A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah barat Pulau Sulawesi. Pulau Kalimantan dibagi menjadi wilayah Brunei, Indonesia (dua per tiga) dan Malaysia (sepertiga). Pulau Kalimantan terkenal dengan julukan "Pulau Seribu Sungai" karena banyaknya sungai yang mengalir di pulau ini. Pada zaman dahulu, Borneo yang berasal dari nama kesultanan Brunei adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara keseluruhan, sedangkan Kalimantan adalah nama yang digunakan oleh penduduk kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk wilayah Indonesia. Wilayah utara pulau ini (Sabah, Brunei, Sarawak) untuk Malaysia dan Brunei Darussalam. Sementara untuk Indonesia wilayah Kalimantan Utara, adalah provinsi Kalimantan Utara. Dalam arti luas "Kalimantan" meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo, sedangkan dalam arti sempit Kalimantan hanya mengacu pada wilayah Indonesia. Pulau Kalimantan adalah salah satu paru-paru dunia karena luas hutannya, yaitu sekitar 40,8 juta hektar. Sayangnya laju deforestasi di Kalimantan demikian cepatnya. Menurut data yang dikeluarkan Departemen Kehutanan, angka deforestasi di Kalimantan pada 2000 sampai dengan 2005 mencapai sekitar 1,23 juta hektare. Artinya sekitar 673 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara
Pulau Jawa dan di sebelah barat Pulau Sulawesi. Pulau Kalimantan dibagi menjadi
wilayah Brunei, Indonesia (dua per tiga) dan Malaysia (sepertiga). Pulau Kalimantan
terkenal dengan julukan "Pulau Seribu Sungai" karena banyaknya sungai yang mengalir
di pulau ini.
Pada zaman dahulu, Borneo yang berasal dari nama kesultanan Brunei adalah
nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara
keseluruhan, sedangkan Kalimantan adalah nama yang digunakan oleh penduduk
kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk wilayah Indonesia. Wilayah utara
pulau ini (Sabah, Brunei, Sarawak) untuk Malaysia dan Brunei Darussalam. Sementara
untuk Indonesia wilayah Kalimantan Utara, adalah provinsi Kalimantan Utara. Dalam
arti luas "Kalimantan" meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo,
sedangkan dalam arti sempit Kalimantan hanya mengacu pada wilayah Indonesia.
Pulau Kalimantan adalah salah satu paru-paru dunia karena luas hutannya, yaitu
sekitar 40,8 juta hektar. Sayangnya laju deforestasi di Kalimantan demikian cepatnya.
Menurut data yang dikeluarkan Departemen Kehutanan, angka deforestasi di
Kalimantan pada 2000 sampai dengan 2005 mencapai sekitar 1,23 juta hektare. Artinya
sekitar 673 hektare hutan di Kalimantan mengalami deforestasi setiap harinya pada
periode tersebut. Luas hutan di seluruh provinsi yang ada di Kalimantan mencapai
sekitar 40,8 juta hektare. Sementara itu menurut Greenpeace, hutan di Kalimantan
hanya tersisa 25,5 juta di tahun 2010. (State of the World Forest, 2007).
Deforestasi di Indonesia disebabkan oleh industri kayu yang semakin
mempersempit hutan alami. Pengalihan fungsi (konversi) hutan untuk perkebunan
kelapa sawit juga memberikan kontribusi besar terhadap semakin derasnya laju
deforestasi. Konversi hutan menjadi area perkebunan sawit telah merusak lebih dari 7
juta hektar hutan sampai pada tahun 1997(State of the World Forest, 2007).
Deforestasi yang terjadi di Kalimantan memiliki berbegai macam penyebab.
Kualitas sumberdaya lahan dan tanah untuk pertanian di perbukitan Kalimantan sangat
kurang, sehingga masyarakat membuka hutan lagi untuk lahan pertanian baru demi
1
kelangsungan hidup. Aktifitas lainnya yaitu seperti perambah hutan, penebang liar,
perluasan lahan perkebunan, produksi bahan dan ekploitasi hutan oleh pemilik HPH
(Hak Penguasaan Hutan) kesemuanya itu akan mengganggu ekosistem dan merusak
habitat hutan (Impas-B, 2008). Perbedaannya terletak pada besar-kecilnya kerusakan
yang ditimbulkan akibat permanfaatan hutan. Berkurangnya luasan dan kualitas hutan di
Kalimantan menjadi ancaman serius bagi berbagai jenis satwa langka di Kalimantan,
antara lain orangutan, bekantan, beruang madu dan berbagai jenis owa. Satwa langka itu
kondisinya terjepit diantara menyempitnya hutan yang menjadi habitat mereka dan
perburuan liar.
Kondisi hutan yang demikian memunculkan perhatian lebih dari pemerintah
untuk melakukan perbaikan yang lebih berarti. Dapat diketahui bahwa hutan memliki
peran penting membantu peralihan menuju ekonomi yang lebih hijau dan lestari
khususnya hutan Kalimantan. Konsep ekonomi hijau sendiri merupakan suatu konsep
ekonomi yang bermakna pengentasan kemiskinan, pekerjaan yang layak, pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan, serta internalisasi lingkungan dalam semua aktivitas
pengembangan, (Ria andriani, 2012). Yang diperlukan adalah upaya untuk mengelola
hutan secara lebih berkelanjutan. Pola pengelolaan hutan yang berkelanjutan bisa
mendatangkan banyak manfaat melalui program dan kebijakan yang tepat, sektor
kehutanan bisa mendorong peralihan ke ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Seperti investasi di industri kayu bisa menciptakan lapangan kerja dan membantu
memulihkan aset alam dan memperbaiki ekonomi ribuan penduduk pedesaan. Upaya
menjadikan hutan sebagai jantung ekonomi hijau memerlukan kebijakan dan program
yang membantu pengusaha memanfaatkan sumber daya kehutanan dengan lebih ramah
lingkungan.
Terkait dengan dengan deforestasi pada hutan Kalimantan, pemerintah membuat
suatu program yang berkenaan dengan eknomi hijau untuk hutan Kalimantan yang
bertajuk Heart of Borneo. WWF (World Wide Fund) sebagai salah satu NGO (Non-
Governmental Organization) lingkungan pun kemudian mengajak pemerintah dari tiga
negara yang memiliki wilayah di hutan Kalimantan yaitu pemerintah Indonesia,
Malaysia, dan Brunei Darussalam untuk bergabung dalam suatu proyek bernama “
Heart of Borneo” yang bertujuan untuk memelihara dan melindungi hutan Kalimantan.
2
Adapun proyek “ Heart of Borneo” ini merupakan proyek pertama yang
menggabungkan koordinasi lintas batas negara, sehingga proyek ini kemudian dilihat
sebagai proyek yang sangat berpotensi mewujudkan hutan Kalimantan yang lestari.
Heart of Borneo (HoB), sebuah jantung kehidupan di Kalimantan, satu-satunya
tempat yang tersisa di Asia Tenggara, membentang melintasi batas Indonesia, Malaysia
dan Brunei serta menjangkau hingga kaki bukit dan dataran rendah yang secara ekologis
terkait dimana hutan masih dapat dikonservasi dalam skala yang sangat luas. Hutan
hujan seluas 220,000 kilometer persegi yang saling terhubung, terdiri dari jaringan
kawasan konservasi dan kawasan budidaya yang dikelola secara berkelanjutan, untuk
memastikan perlindungan serta pengawetan keanekaragaman hayati dan sumber air bagi
kemaslahatan para pihak di tingkat lokal, nasional dan internasional. ( WWF, 2012)
Program Heart of Borneo bertujuan untuk membantu pemerintah tiga negara di
Borneo (Brunei, Indonesia dan Malaysia) dalam rangka melestarikan kawasan ini
melalui jejaring kawasan lindung, hutan yang dikelola secara berkelanjutan dan melalui
kerjasama internasional yang dipandu oleh pemerintah tiga negara tersebut. Heart of
Borneo merupakan program untuk membangun Ekonomi Hijau atau Green Economy.
Pembangunan hijau menjadi isu yang hangat dibicarakan dalam menghadapi
permasalahan lingkungan dan pemanasan global di Kalimantan. Ekonomi hijau
menekankan keseimbangan antara kesejahteraan ekonomi rakyat dan keadilan sosial
dengan tetap mengurangi risiko-risiko kerusakan lingkungan dan ekologi.
Perpres No 3 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Pulau Kalimantan mengisyaratkan
sedikitnya 45% dari Pulau Kalimantan harus digunakan sebagai kawasan konservasi
keanekaragaman hayati dan kawasan hutan lindung bervegetasi basah. Hal itu
merupakan upaya mewujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan gas rumah kaca
secara sukarela sebesar 26% pada 2020 serta kesepakatan antara pemerintah Indonesia,
Malaysia, dan Brunei untuk menjadikan Kalimantan sebagai Heart of Borneo.
Kebijakan pemerintah Kalimantan untuk mengimplementasikan pembangunan
berkelanjutan membawa konsekuensi terhadap upaya-upaya pembangunan nasional.
Tidaklah mudah untuk menyinergikan kepentingan pembangunan ekonomi yang
tentunya memerlukan lahan dalam meningkatkan investasi, sementara dalam waktu
yang sama langkah-langkah konservasi dilakukan.
3
Kerja cerdas dan cermat penentu kebijakan diperlukan dalam
mengimplementasikan hal tersebut. Itu haruslah dilakukan secara sinergis antara
pemerintah pusat dan daerah, baik provinsi maupun kabupaten atau kota, agar program
yang dicanangkan dapat memberikan manfaat yang luas serta berkeadilan bagi
kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah
pusat, pemerintah daerah di Kalimantan telah pula menyusun peta jalan pembangunan
wilayah yang berorientasi pada pembangunan ekonomi hijau. Kalimantan Timur pada
2009 telah menyusun strategi ekonomi hijau yang meliputi empat tujuan, yakni
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi ancaman dari kerusakan
lingkungan dan perubahan iklim seperti banjir dan kebakaran, mengurangi polusi dan
kerusakan lingkungan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep program “Heart of Borneo”?
b. Bagaimana hubungan program “Heart of Borneo” dengan Green Economy?
B. Kajian Pustaka
1. Pembangunan
Pembangunan menurut Siagian (1994) memberikan pengertian tentang
pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan
yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah,
menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu
sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan
secara terencana”.
Pembangunan berwawasan lingkungan haruslah berorientasi pada kebutuhan
pokok hidup manusia, pemerataan sosial, peningkatan kualitas hidup, serta
pembangunan yang berkesinambungan. Jadi, pembangunan harus mengandung makna
perkembangan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat melalui keadilan. Untuk
mencapainya maka visi pembangunannya adalah tercapainya peningkatan kualitas hidup
seluruh masyarakat melalui: pengembangan kecerdasan, pengembangan teknologi,
4
keterampilan dan moral pembangunan sumber daya manusia yang tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, serta seni untuk mengelola sumber daya alam secara
bijaksana dan berkesinambungan. Jadi, pembangunan berwawasan lingkungan adalah
pembangunan berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan
sumber daya manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan kemampuan
sumber daya alam untuk menopangnya.
Istilah berkelanjutan mengacu pada pemenuhan kebutuhan generasui sekarang
tanpa merungikan generasi-generasi mendaatang Secara implisit dalam pernyataan itu
adalah pertumbuhan di masa mendatang dan kualitas kehidupan manusia secara
keseluruhan sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup yang ada saat ini. Sumber
daya alam yang ada pada suatu negara mendasari kehidupan segenap penduduknya.
Kualitas udara, air dan tanah haruslah dilestarikan untuk diteruskan kegenerasi
berikutnya. Oleh karena itu perencana pembangunan harus selalu melibatkan
perhitungan lingkungan dalam perumusan kebijakaan-kebijakan mereka. Sebangai
contoh, kelestarian, atau sebaliknya kerusakan lengkungan hidup harus dihitung sebagai
faktor penambah atau faktor pengurang tingkat pertumbuhan ekonomi serta tingkat
kemajuan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Kelestarian lingkungan hidup
juga harus dijadikan salah satu tujuan utama pembangunan.
Disadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan apalagi yang bersifat fisik
dan berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam jelas mengandung resiko
terjadinya perubahan ekosistem yang selanjutnya akan mengakibatkan dampak, baik
yang bersifat negatif maupun yang positif. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan seharusnya selain berwawasan sosial dan ekonomi juga harus berwawasan
lingkungan.
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana
menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya
alam secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.
5
2. Ekonomi Hijau (Green Economy)
Ekonomi hijau secara konseptual adalah paradigma ekonomi yang
menginternalisasi persoalan lingkungan dalam bangunan/arsitektur sistem
perekonomian. Dalam konteks pembangunan ekonomi maka bukan hanya kemajuan
fisik dan sosial saja yang dipertimbangkan tetapi juga aspek keberlanjutan ekologis.
(Budimanta, 2011)
Ciri-ciri Green Economy menurut Cato (2009):
1. Suatu ekonomi hijau merupakan ekonomi berbasis lokal.
2. Dalam ekonomi hijau, orang-orang akan berhubungan satu dengan yang lain lebih
dahulu dan baru kemudian berdagang. Pasar dipandang sebagai tempat
bersosialisasi dan persahabatan yang menyenangkan dimana berita dan pandangan
politik dipertukarkan seperti halnya barang dan uang
3. Suatu ekonomi hijau sangat mungkin melibatkan distribusi aset menggunakan
harta warisan yang ditingkatkan dan pajak capital gain.
4. Dalam suatu ekonomi hijau, pajak kemungkinan juga digunakan secara strategis
untuk mempengaruhi kekuasaan dan perilaku bisnis. Dominasi neoliberal dari
pembuatan keputusan mengakibatkan penggeseran pajak dari korporasi ke
pendapatan dari penduduk swasta.
5. Suatu ekonomi hijau akan dipandu oleh nilai keberlanjutan ketimbang oleh nilai
uang.
6. Suatu ekonomi hijau akan menanggalkan kecanduan pada pertumbuhan ekonomi
dan menjadi ekonomi steady-state.
7. Suatu ekonomi hijau akanmenjadi ekonomi yang ramah dimana hubungan dan
komunitas menjadi pengganti konsumsi dan teknologi.
8. Suatu ekonomi hijaumemberi peran lebih luas bagi ekonomi informal dan sistem
koperasi dan berbasis komunitas yang saling mendukung.
9. Dalam ekonomi hijau, sistem kesehatan akan berfokus pada pengembangan
kesehatan yang baik dan penyediaan perawatan primer, berbasis lokal, ketimbang
obat berteknologi tinggi dan perusahaan farmasi yang merambah kemana-mana.
6
10. Ekonomi hijau akan menggantikan bahan bakar fosil dan sistem pertanian intensif
dengan pertanian organik, dan berbagai sistem seperti pertanian dengan dukungan
komunitas, dimana manusia terhubung lebih dekat dengan sumber pangannya.
Pertanian memberikan sumbangan bagi pembangunan dengan banyak cara.
Dunia pertanian berkontribusi pada pembangunan sebagai aktivitas ekonomi, sebagai
mata pencaharian, dan sebagai cara untuk melestarikan lingkungan. Kontribusi
pertanian terhadap pembangunan seperti yang telah disebutkan erat kaitanya dalam
menjalankan ekonomi hijau,di mana dalam konteks pembangunan ekonomi maka bukan
hanya kemajuan fisik dan sosial saja yang dipertimbangkan tetapi juga aspek
keberlanjutan ekologis.
1. Sebagai Aktivitas Ekonomi
Pertanian dapat menjadi sumber pertumbuhan bagiperekonomian nasional, penyedia
kesempatan investasi bagi sector swasta, dan penggerak utama bagi industry – industry
yang terkait dengan ekonomi pertanian dan eknomi non pertanian di pedesaan. Dua per
tiga nilai tambah pertanian dunia diciptakan di negara – negara berkembang. Di negara
– negara berbasis petanian, sector ini rata – rata menghasilkan 29% dari PDB dan
menyerap 65% angkatan kerja yang ada. Industry dan jasa yang terkait dengan bidang
pertanian secara bersama – sama sering menyumbangkan lebih dari 30% PDB di negara
– negara yang mengalami transformasi dan negara – negara urban.
Produksi pangan penting bagi ketahanan pangan karena hal itu sebagai sumber
pendapatan mayoritas kaum miskin di pedesaan. Di negara – negara Afrika Sub Sahara
misalnya, secara khusus di negara – negara di sana produksi pertanian memiliki peran
yang sangat penting. Di mana di negara – negara tersebut memiliki jumlah penduduk
seluruhnya sekitar 200 juta jwa dan produksi domestic yang begitu berunah – ubah,
rendahnya daya jual makanan pokok, dan terbatas nya nilai tukar uang mereka untuk
memenuhi kebutuhan pangan mereka melalui impor. Negara – negara ini terkena
keadaan kekurangan pangan yang akut dan ketidakpastian bantuan makanan. Bagi
mereka, peningkatan dan stabilitas produksi domestic merupakan hal yang sangat
penting bagi ketahanan pangan.
2. Sebagai Mata Pencaharian
7
Pertanian adalah sumber mata pencaharian bagi kira – kira 86% rakyat pedesaan.
Sector ini menyediakan bagi 1,3 milliar petani gurem dan para petani penggarap,
“jaminan social yang didanai oleh pertanian” ketika terjadi kejutan urban, dan landasan
kehidupan bagi banyak komunitas pedesaan. Dari 5,5 milliar jiwa yang tinggal di
negara – negara berkembang, 3 milliar tinggal di wilayah pedesaan, hampir separuh dari
seluruh jumlah umat manusia. Dari penduduk pedesaan ini, 2,5 milliar tinggal di
keluaga yang terlibat dalam pertanian, dan 1,5 milliar merupakan keluarga petani
gurem.
Penurunan tingkat kemiskinan dalam batas garis kemiskinan $1 per hari yang terjadi
baru – baru ini di negara – negara berkembang dari 28% pada 1993 turun menjadi 22%
pada tahun 2002, hal ini menunjukan penurunan angka kemiskinan di pedesaan dari
37% menjadi 29%, sementara tingkat kemiskinan di kota dapat dikatakan hampir
konstan, yakni 13%. Penurunan orang miskin di pedesaan terjadi sebatas kawasan asia
timur dan pasifik. Di Asia Selatan dan di Afrika sub Sahara jumlah orang miskin di
pedesaan terus meningkat dan bahkan dapat melampaui jumlah orang miskin di
perkotaan pada tahun 2040. Di kedua kawasan ini prioritas utamanya adalah
memobilisasi pertanian bagi pengentasana kemiskinan.
3. Sebagai Pelestari Lingkungan
Dalam penggunaan sumber daya alam, pertanian dapat membawa dampak yang
lebih baik maupun buruk bagi lingkungan. Dampak buruk yang ditimbulkan oleh
pertanian contohnya pertanian merupakan pemakai air terbanyak yang mempunyai andil
pada terjadinya kelangkaan air, selain itu pertanian merupakan pelaku utama dalam
pengurasan air tanah, polusi agrokimia, keletihan tanah, serta pemanasan global di mana
pertanian menyumbangkan hingga 30% dari emisi gas rumah kaca.
Namun disamping dampak negative yang sudah dipaparkan, pertanian juga
membawa dampak positif bagi lingkungan, salah satunya pertanian merupakan pelaku
tama dalam pelestarian alam, umumnya tidak disadari dan tak dihargai, dengan cara
menyerap gas karbon, mengatur batas air, serta menjaga keragaman hayati. Dengan
semakin langkanya sumber daya alam, perubahan iklim yang cukup ekstrim serta
keprihatinan atas rusaknya lingkungan, upaya yang biasa seperti pertanian yang sekedar
menggunakan sumber daya alam jelas bukan pilihan. Menciptakan sistem pertanian
8
kaum miskin pedesaan yang lebih tahan terhadap perubahan iklim menjadi suatu
keharusan. Mengatur hubungan antara pertanian, konservasi sumber daya alam, dan
tentunya lingkungan harus menjadi sebuah integral dari upaya menggunakan pertanian
demi pembangunan.
Ekonomi hijau juga harus diterapkan melalui efisiensi penggunaan sumber daya
baik dalam pola konsumsi maupun produksi yang berkelanjutan, regulasi terhadap hal
ini dapat dilakukan dengan penerapan pajak yang tinggi terhadap kegiatan konsumsi
dan produksi barang yang menghabiskan atau mengurangi nilai guna lingkungan hidup
yang besarnya minimal cukup untuk menggantikan berbagai dampak negatif dari
kegiatan tersebut. Dan sebaliknya, bentuk subsidi dapat diberlakukan bagi kegiatan
konsumsi maupun produksi yang meningkatkan kelestarian lingkungan. Kembali lagi
hal ini harus disusun hingga kerangka teknis dan penghitungan detil sehingga dapat
dimasukan kedalam penghitungan APBN. Untuk mewujudkan pelaksanaan penuh
ekonomi hijau ini baik dalam hal konsep, struktur, hingga pelaksanaannya
membutuhkan tidak hanya keinginan, semangat, dan dukungan dari seluruh pihak tetapi
juga sinergitas dari berbagai steakholders. Kalangan ilmuwan dapat menyumbangkan
pemikiran dan inovasi teknologi ramah lingkungan yang aplikatif dan tepat guna dan
memiliki nilai ekonomis, dunia swasta dapat memanfaatkan hasil pemikiran maupun
inovasi ramah lingkungan dalam kegiatan produksinya bahkan dapat melakukan
produksi masal teknologi-teknologi ramah lingkungan tersebut untuk dipasarkan kepada
masyarakat umum. Penggunaan Corporate Social Responsibility (CSR) yang tepat
sasaran dalam rangka kelestarian lingkungan. Dunia perbankan mempertimbangkan
memasukan faktor yang kemungkinan dapat merusak alam dalam penilaian kelayakan
usaha, selain itu penerapan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk usaha ataupun
konsumsi barang yang tidak ramah lingkungan dan sebaliknya. Masyarakat sipil
mengkampanyekan pentingnya penerapan ekonomi hijau dalam kegiatan sehari-hari
sehingga berprilaku ramah terhadap lingkungan sekitar.
Konsep pembangunan yang berkelanjutan tidak dapat mengungkiri bahwa masih
terdapat istilah ”waste” dalam proses pembangunan dan produksi. Pembangunan yang
berkelanjutan tentu menghendaki adanya ”zero pollution” dalam proses pembangunan
maupun produksi. Ekonomi hijau disini berperan untuk menyeimbangkan eksploitasi
9
sumber daya alam, mencegah pencemaran lingkungan akibat proses produksi dengan
peningkatan kemampuan alam atau lingkungan dalam menghancurkan sampah atau
limbah agar tidak menjadi polusi. Kesadaran lingkungan oleh suatu perusahaan diawali
dari perubahan mindset dari pemangku kepentingan perusahaan tersebut. Selain harus
ada kesadaran, ekonomi hijau haruslah menjadi suatu visi pada suatu perusahaan. Bisnis
harus mempunyai mindset green di semua proses produksinya. Menurut salah satu
sumber, visi tesebut diterjemahkan dalam sustainable excellence. Intinya, visi tersebut
diimplementasikan pada seluruh proses bisnis, dari bahan baku, transportasi, produk,
distribusi, sampai penggunaan harus mempunyai nilai ramah lingkungan. Visi ini harus
menjadi visi bersama dari seluruh tim perusahaan dan secara kontinu mengedukasi
pelanggannya untuk turut mempraktikkan laku ramah lingkungan, khususnya terkait
dengan penggunaan produk dan sebagainya.
Pendekatan kebijakan ekonomi hijau merupakan suatu lompatan besar untuk
meninggalkan praktik – praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka
pendek yang telah mewariskan berbagai permasalahan yang mendesak untuk ditangani,
termasuk diantaranya menggerakkan perekonomian yang rendah karbon. Perusahaan
sekarang ini harus mengambil bagian dalam perwujudan ekonomi hijau ini. Perusahaan
harusnya mampu berperan mebuat dunia semakin lebih baik untuk ditinggali. Kalkulasi
ekonomi dari sekian banyak kasus bencana lingkungan meberi pelajaran kepada banyak
pihak bahwa mencegah bencana lebih baik, di mana dapat dikatakan tindakan preventif
akan membawa dampak jatuhnya biaya yang dikeluarkan menjadi lebih murah dari pada
membayar kemudian ketika bencana sudah terjadi.
3. Hutan
Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon tetapi merupakan suatu
masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri dari pohon juga tumbuhan bawah, jasad
renik tanah, dan hewan lainnya. Satu sama lainnya terjadi hubungan ketergantungan.
Hutan merupakan suatu ekosistem yang dibentuk atau tersusun oleh berbagai komponen
yang tidak bisa berdiri sendiri, tidak dapat dipisah-pisahkan, bahkan saling
mempengaruhi dan saling bergantung. Banyak yang memberi definisi dan pengertian
tentang hutan. Pada Undang - Undang RI No. 41 Tahun 1999 mencantumkan Hutan
10
adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Pendapat lain mendefinisikan Hutan sebagai lapangan
yang ditumbuhi pepohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup
alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem (Kadri dkk., 1992).
Soerianegara dan Indrawan (1982) mengemukakan Hutan adalah masyarakat
tumbuh-tumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai
keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan. Sedangkan Arief
(1994) menulis bahwa Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang
hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta
membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis.
Walaupun berbagai pendapat dikemukakan namun semuanya itu mengadung pengertian
yang sama.
Untuk dapat dikategorikan hutan, sekelompok pohon-pohon harus mempunyai
tajuk-tajuk yang cukup rapat, sehingga merangsang pemangkasan secara alami, dengan
cara menaungi ranting dan dahan di bagian bawah, dan menghasilkan tumpukan bahan
organic/seresah yang sudah terurai maupun yang belum, di atas tanah mineral. Terdapat
unsur-unsur lain yang berasosiasi, antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan berbagai
bentuk kehidupan fauna. Sebatang tanaman muda Pinus merkusii, pohon-pohon di
sebuah taman kota dan sisa-sisa pohon yang tersebar sesudah pembalakan berat tidaklah
memenuhi persyaratan sebagai hutan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1985, Kegiatan Perlindungan
Hutan bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan agar dapat memenuhi fungsinya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakikan segala usaha, kegiatan dan tindakan untuk
mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya alam, hama dan penyakit, serta untuk
memprtahankan dan menjaga hak – hak negara atas hasil hutan.
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997, Konservasi
Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak dapat diperbaharui untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan dapat diperbaharui untuk menjamin
11
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai serta keanekaragamannya.
Di dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990, pengertian
tentang Konservasi sumber daya alam di atas lebih dipersingkat menjadi Pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pengelolaannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungn persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999,
penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan dan
lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai
secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha
untuk :
a) Mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan kawasan hutan dan hasil hutan
yang disebabkan oleh manusia, ternak, kebakaran, daya – daya alam, hama serta
penyakit
b) Mempertahankan dan menjaga hak – hak negara, masyarakat dan perorangan
atas hutan, hasil hutan, inventarisasi serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan.
12
C. Pembahasan
1. Konsep Heart of Borneo
Meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan mendorong Indonesia, Malaysia,
dan Brunei menandatangani Naskah Deklarasi Heart of Borneo (HoB). HoB merupakan
sebuah perwujudan konsep konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam
program manajemen kawasan di Pulau Borneo. Naskah Deklarasi HoB secara garis
besar terdiri atas 3 butir kesepakatan, yaitu:
1. Kerjasama manajemen sumber daya hutan yang efektif dan konservasi terhadap
area yang dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan lainnya yang
berkelanjutan;
2. Inisiatif HoB merupakan kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara;
3. Kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Naskah tersebut ditandatangani pada tanggal 12 Februari 2007, untuk mengelola
kawasan seluas 22 juta hektar. Wilayah cakupan HoB terdiri dari kawasan lindung
(taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, hutan lindung), kawasan budidaya
kehutanan (HPH dan HTI) serta kawasan budidaya non kehutanan (perkebunan,
pertambangan, dll). Wilayah HoB Indonesia diperkirakan seluas 12,6 juta hektar yang
terdiri dari 2,7 juta hektar hutan konservasi (21,46%), 1,1 juta hektar hutan lindung
(9,5%), 4,9 juta hektar hutan produksi (38,9%), serta 3,8 juta hektar (30,17%) areal
penggunaan lainnya. Berbagai program dan rencana aksi yang dirumuskan di atas
merupakan suatu wujud upaya untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan Borneo,
melalui manajemen kawasan Heart of Borneo. Instrumen yang sangat penting dalam
manajemen kawasan HoB adalah rencana tata ruang di kawasan tersebut, (WWF, 2012).
a. Visi dan Misi Program Heart of Borneo
Visi yang ingin dicapai dari program Heart of Borneo adalah terwujudnya
pengelolaan dan konservasi yang efektif di kawasan hutan hujan ekuator Heart of
Borneo yang meliputi 23 juta hektar melalui jejaring kawasan lindung, hutan produksi
dan penggunaan lahan yang berkelanjutan, yang memberi manfaat bagi masyarakat dan
alam, melalui kerjasama internasional yang dipimpin oleh masing-masing pemerintah
negara di Borneo, yang didukung oleh industri dan upaya global yang berkelanjutan.
13
b. Misi pengelolaan kawasan Heart of Borneo adalah sebagai berikut:
1. Pada tahun 2020, 23 juta hektar jejaring kawasan lindung, cadangan lintas
batas, dan koridor dikelola secara berkelanjutan dan zona penyangga
berfungsi untuk menjamin masa depan semua spesies prioritas dan kawasan
HoB endemik didirikan.
2. Pada tahun 2020, tidak ada konversi hutan yang bernilai konservasi tinggi
untuk penggunaan lahan lain di kawasan HoB.
3. Pada tahun 2020, mekanisme pembiayaan jangka panjang memberikan
manfaat diversifikasi dan adil bagi masyarakat lokal dan pemerintah, dan
meningkatkan barang dan jasa ekosistem.
2. Rencana Pelaksanaan Heart of Borneo
Program atau inisiatif Heart of Borneo dikembangkan tidak hanya untuk tujuan-
tujuan konservasi semata, namun lebih penting lagi bertujuan untuk pembangunan
berkelanjutan di kawasan HoB. Lingkungan dan keanekaragaman hayati merupakan
pilar-pilar program HoB selain sosial ekonomi dan pengembangan institusi. Oleh karena
itu, khusus di wilayah Indonesia, kerjasama lintas sektoral dan peran serta aktif
pemerintah propinsi dan kabupaten di kawasan HoB menjadi sangat penting.
Pemberdayaan dan peran serta masyarakat lokal, yaitu masyarakat lokal yang
berinteraksi langsung dengan sumberdaya alam di kawasan HoB, harus menjadi bagian
pokok dalam pembangunan di kawasan HoB. Tujuan pengelolaan kawasan Heart of
Borneo adalah sebagai berikut:
1. Mendorong pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan di jejaring kawasan
konservasi, kawasan lindung serta hutan produksi dan penggunaan lahan
lainnya;
2. Terwujudnya implementasi kebijakan dan penegakan hukum yang mendukung
pengelolaan kawasan HoB secara berkelanjutan dengan memperhatikan
perjanjian multilateral dan bilateral yang ada;
3. Terwujudnya pembangunan berkelanjutan berbasis kaidah-kaidah ilmiah dan
kearifan lokal bagi peningkatan kesejahteraaan masyarakat melalui penerapan
pengelolaan berkelanjutan, perlindungan, pendidikan dan pelatihan, maupun
14
kegiatan lainnya yang relevan dengan pengelolaan lintas batas, konservasi dan
pengembangan wilayah di kawasan HoB.
Adapun Stratergi-strategi yang dilakukan dalam Program Heart of Borneo yaitu:
a) Pengelolaan Kawasan Lintas Batas Negara
Ketiga negara memahami adanya perbedaaan pemanfaatan lahan di kawasan
perbatasan, sehingga penting untuk meningkatkan kerjasama lintas batas dalam kegiatan
pengelolaan hutan dan pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Tujuan program
pengelolaan kawasan lintas batas negara adalah untuk mengatasi isu-isu pengelolaan
sumberdaya alam dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat lokal di kawasan
perbatasan.
Beberapa rencana aksi yang sedang dikembangkan dalam program ini adalah:
1. Merekomendasikan kebijakan yang berdasarkan pada konservasi dan
pembangunan berkelanjutan di kawasan HoB.
2. Menetapkan suatu mekanisme untuk berbagi informasi secara koheren dan
efektif.Melaksanakan penelitian dan kajian bersama, terutama di bidang
keanekaragaman hayati dan sosial ekonomi termasuk melakukan penilaian
terhadap aspek sosial dan demografi.
3. Melaksanakan perencaaan bersama untuk tata ruang kawasan HoB.
b) Pengelolaan Kawasan Lindung
Peran kawasan lindung sangat penting dalam upaya mempertahankan fungsi dan
potensinya, sehingga pengelolaan secara efektif menjadi penting melalui konservasi
kekayaan keanekaragaman hayati. Tujuan program pengelolaan kawasan lindung adalah
untuk meningkatkan dan mempromosikan pengelolaan yang efektif kawasan lindung di
kawasan HoB, dengan penekanan pada perbatasan, dalam upaya untuk menglestarikan
dan memelihara keanekaragaman hayati hutan serta keterkaitan ekologisnya.
Beberapa rencana aksi yang sedang dikembangkan dalam program ini adalah:
1. Mengidentifikasi, menilai dan menetapkan kawasan lindung lintas batas
dalam rangka memperkuat pengelolaan kawasan lindung berbasis nilai
budaya dan warisan alam, daya serap air, dan kekayaan keanekaragaman
hayati.
15
2. Mengembangkan dan meningkatkan sistem dan prosedur pelaksanaan baku
untuk pemantauan dan evaluasi dalam upaya pengelolaan kawasan lindung
lintas batas, dan melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi bersama,
jika diperlukan.
3. Mengembangkan dan meningkatkan sistem dan implementasi program
pengelolaan kawasan lindung lintas batas secara kolaboratif dengan
melibatkan masyarakat lokal dan stakeholder lainnya.
4. Mengembangkan dan meningkatkan berbagai pendekatan untuk
memperbaiki pengelolaan lahan dan vegetasi di kawasan yang diolah oleh
masyarakat local di dalam atau berdekatan dengan kawasan lindung.
5. Menetapkan daftar pokok kawasan lindung di dalam kawasan HoB dengan
informasi mengenai tujuan pengelolaan, ciri khusus dan badan atau individu
yang relevan berdasarkan kategori dari masing-masing negara.
6. Mempromosikan keterkaitan institusi di antara kawasan lindung di dalam
kawasan HoB.
c) Pengelolaan Sumberdaya Alam secara Berkelanjutan
Kegiatan industri kehutanan, pertanian dan industri lainnya perlu dilakukan
dengan mengikuti kaidah-kaidah konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini
untuk menjaga keberadaan tutupan hutan, kekayaan keanekaragaman hayati dan fungsi
sebagai menara air bagi kawasan di bawahnya. Tujuan program pengelolaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan adalah untuk mengelola sumberdaya alam di luar
jejaring kawasan lindung melalui pengembangan dan implementasi pemanfaatan lahan
yang berkelanjutan.
Beberapa rencana aksi yang sedang dikembangkan dalam program ini adalah:
1. Meningkatkan dan memperkuat mekanisme dan panduan yang ada untuk
memastikan implementasi praktek terbaik dalam pengelolaan sumberdaya
alam, prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan pendekatan ekosistem dalam
pemanfaatan sumberdaya alam termasuk kehutanan, perkebunan dan
pertambangan di dalam kawasan HoB.
2. Mengembangkan skema untuk program rehabilitasi dan restorasi pada hutan
terdegradasi di dalam kawasan HoB.
16
3. Mengembangkan kawasan HoB sebagai daerah potensial untuk proyek
Reduction of Emission from Deforestation and Degradation (REDD).
d) Pengembangan Ekowisata
Pengembangan Ekowisata merupakan salah satu pilar pengembangan sosial
ekonomi, sehinga kerjasama antar negara HoB sangat penting dengan
mempertimbangkan perencanaan ekowisata di masing-masing negara. Tujuan program
pengembangan ekowisata adalah untuk mengenal dan melindungi nilai alam yang
khusus dan tempat-tempat budaya di kawasan HoB.
Beberapa rencana aksi yang sedang dikembangkan dalam program ini adalah:
1. Mengidentifikasi, mengembangkan dan mempromosikan program
ekowisata lintas batas.
2. Mengembangkan jaringan dalam pengelolaan ekowisata yang dikaitkan
degan pengelolaan kawasan lindung.
3. Mempromosikan ekowisata berbasis masyarakat di kawasan HoB.
e) Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia
Pengembangan kapasitas bagi sebagian besar masyarakat di kawasan HoB
diperlukan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan produk hutan dan pertanian
dalam upaya menuju kelestarian hasil. Tujuan program peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia adalah untuk memastikan implementasi inisiatif Heart of Borneo
yang efektif di semua tingkat, baik di publik dan sektor swasta dan di tingkat
masyarakat lokal.
Beberapa rencana aksi yang sedang dikembangkan dalam program ini adalah:
1. Mengimplementasikan peningkatan kapasitas nasional tentang konservasi
keanekaragaman hayati, pengelolaan air, perencanaan fungsi lahan, sistem
informasi geografis, pengelolaan kawasan lindung, rekreasi di alam, pengelolaan
ekowisata dan penegakan hukum dalam pemberantasan perdagangan produk
hutan yang tidak legal dan berskala internasional, termasuk kayu, hidupan liar
dan sumberdaya biologis hutan lainnya.
17
2. Menetapkan hubungan antar institusi riset dan pengembangan, dan mendorong
kolaborasi termasuk menyertakan peneliti untuk terlibat dalam upaya konservasi
dan pembangunan berkelanjutan di HoB.
3. Mempromosikan program penyadartahuan publik tentang berkurangnya
keanekaragaman hayati hutan termasuk produk kayu dan satwa liar.
4. Mempromosikan pendidikan dan penyadartahuan mengenai program HoB.
4. Kerjasama Indonesia, Malaysia, Brunei Mengenai Program Heart Of Borneo.
Heart Of Borneo (HOB) atau jantung Borneo merupakan suatu kawasan
diwilayah perbatasan Indonesia-Malaysia dikalimantan serta mencangkup sebagian
besar wilayah di Brunei Darussalam yang telah disepakati bersama oleh ketiga negara
tersebut untusk dikelola berdasarkan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan
berkelanjutan (conservation and suistanable development). Istilah heart of Borneo
(HOB) kemudian dipakai sebagai nama inisiatif kerjasama ketiga negara tersebut.
Pentingnya ketiga negara ini sangat jelas karena secara fisik, baik letak maupun luasnya.
Memang sangat tidak mungkin bagi masing-masing negara untuk mengawasi secara
terus menerus Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, khususnya hutan tanpa adanya
kerjasama antar negara. Tidak terkecuali bagaimanapun baiknya kebijakan mengenai
perundang-undangan mengeai perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam yang
dimiliki, serta bagaimana kemungkinan penegakan hukum yang dimiliki. Hal ini sangat
nyata bagi negara Indonesia yang bukan saja memiliki areal terluas di dalam HoB, akan
tetapi juga sangat kaya di dalam kaya didalam keanekaragaman hayati namun secara
geografis sangat rentan sekali terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
ramah terhadap lingkungan maupun ilegal.
Program di dalam inisiatif dari HOB membentuk kerangka kerja sub regional
yang diperlukan untuk mencegah pemanfaatan sumber daya alam yang bernilai tinggi
dari sisi ekonomi, maupun beresiko tidak ramah dari sisi lingkungan dan sosial dari
wilayah yang yuridiksi dari 3 negara yaitu, Indonesia, Brunei Darussalam dan
malaysia. Disamping itu inisiatif HoB merupakan alat kerjasma regional yang
menyediakan pembagian dari tanggung jawab yang seimbang dan peran nyata yang
porposional anatara ketiga negara. Bahkan HOB sebagai satu dari tiga kawasan hutan
18
hujan tropis di dunia dengan nilai konservasi yang sangat tinggi dan penting bagi
pemanasan global, memiliki nilai penting bagi masyarakat dunia sehingga menjadi
fokus dukungan dunia.
Isi dari program HoB bukan hanya merupakan program konservasi yang biasa,
namun yang lebih penting lagi adalah merupakan program yang berkelanjutan yang
terdapat di jantung Borneo dengan konservasi (lingkungan) sebagai salah satu pilar
utama disamping pilar sosial dan ekonomi. Untuk itu khususnya bagi Indonesia,
kerjasama lintas negara dan peran serta secara aktif kabupaten atau provinsi yang
terkait, dimana secara administratif pemerintahan HoB berada sangat dibutuhkan.
Selain itu pemberdayaan dan peran dari masyarakat lokal, yaitu masyarakat setempat
yang berinteraksi secara langsung dan oleh karenanya penting bagi kelangsungan
sumber daya yang ada di kawasan HoB harus menjadi bagian dasar dalam
pemabangunan HoB. Sumber daya alam yang berada di dalam kawasan HoB
merupakan harta yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia yang ada di
bumi.
Pertemuan dari ketiga pihak negara yang di lakukan di Brunei Darussalam
terjadi pada tanggal 5-6 April 2005, HoB dan tema “Three Countries-one conservation
vision” disepakati dan diluncurkan pada maret 2006 di Brazil. Sebagai tindak lanjut
oleh Indonesia pada Agustus sampai September 2005 dilakukan lokakarya tingkat
provinsi (kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur) dangan hasil
anatara lain:
1. Disepakati konsep dari area HoB
2. Mendorong formalitas inisiatif HoB melalui deklarasi (non-legally binding
instrumen)
3. Melaksanakan lokarya tingkat nasioanal, regional dan internasional
4. Sosialisasi HoB kepada semua pemangku yang terkait
Kemudian pada tanggal 6-8 Desember 2005 dilakukan lokakarya HoB nasional di
Jakarta dan menghasilkan draft deklarasi HoB.
Setelah melewati proses yang sangat lama, akhirnya pada tanggal 14 Maret 2006
mentri kehutanan mempresentasikan inisiati dari HoB pada rapat koordinasi terbatas di
kantor menko perekonomian di Indonesia. Peluncuran inisiatif HoB itu dilakukan
19
seiring dengan pengesahan antara Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia di dalam
program HoB.
Pada tanggal 17-20 juli 2007, dilaksanakan The 1st HoB trilateral meeting di
Brunei Darussalam. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa materi antara lain:
1. Masing-masing negara agar segera merumuskan National Project Document
2. Usulan untuk membentuk sekretariatan HoB oleh Brunei Darussalam akan
disampaikan kepada otoritas yang relevan kepada setiap negara.
3. Menerima tawaran APBD untuk melaksanakan misi bantuan teknis di ketiga
negara.
4. Malaysia akan menjadi penyelenggara rangkaian eksepedisi HoB pertama pada
juni 2008 di Serawak.
5. Indonesia akan mengadakan lokakarya pengelolaan konservasi dan
pembangunan berkelanjutan secara lestari untuk pertama pada tahun 2008.
6. Di sepakatinya pertemuan HoB trilaterak ke dua akan dilaksanakan di
Pontianak Kalimantan Barat pada januari 2008.
Manfaat dari terjalinnya kerjasama konservasi Heart of Borneo ini sudah pasti
agar keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam areal HoB dapat dijaga
kelestariannya. Sebagai salah satu dari tiga kawasan hutan hujan tropis di dunia, areal
Hob tentu saja mempunyai kekayaan alam yang sangat tinggi sekali dengan pula
intensitaf pemanfaatan sumber daya alam yang sangat tinggi pula. Penggunaan lahan
yang tidak lestari dan eksploitasi sumber daya alam merupakan sebuah ancaman yang
terbesar di dalam konservasi dari program HoB.
Hutan hujan tropis seluas 220,000 kilometer persegi yang saling terhubung,
terdiri dari jaringan kawasan konvensi dan kawasan yang dikelola secara berkelanjutan,
untuk memastikan perlidungan dan pengawetan keragaman hayati dan sumber air bagi
kemaslatan bagi para pihak di tingkat lokal, nasional dan internasional. Membentang
melintasi batas brunei, indonesia dan malaysia seta menjangkau hingga kaki bukit dan
dataran rendah yang secara ekologis terkait juga.
Heart of Borneo adalah salah satu harta dari dunia yang wajib untuk dijaga
kelestariannya oleh manusia. Seperti yang saat ini kita ketahui bersama kalau hutan
yang ada di Indonesia semakin hari berkurang yang disebabkan oleh pemanfaatan
20
sumber daya yang ada di hutan tidan dapat terkendali dan kurangnya pengawasan dari
pihak pemerintah. Hal tersebut tentunya akan berdampak besar bagi bumi kita apabila
terus dibiarkan. Sebagai salah satu contoh dari adanya eksploitasi hutan yang berlebihan
dan tidak terkendali adalah dengan berkurangnya dari kadar oksigen yang terdapat di
bumi. Sudah sama-sama kita ketahui bahwa hutan adalah merupakan sumber utama dari
penghasil oksigen. Kerjasma Brunei Darussalam, Malaysia dan Indonesia di dalam
program konservasi Heart of Borneo (HoB) bertujuan untuk bersama-bersama di dalam
menjaga kelestarian dari areal hutan hujan tropis yang berada di daerah Heart of
Borneo.
C. 2 Hubungan Program “Heart of Borneo” dengan Green Economy
Ekonomi hijau secara konseptual adalah paradigma ekonomi yang
menginternalisasi persoalan lingkungan dalam bangunan/arsitektur sistem
perekonomian. Dalam konteks pembangunan ekonomi maka bukan hanya kemajuan
fisik dan sosial saja yang dipertimbangkan tetapi juga aspek keberlanjutan ekologis.
Ekonomi Hijau telah memberikan inovasi terdepan. Bukan hanya dari sisi teknologi
namun juga dari sisi efisiensi energi (penghematan) dan kelestarian lingkungan.
Ekonomi Hijau ini dalam beberapa tahun mendatang akan menjadi satu-satunya pilihan
yang terbaik bagi dunia termasuk Indonesia, dalam rangka pembangunan yang pro-poor
dan pro-growth tanpa merusak lingkungan, (Sekar Wulan,2012). Salah satu
implementasi dari ekonomi hijau di Indonesia adalah program Heart of Borneo di
Kalimantan.
Heart of Borneo merupakan program untuk membangun Ekonomi Hijau yang
bertujuan untuk memastikan perlindungan serta pengawetan keanekaragaman hayati dan
sumber air bagi kemaslahatan para pihak di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Pembangunan hijau menjadi isu yang hangat dibicarakan dalam menghadapi
permasalahan lingkungan dan pemanasan global di Kalimantan. Titik poin yang
terpenting ekonomi hijau menekankan keseimbangan antara kesejahteraan ekonomi
rakyat dan keadilan sosial dengan tetap mengurangi risiko-risiko kerusakan lingkungan
dan ekologi.
21
1. Langkah-langkah Awal menuju Ekonomi Hijau di Heart Of Borneo
Langkah yang dilakukan berdasarkan pengakuan akan pentingnya hutan, air
tawar, dan keanekaragaman hayati HoB merupakan awal dari perjalanan menuju
perekonomian yang menghargai alam dan melayani masyarakat. Kebijakan sektoral
seperti kebijakan tata guna lahan dan pengurangan emisi di Kalimantan, skema feed
in tariffs untuk energi terbarukan (untuk menghapus hambatan untuk memasuki
pasar) di Malaysia, dan kemitraan publik- swasta untuk konservasi keanekaragaman
hayati di Brunei menunjukkan bukti bahwa kemajuan menuju ekonomi hijau telah
dimulai.
2. Ekonomi Hijau di Kawasan Heart of Borneo sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan
Ekonomi Masyarakat Kalimantan
a) Pemanfaatan Hasil Hutan untuk Masyarakat sekitar Kawasan Heart of Borneo
Hasil hutan kayu merupakan sumberdaya hutan yang sangat memberikan kontribusi
besar terhadap masyarakat di kawasan Heart of Borneo. Pemanfaatan hasil hutan berupa
kayu mejadi suatu kebutuhan yang tidak pernah bisa terelakkan sebagai pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Hasil hutan lainnya yang dikenal dengan sebutan hasil hutan
bukan kayu (HHBK) juga memiliki nilai yang besar dari pada kayu dalam jangka
panjang. Masyarakat hutan memanfaatkan HHBK baik secara konsumtif (dikonsumsi
langsung) seperti binatang buruan, sagu, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, obat-
obatan, kayu bakar dan lainnya, maupun secara produktif (dipasarkan untuk
memperoleh uang) seperti rotan, damar, gaharu, madu, minyak astiri, dan lainnya.
(Balick and Mendelsohn 1992, Wollenberg and Nawir 1999)
Masyarakat di sekitar hutan umumnya mengelola dan memanfaatkan hasil hutan
bukan kayu sesuai kebutuhan. Ada kelompok masyarakat yang menggunakannya untuk
keperluan subsisten, dikonsumsi sendiri. Lebih lanjut, beberapa jenis hasil hutan ini
memiliki nilai budaya dan ritual yang penting bagi masyarakat. Kebun rotan misalnya
jamak dijadikan sebagai mas kawin di wilayah Katingan, Kalimantan Tengah. Tanaman
obat tertentu seperti pasak bumi dan madu, juga banyak dipakai untuk tujuan kesehatan.
Selain itu, ada pula masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebagai
sumber mata pencaharian dengan cara memperdagangkan. Rotan di Kalimantan Tengah
22
misalnya, sudah dibudidayakan dan diperdagangkan paling tidak sejak 1800-an.
Menurut CIFOR, lebih dari 50 ribu petani menggantungkan hidupnya pada tanaman
merambat ini. Madu dan lilin lebah di Danau Sentarum juga diperdagangkan
masyarakat di taman nasional yang terletak di utara Kalimantan Barat ini sejak awal
1800-an. Gula aren di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, secara turun temurun
telah menopang hidup banyak keluarga. Demikian pula halnya damar, karet dan kayu
manis di pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan serta gaharu di Kalimantan Timur.
Dengan diketahuinya potensi HHBK di Indonesia, Program Heart of Borneo
menjadikan salah satu upaya pemerintah dalam perhatiannya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, social maupun ekologi. Dengan
tergantikannya manfaat kayu secara ekonomi, memberikan peluang bagi Negara dalam
mengembangkan sector usahanya dalam pemanfaatan hutan yang lebih maksimal. Oleh
sebab itu, HHBK memberikan peran ganda bagi masyarakat dan Negara. Sehingga,
solusi produktifitas hutan yang saat ini sedang mengalami krisis dapat terpecahkan
dengan syarat pengembangan di sector hasil pengganti kayu dapat lebih di kembangkan
lagi.
b) Pembangunan Ekowisata
Kalimantan merupakan salah satu pulau yang kaya akan potensi alam dengan
panorama yang indah dan keunikan serta kekhasannya. Apabila potensi ini mampu
dikembangkan secara optimal maka Kalimantan dapat menjadi satu diantara daerah
tujuan wisata yang menarik banyak wisatawan. Dari beberapa kawasan konservasi yang
ada di Kalimantan, pengembangan lebih lanjut untuk dapat memberikan kontribusi
pemasukan bagi daerah belumlah banyak dikembangkan. Saat ini, kawasan konservasi
tersebut hanyalah dijadikan sebagai areal penelitian.(Ade Fadli,2012)
Untuk mengembangkan obyek-obyek wisata dengan masing-masing daya
tarik/pesona, diperlukan skala prioritas yang didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan yaitu sepeti pernah dikunjungi wisatawan dam relatif mudah dijangkau
karena sudah ada hubungan udara, darat, laut dan sungai serta memiliki faktor
penunjang lainnya misalnya pemerintah dan masyarakat setempat antusias mendukung
pengembangan obyek wisata tersebut; keamanan dan ketertiban terjamin dengan baik.
23
Dengan begitu banyaknya potensi yang dimiliki Kalimantan dan begitu besarnya
peluang yang terbuka di dalam pengembangan ekowisata, maka perlu dilakukan
penggalian yang le1bih mendalam di dalam pengembangan ekowisata, khususnya di
dalam pengembangan kawasan konservasi menjadi kawasan wisata di Kalimantan
melalui program Heart of Borneo.
c) Sumberdaya Hutan sebagai Penggerak Ekonomi bagi Sektor Swasta
Sebagai penggerak sektor ekonomi lainnya, maka hasil hutan memberi
dukungan modal bagi pembangunan infrastruktur industri dalam negeri dan untuk
penyediaan teknologi yang berasal dari impor. Dukungan lainnya adalah banyak
kegiatan yang dibiayai langsung dari hasil kayu tebangan untuk mendorong kegiatan
perkebunan, sebagai hasil konversi hutan. Produk hasil hutan , baik berupa kayu
maupun bukan kayu, adalah merupakan bahan baku industri, yang mendorong
berkembangnya industri dan jasa (pengangkutan dan pemasaran). (Supratman, 2009)
Kegiatan Sektor swasta dalam kegiatan Industri harus menanamkan aspek
keberlanjutan dalam praktik-praktik mereka untuk tetap menjalankan mesin
pertumbuhan di masa depan. Menurut peragaan ekonomi, yang ditampilkan dalam
laporan tersebut, di bawah skenario Business-as-Usual (BAU), pada tahun 2020 biaya
lingkungan pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih besar daripada pendapatan dari
penggunaan modal alam.
Secara global, dapat disaksikan bagaimana kesalahan pengelolaan modal
keuangan dunia menyebabkan kerusakan jangka panjang bagi negara-negara. Hal yang
sama akan terjadi di Borneo jika terjadi kesalahan pengelolaan sumber daya alam. Ironi
dari hal ini adalah bahwa tidak seperti krisis keuangan dimana paket penghematan
diberlakukan terlihat menjadi tidak bisa diterima, terutama bagi masyarakat miskin –
pergeseran untuk menhargai sumber daya alam benar-benar dapat meningkatkan
kehidupan masyarakat miskin dan rentan di Borneo
Dua pilihan untuk pemanfaatan besar kekayaan sumber daya alam di Heart of
Borneo (HoB) menggunakannya secara berlebihan atau menghemat dan
melestarikannya, yang mana apabila digunakan terus-menerus tanpa dilestarikan akan
menyebabkan generasi penerus akan kehilangan apa yang seharusnya didapatkan, dalam
bentuk barang dan jasa yang berkelanjutan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa kondisi
24
utama yang memungkinkan adalah peralihan untuk infrastruktur ekonomi dimana
kebijakan-kebijakan fiscal dan alokasi-alokasi subsidi mendukung praktik-praktik
berkelanjutan dan pengelolaan jasa ekosistem
3. Peran Utama Pemerintah dalam Pelaksanaan Ekonomi Hijau di Heart of Borneo
Tanpa dukungan dari kebijakan dan insentif pemerintah, transisi menuju
ekonomi hijau adalah hal yang mustahil. Kementerian-kementerian keuangan,
pembangunan, dan perekonomian, memiliki peran penting dalam memfasilitasi
perubahan dalam regulasi dan insentif, dalam sistem perekonomian yang menghargai
alam. Langkah-langkah untuk mendorong ekonomi hijau meliputi:
a. Paket kebijakan ekonomi hijau Heart of Borneo
Sebuah langkah penting dalam memobilisasi solusi ekonomi hijau adalah
merombak infrastruktur ekonomi saat ini di mana kebijakan diimplementasikan
secara sinergi untuk memastikan pembagian biaya dan manfaat di antara para
pemangku kepentingan. Untuk merangsang perubahan diperlukan kebijakan
paket ekonomi lintas sektor yang berpihak pada praktik-praktik yang
berkelanjutan dan memberi hukuman kepada pihak bisnis, pemerintah (daerah)
dan masyarakat yang terus mencemari dan merusak lingkungan.
Berdasarkan berbagai kebijakan ekonomi, instrumen ekonomi dapat
dirancang dan dilaksanakan untuk memberi insentif kepada industri berbasis
keanekaragaman hayati dan sektor hijau lainnya untuk menjaga kekayaan alam
yang penting. Insentif dapat digunakan untuk mendorong penggunaan lahan yang
rusak parah untuk pengembangan kelapa sawit, sedangkan lahan yang tidak terlalu
rusak ditargetkan untuk diperbaiki atau untuk perluasan kawasan lindung. Pada
saat yang sama, konversi dan buruknya manajemen ekosistem hutan yang sehat
dapat dikurangi.
Kebijakan ini, yang memungkinkan berlakunya Pembayaran Jasa Ekosistem
(PES) sesuai skala, pengurangan pajak dan subsidi akan memberi insentif kepada
pemerintah daerah, bisnis, dan kelompok masyarakat.
b. Menyusun Peraturan yang Mengharuskan Penghitungan Modal Alam ke dalam
Seluruh Sektor Ekonomi
25
Meskipun penting untuk mengukur pertumbuhan yang berkelanjutan, modal
alam tidak secara eksplisit dihitung dalam model-model perekonomian dan
kerangka perhitungannya. Nilai modal alam perlu secara sistematis dimasukkan
ke dalam keuangan nasional dan ke dalam indikator makro ekonomi yang
memantau kemajuan pembangunan dan pengelolaan sumber daya.
c. Memastikan Pembahasan Kepemilikan Tanah dan Hak Kepemilikan
Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. Pengamanan kepemilikan
tanah secara luas termasuk kejelasan atas aset dan hak karbon hutan memiliki
implikasi ekonomi yang positif. Hal ini mengurangi ketidakpastian dan
menghasilkan insentif untuk meningkatkan pengelolaan modal alam dengan
menambah kemungkinan bahwa masyarakat akan mempertahankan dan
menikmati manfaat ekonomi dari upaya dan waktu mereka untuk mengelola
modal alam. Pengakuan yang lebih besar pada manajemen dan kepemilikan hutan
rakyat juga secara signifikan memberi insentif untuk pengelolaan modal alam
secara berkelanjutan.
d. Merancang Prosedur yang Transparan dan Bertanggung Jawab untuk
Memfasilitasi Ekonomi Hijau
Hal ini membutuhkan mekanisme pembiayaan berdasarkan indikator modal
alam yang mengarahkan dana publik kepada pemangku kepentingan yang
ditargetkan berdasarkan kinerja dalam mencapai target terukur–pengurangan emisi,
sertifikasi, target pengurangan kemiskinan, dsb. Pemantauan yang efektif dan
kapasitas verifikasi menjadi elemen penting tambahan.
3. Peluang dan Tantangan dalam Membangun Ekonomi Hijau di HoB
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan pembangunan
berkelanjutan membawa konsekuensi terhadap upaya-upaya pembangunan nasional.
Banyak ditemukan kesulitan untuk menyinergikan kepentingan pembangunan ekonomi
yang tentunya memerlukan lahan dalam meningkatkan investasi, sementara dalam
waktu yang sama langkah-langkah konservasi dilakukan.
Kerja cerdas dan cermat penentu kebijakan diperlukan dalam
mengimplementasikan hal tersebut. Itu haruslah dilakukan secara sinergis antara
pemerintah pusat dan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, agar program yang
26
dicanangkan dapat memberikan manfaat yang luas serta berkeadilan bagi kesejahteraan
masyarakat.
`Sejalan dengan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pusat, pemerintah dae rah
di Kalimantan telah pula menyusun peta jalan pembangunan wilayah yang berorientasi
pada pembangunan ekonomi hijau. Kalimantan Timur pada 2009 telah menyusun
strategi ekonomi hijau yang meliputi empat tujuan, yakni meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, mengurangi ancaman dari kerusakan lingkungan dan perubahan iklim
seperti banjir dan kebakaran, mengurangi polusi dan kerusakan lingkungan, serta
meningkatkan kesadaran masyarakat. Strategi itu akan dilakukan pada lima sektor
prioritas, meliputi minyak, gas, batu bara, kelapa sawit, dan pertanian.
Inisiatif tersebut diharapkan dapat menghasilkan ekonomi rendah karbon dan
meningkatkan nilai tambah tiap produk. Sementara itu, Kalimantan merupakan wilayah
yang dipilih menjadi lokasi implementasi REDD+. Adapun Provinsi Kalsel dan Kalbar
sedang mempersiapkan peta jalan dimaksud. Hal itu mencerminkan kesiapan setiap
daerah untuk memulai pembangunan dengan pendekatan ekonomi hijau.
Memadukan dua kepentingan pembangunan hijau antara pembangunan ekonomi
dan kelestarian lingkungan memerlukan perubahan paradigma dan perilaku serta
komitmen yang kuat, strategi yang cerdas dan cermat dari berbagai pemangku
kepentingan baik unsur pemerintah, akademisi, bisnis, maupun masyarakat. Tanpa
kesadaran bersama dari para pemangku kepentingan untuk membangun ekonomi hijau
di Kalimantan, konsep-konsep yang dikembangkan hanya menjadi bahan bacaan,
padahal kerusak an lingkungan berlangsung semakin parah. Pendekatan business not as
usual yang digunakan dalam mewujudkan MP3EI seharusnya diikuti dengan strategi
dan upaya-upaya untuk mewujudkan pembangunan dengan ekonomi hijau sebagai
motor penggerak pembangunan berkelanjutan. Investasi yang dikembangkan di
Kalimantan haruslah investasi yang mampu mengembangkan ekonomi hijau dalam
setiap tahapan produksinya dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
27
D. Penutup
1. Kesimpulan
1. Program Heart of Borneo merupakan wujud upaya untuk mencapai tujuan
keberlanjutan lingkungan Borneo yang ditandatangani pada tanggal
Februari 2007, untuk mengelola kawasan seluas 22 juta hektar.
2. Program Heart of Borneo mendasari 2 alasan, yaitu alasan lingkungan,
ekonomi, hingga alasan sosial dan budaya. Hal itu menunjukkan upaya
pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam untuk
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam unsur
penggabungan antara proteksi lingkungan dan pembangunan ekonomi,
proyek HoB memenuhi kedua kriteria yaitu melindungi dan melestarikan
hutan Kalimantan, sekaligus mendatangkan pemasukan bagi setiap negara
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, serta mewujudkan lapangan
pekerjaan dan kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat lokal di wilayah
hutan Kalimantan.
2. Saran
Hutan Kalimantan sebagai salah satu dari tiga kawasan hutan hujan
tropis di dunia, areal HoB mempunyai kekayaan alam yang sangat tinggi dan
intensitaf pemanfaatan sumber daya alam yang sangat tinggi pula. Penggunaan
lahan yang tidak lestari dan eksploitasi sumber daya alam merupakan sebuah
ancaman yang terbesar di dalam konservasi dari program HoB.
Program Heart of Borneo merupakan inisiatif atas keprihatinan terhadap
tingginya tingkat deforestasi yang terjadi di Kalimantan dengan fokus Ekonomi
Hijau. Program ini adalah inisiatif yang dibuat untuk keberlanjutan lingkungan
kawasan Kalimantan. Masyarakat harus mendukung penuh realisasi program
tersebut sehingga hutan Kalimantan dapat dimanfaatkan untuk generasi
mendatang. Serta Konsep ekonomi hijau diharapkan menjadi jalan keluar.
Menjadi jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta
ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam. Tentunya konsep ekonomi
hijau baru akan membuahkan hasil jika kita mau mengubah perilaku.