-
1
Strategi Komunikasi Badan Otorita Borobudur dalam Place Branding
Deloano
Glamping Purworejo sebagai Destinasi Wisata
Herdianti Isnaini
Drs. Widyantoro, M.Si.
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRACT
Branding is an attempt to mark a product or service. Not only
products or services, a
city or place also needs branding to be able to get a sign or
symbol so that people
can get to know the city or place better. Whereas place branding
is a marketing
activity effort that was first created by marketers to influence
consumer decisions to
visit these destinations. Deloano Glamping is a new tourist
attraction in Purworejo
Regency which is still not widely known either by the Purworejo
community itself or
outside Purworejo. Managed directly by the Badan Otorita
Borobudur, Deloano
Glamping offers various interesting and different facilities
from the others. This study
aims to find out the communication strategy carried out by the
Badan Otorita
Borobudur on Deloano Glamping as a tourist destination. This
research uses a case
study method and data collection is done by interview and
observation. The results of
this study indicate that the Badan Otorita Borobudur implements
several stages of
communication strategies to be able to introduce Deloano
Glamping to the public
and after going through these stages, they then carry out
promotions. It is through
this promotion and introduction that the Badan Otorita Borobudur
attracts the public
to visit. From here, it can be seen whether the place branding
implemented by the
Borobudur Authority Agency at Deloano Glamping has been carried
out well or not.
From this research, it can be seen that the Badan Otorita
Borobudur has carried out
the stages of their communication strategy well and the message
to be conveyed to
the public can be received well. However, due to the pandemic,
they cannot carry out
large-scale promotions as planned and are diverted to promotions
through social
media.
Keywords : communication strategy, branding, place branding
-
2
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan ribuan pulau yang memiliki
daya tarik
tersendiri. Pada setiap daerahnya memiliki ciri khas yang dapat
menarik minat orang
untuk sekedar berkunjung atau menikmati apa yang disajikan
daerah tersebut. Namun
demikian, daya tarik wisata tetap menjadi yang nomor satu dari
semua itu. Daya tarik
wisata yang dimiliki suatu destinasi wisata atau daerah tujuan
wisata yakni sesuatu
yang dilihat oleh pengunjungnya, misalnya pemandangan alam,
peninggalan
purbakala, pertunjukan atau sesuatu yang dapat dilakukan,
contohnya rekreasi,
olahraga, meneliti, atau sesuatu yang dapat dibeli yakni
barang-barang unik atau
cinderamata.
Selain itu, dapat pula sesuatu yang dapat dinikmati seperti
pemandangan
alam, udara yang sejuk, suasana yang damai, pelayanan istimewa
atau sesuatu yang
dapat dimakan, seperti makanan atau minuman khas suatu daerah.
Artinya daya tarik
wisata adalah segala sesuatu yang dapat memicu seseorang dan
atau kelompok orang
mengunjungi suatu tempat karena sesuatu itu memiliki makna
tertentu, misalnya
lingkungan alam, peninggalan atau tempat bersejarah peristiwa
tertentu.
Penjelasan mengenai daya tarik wisata dan daerah tujuan
parwisata sudah
diatur dalam Undang-undang No. 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan. Daya tarik
wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan
manusia yang
menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan, sedangkan daerah
tujuan pariwisata yang
selanjutnya disebut destinasi wisata memiliki arti kawasan
geografis yang berada
dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya
terdapat daya tarik
wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas
serta masyarakat yang saling
terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau
dan
tersebar dari Sabang sampai dengan Merauke. Terdiri dari 34
provinsi dengan ribuan
Kabupaten dan Kota, menjadikan pariwisata Indonesia tidak perlu
diragukan lagi.
Setiap daerahnya memiliki ciri khas dan pariwisata yang bisa
disuguhkan pada para
-
3
pengunjungnya. Mulai dari peninggalan sejarah, pemandangan alam,
makanan khas,
budaya leluhur yang masih dijaga dengan baik hingga kearifan
lokalnya yang
membuat orang selalu ingin datang ke tempat itu.
Begitu pula dengan Purworejo, salah satu Kabupaten yang ada di
Jawa
Tengah ini siap menyajikan pariwisata dan kekhasan yang
dimilikinya. Berbatasan
langsung dengan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan
Samudera Hindia
membuat pemerintahnya terus berupaya mengembangkan potensi
daerahnya.
Perbedaan kondisi geografi yang dimiliki wilayah Purworejo
justru menjadikan nilai
tambah tersendiri, mengapa demikian? Purworejo sendiri terdiri
dari daerah dataran
rendah dan dataran tinggi. Daerah dataran rendahnya berbatasan
langsung dengan
Samudera Hindia yang mana bisa diketahui bahwa Purworejo
memiliki daerah pantai
di sebelah selatan kabupaten, bisa dipastikan bahwa hal ini
merupakan salah satu
potensi alam yang paling utama di Purworejo. Kemudian daerah
dataran tinggi
Purworejo berbatasan langsung dengan wilayah Wonosobo, Magelang
dan
Yogyakarta.
Pada beberapa tempat di daerah dataran tinggi tersebut telah
dilakukan banyak
pengembangan potensi alam dan dijadikan sebagai pariwisata,
misalnya, Wisata
Alam Goa Seplawan yang berada di Kecamatan Kaligesing ini
berbatasan langsung
dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, Curug Muncar yang ada di
Kecamatan Bruno
berbatasan langsung dengan Wonosobo dan juga Wisata Alam Hutan
Pinus Kusumo
Asri yang ada di Kecamatan Bener yang mana berbatasan langsung
dengan
Magelang.
Tempat-tempat tersebut merupakan bagian kecil dari pariwisata di
Purworejo
yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Karena potensi alamnya
yang bagus ini,
maka pemerintah terutama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terus
melakukan
pengembangan-pengembangan didaerah. Tahun 2019 lalu, Kementerian
Pariwisata
baru saja membuka objek wisata baru yang berada di Kecamatan
Loano, Purworejo.
Tempat ini dikenal dengan Deloano Glamping Purworejo. Glamping
sendiri
merupakan singkatan dari Glamours Camping, yang mana tempat ini
merupakan
-
4
destinasi wisata yang menarik bagi para wisatawan yang ingin
camping namun
enggan mendirikan tenda sendiri. Di sini terdapat 10 tenda siap
inap yang terdiri dari
satu tenda VIP berkapasitas empat orang dan sembilan tenda
reguler dengan kapasitas
enam orang. Deloano Glamping sendiri merupakan destinasi wiata
di Purworejo yang
dikelola langsung oleh badan yang dibentuk oleh Kementerian
Pariwisata yaitu
Badan Otorita Borobudur.
Badan Otorita Borobudur merupakan Badan Pelaksana Otorita
Borobudur
yang selanjutnya disebut BOB dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden nomor 46
Tahun 2017. BOB merupakan satuan kerja dibawah Kementerian
Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. BOB sendiri memiliki tugas
otoritatif
mencakup pengelolaan lahan seluas 309 ha di perbukitan Menoreh,
Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah. Sedangkan tugas koordinatif meliputi 3
kawasan Destinasi
Pariwisata Nasional (DPN), antara lain Borobudur – Yogyakarta
dan sekitarnya, Solo
– Sangiran dan sekitarnya, Semarang – Karimun jawa dan
sekitarnya.
Pada pelaksanaannya, terdapat strategi komunikasi yang dilakukan
oleh
Badan Otorita Borobudur (BOB) itu sendiri. Strategi komunikasi
ini digunakan untuk
mengenalkan masyarakat mengenai apa itu Badan Otorita Borobudur,
kemudian
mengenalkan apa saja pariwisata yang dikelola dan dikembangkan
oleh BOB, salah
satunya Deloano Glamping ini yang berada pada wilayah otorita
Borobudur –
Yogyakarta. Dari strategi komunikasi yang dilaksanakan oleh BOB
ini, nantinya
dapat diketahui beberapa hal penting sebagai berikut yaitu,
pengenalan pihak BOB
kepada masyarakat, pengenalan Deloano Glamping sebagai tempat
wisata baru dan
ikon baru dari Purworejo dan yang terakhir dapat diketahui
strategi komunikasi yang
dilakukan pihak BOB pada Deloano Gamping sebagai destinasi
wisata di Purworejo.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Strategi Komunikasi Badan Otorita Borobudur dalam
Place
Branding Deloano Glamping Purworejo sebagai Destinasi
Wisata?
2. Media apa saja yang digunakan Badan Otorita Borobudur dalam
Place
Branding Deloano Glamping Purworejo sebagai Destinasi
Wisata?
-
5
Kajian Teori
1. Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal
dari kata latin
communis yang berarti “sama” atau communicare yang berarti
“membuat sama”
(Mulyana, 2014: 46). Sama di sini maksudnya adalah sama
makna.
Menurut Carl I. Hovland dalam Effendy (2009: 10), komunikasi
adalah: “upaya
yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas
penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat dan sikap. Komunikasi adalah proses
mengubah
perilaku orang lain.” Definisi tersebut menunjukkan bahwa
komunikasi tidak
sekedar untuk menyampaikan informasi, melainkan juga sebagai
pembentuk
pendapat dan sikap publik. Akan tetapi, seseorang akan mampu
mendapatkan
pengaruh untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku apabila
komunikasi yang
dilakukan efektif.
Menurut Katz dan Khan dalam Ruslan (2003: 83) mengemukakan
komunikasi
adalah pertukaran informasi dan penyampaian makna yang menjadi
hal utama dari
suatu sistem sosial atau organisasi. Jadi, komunikasi sebagai
proses penyampaian
informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung maupun menggunakan
media.
Contoh komunikasi langsung adalah dialog tatap muka, pidato
tatap muka, dan lain-
lain. Sedangkan contoh komunikasi menggunakan media adalah
berbicara melalui
telepon, mendengarkan berita lewat radio atau menonton televisi,
dan lain-lain.
Menurut Effendy (2003: 8), komunikasi dilakukan dengan tujuan
untuk perubahan
sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change),
perubahan perilaku
(behavior change), dan perubahan sosial (social change).
2. Strategi Komunikasi
Tujuan komunikasi adalah memberikan informasi dan menciptakan
pemahaman
terhadap komunikan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,
tentunya dibutuhkan
-
6
sebuah strategi agar komunikasi dapat efektif dan pesan dapat
tersampaikan dengan
baik, sehingga dapat memahami dan melaksanakan pesan yang
disampaikan. Untuk
mencapai komunikasi yang efektif diperlukan suatu strategi
komunikasi yang baik.
Arifin (2006: 10) mengemukakan bahwa strategi adalah keseluruhan
keputusan
kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan untuk mencapai
tujuan, jadi
merumuskan suatu strategi komunikasi berarti memperhitungkan
kondisi dan situasi
yang dihadapi dan yang akan dihadapi, untuk mencapai
efektivitas.
Rogers dalam Cangara (2013: 61) memberi batasan pengertian
strategi
komunikasi sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah
tingkah laku
manusia dalam skala besar melalui transfer ide- ide baru.
Menurut seorang pakar
perencanaan komunikasi Middleton dalam Cangara (2013: 61) juga
membuat
definisi dengan menyatakan bahwa strategi komunikasi adalah
sebuah kombinasi
terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator,
pesan, saluran
(media), komunikan, hingga pada pengaruh (efek) yang dirancang
untuk mencapai
tujuan komunikasi yang optimal.
Totok Mardikanto (2010:196) menyatakan bahwa strategi komunikasi
digunakan
untuk mendefinisikan rancangan operasional yang akan dipilih
untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan dari kegiatannya. Strategi komunikasi
merupakan bagian yang
penting untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dalam
penyampaian
suatu program atau inovasi tersebut kepada masyarakat,
komunikator perlu
merencanakan sebuah strategi dalam berkomunikasi agar tercapai
apa yang
diinginkan.
Menurut Effendy (2009: 32) strategi pada hakikatnya adalah
perencanaan
(planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu
tujuan. Demikian
pula dengan strategi komunikasi yang merupakan panduan
perencanaan komunikasi
(communication planning) dengan manajemen komunikasi
(communication
management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi komunikasi
-
7
harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis.
Tetapi untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta
jalan yang hanya
menunjukkan arah saja, melainkan juga harus menunjukkan seperti
apa taktik
operasionalnya, dalam artian pendekatan (approach) bisa berbeda
setiap waktu
tergantung bagaimana situasi dan kondisi. Seperti halnya srategi
dalam bidang
apapun, strategi komunikasi harus didukung oleh teori. Karena
teori merupakan
pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah diuji
kebenarannya.
Banyak teori telah dikemukakan oleh para ahli, namun untuk
strategi komunikasi
akan lebih baik bila menggunakan teori yang dikemukakan oleh
Harold D. Lasswell.
Beliau menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “The
Communication of Ideas”
bahwa cara tepat untuk menjelaskan tindakan komunikasi adalah
dengan menjawab
pertanyaan: Who says What in Which Channel to Whom with What
Effects? Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Who adalah untuk
menjelaskan siapa
komunikatornya, What menjelaskan pesan apa yang dikatakan, Which
Channel
menjelaskan media apa yang digunakan, to Whom menjelaskan siapa
komunikannya
dan with What Effects menjelaskan efek apa yang ditimbulkan.
Dari pengertian-pengertian tersebut maka strategi komunikasi
erat kaitannya
antara tujuan yang akan dicapai dengan konsekuensi- konsekuensi
yang harus
diperhitungkan, kemudian merencanakan bagaimana melaksanakan
konsekuensi
tersebut sesuai dengan hasil yang diharapkan. Perencanaan
strategi komunikasi harus
disusun secara sistematis, sebagai upaya mengubah pengetahuan,
sikap, dan tingkah
laku khalayak.
Efendy (2003: 35), empat faktor penting yang harus diperhatikan
menyusun
strategi komunikasi:
1. Mengenal khalayak. Khalayak itu aktif sehingga antara
komunikator
dengan komunikan bukan saja terjadi saling hubungan, tetapi juga
saling
mempengaruhi.
-
8
2. Menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi. Syarat
utama dalam
mempengaruhi khalayak dari pesan tersebut ialah mampu
membangkitkan
perhatian. Awal efektifitas dalam komunikasi ialah bangkitnya
perhatian
dari khalayak terhadap pesan-pesan yang disampaikan.
3. Menetapkan metode, dalam hal ini metode penyampaian, yang
dapat
dilihat dari dua aspek; menurut cara pelaksanaanya dan menurut
bentuk
isinya. Menurut cara pelaksanaanya dapat diwujutkan dalam dua
bentuk
yaitu, metode redundancy (repetition) dan canalizing. Sedangkan
yang
kedua menurut isinya dikenal metode-metode: informatif,
persuasif,
edukatif, kehesif. Metode redundancy adalah cara mempengaruhi
khlayak
dengan jalan mengulang-ulang pesan pada khalayak. Metode
canalizing
yaitu mempengaruhi khalayak untuk menerima pesan yang
disampaikan
kemudian secara perlahan-lahan merubah sikap dan pola
pemikirannya
kearah yang kita kehendaki.
4. Pemilihan media komunikasi. Kita dapat memilih salah satu
atau
gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang
akan
dicapat, pesan yang disampaikan dan teknik yang dipergunakan,
karena
masing- masing medium mempunyai kelemahan-kelemahannya
tersendiri
sebagai alat.
3. Branding
Branding adalah kegiatan membangun sebuah brand. Membuat
identitas,
termasuk logo, merupakan salah satu kegiatan branding. Branding
adalah proses
mendesain, merencanakan, dan mengkomunikasikan nama serta
identitas dengan
tujuan membangun atau mengelola reputasi (Anholt, 2003:5).
Merek juga dibagi dalam pengertian lainnya, seperti :
-
9
a. Brand name (nama merek) yang merupakan sebagian dari yang
dapat
diucapkan
b. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek
yang
dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan misalnya lambing,
desain
huruf atau warna khusus.
c. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau
sebagian
dari merek yang didilindungi hukum karena kemampuannya untuk
menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini
melindungi
penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek
(tanda
merek).
d. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang
dilindungi
undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual
karya
tulis, music atau karya seni
Menurut Philip kotler (1997:13), pengertian merek (brand) adalah
: “a brand is
a name, term, sign, symbol or design or combination of them,
intended to identify
the goods or services of one seller of group of sellers and
differentiate them from
those of competitors”
Undang-undang merek no.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 juga
menyebutkan
bahwa merek merupakan ”tanda yang berupa gambar nama, kata,
huruf-huruf
angka-angkan susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang
memiliki daya pembeda dan dgunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau
jasa.
Diferensiasi adalah alasan adanya branding. Diferensiasi adalah
proses
mengubah komoditas menjadi brand yang kuat. Diferensiasi
meliputi:
a. Menemukan dan memiliki penawaran penjualan yang unik
(USP)
b. Menemukan strategi tepat untuk membantu brand anda
mendapat
keuntungan kompetitif
c. Menemukan diferensiator yang relevan bagi pembeli anda,
menarik dan
-
10
dapat dipertahankan.
4. Place Branding
Pickton & Broderick, 2001:24 mendefinisikan branding is
strategy to
differentiate products and companies, and to build economic
value for both the
consumer and the brand owner. Artinya, branding adalah strategi
untuk
membedakan produk dan perusahaan, dan membangun nilai ekonomi
baik bagi
konsumen dan pemilik merek.
Place branding menjadi salah satu dari konsep yang paling
populer, umumnya
dalam pemasaran tempat dan khususnya daerah tujuan turis
(Avraham dan Ketter,
2008:16). Selanjutnya dalam Strategic Place Triangle, Place
branding ditempatkan
ke dalam elemen pemasaran value yang terdiri dari brand,
service, dan process, dan
merupakan cara untuk merebut heart share (hati pelanggan)
(Kartajaya dan
Yuswohady 2005:7).
Lebih lanjut Blain et.al (Govers dan Frank Go, 2009: 13)
mengemukakan
bahwa:
“Place branding sebagai kegiatan pemasaran yang
mendukung penciptaan nama, simbol, logo, word mark atau
grafis lainnya, baik untuk mengidentifikasi dan membedakan
tujuan, menyampaikan janji dari pengalaman perjalanan yang
unik mengesankan terkait dengan destinasi, dan berfungsi
untuk mengkonsolidasikan serta memperkuat ingatan
kenangan menyenangkan dari pengalaman destinasi,
semuanya dengan tujuan untuk menciptakan citra yang
mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengunjungi
destinasi tersebut”.
Berdasarkan pendapat mengenai place branding di atas, dapat
disimpulkan bahwa
tujuan melakukan upaya place branding adalah guna menciptakan
citra yang
mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengunjungi destinasi
tersebut.
Perbedaan place branding dengan citra ialah place branding
merupakan upaya
kegiatan pemasaran yang lebih dulu diciptakan oleh para pemasar,
sedangkan citra
-
11
dipersepsikan oleh konsumen setelah place branding dilakukan
pemasar.
5. Deskripsi Lokasi Penelitian
5.1 Badan Otorita Borobudur
Badan Otorita Borobudur merupakan suatu badan yang dibentuk
oleh
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Badan Otorita
Borobudur
mengembangkan Zona Otorita seluas 309 Hektar yang merupakan
kawasan
pariwisata eksklusif yang bernuansa alam dan berlokasi di
Kabupaten Purworejo
Jawa Tengah. Kawasan ini akan dikembangkan dengan konsep culture
and
Adventure Eco-Tourism, tentunya dengan mengembangkan aspek
kelestarian dan
keramahan pada alam.
Zona Otorita ini akan dibangun dengan menyediakan berbagai
fasilitas wisata
bertaraf Internasional. Seperti hotel dengan konsep Glamorous
Camping, Eco
Rort, Fine Dinning Restaurant, MICE, dan didukung dengan kawasan
di
sekitarnya yang sudah mulai berkembang, sehingga dapat
meningkatkan nilai
investasi di Zona Otorita Badan Otorita Borobudur.
Berdasar Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor
10 Tahun
2017 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelaksana Otorita
Borobudur,
berikut merupakan susunan Struktur Organisasi Badan Otorita
Borobudur :
Badan Pelaksana terdiri atas: Direktur Utama; Direktur Keuangan,
Umum, dan
Komunikasi Publik; Direktur Industri Pariwisata dan
Kelembagaan
Kepariwisataan; Direktur Destinasi Pariwisata; Direktur
Pemasaran Pariwisata;
dan Satuan Pemeriksaan Intern.
5.2 Deloano Glamping
Deloano Glamping merupakan destinasi wisata baru di kawasan
Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah tepatnya berada di desa Sedayu, Kecamatan
Loano,
Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Menempati area perhutani seluas
309
hektare, Deloano Glamping dikelola langsung oleh pihak Perhutani
yang
bekerjasama dengan Badan Otorita Borobudur. Deloano Glamping ini
berada
-
12
pada Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Loano, Perhutanu Kesatuan
Pemangkuan
Hutan (KPH) Kedu Selatan.
Diresmikan langsung oleh Menteri Pariwisata Arif Yahya pada 14
Februari
2019. Dinamakan Glamping sendiri, karena destinasi ini memiliki
arrti
Glamorous Camping, yang mana sesuai singkatannya tersebut,
Deloano
Glamping merupakan sebuah area perkemahan yang mewah. Mewah
disini
memiliki arti tenda yang disediakan oleh pidak pengelola bukan
tenda kemah
pada umumnya, melainkan tenda eksklusif yang menyerupai
cottage.
Di sini terdapat 10 tenda siap inap yang terdiri dari satu tenda
VIP
berkapasitas empat orang dan sembilan tenda reguler dengan
kapasitas enam
orang. Tempat ini juga dilengkapi tourism information center,
toilet umum, dan
berbagai spot foto menarik, serta bangku-bangku untuk duduk
bersantai
menikmati alam terbuka yang teduh. Jajaran pohon pinus yang
menjulang tinggi,
menjadi pemandangan lain yang sangat memikat. Di sini ada pula
semacam
pondok kayu yang menyediakan proyektor di ruangan terbuka,
sehingga
pengunjung bisa menonton film sambil lesehan dengan nyaman.
Metodologi
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yang mana
pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan
mengunakan
teknik pengamatan (observasi), wawancara, dokumentasi dan
catatan lapangan.
Peneliti dapat menyesuaikan teknik pengumpulan data yang
digunakan dengan
keadaan di tempat penelitian.
Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang
paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan, maka
peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan
(Sugiyono,
2009:308). Pada penelitian ini, nantinya peneliti akan
menggunakan teknik
pengumpulan data dengan dengan wawancara (interview) dan
dokumentasi.
-
13
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis
interaktif menurut Miles dan Hubberman. Menurut Miles dan
Hubberman,
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas,
sehingga datanya
sudah jenuh.
Sajian dan Analisis Data
Place branding bisa dikatakan sebagai strategi yang dilakukan
suatu daerah
atau lokasi guna membuat positioning yang kuat dalam target
pasar mereka, seperti
layaknya positioning yang dilakukan pada sebuah produk atau
jasa, sehingga daerah
atau lokasi itu bisa dikenal oleh masyarakat luas.
Sebuah place branding yang dilakukan daerah atau lokasi bukan
hanya
sekedar slogan atau promosi, namun seperti yang dikemukakan
dalam Blain et.al
(Govers dan Frank Go, 2009: 13) bahwa, place branding sebagai
kegiatan pemasaran
yang mendukung penciptaan nama, simbol, logo, word mark atau
grafis lainnya, baik
untuk mengidentifikasi dan membedakan tujuan, menyampaikan janji
dari
pengalaman perjalanan yang unik mengesankan terkait dengan
destinasi, dan
berfungsi untuk mengkonsolidasikan serta memperkuat ingatan
kenangan
menyenangkan dari pengalaman destinasi, semuanya dengan tujuan
untuk
menciptakan citra yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk
mengunjungi
destinasi tersebut. Place branding disini bertujuan untuk
mengenalkan suatu objek
wisata yang menjadi khas suatu daerah, pembeda dari yang lain
dan itu merupakan
sesuatu yang baru.
Strategi komunikasi Badan Otorita Borobudur dalam Place Branding
Deloano
Glamping sebagai Destinasi Wisata
Badan Otorita Borobudur merupakan suatu lembaga yang dibentuk
oleh
Kementrian Pariwisata dengan tujuan untuk melaksanakan
pengembangan Kawasan
Pariwisata Borobudur, dimana Deloano Glamping merupakan salah
satu destinasi
wisata yang dikelolanya. Deloano Glamping sendiri beralamatkan
di Desa Sedayu,
Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
-
14
Badan Otorita Borobudur yang merupakan pengelola langsung
Deloano
Glamping juga memiliki tugas untuk melakukan branding pada
destinasi wisata
tersebut. Menurut Effendy (2009: 32) strategi pada hakikatnya
adalah perencanaan
(planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu
tujuan. Akan tetapi,
untuk bisa mencapai tujuan dari strategi yang dilaksanakan, maka
harus bisa
menjelaskan bagaimana keberjalanan taktik operasionalnya.
Strategi yang sudah digunakan oleh Badan Otorita Borobudur bisa
dibilang
merupakan strategi above the line dan below the line. Pada
pengertiannya above the
line sendiri memiliki arti pemasaran produk atau jasa melalui
media massa. Media
yang dimaksud disini adalah televisi, media cetak dan
internet.
Kemudian untuk below the line memiliki arti berupa aktifitas
promosi yang
dilakukan ditingkat konsumen dengan salah satu tujuannya yaitu
merangkul
konsumen agar tertarik pada suatu produk. Konsumen yang dimaksud
disini
merupakan masyarakat dan atau wisatawan yang menjadi target
utama pemasaran.
Deloano Glamping sendiri dibuka pada 14 Februari 2019, yang
sampai hari
ini berusia hampir 2 tahun. Akan tetapi karena pandemi yang
terjadi di dunia dan
khususnya Indonesia pada tahun 2020, kemudian menyebabkan
seluruh kegiatan
sosial masyarakat terhenti tak terkecuali sektor pariwisata.
Sedangkan jika sesuai
rencana, di tahun 2020 Badan Otorita Borobudur akan melakukan
promosi yang
lebih besar dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2019.
Kegiatan besar terakhir yang dilakukan Badan Otorita Borobudur
di
Deloano Glamping sebelum penutupan sektor pariwisata karena
pandemi
merupakan perlombaan sepeda downhill di kawasan Zona Otorita
Borobudur.
Perlombaan ini berlangsung pada bulan Maret 2020, yang
rencananya akan
dilakukan kembali pada sekitar bulan Juni atau Juli 2020 jika
tidak ada pandemi.
Namun akibat terjadinya pandemi, maka semua kegiatan pariwisata
yang dilakukan
di Kawasan Zona Otorita Borobudur dihentikan, terutama Deloano
Glamping.
Akan tetapi, walaupun kegiatan pariwisata ditutup sampai waktu
yang
-
15
belum bisa ditentukan, Badan Otorita Borobudur tetap melakukan
promosi pada
sektor wisatanya terutama Deloano Glamping. Melalui postingan
yang ada pada
instagram, twitter dan juga youtube milik Badan Otorita
Borobudur, mereka
membagikan berbagai macam infografis terkait Deloano
Glamping.
Pada postingannya, pihak Badan Otorita Borobudur berbagi
kenangan
tentang kegiatan yang sudah terlaksana di Deloano Glamping
selama sebelum
pandemi. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kembali bahwa
Deloano Glamping
masih ada, hanya saja masyarakat harus sabar menunggu sampai
keadaan mulai
membaik. Mereka juga mengingatkan kepada masyarakat untuk tetap
dirumah dan
mematuhi protokol kesehatan.
Kemudian untuk strategi perencanaan kedepannya, Badan
Otorita
Borobudur masih akan melakukan promosi melalui media. Hal ini
dilakukan karena
terjadinya pandemi, yang pada akhirnya tahun 2021 masih belum
akan promosi
besar-besaran, yaitu mengadakan kegiatan besar yang melibatkan
banyak orang.
Sampai saat ini, Deloano Glamping sendiri masih mengalami
perbaikan, guna
mempersiapkan sesuatu yang lebih baik dan baru untuk nanti
setelah keadaan
normal.
Dalam menyusun strategi komunikasi, terdapat 3 (tiga) langkah
untuk
menciptakan keefektivitasan, di antaranya:
1. Mengenal khalayak
Pertama ialah mengenal khalayak terlebih dahulu. Klasifikasi
khalayak
sebagai berikut (Soesanto, 1974: 141) :
1. Innovator ataupun penemu idea adalah orang-orang yang kaya
akan idea
baru dan karenanya mudah atau sukar menerima idea baru orang
lain.
2. Early adopters atau orang-orang yang cepat bersedia untuk
mencoba apa
yang dianjurkan kepadanya.
3. Early Majority atau kelompok orang-orang yang mudah menerima
idea-
idea baru asal saja sudah diterima oleh orang banyak.
4. Majority atau kelompok dalam jumlah terbanyak yang menerima
atau
-
16
menolak idea baru, terbatas pada suatu daerah.
Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada Wilbur Schramm,
dimana beliau
mengajukan syarat-syarat untuk berhasilnya pesan tersebut
sebagai berikut
(Fajar, 2009: 193):
1. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa
sehingga
pesan itu dapat menarik perhatian sasaran yang dituju-tuju.
2. Pesan haruslah menggunakan tanda-tanda yang didasarkan
pada
pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga
kedua
pengertian itu bertemu.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi daripada sasaran
dan
menyarankan cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu.
4. Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh
kebutuhan
yang layak bagi situasi kelompok di mana kesadaran pada saat
digerakkan
untuk memberikan jawaban yang dikehendaki.
Kawasan Deloano Glamping sendiri dikembangkan dengan konsep
Culture
and Adventure Eco-Tourism. Melalui konsep tersebut, Badan
Otorita Borobudur
hendak menyampaikan kepada masyarakat, bahwa di kawasan
perbukitan menoreh
terdapat destinasi wisata baru yang mengembangkan aspek
kelestarian dan
keramahan pada alam.
Selain pada pengembangan aspek kelestarian dan keramahan pada
alam,
Badan Otorita Borobudur juga ingin menyampaikan kepada
masyarakat tentang
konsep budayanya. Dimana pada pelaksanaannya, mereka melakukan
kegiatan
dengan mengikutsertakan kebudayaan setempat. Diharapkan dengan
konsep mewah
yang mereka tawarkan, tidak akan hilang pula nilai
budayanya.
Kabupaten Purworejo sendiri memiliki banyak sekali objek wisata
baik itu
alam dan budaya. Melalui Badan Otorita Borobudur Purworejo
membawa konsep
baru objek wisata alam yang masih tetap menjunjung nilai budaya
setempatnya yaitu
Deloano Glamping ini.
2. Menetapkan metode
-
17
Pada penjelasan sub bab sebelumnya, Badan Otorita Borobudur
melakukan
penetapan metode melalui dua cara, yaitu menurut pelaksanaan dan
isinya.
Promosi
Menurut Tjiptono (2015 : 387), promosi merupakan elemen bauran
pemasaran
yang berfokus pada upaya menginformasikan, membujuk, dan
mengingatkan kembali
konsumen akan merek dan produk perusahaan.
Dalam melakukan promosi pada Deloano Glamping, pihak Badan
Otorita
Borobudur melakukan branding lewat promosi melalui event yang
mereka laksanakan
dan media. Adapun media yang mereka gunakan adalah media
internet dan juga
media cetak. Selain itu, pada saat pembukaan mereka juga
mengundang pihak media
untuk melaksanakan konferensi pers.
Public relations
Frank Jefkins (2004 : 10) menjelaskan bahwa Public relations
adalah semua
bentuk komunikasi yang terencana, baik ke dalam maupun keluar,
antara suatu
organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan spesifik
yang berlandaskan pada saling pengertian.
Pada pelaksanaannya, pihak Badan Otorita Borobudur bekerja sama
dengan
beberapa pihak yaitu Dinas Pariwisata Kabupaten Purworejo dan
Dinas Pariwisata
Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain dua instansi tersebut, pihak
Badan Otorita
Borobudur juga melakukan kerja sama dengan pihak-pihak yang
terkait dengan setiap
event yang mereka adakan.
Dalam proses place branding yang dilakukan oleh Badan Otorita
Borobudur
pada Deloano Glamping tentunya memiliki rencana yang akan
dilakukan untuk
mencapai tujuan. Hal ini dilakukan untuk bisa mengenalkan
Deloano Glamping pada
masyarakat luas tidak hanya lingkup masyarakat Purworejo, Jawa
Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta saja. Apalagi destinasi wisata ini bertaraf
internasional. Dengan
ini diharapkan Deloano Glamping menjadi destinasi wisata baru
yang cukup
diperhitungkan dan wajib dikunjungi.
Branding, place branding
-
18
Pickton & Broderick, 2001:24 mendefinisikan branding is
strategy to
differentiate products and companies, and to build economic
value for both the
consumer and the brand owner. Artinya, branding adalah strategi
untuk membedakan
produk dan perusahaan, dan membangun nilai ekonomi baik bagi
konsumen dan
pemilik merek.
Dalam hal ini, branding yang Badan Otorita Borobudur lakukan
untuk
Deloano Glamping yaitu strategi yang mereka lakukan untuk
mengenalkan dan
membedakan identitas dari yang lain. Mereka membranding Deloano
Glamping
melalui media internet. Hal ini dilakukan karena mereka
mengikuti perkembangan
yang ada di masyarakat, dimana masyarakat akhir-akhir ini lebih
banyak
menggunakan media internet.
Place branding menjadi salah satu dari konsep yang paling
populer, umumnya
dalam pemasaran tempat dan khususnya daerah tujuan turis
(Avraham dan Ketter,
2008:16). Selanjutnya dalam Strategic Place Triangle, Place
branding ditempatkan
ke dalam elemen pemasaran value yang terdiri dari brand,
service, dan process, dan
merupakan cara untuk merebut heart share (hati pelanggan)
(Kartajaya dan
Yuswohady 2005:7).
Anholt memberikan kerangka untuk mengevaluasi efektivitas place
brand,
sekaligus sebagai perangkat yang terutama membantu dalam upaya
penetapan merek.
Komponen-komponen evaluasi tersebut adalah sebagai berikut
(Kavaratzis dan
Ashworth, 2010: 44):
1. The Presence, komponen ini menunjuk pada status internasional
suatu
kota dan seberapa besar orang mengenal kota tersebut.
2. The Place, komponen ini menunjuk pada aspek fisik, misalnya
seberapa
cantik dan menyenangkan kota tersebut.
3. The Potential, komponen ini menunjuk pada peluang kota
tersebut
untuk menawarkan berbagai aktivitas.
4. The Pulse, komponen ini menunjuk pada seberapa besar
ketertarikan
orang terhadap kota tersebut.
-
19
5. The People, komponen ini menguji populasi lokal dalam hal
keterbukaan, keramahan, juga masalah keamanan di dalam kota.
6. The Prerequisites, komponen ini berkaitan dengan kualitas
dasar dari
kota, standar dan biaya akomodasi serta kenyamanan publik.
2. Media yang digunakan Badan Otorita Borobudur dalam Place
Branding Deloano Glamping sebagai Destinasi Wisata
Dalam place branding Deloano Glamping ini, pemilihan media
yang
digunakan oleh Badan Otorita Borobudur sangatlah penting. Karena
melalui media
inilah, pesan disampaikan dari komunikator kepada komunikan.
Dalam hal ini
komunikatornya merupakan Badan Otorita Borobudur, sedangkan
komunikannya
merupakan khalayak yang dituju yaitu masyarakat atau wisatawan.
Media yang
digunakan oleh Badan Otorita Borobudur dalam place branding
Deloano Glamping
sendiri ada koran, televisi dan media sosial (instagram, twitter
dan youtube).
Dalam mempromosikan melalui koran, pihak Badan Otorita
Borobudur
mengundang pihak pers daerah Jawa Tengah – DIY, seperti tribun
jogja. Dengan
penggunaan media yang sesuai pada apa yang masyarakat gunakan,
diharapkan
pesan dibangunnya Deloano Glamping bisa sampai kepada masyarakat
dan
membuat mereka tertarik dan mengunjungi Deloano Glamping.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Badan Otorita
Borobudur
dalam Place Branding Deloano Glamping Purworejo sebagai
Destinasi Wisata dapat
diambil kesimpulan yaitu Badan Otorita Borobudur melakukan
berbagai tahapan
dengan tetap mempertahankan faktor penting strategi komunikasi
itu sendiri. Stretagi
tersebut yaitu berupa mengenal khalayak, menyusun pesan,
menetapkan metode, dan
pemilihan media komunikasi.
Pada pelaksanaannya, pihak Borobudur tidak hanya melakukan
branding
seorang diri melalui media, akan tetapi turut melibatkan
masyarakat, instansi dan juga
pihak media yang lain. Hal ini dilakukan dengan tujuan
memperluas jaringan,
-
20
sehingga lebih mudah dan membuat citra baik pada Badan Otorita
Borobudur itu
sendiri.
Pada penelitian ini, place branding yang dilakukan oleh Badan
Otorita
Borobudur sudah cukup baik, sudah sesuai apa yang mereka
rencanakan sejak
sebelum dibangunnya Deloano Glamping. Masyarakat sekitar bisa
menerima dengan
baik. Apabila masih ada masyarakat yang belum mengetahui
destinasi wisata ini, hal
ini karena Deloano Glamping sendiri baru dibuka pada tahun 2019
dan sempat tutup
sampai sekarang akibat pandemi.
Daftar Pustaka
Arifin, Anwar. 2006. Ilmu Komunikasi : Sebuah pengantar ringkas.
Jakaarta.
PT.Raja Grafindo Persada
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan
praktek.
Jakarta: Rineka Cipta
Avraham, Eli dan Eran Ketter. 2008. Media Strategics for
Marketign Places
in Crisis improving the image of cities, countries dan tourist
destinations. UK :
Elsevier
Buku Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2017,
Tentang
Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Borobudur
Bungin, Burhan.2012. Analisa data penelitian kualitatif.
Jakarta: Rajawali
Pers
Cahyaningtyas, June dan Sri Issundari. 2016. Place Branding
Dalam
Hubungan Internasional. Yogyakarta : Deepublish
Cangara, Hafied. 2004. Pengantar ilmu komunikasi . Jakarta: PT.
Raja
Grafindo Per sada.
Effendy, Onong Uchjana. 2009. Komunikasi teori dan praktek.
Bandung : PT
Remaja
Govers, Robert dan Frank Go. 2009. Place branding glocal,
virtual, and
physical identities, construcyed, imagined an experiences.
England : Palgrave
Macmilan
Jefkins, Frank. 2004. Public relations(edisi kelima). Jakarta.
Erlangga.
Kavaratzis, Mihalis dan Gregory Asworth. 2010. Towards effective
place
brand management branding european cities and regions. UK :
Edward Elgar
Publishing Limited
Mardikanto, Totok. 2010. Konsep-konsep pemberdayaan
masyarakat.
Cetakan 1. Surakarta. UNS Press.
-
21
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi penelitian kualitatif.
Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu pengantar. Bandung
:
Remaja Rosdakarya.
Palmer, Adrian. 2001. Principles of services marketing, 3rd
Edition.
McGraw- Hill Companies, UK
Rahmanto, Andre. 2020. City Branding : Strategi komunikasi
dalam
memasarkan potensi daerah. Malang : Empatdua Media
Ruslan, Rosady. 2003. Metode penelitian pr dan komunikasi.
Jakarata PT.
Raja Grafindo Persada.
Sugiyono, 2009, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan
r&d. Bandung :
Alfabeta.
Tjiptono, Fandy. 2015. Strategi pemasaran. Edisi 4. Yogyakarta :
Andi