-
GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 3 TAHUN 2021
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG PENANGGULANGAN CORONA VIRUS DISEASE 2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (2),
Pasal 9 ayat
(5), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (4), Pasal 13 ayat (4),
Pasal 14
ayat (7), Pasal 15 ayat (5), Pasal 16 ayat (4), Pasal 17 ayat
(4), Pasal
18 ayat (4), Pasal 19 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 22 ayat
(3),
Pasal 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (3), dan
Pasal 26
ayat (5) Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang
Penanggulangan Corona Virus Disease 2019, perlu menetapkan
Peraturan Gubernur tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona
Virus
Disease 2019;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4744);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang
Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Lembaran Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2020 Nomor 201,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 2008);
SALINAN
-
2
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERATURAN
PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2020 TENTANG
PENANGGULANGAN CORONA VIRUS DISEASE 2019.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1. Corona Virus Desease 2019 yang selanjutnya disingkat Covid-19
adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akibat dari severe acute
respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) yang telah menjadi
pandemi global berdasarkan penetapan dari World Health Organization
(WHO) dan ditetapkan sebagai bencana non alam nasional berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana
Non Alam Penyebaran Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) sebagai
Bencana Nasional.
2. Pembatasan Sosial Berskala Besar yang selanjutnya disingkat
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam
suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
3. Isolasi adalah proses mengurangi resiko penularan melalui
upaya memisahkan individu yang sakit baik yang sudah
dikonfirmasi
laboratorium atau memiliki gejala Covid-19 dengan masyarakat
luas.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Masa Pandemi Covid-19
yang
selanjutnya disebut PHBS pencegahan Covid-19 adalah sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
untuk mencegah terpaparnya diri dan lingkungan sekitar dari
penyebaran Covid-19.
5. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha,
baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
6. Suspek adalah seseorang yang memiliki salah satu dari
kriteria berikut:
a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang
melaporkan transmisi lokal;
b. Orang dengan salah satu gejala/tanda Infeksi Saluran
Pernapasan Akut dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/
probable Covid-19; atau
-
3
c. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit
dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
7. Probable adalah seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut Berat/acute respiratory distress syndrome/meninggal dengan
gambaran klinis yang meyakinkan Covid -19 dan belum ada hasil
pemeriksaan laboratorium Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction.
8. Konfirmasi adalah seseorang yang dinyatakan positif
terinfeksi virus Covid-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction.
9. Kontak Erat adalah seseorang yang memiliki riwayat kontak
dengan kasus probable atau konfirmasi Covid-19.
10. Masker adalah alat pelindung diri yang memenuhi standar
sesuai dengan rekomendasi Kementerian Kesehatan.
11. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal pada setiap jenis dan jenjang Pendidikan, termasuk
perguruan tinggi.
12. Aplikasi Jakarta Kini yang selanjutnya disebut JAKI
adalah
sistem aplikasi terintegrasi milik Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta.
13. Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta yang selanjutnya
disebut Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai
kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
14. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Gubernur dan
Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur
penyelenggara
pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
15. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta yang
karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah di
wilayah Provinsi DKI Jakarta.
16. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi DKI Jakarta.
17. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol
PP adalah Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta.
18. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta.
19. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Provinsi DKI
Jakarta.
20. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi adalah Dinas
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta.
-
4
21. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah yang selanjutnya disebut Dinas Perindustrian, Perdagangan,
KUKM adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah Provinsi DKI Jakarta.
22. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang
selanjutnya disebut Dinas Penanaman Modal dan PTSP adalah Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI
Jakarta.
23. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah Dinas Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta.
24. Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik adalah Dinas
Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi DKI Jakarta.
25. Dinas Sosial adalah Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
26. Dinas Pendidikan adalah Dinas Pendidikan Provinsi DKI
Jakarta.
27. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI
adalah Tentara Nasional Republik Indonesia.
28. Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
29. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Tingkat Provinsi adalah
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi:
a. pelindungan kesehatan individu;
b. pelindungan kesehatan masyarakat;
c. PSBB;
d. PSBB pada Masa Transisi;
e. penyelidikan epidemiologi;
f. surveilans epidemiologi informatika;
g. penyebarluasan informasi;
h. kemitraan dan kolaborasi;
i. upaya pemulihan ekonomi; dan
j. upaya pelindungan sosial.
BAB II
PELINDUNGAN KESEHATAN INDIVIDU
Bagian Kesatu
Standar Masker
Pasal 3
(1) Standar Masker terdiri atas:
a. standar Masker bedah; dan
b. standar Masker kain.
-
5
(2) Standar Masker bedah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a memiliki kriteria:
a. Bacterial Filtration Efficency ≥ 98;
b. Particle Filtration Effiency ≥ 98; dan
c. Fluid Resistance Minimal 120 mmHg.
(3) Standar Masker kain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf
b memiliki kriteria:
a. menggunakan bahan katun dan memiliki lapisan paling
sedikit 2 (dua) lapis;
b. menggunakan pengait telinga dengan tali elastis, atau tali
non
elastis yang panjang untuk diikatkan kebelakang kepala
sehingga Masker bisa pas di wajah dan tidak kendur;
c. kedua sisinya berbeda warna agar dapat diketahui mana
bagian dalam dan bagian luar
d. mudah dibersihkan dan dicuci tanpa berubah bentuk dan
ukuran; dan
e. mampu menutupi area hidung, mulut dan bawah dagu
dengan baik.
Bagian Kedua
Penerapan PHBS Pencegahan Covid-19
Pasal 4
Penerapan PHBS Pencegahan Covid-19 pada tempat/fasilitas
umum
meliputi:
a. menggunakan Masker di luar rumah;
b. membatasi aktivitas ke luar rumah hanya untuk kegiatan
yang
penting dan mendesak;
c. menjaga kesehatan diri dan tidak beraktivitas di luar
rumah
ketika merasa tidak sehat;
d. membatasi aktivitas di luar rumah bagi mereka yang
memiliki
risiko tinggi jika terpapar Covid-19;
e. menjaga jarak fisik dalam rentang paling sedikit 1 m (satu
meter)
antara orang jika dalam berinteraksi kelompok;
f. membatasi diri untuk tidak berada dalam kerumunan orang;
g. menghindari penggunaan alat pribadi secara bersama;
-
6
h. cuci tangan pakai sabun dan air mengalir sebelum dan/atau
sesudah beraktivitas;
i. melakukan olahraga secara rutin; dan
j. mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Isolasi
Pasal 5
(1) Setiap Orang yang berada di Provinsi DKI Jakarta dengan
status konfirmasi Covid-19 berdasarkan rekomendasi dari Puskesmas,
rumah sakit, atau dokter wajib menjalankan Isolasi guna mencegah
penularan Covid-19 di masyarakat sesuai dengan pedoman pencegahan
dan pengendalian Covid-19.
(2) Setiap Orang dengan status konfirmasi Covid-19
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sebelum menjalankan Isolasi, wajib
melaporkan kepada Puskesmas di wilayah tempat tinggal/domisili.
(3) Penetapan prosedur pemberian rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan.
(4) Penetapan lokasi Isolasi dan standar operasional prosedur
pengelolaan lokasi Isolasi ditetapkan dengan Keputusan Ketua Satuan
Tugas Penanganan COVID-19 tingkat Provinsi.
Bagian Keempat
Pengenaan Sanksi dan Upaya Paksa
Paragraf 1
Pengenaan Sanksi
Pasal 6
(1) Setiap Orang yang tidak menggunakan Masker sesuai dengan
standar kesehatan yang menutupi hidung, mulut, dan dagu, ketika
berada di luar rumah, saat berkendara, tempat kerja dan/atau tempat
aktivitas lainnya dikenakan sanksi berupa:
a. kerja sosial dengan membersihkan fasilitas umum; atau
b. denda administratif paling banyak sebesar Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu rupiah).
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Satpol PP dengan pendampingan oleh
Perangkat Daerah terkait, dan dapat didampingi oleh unsur
Kepolisian dan/atau TNI.
-
7
Pasal 7
(1) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
ayat (1) huruf a, antara lain:
a. jalan;
b. trotoar;
c. saluran air;
d. jembatan penyeberangan orang;
e. taman; atau
f. halte bus.
(2) Alat untuk pelaksanaan sanksi kerja sosial dengan
membersihkan fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. rompi;
b. alat pembersih, antara lain sapu, lap, dan ember; dan
c. Masker.
(3) Alat untuk kerja sosial dengan membersihkan fasilitas
umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan oleh Satpol
PP.
Pasal 8
(1) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1)
huruf b wajib disetorkan ke kas daerah.
(2) Satpol PP menerbitkan Surat Ketetapan Denda
Administratif
berdasarkan bukti pelanggaran dan diberikan kepada pelanggar
untuk disetorkan ke kas daerah melalui Bank DKI.
(3) Foto kopi surat tanda setoran dari Bank DKI oleh
pelanggar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan kepada kantor
Satpol PP di wilayah penindakan pelanggaran terjadi.
Paragraf 2
Upaya Paksa
Pasal 9
(1) Setiap Orang terkonfirmasi positif Covid-19 yang tidak
melaksanakan Isolasi sesuai ketentuan dikenakan upaya paksa
untuk ditempatkan pada lokasi Isolasi yang ditentukan oleh
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Tingkat Provinsi.
(2) Pengenaan upaya paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Satpol PP dengan mengikutsertakan tenaga
kesehatan, dan dapat didampingi oleh unsur Kepolisian
dan/atau TNI.
-
8
Paragraf 3
Pendataan
Pasal 10 (1) Setiap melakukan pengenaan sanksi dan upaya
paksa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 9, Satpol PP
mendata nama, alamat dan nomor induk kependudukan untuk dimasukan
ke dalam sistem elektronik melalui aplikasi yang dibangun oleh
Diskominfotik.
(2) Dalam hal sistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
belum tersedia, Satpol PP dapat melakukan pendataan nama, alamat
dan nomor induk kependudukan pelanggar secara manual.
BAB III
PELINDUNGAN KESEHATAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Perkantoran/Tempat
Kerja, Tempat Usaha, Tempat Industri, Perhotelan/Penginapan lain
yang sejenis, dan Tempat Wisata
Paragraf 1
Perkantoran/Tempat Kerja Swasta, Badan Usaha Milik Negara,
atau
Badan Usaha Milik Daerah
Pasal 11
(1) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung
jawab
perkantoran/tempat kerja milik swasta, Badan Usaha Milik Negara,
atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam menyelenggarakan
aktivitas bekerja wajib melaksanakan pelindungan kesehatan
masyarakat, yang meliputi:
a. melakukan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19; dan
b. melakukan pembatasan interaksi fisik pada setiap aktivitas
kerja.
(2) Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. menyediakan sarana cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
yang ditempatkan pada area keluar-masuk perkantoran;
b. menyediakan hand sanitizer di setiap lantai, area lift, dan
mesin absensi;
-
9
c. melakukan pengukuran suhu kepada pekerja maupun tamu
yang akan memasuki perkantoran;
d. mewajibkan penggunaan Masker ditempat kerja, secara tertulis
dalam bentuk poster atau banner;
e. membentuk Tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19 internal
perusahaan dengan keputusan pimpinan perkantoran/tempat kerja;
f. melakukan pembersihan pada peralatan yang sering digunakan
secara bersama dengan cairan disinfektan setiap
harinya, dan melakukan penyemprotan disinfektan ruangan secara
berkala setiap bulannya;
g. tidak melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja
yang sedang menjalani Isolasi;
h. memberikan sanksi bagi pekerja yang tidak melaksanakan
protokol pencegahan Covid-19 yang diatur dalam peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja;
i. membuat dan menempelkan Pakta Integritas pada area yang
mudah dibaca pegawai maupun tamu;
j. memanfaatkan penggunaan aplikasi JAKI atau aplikasi sejenis
dalam penanggulangan Covid-19;
k. dalam hal ditemukan pekerja terkonfirmasi Covid-19, dilakukan
penutupan tempat kerja selama 3x24 (tiga kali dua
puluh empat) jam dan melakukan disinfeksi ruangan secara
menyeluruh, serta melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Energi;
l. dalam hal terjadi klaster penularan Covid-19, pengelola
gedung melakukan penutupan 1 (satu) kesatuan area/gedung
perkantoran selama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan; dan
m. memberikan keterangan yang sebenar-benarnya kepada
petugas yang melakukan pemeriksaan. (3) Pembatasan interaksi
fisik pada setiap aktivitas kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. menerapkan sistem bekerja dirumah (work from home) secara
bergilir dan membatasi kapasitas jumlah pekerja dalam waktu yang
bersamaan;
b. melakukan pembatasan kapasitas tamu dan pengaturan jarak
tempat duduk paling sedikit 1 m (satu meter); dan
c. meniadakan aktivitas yang dapat menyebabkan kerumunan
antara lain rapat, seminar, apel, dan menggantinya dengan
memanfaatkan teknologi untuk melaksanakan aktivitas tersebut secara
virtual.
-
10
Pasal 12
(1) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung
jawab
perkantoran/tempat kerja milik swasta, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah yang tidak melaksanakan
kewajiban pelindungan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. denda administratif;
d. pembekuan sementara izin; dan/atau
e. pencabutan izin.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada pelaku
usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
perkantoran/tempat kerja milik swasta, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. jika ditemukan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19
diberikan teguran tertulis;
b. jika mengulangi pelanggaran protokol pencegahan Covid-19
setelah diberikan teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a, maka dilakukan penghentian sementara kegiatan selama 3
(tiga) hari dengan pemasangan segel pada
pintu masuk perkantoran/tempat kerja; dan
c. jika masih mengulangi pelanggaran protokol pencegahan
Covid-19 setelah mendapatkan penghentian sementara
kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka dikenakan denda
administratif paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (3) Bagi pelaku usaha,
pengelola, penyelenggara, atau penanggung
jawab perkantoran/tempat kerja milik swasta, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah yang tidak
melaksanakan penghentian sementara kegiatan atau membayar denda
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf
c, maka Dinas Penanaman Modal dan PTSP
mengenakan sanksi administratif berupa pembekuan sementara izin
atau pencabutan izin setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Dinas
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi atau
pejabat yang berwenang.
(4) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada pelaku
usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
perkantoran/tempat kerja milik swasta, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dilakukan oleh Dinas
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi dan dapat didampingi
oleh unsur Satpol PP, Kepolisian, dan/atau TNI.
-
11
(5) Petunjuk teknis mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi.
Paragraf 2
Perkantoran/Tempat Kerja Instansi Pemerintah
Pasal 13
(1) Penanggung jawab perkantoran/tempat kerja atau Kepala
Unit
Kerja pada Instansi Pemerintah dalam menyelenggarakan
aktivitas
wajib melaksanakan pelindungan kesehatan masyarakat yang
meliputi:
a. melakukan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19; dan
b. melakukan pembatasan interaksi fisik pada setiap aktivitas
kerja.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan edukasi dan protokol
pencegahan Covid-19 dan pembatasan interaksi fisik pada setiap
aktivitas kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, berlaku
secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan edukasi dan
protokol pencegahan Covid-19 dan pembatasan interaksi fisik
pada perkantoran/tempat kerja atau Kepala Unit Kerja pada
Instansi Pemerintah, kecuali pemberian sanksi disiplin bagi pegawai
yang tidak melaksanakan protokol pencegahan Covid-19
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
kepegawaian.
Pasal 14
(1) Penanggung jawab perkantoran/tempat kerja atau Kepala Unit
Kerja pada Instansi Pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban
pelindungan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Satuan Tugas
Penanganan Covid-19 tingkat Provinsi berdasarkan rekomendasi
dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi.
Paragraf 3
Tempat Usaha dan/atau Tempat Industri
Pasal 15
(1) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung
jawab
tempat usaha dan/atau tempat industri, dalam menyelenggarakan
aktivitas usaha wajib melaksanakan pelindungan kesehatan
masyarakat, yang meliputi:
a. melakukan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19; dan
-
12
b. melakukan pembatasan interaksi fisik pada setiap
aktivitas
kerja. (2) Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. menyediakan sarana cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
yang ditempatkan pada area keluar-masuk
perkantoran;
b. menyediakan hand sanitizer di setiap lantai, area lift, dan
mesin absensi;
c. melakukan pengukuran suhu kepada pekerja maupun tamu yang
akan memasuki tempat usaha dan/atau tempat industri;
d. mewajibkan penggunaan Masker di tempat usaha dan/atau
industri, secara tertulis dalam bentuk poster atau banner;
e. membentuk tim gugus Covid-19 internal perusahaan dengan
keputusan pimpinan perkantoran/tempat kerja;
f. melakukan pembersihan pada peralatan yang sering
digunakan secara bersama dengan cairan disinfektan setiap
harinya, dan melakukan penyemprotan disinfektan ruangan
secara berkala setiap bulannya;
g. tidak melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja yang
sedang menjalani Isolasi;
h. memberikan sanksi bagi pekerja yang tidak melaksanakan
protokol pencegahan Covid-19 yang diatur dalam peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja;
i. membuat dan menempelkan Pakta Integritas pada area yang mudah
dibaca oleh para pekerja, tamu dan pengunjung;
j. menerapkan kebijakan self assessment risiko COVID-19 untuk
memastikan pekerja yang akan masuk kerja dalam kondisi tidak
terkonfirmasi Covid-19;
k. memasang media informasi untuk mengingatkan pekerja, pelaku
usaha, konsumen/pengunjung dan pengunjung agar
mengikuti ketentuan pembatasan jarak fisik dan mencuci tangan
pakai sabun dengan air mengalir/hand sanitizer serta menggunakan
Masker;
l. mengoptimalkan desain dan fungsi ruang kerja dengan sirkulasi
udara yang baik dan mendapatkan sinar matahari
yang cukup;
m. mengedukasi dan melatih pekerja mengenai protokol pencegahan
Covid-19;
n. memanfaatkan penggunaan aplikasi Jakarta Kini (JAKI) atau
aplikasi sejenis dalam penanggulangan Covid-19;
-
13
o. dalam hal ditemukan pekerja terkonfirmasi Covid-19,
dilakukan penutupan tempat kerja selama 3x24 (tiga kali dua
puluh empat) jam dan melakukan disinfeksi ruangan secara
menyeluruh, serta melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Energi; dan
p. dalam hal terjadi klaster penularan Covid-19, pengelola
gedung melakukan penutupan 1 (satu) kesatuan area/gedung
perkantoran selama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan.
(3) Pembatasan interaksi fisik pada setiap aktivitas kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. memaksimalkan pekerja yang berusia di bawah 45 (empat puluh
lima) tahun, selain itu disarankan melakukan pengaturan penempatan
dan waktu kerja bagi karyawan yang
berusia lebih dari 45 (empat puluh lima) tahun atau memiliki
penyakit bawaan untuk meminimalisir risiko penularan;
b. mengatur waktu kerja tidak terlalu panjang (lembur) yang akan
mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang
dapat menyebabkan penurunan sistem
kekebalan/imunitas tubuh;
c. melakukan pembatasan jarak fisik paling sedikit 1 m (satu
meter);
d. memberikan tanda khusus yang ditempatkan dilantai area padat
pekerja/pengunjung seperti ruang ganti, lift, toilet, area
kasir, area customer service dan area lain sebagai pembatas
jarak antar pekerja dan tamu/pelanggan;
e. pengaturan jumlah pekerja yang masuk agar memudahkan
penerapan menjaga jarak;
f. pengaturan meja dan tempat duduk dengan jarak paling
sedikit 1 m (satu meter);
g. melakukan upaya untuk meminimalkan kontak dengan pelanggan,
seperti:
1. menggunakan pembatas/partisi di meja atau counter sebagai
perlindungan tambahan untuk pekerja; dan
2. mendorong penggunaan metode pembayaran non tunai, jika masih
menjalankan transaksi tunai maka pelaku usaha wajib menerapkan
tindakan yang dianggap perlu
untuk mencegah penularan Covid-19.
h. mencegah kerumunan pelanggan, dengan cara:
1. menetapkan kuota dan mengontrol jumlah karyawan/ pelanggan
yang dapat masuk ke lokasi usaha untuk membatasi akses dan
menghindari kerumunan;
-
14
2. menerapkan sistem antrian di pintu masuk dan menjaga
jarak paling sedikit 1 m (satu meter);
3. menerima pesanan/reservasi secara daring atau melalui telepon
untuk meminimalkan pertemuan langsung dengan
pelanggan dan bagi usaha tertentu dapat menyediakan layanan
pesan antar atau dibawa pulang; dan
4. melaksanakan jam layanan, sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
i. menugaskan orang atau tim khusus yang bertanggung jawab
khusus untuk memastikan penerapan protokol pencegahan Covid-19
di tempat usaha dan/atau tempat industri; dan
j. mendokumentasikan seluruh tindakan yang sudah
dilaksanakan dalam rangka protokol pencegahan Covid-19 dan
menyimpan dokumen serta rekaman paling sedikit selama 3 (tiga)
bulan untuk penelusuran.
Pasal 16
(1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat
usaha
dan/atau tempat industri yang tidak melaksanakan kewajiban
pelindungan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. denda administratif;
d. pembekuan sementara izin; dan/atau
e. pencabutan izin.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada pengelola,
penyelenggara, atau penanggung jawab tempat usaha dan/atau
tempat industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tahapan:
a. jika ditemukan pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat diberikan teguran tertulis;
b. jika mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah diberikan teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka dilakukan penghentian sementara
kegiatan selama 3 (tiga) hari dengan pemasangan
segel pada pintu masuk tempat usaha dan/atau tempat industri;
dan
c. jika masih mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah mendapatkan penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka
dikenakan denda administratif paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
-
15
(3) Bagi pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
tempat
usaha dan/atau tempat industri yang tidak melaksanakan
penghentian sementara kegiatan atau membayar denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan
huruf c, maka Dinas Penanaman Modal dan PTSP mengenakan sanksi
administratif berupa pembekuan sementara izin atau pencabutan izin
setelah mendapat rekomendasi dari Kepala
Dinas Perindustrian, Perdagangan, KUKM atau pejabat yang
berwenang.
(4) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada
Pengelola,
penyelenggara, atau penanggung jawab tempat usaha dan/atau
tempat industri, dilakukan oleh Dinas Perindustrian,
Perdagangan, KUKM dan dapat didampingi oleh unsur Satpol PP,
Kepolisian, dan/atau TNI.
(5) Terhadap tempat usaha bidang pariwisata, rekomendasi
pembekuan sementara izin atau pencabutan izin dan
pelaksanaan pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Pasal 17
(1) Petunjuk teknis mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif untuk tempat usaha dan/atau tempat
industri ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas
Perindustrian, Perdagangan, KUKM.
(2) Petunjuk teknis mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif untuk tempat usaha bidang pariwisata
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif.
Paragraf 4
Perhotelan/Penginapan Lain yang Sejenis dan Tempat Wisata
Pasal 18
(1) Penanggung jawab perhotelan/penginapan lain yang sejenis
dan
tempat wisata dalam menyelenggarakan aktivitas usaha wajib
melaksanakan pelindungan kesehatan masyarakat, yang
meliputi:
a. melakukan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19; dan
b. melakukan pembatasan interaksi fisik.
(2) Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. menerapkan protokol kesehatan terhadap perhotelan/
penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata;
-
16
b. mewajibkan pengunjung menggunakan Masker, kecuali saat
makan dan minum;
c. menerapkan pemeriksaan suhu tubuh;
d. mematuhi jam operasional usaha yang telah ditentukan;
e. mewajibkan memasang informasi jumlah kapasitas
pengunjung;
f. melakukan pendataan pengunjung; dan
g. membuat dan mengumumkan pakta integritas dan protokol
kesehatan pencegahan Covid-19.
(3) Pembatasan interaksi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
huruf b, meliputi:
a. melakukan pembatasan kapasitas tamu paling banyak 50%
(lima puluh persen); dan
b. pengaturan jarak tamu paling sedikit 1 m (satu meter).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai protokol pencegahan Covid-19
dan pembatasan interaksi fisik pada perhotelan/penginapan lain yang
sejenis dan tempat wisata sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif.
Pasal 19
(1) Penanggung jawab perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan
tempat wisata yang tidak melaksanakan kewajiban pelindungan
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. denda administratif;
d. pembekuan sementara izin; dan/atau
e. pencabutan izin.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada penanggung
jawab perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tahapan:
a. jika ditemukan pelanggaran pelindungan kesehatan masyarakat
diberikan teguran tertulis;
b. jika mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan masyarakat
setelah diberikan teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka dilakukan penghentian sementara
kegiatan selama 3 (tiga) hari dengan pemasangan segel pada pintu
masuk perhotelan/penginapan lain yang
sejenis dan tempat wisata; dan
-
17
c. jika masih mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah mendapatkan penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka dikenakan denda
administratif paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah). (3) Bagi penanggung jawab
perhotelan/penginapan lain yang sejenis
dan tempat wisata yang tidak melaksanakan penghentian sementara
kegiatan atau membayar denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, maka
Dinas Penanaman Modal dan PTSP mengenakan sanksi administratif
berupa pembekuan sementara izin atau pencabutan
izin setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Dinas Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif.
(4) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada penanggung
jawab perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat
wisata, dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan
dapat didampingi oleh unsur Satpol PP, Kepolisian, dan/atau
TNI.
Bagian Kedua
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Satuan Pendidikan
Pasal 20 (1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
Satuan
Pendidikan dalam menyelenggarakan aktivitas pembelajaran wajib
melaksanakan pelindungan kesehatan masyarakat, yang
meliputi:
a. melakukan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19; dan
b. melakukan pembatasan interaksi fisik pada setiap
aktivitas
pembelajaran.
(2) Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. menerapkan protokol kesehatan pembelajaran tatap muka;
b. mewajibkan penggunaan Masker pada area Satuan Pendidikan;
c. membuat prosedur pemantauan dan pelaporan kesehatan
warga Satuan Pendidikan;
d. memberikan pengumuman di seluruh area Satuan Pendidikan
secara berulang dan intensif terkait penerapan protokol
kesehatan; dan
e. menyiapkan ruang khusus untuk warga Satuan Pendidikan
yang terdeteksi mengalami gejala umum Covid-19.
-
18
(3) Pembatasan interaksi fisik pada setiap aktivitas
pembelajaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. menerapkan jaga jarak paling sedikit 1,5 m (satu setengah
meter);
b. peserta didik tidak perlu cium tangan pendidik cukup ucapkan
salam dengan jarak paling sedikit 1,5 m (satu setengah meter);
c. peserta didik menempati tempat duduk di kelas yang diatur 1
(satu) kursi untuk 1 (satu) orang dan menjaga jarak duduk
antar siswa paling sedikit 1,5 m (satu setengah meter);
d. tidak diperbolehkan saling meminjamkan alat tulis/
perlengkapan sekolah;
e. membawa perlengkapan pribadi, seperti: perlengkapan sekolah,
olahraga, dan ibadah;
f. saat istirahat untuk kebutuhan makan dan minum tetap
berada di dalam kelas;
g. selesai jam pelajaran terakhir, warga sekolah dan
institusi
pendidikan lainnya keluar ruangan kelas dengan berbaris sambil
menerapkan jaga jarak dan langsung pulang ke rumah
masing-masing;
h. penjemput peserta didik menunggu di lokasi yang sudah
disediakan dan melakukan jaga jarak sesuai dengan tempat
duduk dan/atau jarak antri yang sudah ditandai; dan
i. pengantaran peserta didik dilakukan di lokasi yang telah
ditentukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai protokol pencegahan
Covid-19
pembelajaran tatap muka sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan.
Pasal 21 (1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
Satuan
Pendidikan yang tidak melaksanakan kewajiban pelindungan
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis.
b. denda administratif; dan/atau
c. penghentian sementara kegiatan. (2) Pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif kepada penanggung
jawab pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab Satuan
Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tahapan:
-
19
a. jika ditemukan pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat
diberikan teguran tertulis;
b. jika mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan masyarakat
setelah diberikan teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka dikenakan denda administratif paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
c. jika masih mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah dikenakan denda administratif sebagaimana
dimaksud pada huruf b, maka dikenakan
penghentian sementara kegiatan selama 3 (tiga) hari dengan
pemasangan segel pada pintu masuk Satuan Pendidikan.
(3) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dan
dapat didampingi oleh Perangkat Daerah terkait.
(4) Petunjuk teknis mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif untuk Satuan Pendidikan ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan.
Bagian Ketiga
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Tempat Ibadah
Pasal 22
(1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat
ibadah
dalam menyelenggarakan aktivitas kegiatan keagamaan wajib
melaksanakan pelindungan kesehatan masyarakat, yang
meliputi:
a. melaksanakan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 di
lingkungan tempat ibadah;
b. melakukan pembatasan interaksi fisik antar pengguna tempat
ibadah; dan
c. mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi
keagamaan.
(2) Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. membatasi jumlah pengguna tempat ibadah paling banyak
50% (lima puluh persen) dari kapasitas tempat ibadah;
b. menerapkan protokol pencegahan Covid-19 di lingkungan
tempat ibadah;
c. melakukan pengukuran suhu tubuh bagi seluruh pengguna tempat
ibadah;
d. memberitahukan setiap pengguna tempat ibadah untuk membawa
sendiri perlengkapan ibadah;
-
20
e. membersihkan tempat ibadah dan lingkungan sekitar;
f. melakukan disinfeksi pada lantai, dinding, dan perangkat
bangunan tempat ibadah sebelum dan setelah kegiatan ibadah;
g. khusus untuk tempat ibadah raya harus melaksanakan pencatatan
pengunjung, baik buku tamu atau dengan sistem teknologi;
h. mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi
keagamaan; dan
i. membuat prosedur pelaksanaan sebelum, saat, dan sesudah
kegiatan keagamaan.
(3) Pembatasan interaksi fisik pada setiap aktivitas
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan
dengan membatasi interaksi fisik dengan rentang jarak paling
sedikit 1 m
(satu meter) antar pengguna tempat ibadah.
Pasal 23 (1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
tempat ibadah
yang tidak melaksanakan kewajiban pelindungan kesehatan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis. (2) Pelaksanaan
pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Walikota/Bupati Administrasi dan dapat didampingi oleh Perangkat
Daerah terkait.
Bagian Keempat
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Transportasi Umum
Pasal 24
(1) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung
jawab transportasi umum termasuk perusahaan aplikasi transportasi
daring, wajib melaksanakan pelindungan kesehatan masyarakat,
yang meliputi:
a. melaksanakan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19;
b. pembatasan kapasitas angkut sarana transportasi;
c. pembatasan waktu operasional; dan
d. manajemen kebutuhan lalu lintas.
(2) Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
-
21
a. menerapkan protokol pencegahan Covid-19 terhadap sarana
transportasi umum;
b. mewajibkan penggunaan Masker pada sarana transportasi
umum;
c. membuat prosedur pemantauan dan pelaporan kesehatan
pada sarana transportasi umum; dan
d. memberikan pengumuman di seluruh sarana transportasi
umum secara intensif terkait penerapan protokol pencegahan
Covid-19.
(3) Terhadap ojek online dan ojek pangkalan, pelaksanaan
edukasi
dan protokol pencegahan Covid-19 meliputi:
a. diperbolehkan mengangkut penumpang dan wajib menerapkan
protokol pencegahan Covid-19;
b. dilarang berkerumum lebih dari 5 (lima) orang;
c. wajib menjaga jarak antar pengemudi dan parkir antar
sepeda
motor paling sedikit 1 m (satu meter); dan
d. terhadap perusahaan aplikasi ojek online wajib menerapkan
teknologi informasi geofencing agar pengemudi tidak
berkerumum dan menerapkan sanksi terhadap pengemudi
yang melanggar.
(4) Pembatasan kapasitas angkut sarana transportasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan terhadap sarana
transportasi umum dan sarana transportasi perseorangan yang
meliputi:
a. kapasitas angkut mobil penumpang, mobil bus, angkutan
perairan, angkutan perkeretaapian paling banyak 50% (lima
puluh persen) dari kapasitas angkut; dan
b. kapasitas angkut penumpang pada mobil barang paling
banyak untuk 2 (dua) orang per baris kursi.
(5) Pembatasan waktu operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
huruf c, dilakukan terhadap sarana dan prasarana
transportasi
umum didasarkan pada indikator kajian dan penilaian yang
dilakukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tingkat
Provinsi.
(6) Manajemen kebutuhan lalu lintas sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) huruf d, meliputi:
a. meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang
lalu
lintas; dan
b. mengendalikan pergerakan lalu lintas.
-
22
(7) Petunjuk teknis mengenai edukasi dan protokol pencegahan
Covid-19 pelaksanaan pembatasan kapasitas angkut sarana
transportasi umum, pembatasan waktu operasional, dan
manajemen kebutuhan lalu lintas sebagaiman dimaksud pada
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), ditetapkan dengan
Keputusan
Kepala Dinas Perhubungan.
Pasal 25
(1) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung
jawab
transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi
daring, yang tidak melaksanakan kewajiban pelindungan
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. denda administratif;
b. pembekuan sementara izin; dan
c. pencabutan izin.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada
penanggung
jawab pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
transportasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
a. jika ditemukan pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat diberikan denda administratif paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
b. jika mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah diberikan denda administratif
sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dikenakan
pembekuan sementara izin; dan
c. jika masih mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah dikenakan pembekuan sementara izin
sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka dikenakan
pencabutan izin.
(3) Pembekuan sementara izin dan pencabutan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dilakukan oleh
Dinas Penanaman Modal dan PTSP setelah mendapat
rekomendasi dari Kepala Dinas Perhubungan.
(4) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada
penanggung
jawab pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
transportasi umum dilakukan oleh Dinas Perhubungan.
(5) Petunjuk teknis mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif untuk transportasi umum ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Dinas Perhubungan.
-
23
Bagian Kelima
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Warung Makan, Rumah
Makan, Kafe, atau Restoran
Pasal 26
(1) Penanggung jawab/pemilik warung makan, rumah makan, kafe
atau restoran dalam menyelenggarakan aktivitas usaha wajib
melaksanakan pelindungan kesehatan masyarakat, yang
meliputi:
a. melakukan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19; dan
b. melakukan pembatasan jumlah pengunjung. (2) Edukasi dan
protokol pencegahan Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. mewajibkan pengunjung menggunakan Masker, kecuali saat
makan dan minum;
b. menerapkan pemeriksaan suhu tubuh;
c. melakukan pembatasan interaksi fisik dengan rentang jarak
paling sedikit 1 m (satu meter) antar pengunjung;
d. menyediakan hand sanitizer;
e. tidak menggunakan alat makan atau alat minum yang
mengharuskan pengunjung berbagi alat dalam
mengkonsumsinya, antara lain shisha dan menu sejenisnya;
f. mewajibkan memasang informasi jumlah kapasitas
pengunjung;
g. melakukan pendataan pengunjung di warung makan, rumah
makan, cafe, atau restoran guna kebutuhan penyelidikan
epidemiologi apabila ditemukan kasus terkonfirmasi Covid-19;
dan
h. membuat dan mengumumkan pakta integritas dan protokol
pencegahan Covid-19.
(3) Pembatasan jumlah pengunjung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, dilakukan dengan membatasi jumlah
pengunjung paling banyak 50% (lima puluh persen) dari
kapasitas warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran.
Pasal 27
(1) Pelaku usaha warung makan yang tidak melaksanakan
kewajiban pelindungan kesehatan masyarakat dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. teguran tertulis;
-
24
b. pembubaran kegiatan; dan/atau
c. penghentian sementara kegiatan.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada pelaku
usaha warung makan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
a. jika ditemukan pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat diberikan sanksi berupa teguran tertulis;
b. Jika mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah diberikan teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka dikenakan pembubaran
kegiatan; dan
c. Jika masih mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah dikenakan pembubaran kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka dikenakan
penghentian sementara kegiatan.
(3) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada pelaku
usaha warung makan dilakukan oleh Satpol PP dengan
pendampingan oleh unsur Perangkat Daerah terkait, dan dapat
didampingi Kepolisian dan/atau TNI.
(4) Petunjuk teknis mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif untuk pelaku usaha warung makan ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Satpol PP.
Pasal 28
(1) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung
jawab
rumah makan, kafe, atau restoran yang tidak melaksanakan
kewajiban pelindungan kesehatan masyarakat dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda administratif;
c. pembubaran kegiatan;
d. penghentian sementara kegiatan;
e. pembekuan sementara izin; dan/atau
f. pencabutan izin.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada Pelaku
usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab rumah
makan, kafe, atau restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
a. jika ditemukan pelanggaran pelindungan kesehatan masyarakat
diberikan sanksi berupa teguran tertulis;
-
25
b. jika mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah diberikan teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka dikenakan denda administratif paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
c. jika masih mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah dikenakan pembubaran kegiatan sebagaimana
dimaksud pada huruf b, maka dikenakan
pembubaran kegiatan;
d. jika mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah diberikan denda administratif sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka dikenakan pembekuan sementara izin;
dan
e. Jika masih mengulangi pelanggaran pelindungan kesehatan
masyarakat setelah dikenakan pembekuan sementara izin sebagaimana
dimaksud pada huruf b, maka dikenakan
pencabutan izin.
(3) Pembekuan sementara izin dan pencabutan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilakukan oleh Dinas
Penanaman Modal dan PTSP setelah mendapat
rekomendasi dari Kepala Satpol PP.
(4) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada pelaku
usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab rumah makan,
kafe, atau restoran dilakukan oleh Satpol PP.
(5) Petunjuk teknis mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan
sanksi administratif pelaku usaha, pengelola, penyelenggara,
atau penanggung jawab rumah makan, kafe, atau restoran
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Satpol PP.
Bagian Keenam
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Pedagang Kaki Lima/Lapak
Jajanan
Pasal 29
(1) Pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi binaan dan
lokasi sementara, serta lokasi tertentu lainnya wajib melaksanakan
pelindungan kesehatan masyarakat, yang meliputi:
a. melaksanakan edukasi dan protokol pencegahan Covid-19;
dan
b. melakukan pembatasan interaksi fisik antar pengunjung. (2)
Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. menggunakan Masker dan sarung tangan pada setiap
aktivitas usaha;
-
26
b. menyediakan hand sanitizer;
c. mematuhi jam operasional usaha yang telah ditentukan; dan
d. menjamin kebersihan area.
(3) Pembatasan interaksi fisik antar pengunjung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan membatasi
interaksi fisik dengan rentang jarak paling sedikit 1 m (satu
meter) antar pengunjung.
Pasal 30 (1) Pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi binaan
dan lokasi
sementara serta lokasi tertentu lainnya yang tidak melaksanakan
kewajiban pelindungan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dikenakan sanksi administratif
berupa teguran tertulis dan pembubaran kegiatan.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis dan pembubaran kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. terhadap pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi binaan,
lokasi sementara dilakukan oleh Dinas Perindustrian,
Perdagangan, KUKM; dan
b. terhadap pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi
tertentu lainnya dilakukan oleh Satpol PP.
Bagian Ketujuh
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Tempat Penyelenggaraan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 31
(1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat
penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan dalam
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan wajib melaksanakan
pelindungan kesehatan masyarakat, yang meliputi:
a. melaksanakan edukasi dan protokol pencegahan Covid- 19 saat
pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan sesuai
kebijakan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
b. melakukan pembatasan interaksi fisik antar pengunjung;
dan
c. melaporkan hasil pemeriksaan terkait Covid-19 kepada
Dinas
Kesehatan. (2) Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
-
27
a. menerapkan kaidah umum pelindungan kesehatan
masyarakat melalui penerapan protokol pencegahan Covid-19 dengan
mengutamakan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi serta
kebijakan perlindungan petugas kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan; dan
b. mengikuti aturan tentang ditundanya pelaksanaan sebagian
pelayanan medis di masing-masing fasilitas pelayanan
kesehatan selama masa PSBB.
(3) Pembatasan interaksi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dengan melakukan pembatasan kapasitas tamu dan
pengaturan jarak tamu paling sedikit 1 m (satu meter).
(4) Melaporkan kepada Dinas Kesehatan jika menemukan pasien
terkonfirmasi positif Covid-19 atau menjadi Kontak Erat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan edukasi dan
protokol pencegahan Covid-19 dan pembatasan interaksi fisik
antar pengunjung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan.
Pasal 32
(1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat
penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan yang tidak
melaksanakan kewajiban pelindungan kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dikenakan sanksi administratif
berupa teguran tertulis.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas
Kesehatan.
Bagian Kedelapan
Pelindungan Kesehatan Masyarakat pada Area Publik dan Tempat
lainnya yang dapat Menimbulkan Kerumunan Orang
Pasal 33
(1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab area
publik
dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan orang dalam
menyelenggarakan kegiatan wajib melaksanakan
pelindungan kesehatan masyarakat, yang meliputi:
a. melaksanakan edukasi dan menerapkan protokol penceghan
Covid-19; dan
b. melakukan pembatasan interaksi fisik antar pengunjung. (2)
Edukasi dan protokol pencegahan Covid-19 saat pelaksanaan
kegiatan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
-
28
a. memiliki izin keramaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. membatasi jumlah pengunjung paling banyak 50%
(lima puluh persen) dari kapasitas area publik atau
tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan
orang;
c. mewajibkan pengunjung menggunakan Masker;
d. menyediakan sarana cuci tangan dengan air mengalir
dan sabun;
e. mengatur waktu kunjungan;
f. menjaga kebersihan area publik atau tempat lainnya
yang dapat menimbulkan kerumunan orang; dan
g. melakukan pembersihan dan disinfeksi area publik atau
tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan
orang.
(3) Pembatasan interaksi fisik antar pengunjung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan membatasi
interaksi fisik dengan rentang jarak paling sedikit 1 m
(satu
meter) antar pengunjung.
Pasal 34
(1) Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab area
publik
dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan orang
yang tidak melaksanakan kewajiban pelindungan kesehatan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis dan pembubaran
kegiatan.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi berupa teguran tertulis dan
pembubaran kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Satpol PP dan dapat didampingi oleh unsur
Perangkat Daerah terkait, Kepolisian dan/atau TNI.
BAB IV
PSBB
Pasal 35
(1) Dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19, Gubernur
dapat
memberlakukan PSBB di Provinsi DKI Jakarta.
(2) PSBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
bentuk pembatasan aktivitas luar rumah yang dilakukan oleh
setiap orang yang berdomisili dan/atau berkegiatan di
Provinsi
DKI Jakarta.
-
29
(3) Selama pemberlakuan PSBB, setiap orang yang berdomisili
dan/atau berkegiatan di Provinsi DKI Jakarta wajib mematuhi
Penerapan PHBS Pencegahan Covid-19 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4.
(4) Pelanggaran terhadap kewajiban mematuhi Penerapan PHBS
Pencegahan Covid-19 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6.
(5) Pemberlakuan, jangka waktu dan pembatasan aktivitas luar
rumah PSBB ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 36
(1) Pembatasan aktivitas luar rumah dalam pelaksanaan PSBB
meliputi:
a. perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri,
perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata;
b. Satuan Pendidikan;
c. tempat ibadah;
d. moda transportasi;
e. warung makan, rumah makan, kafe, dan restoran;
f. pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi binaan dan
lokasi sementara;
g. fasilitas pelayanan kesehatan; dan
h. area publik dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan
kerumunan massa.
(2) Selama pemberlakuan PSBB, aktivitas luar rumah
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan penghentian sementara,
kecuali aktivitas luar rumah yang diperbolehkan dibuka
berdasarkan
Keputusan Gubernur mengenai pemberlakuan PSBB.
(3) Bagi pengelola, penyelenggara dan penanggung jawab,
aktivitas
luar rumah yang diperbolehkan dibuka, wajib mematuhi
ketentuan mengenai pelindungan kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Gubernur ini.
Pasal 37
(1) Bagi setiap aktivitas yang dilaksanakan tidak sesuai
dengan
pemberlakuan pembatasan kegiatan/aktivitas PSBB, dikenakan
sanksi administratif berupa penutupan sementara tempat
kegiatan/aktivitas sampai dengan masa tahapan aktifitas
kegiatan PSBB berakhir.
-
30
(2) Jika masih mengulangi pelanggaran setelah dikenakan
sanksi
administratif berupa penutupan sementara tempat kegiatan/
aktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dikenakan
sanksi berupa pembekuan sementara izin.
(3) Pembekuan sementara izin dan pencabutan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal
dan PTSP setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Satpol PP
dan/atau Perangkat Daerah terkait.
(4) Pelaksanaan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Satpol PP selaku Ketua Bidang
Penegakan
Hukum dan Kedisiplinan Satuan Tugas Penanganan Covid-19
Tingkat Provinsi dan dapat didampingi oleh unsur Perangkat
Daerah terkait, Kepolisian dan/atau TNI.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif
pelanggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan/aktivitas PSBB,
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Satpol PP.
Pasal 38
Koordinasi, pengerahan sumber daya dan operasional
pelaksanaan
PSBB dilakukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tingkat
Provinsi.
BAB V
PSBB PADA MASA TRANSISI
Bagian Kesatu
Masa Transisi
Pasal 39
(1) Dalam upaya menuju masyarakat yang aman, sehat, dan
produktif, diberlakukan Masa Transisi.
(2) Dalam pemberlakuan Masa Transisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan:
a. penerapan pelindungan kesehatan individu dan pelindungan
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Gubernur ini;
b. pentahapan kegiatan/aktivitas masyarakat; dan
c. pengendalian moda transportasi.
-
31
(3) Pemberlakuan Masa Transisi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
didasarkan pada indikator kajian dan penilaian yang
dilakukan
oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tingkat Provinsi
dengan
melibatkan pemangku kepentingan meliputi:
a. kajian epidemiologi;
b. penilaian kondisi kesehatan publik; dan
c. penilaian kesiapan fasilitas kesehatan.
(4) Pemberlakuan Masa Transisi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),
dilaksanakan secara bertahap terhadap kegiatan/aktivitas
pada
tempat/fasilitas umum meliputi:
a. perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri,
perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata;
b. Satuan Pendidikan;
c. tempat ibadah;
d. moda transportasi;
e. warung makan, rumah makan, kafe, dan restoran;
f. pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi binaan dan
lokasi sementara;
g. fasilitas pelayanan kesehatan; dan
h. area publik dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan
kerumunan massa.
(5) Pemberlakuan pada Masa Transisi ditetapkan dengan
Keputusan
Gubernur.
(6) Penentuan tahapan dan pelaksanaan kegiatan/aktivitas
pada
Masa Transisi ditetapkan dengan:
a. Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Energi untuk perkantoran/tempat kerja;
b. Kepala Dinas Pendidikan untuk Satuan Pendidikan;
c. Keputusan Sekretaris Daerah untuk tempat ibadah;
d. Kepala Dinas Perhubungan untuk moda transportasi;
e. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, KUKM untuk
tempat industri, pedagang kaki lima/lapak jajanan pada
lokasi binaan dan lokasi sementara, dan warung makan;
f. Kepala Dinas Kesehatan untuk fasilitas pelayanan
kesehatan;
g. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk tempat
usaha, perhotelan/penginapan lain yang sejenis, tempat
wisata, rumah makan, kafe, dan restoran; dan
h. Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan, Keputusan Kepala
Dinas Pemuda dan Olahraga atau Keputusan Kepala Dinas
terkait sesuai kewenangannya, untuk area publik dan tempat
lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan massa.
-
32
Pasal 40
(1) Bagi setiap kegiatan/aktivitas yang dilaksanakan tidak
sesuai
dengan pemberlakuan, penentuan tahapan, dan pelaksanaan
kegiatan/aktivitas pada Masa Transisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (5) dan ayat (6), dikenakan sanksi
administratif berupa penutupan sementara tempat kegiatan/
aktivitas sesuai masa tahapan aktifitas kegiatan pada masa
transisi.
(2) Pelaksanaan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh:
a. Satpol PP pada perkantoran milik pemerintah, warung
makan,
rumah makan, kafe, restoran, area publik dan tempat lainnya
yang dapat menimbulkan kerumunan orang;
b. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi pada
perkantoran milik swasta dan tempat kerja;
c. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada
perhotelan/penginapan lainnya yang sejenis, tempat wisata
dan tempat usaha sesuai lingkup kewenangan;
d. Dinas Perindustrian, Perdagangan, KUKM pada tempat
industri dan tempat usaha sesuai lingkup kewenangan,
pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi binaan dan
lokasi sementara;
e. Dinas Pendidikan pada Satuan Pendidikan;
f. Dinas Kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan; dan
g. Walikota/Bupati Administrasi pada tempat ibadah, dan
dapat
didampingi unsur Kepolisian dan/atau TNI.
Bagian Kedua
Penghentian Sementara Masa Transisi
Pasal 41
(1) Dalam hal terjadi peningkatan kasus baru Covid-19 secara
signifikan selama Masa Transisi berdasarkan hasil pemantauan
dan evaluasi Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi
dilakukan penghentian sementara pemberlakuan Masa Transisi.
(2) Penetapan penghentian sementara pelaksanaan Masa
Transisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada
tingkatan wilayah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk tingkat rukun warga, kelurahan, kecamatan, dan
kota/kabupaten administrasi ditetapkan dengan Keputusan
Walikota/Bupati Administrasi; dan
-
33
b. untuk tingkat provinsi ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur.
(3) Dalam hal penghentian sementara pelaksanaan Masa
Transisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberlakukan
pengendalian ketat berskala lokal.
(4) Dalam hal penghentian sementara pelaksanaan Masa
Transisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diberlakukan
PSBB.
Pasal 42
(1) Pelaksanaan pengendalian ketat berskala lokal
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) meliputi:
a. penyiapan lokasi Isolasi;
b. pemantauan dan pengawasan wilayah rukun warga/
kelurahan/kecamatan/kota/kabupaten administrasi yang
ditetapkan sebagai wilayah pengendalian ketat;
c. pemetaan terhadap wilayah yang memiliki kasus Covid-19
dengan angka Incident Rate (IR) tinggi dan kecepatan
Ineident
Rate (IR);
d. pelaksanaan skrining Covid-19;
e. pemantauan terhadap warga dengan kondisi Kontak Erat,
Suspek, Probable, kasus konfirmasi Covid-19, dan pelaku
perjalanan;
f. penelusuran Kontak Erat;
g. pendataan jumlah warga miskin dan warga terdampak;
h. pelibatan unsur rukun tetangga/rukun warga, Lembaga
Masyarakat Kelurahan, Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga dan Karang Taruna serta elemen masyarakat
lainnya;
i. pemberlakuan sanksi sosial terhadap warga yang melanggar
Isolasi yang sesuai dengan kearifan lokal dan kesepakatan
warga; dan
j. pelaporan pelaksanaan pengendalian ketat berskala lokal
kepada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian
ketat
berskala lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Walikota/Bupati Administrasi.
-
34
BAB VI
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
Pasal 43
(1) Setiap orang yang berada di Provinsi DKI Jakarta yang
melakukan kontak dengan kasus Suspek/ Probable/ konfirmasi
Covid-19 wajib mengikuti kegiatan penelusuran Kontak Erat
sebagai bagian dari kegiatan penyelidikan epidemiologi yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
(2) Dinas Kesehatan melaporkan hasil penyelidikan
epidemiologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala atau
sesuai
kebutuhan kepada Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19
tingkat Provinsi.
BAB VII
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI INFORMATIKA
Pasal 44
Pelaksanaan surveilans epidemiologi informatika mengacu pada
Peraturan Gubernur mengenai Pemanfaatan Teknologi Informasi
Dalam Surveilans Epidemiologi di Provinsi DKI Jakarta.
BAB VIII
PENYEBARLUASAN INFORMASI
Pasal 45
(1) Penyebarluasan Informasi dilakukan melalui saluran
komunikasi
publik seperti:
a. konferensi pers;
b. website resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
c. media massa;
d. media sosial;
e. media luar ruang; dan
f. komunikasi tatap muka.
(2) Penyebarluasan informasi melalui komunikasi tatap muka
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan dengan
menjalankan protokol pencegahan Covid-19.
-
35
BAB IX
KEMITRAAN DAN KOLABORASI
Pasal 46
(1) Bentuk kemitraan dan kolaborasi penanggulangan Covid-19
antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan kementerian
dan
lembaga negara, dilaksanakan melalui:
a. koordinasi dan fasilitasi;
b. mekanisme hibah dan/atau bantuan sosial sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pelaksanaan sinergi perencanaan yang dapat dituangkan
dalam dokumen kerja sama sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan; dan
d. dukungan program dalam bentuk lainya.
(2) Bentuk kemitraan dan kolaborasi penanggulangan Covid-19
antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pemerintah
daerah lain, dilakukan melalui:
a. koordinasi dan fasilitasi; dan
b. pelaksanaan sinergi program atau kegiatan yang dapat
dituangkan dalam dokumen kerja sama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bentuk kemitraan dan kolaborasi penanggulangan Covid-19
antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pihak ketiga,
dilakukan melalui:
a. penerimaan bantuan atau sumbangan dalam bentuk barang;
b. mekanisme hibah sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan; dan
c. bentuk kemitraan dan kolaborasi lainnya yang dapat
dituangkan dalam dokumen kerja sama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Bentuk kemitraan dan kolaborasi penanggulangan Covid-19
antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pemerintah
daerah lain dan lembaga di luar negeri, dilakukan melalui:
a. penerimaan bantuan atau sumbangan dalam bentuk barang;
b. mekanisme hibah sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan; dan
-
36
c. bentuk kemitraan dan kolaborasi lainnya yang dapat dituangkan
dalam dokumen kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Kemitraan dan kolaborasi yang melibatkan elemen
masyarakat
antara lain Dewan Kota/Kabupaten, Lembaga Musyawarah Kelurahan,
Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, dan Dasawisma,
dilaksanakan melalui koordinasi Perangkat Daerah terkait sesuai
dengan lingkup tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Dalam melaksanakan kemitraan dan kolaborasi penanggulangan
Covid-19, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menggunakan
platform kolaborasi dan ko-kreasi yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
BAB X
UPAYA PEMULIHAN EKONOMI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
Upaya pemulihan ekonomi, dilaksanakan dengan cara:
a. menyelamatkan dan mengembangkan usaha mikro, kecil dan
menengah, ekonomi kreatif dan koperasi;
b. mengembangkan ekonomi digital;
c. mengembangkan ekonomi inovatif perkotaan;
d. mempercepat perizinan terkait investasi dan/atau penanaman
modal;
e. memberikan insentif fiskal dan nonfiskal;
f. melakukan sinergi program Pemulihan Ekonomi Nasional dengan
kementerian/lembaga terkait serta pihak lainnya; dan atau
g. mengembangkan Ekonomi Kreatif.
Bagian Kedua
Penyelamatan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Ekonomi Kreatif, dan Koperasi
Pasal 48
(1) Upaya penyelamatan dan dan pengembangan usaha mikro,
kecil
dan menengah, ekonomi kreatif dan koperasi meliputi:
a. menyediakan ruang pemasaran termasuk penyediaan kios di sisi
jalan utama dan pengembangan kawasan/sentra usaha mikro, kecil dan
menengah;
-
37
b. mempermudah proses penerbitan perizinan berusaha sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. memfasilitasi kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas usaha
baik secara tatap muka maupun daring;
d. memberikan akses kepada fasilitas permodalan dari pemerintah
pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, maupun lembaga lainnya
termasuk pinjaman yang bersumber dari dana pemulihan ekonomi
nasional;
e. memfasilitasi kegiatan pemasaran baik secara tatap muka
maupun daring, termasuk pelaksanaan acara produk kreatif;
f. memberikan akses bahan baku murah melalui kerja sama dengan
Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak di bidang pangan;
g. mendorong kemitraan usaha mikro, kecil dan menengah dengan
pelaku usaha besar;
h. memberi kemudahan pemberian akta koperasi untuk kampung
prioritas; dan
i. melakukan upaya lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan upaya penyelamatan usaha mikro, kecil
dan menengah, ekonomi kreatif dan koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat bekerja sama
dengan perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, perguruan tinggi, lembaga non profit, dan lembaga
pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengembangan Ekonomi Digital
Pasal 49
Upaya pengembangan ekonomi digital meliputi:
a. riset dan edukasi;
b. percepatan penerapan elektronifikasi transaksi melalui
pengembangan infrastruktur fisik, dan teknologi informasi dan
komunikasi;
c. pemberian akses permodalan perbankan dan non perbankan;
d. pemasaran dalam negeri dan luar negeri; dan
e. fasilitasi kekayaan intelektual dan regulasi.
Bagian Keempat
Pengembangan Ekonomi Inovatif Perkotaan
Pasal 50
Upaya pengembangan ekonomi inovatif perkotaan meliputi
sektor:
a. kesehatan;
-
38
b. logistik;
c. future income; dan
d. penanaman modal.
Bagian Kelima
Percepatan Perizinan Investasi dan/atau Penanaman Modal
Pasal 51
(1) Percepatan perizinan investasi dan/atau penanaman modal
dilakukan dalam bentuk:
a. penyediaan data dan informasi perizinan investasi dan/atau
penanaman modal;
b. fasilitas “Antar Jemput Izin Bermotor”;
c. fasilitasi perizinan oleh “Jakarta Investment Center”;
d. penyederhanaan dan fleksibilitas perizinan melalui pelayanan
terpadu satu pintu; dan
e. pemberian insentif dan kemudahan investasi dengan kriteria
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Percepatan perizinan invesatasi dan/atau penanaman modal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala
Dinas Penanaman Modal dan PTSP.
Bagian Keenam
Pemberian Insentif Fiskal dan Non Fiskal
Pasal 52
(1) Insentif fiskal dan non fiskal dapat diberikan kepada
masyarakat
yang terdampak Covid-19 untuk meringankan beban ekonomi
dan memberikan stimulus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Insentif fiskal dan non fiskal dapat diberikan kepada
dunia
usaha yang terdampak Covid-19 untuk menjaga aktifitas
produksi, menggerakkan roda perekonomian, dan mengurangi
beban usaha.
(3) Insentif fiskal dapat berupa keringanan pajak dan
retribusi
daerah meliputi penghapusan bunga keterlambatan, pemberian
keringanan retribusi daerah, dan penghapusan sanksi
administratif.
-
39
(4) Insentif non fiskal dapat berupa percepatan dan
kemudahan
proses perizinan bagi usaha mikro, kecil dan menengah,
pendirian koperasi di kampung prioritas, kolaborasi dengan
pemangku kepentingan terkait.
(5) Kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), meliputi pengembangan program:
a. kolaborasi sosial berskala besar usaha mikro, kecil dan
menengah;
b. kolaborasi sosial berskala besar pangan; dan
c. kolaborasi sosial berskala besar tenaga kerja.
Bagian Ketujuh
Sinergi Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Pasal 53
(1) Sinergi program pemulihan ekonomi nasional dilakukan
bersama
Pemerintah Pusat, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan pihak lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Bentuk sinergi program pemulihan ekonomi nasional
meliputi:
a. mendata, memutakhiran, dan mengusulkan data penerima
manfaat kepada kementerian/lembaga terkait secara berkala;
b. melakukan sosialisasi kepada dunia usaha terkait program
pemulihan ekonomi nasional;
c. mengajukan usulan pinjaman pemulihan ekonomi nasional
daerah kepada pemerintah pusat untuk proyek infrastruktur
daerah; dan
d. menyalurkan kredit kepada usaha mikro kecil dan menengah,
pedagang pasar dan pelaku usaha lainnya melalui Bank DKI.
(3) Sinergi program pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan
oleh
Tim Pemulihan Ekonomi Nasional Provinsi DKI Jakarta yang
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedelapan
Pengembangan Ekonomi Kreatif
Pasal 54
(1) Pembinaan dan pelatihan dilaksanakan untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualitas pelaku ekonomi kreatif.
(2) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat memfasilitasi
pencatatan
atas hak cipta, pendaftaran hak kekayaan industri pelaku
ekonomi kreatif dan pengembangan pemasaran produk ekonomi
kreatif berbasis kekayaan intelektual, sesuai dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-
40
(3) Pengembangan jejaring pelaku ekonomi kreatif
dilaksanakan
melalui kerjasama atau kolaborasi antara pemerintah, pelaku
usaha, komunitas dan institusi pendidikan.
BAB XI
UPAYA PELINDUNGAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Penerima Manfaat
Pasal 55
(1) Bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial non tunai
diberikan bagi masyarakat terdampak Covid-19 yaitu:
a. masyarakat miskin dan rentan miskin yang berpendapatan
harian dan terdampak ekonomi akibat Covid-19; dan
b. masyarakat lainnya yang terdampak ekonomi akibat
Covid-19.
(2) Masyarakat terdampak Covid-19 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dengan kriteria sebagai berikut:
a. belum mendapatkan bantuan sosial tunai dan/atau bantuan
sosial non tunai dalam rangka penanganan Covid-19 dari
Pemerintah Pusat;
b. masuk dalam kategori miskin berdasarkan data terpadu
kesejahteraan sosial;
c. kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja,
kehilangan usaha dan/atau penghasilan yang berkurang
secara signifikan, berpenghasilan tidak tetap, atau
dirumahkan tanpa dibayar/pemotongan gaji; dan
d. dalam hal kepala keluarga yang memenuhi kriteria penerima
bantuan sosial meninggal dunia, maka ahli waris dalam satu
kartu keluarga berhak mendapatkan bantuan sosial.
(3) Warga terkonfirmasi Covid-19 yang melakukan Isolasi di
Provinsi
DKI Jakarta melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang memenuhi kriteria yaitu:
a. berdomisili di Provinsi DKI Jakarta; dan
b. terkonfirmasi positif berdasarkan surat keterangan dari
fasilitas kesehatan dan lurah setempat, termasuk anggota
keluarga yang tinggal satu rumah.
-
41
Bagian Kedua
Pendataan dan Penetapan
Pasal 56 (1) Dinas Sosial bersama dengan Unit Kerja pada
Perangkat Daerah
terkait melakukan pengumpulan dan verifikasi data calon penerima
bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial non
tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19. (2) Berdasarkan hasil
pengumpulan dan verifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dinas Sosial melakukan pengolahan data
calon penerima bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial non
tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19.
(3) Data Calon penerima bantuan sosial tunai dan/atau
bantuan
sosial non tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang telah
diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kemudian ditindaklanjuti
oleh Dinas Sosial untuk dilakukan pemadanan
dengan:
a. data kependudukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil;
b. data pajak oleh Badan Pendapatan Daerah; dan
c. data keluarga oleh Dinas Pemberdayaan, Perlindungan dan
Pengendalian Penduduk.
(4) Hasil pemadanan data penerima bantuan sosial tunai
dan/atau
bantuan sosial non tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
Kepala Dinas Sosial sebagai bahan rekomendasi penerima bantuan
sosial tunai dan/atau bantuan sosial tunai bagi masyarakat
terdampak Covid-19.
(5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disampaikan
oleh Kepala Dinas Sosial kepada:
a. Gubernur melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah dengan
tembusan kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah
Provinsi DKI Jakarta selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI
Jakarta;
b. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik untuk
diintegrasikan ke dalam sistem; dan
c. Kepala Biro Kesejahteraan sosial sebagai dasar penyusunan
kebijakan Keputusan Gubernur.
Pasal 57
Penetapan penerima bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial
non tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19 ditetapkan dalam
Keputusan Gubernur.
-
42
Pasal 58
Masyarakat dapat berperan serta dalam pelaksanaan dan penyaluran
bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial non tunai bagi
masyarakat terdampak Covid-19 dengan menginformasikan masyarakat
yang layak dan tidak layak menerima bantuan sosial tunai dan/atau
bantuan sosial non tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19 melalui
perangkat rukun tetangga dan/atau rukun warga.
Bagian Ketiga
Pemberian Bantuan Sosial Tunai
Pasal 59
(1) Besaran bantuan sosial tunai ditetapkan dalam Keputusan
Gubernur. (2) Pendanaan bantuan sosial tunai bersumber dari
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, yang penatausahaannya
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
Pencairan bantuan sosial tunai dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pemberian Bantuan Sosial Non Tunai
Pasal 61
(1) Jenis bantuan sosial non tunai disesuaikan dengan
ketersediaan
jenis barang kebutuhan pokok, penting, dan barang lainnya di
lapangan.
(2) Nilai bantuan sosial non tunai ditetapkan dalam
Keputusan
Gubernur. (3) Pendanaan bantuan sosial non tunai bersumber dari
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, yang penatausahaannya
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengawasan dan Pelaporan
Pasal 62
(1) Kepala Suku Dinas Sosial dan Kepala Unit Kerja Teknis I
pada
Kabupaten Administrasi melaksanakan pengawasan dan pelaporan
terhadap penerima Bantuan Sosial Tunai dan/atau Bantuan Sosial Non
Tunai bagi Masyarakat Terdampak Covid-19.
(2) Pelaksanaan pengawasan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan secara berjenjang dan berkala, serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-
43
Pasal 63
(1) Hasil pengawasan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 62 disampaikan kepada Kepala Dinas Sosial setiap bulan
pada awal bulan berikutnya. (2) Kepala Dinas Sosial untuk
selanjutnya melaporkan hasil
pengawasan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
Bagian Keenam
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 64
(1) Kepala Dinas Sosial melaksanakan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial non
tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19.
(2) Kepala Biro Kesejahteraan Sosial melaksanakan pemantauan dan
evaluasi terhadap kebijakan pemberian bantuan sosial tunai
dan/atau bantuan sosial non tunai bagi masyarakat terdampak
Covid-19.
(3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) kali dalam 1
(satu) tahun.
(4) Kepala Dinas Sosial melaporkan hasil pelaksanaan
pemantauan
dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah dengan tembusan kepada Kepala Badan
Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi DKI
Jakarta.
(5) Kepala Biro Kesejahteraan Sosial melaporkan hasil
pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kepada Sekretaris Daerah
melalui Asisten Kesejahteraan Rakyat dengan tembusan kepada
Kepala
Dinas Sosial dan Perangkat Daerah/Unit Kerja pada Perangkat
Daerah terkait.
Pasal 65
(1) Dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2), Biro Kesejahteraan Sosial
melibatkan Perangkat Daerah/Unit Kerja pada Perangkat Daerah
terkait.
(2) Perangkat Daerah/Unit Kerja pada Perangkat Daerah terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Perangkat Daerah/Unit
Kerja pada Perangkat Daerah yang memiliki tugas
dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan dan Aset Daerah,
pelaksanaan pembinaan dan pengelolaan Aparatur Sipil Negara
dan/atau Perangkat Daerah/Unit kerja pada Perangkat Daerah
lain yang terkait.
-
44
Pasal 66
(1) Aparat Pengawas Intern Pemerintah melaksanakan pembinaan,
pengawasan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian
bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial non tunai bagi
masyarakat terdampak Covid-19 sesuai dengan lingkup tugas dan
kewenangan serta dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan pembinaan, pengawasan, pemantauan dan
evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Bagian Ketujuh
Penghentian Penerimaan Bantuan Sosial Tunai dan/atau
Bantuan Sosial Non Tunai
Pasal 67
(1) Penghentian bantuan sosial tunai dan/atau bantuan sosial non
tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19 dilakukan dalam hal
penerima bantuan memenuhi kriteria:
a. meninggal dunia dan tidak ada ahli waris;
b. pindah tempat tinggal ke luar Provinsi DKI Jakarta;
dan/atau
c. tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55.
(2) Apabila terdapat penerima bantuan sosial tunai dan/atau
bantuan sosial non tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang
memenuhi salah satu kriteria penghentian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) maka rukun tetangga dan/atau rukun warga melaporkan kepada
Kepala Dinas Sosial melalui forum musyawarah kelurahan.
(3) Terhadap pelaporan rukun tetangga dan/atau rukun warga
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan verifikasi oleh
Dinas Sosial untuk dilakukan penghentian bantuan sosial tunai
dan/atau bantuan sosial non tunai bagi masyarakat terdampak
Covid-19.
(4) Kepala Dinas Sosial melaksanakan proses penghentian
bantuan
sosial tunai dan/atau bantuan sosial non tunai bagi masyarakat
terdampak Covid-19 paling lambat 1 (satu) bulan setelah menerima
hasil verifikasi dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XII
PELAKSANAAN VAKSINASI COVID-19
Pasal 68
(1) Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 dilakukan secara bertahap
sesuai dengan ketersediaan Vaksin Covid-19.
-
45
(2) Kriteria penerima Vaksin Covid-19 disesuaikan dengan
indikasi Vaksin Covid-19 yang tersedia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan
Gubernur:
a. Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Berita Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2020 Nomor 55003);
b. Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap
Pelanggaran Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Tahun 2020 Nomor 7201