Top Banner
i ANALISIS MIKROSEISMIK DENGAN PENDEKATAN GROUND SHEAR STRAIN UNTUK MIKROZONASI POTENSI LONGSOR DI DELIKSARI SUKOREJO KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG Skripsi Disajikan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Progam Studi Fisika Oleh Trian Slamet Julianti 4211413028 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018
51

GROUND SHEAR STRAIN UNTUK MIKROZONASI POTENSI …lib.unnes.ac.id/36944/1/4211413028.pdf · 2020. 6. 22. · vi KATA PENGANTAR Puji syukur ... Gajahmungkur, Tembalang, Ngaliyan, Mijen,

Feb 07, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • i

    ANALISIS MIKROSEISMIK DENGAN PENDEKATAN

    GROUND SHEAR STRAIN UNTUK MIKROZONASI

    POTENSI LONGSOR DI DELIKSARI SUKOREJO

    KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

    Skripsi

    Disajikan sebagai salah satu syarat

    Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

    Progam Studi Fisika

    Oleh

    Trian Slamet Julianti

    4211413028

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2018

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    Motto

    Allah mencintai orang-orang yang berilmu

    Al-Quran adalah sumber ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.

    Skripsi ini kupersembahkan kepada:

    1. Bapak Suntoyo dan Ibu Robiyatul tercinta,

    terimakasih atas doa dan dukungannya yang

    telah diberikan dengan sepenuh hati.

    2. Kakak-kakakku Laeli Naeli Rohma dan Nila

    Dwi Permatasari terimakasih untuk motivasinya.

    3. Untuk Almarhumah nenek tercinta.

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunianya sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Sains di

    Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

    Negeri Semarang dengan judul “Analisis Mikroseismik Dengan Pendekatan

    Ground Shear Strain Untuk Mikrozonasi Potensi Longsor di Deliksari Sukorejo

    Kecamatan Gunungpati Semarang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak

    akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya partisipasi dan bantuan dari berbagai

    pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

    terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., rektor Universitas Negeri Semarang;

    2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt., dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang;

    3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

    Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

    4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., ketua Program Studi Fisika Universitas

    Negeri Semarang;

    5. Sunarno, S.Si M.Si., selaku dosen wali yang selalu memberikan semangat

    dan dukungan kepada penulis;

    6. Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., dosen pembimbing I yang telah memberikan

    bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi;

    7. Dr. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., kepala laboratorium fisika yang telah

    memberikan fasilitas dalam melaksanakan penelitian;

    8. Teman-teman KSGF Unnes yang telah membantu dan memberikan dukungan;

    9. Teman-teman program studi fisika angkatan 2013 yang sudah mengisi hari-

    hari penulis selama melaksanakan studi;

    10. Tahlis Siamitha Amrullah dan Dwi Rizki Rahmawati yang sudah memberikan

    semangat dan keceriaan dalam hidup penulis.

    11. Teman-teman Jurusan Fisika 2013 yang telah membantu dan memberi

    semangat.

  • vii

    12. Teman-teman Kost Wisma Gadiza yang sudah mengisi hari-hari peneliti

    dengan keceriaan.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

    Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan

    penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

    pada khususnya, lembaga, masyarakat dan pembaca pada umumnya.

    Semarang, 10 Januari 2018

    Penulis

  • viii

    ABSTRAK

    Julianti, Trian .S. 2017. Analisis Mikroseismik Dengan Pendekatan Ground Shear

    Strain Untuk Mikrozonasi Potensi Longsor di Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan

    Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing:

    Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., Dr. Suharto Linuwih, M.Si.

    Kata Kunci: Longsor, Mikroseismik, HVSR, Ground Shear Strain.

    Mikroseismik merupakan getaran harmonik tanah yang terjadi secara terus

    menerus dengan frekuensi yang rendah. Hasil pengukuran mikroseismik dapat

    digunakan untuk memperkirakan karakteristik lapisan tanah yang berpengaruh

    terhadap indeks kerentanan dan percepatan tanah yang menggambarkan tingkat

    kerentanan lapisan tanah terhadap deformasi tanah yang menjadi salah satu

    penyebab tanah longsor. Kota Semarang merupakan ibukota provinsi Jawa

    Tengah yang sedang berkembang, akan tetapi beberapa daerah rawan terhadap

    tanah longsor. 7 dari 16 kecamatan di Kota semarang memliki titik-titik rawan

    longsor salah satunya adalah Deliksari Sukorejo Kecamatan Gungpati Kota

    Semarang. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk membuat mikrozonasi

    potensi longsor yang dapat digunakan untuk meminimalisir dampak tanah longsor

    dengan dijadikan pertimbangan pengembangan tataruang. Pengambilan data

    dilakukan dengan menggunakan seismometer 3 komponen pada 20 titik dengan

    jarak antar titik 50 m. Prosesing data dilakukan dengan metode HVSR. Data yang

    diperoleh berupa nilai perbandingan spektral horizontal terhadap vertikal (H/V),

    frekuensi dominan dan amplifikasi. Nilai frekuensi natural dan amplifikasi dapat

    digunakan untuk menentukan nilai ketebalan lapisan sedimen, kerentanan

    gempa,percepatan tanah maksimum dan nilai GSS. Berdasarkan hasil penelitian

    nilai GSS di Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang berkisar

    antara 1,49 x 10-5

    – 5,16 x 10-4

    γ. Sedangkan kawasan yang berpotensi

    mengalami pergerakan tanah berada pada titik TA4, TA8, TA9, TA18 dan TA20.

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL i

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

    HALAMAN PERNYATAAN iii

    HALAMAN PENGESAHAN iv

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN v

    KATA PENGANTAR vi

    ABSTRAK viii

    DAFTAR ISI ix

    DAFTAR TABEL xi

    DAFTAR GAMBAR xii

    DAFTAR LAMPIRAN xiii

    BAB

    1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang 1

    1.2. Identifikasi Masalah 6

    1.3. Rumusan Masalah 6

    1.4. Tujuan Penelitian 6

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tinjauan Geografis Indonesia 7

    2.2. Tinjauan Lokasi Penelitia 8

    2.3. Tanah Longsor 10

    2.4. Gelombang Seismik 13

    2.5. Mikroseismik 16

    2.6. Metode HVSR 19

    2.7. Indeks Kerentanan Seismik 23

    2.8. Percepatan Tanah Maksimum 24

    2.9. Gempa Bumi 28

    2.10. Ground Shear Strain 31

    3. METODE PENELITIAN

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 35

  • x

    3.2. Instrumen Penelitian 35

    3.3. Prosedur Penelitian 36

    3.4. Diagram Alir Penelitian 39

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil 40

    4.2. Pembahasan

    4.2.1. Frekuensi Predominan 44

    4.2.2. Faktor Amplifikasi 45

    4.2.3. Ketebalan Lapisan Sedimen 46

    4.2.4. Indeks Kerentanan Seimik 48

    4.2.5. Percepatan Tanah Maksimum

    4.2.5.1. Percepatan Tanah Maksimum Berdasarkan Sumber Gempa

    Purworejo 50

    4.2.5.2. Percepatan Tanah Maksimum Berdasarkan Sumber Gempa

    Yogyakarta 51

    4.2.5.3. Percepatan Tanah Maksimum Berdasarkan Sumber Gempa

    Banyuwangi 52

    4.2.6. Ground Shear Strain

    4.2.6.1. Nilai GSS Berdasarkan Sumber Gempa Bumi Purworejo

    54

    4.2.6.2. Nilai GSS Berdasarkan Sumber Gempa Bumi Yogyakarta

    55

    4.2.6.3. Nilai GSS Berdasarkan Sumber Gempa Bumi Banyuwangi

    56

    5. PENUTUP

    5.1. Kesimpulan 59

    5.2. Saran 59

    DAFTAR PUSTAKA 60

    LAMPIRAN-LAMPIRAN 65

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel

    2.1. Klasifikasi jenis tanah oleh BSCC 20

    2.2. Klasifikasi tanah konversi Kanai & Tanaka dengan Omote Nakajima 26

    2.3. Hubungan antara regangan dengan sifat dinamis tanah 31

    4.1. Hasil analisis mikroseismik dengan data gempa bumi Purworejo 41

    4.2. Hasil analisis mikroseismik dengan data gempa bumi Yogyakarta 42

    4.3. Hasil analisis mikroseismik dengan data gempa bumi Banyuwangi 43

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar

    1.1. Peta Rawan Bencana Kecamatan Gunungpati Semarang 2011 5

    2.1. Peta Geologi Kota Semarang 9

    2.2. Penjalaran gelombang P 14

    2.3. Penjalaran Gelombang S 15

    2.4. Penjalaran Gelombang L 16

    2.5. Penjalaran Gelombang R 16

    2.6. Model cekungan yang berisi material sedimen halus 21

    2.7. Kriteria kurva HVSR 24

    3.1. Peta lokasi titik sampel pengambilan data 34

    3.2. Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian 36

    3.3. Diagram alir penelitian 37

    4.1. Peta nilai frekuensi predominan di Deliksari 44

    4.2. Peta nilai faktor amplifikasi di Deliksari 46

    4.3. Peta nilai ketebalan lapisan sedimen di Deliksari 47

    4.4. Peta Nilai Indeks Kerentanan Seismik di Deliksari 48

    4.5. Peta nilai percepatan tanah maksimum di Deliksari berdasarkan sumber

    gempa Purworejo 51

    4.6. Peta nilai percepatan tanah maksimum di Deliksari berdasarkan sumber

    gempa Yogyakarta 52

    4.7. Peta nilai percepatan tanah maksimum di Deliksari berdasarkan sumber

    gempa Banyuwangi 53

    4.8. Peta nilai Ground Shear Strain kawasan Deliksari dengan sumber data gempa

    Purworejo 55

  • xiii

    4.9. Peta nilai Ground Shear Strain kawasan Deliksari dengan sumber data gempa

    Yogyakarta 56

    4.10. Peta nilai Ground Shear Strain kawasan Deliksari dengan sumber data

    gempa Banyuwangi 57

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran

    1 Hasil pengolahan data menggunakan software geopsy ………………64

    2 Data pengukuran ……………………………………………………...71

    3 Data kecepatan gelombang S (Vs) ……………………………………72

    4 Hasil pengolahan data ………………………………………………...73

    5 Dokumentasi penelitian ……………………………………………….74

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam seperti

    gempabumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin

    puting beliung. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah

    tanah longsor. Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang terjadi

    karena faktor alam maupun faktor buatan oleh manusia. Faktor alam dapat berupa

    hujan yang berkepanjangan sehingga dapat mengikis tanah yang mengakibatkan

    terjadinya longsor atau karena litologi bawah permukaan yang berupa lapisan

    kedap air dan lain sebagainya. Sedangkan faktor buatan manusia dapat berupa

    penebangan hutan secara liar yang dapat mengurangi jumlah pohon pada suatu

    lereng dimana fungsi dari pohon itu sendiri adalah sebagai penopang dan

    penampung air hujan yang merupakan salah satu penyebab tanah longsor sehingga

    dengan bertambahnya penebangan liar maka akan memperbesar potensi suatu

    wilayah untuk mengalami bencana tanah longsor.

    Menurut Priyantari dan Suprianto (2009), tanah longsor biasanya bergerak

    pada suatu bidang tertentu yang disebut dengan bidang gelincir. Bidang gelincir

    berada diantara bidang yang stabil (bedrock) dan bidang yang bergerak (bidang

    yang tergelincir). Bidang gelincir tersebut secara umum berada di bawah

    permukaan bumi. Bidang gelicir dapat diketahui keberadaannya dengan cara

    menganalisa karakteristik lapisan tanah.

  • 2

    Karakteristik lapisan tanah dapat diketahui dengan dengan analisis sinyal

    mikrotremor. Mikrotremor merupakan getaran tanah yang ditimbulkan oleh

    peristiwa alam ataupun buatan, misal angin, gelombang laut, atau getaran

    kendaraan, yang dapat menggambarkan kondisi geologi dekat permukaan

    (Tokimatsu, 1998). Data mikrotremor dapat dianalisis dengan menggunakan

    metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR). Metode HVSR merupakan

    metode yang digunakan sebagai indikator struktur bawah permukaan tanah yang

    memperlihatkan hubungan antara perbandingan perbandingan rasio spektrum

    fourier dari sinyal mikrotremor komponen horizontal terhadap komponen

    vertikalnya (Nakamura, 1989).

    Nilai yang didapatkan, dimanfaatkan untuk menentukan nilai percepatan

    tanah maksimum, indeks kerentanan tanah maupun ground shear strain. Metode

    ini digunakan sebagai salah satu cara untuk memahami sifat struktur bawah

    permukaan tanpa menyebabkan gangguan pada struktur tersebut.

    Hasil pengukuran mikrotremor yang didapat digunakan untuk

    memperkirakan karakteristik tanah sehingga dapat digunakan untuk melihat

    pengaruhnya terhadap kondisi lapisan tanah dan kondisi geologi setempat.

    Karakterisitik lapisan tanah sangat berpengaruh terhadap indeks kerentanan dan

    percepatan tanah di suatu wilayah tertentu. Indeks kerentanan merupakan indeks

    yang menggambarkan tingkat kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap

    deformasi tanah dan untuk menentukan nilai percepatan tanah dapat dilakukan

    dengan beberapa metode. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah

    metode kanai. Dengan mengetahui nilai percepatan getaran tanah maksimum dan

  • 3

    indeks kerentanan seismik dapat digunakan untuk menganalisis nilai ground

    shear strain.

    Nilai ground shear strain adalah kemampuan lapisan tanah untuk

    meregang dan bergeser saat terjadinya gempabumi. Kurangnya informasi

    masyarakat tentang nilai ground shear strain pada wilayah yang mereka huni

    menjadikan penulis melakukan penelitian ini. Nilai ground shear strain yang

    didapat melalui metode mikroseismik ini sangat bermanfaat untuk mitigasi

    bencana didalam suatu wilayah.

    Kota Semarang merupakan kota yang masih asri dengan kekayaan

    alamnya, akan tetapi beberapa daerah rawan terjadi bencana alam seperti banjir

    maupun kekeringan hingga tanah longsor. Berdasarkan hasil penelitian

    Windraswara dan Widowati (2010), Tujuh dari 16 kecamatan di Kota Semarang

    memiliki titik-titik rawan longsor. Ketujuh kecamatan tersebut adalah Manyaran,

    Gunungpati, Gajahmungkur, Tembalang, Ngaliyan, Mijen, dan Tugu. Kontur

    tanah di kecamatan-kecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah

    patahan dengan struktur tanah yang labil. Desa Deliksari yang terdapat di

    Kecamatan Gunungpati merupakan salah satunya.

    Kondisi beberapa wilayah di Deliksari juga rawan longsor, seperti yang

    terjadi pada awal tahun 2011 lalu, menyebabkan 30 rumah warga rusak. Hingga

    akhirnya beberapa waktu lalu muncul wacana relokasi dari pemerintah untuk RT

    3 dan RT 4 ke wilayah lain yang lebih aman di daerah perbatasan Kecamatan

    Pakintelan (Alfikri, 2011).

  • 4

    Salah satu yang menjadi indikator suatu daerah berpotensi longsor adalah

    adanya lereng terjal dengan kemiringan >15o dan terlihat adanya pergerakan tanah

    secara perlahan. Berdasarkan analisis stabilitas lereng yang dilakukan oleh

    Wiyono dan Atmoko (2009), untuk kondisi lereng Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Semarang memiliki tanah dengan kurva gradasi karena struktur

    tanahnya heterogen yang terdiri dari gravel, sand, silt dan clay.

    Pemerintah Kota Semarang sendiri telah melakukan pemetaan di Kota

    Semarang pada tahun 2011 lalu yang merupakan pemetaan rawan bencana di

    masing-masing kecamatan di Kota Semarang. Dengan adanya peta rawan bencana

    ini akan memudahkan penulis untuk mendeteksi potensi bencana di daerah

    penelitian. Dimana Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

    merupakan lokasi penelitian yang diidentifikasi berpotensi terjadi tanah longsor.

    Berdasarkan Gambar 1.1 Kecamatan Gunungpati berpotensi beberapa

    bencana alam. Untuk Desa Deliksari Sukorejo terlihat berpotensi longsor dengan

    simbol segitiga biru pada Peta Rawan Bencana Kecamatan Gunungpati Kota

    Semarang Tahun 2011.

  • 5

    Gambar 1.1 Peta Rawan Bencana Kecamatan Gunungpati Semarang 2011

    Dengan mempertimbangkan hal ini, maka perlu diketahui keadaan struktur

    geologi bawah permukaan untuk mendeteksi potensi gerakan tanah atau longsor di

    Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Semarang. Seperti yang telah

    dipaparkan diatas bahwa potensi gerakan tanah dapat di analisis menggunakan

    analisis mikroseismik dengan pendekatan ground shear strain. Sehingga penulis

    berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai mitigasi bencana alam terutama

    tanah longsor di kawasan Deliksari Sukorejo Gunungpati Semarang.

  • 6

    1.2. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diidentifikasikan

    masalah-masalah sebagai berikut :

    1. Informasi mengenai nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Kabupaten Semarang masih kurang dan terbatas.

    2. Mikrozonasi nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Semarang belum diketahui..

    1.3. Rumusan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat

    ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :

    1. Berapa nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Semarang ?

    2. Bagaimanakah mikrozonasi potensi longsor dengan pendekatan nilai ground

    shear strain ?

    1.4. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan penelitian ini adalah :

    1. Menentukan nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Semarang.

    2. Mengetahui mikrozonasi potensi longsor dengan pendekatan nilai ground

    shear strain.

  • 7

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tinjauan Geografis Indonesia

    Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak

    pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, benua

    Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan

    dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari pulau

    Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara –Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan

    vulkanik tua dan dataran rendah yag sebagian didominasi oleh rawa-rawa.

    Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan

    gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor .

    Indonesia juga terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu

    musim kemarau dan musim penghujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca,

    suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan

    dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara

    fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Tetapi kondisi ini

    juga berpotensi menimbulkan beberapa akibat buruk untuk alam dan seisinya,

    seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor,

    kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan

    meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin

    parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana

  • 8

    hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara

    bergantian atau bahkan bersamaan di banyak daerah di Indonesia. Salah satu

    bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah tanah longsor. Wilayah

    Indonesia yang sering mengalami bencana longsor diantaranya berada di daerah

    Kota Semarang salah satunya berada di Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Kota Semarang.

    2.2. Tinjauan Lokasi Penelitian

    Berdasarkan kondisi lereng tanah, Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis

    kelerengan. Lereng I memiliki kemiringan lahan berkisar antara 0-2% yang

    meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang

    Utara, dan Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik,

    dan Mijen. Lereng II memiliki kemiringan lahan berkisar antara 2-5% yang

    meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari,

    Gajahmungkur, Gunungpati, dan Ngaliyan. Lereng III memiliki kemiringan lahan

    berkisar anatar 15-40% yang meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo

    (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah Kecamatan Mijen (daerah

    Wonopulombon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan

    Candisari. Sedangkan lereng IV memiliki kemiringan lahan >50% yang meliputi

    sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian

    wilayah Kecamatan Gunungpati, terutama di sekitar Kali Garang dan Kali Kripik

    (Bappeda, 2013).

  • 9

    Ditinjau dari peta geologi Kota Semarang, bawah permukaan Desa

    Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Semarang mengandung satuan breksi

    vulkanik formasi Kaligetas dengan singgungan sesar naik. Batuannya terdiri dari

    breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tufa halus sampai kasar, setempat di

    bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir

    tufaan (Soedarsono,2012). Peta geologi Kota Semarang dapat dilihat pada gambar

    2.2 berikut:

    Gambar 2.1. Peta Geologi Kota Semarang

  • 10

    2.3. Tanah Longsor

    Menurut Somantri (2008), tanah longsor terjadi karena oleh adanya

    gerakan tanah sebagai akibat dari bergeraknya masa tanah atau batuan yang

    bergerak di sepanjang lereng atau diluar lereng karena faktor gravitasi.

    Menurutnya longsor lahan disebabkan oleh 3 faktor penyebab utama yaitu :

    1. Faktor Internal (inherent factor), penyebab longsor lahan meliputi kedalaman

    pelapukan batuan, struktur geologi (tektonik dan jenis batuannya), tebal

    solum tanah, tekstur tanah dan permeabilitas tanah.

    2. Faktor Eksternal dari penyebab longsor lahan adalah kemiringan lereng,

    banyaknya dinding terjal, kerapatan torehan, dan penggunaan lahan.

    3. Faktor pemicu terjadinya longsor lahan, antara lain tebal curah hujan dan

    gempa bumi.

    Ada enam jenis tanah longsor yaitu :

    1. Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

    gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

    2. Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

    gelincir berbentuk cekung.

    3. Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang

    gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok

    batu.

    4. Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain ber-

    gerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang

    terjal terutama di daerah pantai.

  • 11

    5. Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanah

    longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama

    longsor jenis rayapan ini menyebabkan pohon, atau rumah miring ke bawah

    6. Aliran bahan rombakan, jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah

    bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan

    lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi

    disepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di

    beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di

    sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

    Menurut Hardiyatmo sebagaimana dikutip oleh Wiyono dan Atmoko (2009)

    dalam tugas akhirnya menyebutkan bahwa untuk suatu analisis keamanan sebuah

    lereng perlu jika di analisis kenapa terjadi longsoran pada sebuah lereng yang

    stabil dalam kurun waktu yang lama. Berikut hal-hal yang menyebabkan

    longsornya suatu lereng :

    1. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau

    secara disengaja akan mengganggu kestabilan lereng tersebut, karena secara

    logis dapat dikatakan semakin besar kemungkinan untuk longsor.

    2. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau

    disengaja juga akan merubah suatu lereng. Semakin tinggi suatu lereng akan

    semakin besar longsornya.

    3. Meningkatnya beban permukaan dari lereng, ini akan mengakibatkan te-

    gangan dalam tanah termasuk meningkatnya tegangan air pori. Hal ini su-dah

    pasti akan mengurangi berkurangnya stabilitas dari sebuah lereng.

  • 12

    4. Adanya aliran air tanah juga dapat mempercepat terjadinya longsor, karena

    air bekerja sebagai pelumas. Bidang kontak antara butiran melemah karena

    air dapat menurunkan tingkat kelekatan butir.

    5. Terjadinya getaran yang besar secara tiba-tiba berupa gempa dan getaran

    dinamis (getaran musim) dapat mengganggu kekuatan geser dalam tanah.

    6. Kondisi tebing yang gundul juga akan menyebabkan perubahan kan-dungan

    air tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas lereng.

    7. Pengaruh pelapukan secara dinamis dan kimia akan merubah sifat kekuatan

    tanah dan batuan hingga mengganggu stabilitas lereng.

    Sebagai contoh dengan meninjau kembali peristiwa longsor yang melanda

    kawasan Cianjur, Jawa Barat. Akibatnya sebanyak 380 rumah mengalami

    kerusakan dan 1.300 warga mengungsi. Kepala Pusat Data Informasi dan

    Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kondisi struktur tanah

    yang labil dan dipicu hujan deras menyebabkan terjadinya gerakan tanah atau

    longsor yang cukup luas di daerah Cianjur. Apalagi kondisi tanah yang retak

    selama musim kemarau kemudian diguyur hujan yang cukup deras telah

    menyebabkan air mengisi retakan tanah tersebuh sehingga menimbulkan

    longsor (https://news.detik.com).

    https://news.detik.com/

  • 13

    2.4. Gelombang Seismik

    Gelombang seismik merupakan gelombang elastis yang merambat ke

    seluruh bagian dalam bumi melalui permukaan bumi akibat adanya pelepasan

    energi dari sumber gempa yang dipancarkan ke segala arah (Abdillah, 2010).

    Perambatan gelombang seismik menembus struktur perlapisan bumi sangat

    bergantung pada sifat elastisitas batuan-batuan yang dilaluinya (Susilawati, 2008).

    Adanya pergerakan dan gaya pada bumi menyebabkan batuan terdeformasi.

    Peristiwa deformasi ini berkaitan erat dengan konsep tegangan (stress) dan

    regangan (strain). Menurut Telford (1990), Gelombang seismik terdiri dua tipe,

    yaitu gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave).

    1. Gelombang Badan (Body Waves)

    Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media elastik

    dan arah perambatannya ke seluruh bagian di dalam bumi. Berdasarkan gerak

    partikel pada media dan arah penjalarannya gelombang dibedakan menjadi dua

    (Juanita, 2011), yaitu:

    a. Gelombang Primer (Gelombang P)

    Gelombang P disebut juga gelombang kompresi, gelombang dilatasi, atau

    gelombang longitudinal yang memiliki gerakan partikel searah dengan arah

    rambat gelombangnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 Gelombang ini

    merupakan gelombang yang pertama kali tercatat di seismogram dengan

    kecepatan gelombang P (vp) adalah ±5 – 7 km/s di kerak bumi, lebih besar dari 8

    km/s di dalam mantel dan inti bumi, sedangkan di dalam air kecepatan gelombang

    P (vp) adalah ±1,5 km/s dan 19 ±0,3 km/s di udara. Karena memiliki kecepatan

  • 14

    tinggi gelombang P memiliki waktu tiba terlebih dahulu dibandingkan gelombang

    S (Braile,2004). Arah penjalaran gelombang P dapat dilihat pada gambar 2.2

    berikut:

    Gambar 2.2. Penjalaran gelombang P (Braile, 2004).

    b. Gelombang Sekunder (Gelombang S)

    Gelombang S disebut juga gelombang shear, gelombang transversal

    ataupun gelombang rotasi yang memiliki gerakan partikel tegak lurus terhadap

    arah rambatnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gelombang S tidak

    dapat merambat pada medium cair (fluida), sehingga gelombang ini hanya dapat

    terdeteksi pada inti bagian dalam bumi dengan kecepatan (vs) ±3,0 – 4,0 km/s di

    kerak bumi, lebih besar dari 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di

    dalam inti bumi. Gelombang S juga memiliki kecepatan lebih rendah daripada

    gelombang P (Braile, 2004). Arah penjalaran gelombang P dapat dilihat pada

    gambar 2.3 berikut:

  • 15

    Gambar 2.3. Penjalaran gelombang S (Braile,2004).

    2. Gelombang Permukaan (Surface Waves)

    Gelombang permukaan merupakan gelombang yang merambat di permukaan

    bumi. Menurut Timothy (2014) dan Sebastian (2011) perambatan gelombang

    permukaan lebih lambat dari pada perambatan gelombang badan, namun

    menyebabkan lebih banyak kerusakan. Gelombang permukaan dibagi menjadi

    dua, yaitu (Afnimar, 2009):

    a. Gelombang Love (Gelombang L)

    Gelombang Love merupakan gelombang yang memiliki arah gerakan

    partikel melintang terhadap arah perambatannya. Menurut Braile (2004) dan Xia

    (1999) gelombang L merambat dalam bentuk gelombang transversal dengan

    kecepatan di permukaan bumi (vL) adalah ±2,0 – 4,4 km/s. Kecepatan gelombang

    L tergantung pada frekuensi, saat frekuensi rendah gelombang tersebut akan

    merambat dengan kecepatan yang lebih tinggi, dan rendahnya frekuensi

    mengakibatkan gelombang L menembus permukaan bumi lebih dalam. Ilustrasi

    gelombang L ditunjukkan pada Gambar 2.5.

  • 16

    Gambar 2.4. Penjalaran Gelombang L (Braile,2004).

    b. Gelombang Rayleigh (Gelombang R)

    Gelombang Rayleigh adalah gelombang yang merambat di permukaan

    bumi dengan pergerakan partikelnya menyerupai elips, seperti yang ditunjukkan

    pada Gambar 9. Arah rambat gelombang ini bergerak tegak lurus terhadap getaran

    dan searah dengan bidang datang. Gelombang R memiliki kecepatan (vR) ± 2,0 –

    4,2 km/s di dalam bumi (Braile, 2004). Arah penjalaran gelombang R dapat

    dilihat pada gambar 2.5 berikut:

    Gambar 2.5. Penjalaran Gelombang R (Braile,2004).

  • 17

    2.5. Mikrotremor

    Mikrotremor atau bisa disebut dengan mikroseismik adalah merupakan

    getaran harmonik tanah yang terjadi secara terus menerus dengan frekuensi yang

    rendah. Getaran tersebut dapat ditimbulkan oleh peristiwa alam ataupun buatan.

    Peristiwa buatan seperti gerak dari mesin kendaraan, industri, dan aktivitas

    manusia lainnya di permukaan bumi. Sedangkan peristiwa alam berupa variasi

    tekanan atmosfer, angin, hujan, dan gelombang air laut. Getaran yang dimaksud

    bukan merupakan peristiwa dengan durasi pendek seperti gempabumi dan ledakan

    (Seht dan Wohlenberg, 1999). Kaitannya dengan mikroseismik, mikrotremor

    merupakan getaran tanah yang menjalar dalam bentuk gelombang yang disebut

    gelombang mikroseismik (Herdita, 2017).

    Pengukuran mikrotremor sering dipraktikkan untuk mengamati

    karakteristik dinamika tanah yang dapat ditinjau dari penjalaran gelombang

    seismik. Beberapa parameter fisis yang dapat dilihat dari penjalaran gelombang

    tersebut adalah kecepatan gelombang seismik, variasi amplitudo, frekuensi serta

    perioda gelombang. Mikrotremor yang disebabkan oleh gerakan bawah

    permukaan memiliki amplitudo antara 0,1 mikro – 1,0 mikro.

    Berdasarkan periodanya mikrotremor diklasifikasikan menjadi dua jenis,

    yaitu perioda rentang pendek dan perioda rentang panjang. Untuk mikrotremor

    dengan perioda rentang pendek yaitu 0,1 detik sampai 1,6 detik biasanya

    disebabkan oleh peristiwa buatan, sedangkan mikrotremor dengan perioda rentang

    panjang yaitu 1,6 detik sampai 2 detik atau lebih terjadi karena peristiwa alam.

  • 18

    Gelombang alam dari mikrotremor berbeda-beda, tergantung dari kondisi

    wilayahnya (Syahruddin, 2014).

    Mikrotremor diterapkan untuk menentukan karakteristik dinamis

    (frekuensi predominan dan faktor amplifikasi) dari lapisan tanah. mikrotremor

    dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan tanah berdasarkan

    parameter periode predominan dan faktor penguatan gelombangnya (amplifikasi).

    Frekuensi predominan adalah frekuensi yang kerap muncul sehingga

    diakui sebagai nilai frekuensi dari batuan di suatu wilayah. Nilai frekuensi ini

    dapat menunjukkan jenis dan karakteristik batuan di wilayah tersebut. Melalui

    nilai frekuensi predominan dapat dihitung nilai periode dominan

    berdasarkan persamaan (2.1).

    (2.1)

    Nilai periode predominan merupakan waktu yang dibutuhkan gelombang

    mikrotremor untuk mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang pantulnya ke

    permukaan. Nilai periode predominan juga mengindikasikan karakter lapisan

    batuan yang ada di suatu wilayah (Arifin et al., 2013).

    Sedangkan Faktor Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang seismik

    yang terjadi akibat adanya perbedaan yang signifikan antar lapisan. Dengan kata

    lain gelombang seismik akan mengalami perbesaran jika merambat pada suatu

    medium yang lebih lunak dibandingkan medium awal yang dilaluinya. Nakamura

    (2000) menyatakan bahwa nilai faktor penguatan (amplifikasi) tanah berkaitan

    dengan perbandingan kontras impedansi lapisan permukaan dengan lapisan di

    bawahnya. Semakin besar perbandingan kontras impedansi kedua lapisan tersebut

  • 19

    maka nilai faktor amplifikasinya juga semakin tinggi. Sedangkan Marjiyono

    (2010) menyatakan bahwa amplifikasi berbanding lurus dengan nilai

    perbandingan spektral horizontal dan vertikalnya (H/V). Nilai amplifikasi bisa

    bertambah jika batuan telah mengalami deformasi (pelapukan, pelipatan, dan

    pesesaran) yang mengubah sifat batuan. Pada batuan yang sama, nilai amplifikasi

    dapat bervariasi sesuai dengan tingkat deformasi pada pelapukan tubuh batuan

    tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut maka amplifikasi dapat dituliskan dalam

    persamaan (54) sebagai suatu fungsi perbandingan nilai kontras impedansi, yaitu:

    (2.2)

    dimana adalah densitas batuan dasar (gr/ml), adalah kecepatan rambat

    gelombang pada batuan dasar (m/s), adalah densitas batuan lunak sedimen

    (gr/ml), dan adalah kecepatan rambat gelombang pada batuan lunak sedimen

    (m/s).

    Nakamura (1996) mengasumsikan bahwa densitas batuan dasar ( ) sama dengan

    densitas batuan batuan lunak ( ), sehingga persamaan dapat dituliskan sebagai:

    (2.3)

    Dengan demikian, dapat diketahui bahwa daerah yang rawan kerusakan bangunan

    akibat gempabumi adalah daerah yang permukaannya tersusun atas sedimen lunak

    (gambut, pasir, lanau) dengan bedrock yang keras. Jenis sedimen di daerah

    tersebut dapat diketahui melalui kecepatan geser gelombangnya ( ), seperti yang

    ditampilkan pada Tabel 2.1.

  • 20

    Tabel 2.1. Klasifikasi jenis tanah oleh BSCC (Thitimakorn dan Channo, 2012)

    2.6. Metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio)

    Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) adalah metode yang didasarkan

    pada asumsi bahwa rasio spektrum horizontal dan vertikal dari getaran permukaan

    merupakan fungsi perpindahan (Nakamura, 1989). Metode HVSR secara meluas

    diperkenalkan oleh Nakamura, sehingga metode ini juga dikenal dengan teknik

    Nakamura. HVSR dinilai sangat ekonomis dan efektif untuk mengkaji

    karakteristik dinamis lapisan tanah permukaan penyebab terjadinya local site

    effect saat gempabumi (Fah, 2001). Metode HVSR digunakan dengan beberapa

    asumsi yaitu:

    1. Mikrotremor sebagian besar terdiri dari gelombang geser,

    2. Komponen vertikal gelombang tidak diamplifikasi lapisan tanah lunak dan

    hanya komponen horisontal yang teramplifikasi,

    3. Batuan dasar (basement) menyebarkan gelombang ke segala arah,

    4. Gelombang Rayleigh diasumsikan sebagai noise mikrotremor dan

    diusulkan metode untuk mengeliminasi efek gelombang Rayleigh.

  • 21

    Energi mikrotremor sebagian besar bersumber dari gelombang Rayleigh,

    dan site effect amplification terjadi akibat keberadaan lapisan tanah lunak yang

    menempati setengah cekungan dari batuan dasar. Dalam kondisi ini ada empat

    komponen gerakan tanah yang terlibat, yaitu komponen gerakan horizontal dan

    vertikal di batuan dasar dan komponen gerak horizontal dan vertikal di permukaan

    (Lermo, 1993). Pemodelan cekungan yang berisi material sedimen halus dapat

    dilihat pada gambar 2.6 berikut:

    Gambar 2.6. Model cekungan yang berisi material sedimen halus (Slob, 2007)

    Faktor amplifikasi gerakan horizontal dan vertikal pada permukaan tanah

    sedimen berdasarkan pada gerakan seismik di permukaan tanah yang bersentuhan

    langsung dengan batuan dasar di area cekungan yang dilambangkan dengan

    dan (Nakamura, 2000). Besarnya faktor amplifikasi horizontal adalah:

    (2.4)

    Dengan adalah spektrum dari komponen gerak horizontal di permukaan tanah

    dan adalah spektrum dari komponen gerak horizontal pada dasar lapisan

    tanah. Besarnya faktor amplifikasi vertikal adalah:

  • 22

    (2.5)

    Dengan adalah spektrum dari komponen gerak vertikal di permukaan tanah

    dan adalah spektrum dari komponen gerak vertikal pada dasar lapisan tanah.

    Data mikrotremor tersusun atas beberapa jenis gelombang, tetapi yang

    utama adalah gelombang Rayleigh yang merambat pada lapisan sedimen di atas

    batuan dasar. Pengaruh dari gelombang Rayleigh pada rekaman mikrotremor

    besarnya sama untuk komponen vertikal dan horizontal saat rentang frekuensi (0,2

    - 20,0) Hz, karena dalam range μm atau kecil sehingga rasio spektrum antara

    komponen horizontal dan vertikal di batuan dasar mendekati:

    (2.6)

    Karena rasio spektrum antara komponen horizontal dan vertikal di batuan

    dasar mendekati nilai satu, maka gangguan yang terekam pada permukaan lapisan

    tanah akibat efek dari gelombang Rayleigh dapat dihilangkan, sehingga hanya ada

    pengaruh yang disebabkan oleh struktur geologi lokal atau site effect yang

    menunjukkan puncak amplifikasi pada frekuensi dasar dari suatu lokasi (Slob,

    2007). Berdasarkan persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4) didapatkan besarnya sebagai:

    (2.7)

    Sehingga

    (2.8)

  • 23

    Persamaan (2.6) menjadi dasar perhitungan rasio spektrum mikrotremor

    komponen horizontal terhadap komponen vertikalnya atau Horizontal to Vertical

    Spectral Ratio (HVSR).

    Selain sederhana dan bisa dilakukan kapan dan dimana saja, teknik ini

    juga mampu mengestimasi frekuensi resonansi secara langsung tanpa harus

    mengetahui struktur kecepatan gelombang geser dan kondisi geologi bawah

    permukaan lebih dulu. Parameter penting yang dihasilkan dari metode HVSR

    adalah frekuensi natural dan amplifikasi. HVSR yang terukur pada tanah

    bertujuan untuk karakterisasi geologi setempat, frekuensi natural dan amplifikasi

    yang berkaitan dengan parameter fisik bawah permukaan (Herak, 2008).

    Metode ini sangat menguntungkan dengan kesederhanaan analisis

    hanya dari satu seismometer tiga komponen. Metode ini dilakukan untuk

    mendapatkan nilai frekuensi natural (f0) dan nilai Amplifikasinya (A) yang

    selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilai indeks kerentanan seismik

    (Kg). Kriteria untuk kurva HVSR dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut :

  • 24

    Gambar 2.7. Kriteria kurva HVSR (SESAME,2004).

    2.7. Indeks Kerentanan Seismik (Kg)

    Indeks kerentanan seismik (Kg) adalah indeks yang menggambarkan

    tingkat kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi gempa

    bumi. Menurut Nakamura (2000), indeks kerentanan seismik diperoleh dengan

    mengkuadratkan nilai puncak spektrum mikrotremor dibagi frekuensi resonansi,

    yang dirumuskan sebagai:

    (2.9)

    Nakamura (1997) menjelaskan bahwa parameter nilai indeks kerentanan

    seismik (Kg) diperoleh untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang memiliki

    bahaya seismik dan kerusakan yang besar pada suatu daerah. Nilai indeks

  • 25

    kerentanan seismik (Kg) dapat dianggap sebagai indikator yang mungkin berguna

    dalam memilih titik lemah dari tanah terutama pada daerah lereng.

    2.7. Percepatan Tanah Maksimum (Peak Ground Acceleration)

    Acceleration atau percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan

    kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Percepatan

    getaran tanah maksimum adalah nilai percepatan getaran tanah terbesar yang

    pernah terjadi di suatu tempat yang diakibatkan oleh gelombang gempabumi.

    Nilai percepatan tanah maksimum dihitung berdasarkan magnitudo dan jarak

    sumber gempa yang pernah terjadi terhadap titik perhitungan, serta nilai periode

    predominan tanah daerah tersebut (Fauzi dalam Edwiza, 2008).

    Percepatan tanah permukaan di suatu tempat yang disebabkan oleh getaran

    seismik bergantung pada perambatan gelombang seismik dan karakteristik lapisan

    tanah (alluvial deposit) di tempat tersebut (Kanai, 1996). Sifat-sifat lapisan tanah

    mempengaruhi periode predominan tanah dari lapisan tanah tersebut bila ada

    getaran seismik. Periode predominan tanah akan mempengaruhi besarnya

    percepatan batuan pada lapisan batuan dasar (base rock) dan pada permukaan

    (ground surface). Berdasarkan besarnya nilai periode predominan (T0), dapat

    diketahui perbedaan karakteristik tanah dan geologi di daerah penelitian seperti

    pada Tabel 2.2 . Perbedaan respon seismik pada batuan dasar dengan respon

    seismik pada permukaan tanah akan menentukan faktor perbesaran G(T).

  • 26

    Tabel 2.2. Klasifikasi tanah konversi Kanai & Tanaka dengan Omote-

    Nakajima (Gunawan dan Subardjo, 2005; Pitilakis et al., 2004).

    Klasifikasi Tanah Periode

    predominan

    (detik)

    Frekuensi

    predominan

    (Hz)

    Keterangan

    Kanai Omote-

    Nakajima

    Jenis I Jenis A 0,05-0,15 6,7-20 Batuan tersier atau

    lebih tua. Terdiri dari

    batuan pasir berkerikil

    keras (hard sandy

    gravel)

    Jenis II Jenis B 0,10-0,25 4-6,7 Batuan alluvial dengan

    ketebalan 5m. Terdiri

    dari pasir kerikil(sandy

    gravel), lempung keras

    berpasir (sandy hard

    clay), lempung (loam),

    dan sebagainya.

    Jenis III Jenis C 0,25-0,40 2,5-4 Batuan alluvial yang

    hampir sama dengan

    tanah jenis II, hanya

    dibedakan oleh adanya

    formasi yang belum

    diketahui (buff

    formation)

    Jenis IV Jenis D >0,40 1,4-2,5 Batuan alluvial yang

    terbentuk dari

    sedimentasi delta, top

    soil, lumpur, tanah

    lunak, humus, endapan

    delta atau endapan

    lumpur, yang tergolong

    ke dalam tanah

    lembek, dengan

    kedalaman 30m.

  • 27

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Kanai memformulasikan sebuah rumus

    empiris percepatan tanah pada permukaan (Edwiza, 2008) yang dirumuskan

    sebagai:

    (2.10)

    dengan

    (2.11)

    dan

    (2.12)

    dengan G(T) adalah faktor perbesaran, adalah percepatan tanah pada

    baserock (gal), menyatakan nilai percepatan tanah di titik pengukuran (gal), T

    adalah periode gelombang gempa (s), T0 periode predominan tanah titik

    pengukuran (s), M adalah magnitudo gempabumi (Skala Richter) dan R jarak

    hiposenter (km).

    Bila terjadi resonansi (T = T0) maka harga G(T) akan mencapai maksimum.

    Gelombang yang melalui lapisan sedimen akan menimbulkan resonansi yang

    disebabkan karena gelombang gempa mempunyai spektrum yang lebar sehingga

    hanya gelombang gempa yang sama dengan periode predominan tanah dari

    lapisan sedimen yang akan diperkuat. Dengan besarnya harga perbesaran G(T)

    maka percepatan tanah pada permukaan akan menjadi maksimum yang dapat

    ditulis dengan persamaan:

  • 28

    (2.13)

    dengan

    T0 = Periode Predominan (s)

    M = Magnitudo gempa (SR)

    R = Hiposenter (KM)

    2.9. Gempa Bumi

    Gempabumi merupakan hentakan besar yang terjadi sekaligus akibat

    penimbunan energi elastik atau strain dalam waktu yang lama secara kontinyu

    akibat dari adanya proses pergerakan lempeng benua dan samudra (Nandi, 2006).

    Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke

    seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan

    kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.

    Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan

    kerusakan tanah lainnya yang merusak pemukiman penduduk. Gempabumi juga

    menyebabkan bencana ikutan berupa kebakaran, kecelakaan industri dan

    transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan

    lainnya.

    Banyak teori yang telah dikemukakan mengenai penyebab terjadinya

    gempabumi. Menurut pendapat para ahli, sebab-sebab terjadinya gempabumi

    salah satunya adalah akibat dari aktivitas tektonik. Bumi diselimuti oleh beberapa

    lempeng kaku keras (lapisan litosfer) yang berada di atas lapisan yang lebih lunak

  • 29

    dari litosfer dan lempeng-lempeng tersebut terus bergerak dengan laju tertentu per

    tahun. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik ini menyebabkan terjadinya

    penimbunan energi secara perlahan-lahan. Gempabumi tektonik kemudian terjadi

    karena adanya pelepasan energi yang telah lama tertimbun tersebut. Daerah yang

    paling rawan gempabumi umumnya berada pada pertemuan lempeng-lempeng

    tersebut.

    Berdasarkan kedalaman pusat sumber gempabumi, gempabumi

    dibedakan menjadi tiga (Sonjaya, 2008):

    1) Gempabumi dangkal

    Gempabumi dangkal merupakan gempabumi dengan pusat gempa

    berada kurang dari 50 km dari permukaan bumi. Di Indonesia

    gempabumi dangkal letaknya terpencar. Gempabumi semacam ini dapat

    menimbulkan kerusakan besar. Makin dangkal gempabumi itu, daya

    rusaknya makin besar.

    2) Gempabumi menengah

    Gempabumi menengah merupakan gempabumi dengan pusat

    gempabumi berada antara (50 - 300) km di bawah permukaan bumi. Di

    Indonesia gempabumi menengah terbentang sepanjang Sumatra sebelah barat,

    Jawa sebelah selatan, selanjutnya Nusa Tenggara antara Sumbawa dan

    Maluku, akhirnya sepanjang Teluk Tomini, Laut Maluku ke Filipina.

    Gempabumi menengah dengan kedalaman sumber gempabumi kurang dari

    150 km di bawah permukaan masih dapat menimbulkan kerusakan.

  • 30

    3) Gempabumi dalam

    Gempabumi dalam merupakan gempabumi dengan pusat gempabumi

    berada pada kedalaman lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi. Di

    Indonesia gempabumi dalam berada di bawah Laut Jawa, Laut Flores,

    Laut Banda dan Laut Sulawesi. Gempabumi dalam tidak membahayakan.

    Beberapa parameter dasar gempabumi yang mempengaruhi terjadinya

    gempabumi adalah:

    a. Hiposenter, yaitu tempat terjadinya gempabumi atau pergeseran tanah di

    dalam bumi.

    b. Episenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hiposenter

    pada permukaan bumi.

    c. Batuan dasar, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.

    d. Percepatan tanah, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempabumi.

    e. Faktor amplifikasi, yaitu faktor pembesaran percepatan gempabumi yang terjadi

    pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu.

    f. Skala gempa, yaitu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur secara

    kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempabumi secara

    kuantitatif dilakukan dengan skala Richter yang umumnya dikenal sebagai

    pengukuran magnitudo gempabumi. Magnitudo gempabumi adalah ukuran

    mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempabumi. Pendapat ini pertama

  • 31

    kali dikemukakan oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama

    ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala Richter terjadi di Columbia

    tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan

    melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh gempabumi. Ukuran

    tersebut disebut sebagai intensitas gempabumi.

    2.10. GSS (Ground Shear Strain)

    Ground shear strain merupakan kemampuan suatu material lapisan tanah

    untuk meregang atau bergeser saat terjadi gempa bumi. Daerah-daerah yang

    memiliki nilai ground shear strain tinggi memiliki resiko tinggi terhadap gerakan

    tanah akibat gempa bumi seperti penurunan tanah dan likuifaksi.

    Untuk mendapatkan nilai GSS (ɤ) digunakan nilai indeks kerentanan

    seismik. Tanah diklasifikasikan kedalam jenis tanah dengan karaktek plastis

    (elastis) ketika nilai GSS disekitar ɤ ≈ 1.000 x 10-6

    ; dan untuk ɤ > 10.000 x 10-6

    akan terjadi bencana longsor atau deformasi yang sangat besar (Nakamura,1997).

    Tabel 2.3. Hubungan antara regangan dengan sifat dinamis tanah

    (Nakamura,1997).

    Nilai regangan (γ) 10-6

    10-5

    10-4

    10-3

    10-2

    10-1

    Fenomena Gelombang,

    Getaran

    Retak, Penurunan

    tanah

    Longsor,

    Penurunan

    tanah,Likuifaksi

    Sifat dinamis

    Elastis

    Plastik elastis Keruntuhan

    Efek ulangan, efek

    kelajuan dari pemuatan

  • 32

    Besarnya Ground Shear Strain (γ) dapat dihitung menggunakan

    persamaan:

    (2.14)

    dengan Ag adalah faktor amplifikasi, H adalah ketebalan lapisan tanah, dan d

    adalah pergeseran gelombang seismik di bawah permukaan tanah. Kecepatan

    pergeseran gelombang di bawah permukaan tanah dan pada permukaan tanah

    masing-masing dilambangkan sebagai Vb dan Vs. Besarnya kecepatan gelombang

    di bawah permukaan tanah (Vb) dirumuskan sebagai

    (2.15)

    sehingga besarnya ketebalan lapisan dapat ditentukan dengan persamaan

    (2.16)

    Nilai ketebalan lapisan dapat pula dituliskan sebagai

    (2.17)

    Dengan

    Percepatan di bawah permukaan tanah (αg) dinyatakan sebagai:

    (2.18)

    sehingga perpindahan seismik dari bawah permukaan tanah dapat ditentukan

    menggunakan persamaan:

    (2.19)

  • 33

    Jika Persamaan (2.15) dan Persamaan (2.16) dimasukkan ke Persamaan

    (2.11), maka diperoleh:

    (2.20)

    (2.21)

    Sehingga persamaan Ground Shear Strain (γ) adalah:

    (2.22)

    dengan

    = Indeks Kerentanan Seismik (s2/cm)

    = Percepatan tanah maksimum (cm/s2)

  • 59

    BAB 5

    PENUTUP

    5.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan

    sebagai berikut :

    1. Besarnya nilai GSS (Ground Shear Strain) di Deliksari Sukorejo Kecamatan

    Gunungpati Kota Semarang berkisar antara 1,49 x 10-5

    – 5,16 x 10-4

    . Nilai

    GSS tertinggi berada pada titik TA18 yaitu 5,16 x 10-4

    dan terendah berada

    pada titik TA6 yaitu 1,49 x 10-5

    .

    2. Berdasarkan hasil pemetaan nilai GSS (Ground Shear Strain) menunjukkan

    bahwa kawasan yang berpotensi tinggi mengalami pergerakan tanah berada

    pada titik TA4, TA6, TA9, TA18 dan TA20.

    5.2. Saran

    Mengacu pada hasil akhir penelitian, penulis mengajukan beberapa saran

    untuk penelitian berikutnya, diantaranya :

    1. Untuk penelitian berikutnya sebaiknya memperluas batasan penelitian agar

    mencakup seluruh wilayah Kecamatan Gunungpati yang terkenal dengan

    daerah berdataran tinggi dan sering mengalami penurunan tanah.

    2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode lain untuk menentukan

    potensi gerakan tanah di kawasan tersebut.

  • 60

    DAFTAR PUSTAKA

    Afnimar. 2009. Seismologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

    Alfikri.2011.http://alfikritekimundip.blogspot.com/2011/12/profildesadeliksari.ht

    ml. Diakses tanggal 10 Maret 2017.

    Arifin, A.S., B.S. Mulyatno, Marjiyono, & R. Setianegara. (2013). Penentuan

    Zona Rawan Guncangan Bencana Gempa Bumi Berdasarkan Analisis

    Nilai Amplifikasi HVSR Mikrotremor Dan Analisis Periode Dominan

    Daerah Liwa Dan Sekitarnya. Lampung: Universitas Negeri Lampung.

    Bappeda.2013.http://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/04/

    Semarang-Dalam-Angka-Tahun-2012.pdf. Diakses tanggal 10 maret 2017.

    Braile, L. 2004. Seismic Wave Demonstrations and Animations: Exploration In

    EarthScience. Purdue University.

    Dal Moro, G. 2010. Some Aspects about Surface Wave and HVSR Analyses: an

    Overview. Bollettino di Geofisica Teorica ed Applicata, 52(2): 1-19.

    Edwiza, D. 2008. Pemetaan Percepatan Tanah Maksimum dan Intensitas Seismik

    Kota Padang Panjang Menggunakan Metoda Kannai. Padang: Repository

    Universitas Andalas.

    Fah, D., F. Kind, & Giardini. 2006. A Theoretical Investigation of Average H/V

    Ratio. Geophysical Journal International, 14(2): 535-549.

    Febrina, H.S., Supriyadi, & Sugiyanto. 2017. Analisis Kerentanan Bangunan

    Dengan Pengujian Mikrotremor Studi Kasus Di Daerah Rawan

    Pergerakan Tanah. Semarang: Repository Universitas Negeri Semarang.

    Gunawan, I., & Subardjo. 2005. Pengetahuan Seismologi. Jakarta: Badan

    Meteorologi dan Geofisika.

    Herak, M. 2009. HVSR of ambient noise in Ston (Croatia): comparison with

    theoretical spectra and with the damage distribution after the 1996 Ston-

    Slano earthquake. Bull Earthquake England, 8: 483-499,

    Kanai, K. 1983. Engineering Seismology. Japan: University of Tokyo Press.

    Lermo, J., G. Chavez, & J. Fransisco . 1993. Site Effect Evaluation Using Spectral

    Ratios with Only One Station. America: Bulletin of Seismological Society

    of America, Vol. 83, no. 5.

    Marjiyono. 2010. Estimasi Karakteristik Dinamika Tanah Dari Data Mikrotremor

    Wilayah Bandung. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

    http://alfikritekimundip.blogspot.com/2011/12/profildesadeliksari.htmlhttp://alfikritekimundip.blogspot.com/2011/12/profildesadeliksari.htmlhttp://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/04/Semarang-Dalam-Angka-Tahun-2012.pdfhttp://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/04/Semarang-Dalam-Angka-Tahun-2012.pdf

  • 61

    Nakamura, Y. 1989. A Method for Dynamic Characteristics Estimation of

    SubsurfaceUsing Microtremor on the Ground Surface. Japan: Quarterly

    Report of Railway Technical Research Institute (RTRI), Vol. 30, No. 1.

    Nakamura, Y. 1997. Seismic Vulnerability Indices for Ground and Structures

    Using Microtremor. Florence: World Congress on Railway Research.

    Nakamura, Y. 2000. Real-Time information System For Hazards Mitigation.

    Japan Eleven World Conference on Earthquake Engineering, No. 2134.

    Nakamura, Y., 2008. On The H/V Spectrum. The 14th World Conference on

    Earthquake Engineering, 14: 12-17.

    Nandi. 2006. Gempabumi Geologi Lingkungan. Bandung: Universitas Pendidikan

    Indonesia.

    Okada, H. 2004. The Microtremor Survey Method. USA: Society of Exploration

    Geophysicist United State of America.

    Priyantari, N. & A. Suprianto. 2009. Penentuan Kedalaman Bedrock

    Menggunakan Metode Seismik Refraksi di Desa Kemuning Lor

    Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Jurnal ILMU DASAR, Vol. 10

    No.1: 6– 12.

    Purwonugroho, S. 2017. Cianjur Longsor, 380 Rumah Rusak dan 1.300 Warga Mengungsi. https://news.detik.com/berita/d-3669490/cianjur-longsor-380-

    rumah-rusak-dan-1300-warga-mengungsi. (diakses tanggal 12 Oktober

    2017).

    Sebastian, F., S. Parolai, D. Arbarello. 2011. Aplication of Surface-Wave

    Methods for Seismic Site Characteritazation. Surveys in Geophysics,

    32(6): 777-825.

    Seht, M.Ibs-von., dan Wohlenberg. J., 1999. Microtremor Measurement Used To

    Map Thickness Of Soft Sediment. Bulletin of Seimological Society of

    America, Vol. 89, No. 1.

    SESAME European Research Project. 2004. Guidelines for The implementation of

    The H/V Spectral ratio Technique on Ambient Vibration: Measurements,

    Processing and Interpretation.

    Slob, S. 2007. Micro Seismic Hazard Analysis. Netherlands: International

    Institute for Geo-Information Science and Earth Observation.

    Soedarsono. 2012. Kondisi Geomorfologi Kaitannya Dengan Degradasi

    Lingkungan Di Kota Semarang. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

    https://news.detik.com/berita/d-3669490/cianjur-longsor-380-rumah-rusak-dan-1300-warga-mengungsihttps://news.detik.com/berita/d-3669490/cianjur-longsor-380-rumah-rusak-dan-1300-warga-mengungsi

  • 62

    Somantri, L. 2008. Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan Dengan

    Menggunakan Teknologi Pengindraan Jauh. Makalah Seminar Ikatan

    Geografi Indonesia. 22 – 23 Nopember 2008. Padang.

    Sonjaya, I. 2008. Pengenalan Gempabumi. Yogyakarta: BMKG.

    Susilawati. 2008. Penerapan Penjalaran Gelombang Seismik Gempa Pada

    Penelaahan Struktur Bagian Dalam Bumi. Medan: Universitas Sumatera

    Utara.

    Syahruddin, M.H., S. Aswad, E.F. Palullungan, Maria, & Syamsuddin. 2014.

    Penentuan Profil Ketebalan Sedimen Lintasan Kota Makassar Dengan

    Mikrotremor. Jurnal Fisika Vol. 4 No. 1. Makassar: Universitas

    Hasanuddin.

    Telford, M.W., L.P. Geldart, R.E. Sheriff, & D.A. Keys. 1976. Applied

    Geophisics. New York: Cambridge University.

    Timothy, D. 2014. Seismic Surface Wave Testing For Track Substructure

    Assessment. Proceedings of the 2014 Joint Rall Conference. USA.

    Tokimatsu, K., H. Arai. 1998. Evaluation Of Localsite Effect Based On

    Microtremor H/V Spectra. The Effect of Surface Geology on Seismic

    motion : Jepang.

    Windraswara, R. & E. Widowati. 2010. Penerapan CBDP (Community Based

    Disaster Preparadness) Dalam Mengantisipasi Bencana Tanah Longsor di

    Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Rekayasa, 8(2):1-6.

    Xia, J., D.M. Richard, B.P. Choon. 1999. Estimation of near-surface shear-wave

    velocity by inversion of Raylaigh wave. Society Of Exploration

    Geophysicists, 64(3), 691-700.

    Yamazaki,F., A. Ansary, &Mehedi. 1997. Horizontal To Vertikal Spectrum Ratio

    Of Earthquake. Engineering And Structural Dynamics, Vol. 26: 671-689.