TINJAUAN PUSTAKA GLAUKOMA SEKUNDER PASCA OPERASI VITREORETINA Disusun oleh : dr. Satya Hutama Pragnanda Pembimbing : Dr. Maharani Cahyono, Sp.M(K) ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA SEKUNDER PASCA OPERASI
VITREORETINA
Disusun oleh :
dr. Satya Hutama Pragnanda
Pembimbing :
Dr. Maharani Cahyono, Sp.M(K)
ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan suatu kelainan neuropati optik yang disertai defek lapang
pandang yang khas dengan peningkatan tekanan intra okuler sebagai salah satu faktor risiko.
Glaukoma primer biasanya bilateral dan tidak berhubungan dengan kelainan okular ataupun
sistemik yang meningkatkan hambatan di trabekular meshwork. Glaukoma sekunder biasanya
asimetris atau unilateral dan berhubungan dengan kelainan pada mata atau kelainan sistemik
yang menurunkan aliran humour aqueous1.
Glaukoma sekunder dapat terjadi setelah tindakan operasi vitreoretina.2,3,4
Pada studi
tahun 1970 dan 1980 dilaporkan kejadian glaukoma sekunder pasca operasi vitreoretina
mencapai 20-60%. Han et al melaporkan bahwa terjadi peningkatan tekanan intra okuler 5-22
mmHg dalam 48 jam pasca vitrektomi pars plana pada 60% pasien dan peningkatan > 30
mmHg pada 36% pasien.2
Glaukoma sekunder ini terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu kondisi glaukoma
yang sudah ada sebelumnya, sudut yang sempit, penggunaan kortikosteroid, prosedur
vitrektomi pars plana, scleral buckle, tamponade gas maupun silicone oil.4,5,6
Patofisiologi
glaukoma sekunder pada masing-masing prosedur berbeda dan mungkin dibutuhkan
penanganan yang spesifik untuk masing-masing mekanisme.
Tinjauan pustaka ini membahas mengenai patofisiologi glaukoma sekunder pada
masing-masing prosedur operasi vitreoretina beserta pilihan penanganan pada masing-masing
mekanisme yang mendasarinya.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Anatomi Sudut Iridokorneal
Sudut iridokorneal merupakan sudut pada bilik depan mata yang dibentuk antara
kurvatura kornea dengan iris perifer. Pada orang yang sehat, sudut iridokorneal
membentuk sudut 30°.7,8
Pada sudut iridokorneal terdapat struktur trabekulum meshwork
dan canalis Schlemm. 1,7,8
Gambar 1. Struktur sudut iridokornea
Gonioskopi masih merupakan gold standard untuk menilai sudut iridokornealis.
Teknik ini dikembangkan oleh Trantas pada tahun 1800, kemudian dikembangkan oleh
Koeppe dan Barkan untuk menilai detail sudut dengan lensa kotak. Dari gonioskopi dapat
dinilai struktur sudut iridokornealis mulai dari Schwalbe Line, trabekulum Meshwork,
Scleral Spur, Iris Prosesus, dan Ciliary Body Band. 7,9
Gambar 2. Anatomi sudut iridokornea ( SL : Schwalbe Line, TM : Trabecular Meshwork,
SS : Scleral Spur, CBB : Ciliary Body Band )
2.2 Fisiologi dan Aliran Humour Aqueous
Humour aqueous diproduksi di corpus ciliaris pada sel epitel non pigmented dengan
komposisi ion hidrogen dan klorida, askorbat, bikarbonat dan bebas protein.
Pembentukan dan sekresi humour aqueous ke bilik mata belakang melalui 1,10,11
:
a. Sekresi aktif, dimana dibutuhkan energi melawan gradien kimia dan tekanan dan
berhubungan dengan aktifitas enzim Carbonic Anhydrase II
b. Ultrafiltrasi, berhubungan dengan perbedaan gradien tekanan
c. Difusi, pergerakan pasif dari ion melalui membran berhubungan dengan energi dan
konsentrasi
Pengaliran dari humour aqeous dipengaruhi oleh dua mekanisme yaitu pressure
dependent dan pressure independent dengan jumlah 0,22-0,30 µl/menit/mmHg1. Aliran
humour aqeous melalui dua jalur yaitu jalur trabekular dan uveoskleral.
Jalur Trabekular
Humour aqueous dari bilik mata depan mengalir menuju sudut iridokornealis. Humour
aqueous melalui trabekular meshwork berupa jaringan ikat kolagen, menuju ke vakuol
pada kanalis Schlemm. Humour aqueous mengalir menuju vena episklera yang bermuara
di vena siliaris anterior kemudian vena ophthalmika superior. Jalur trabekular ini
merupakan pressure dependent.1,10,11
Jalur Uveosklera
Humour aqueous dari bilik mata depan mengalir paralel iris menuju m. Ciliaris menuju
ke ruang supraciliaris dan supra koroidal. Cairan berjalan melalui sklera atau sepanjang
nervus dan pembuluh darah sklera. Jalur uveosklera merupakan pressure
independent.1,10,11
Gambar 3. Aliran Aqueous humour
2.3 Anatomi Vitreus12
Vitreus mengisi 80% dari volume bola mata, tersusun dari kolagen, asam
hyaluronat, dan air. Corpus vitreus tersusun atas dua bagian yaitu sentral, dan
kortikal vitreus. Di anterior melekat pada membran hyaloid anterior dan vitreous
base yaitu 2 mm anterior dan 3 mm posterior ora serrata, di posterior vitreus melekat
pada makula terutama fovea.
Seiring waktu vitreus semakin besar dan mengalami liquefaksi. Vitreus gel
mulai mengkerut karena kerusakan akibat radikal bebas, atau penurunan densitas
dari serat kolagen., kerutan ini menyebabkan tarikan pada retina. Traksi fokal pada
retina dapat menyebabkan robekan atau lubang retina.
Gambar 4. Struktur vitreous
BAB III
PATOFISIOLOGI DAN MANAJEMEN
Operasi vitreoretina dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler sementara
maupun permanen. Keadaan ini dapat terjadi segera, maupun setelah prosedur operasi.
Glaukoma sekunder dapat terjadi pada prosedur eksternal seperti scleral buckle maupun
prosedur internal seperti tamponade. Anderson et al pada tahun 2006 menemukan pada 222
pasien yang menjalani prosedur vitreoretina kejadian IOP > 30 mmHg mencapai 8,4% pada
5-12 jam pasca operasi dan 14,9% pada satu hari pasca operasi.3,5
3.1 Steroid Intravitreal
Penggunaan steroid intravitreal meningkat pada dekade ini. Steroid intravitreal
diindikasikan untuk kelainan edema, inflamasi, dan neovaskularisasi intraokuler3,13
.
Intravitreal Triamcinolon sebanyak 4 mg sampai 25 mg dilaporkan dapat bertahan sekitar 3-
18 bulan. Kocabora et al melaporkan dosis 4mg Triamcinolone intravitreal pada 175 pasien
meningkatkan tekanan intra okular >5 mmHg pada 15%, > 10 mmHg pada 17,7%, dan > 25
mmHg pada 19% pasien dalam satu bulan pasca IVTA. Rata-rata peningkatan tekanan intra
okuler cenderung meningkat sampai satu bulan pasca injeksi, dan perlahan menurun sampai
sembilan bulan pasca injeksi. Pada 40 mata diperlukan terapi medikamentosa dan pada 7
mata dilakukan tindakan operatif karena tekanan >32 mmHg satu bulan pasca injeksi14
.
Glaukoma sekunder yang terjadi berupa sudut terbuka, bersifat sementara dan dapat diterapi
dengan medikamentosa. Pada sebagian pasien diperlukan operasi karena tekanan yang tidak
turun setelah penghentian steroid dan medikamentosa3,13
.
Steroid induced glaucoma adalah tipe glaukoma sudut terbuka pada penggunaan steroid
dosis tinggi ataupun jangka panjang. Patofisiologinya belum diketahui secara pasti, namun
ada beberapa faktor yang mempengaruhi.3,15
Tabel 1. Mekanisme Steroid Induced Glaucoma
3
MEKANISME
Akumulasi glikosaminoglikan
Peningkatan produksi Trabecular Meshwork Inducible Glucocorticoid
Response (TIGR) protein
Perubahan sitoskeletal
Akumulasi material ekstraselular di trabecular meshwork
Kadar Tissue Inhibitor of Matrix Metalloproteinase (TIMP) tinggi
pada diabetes
3.2 Scleral Buckle12,13
Prosedur ini adalah penjahitan scleral buckle dibawah musculus rektus dengan tujuan
mendekatkan sklera dengan retina, menurunkan traksi pada retinal tear, dan membantu
penyerapan subretinal fluid12,13
.
Scleral buckle dapat menyebabkan perubahan geometri bola mata yaitu axial length dan
kurvatura kornea, serta dapat menekan vena vortikosa3. Glaukoma sekunder pada scleral
buckle adalah sudut tertutup, hal ini disebabkan karena sabuk silikon yang melingkar didepan
ekuator dapat menekan vena vortikosa sehingga menyebabkan pembengkakan corpus ciliaris
sehingga mengalami rotasi ke anterior, menyebabkan bergesernya lens-iris diaphragma ke
anterior menyebabkan penyempitan sudut12,13
.
Gambar 5. Sclera Buckle
Manajemen pada kasus ini dengan antiglaukoma, topikal steroid, dan sikloplegik.
Penggunaan sikloplegik dalam hal ini untuk merelaksasi m. Ciliaris agar terjadi pergeseran
lens iris diaphragma ke posterior. Jika kondisi tersebut menetap perlu dipertimbangkan untuk
melonggarkan scleral buckle.
Terapi operatif mungkin dilakukan pada glaukoma yang menetap dan progresif, namun
perlu diperhatikan conjungtival scar pasca operasi scleral buckle dan terbatasnya peritomi.
Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil trabekulektomi dan bleb yang terbentuk.
3.3 Tamponade Gas5,16
Tamponade gas lazim digunakan pada tatalaksana retinal detachment. Beberapa jenis gas
yang dipakai antara lain Sulfur Hexafluoride (SF6), perfluoroethane (C2F6),
perfluoropropane (C3F8),dan udara. Gas yang paling sering digunakan adalah SF6 (20%)
dan C3F8 (12%). SF6 lima kali lebih ringan dari udara, volume dapat meningkat 100% dalam
48 jam, kembali ke ukuran awal setelah 96 jam dan bertahan selama 10-14 hari. C3F8 enam
kali lebih ringan dari udara konsentrasi dapat meningkat dalam 3-4 hari dan bertahan selama
6-8 minggu.
Tabel 2. Karakteristik tamponade gas5
EXPANSILE PROPERTIES OF INTRAOCULAR GASES
Gas Expansibility of
100% gas
Duration in the
eye
Expanding
Volume
Air Non expansile 5-7 days NA
SF6 x2 in volume in
24-48h
10-14 days >20%
C2F8 x3,3 in volume 4-5 weeks >16%
C3F8 x4 in volume in
72-96h
6-8 weeks >14%
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah aposisi sudut iridokornealis tanpa pupillary
block glaucoma, angle closure with pupillary block, dan Central Retinal Artery Occlusion.
Central Retinal Artery Occlusion merupakan komplikasi berat yang dapat terjadi saat gas
mulai memuai. Pemberian antiglaukoma topikal aqueous suppresant atau oral diuretik dapat
mencegah peningkatan tekanan intra okular yang terlalu tinggi. Bila terjadi blok pupil perlu
dilakukan evakuasi gas.16
3.4 Vitrektomi Pars Plana 5,17,18,19,20
Vitrektomi pars plana diindikasikan pada kondisi seperti vitreous hemmorhage,
macular hole, epiretinal membrane, retinal detachment dan proliferative diabetic
retinopathy. Vitrektomi pars plana dapat meningkatkan tekanan intra okular dalam 2 jam
pasca tindakan baik disertai maupun tidak disertai tindakan lainnya seperti lensectomy,
scleral buckle, endolaser, maupun tamponade.
Menurut Han et al, 35% pasien vitrektomi pars plana mengalami peningkatan TIO >30
mmHg dalam 48 jam. Sudut yang sempit didapatkan pada 20% pasien yang disebabkan oleh
edema corpus ciliaris, aposisi iridokornea, atau blok pupil yang disebabkan oleh gas, fibrin
atau IOL.
Zacharia et al melaporkan seorang pria 65 tahun mengalami aqueous misdirection
setelah beberapa prosedur meliputi vitrektomi pars plana, scleral buckle, ekstraksi katarak
ekstra kapsular dengan penanaman lensa intraokuler di bilik mata posterior. Hipotesisnya
menyebutkan kejadian ini terjadi karena beberapa mekanisme yaitu Nd YAG laser capsulo-
hyaloidotomy serta kerusakan anterior hyaloid pasca tindakan. Keadaan ini membaik setelah
dilakukan vitrektomi pars plana berulang dengan hyaloido-capsulo-iridectomy20
.
3.4.1 Tamponade Silicon Oil5,21,22,23,24
Penggunaan silicon oil sebagai pengganti vitreous sudah dilakukan sejak lama,
digunakan untuk tamponade jangka panjang 2-6 bulan atau lebih. Silicon oil
merupakan cairan yang kental dengan tingkat kohesif yang tinggi. Ada dua tipe
silicon oil yaitu light dan heavy5. Romano et al (2010) melaporkan glaukoma
sekunder pasca silicon oil mencapai 3-40%.21
Silicon oil dapat menyebabkan pupillary block glaucoma pada pasien aphakia
dikarenakan silicon oil mengisi bilik mata depan. Infiltrasi ke trabekular
meshwork dari silicon yang tidak dan teremulsifikasi menyebabkan glaukoma
sekunder sudut terbuka21-24
.
Tabel 3. Mekanisme glaukoma oleh Silicon Oil5
MECHANISM OF SECONDARY GLAUCOMA FROM PROCEDURE
WITH SILICON OIL
Closure of Peripheral Iridotomy (by fibrin,blood, residual capsule)
Pupillary block (aphakia, pseudophakia, phakic)
Migration of emulsified and non emulsified oil into angle
Infiltration of trabecular meshwork (by oil droplets)
Trabeculitis, inflammation
Synechial angle closure
Overfill of vitreal cavity with silicon oil
Pre existing glaucoma / angle pathology
Rubeosis iridis
Kondisi ini kebanyakan terjadi pada pasien afakia dimana silicon oil
menyumbat pupil dan menghambat aliran humour aqueous. Pada pasien afakia
dilakukan perifer iridotomi. Bila digunakan light silicon oil dilakukan perifer
iridotomi pada inferior, karena light silicon oil cenderung mengambang di bilik
mata depan superior. Bila menggunakan heavy silicon oil dilakukan perifer
iridotomi di superior karena heavy silicon oil cenderung mengendap di dasar bilik
mata depan5,21
.
Perifer iridotomi dilakukan untuk menyeimbangkan tekanan bilik mata
anterior dan posterior. YAG Laser bisa dilakukan bila terdapat fibrin yang
menyumbat lubang perifer iridotomi. Penyuntikan tissue Plasminogen Activator
intracameral juga dapat dilakukan untuk menyerap fibrin yang menyumbat
lubang perifer iridotomi22,23
.
Alkin et al (2014) menyebutkan bahwa Selective Laser Trabeculoplasty (SLT)
dapat efektif dalam manajemen glaukoma sekunder sudut terbuka akibat
emulsifikasi silicon oil. Dalam penelitiannya disebutkan pasien dengan
peningkatan TIO yang tidak respon terhadap antiglaukoma oral selama 3 bulan
pasca evakuasi silicon oil dilakukan SLT, didapatkan hasil 91% pasien
mengalami penurunan TIO yang signifikan pada 6 bulan pasca SLT.25
Silicon oil yang mengalami emulsifikasi dapat menyumbat sudut
iridokornealis,sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler, oleh
karena itu bila terjadi perlu dilakukan evakuasi silicon oil21,22
.
3.4.2 Tamponade Gas
Posisi face down pasca operasi dapat membantu tamponade retina sekaligus
menjauhkan gas dari lensa sehingga dapat mencegah gas induced cataract dan
blok pupil pada pasien aphakia. Posisi supine harus dihindari pada pasien
tamponade karena menyebabkan pergerakan gas ke anterior menyebabkan blok
pupil. Pemberian antiglaukoma topikal aqueous suppresant atau oral diuretik
untuk mencegah peningkatan tekanan intra okular yang terlalu tinggi. Bila terjadi
blok pupil perlu dilakukan evakuasi gas.16
BAB IV
TRABEKULEKTOMI PADA GLAUKOMA SEKUNDER PASCA
OPERASI VITREORETINA
Pemberian medikamentosa merupakan penanganan awal glaukoma sekunder yang terjadi
pasca tindakan vitreoretina. Trabekulektomi dilakukan pada kasus injeksi steroid intravitreal
maupun vitrektomi pars plana dengan tamponade yang mengalami kegagalan dengan terapi
medikamentosa. Trabekulektomi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pengambilan
tamponade baik dengan menggunakan antifibrotik maupun tidak. Pada kasus scleral buckle
dilakukan pemberian medikamentosa dan bila gagal perlu dipikirkan untuk tindakan operatif.
Trabekulektomi pada scleral buckle dapat dilakukan apabila glaukoma menetap namun perlu
diperhatikan conjungtival scar pasca operasi scleral buckle dan terbatasnya peritomi. Hal
tersebut dapat mempengaruhi hasil trabekulektomi dan bleb yang terbentuk12,13
.
4.1 Prosedur 26,27,28,29
Prosedur trabekulektomi dimulai dengan flap pada konjungtiva sampai sklera
terpapar dan lakukan kauterisasi perdarahan. Flap kedua dilakukan pada sklera dengan
ketebalan setengah dari ketebalan sklera. Flap dibuat dari sklera menuju ke arah limbus
kornea. Scleral plug dibuat untuk akses menuju ke bilik mata depan. Iridektomi juga
dilakukan didepan sclerostomy untuk mencegah iris bergerak dan menyumbat aliran
menuju bleb. Flap sklera dijahitkan kembali, kemudian flap konjungtiva juga dijahitkan
kembali untuk membentuk bleb26,27
.
Pada operasi filtering pada glaukoma dapat digunakan viscoelastis28,29
. Keuntungan
viscoleastis selama operasi filtering adalah mencegah pendangkalan bilik mata depan
selama dan setelah operasi, mencegah terjadi hifema, membantu pembentukan dan
konsistensi bleb28
. Namun perlu diperhatikan saat pembilasan, karena viscoelastis yang
tersisa dapat menyumbat trabekulum meshwork dan menghambat outflow29
.
4.2 Evaluasi
Setelah trabekulektomi dilakukan perlu dievaluasi mengenai lokasi operasi
untuk meyakinkan bahwa prosedur tersebut berhasil. Lokasi operasi bisa mengalami
inflamasi atau tersumbat oleh debris, dan perlu dinilai apakah outflow berlebihan
atau kurang, inflamasi, kebocoran bleb, bilik mata depan dangkal atau inflamasi,
hifema, maupun PAS (Peripheral Anterior Synechiae) 26
.
4.3 Komplikasi
Komplikasi pasca trabekulektomi yang sering ditemui antara lain overfiltrasi22
,
kebocoran bleb, bilik mata depan dangkal, aqueous misdirection, blebitis, blok
pupil, atau Suprachoroidal hemmorhage dan Choroidal detachment26,27
.
BAB V
KESIMPULAN
Glaukoma sekunder pasca operasi vitreoretina memiliki penyebab yang bermacam-
macam. Manajemen glaukoma pada injeksi dan penggunaan steroid kronis ditangani dengan
antiglaukoma dan penghentian penggunaan steroid. Glaukoma pada scleral buckle ditangani
dengan medikamentosa dan bila tidak responsif maka perlu dipikirkan untuk melonggarkan
atau melepas scleral buckle. Glaukoma pada tamponade gas ditangani dengan topikal
antiglaukoma setelah operasi atau oral diuretik, serta face down position pasca operasi.
Glaukoma pada silicon oil ditangani dengan laser perifer iridotomy, YAG laser, atau tPA
intracameral.
DAFTAR PUSTAKA
1. Skuta, Gregory L.,et.al. BCSC Section 10 : Glaucoma. American Academy of
Ophthalmology 2011-2012 ed. San Fransisco : 2011.
2. Eliassi-Rad, Babak.,et.al. Elevated intraocular pressure associated with retinal
procedures. EyeWiki : 2014.
3. Muller,M.,et.al. Glaucoma and Retinal surgery. Ophthalmologe 107(5): 419-26. May
2010.
4. Gedde, SJ. Management of Glaucoma after Retinal Detachment Surgery. Current
Opinion Ophthalmology 13(2):103-9. April 2002.
5. Mowatt, Lizette, Gunvant P.(ed). Glaucoma-Current Clinical and Research Aspect.
InTech Publishing. Croatia : 2011.
6. Stamper, Robert L.et al. Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas,
7th ed. Mosby. Missouri:1999.
7. Campa, Claudio, et.al. Anterior chamber angle assessment technique. Dept. Of
Ophthalmology, University Vitta-Salute, Milan, Italy. 2011.
8. Blomquist, Preston H,et.al. The Dynamic Angle : a new concept of angle closure
glaucoma. Eye Nett Magazine. American Academy of Ophthalmology : 2012.
9. Cairns, Alicia. The Glaucoma Handbook : Review of Ophthometry. Optometric
Glaucoma Society : 2007.
10. Weinreb, Robert M. Et.al. Glaucoma Diagnosis, Structure and Function. AIGS
Concensus Meeting. Kugler Publications. Netherlands : 2004.
11. Grehn,F. Et.al., Essentials in Ophthalmology : Glaucoma. Springer-Verlag. Berlin,
Germany : 2006.
12. Skuta, Gregory L.,et.al. BCSC Section 10 : Vitreus and Retina. American Academy of
Ophthalmology 2011-2012 ed. San Fransisco : 2011.
13. Kirchhof, Bernd,et.al. Essentials in Ophthalmology : Vitreoretinal surgery. Springer-
Verlag. Berlin, Germany : 2006.
14. Kocabora, M.Selim,et.al., Development of ocular hypertension and persistent
glaucoma after intravitreal injection of triamcinolone.Clinical Ophthalmology 2(1).
Dove Medical Press Ltd : 2008. 167-171.
15. Kramar M, Vu L, Whitson JT, He YG. The effect of intravitreal triamcinolone
onintraocular pressure. Curr Med Res Opin. Jun Vol.23 No6 pp1253-8. Epub 2007.
16. Browning, David J. Retinal vein occlusions : Evidence based Management. Springer
: 2012.
17. Desai, Neha,et.al.Occurrence of Glaucoma after Pars Plana Vitrectomy & Silicone
Oil Injection for Retinal Detachment at a Tertiary Centre of Western India. Journal
of Evolution of Medical and Dental Sciences 2014; Vol. 3, Issue 09, March 3; Page:
2389-2394.
18. Mei-Huang, Hsiui,et.al. Visual Results and Complications after Trans Pars Plana
Vitrectomy and Lensectomy for Lens Dislocation. Chang Gung Med Journal ; Vol 27
No.6. June : 2004.
19. Bansal A, et.al. Delayed acute angle closure after macular hole surgery. Eye 17 :
779-781. 2003.
20. Zacharia PT, Abboud EB. Recalcitrant malignant glaucoma following pars plana
vitrectomy, scleral buckle, and extracapsular cataract extraction with posterior
chamber intraocular lens implantation. Ophthalmic Surgical Lasers; 29(4): 323-7.
1998.
21. Rahman Azizur,et.al. Management of Secondary Glaucoma after Pars Plana
Vitrectomy (PPV) and Silicone Oil Injection in Rhegmatogenous Retinal Detachment.
Pakistan Journal of Ophthalmology 2010 Vol 26 No.1.2010.
22. Tranos,P. et.al. Long term outcome of secondary glaucoma following vitreoretinal
surgery. British Journal of Ophthalmology;88:341–343. 2004.
23. Gopal, Lingam, et.al. Secondary glaucoma due to silicone oil trapped in the posterior
chamber. HongKong Journal of Ophthalmology :Vol 3. No.1.
24. Shahwan, Sami,et.al. Pupillary Block Glaucoma in Phakic Perfluoropropane Gas-
filled Eye. British Journal of Ophthalmology.2011.
25. Alkin, Zeynep,et.al..Selective laser trabeculoplasty for glaucoma secondary to
emulsified silicon oil ofter pars plana vitrectomy : a pilot study. Biomed Hindawi
Publishing. April 2014.
26. Wong, Tina. Glaucoma : The complete guide.
http://www.theglaucomaguide.com/book15trab.htm
27. Strouthidis, Nick. Trabeculectomy. Moorsfield Private, London.
http://www.ngsglaucoma.com/images/Trabeculectomy.pdf