GLOKALISASI KURIKULUM CAMBRIDGE DI SEKOLAH DASAR YANG BERBASIS ISLAM Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Pendidikan Islam Oleh: NUR HASANAH 21151200000004 Pembimbing: Muhammad Zuhdi, M. Ed, Ph. D Pendidikan Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2018 M/1439 H
44
Embed
GLOKALISASI KURIKULUM CAMBRIDGE DI SEKOLAH DASAR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44934/1/Nurhasanah_Fix.pdfFatḥah dan wau Au A dan W Contoh : نيسح : Ḥusain
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GLOKALISASI KURIKULUM CAMBRIDGE DI SEKOLAH DASAR
YANG BERBASIS ISLAM
Tesis
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
dalam Bidang Pendidikan Islam
Oleh:
NUR HASANAH
21151200000004
Pembimbing:
Muhammad Zuhdi, M. Ed, Ph. D
Pendidikan Islam
Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2018 M/1439 H
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat,
taufik dan hidayahNya hingga penulis dapat merampungkan penyusunan tesis
Penelitian dengan judul “Glokalisasi Kurikulum Cambridge di Sekolah Dasar yang
Berbasis Islam”. Salawat dan salam juga tidak lupa dihaturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman kebodohan menjadi zaman yang
serba teknologi seperti sekarang ini.
Penelitian ini disusun dalam rangka penyusunan Tesis yang menjadi salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam di Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dipilih
judul ini dilihat dengan banyaknya sekolah berkembang yang menggunakan
kurikulum Cambridge sebagai produk global ditengah maraknya pemeliharaan
kearifan lokal sebagai kekuatan suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari bagaimana adaptasi yang terjadi di sekolah Islam dalam implementasi
kurikulum Cambridge.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis Penelitian ini masih
terdapat kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi.
Karena itu, dengan rendah hati penulis mengaharapkan masukan, koreksi dan saran
untuk memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan tersebut.
Dalam penulisan Tesis Penelitian ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang berkenan memberi bimbingan, arahan dan masukan bagi
tersusunnya Usulan Penelitian yang layak untuk disajikan. Oleh sebab itu, sepatutnya
disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof Dr. Masykuri Abdillah, MA., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Dr. JM Muslimin, MA., (Ketua
Jurusan Magister) Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, atas arahan, bimbingan agar penulis dapat segera
menyelesaikan studi.
3. Bapak Muhammad Zuhdi, M. Ed, Ph. D sebagai Pembimbing tesis ini. Terima kasih
atas bimbingan, petunjuk dan sarannya yang diberikan selama proses bimbingan.
Semuanya dilakukan dengan penuh keikhlasan di tengah-tengah kesibukannya
sebagai Wakil Dekan Akademik FITK Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Segenap dosen mata kuliah maupun penguji pada ujian Proposal, Ujian
Komprehensif, Work In Progress I dan II, dan ujian pendahuluan, diantaranya Prof.
Dr. Didin Saepudin, MA, Dr. JM Muslimin, MA, Dr. Suparto, S.Ag., M.Ed., Prof.
Husni Rahim, Prof. Dr. Yunasril Ali, MA, Dr. Usep Abdul Matin, MA, Drs. Jajang
Jahroni, M.A, Dr. Kusmana, MA, Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA, Dr. Yusuf
vi
Rahman, M.A. Terima kasih atas masukan dan kritikan yang konstruktif ketika ujian
maupun verifikasi.
5. Segenap civitas akademik Mumtaza Islamic School dan MIN 1 Ciputat yang telah
membantu dalam kelancaran penelitian penulis. Thanks for all.
6. Kepada Alm. ayahanda H. Musannif Hasibuan dan ibunda Hj. Samperani Nasution,
yang telah melahirkan, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan, membimbing saya
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dari tingkat dasar sampai pada
jenjang S2 ini. Sepatutnya penulis menghaturkan do'a khusus untuk mereka berdua,
Evaluasi Pembelajaran”, Jurnal ekonomi & pendidikan, Vol. 3, No. 1, April (2006) : 2. 15 M. Shabir. U, “Kedudukan Guru Sebagai Pendidik (Tugas dan Tanggung
Jawab, Hak dan Kewajiban, dan Kopetensi Guru)”, Jurnal Aladuna, Vol. 2, No. 2,
Desember (2015) : 222. 16 Lucia H. Winingsih, “Peran Pemerintah Daerah, LPMP dan P4TK dalam
Meningkatkan Profesionalisme Guru”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19,
No. 4, Desember (2013) : 586. 17 https://www.jurnalasia.com/opini/fungsi-kurikulum-dalam-pendidikan/
(Diakses pada tanggal 24 Oktober 2016 pukul 4.51 wib). 18 Bracha Alpert, Student’s resistance in classroom. Antropology & Education
Pendidikan Kota Surabaya, Vol. 3 (2013) : 8. 20 Sukaya, “Pengembangan Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi”, Jurnal
teknologi informasi & pendidikan, Vol. 1, No.1, Maret (2010) : 101.
4
menentukan posisi kurikulum dalam dunia pendidikan dan pada masanya posisi
tersebut menentukan proses pengembangan kurikulum.21
Pembahasan mengenai pengertian kurikulum ini sangat penting karena
ada dua alasan utama yang menjadikannya penting. Pertama, sering kali
kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit. Pengertian yang
dikemukakan mengenai pengertian kurikulum kebanyakan mengenai komponen
yang harus ada dalam suatu kurikulum. Untuk itu berbagai pengertian diajukan
para ahli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang dianutnya. Ini
menyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan pengertian-pengertian
tentang arti kurikulum.22
Alasan kedua adalah karena pengertian yang digunakan akan sangat
berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan oleh para pengembang
kurikulum. Pengertian sempit atau teknis dalam kurikulum yang digunakan
untuk mengembangkan kurikulum merupakan sesuatu yang biasa dan wajar
karena itu merupakan sesuatu yang harus dikerjakan oleh para pengembang
kurikulum. Sayangnya, pengertian yang sempit itu turut pula menyempitkan
posisi kurikulum dalam pendidikan sehingga peran pendidikan dalam
pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa menjadi terbatas pula.
Misalnya, kurikulum dimaknai dengan sebuah proses belajar mengajar
yang tertuang secara tertulis dan digunakan sebagai pedoman dalam pencapaian
sebuah tujuan suatu lembaga. Sedangkan makna luas bisa dimaknai dengan
menyangkutnya semua aspek dalam proses belajar mengajar dalam sebuah
lembaga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pembahasan mengenai posisi
kurikulum tak kalah pentingnya, karena posisi itu akan memberikan pengaruh
terhadap apa yang harus dilakukan didalam kurikulum dalam suatu proses
pendidikan.
Pembahasan mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan
terjemahan dari pengertian kurikulum dan posisi kurikulum dalam proses
pendidikan dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan. Pengertian dan
posisi kurikulum akan menentukan apa saja yang seharusnya menjadi perhatian
awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide kurikulum,
berkembangnya kurikulum dalam bentuk teori, proses implementasi, dan proses
evaluasi kurikulum.23
21 Budi Hartono, “Lima Konsepsi Kurikulum dan Implementasinya dalam
Rancangan Kurikulum”, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Vol. 1 (2012) : 2. 22 Juwariyah, “Kurikulum Ideal antara Cita dan Realita”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 1, No. 2 (2004) : 200. 23 Yusnaini, Nasir Usman, Sakdiah Ibrahim, “Evaluasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan pada Sekolah Dasar Negri 67 Kota Banda Aceh”, Jurnal
Administrasi Pendidikan, Vol. 2, No. 1, Agustus (2014) : 12.
5
Pengembangan sebuah kurikulum merupakan sesuatu yang lumrah
terjadi karena merupakan sebuah bukti adanya peingkatan kualiatas kurikulum
itu sendiri. Tentunya pengembangan yang dilakukan sudah melalui berbagai
analisis data dan temuan dari studi-studi yang menghasilkan banyak indikator
yang menunjukkan bahwa perlunya ada perubahan dengan cara
mengembangkan kurikulum.24 Banyak faktor yang harus diperharikan,
diantaranya media, latar belakang keluarga, sekolah, iklim, staf, fasilitas,
peralatan dan lain-lain.
Analisis faktor-faktor tersebut, bersama dengan analisis diri, diikuti oleh
studi implikasi untuk perencanaan kurikulum merupakan salah satu langkah
menuju pendekatan rasional kurikulum. Kemudian analisis situasi adalah titik
permulaan yang jelas untuk pembangunan kurikulum karena proses ini
merupakan sebuah kesempatan yang ideal untuk pengembang kurikulum.
Sehingga semua hal-hal di atas, adalah kesempatan bagi kurikulum pengembang
untuk memperhitungkan faktor-faktor dalam mengembangkan kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan siswa.25
Adapun faktor-faktor yang memberikan dampak terhadap
perkembangan kurikulum, diantaranya: Pertama, Situasi. faktor ini meliputi
kebudayaan, perubahan sosial, harapan orangtua, komunitas, asumsi, nilai, dan
ideologi. Kedua, Persyaratan sistem. Diantaranya adalah pendidikan dan
tantangan, kebijakan, ujian, otoritas lokal atau tuntutan dan tekanan, proyek
kurikulum, dan riset pendidikan. Ketiga, Sifat subjek yang harus diajarkan
menjadi masalah. Keempat, Kontribusi potensi guru dan dukungan sistem.
Misalnya seperti pelatihan guru dan dosen yang diadakan oleh lembaga
penelitian. Kelima, Sumber daya yang masuk ke sekolah. Keenam, Peserta didik
yang memiliki bakat, kemampuan dan kebutuhan pendidikan. Ketujuh, Guru
yang meliputi nilai, sikap, keterampilan pengetahuan, pengalaman, kekuatan
dan kelemahan sosial, serta peran guru. Kedelapan, Struktur sekolah meliputi
kepatuhan dan pelanggaran pada norma-norma umum. Kesembilan, Daya
material termasuk tanaman, peralatan, dan potensi untuk meningkatkan fasilitas
dan lingkungan. Kesepuluh yang merupakan terakhir adalah Evaluasi
kekurangan dalam kurikulum yang sudah ada.26
24 Ismail Suardi Wekke, “Pesantren dan Pengembangan Kurikulum
“Evaluation of Curriculum Development Process”, Internasional Jurnal of Humanities
and Social Science, Vol. 1, No. 14, Oktober (2011) : 264.
6
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh
pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai
sekarang ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya,
sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Dari
banyak istilah kurikulum banyak yang berpendapat bahwa kurikulum berasal
dari bahas Latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh
seorang pelari. Jadi, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan
menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini,
ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh
kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari
telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya
mencapai garis finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai
jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan
pendidikan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.27
Sumintono28 menuliskan bahwa kurikulum adalah perangkat
pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan
masyarakat. Secara etimologis, kurikulum merupakan terjemahan dari
kata curriculum dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana
pelajaran. Curriculum berasal dari bahasa Latin currere yang berarti berlari
cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha untuk. Banyak defenisi
kurikulum yang pernah dikemukakan para ahli. Sehingga defenisi-defenisi
tersebut bersifat operasioanl dan sangat membantu proses pengembangan
kurikulum tetapi pengertian yang diajukan tidak pernah lengkap. Kemudian Nur
Ahid29 mengungkapkan bahwa kurikulum adalah pernyataan mengenai tujuan,
ada juga yang mengemukakan bahwa kurikulum adalah suatu rencana tertulis.
Terdapat banyak sekali definisi para ahli tentang kurikulum, namun
definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut berbeda antara satu dengan
lainnya. Perbedaan pendapat para ahli tersebut berdasarkan perbedaan
pemikiran atau ide sehingga menyebabkan perbedaan dalam kurikulum yang
dihasilkan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat para
ahli tersebut, yaitu; pandangan filosofi, ruang lingkup komponen kurikulum,
polarisasi kurikulum (kegiatan belajar mengajar), dan posisi evaluasi dalam
pengembangan kurikulum.
27 Moh. Asykuri, “Pengembangan Pendidikan Berbasis Pesantren (Kajian
Kurikulum Ideal di Pesantren Dalam Era Globalisasi)”, Jurnal Studi Islam Madinah,
Vol. 10, No. 2, Desember (2013) : 174. 28 Bambang Sumintono, “Isu Pengembangan Kurikulum Baru”, Jurnal
pendidikan teknologi (2013) : 4. 29 Nur Ahid, “Konsep dan teori kurikulum dalam dunia Pendidikan”, Islamica,
Vol. 1, No. 1, Sptembe (2006) : 2.
7
Pengaruh pandangan filosofi terhadap pengertian kurikulum ditandai
oleh pengertian kurikulum yang dinyatakan sebagai “subject matter”,
“content” atau bahkan “transfer of culture”. Khusus yang mengatakan bahwa
kurikulum sebagai “transfer of culture” adalah dalam pengertian kelompok ahli
yang memiliki pandangan filosofi yang dinamakan perennialism.30
Perennialisme adalah teori pendidikan yang membahas mengenai
prinsip-prinsip realisme. Teori ini memberi pandangan konservatif atau
tradisional tentang sifat manusia dan pendidikan. Sependapat dengan pernyataan
Aristoteles bahwa manusia adalah mahkluk rasional, perennialistis melihat
sekolah sebagai lembaga yang dirancang untuk menumbuhkan kecerdasan
manusia.
Para perennialist melihat tujuan universal pendidikan sebagai
pencarian dan penyebaran kebenaran. Karena kebenaran bersifat universal dan
tidak berubah, maka pendidikan asli juga universal dan konstan. Pendidikan
harus berisi pokok bahasan kognitif yang menumbuhkan rasionalitas dan
pendidikan moral, keindahan, dan prinsip-prinsip agama untuk menumbuhkan
dimensi sikap, seperti idealis dan realis.31
Perbedaan ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai
perbedaan dalam definisi. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum adalah
“statement of objectives”, ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah
rencana bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran atau
instruction32 Ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis
yang berisikan berbagai komponen sebagai dasar bagi guru untuk
mengembangkan kurikulum guru.33
Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan dalam
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum
adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.34
Kurikulum adalah suatu pedoman yang terencana dan terorganisir
dimana didalamnya tercakup tujuan pembelajar, pembelajaran, sarana dan
prasarana, alat atau bahan, evaluasi untuk menciptakan suatu pengalaman
30 Kieran Egan, “Retrospective on “What is Curriculum?” (Tanner dan Tanner,
1980:104), Journal of Canadian Association for curriculum studies, 18. 31 Moch Taolchah, “Filsafat Pendidikan Islam: Konstruksi Tipologis dalam
Pengembangan Kurikulum”, Tsaqafah Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II, No. 2,
November (2015) : 397. 32 Fred C. Lunenbrug, Curriculum Development: Deductive Models, (Saylor,
Alexander, dan Lewis, 1981, vol. 2 2011) 11. 33 R. A. Kruger, Curriculum Planning, Teaching, and Learning: An Interrelated
Coherency, (Rand Afrikaans University, 1976) 10. 34 UU no 20 tahun 2013 pasal 1 ayat 19
8
belajar pada pembelajaran dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga
penyelenggara pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.35 Dalam usaha
pencapaian tujuan pendidikan, peran kurikulum dalam pendidikan formal di
sekolah sangatlah strategis. Bahkan kurikulum memiliki kedudukan dan posisi
yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, serta kurikulum
merupakan syarat mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu
sendiri, karena peran kurikulum sangat penting maka menjadi tanggung jawab
semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan.36
Bagi guru, kurikulum itu sendiri berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Karena guru bukan hanya mengajar
selama seminggu akan tetapi guru juga memantau proses pembelajaran. Kepala
sekolah dan pengawas berfungsi sebagai pedoman supervisi atau pengawasan.
Kemudian orang tua berfungsi sebagai pendukung pedoman untuk memberikan
bantuan terselenggaranya proses pendidikan. Sedangkan bagi siswa kurikulum
sebagai pedoman pelajaran.37
Dalam pengertian kurikulum yang dikemukakan tersebut harus diakui
ada kesan bahwa kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga
pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana tertulis.38 Sedangkan
lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak
memiliki kurikulum. Pengertian tersebut memang pengertian yang diberlakukan
untuk semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum harus terekam
secara tertulis.39
Posisi sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan
kegiatan kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara
peserta didik, pendidik, sumber dan lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan
pula bahwa setiap interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan. Dapat
dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat dilakukan
tanpa interaksi dan kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut.40
35 Sukadir, “Kurikulum 2013 sebagai Pendukung Penyiapan Generasi Emas”,
Jurnal Study Islam Panca Wahana, Edisi 12 (2014) : 3. 36 Hendripides, Ghani Haryana, “Need Assesment Pekerja Alumni yang Bekerja
pada SMK di Pekanbaru, Guna Mengembangkan Kurikulum pada Prodi Pendidikan
Ekonomi FKIM Universitas Riau”, Pekbis Jurnal, Vol. 6, No. 2, Juli (2014) : 1. 37 Saedah Siraj, “Pembelajaran Metode dalam Kurikulum Masa Depan”, Jurnal
masalah pendidikan, jilid 27 (2001) : 138. 38 Muhammad Solihin, “Kurikulum Pendidikan Islam”, NIZAM: Jurnal Studi
KeIslaman, No. Juli – Desember (2013) : 3. 39 Faridah Alawiyah, “Kesiapan Guru dlam Implementasi Kurikulum 2013”, Info
Singkat Kesejahteraan Sosial, Vol. VI, No. 15, Agustus (2014) : 2. 40 I Wayan Karmana, “Strategi Pembelajaran Kemampuan Akademik,
Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Hasil Belajar Biologi”, Jurnal Ilmu Pendidikan,
Jilid 17, No. 5 Juni (2011) : 380.
9
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi
pertama adalah kurikulum sebagai construct yang dibangun untuk mentransfer
apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk
dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian kurikulum berdasarkan
pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung posisi
pertama ini.
Posisi kedua adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan.
Posisi ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada
pandangan filosofi progresivisme. Posisi ketiga adalah kurikulum untuk
membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa lalu, masa
sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa
dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.41
Kurikulum Cambridge merupakan kurikulum yang diambil dari luar
negeri yang kemudian diterapkan oleh satuan pendidikan untuk melengkapi
kurikulum nasional. Pelaksanaan pendidikan di Indonesia cukup banyak jenis
kurikulum yang diterapkan di berbagai instansi pendidikan, baik kurikulum
yang dibentuk secara nasional dari pemerintah seperti kurikulum 2013 atau
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan lainnya hingga kurikulum-kurikulum
non-nasional pemerintah diberlakukan secara sadar. Salah satunya adalah
kurikulum Cambridge. Hal ini bisa dilakukan terutama setelah diberlakukan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang membuka peluang
pengembangan kurikulum pada tingkat satuan instansi pendidikan. Adaptasi
kurikulum ini dianggap memberikan dampak positif pada proses pembelajaran
di sekolah. Biasanya sekolah yang menerapkan kurikulum Cambridge ini
merupakan sekolah yang menerapkan kebijakan bilingual (dua bahasa
pengantar). Kurikulum Cambridge ini menekankan pada logika berpikir dari
pada sekedar menghafal dan hitungan.
Penekanan pada logika berfikir ini kemudian dianggap mampu
membantu siswa untuk berpikir kritis dan lebih memperdalam belajarnya tetap
tidak menyulitkan siswa walaupun menggunakan bahasa asing. Selain itu
apabila kita bandingkan dengan kurikulum lain yang ada di Indonesia ini,
kurikulum Cambridge ini tentunya dengan tidak berpacu pada target rancangan
yang sudah dibuat. Kurikulum Cambridge dibagi kepada empat tingkatan
berdasarkan usia, yaitu Cambridge primary untuk usia 5-11 tahun, Cambridge
secondary 1 untuk usia 11-14 tahun, Cambridge secondary 2 untuk usia 14-16
tahun, dan Cambridge advance untuk usia 16- 18 tahun.
41 Rustam, “Konstrak keterampilan mengajar mahasiswa program pendidikan
guru sekolah dasar”, Jurnal pendidikan dan kebudayaan, Vol. 21, No. 3, Desember
(2015) : 1.
10
Kurikulum Cambridge merupakan salah satu kurikulum dalam katagori
favorit. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah yang menggunakan
kurikulum Camridge baik di luar maupun di dalam negri, baik sekolah sekuler
maupun sekolah Islam. Sehingga kurikulum ini merupakan kurikulum yang
sangat terkenal. Kurikulum Cambridge berasal dari Cambridge University,
London, United Kingdom yang merupakan universitas terbaik urutan 5 besar di
dunia. Karena posisi universitas ini sudah tidak diragukan, maka tingkat
kesulitannya pun tidak diragukan.42
Apabila kita melihat mundur kesejarah dunia, UK dahulu telah
menjajah puluhan negara (colony) yang ada di seluruh dunia. Kemudian banyak
negara jajahannya yang makmur, sehingga negara-negara yang pernah dijajah
dan makmur disebut masuk dalam negara-negara persemakmuran (British
Commonwealth). Banyak peninggalan budaya yang ditinggalkan oleh mereka.
Salah satunya di bidang pendidikan, sehingga kebiasaan-kebiasaan yang sudah
ada di Cambridge disesuaikan dengan sistem pendidikannya, maka dibentuklah
kurikulum Cambridge. Kemudian muncul beberapa negara yang mengadopsi
kurikulum tersebut, baik secara penuh (Full Curriculum), ataupun sebagian
(Parcial Curriculum) dengan menyesuaikan keadaan lokal negara tersebut.
Sudah hampir 150 negara yang menggunakan kurikulum Cambridge,
diantaranya: Kanada, Singapura, Malaysia, Selandia baru, dan lain-lain.43
Penerapan kurikulum Cambridge ini pun diiringi dengan kemajuan atau
keberhasilan negara-negara tersebut menjadi negara yang berkembang.
Sebagaimana yang kita ketahui, pendidikan merupakan suatu alat untuk
merubah nasib seseorang. Mengutuip ucapannya Nelson Mandela bahwa
pendidikan adalah sebuah jembatan terpenting untuk merubah nasib.
Membicarakan pendidikan maka kurikulum tentunya tidak akan bisa lepas,
kemudian kurikulum itu sendiri merupakan satu hal yang sangat menarik di
Indonesia.
Melihat dari perkembangan dan perubahan yang pesat diatas, maka
penulis juga memilih lokasi penelitian yang memiliki potensi perkembangan
yang pesat di bidang pendidikan. Sehingga salah satu alasan pemilihan
Tangerang Selatan menjadi lokasi penelitian ini dikarenakan Tangerang Selatan
dianggap sebagai wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang cukup
tinggi. Pembangunan sektor tata ruang kota di Kota Tangerang Selatan yang
42 Heri Ruslan, Wow, Sekolah di Indonesia Ramai-Ramai Terapkan Kurikulum
Cambridge, Selasa, 4 Juni 2013 08.51, http://bekasi.binus.sch.id/2016/03/cambridge-
international-examinations-kurik ulum-yang-diakui-dunia/ (Diakses pada tanggal 24
Oktober 2016 pada pukul 11.13 wib). 43 http://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/13/06/04/mnuiii-wow-
sekolah-di-indonesia-ramairamai-terapkan-kurikulum-cambridge (Diakses pada tanggal
24 Oktober 2016 pada pukul 15.11 wib).
11
mencakup banyak aspek mulai dari segi ekonomi, social, budaya, pendidikan,
teknologi, olah raga dan lainnya.44
Hal ini dikuatkan dengan peraturan daerah kota Tangerang Selatan yang
memfokuskan tujuan dari penataan ruang wilayah kota ini merupakan tujuan
yang ditetapkan pemerintah daerah kota dalam rangka mewujudan visi dan misi
pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada dasarnya
mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan dengan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional.45
Sehingga dengan berkembangnya aspek pembangunan ini, kota
Tangerang selatan ini dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan
ekonomi global melalui promosi budaya, inovasi, serta alih teknologi dan ilmu
pengetahuan. Ajang tersebut juga menjadi wadah bertukar pendapat dan
memperluas jejaring para profesional penelitian dan pembuat kebijakan dalam
ilmu pengetahuan dan inovasi di dunia industri teknologi tinggi, serta komunitas
masyarakat dari seluruh dunia.46
Terdapat beberapa sekolah dasar Islam yang menggunakan kurikulum
Cambridge yang ada di Tangerang Selatan. Dalam penelitian ini saya akan
fokus pada dua sekolah dasar Islam dan madrasah ibtidaiyah, diantaranya
Mumtaza Islamic School dan Madrasah Ibridaiyah Negri (MIN) 1 Ciputat.
Pemilihan sekolah ini berdasarkan katagori sekolah negri dan sekolah swasta
yang berada di Tangerang Selatan. Perbedaan katagori sekolah ini juga
membedakan Kementrian yang menaungi sekolah-sekolah tersebut. Sekolah
Mumtaza Islamic School mengajukan permohonan surat izin operasional
legalitas atas kegiatan belajar mengajar kepada Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud), sedangkan MIN 1 Ciputat dibawah naungan
Kementrian Agama (Kemenag).
Kedua sekolah ini memiliki program unggulan, yaitu Tahfidz.
Kemudian sekolah ini juga mengedepankan pengetahuan IMTAQ dan IMTEK,
salah satunya dapat dilihat dari kegiatan ibadah solat wajib yang dilakukan di
sekolah. Kemudian alasan lainnya, yaitu sekolah-sekolah ini semuanya
mengunakan kurikulum Cambridge yang tetap menonjolkan karakter unik yang
berbasis Islam di dalam program pencapaiannya. Begitu juga solat Sunnah
seperti sholat dhuha dan pelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an dilakukan