Fr. David Jones Simanungkalit 1323009004 TREATISE OF HABIT QUESTION 49 Pada bagian ini, Thomas mengemukakan prinsip dari tindakan manusia. Prinsip tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu prinsip intrinsik dan prinsip ekstrinsik. Prinsip intrinsik adalah power dan habit. Namun, mengenai power telah dibahas dalam bagian yang lain. Dan fokus dari pembahasan ini adalah mengenai habit, yang berkaitan dengan baik-buruk, yang menjadi prinsip dari tindakan manusia. Question 49 berisi 4 artikel, yang mengandung 4 point pembahasan. Artikel pertama berbicara tentang: Apakah habit itu kualitas? Pada artikel kedua lebih berfokus tentang: Apakah habit itu spesies yang berbeda dari kualitas? Sedangkan pada artikel ketiga berbicara tentang: Apakah habit berimplikasi pada sebuah tindakan? Artikel keempat berbicara tentang: Apakah habit itu (di)perlu(kan)? Pembahasan mengenai habit tersebut bermuara pada pembahasan mengenai keutamaan yang dikemukakan oleh Aristoteles. Aristoteles mengungkapkan bahwa keutamaan pertama-tama bukanlah soal teori melainkan praktek. Dalam membangun keutamaan, manusia senantiasa dihadapkan pada dimensi-dimensi praktis kehidupannya. Keutamaan juga bukan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Fr. David Jones Simanungkalit
1323009004
TREATISE OF HABIT
QUESTION 49
Pada bagian ini, Thomas mengemukakan prinsip dari tindakan
manusia. Prinsip tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu prinsip
intrinsik dan prinsip ekstrinsik. Prinsip intrinsik adalah power dan
habit. Namun, mengenai power telah dibahas dalam bagian yang lain.
Dan fokus dari pembahasan ini adalah mengenai habit, yang berkaitan
dengan baik-buruk, yang menjadi prinsip dari tindakan manusia.
Question 49 berisi 4 artikel, yang mengandung 4 point
pembahasan. Artikel pertama berbicara tentang: Apakah habit itu
kualitas? Pada artikel kedua lebih berfokus tentang: Apakah habit itu
spesies yang berbeda dari kualitas? Sedangkan pada artikel ketiga
berbicara tentang: Apakah habit berimplikasi pada sebuah tindakan?
Artikel keempat berbicara tentang: Apakah habit itu (di)perlu(kan)?
Pembahasan mengenai habit tersebut bermuara pada
pembahasan mengenai keutamaan yang dikemukakan oleh
Aristoteles. Aristoteles mengungkapkan bahwa keutamaan pertama-
tama bukanlah soal teori melainkan praktek. Dalam membangun
keutamaan, manusia senantiasa dihadapkan pada dimensi-dimensi
praktis kehidupannya. Keutamaan juga bukan merupakan hal yang
inkonsisten (terjadi dalam beberapa kasus saja), melainkan harus
dibangun melalui tindakan yang konsisten, dalam jangka waktu yang
lama. Dengan kata lain, keutamaan harus dibentuk melalui habit.
Pembahasan mengenai hal ini terdapat pada sub tema: Keutamaan:
Dasar Kebahagiaan dan Tujuan Hukum.
Pada bagian terakhir penulis akan membuat sintesis antara
pemikiran Aristoteles mengenai keutamaan dalam konteks sistem
1
pendidikan yang berbasis pada teori multiple intelligence.
Pembahasan mengenai hal ini mengarah pada pembentukan
keutamaan yang ideal dalam sistem pendidikan. Bagaimana sistem
pendidikan harus sesuai dengan potensi kecerdasan khas yang
dimiliki oleh tiap individu. Berikut penulis akan mulai masuk pada
pembahasan pertama tulisan ini, yaitu mengenai habit yang
dikemukakan oleh Thomas Aquinas.
Of Habit in General, As Their Substance
Artikel Pertama: Apakah Habit itu Kualitas?
Keberatan pertama dalam artikel ini berkaitan dengan
permasalahan etimologis kata. Habit (kebiasaan) diperoleh dari kata
kerja to have (memiliki). Kata: memiliki, tidak hanya diterapkan
bahwa segala sesuatu memiliki kualitas saja, namun juga diterapkan
pada kategori-kategori lain. Sebagai contoh: kita memiliki kuantitas,
memiliki uang, dan hal lain yang tidak berkenaan dengan kualitas
saja. Maka dari itulah, habit dikatakan bukan sebuah kualitas.
Dalam menjawab keberatan tersebut, pada bagian sed contra,
Thomas mengutip jawaban seorang filsuf yang mengatakan bahwa
habit adalah kualitas yang sulit untuk berubah. Dikatakan sulit untuk
berubah karena habit merupakan tindakan yang dilakukan secara
berulang dengan intensitas yang tinggi. Contohnya: habit bangun pagi
untuk berdoa. Tindakan bangun pagi dan berdoa telah dilakukan
semenjak seseorang itu masih kecil. Maka ketika dewasa, tindakan
tersebut telah menjadi habit bagi pribadi tersebut. Dari contoh
tersebut dapat kita ketahui habit bangun pagi dan berdoa merupakan
sebuah kualitas. Dan kualitas tersebut (habit) sulit untuk berubah
karena merupakan tindakan yang diulang dengan intensitas yang
tinggi.
2
Thomas sendiri berargumen bahwa kata habitus (habit)
memang diperoleh dari kata habere (to have). Namun bagi Thomas,
penyerapan kata tersebut dibedakan dalam 2 cara. Cara pertama
ialah sebagaimana manusia dan benda-benda lain dikatakan memiliki
sesuatu (to have something). Dimana kepemilikan tersebut lebih
bersifat natural dan matterial. Sedangkan cara kedua lebih berkaitan
dengan hal relasi. Setiap hal memiliki sebuah relasi, baik berkenaan
dengan dirinya sendiri maupun berkenaan dengan sesuatu yang lain.
Penjelasan lebih lanjut akan dipaparkan dalam paragraf berikut.
Berkaitan dengan cara pertama, cara ini merupakan sebuah
kepemilikan kualitas dengan cara yang umum terhadap setiap benda.
Disebut demikian, karena kepemilikan kualitas tersebut merupakan
cara kepemilikan yang lebih bersifat matterial dan natural. Disebut
matterial karena berasal dari benda materi dan disebut natural
karena kualitas tersebut telah menempel secara natural pada tiap
benda. Sebagai contohnya sebuah batu pasti memiliki kualitas warna
dan berat. Kualitas warna dan berat merupakan kualitas yang bersifat
natural pada batu. Inilah yang dimaksud Thomas sebagai cara
kepemilikan yang pertama, dimana cara kepemilikannya bersifat
natural pada tiap benda material.
Di sisi lain, sehubungan dengan cara kepemilikan yang kedua,
ada suatu medium (hubungan) antara subject dengan sesuatu hal
yang lain yang menjadi habitnya. Namun demikian, hubungan
tersebut hanya merupakan sebuah relasi. Sebagai contoh: antara
manusia dan pakaian; antara manusia dan manusia. Antara manusia
dengan pakaian terdapat suatu kualitas relasi (habit) yang dibangun
yang disebut dengan habit cara berpakaian dengan baik. Lalu antara
manusia dengan manusia, terdapat juga suatu kualitas relasi (habit)
yang dibangun yang biasa disebut dengan kualitas pertemanan yang
baik. Kualitas-kualitas dalam sense yang kedua ini tidak bersifat
3
natural melainkan dibangun/dibentuk sedemikian rupa oleh subject
dengan adanya tindakan yang diulang.
Dari uraian di atas, maka kata to have dikategorikan sebagai
habit dalam arti adanya sebuah relasi, baik yang berkenaan dengan
dirinya sendiri maupun berkenaan dengan sesuatu hal yang lain.
Habit yang berkenaan dengan relasi terhadap dirinya sendiri
merupakan habit yang berhubungan dengan kualitas-kualitas dalam
dirinya subject. Kualitas-kualitas dalam diri subject disebut juga
sebagai keutamaan. Maka dari itu, habit yang berkenaan dengan
relasi dalam dirinya sendiri merupakan sebuah tindakan yang
didasarkan oleh kualitas-kualitas (keutamaan-keutamaan) di dalam
diri subject. Sedangkan habit yang berkenaan dengan sesuatu hal
yang lain merupakan relasi yang dibuat oleh subject dengan sesuatu
dari luar dirinya. Relasi yang dibangun tersebut merupakan sebuah
kualitas yang dinamakan habit. Dengan dua cara inilah habit dapat
dikatakan sebagai sebuah kualitas.
Habit juga berkaitan erat dengan disposisi antara baik-buruk.
Maka dari itu, habit dapat diartikan sebagai disposisi antara baik-
buruk yang berkenaan dengan dirinya sendiri maupun berkenaan
dengan suatu hal lain di luar dirinya. Dalam artikel kedua akan
dijelaskan bagaimana Thomas memberikan ukuran terhadap baik-
buruknya sebuah habit.
Dari uraian di atas, kiranya kita telah dapat menjawab
keberatan pertama. Keberatan pertama tersebut merupakan
kepemilikan kualitas/kuantitas dalam cara yang pertama sebagaimana
telah dijelaskan oleh Thomas. Keberatan tersebut berkaitan dengan
penyerapan kata to have dalam cara kepemilikan yang umum (bersifat
natural dan matterial) terhadap setiap subject/benda. Sedangkan
habit sebagai kualitas yang dimaksud oleh Thomas adalah
kepemilikan kualitas yang bersifat relasional, antara subject dengan
dirinya sendiri ataupun antara subject dengan sesuatu di luar dirinya.
4
Artikel Kedua: Apakah Habit itu Spesies yang
Berbeda dari Kualitas?
Salah satu keberatan dalam artikel kedua ini berbunyi bahwa
habit bukan merupakan species yang berbeda dari kualitas. Argumen
dari keberatan ini adalah bahwa habit, sejauh itu kualitas, selalu
memiliki disposisi tentang baik-buruk sebagaimana dimiliki oleh
kualitas-kualitas yang lain. Dengan bahasa yang lebih lugas dikatakan
bahwa setiap kualitas tentu memiliki disposisi baik-buruk. Sebagai
contoh: suatu gambar/lukisan memiliki kualitas baik-buruk;
pertemanan juga memiliki kualitas baik-buruk, dst. Maka dari itu,
habit bukan merupakan species yang berbeda dari kualitas karena
setiap kualitas tentu memiliki disposisi baik-buruk. Pada bagian sed
contra, Thomas mengutip pendapat dari Aristoteles untuk menjawab
keberatan tersebut. Pendapat Aristoteles adalah satu species dari
kualitas adalah habit dan disposisi.
Pada bagian corpus, Thomas mengutip jawaban dari seorang
tokoh yang bernama Simplicius yang memaparkan tentang perbedaan
mengenai species yang berkaitan dengan habit. Simplicius membagi
species-species yang berkaitan dengan kualitas dalam empat bagian.
Species pertama dari kualitas merupakan kualitas-kualitas yang
bersifat natural, inhern di dalam subject dan tidak dapat hilang.
Species kedua dari kualitas adalah kualitas yang didatangkan dari
luar subject, dan dapat hilang. Sedangkan species ketiga dan keempat
dari kualitas merupakan turunan dari species kedua. Jika kualitas
yang didatangkan dari luar sifatnya mengakar dan sulit hilang maka
kualitas tersebut ditempatkan pada species ketiga dari kualitas.
Kebalikannya, jika kualitas yang didatangkan dari luar tidak tahan
lama atau hanya di permukaan saja, maka kualitas tersebut
ditempatkan dalam species keempat dari kualitas.
Dari pembagian Simplicius tersebut, Thomas merasa ada
ketidakcocokan dengan pola pembagian tersebut. Bagi Thomas,
5
Urutan (hierarki) species dari Simplicius kurang tepat untuk
menerangkan perbedaan dari berbagai kualitas. Pembagian
Simplicius agaknya cenderung membedakan secara tegas antara
kualitas yang natural dengan kualitas yang merupakan bentukan dari
luar. Padahal ada kualitas yang sifatnya natural tetapi sekaligus
didatangkan dari luar. Dan sebaliknya, ada kualitas yang didatangkan
dari luar tetapi sekaligus merupakan kualitas yang sifatnya natural.
Bagi Thomas, yang lebih natural selalu menjadi yang pertama.
Sebelum sampai pada pembagian species-species dari kualitas,
Thomas terlebih dahulu berbicara tentang kualitas yang menjadi
ukuran pasti dari sebuah substansi. Pemikiran ini mengacu para
kerangka pemikiran Agustinus. Hal ini dijabarkan lebih dalam oleh
Thomas dalam kerangka pemikiran mengenai teori matter dan form.
Form (act) merupakan sebuah kualitas yang membatasi matter
(potency). Sebagai contoh: sesuatu yang memiliki mata, hidung, kaki,
mulut, dan akal budi merupakan kumpulan matter yang dinamakan
manusia. Term manusia merupakan form dari kumpulan matter
tersebut. Dengan demikian, form berfungsi untuk membatasi sebuah
matter dan sekaligus menjadi sebuah ciri khas membedakan matter
tersebut dengan matter lain.
Di dalam form terdapat pula substansial form. Substansial form
merupakan esensi utama dari sebuah form. Sebagai contoh:
substansial form manusia adalah rasionalitas yang membedakannya
dengan binatang. Bagi Thomas, substansial form tersebut merupakan
tujuan dan sekaligus dasar, mengapa sesuatu itu dibentuk. (“and
since the form it self and the nature of a thing is the end and the
cause why a thing is made”1). Melalui prinsip substansial form inilah
Thomas hendak mengarahkan pemikirannya mengenai habit. Habit
yang dibentuk oleh manusia melalui tindakan yang diulang hendaknya
harus sejalan dengan apa yang menjadi kodratnya, yaitu akal budi