BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDi Indonesia banyak ditemui
gunung api yang aktif. Hal ini disebabkankarena Indonesia terletak
pada pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Kedua
lempeng tersebut bertumbukan mengakibatkan banyakterbentuk gunung
api di Jawa bagian selatan dan Sumatera bagian barat.Salah satu
gunung yang terbentuk di daerah pertemuan lempeng tersebutmasih
aktif. Gunung tersebut adalah gunung Merapi yang terletak di
Jawabagian selatan tepatnya terletak di Magelang, Klaten dan
Boyolali PropinsiJawa Tengah dan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.Gunung Merapi merupakan jenis gunung api
basaltic andesitic. Gunung inimerupakan gunung api strato karena
letusannya yang bersifat efusif. Karenaitu gunung ini memiliki
bawah permukaan yang berlapis.Gunung ini masihterus berkativitas
hingga saat ini. Untuk memantau aktivitas kegempaanvulkanik gunung
Merapi terdapat beberapa stasiun seismik yang dipasang,antara lain:
stasiun Deles, Plawangan, Pusung London, dan Klatakan.
Selainaktivitas kegempaan vulkanik gempa tektonik jauh yang
disebabkan olehtumbukan lempeng dapat terekam oleh seismograf yang
terdapat di stasiunseismik gunung Merapi. Oleh karena sering
terjadinya peningkatan aktivitasgunung berapi di Indonesia, maka
Indonesia sering menjadi lahan nikmatterjadinya suatu bencana alam
yang menimbulkan korban jiwa,harta danbenda. Maka dengan tugas ini
akan dibahas tentang bagaimana analisis resiko, mitigasi, rencana
kontijensi dan penanganan bencana gunung berapi sehingga kerusakan
dan kerugian bisadiminimalisir.
B. Rumusan Masalah1. Bagaimana Bencana Gunung Merapi di
Yogyakarta?2. Bagaimana Analisis Resiko Letusan Gunung Merapi di
Kabupaten Sleman Yogyakarta?3. Bagaimana Rencana Mitigasi Letusan
Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Yogyakarta?4. Rencana Kontijensi
Bnencana Letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Yogyakarta?C.
Tujuan1. Mengetahui Bencana Gunung Merapi di Yogyakarta2.
Mengetahui Analisis Resiko Letusan Gunung Merapi di Kabupaten
Sleman Yogyakarta3. Mengetahui Rencana Mitigasi Letusan Gunung
Merapi di Kabupaten Sleman Yogyakarta4. Mengetahui Kontijensi
Bencana Letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Yogyakarta
BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum Bencana Letusan Gunung
Merapi1. Definisi Letusan Gunung MerapiLetusan gunung merupakan
peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi
yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi.Magma adalah
cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang
sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 C. Cairan magma
yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang
dikeluarkan bisa mencapai 7001.200C. Letusan gunung berapi yang
membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km
atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius
90 km.Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang
sering meletus disebut gunung berapi aktif.2. Penyebab Gunung
Merapi MeletusKerak bumi adalah lapisan tipis batuan padat (10
hingga 70 Km) yang mengambang di lapisan lebih tebal dari batuan
cair, mantel, di mana batu berada pada suhu 1100-1200 C di lapisan
paling dangkal dan lebih panas dan semakin panas dengan
meningkatnya kedalaman. Kerak bumi memberikan sebuah tekanan besar
pada mantel magma yang cenderung terhadap keuntungan pada setiap
titik lemah yang berada di atas kerak bumi, yang terbentuk oleh
beberapa patahan, untuk naik dan keluar di atas permukaan. Gunung
berapi dengan bentuk kerucut yang khas terbentuk menjadi banyak
lapisan dari letusan lava terpadatkan selama ratusan ribu tahun.
Hal tersebut merupakan kehidupan normal gunung berapi. Konveksi
aliran ini banyak terdapat di dalam mantel dan bergerak seperti ban
berjalan, mampu bergerak seluas kerak bumi. Untuk alasan ini,
dibagi menjadi banyak lempeng kerak yang bergerak antara satu
dengan lainnya beberapa centimeter setiap tahun. Hanya tepi lempeng
kerak ini merupakan daerah lemah dan tidak stabil dari kerak bumi
di mana magma dari mantel dengan mudah dapat muncul untuk membentuk
gunung berapi.Kerak bumi adalah terpendek (hanya Km 5-10)
kedekatannya dengan dasar laut dan tebal paling di bawah pegunungan
gunung utama, tapi sebagian besar terbentuk atau masih sedang
terbentuk hari ini hanya sepanjang batas antara dua lempeng kerak
dimana terjadi tabrakan antara satu dengan yang lain. Jadi, salah
satu dari dua lempeng (A) mereda/menyurut dan bergerak ke bawah
lempeng lain (B), tenggelam di dalam mantel dan meleleh menjadi
kurang padat; magma baru ini memberikan kontribusi mendorong tepi
lempeng kerak B ke atas dan membentuk kisaran gunung (pegunungan),
sejajar dengan tepi kerak. Ini adalah apa yang terjadi pada lempeng
India dengan menabrak dan kembali normal di bawah lempeng Asia dan
hasil dari tekanan besar adalah pegunungan Himalaya dan dataran
tinggi Tibet.Hal yang sama terjadi di sepanjang pantai barat
seluruh Amerika, di mana kerak samudra Pasifik menyurut di bawah
lempeng benua Amerika untuk membentuk Pegunungan Andes dan
Rocky.Hanya di sini, ada banyak kesalahan dan celah dalam kerak
bumi, yang disebabkan oleh tekanan yang cenderung membengkok dan
akibatnya banyak gunung berapi.Letusan magma mereda oleh gas-gas
terlarut di dalamnya, terutama karena magma melintasi lapisan kerak
bumi dan mendekomposisi bagian dari batuan di sepanjang jalan. Jadi
magma jenuh di bawah tekanan besar dengan gas-gas seperti CO2, SO2,
HCl, HF, H2O, H2 dan lainnya. Ketika magma naik sepanjang lubang
utama dari gunung berapi, tekanan berkurang dan gas terpisah dari
magma membentuk gelembung. Ini cenderung untuk naik ke atas dan
meningkatkan tekanan yang diberikan ke atas oleh lava.Penting untuk
diketahui bahwa magma meletus dari gunung berapi tidak datang
langsung dari mantel, tetapi dari ruang magmatik besar atau
"kaldera" dan terletak di dalam kerak bumi. Kaldera tersebut
terletak pada beberapa kilometer di bawah gunung berapi, langsung
berhubungan dengan kawahnya.Viskositas magma sangat penting untuk
menjelaskan letusan gunung berapi karena sangat bervariasi. Magma
yang paling kental membentuk gunung berapi di mana batuan cair
cenderung memadat segera setelah letusan atau bahkan sebelum keluar
dari kawah. Akibatnya, magma ini cenderung menyumbat vulkanik
menyumbat lubang dengan tutup dari magma padat pada akhir setiap
letusan. Kesimpulan untuk setiap letusan eksplosif hanya merupakan
langkah pertama menuju letusan berikutnya, walaupun terjadi setelah
beberapa abad, bahkan tekanan dari dasar magma dan gas, cepat atau
lambat cenderung membuat tutup tersebut meledak sehingga letusan
dari gunung berapi biasanya mendadak dan eksplosif, setelah periode
waktu panjang yang tenang. Kerasnya letusan di daerah sekitarnya
dipicu oleh ledakan yang disebabkan oleh gas-gas yang dilepaskan
dengan keras oleh magma yang sangat kental, bergerak bersama
sejumlah abu, bara dan puing-puing yang berasal dari bagian-bagian
dari gunung yang hancur oleh ledakan. Ini membentuk awan gas panas
yang tinggi dan besar dan partikel padat yang dapat runtuh pada
sisi-sisi gunung berapi dan membentuk awan dari abu dan gas yang
membakar segala sesuatu di sepanjang jalan mereka.3. Dampak Letusan
Gunung MerapiSaat meletus, gunung Merapi mengeluarkan
material-material yang terdiri dari lava, tepra, dan gas. Jenis dan
jumlah material yang dikeluarkan saat letusan, bergantung pada
komposisi magma yang ada dalam gunung berapi tersebut.Batuan pijar
meleleh yang terdapat di dalam perut bumi disebut dengan magma.
Magma yang keluar dari gunung berapi saat terjadi letusan, disebut
dengan lava. Bila magma bersifat cair (fluid), maka lava yang
dihasilkannya akan mengalir dengan cepat di permukaan lereng
gunung. Sambil mengalir, lava ini mendingin, dan akhirnya menjadi
batuan beku dan membentuk kubah lava baru.Tepra disebut juga dengan
material piroklastik (pyroclastic material). Gunung berapi yang
memiliki kandungan magma yang kental (sticky), bila terjadi letusan
yang eksplosif, akan menghasilkan aliran piroklastik (pyroclastic
flow), atau di Indonesia biasa dikenal dengan istilah wedus gembel.
Wedus gembel merupakan awan panas yang tersusun dari batu, debu,
bara, dan gas, mengalir menuruni lereng gunung dengan kecepatan
yang sangat tinggi, mencapai 300 km/jam. Ini kira-kira 2 kali
kecepatan maksimal mobil sedan di jalan Tol. Semua benda yang
dilaluinya akan hangus terbakar dan hancur.Gas yang dihasilkan pada
letusan gunung berapi baik yang eksplosif maupun non eksplosif,
biasanya dalam bentuk uap. Pelepasan gas yang tiba-tiba dengan
tekanan yang sangat tinggi inilah yang menyebabkan terjadinya
letusan. Gas yang banyak terkandung dalam gunung berapi antara lain
adalah uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), dan sulfur dioksida
(SO2); sedangkan gas lainnya dalam jumlah kecil adalah Klorin (CL)
dan Fluorin (F).Selain mengeluarkan lava dan batu-batuan besar saat
meletus, gunung Merapi umumnya juga menyemburkan uap air (H2O),
karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), asam klorida (HCl),
asam fluorida (HF), dan abu vulkanik ke atmosfer. Abu vulkanik
mengandung silika, mineral, dan bebatuan. Unsur yang paling umum
adalah sulfat, klorida, natrium, kalsium, kalium, magnesium, dan
fluoride. Ada juga unsur lain, seperti seng, kadmium, dan timah,
tapi dalam konsentrasi yang lebih rendah. Abu vulkanik dari gunung
Merapi terbawa angin ke berbagai arah hingga banyak membahayakan
warga sekitar, terutama pada kesehatan. Abu vulkanik sering disebut
juga pasir vulkanik atau jatuhan piroklastik, yaitu bahan material
vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi
letusan.Kandungan dalam abu vulkanik terdiri atas pasir dan
batu-batuan, produk letusan seperti belerang, juga awan panas yang
banyak disebut dengan wedhus gembel. Semuanya sangat berpengaruh
terhadap kesehatan, khususnya paru-paru. Saat menyerang pernapasan,
dampak yang terjadi pun bisa beragam. Misalnya saja saat menyerang
kepada orang yang sebelumnya sehat, maka bergantung seberapa besar
debu itu menyerang seseorang.Posisi juga menentukan seberapa besar
abu tersebut masuk ke dalam pernapasan kita. Jika posisi seseorang
dekat dengan abu vulkanik yang kemudian masuk ke dalam pernapasan
cukup banyak, maka bisa membuat saluran pernapasan membengkak
karena efek dari panasnya udara. Yang terjadi, bisa saja sesak
napas, bahkan sampai mengancam jiwa.Apabila abu vulkanik tersebut
naik ke angkasa yang kemudian membentuk awan panas, maka bisa
menyebabkan terjadinya hujan asam yang juga membahayakan kesehatan
maupun lingkungan. Kandungan racun dalam awan panas tadi dapat
menurunkan kesuburan tanah dan kematian bagi hewan.Abu vulkanik
sangat mengganggu kesehatan manusia terkait dengan berbagai hal,
terutama paru, mata, dan kulit. Secara umum, efek abu vulkanik pada
paru akan menyebabkan iritasi karena bersifat asam. Iritasi yang
terjadi adalah dari saluran pernapasan atas hingga bawah, seperti
batuk-batuk atau bersin. Namun jika fasenya lebih lanjut, maka bisa
menyebabkan sakit tenggorokan, timbunan dahak, sesak napas, juga
kekambuhan pada penyakit paru apabila seseorang sebelumnya telah
memiliki riwayat penyakit pernapasan. Akibat lanjutan dari iritasi
saluran napas yang terjadi adalah meningkatnya risiko terjadinya
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Sementara untuk efek jangka
panjang, bisa terjadi penumpukan debu di paru atau silica yang
berisiko terjadinya silikosis.Dampak kesehatan yang terjadi di luar
kesehatan pernapasan atau paru, di antaranya iritasi pada mata,
seperti mata berair hingga kebutaan. Kulit pun menjadi bagian yang
terkena dampak akan bahaya vulkanik, di antaranya iritasi berupa
gatal-gatal, bisa membuat erosi, bahkan kulit bisa terbakar karena
abu vulkanikAkibat yang ditimbulkan dari letusan gunung Merapi
tidak hanya dirasakan oleh manusia saja,peristiwa tersebut dapat
menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem. Misalnya, di hutan
sekitar gunung Merapi banyak hewan, tumbuhan, dan makhluk hidup
lainnya yang hidup di sana. Wedus gembel yang turun dari puncak
Merapi akan melewati hutan dan merusak ekosistem hutan di wilayah
sekitar Merapi. Selain itu, lelehan lahar dingin juga bisa merusak
ekosistem sungai meskipun manusia bisa memanfaatkan sisa pasir dari
lahar dingin tersebut.Banyak korban yang meninggal karena letusan
gunung Merapi, banyak yang kehilangan rumah, ternak, dan lapangan
pekerjaan. Tanah yang sebelumnya subur berubah menjadi lahan tandus
yang gersang dan panas. Tak ada satu pohonpun yang tersisa yang
dapat tumbuh.4. Pengendalian Letusan Gunung MerapiAda beberapa
tindakan pengendalian yang dapat dilakukan menyangkut letusan
genung merapi, diantanya:1. Tindakan Kesiapsiagaan Persiapan dalam
Menghadapi Letusan Gununga. Mengenali tanda-tanda bencana, karakter
gunung dan ancaman-ancamannyab. Membuat peta ancaman, mengenali
daerah ancaman, daerah amanc. Membuat sistem peringatan dinid.
Mengembangkan Radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status
gunung apie. Mencermati dan memahami Peta Kawasan Rawan gunung api
yang diterbitkan oleh instansi berwenangf. Membuat perencanaan
penanganan bencana Mempersiapkan jalur dan tempat pengungsian yang
sudah siap dengan bahan kebutuhan dasar (air, jamban, makanan,
pertolongan pertama) jika diperlukang. Mempersiapkan kebutuhan
dasar dan dokumen pentingh. Memantau informasi yang diberikan oleh
Pos Pengamatan gunung api (dikoordinasi oleh Direktorat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi). Pos pengamatan gunung api biasanya
mengkomunikasikan perkembangan status gunung api lewat radio
komunikasi2. Tindakan yang Sebaiknya Dilakukan Saat Terjadi Letusan
Gununga. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung,
lembah, aliran sungai kering dan daerah aliran lahar Hindari tempat
terbuka, lindungi diri dari abu letusanb. Masuk ruang lindung
darurat bila terjadi awan panasc. Siapkan diri untuk kemungkinan
bencana susulan Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti
baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnyad. Melindungi
mata dari debu, bila ada gunakan pelindung mata seperti kacamata
renang atau apapun yang bisa mencegah masuknya debu ke dalam mata
Jangan memakai lensa kontake. Pakai masker atau kain untuk menutupi
mulut dan hidungf. Saat turunnya abu gunung usahakan untuk menutup
wajah dengan kedua belah tangan3. Tindakan yang Seabiknya Dilakukan
Setelah Terjadi Letusana. Jauhi wilayah yang terkena hujan abub.
Bersihkan atap dari timbunan abu karena beratnya bisa merusak atau
meruntuhkan atap bangunanc. Hindari mengendarai mobil di daerah
yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin motor, rem,
persneling dan pengapian
B. Tinjauan Umum Penyakit Pasca Letusan Gunung MerapiKetika
gunung berapi meletus, maka biasanya akan dikuti juga dengan hujan
abu vulkanik yang tentu saja ini akan menyebabkan berbagai gangguan
dan dampak buruk. Selain dapat merusak tanaman, abu vulkanik akibat
gunung meletus juga bisa mengganggu kesehatan, baik itu hewan
maupun bagi manusia. Biasanya, penyakit yang muncul akibat
meletusnya gunung berapi adalah penyakit yang berhubungan dengan
saluran pernapasan diantaranya yang paling besar tingkat
kejadiannya adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).1.
Definisi ISPAISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi
akut
saluranpernapasanbagianatasdansaluranpernapasanbagianbawahbesertaadenaksanya
(Depkes RI, 1993).ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut yang berlangsung sampai14hari lamanya. Saluran pernafasan
adalah organ yang bermula dari hidung hingga alveoli beserta
segenap adneksanya sepertisinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya
kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh danberkembang biak
sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).Infeksi saluran
pernapasan akut adala infeksi yang terutama mengenai struktur
saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan,
penyakitinimengenaibagiansaluranatasdanbawahsecarasmultan atau
berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan
dan edemamukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan
perubahan danstruktur fungsi siliare (Behrman, 1999).2. Etiologi
Penyakit ISPAMayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan
frekuensilebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk
ISPA bagian bawahfrekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian
atas mulai dari hidung,nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan
laring hampir 90% disebabkanoleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah
hampir 50% diakibatkan olehbakteri.Saatinitelahdiketahuibahwa
penyakitISPAmelibatkanlebihdari 300 tipe antigen dari bakteri
maupun virus tersebut (WHO, 1986). WHO(1986), juga mengemukakan
bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkanoleh virus dan mikoplasma,
dengan pengecualian epiglotitis akut danpneumonia dengan distribusi
lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial)yang banyak
ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anakadalah
Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus, parainfluenza,
danvirus influenza A & B.3. Determinan Penyakit ISPASecara
umum, pencemaran udara memiliki peranan penting dalam menimbulkan
infeksi saluran peranfasan dan dapat menyebabkan pergerakan silia
hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak
dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan
pencemar. Prosuksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan
penyempitan daluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di
saluran pernafasan. Akibatnya, penderita akan mengalami kesulitan
untuk bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri juga tidak
dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan tersebut, hal ini akan
mempermudah terjadinya infeksi saluran peranfasan.
BAB IIIPEMBAHASANA. Bencana Gunung Merapi di YogyakartaSejarah
letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768.
Namun demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada
pada akhir abad 19. Ada kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan
lebih sering dibanding pada abad 19. Hal ini dapat terjadi
karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif lebih rinci.
Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal
abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti
interval letusan Merapi secara ratarata lima tahun sekali. Letusan
tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada
abad 19 dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan
diameter antara 480600m.Letusan berlangsung selama lima hari dan
digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai Kerawang,
Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui hampir semua hulu
sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo,
Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas dan material produk
letusan menghancurkan seluruh desadesa yang berada di atas elevasi
1000m. Pada saat itu bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi
2814m (bandingkan dengan saat ini puncak Merapi terletak pada
elevasi 2968m). Dari peristiwaperistiwa letusan yang telah lampau,
perubahan morfologi di tubuh Gunung dibentuk oleh lidah lava dan
letusan yang relative lebih besar.Gunung Merapi merupakan gunungapi
muda. Beberapa tulisan sebelumnya menyebutkan bahwa sebelum ada
Merapi, telah lebih dahuiu ada yaitu Gunung Bibi (2025m), lereng
timurlaut gunung Merapi. Namun demikian tidak diketahui apakah saat
itu aktivitas vulkanik berlangsung di gunung Bibi. Dari pengujian
yang dilakukan, G. Bibi mempunyai umur sekitar 400.000 tahun
artinya umur Merapi lebih muda dari 400.000 tahun. Setelah
terbentuknya gunung Merapi, G. Bibi tertimbun sebagian sehingga
saat ini hanya kelihatan sebagian puncaknya. Periode berikutnya
yaitu pembentukan bukit Turgo dan Plawangan sebagai awal lahirnya
gunung Merapi. Pengujian menunjukkan bahwa kedua bukit tersebut
berumur sekitar maksimal 60.000 tahun (Berthomrnier, 1990).Kedua
bukit mendominasi morfologi lereng selatan gunung Merapi. Pada
elevasi yang lebih tinggi lagi terdapat satuansatuan lava yaitu
bukit Gajahmungkur, Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di
lereng bagian atas dari tubuh Merapi. Susunan bukitbukit tersebut
terbentuk paling lama pada, 6700 tahun yang lalu
(Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa struktur tubuh
gunung Merapi bagian atas baru terbentuk dalam orde ribuan tahun
yang lalu. Kawah Pasarbubar adalah kawah aktif yang menjadi pusat
aktivitas Merapi sebelum terbentuknya puncak.Diperkirakan bahwa
bagian puncak Merapi yang ada di atas Pasarbubar baru terbentuk
mulai sekitar 2000 tahun lalu. Dengan demikian jelas bahwa tubuh
gunung Merapi semakin lama semakin tinggi dan proses bertambahnya
tinggi dengan cepat nampak baru beberapa ribu tahun lalu. Tubuh
puncak gunung Merapi sebagai lokasi kawah aktif saat ini merupakan
bagian yang paling muda dari gunung Merapi. Bukaan kawah yang
terjadi pernah mengambil arah berbedabeda dengan arah letusan yang
bervariasi. Namun demikian sebagian letusan mengarah ke selatan,
barat sampai utara. Pada puncak aktif ini kubah lava terbentuk dan
kadangkala terhancurkan oleh letusan.Kawah aktif Merapi berubahubah
dari waktu ke waktu sesuai dengan letusan yang terjadi. Pertumbuhan
kubah lava selalu mengisi zonazona lemah yang dapat berupa celah
antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif Tumbuhnya
kubah ini ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah
letusan. Bila kasus ini yang terjadi, maka pembongkaran kubah lava
lama dapat terjadi dengan membentuk kawah baru dan kubah lava baru
tumbuh dalam kawah hasil letusan. Selain itu pengisian atau
tumbuhnya kubah dapat terjadi pada tubuh kubah lava sebelumnya atau
pada perbatasan antara dinding kawah lama dengan lava sebelumnya.
Sehingga tidak mengherankan kawahkawah letusan di puncak Merapi
bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran hasil letusan juga
berpengaruh pada perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir
kawah dan lereng bagian atas.Pusat longsoran yang terjadi di puncak
Merapi, pada tubuh kubah lava biasanya pada bagian bawah yang
merupakan akibat dari terdistribusikannya tekanan di bagian bawah
karena bagian atas masih cukup kuat karena beban material. Lain
halnya dengan bagian bawah yang akibat dari desakan menimbulkan
zonazona lemah yang kemudian merupakan pusatpusat guguran. Apabila
pengisian celah baik oleh tumbuhnya kubah masih terbatas jumlahnya,
maka arah guguran lava masih dapat terkendali dalam celah yang ada
di sekitarnya. Namun apabila celahcelah sudah mulai penuh maka akan
terjadi penyimpanganpenyimpangan tumbuhnya kubah. Sehingga
pertumbuhan kubah lava yang sifat menyamping (misal, periode 1994
1998) akan mengakibatkan perubahan arah letusan.Perubahan ini juga
dapat terjadi pada jangka waktu relatif pendek dan dari kubah lava
yang sama. Pertumbuhan kubah lava ini berkembang dari simetris
menjadi asimetris yang berbentuk lidah lava. Apabila pertumbuhan
menerus dan kecepatannya tidak sama, maka lidah lava tersebut akan
mulai membentuk morfologi bergelombang yang akhirnya menjadi
sejajar satu sama lain namun masih dalam satu tubuh. Alur
pertumbuhannya pada suatu saat akan mencapai titik kritis dan
menyimpang menimbulkan guguran atau longsoran kubah. Kronologi
semacam ini teramati pada th 1943 (April sampai Mei 1943).
Penumpukan material baru di daerah puncak akibat dari pertumbuhan
kubah terutama terlihat dari perubahan ketinggian maksimum dari
puncak Merapi. Beberapa letusan yang dalam sejarah telah mengubah
morfologi puncak antara lain letusan periode 18221823 yang
menghasilkan kawah berdiameter 600m, periode 1846 1848 (200m),
periode 1849 (250 400m), periode 1865 1871 (250m), 1872 1873 (480
600 m), 1930, 1961.
B. Analisis Resiko Letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman
YogyakartaKeberadaan bencana pada dasarnya tidak diharapkan oleh
pihak manapun. akan tetapi ketika bencana merupakan hal yang
mungkin terjadi, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan kesigapan ketika terjadi bencana dan kesiapsiagaan
ketika tidak atau belum terjadi bencana. Hal tersebut didasarkan
pada kenyataan bahwa bencana datang dengan tanpa dapat diperkirakan
sebelumnya. Model atau perkiraan terhadap bencana susulan hanya
dapat dilakukan bila pernah terjadi kejadian sebelumnya. Dalam
menghadapi ancaman bencana tersebut, terdapat berbagai kelompok
masyarakat dalam menanggapinya. Di sebagian masyarakat terdapat
kelompok yang menyikapi dengan tindakan yang sesuai dengan prosedur
keselamatan yang telah ditetapkan.. Namun disebagian lain terdapat
kelompok masyarakat yang belum siap dan siaga ketika terjadi
bencana. Beberapan analisis kerentanan yang ada di masyarakat,
anatara lain :1. Kerentanan FisikKerentanan fisik (infrastruktur)
menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik
(infrastruktur) bila ada faktor berbahaya (hazard) tertentu.
Berbagai indicator yang merupakan sumber kerentanan fisik adalah
sebagai berikut: persentase kawasan terbangun; kepadatan bangunan;
persentase bangunan konstruksi darurat; jaringan listrik; rasio
panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan PDAM; dan jalan
KA, maka pemukiman yang berada di kawasan bahaya alam(gempa bumi
tektonik dan kawasan merapi) dapat dikatakan berada pada kondisi
yang sangan rentan karena persentase kawasan terbangun, kepadatan
bangunan, sementara di lain pihak persentase jaringan listrik,
rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM masih
rendah.2. Kerentanan EkonomiKerentanan ekonomi menggambarkan
besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi (proses ekonomi)
yang terjadi bila terjadi ancaman bahaya. Indikator yang dapat kita
lihat menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ini misalnya adalah
persentase rumah tangga yang bekerja disektor rentan (sector jasa
dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin di daerah rentan
gempa bumi tektonik dan kawasan merapi.3. Kerentanan
SosialKerentanan social menunjukkan perkiraan tingkat kerentanan
terhadap keselamatan jiwa penduduk apabila ada bahaya. Dari
beberapa indikator antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan
penduduk, persentase penduduk usia tua balita dan penduduk wanita,
maka kawasan rawan bencana Merapi memiliki kerentanan social yang
tinggi. Belum lagi jika kita melihat kondisi sosal saat ini yang
semakin rentan rentan terhadap bencana non-alam (man-made
disaster), seperti rentannya kondisi social masyarakat terhadap
dampak penambangan pasir Merapi karena tingginya angka pengangguran
juga tekanan ekonomi.4. Kerentanan LingkunganKerentanan lingkungan
menggambarkan kondisi suatu wilayah yang rawan bencana. Kondisi
geografis dan geologis suatu wilayah serta data statistik
kebencanaan merupakan indikator kebencanaan. Kabupaten Sleman
termasuk salah satu wilayah yang memiliki kerentanan lingkungan
cukup tinggi. Indikasi suatu daerah merupakan lingkungan yang rawan
adalah dekat dengan sumber ancaman dengan kapasitas masyarakat yang
masih rendah dalam menghadapi bencana.Adanya kerentanan masyarakat
dan ancaman bencana manjadikan kapasitas masyarakat mutlak untuk
dikembangkan. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa bancana
akan menjadi sebuah hal yang marjin ketika masyarakat mempunyai
kemampuan dan kapasitas untuk mengantisipasi dampaknya dengan baik.
Semakin besar kemampuan masyarakat dalam mengelola bencana maka
akan semakin kecil dampak kerugian yang ditimbulkannya. Hal seperti
itulah yang dirintis dalam pengurangan resiko bencana. Secara
struktural penanggulangan bencana pada saat ini masih bersifat
sentralistik. Meskipun struktur kelembagaan seperti ini masih tetap
berlaku, namun seiring dengan adanya reformasi dan otonomi daerah
hal tersebut mulai bergeser dengan berubahnya paradigm politik dan
pemerintahan. Hal tersebut juga semakin bergeser sejalan dengan
menguatnya paradigm pengurangan resiko bencana.Dari segi mekanisme
dan prosedur, penanggulangan bencana mengacu pada pada pedoman umum
pada tingkat yang lebih tinggi. Hal tersebut mestinya dibenahi agar
pedoman tersebut dapat diterjemahkan dalam bentuk petunjuk teknis
oprasional. Lebih lanju dari itu pedoman yang dibuat hendaknya
sesuai dengan kondisi riil dilapangan. Maka, mengacu pada hal-hal
di atas dan kondisi riil kebencanaan di empat wilayah rawan bencana
(Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali), terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam rangka
mitigasi dan penanganan daerah rawan bencana di empat Kabupaten
tersebut ke depan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :1. Belum
optimalnya operasi early warning system dan sistem mitigasi bencana
dalam penataan ruang wilayah;2. Belum sinerginya penanganan korban
bencana, yang selama ini masih terlihat bersifat sektoral;3. Belum
berjalannya dengan baik program pemberdayaan masyarakat korban
bencana maupun pemberdayaan masyarakat di daerah rawan bencana;
dan4. Belum optimalnya fungsi dan pelayanan infrastruktur utama di
wilayah pasca bencana.Oleh karena itu diperlukan penataan wilayah
secara terpadu, terintegrasi, transparan, efektif dan partisipatif
agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Tujuan utama penataan ruang adalah untuk mengurangi kerentanan
lingkungan dengan memperhatikan keharmonisan antara lingkungan alam
dan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
buatan, perlindungan fungsi ruang dan pencegahan, dampak negatif
terhadap lingkungan.Rencana Pengurangan Resiko Bencana Gunung
MerapiMitigasi (penguranga resiko) bencana merupakan salah satu
fungsi pemerintah bekerjasama dengan segenap unsure masyarakat dan
swasta dengan mengoptimalkan sarana prasarana yang tersedia dengan
menempatkan pemerintah sebagai penanggungjawab utama. Pengurangan
bencana Merapi dilakukan sebagai suatu proses yang dinamis, terpadu
dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang
berhubungan dengan penanganan bencana Merapi, meliputi rangkaian:1.
Pencegahan,upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
dari suatu bencana2. Mitigasi. upaya untuk megurangi atau
meminimalkan resiko bencana 3. Kesiapsiagaan. kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana 4. Tanggap darurat,
serangkaian kegiatan dan upaya pemberian bantuan kepada korban
bencana yang dilakukan dengan sgera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan5. Pemulihan, proses
untuk membantu korban bancana agar dapat berfungsi kembali6.
Rekonstruksi, pembangunan kembali semua sarana dan prasarana yang
dilakukan untuk meningkatkan keadaan kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang rusak akibat bencana sehingga menjadi lebih
baik.Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan serangkain data dan
informasi kebencanaan Gunung Merapi begi ke empat wilayah rawan
bencana tersebut yang meliputi:1. Analisis bahaya (hazard) untuk
mengidentifikasi daerah rawan bencana melalui pemahaman Peta
Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi2. Analisis tingkat kerentanan
(Vulnerabillity) untuk mengidentifikasi dampak terjadinya bencana
melalui pemahaman aspek-aspek kerentanan masyarakat di Peta KRB
Merapi, baik dari sisi penggunaan laahan, asset ekonomi, asset
sosial, aset budaya dan lingkungan3. Analisis tingkat ketahanan
untuk mengidentifikasi kemampuan pemerintah serta masyarakat dalam
merespon bencana melalui persiapan semua unit dan unsur dalam
menggerakkan proses tanggap darurat.Berdasarkan analisis dari
ketiga hal tersebut di atas maka dapat diperkirakan resiko bencana
yang mengkin akan muncul guna merencanakan program kegiatan
mitigasi bencana. Rencana program kegiatan yang baik garus meliputi
unsur spesifik (specific), terjangkau (achievable), relevan
(relevant) dan memiliki jangka waktu (time-bound). Brberapa
ketentuan dasar dalam menyususn rencana, antara lain:1.
Mendefinisikan berbagai aktivitas yang harus dilakukan2. Menetapkan
tolok ukur untuk menilai pancapaian suatu aktivitas3. Menyusun
antisipasi faktor-faktor yang paling beresiko dan usaha-uasaha
menguranginya bila mungkin4. Membangun jaringan kerja pada pihak
dalam pengurangan resiko bencana Merapi5. Melakukan estimasi waktu
yang dibutuhkan untuk setiap aktivitas6. Membuat jadwal dengan
cermat dan sistematis bagi seluruh kegiatanAnalisis bencana pada
saat ini cenderung diulas dari sisi ilmu pengetahuan (science), di
mana dimensi social dan ekonomi diabaikan. Hal ini mungkin karena
begitu kompleksnya tinjauan dari sisi social, ekonomi, budaya, dan
biologi terhadap alam dalam hubungannya kemanusiaan. Keadaan inilah
yang menyebabkan analisis yang ada tidak dapat menjelaskan fakta
mengapa bencana memberikan dampak yang diskriminatif. Kaum marjinal
dengan penghasilan rendah dan masyarakat tradisional paling banyak
mengalami dampak baik dari sisi kematian maupun penderitaan.Dalam
merencanakan program kegiatan perlu dipahami bahwa bencana,
sealamiah apapun sebuah ancaman (hazard). resiko yang ditimbulkan
sangat berkaitan erat dengan konstruksi social yang ada. Perbedaan
kelas social-ekonomi dan jender akan semakin terlihat mencolok
pasca bencana. Pendekatan komprehensif, multi hazard, diperlukan
dalam upaya membangun kerangka infrastruktur social (manusia,
kelembagaan, dan politik) dan juga infrastruktur teknis dan
keilmiahan guna mengolah resiko. Terdapat tiga komponen utama dalam
menetapkan rencana mitigasi bencana, yaitu: faktor ancaman, faktor
kerentanan, dan penguatan kapasistas (Agus Hendratno. 2010:
7-11)Program mitigasi bencana berbasis masyarakat haruslah
mengahsilkan tindakan-tindakan yang merespon kebutuhan riil dan
mendasar masyarakat dan untuk mengambil bagian dalam pembangunan
masyarakat, kesadaran akan bahaya yang mereka hadapi serta
kemampuan masyarakat untuk melindungi diri di masa mendatang,
meskipun secara teknis sarana infrastruktur masih kurang efektif
dibandingkan dengan program mitigasi yang berskala lebih besar.
Pendekatan ini juga cenderung memaksimalkan penggunaan
sumber-sumber daya local, seperti: tenaga kerja, material, dan
organisasi (Cobum, Spence, dan Pomonis, 1994: 34). Pemerintah
kabupaten dan kota perlu mempunyai suatu kebijakan mitigasi bencana
dengan mengikuti pedoman atau arahan kebijaksanaan mitigasi bencana
yang diharapkan dapat digunakan sebagai titik tolak untuk
mengembangkan dan memadukan berbagai program pembangunan yang
berwawasan keamanan dan keselamatan masyarakat dari bencana yang
mungkin terjadi sekaligus menjaga keberlanjutan pembangunan. Salah
satu sebab pentingnya penyususnan kebijaksanaan mitigasi ini,
disamping mengurangi dampak dari bencana itu sendiri adalah juga
untuk menyiapkan masyarakat membiasakan diri hidup bersama dengan
bencana, khususnya untuk lingkungan yang sudah (terlanjur)
terbangun, yaitu dengan mengembangkan system peringatan dini (early
warning system) dan memberikan pedoman bagaimana mempersiapkan diri
dalam menghadapi bencana yang biasa terjadi, sehingga masyarakat
dapat mersakan keamanan serta kenyamanan dalam kehidupannya. Secara
umum, dalam prakteknya mitigasi dapat dikelompokkan kedalam
mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan
konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain
meliputi perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan
wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforcement)
pemebngunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih
memberikan keluasan secara substansial kepada daerah untuk
mengembangkansistem mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan
paling efektif-efisien untuk daerahnya (Bakornas PBP, 2002:
4-6).Analisis kerentanan bencana sebagai suatu proses dinamis,
berkelanjutan dari pihak-pihak (individu dan organisasi) yang mampu
menilai nahaya dan resiko yang mereka hadapi dan menentukan apa
yang seharusnya dilakukan terhadap bahaya dan resikonya. Pengkajian
kerentanan juga mencakup suatu sarana pengumpulan data yang
terstruktur yang diarahkan untuk pemahaman tingkat potensi ancaman,
kebutuhan, dan sumber daya yang dapat segera terpenuhi. Pengkajian
tersebut mencakup dua kategori informasi umum. Pertama, informasi
infrastruktur yang relatif statis yang memberikan dasar-dasar untuk
menentukan tingkat pembangunan, tipe-tipe keuntungan dan kerugian
fisik yang dihadapi oleh masyarakat yang bertempat tinggal di suatu
wilayah dan suatu peta bencana dari struktur yang tersedia,
seperti: jalan dan rumah sakit yang bermafaat pada saat tanggap
darurat. Ledua, mencakup data sosio-ekonomi yang relatif dinamis
yang menunjukkan sebab dan tingkat kerentanan, perubahan demografi
dan tipe-tipe aktivitas ekonomi. Ada tiga alas an utama mengapa
penilaian (assessment) kerentanan itu begitu penting bagi
kesiapsiagaan bencana (disaster preparadness). Pertama, penilaian
kerentanan yang akurat berfungsi sebagai suatu sarana unutk
menginformasikan kepada para pembuat keputusan tentang kegunaan
dari pendekatan tingkat lokal dan nasional terhadap kesiapan
bencana. Kedua, para pembuat keputusan seharusnya sadar akan
potensi-potensi bencana di Negara masing-masing. sedangkan pada
dimensi ancaman bencana dan tingkat kesiapsiagaan atau
ketidaksiapsiagaan perlu dipahami secara penuh. Ketiga, pengkajian
kerentanan harus berfungsi sebagai basis kebiasaan yang bersifat
berkelanjutan (sustainable habits) memonitor gejala-gejala dari
kondisi infrastruktur, sosio-ekonomi, dan fisik di Negara-negara
yang rawan tergadap bencana. Dengan pemahaman ini, upaya awal untuk
mengembangkan suatu data dasar melalui pengkajian kerentanan harus
menjadi landasan bagi perawatan dan perbaikan media informasi
penting demi tujuan perencanaan pebangunan (Kent, 1994: 16-17) C.
Rencana Mitigasi Letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman
YogyakartaSistem penanggulangan bencana alam di Sleman memadukan
mitigasi (penjinakan) fisik dan mitigasi non fisik. Mitigasi fisik
adalah pengurangan resiko bencana dengan struktur bangunan tertentu
yang dapat melindungi masyarakat dari ancaman bahaya alam. Pada
umumnya mitigasi fisik berupa struktur pelindung kawasan pemukiman,
struktur penahan di alur sungai, maupun perangkat early warning
sistem.Mitigasi non fisik adalah upaya peningkatan kapasitas
lembaga dan masyarakat agar memiliki sumber daya lebih sehingga
selalu siap siaga dan waspada terhadap kejadian bencana alam. Pada
umumnya mitigasi non fisik dilakukan dalam bentuk
pelatihan-pelatihan, pembuatan dokumen kebencanaan.1. Mitigasi
FisikPenanggulangan bencana alam, diupayakan dengan mitigasi fisik
berupa bangunan teknis, dengan harapan dapat menurunkan resiko
kerugian akibat kejadian bencana. Sarana prasarana penanggulangan
bencana alam yang dikelola oleh Dinas P3BA Sleman disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Mitigasi fisik penanggulangan bencana di Kabupaten
SlemanNoSarana/prasaranaJumlahSatuanLokasi
1Bunker2BuahTunggularum, Kaliurang
2Barak Pengungsian17BuahKec. Tempel, Ngaglik,Turi, Pakem,
Cangkringan,Ngemplak
3Jalan Evakuasi117,3KmKec. Cangkringan, Pakem, Turi, Ngemplak,
Kalasan, Tempel
4EWS Awan panas3Unit Sirine1 Master control (pakem),Wara-Gumuk
Bol, Kinahrejo
5EWS bajir lahardingin7Unit Sirene1 Master control
(Pakem),Kaliadem, Manggong,Bronggang, Jambon, Turgo,Kalireso,
Kemiri
Sumber: Dinas P3BA, 20082. Mitigasi Non FisikUpaya
penanggulangan bencana yang sudah dilakukan melalui mitigasi fisik,
tidak akan berhasil baik tanpa diimbangi oleh mitigasi non fisik.
Dinas P3BA membuat program mitigasi non fisik untuk penanganan
bencana alam seperti tersebut pada Tabel 2.
Tabel 2. Mitigasi non fissik penanggulangan bencana di Kabupaten
SlemanNoProgram mitigasi non fisikvolumeLokasiHasil
1Sosialisasi20 pertemuan /tahunkecamatankawasan rawanPengetahuan
masy. Tentang bencana semakin terbuka
2Galadi lapangan1 gladi /tahunkecamatankawasanrawan
bencanaMeningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan
3Pelatihan SAR1 latihan /tahunkecamatankawasanrawan
bencanaMeningkatkan kemampuanassessor, evakuator dalam menolong
masy. Rawan bencana
4Dokumen Perencanaan Penanganan Bencana1 dokumen /tahunDinas
P3BAHazard Map, Protap, Renop
5Pelatihan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana alam2 kelas
/tahunDinas P3BAPengetahuan masy. tentang bencana semakin
komprehensif dan dapatmentransfer ilmu kepada orang lain.
Sumber: Dinas P3BA, 2008D. Rencana Kontijensi Bencana Letusan
Gunung Merapi di Kabupaten Sleman YogyakartaDalam rencana
kontijensi bencana Erupsi Gunung merapi Pemerintah Kabupaten Sleman
mengambil beberapa kebijakan yang merupakan penetapan landasan
kegiatan untuk mencapai penanggulanagan bencana yang efektif dan
strategi untuk dikoordinasikan ke segenap jajaran yang terkait,
dengan perincian sebagai berikut :a. Kebijakan1. Minimalisasi
korban meninggal ( road to zero victim)2. Penanganan bencana alam
berbasiskan komunitas masyarakat.3. Titik berat kegiatan penanganan
bencana banyak dilakukan pada fase pra bencana (pengurangan resiko
bencana)4. Memadukan mitigasi fisik dan mitigasi non fisik.5.
Memberikan perlindungan perhatian khususnya kelompok rentan, serta
memenuhi kebutuhan dasar secara realistis.6. Memberikan
penyelamatan dan perlindungan kepada masyarakat sesuai skala
prioritas tanpa diskriminasi7. Memberdayakan segenap potensi yang
ada dan menghindari terjadinya ego sektor8. Melakukan kerjasama
dengan berbagai elemen masyarakat dan anatar negara dalam
menggalang bantuan, dengan tetap memperhatikan etika kebangsaanb.
Strategi1. Membentuk Posko Utama di Pakem sebagai fungsi manajemen
dan koordinasi penanganan bencana.2. Memenuhi pelayanan logistik
dengan mendirikan posko-posko, tenda pengungsian dilengkapi dapur
umum dengan tetap memperhatikan kelompok rentan.3. Memenuhi
pelayanan kesehatan dengan menyelenggarakan posko kesehatan di
setiap barak pengungsian dan balai kesehatan lain.4. Memenuhi
pelayanan sarana-prasarana kehidupan (transport, tempat tinggal
sementara, sanitasi) di barak/tenda pengungsian (MCK, air bersih),
dengan tetap memperhatikan kelompok rentan.5. Mengidentifkasi
jenis-jenis bantuan, menghimpun bantuan serta mendistribuikannya6.
Memberikan informasi yang jelas kepada pihak yang membutuhkan7.
Memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal dan nilai-nilai kebajikan
dalam penanganan bencana8. Evakuasi korban, meninggal dunia dan
yang masih hidup melalui relawan, tim SAR, LSM, dll9. Penanganan
Pengungsi (tenda, logistik, sarana dan prasarana lainnya), lembaga
terkait10. Mengidentifikasi negara-negara yang memungkinkan
memberikan bantuan secara sukarela11. Menyebarluaskan informasi
tentang bencana yang terjadi melalui, media cetak, elektronik dan
telematika
BAB IVPENUTUPA. KesimpulanGunung merapi yaitu tempat-tempat di
bumi di mana batuan cair dan panasmenyembur melalui permukaannya.
Tempat-tempat ini disebut gunungapi. Dibawah gunungapi terdapat
ruang raksasa yang dipenuhi batuan panas (cair), yangdisebut ruang
magma. Di dalam ruang magma tekanan bertambah seperti tekanandalam
kaleng minuman bersoda yang digoncang-goncang. Abu, uap panas,
danbatuan cair yang disebut lava keluar dari puncak gunungapi
inilah yang disebut letusan dari penjelasan yang telah disampaikan
pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
bencana alam yang terjadidapat merugikan banyak pihak. Namun
kerugian tersebut dapat diminimalisir dengan adanya kesiapsiagaan
pada saat pra bencana dan pasca bencana.B. SaranBencana letusan
gunung merapi yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah. Tapi menjadi tanggung jawab semua pihak. Dankonseling
untuk parakorban bencana sangat dibutuhkan untuk memulihkan trauma
yang terkenadampak letusan gunung merapi.
DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2014. Mitigasi Bencana Erupsi Gunung
Merapi.
http://mylibraryxx.blogspot.com/2014/02/mitigasibencanaerupsigunungmerapi.html.
Diakses 2 Mei 2015.Anonim. 2014. Faktor Penyebab Penyakit Ispa.
http://obattradisionalpenyakitamandel.blogspot.com/2014/03/faktorpenyebabpenyakitispa.html.
Diakses 2 Mei 2015.Sumekto, Didik Rinan. Pengurangan Resiko Bencana
Melalui Anlisis Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Dalam
Menghadapi Bencana. http://dppm.uii.ac.id. 3 Mei 2015.Vina, Phiena.
2012. Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi dan Dampaknya di Kabupaten
Sleman. http://phienavinaa. blogspot.
com/2012/03/peristiwameletusnyagunungmerapidan.html. Diakses 2 Mei
2015.Tim Penyusun. 2009. Dokumen Rencana Kontijensi Kabupaten
Sleman.
Bencana Letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Yogyakarta
2