatkan kesejahteraan rakyat, partisipasi rakyat setempat dalampemerintahan dan lain-lain.
Pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal terkandung tigamisi utama, yaitu (Barzelay,1991) :a. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerahb. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyara-
kat.
5Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikutserta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan.Berdasarkan uraian di atas urgensi dari otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal dapat dijelaskan dengan beberapa alasan sebagai berikut :1. Sebagai perwujudan fungsi dan peran negara modern, yang lebih
menekankan upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state).2. Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari perspektif politik. Ne-
gara sebagai organisasi, kekuasaan yang didalamnya terdapat lingkungankekuasaan baik pada tingkat suprastruktur maupun infrastruktur,cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Untuk menghindari hal itu,perlu pemencaran kekuasaan (dispersed of power).
3. Dari perspektif manajemen pemerintahan negara modern, adanyakewenangan yang diberikan kepada daerah, yaitu berupa keleluasaandan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusanpemerintahannya, merupakan perwujudan dari adanya tuntutan efisiensidan efektivitas pelayanan kepada masyarakat demi mewujudkankesejahteraan umum.Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari
desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secaraefektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaanpelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumberkeuangan yang memadahi, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah(PAD) termasuk surcharge of taxes, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman,maupun subsidi/bantuan dari pemerintah pusat.
Menurut Bahl (2001) desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuanpemerintah daerah dalam memungut pajak ( taxing power). Secara teori adanyakemampuan pajak, maka pemerintah daerah akan memiliki sumber danapembangunan yang besar. Pajak yang dikenakan oleh pemerintah ini secarateori dapat berdampak positif maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomidaerah. Dampak positif pajak (local tax rate ) dapat dijelaskan dengankenyataan bahwa tax revenue akan digunakan oleh pemerintah untukmembangun berbagai infrastruktur dan membiayai berbagai pengeluaranpublik. Sebaliknya, dampak negatif pajak bagi pertumbuhan ekonomi dapatdijelaskan karena pajak menimbulkan “deadweight loss of tax”. Ketika pajakdikenakan pada barang, maka pajak akan mengurangi surplus konsumendan produsen.
Menurut Oates (1993) desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkanpertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintahsub nasional/pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi danpenyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada levelpemerintah lokal akan lebih didengarkan untuk menganekaragamkanpilihan lokal dan lebih berguna bagi efisensi alokasi. Oates juga menyatakanbahwa desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudianberkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi. Perbelanjaaninfrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 20096
pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat. Menurutnyadaerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaansehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karenalebih mengetahui keadaannya.
Pertumbuhan EkonomiMenurut Kuznet dalam Todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untukmenyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikankapasitas ditentukan oleh kemajuan atau penyesuaian teknologi,institusional, dan ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada. Kuznetsdalam Pressman (2000:77) juga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomiberkaitan dengan perpaduan efek dari produktivitas yang tinggi dan populasiyang besar. Dari kedua faktor ini pertumbuhan produktivitas jelas lebihpenting, karena seperti yang ditunjukkan oleh Adam Smith, pertumbuhanproduktivitas inilah yang menghasilkan peningkatan dalam standarkehidupan. Kuznets sangat menekankan pada perubahan dan inovasiteknologi sebagai cara meningkatkan pertumbuhan produktivitas terkaitdengan redistribusi tenaga kerja dari sektor yang kurang produktif (yaitupertanian) ke sektor yang lebih produktif (yaitu industri manufaktur).
Todaro (2003: 92) menyampaikan ada tiga faktor atau komponen utamadalam pertumbuhan ekonomi dari setiap negara. Ketiga faktor tersebutadalah :1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi ba-
ru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumberdaya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhimya akan memperbanyak jum-lah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi, berupa cara baru atau perbaikan cara-cara lamadalam menangani pekerjaan-pekerjaan.Menurut teori Klasik, akumulasi modal serta jumlah tenaga kerja
memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Smithmenyebut ada tiga unsur pokok dalam produksi suatu negara, yaitu :a. Sumber daya yang tersedia, yaitu tanah.b. Sumber daya insani, yaitu jumlah penduduk.c. Stok barang modal yang ada.
Ada beberapa faktor yang penting peranannya dalam pertumbuhanekonomi, yaitu: peranan sistem pasaran bebas, perluasan pasar, spesialisasidan kemajuan teknologi.
Menurut Schumpeter dalam Pressman (2000:155) pertumbuhan ekonomitidak akan terjadi secara terus-menerus tetapi mengalami keadaan di manaadakalanya berkembang dan pada ketika lain mengalami kemunduran.Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para pengusaha (entrepreneur)melakukan inovasi atau pembaruan dalam kegiatan mereka menghasilkanbarang dan jasa. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini investasi akan
7Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
dilakukan, dan pertambahan investasi ini akan meningkatkan kegiatanekonomi. Proses multiplier yang ditimbulkannya akan menyebabkanpeningkatan lebih lanjut dalam kegiatan ekonomi dan perekonomianmengalami pertumbuhan yang lebih pesat
Dalam teori basis ekonomi (economic base theory ) disebutkan bahwa lajupertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatanekspor dari wilayah tersebut, kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatanbasis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorongpertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2005:28).
Kesenjangan EkonomiDistribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya
pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Adabeberapa macam kesenjangan yang kerapkali mengganjal suatu masyarakatdalam usaha mencapai kesejahteraan, yaitu : (1) kesenjangan antar daerah,(2) kesenjangan antar sektor, dan (3) kesenjangan distribusi pendapatanmasyarakat (Basri, 1995 : 92). Terdapat berbagai kriteria atau tolok ukuruntuk menilai kemerataan distribusi pendapatan, yaitu : Kurva Lorenz,Indeks Gini, dan kriteria Bank Dunia, Indeks Williamson
Isu kesenjangan dan pertumbuhan hingga kini masih merupakan debatyang tak berkesudahan dalam konteks pembangunan. Menurut Kuncoro(2003:135) seringkali ada trade off antara ketidakmerataan dan pertumbuhan.Namun kenyataan membuktikan ketidakmerataan di negara-negara sedangberkembang dalam dekade belakangan ini ternyata berkaitan denganpertumbuhan ekonomi yang rendah. Menurut World Bank (1990:55), antarapertumbuhan dan kemiskinan bukanlah suatu trade-off yang tidak dapatdiatasi. Dengan kebijakan yang tepat, golongan miskin dapat berpartisipasidan berkontribusi terhadap pertumbuhan, dan jika mereka dapatmelaksanakan hal tersebut, penurunan tingkat kemiskinan akan konsistendengan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Terdapat berbagai tipe pertumbuhan ekonomi mempengaruhi distribusipendapatan. Penelitian dengan data silang tempat oleh Kuznetz (1955), diakuisebagai pelopor penelitian komparatif dalam distribusi pendapatan. Penelitianempiris Kuznetz mensinthesiskan adanya kurva U terbalik (inverted U curve),yaitu pada awal ketika pembangunan dimulai distribusi pendapatan akanmakin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunantertentu, distribusi pendapatan makin merata.Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh desentralisasi fiskalterhadap pertumbuhan ekonomi untuk memperkuat pijakan dalam studi ini,adalah:1. Jorge Martinez-Vasquez dan Robert M.McNab (2001).
Penelitian Martinez dan Robert M. McNab mengkaji tentang pengaruhdesentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Dijelaskan bahwahubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 20098
belum tentu mempunyai dampak secara langsung. Desentralisasi akanmempunyai dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggiapabila desentralisasi fiskal dipusatkan pada pengeluaran ataupembelanjaan publik.
2. Teguh Dartanto dan Bambang PS Brodjonegoro (2003).Penelitian mereka mengestimasi dampak desentralisasi fiskal di
Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan antar dae-rah : analisa model makro ekonometrik simultan. Desentralisasi fiskalsebagai variabel eksogen menggunakan proksi dana transfer daripemerintah pusat, pertumbuhan ekonomi di proksi dengan perubahanPDRB per kapita, kesenjangan antar wilayah diproksi dengan koefisienvariasi PDRB per kapita antar daerah. Hasil analisis diperoleh bahwa,setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal kesenjangan antar wilayahsemakin besar antar daerah di Indonesia. Dalam era desentralisasi fiskaldengan transfer dana dari pemerintah pusat dan kewenangan yang luaskepada daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan potensi-potensiekonomi yang ada memberi efek positif terhadap pertumbuhan ekonomidaerah.
HIPOTESISBerdasarkan latar belakang, rumusan masalah, kajian teori, dan
penelitian sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :(1).Desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadappertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. (2).Desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomiantar daerah di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. (3).Pertumbuhanekonomi berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi antardaerah di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
METODE PENELITIANTulisan ini (Pengaruh Desentralisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Kesenjangan Antar Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah)merupakan bagian dari penelitian dengan tema besar yang telah dilakukanoleh peneliti yang sama dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan DesentralisasiFiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar Daerah,Penyerapan Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa Tengah.
Data dan Pengumpulan DataPenelitian ini dilakukan secara sensus dengan data sekunder berbentuk
time series dari tahun 2001 sampai dengan 2005, dan data cross section yangterdiri atas 35 kabupaten/kota, sehingga merupakan pooled the data yaitugabungan antara data time series (tahun 2001-2005: 5 tahun) dengan datacross section 35 kabupaten/kota. Kasus analisisnya memenuhi persyaratandari model yang digunakan.
Pengumpulan data dilakukan melalui perpustakaan yang berupa referensistatistik, terbitan berkala, buku, dokumen, maupun koleksi khusus.
Definisi Operasional Variabel
9Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
Definisi operasional atas variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Desentralisasi Fiskal (X1)
Dalam penelitian ini, desentralisasi fiskal diproksi dengan rasio antaraPendapatan Asli Daerah (PAD) ditambah bagi hasil pajak dan bukan pajakdengan realisasi pengeluaran total pemerintah kabupaten/kota. Salahsatu alasan penggunaan variabel desentralisasi fiskal ini mengacu padaZang dan Zou (1998), studi empiris Mahi (2000) Tim LPEM-UI (Halim,2001:28), dan studi empiris Mursinto (2004:170).
2. Pertumbuhan Ekonomi (Y1)Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan PDRB per tahun menurut hargaberlaku, yang dinyatakan dalam satuan persen. Penggunaan datapertumbuhan ekonomi dalam harga berlaku dengan alasan bahwa datadalam desentralisasi fiskal yang meliputi : pendapatan asli daerah, bagihasil pajak dan bukan pajak, maupun realisasi total pengeluaranpemerintah daerah adalah dalam harga berlaku (Mursinto,2004).
3. Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah (Y2)Kesenjangan ekonomi antar daerah merupakan kesenjangan ekonomiantar wilayah (kabupaten/kota) di Jawa Tengah, yang diproksi dengannilai Indeks Williamson masing-masing kabupaten/kota dalam satuandesimal.
Analisis DataPengujian hipotesis menggunakan analisis jalur ( path analysis), yang
dikembangkan sebagai model untuk mempelajari pengaruh secara langsungmaupun tidak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen.
Berdasarkan studi teoritik dan empirik sebelumnya, kerangka konseptualdalam tema yang besar yang lengkap digambarkan dalam suatu kerangkakonsep sebagai berikut:
H 1
H 2
H 3
H 4
H 7
H 6
H 5
P e r t u m b u h a nE k o n o m i ( Y 1 )
D e s a n t r a l i s a s iF i s k a l (X 1 )
K e s e n ja n g a nE k o n o m i a n t a r
D a e r a h ( Y 2 )
T e n a g a K e r j aT e r s e r a p (Y 3 )
K e s e j a h t e r a a nM a s y a r a k a t ( Y 4 )
Bentuk hubungan sebab akibat yang muncul menggunakan model yangcukup kompleks, yaitu adanya variabel yang berperan ganda sebagai variabelindependen pada suatu hubungan, tetapi menjadi variabel dependen padahubungan yang lain. Bentuk hubungan seperti ini membutuhkan alat analisisyang mampu menjelaskan secara simultan, untuk itu digunakan analisisjalur (path analysis) (Wibowo, 2005:1).
Proses perhitungan koefisien dalam analisis jalur didekati melaluianalisis regresi dengan variabel yang dibakukan ( standardise regression ).
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 200910
Komputasi dilakukan dengan software SPSS for window. Model persamaandalam penelitian ini sebagai berikut :
Dimana : X1 adalah desentralisasi fiskalY1 adalah pertumbuhan ekonomiY2 adalah kesenjangan antar daerahμ adalah disturbance term
HASIL DAN PEMBAHASANWilayah Provinsi Jawa Tengah mencakup areal seluas 32.548,20 km 2
atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen dari luasIndonesia). Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah dengan topografi yangberagam, yakni berupa dataran rendah, dataran tinggi, pegunungan dandaerah pantai. Sekitar 53,30 persen wilayah Provinsi Jawa Tengah beradapada ketinggian antara 0 hingga 100 meter di atas permukaan laut. Iklim diJawa Tengah termasuk kering dan basah dengan curah hujan beragam, baikdaerah kering maupun basah berkisar antara 800 hingga 8.890 milimetersetiap tahunnya. Secara administratif di Jawa Tengah terdapat 35kabupaten/kota, terdiri dari 29 kabupaten dan 6 kota.
Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa TengahProduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan suatu daerah. Gambaran PDRB Jawa Tengahselama empat tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 2005PDRB Jawa Tengah sebesar Rp 143.051.214 juta, sektor yang paling besarmenyumbang terhadap pembentukan PDRB adalah sektor industri pengolahansebesar Rp 46.105.706 juta (32,23 persen). Sektor yang paling kecilkontribusinya terhadap PDRB adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitumenyumbang sebesar Rp 1.179.891 juta (0,82 persen).
Tabel 1PDRB PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2001 – 2005 ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 ( Juta Rupiah )
Sumber: BPS, PDRB Jawa Tengah, 2006
11Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
Pendapatan Asli daerah
Berdasarkan data PAD di kabupaten/kota di Jawa Tengah (Tabel 2), nilaiabsolutnya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2001kabupaten/kota yang mengalami penerimaan PAD terbesar adalah KotaSemarang dengan nilai sebesar Rp 85.509.298 ribu, sedangkan yang palingkecil adalah Kabupaten Rembang yaitu sebesar Rp 9.441.588 ribu. Pada tahun2005 pendapatan asli daerah terbesar di Jawa Tengah adalah di KotaSemarang yaitu sebesar Rp163.621.100 ribu, diikuti oleh Kabupaten Cilacapsebesar Rp101.873.000 ribu. Adapun penerimaan PAD yang paling kecil tahun2005 adalah Kota Pekalongan yaitu sebesar Rp12.838.810 ribu.
Tabel 2PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA
Sumber : BPS,Statistik Keuangan Daerah, 2001 sampai dengan 2005
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 200912
Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan PajakDana bagi hasil yang diterima kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa dana bagi hasil yang diterima daerah otonom di Jawa Tengah rata-rata meningkat setiap tahunnya.
Daerah otonom yang paling besar menerima kucuran dana bagi hasilselama lima tahun terakhir adalah Kota Semarang. Daerah otonom yangpaling sedikit menerima dana bagi hasil selama lima tahun terakhir adalahKota Magelang. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3DANA BAGI HASIL PAJAK DAN BUKAN PAJAK KABUPATEN/KOTADI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2001 – 2005 (Ribu Rupiah )
Pengeluaran Pemerintah DaerahPengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang
dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk
Sumber : BPS, Statistik Keuangan Daerah, 2001-2005
13Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
keperluan administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan.Tabel 4 menyajikan data realisasi total pengeluaran daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2001 sampai dengan 2005.
Tabel 4REALISASI TOTAL PENGELUARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2001 – 2005 ( Ribu Rupiah )
Dari data Tabel 4, menunjukkan bahwa realisasi total pengeluaran daerahterbesar dari seluruh kabupaten dan kota di Jawa Tengah ditunjukkan olehKota Semarang, sedangkan realisasi pengeluaran daerah terkecilditunjukkan oleh Kota Salatiga (tahun 2001 sebesar Rp 89.074.033 ribu, tahun2005 sebesar Rp 172.292.837 ribu) yang disebabkan oleh relatif kecilnyapengeluaran rutin.
Sumber : BPS, Statistik Keuangan Daerah, beberapa tahun, diolah
Rasio Pendapatan Asli Daerah ditambah Bagi Hasil Pajak dan Bukan PajakTerhadap Realisasi Total Pengeluaran
Kemampuan keuangan pemerintah daerah masih sangat tergantung padapenerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu perananpemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensidaerah sebagai sumber penerimaan sangat menentukan keberhasilanpelaksanaan otonomi dan desentralisasi fiskal.
Tabel 5RASIO PAD DITAMBAH BAGI HASIL TERHADAP
REALISASI TOTAL PENGELUARAN DI KABUPATEN/KOTADI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2001 – 2005
Berdasarkan data pada Tabel 5, menunjukkan bahwa kemampuanpembiayaan terhadap realisasi pengeluaran di kabupaten/kota di ProvinsiJawa Tengah masih relatif rendah. Pada tahun 2001 kondisi yang palingbaik di Kabupaten Cilacap (0,25), sedangkan yang paling kecil adalahKabupaten Klaten (0,08). Pada tahun 2005 rasio PAD dengan bagi hasil
15Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
terhadap realisasi total pengeluaran paling besar di Kota Semarang (0,48),sedangkan yang paling kecil di Kabupaten Sragen (0,06).
Pertumbuhan EkonomiBerdasarkan harga berlaku pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah selama 2001 - 2005 relatif berfluktuasi, pada tahun2001 berkisar antara -9,12 – 30,25 persen, pada tahun 2005 pertumbuhannyaberkisar antara 7,14 – 48,99 persen. Berfluktuasinya pertumbuhan ekonomiatas dasar harga berlaku ini lebih diakibatkan oleh faktor laju inflasi.
Tabel 6PERTUMBUHAN EKONOMI ATAS DASAR HARGA BERLAKU DI
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAHTAHUN 2001 – 2005 ( Persen )
Sumber:BPS, Jawa Tengah Dalam Angka beberapa tahun, (diolah)
Kesenjangan Ekonomi Antar DaerahUkuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting untuk menganalisis
seberapa besar kesenjangan antar wilayah/daerah adalah dengan melalui
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 200916
perhitungan indeks Williamson. Hasil perhitungan tingkat kesenjangan antardaerah di Jawa Tengah dengan menggunakan indeks Williamson dapat dilihatpada Tabel 7.
Tabel 7KESENJANGAN EKONOMI ANTAR DAERAH KABUPATEN/KOTA DI
Dari data kesenjangan antar daerah di kabupaten/kota Jawa Tengah,dapat diketahui bahwa selama lima tahun terakhir secara umum tingkatkesenjangan ekonomi antar daerah di Jawa Tengah masih terjadi. Tingkatkesenjangan ekonomi antar daerah yang diukur dengan nilai indeksWilliamson selama tahun 2001 sampai dengan 2005 berkisar antara 0,02 -0,45.
17Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
Analisis Jalur dan PembahasanHasil penelitian secara lengkap (lihat lampiran 2) didapatkan bahwa
variabel endogen (Pertumbuhan Ekonomi dan kesenjangan antar daerah)dapat dijelaskan secara signifikan oleh variabel eksogen (DesentralisasiFiskal). Koefisien jalur merupakan hipotesis dalam penelitian ini, yang dapatdisajikan dalam persamaan berikut:
Setelah dilakukan pemeriksaan asumsi, maka dari keempat modeltersebut di atas dapat dinyatakan dalam grafik analisis jalur dengan bentukseperti pada Gambar 1 berikut:
Beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam analisis jalur adalahterpenuhi asumsi pada residual pada masing-masing model. Sehingga padapenelitian ini dilakukan pemeriksaan asumsi residual pada masing-masingmodel. Dari berbagai uji ( uji normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi,multikolinearitas) model menunjukkan lolos uji, sehingga model yangdipakai menunjukkan baik.
Berdasarkan hasil estimasi, interpretasi dari koefisien jalur adalahsebagai berikut: Pertama, desentralisasi fiskal berpengaruh positif dansignifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari koefisienjalur yang bertanda positif sebesar 0,268 dengan nilai C.R. sebesar 3,662 dandiperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tarafsignifikansi (a) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikiandesentralisasi fiskal berpengaruh secara langsung pada pertumbuhanekonomi sebesar 0,268, yang berarti bahwa setiap ada kenaikandesentralisasi fiskal satu satuan maka akan menaikkan pertumbuhanekonomi sebesar 0,286 persen. Hasil estimasi ini memberikan dukungan
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 200918
atas hipotesis satu pada penelitian ini, bahwa desentralisasi fiskalberpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kotadi Provinsi Jawa Tengah.
Hasil studi ini mendukung temuan empiris Martinez and RobertM.Mc.Nab (2001), Mahi (2001), Brodjonegoro (2002), Dartanto dan Brodjonegoro(2003). Desentralisasi mempunyai dampak langsung terhadap pertumbuhanekonomi yang tinggi apabila desentralisasi fiskal dipusatkan padapengeluaran/pembelanjaan publik. Desentralisasi fiskal yang diukur denganpengeluaran pemerintah daerah menyebabkan pertumbuhan ekonomi secarasignifikan di daerah-daerah. Dalam era desentralisasi fiskal dengan transferdana dari pemerintah pusat dan kewenangan yang luas kepada daerah untukmengelola dan mengoptimalkan potensi-potensi ekonomi yang ada memberiefek positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Kedua, desentralisasi fiskal berpengaruh negatif dan signifikan terhadapkesenjangan ekonomi antar daerah (Y2). Hal ini terlihat dari koefisien jaluryang bertanda negatif sebesar -0,494 dengan nilai C.R. sebesar -7,532 dandiperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tarafsignifikansi (a) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikiandesentralisasi fiskal berpengaruh secara langsung pada kesenjangan antardaerah (Y2) sebesar -0,494 yang berarti bahwa setiap ada kenaikandesentralisasi fiskal satu-satuan maka akan menurunkan kesenjanganekonomi antar daerah sebesar 0,494. Hasil estimasi ini memberikandukungan atas hipotesis dua pada penelitian ini, bahwa desentralisasi fiskalberpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi antar daerah dikabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Ketiga, pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikanterhadap kesenjangan antar daerah. Hal ini terlihat dari koefisien jalur yangbertanda negatif sebesar -0,164 dengan nilai C.R. sebesar -2,501 dan diperolehprobabilitas signifikansi (p) sebesar 0,013 yang lebih kecil dari tarafsignifikansi (a) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikianpertumbuhan ekonomi berpengaruh secara langsung pada kesenjangandaerah sebesar -0,164 yang berarti bahwa setiap ada kenaikan pertumbuhanekonomi maka akan menurunkan kesenjangan ekonomi antar daerahsebesar 0,164. Hasil estimasi ini memberikan dukungan atas hipotesis tigapada studi ini, bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadapkesenjangan antar daerah di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
PENUTUPKesimpulan
Berdasarkan analisis hasil studi dan pembahasan tentang pengaruhdesentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan antardaerah serta penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat dikabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah, dapat ditarik simpulan bahwa :
19Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
1. Desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan mempunyai hubunganyang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
2. Desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan mempunyai hubunganyang negatif terhadap kesenjangan ekonomi antara daerah di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
3. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan mempunyai hubu-ngan yang negatif terhadap kesenjangan ekonomi antar daerah dikabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
SaranBerdasarkan kesimpulan yang dihasilkan dalam studi ini, maka
disampaikan beberapa saran yang diharapkan berguna, yaitu :1. Dalam era desentralisasi fiskal di mana daerah dituntut untuk bisa me-
lakukan fungsinya secara efektif dan efisien, maka harus didukungdengan sumber-sumber keuangan yang memadai. Oleh karena itupemerintah daerah diharapkan mampu meningkatkan kapasitasfiskalnya, melalui : pengembangan aktivitas ekonomi berbasis komoditiunggulan daerah, dan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasipendapatan asli daerah.
2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperkecil kesen-jangan antar daerah serta meningkatkan kesejahteraan, dapat dilakukandengan melakukan revitalisasi pertanian dari hulu sampai hilir untukmembantu daerah kabupaten/kota yang berbasis sektor primer(pertanian). Apabila program ini bisa efektif berjalan, secara tidaklangsung growth pole-growth pole menyebar ke desa-desa, sehingga mampumenumbuhkan ekonomi desa dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Bahl, Roy W. and Sally Wallace,2001, Fiscal Decentralization: The Provincial-Local Dimension. Fiscal Policy training Program 2001. FiscalDecentralization Course. July 23-Agust, 2001. Atlanta-Georgia. WorldBank Institute and Georgia State University, Andrew Young School ofPolicy Studies.
Bahl, Roy W.,2000. China : Evaluating the impact of Intergovemmental Fiscal reformdalam Fiscal Decentralization in Developing Countries . Edited by RichardM. Bird and Francois Vaillancourt, United Kingdom : CambridgeUnivercity Press.
Badan Pusat Statistik, 2004. Pendapatan Regional Jawa Tengah Tahun 2004 .Semarang : BPS dan BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah.
,2005a. Jawa Tengah Dalam Angka . Semarang : BPS danBAPPEDA Provinsi Jawa Tengah.
________________, 2005b. Statistik Keuangan Provinsi Jawa Tengah 2005 .Semarang : BPS Provinsi Jawa Tengah.
AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 7, April 200920
________________, 2006a. Jawa Tengah Dalam Angka 2006 . Semarang : BPSProvinsi Jawa Tengah.
________________, 2006b. Produk Domestik Regional Jawa Tengah 2006 .Semarang : BPS Provinsi Jawa Tengah.
Barzelay, M.1991.”Managing Local Development, Lesson from Spain”. PolicySciences, 24, 271 – 290.
Bird, Richard M., 1990. “Intergovemmental Finace and Local Taxation inDeveloping Countries Some Basic Consideration for Reformers”. Public
Bird, Richard M., and Francois Vaillancourt, 2000. Fiscal Decentralization inDeveloping Countries, United Kingdom : Cambridge University Press.
Brodjonegoro, Bambang PS. 2002. “The impact of decentralization processtothe Indonesia regional economies : a simultaneous economic approach.“. Indonesian Joumal of Economics and Development . Vol.3 No.2 Hal. 25-41. Januari 2003. Jakarta: FE UI.
Gorodnichenko,Y, 2001. “Effects of Intergovemmental Aid en Fiscal Behaviorof Local Govemments : The Case of Ukraine”. Master Thesis, UniversityofKiev.Available:http://www.eerc.kiev.ua/research/matheses/2001/pdf/gorodnichenko.pdf.
Halim, Abdul, 2001, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah , Yogyakarta:Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.
Kaho, Riwu Josef, 1997. Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesi.Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.
Kaloh, J, 2002. Mencari bentuk Otonomi Daerah , Jakarta : PT Rineka Cipta
Kuncoro, Haryo, 2000. “Ekspansi Pengeluaran Pemerintah dan ResponsitivitasSektor Swasta”. Jumal Ekonomi Pembangunan . Vol. 5 No. 1 Hal.:53-59,Surakarta : Penerbit FE-UMS.
Kuncoro, Mudrajad, 2003. Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah danKebiijakan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: AMP YKPN.
Mahi, Raksaka, 2001. Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau dari SegiPemerataan Antar daerah dan Peningkatan Efisiensi. Analisa CSISXXIX, Hal. 54-66, Jakarta : Indonesia Project, Jakarta.
Mangkoesoebroto, Guritno, 1997. Ekonomi Publik Edisi Ke-5. Yogyakarta : BPFE-UGM.
Martinez-Vasquez, Jorge and Robert M. McNab.2001. “Fiscal Decentralizationand Economic Growth”. International Studies Program Working Paper.Atlanta : Andre Young School of Policy Studies, Georgia StateUniversity.
21Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomiterhadap Kesenjangan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
Hadi Sasana
Mursinto, Djoko, 2004, Derajat Desentralisasi Fiskal dan TingkatKemandirian Keuangan Pada Era Otonomi Daerah PemerintahanKabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur, Disertasi, tidakdipublikasikan. Surabaya : Pascasarjana Unair.
Pressman, Steven, 2000, Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia , Terjemahan EdisiPertama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Richardson, Harry W, 1995, Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional , terjemahanPaul Sitohang, Jakarta : LPFE UI.
Sugiyanto, 2000. “Kemandirian dan Otonomi Daerah”. Media Ekonomi danBisnis, Vol. XII, No.1 Hal.: 1-7, Semarang : FE UNDIP.
Sukirno, Sadono, 2000, Makro Ekonomi Modem:Perkembangan Pemikiran DariKlasik Hingga Keynesian Baru . Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Teguh Dartanto dan Bambang PS Brodjonegoro, 2003. “Dampak DesentralisasiFiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Daerah :Analisa Model Makro Ekonometrik Simultan”, Indonesian Joumal ofEconomics and Development , Vol.4 No.1 Juli 2003. Hal. 17-37. Jakarta: FE UI
Todaro, Michael P. and Smith Stephen C., 2003, Economic Development, EighthEdition, United Kingdom : Pearson Education Limited.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbanagan Keuangan AntaraPusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan