BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmik-kwashiorkor. 1 Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah marasmik- kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. 1,2 Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita penyakit 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan
protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh.
Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi.
Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta
marasmik-kwashiorkor.1
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di
dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika
Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah marasmik-
kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita
gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara
berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
(balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan laporan provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami
gizi buruk dan data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005
memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah
terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi
terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.1,2
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut
saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang
mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita
penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh
secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara
tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan
di rumah tangga, pola asuh kurang memadai, dan sanitasi atau kesehatan lingkungan
kurang baik, serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut
berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan
kemiskinan keluarga.3
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala
klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberculosis
(TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka
1
kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18%
perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lainnya.4
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Definisi dari Gizi Buruk?
2. Bagaimana Epidemiologi Gizi Buruk?
3. Bagaimana Etiologi Gizi Buruk?
4. Bagaimana Faktor Risiko Gizi Buruk?
5. Bagaimana Klasifikasi Gizi Buruk?
6. Bagaimana Patofisiologi Gizi Buruk?
7. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Gizi Buruk?
8. Bagaimana Diagnosis Gizi Buruk?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Gizi Buruk
10. Bagaimana Komplikasi dari Gizi Buruk?
11. Bagaimana Prognosis Klinis dari Gizi Buruk?
1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, penulis mengambil tujuan sebagai
berikut:
1. Bagaimana Definisi dari Gizi Buruk.
2. Bagaimana Epidemiologi Gizi Buruk.
3. Bagaimana Etiologi Gizi Buruk.
4. Bagaimana Faktor Risiko Gizi Buruk.
5. Bagaimana Klasifikasi Gizi Buruk.
6. Bagaimana Patofisiologi Gizi Buruk.
7. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Gizi Buruk.
8. Bagaimana Diagnosis Gizi Buruk.
9. Bagaimana Penatalaksanaan Gizi Buruk.
10. Bagaimana Komplikasi dari Gizi Buruk.
11. Bagaimana Prognosis dari Gizi Buruk.
2
1.4 Manfaat
Melalui makalah ini, penulis mengharapkan dapat menambah pengetahuan
dokter muda mengenai penegakan diagnosis dan penatalaksanaan gizi buruk
secara komprehensif.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran.5 Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya
di bawah rata-rata.6 Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan
balita ditandai dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor (karena
kurang konsumsi protein) dan Marasmus (karena kurang konsumsi energi dan
protein).5
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat
kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.
Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh
terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,
pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1
Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen
Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran klinik
yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus
dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang tidak mencolok.7
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 diperkirakan
sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta
diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada
150.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus-kwashiorkor, yang memerlukan perawatan kesehatan yang intensif di
Puskesmas dan Rumah Sakit. Masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi hampir di
semua Kabupaten dan Kota. Pada saat ini masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari
440 Kabupaten / Kota di Indonesia yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat
badan menurut umur). Menurut WHO keadaan ini masih tergolong sangat tinggi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus
gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1%
anak memiliki kategori sangat pendek. Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita
4
pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada
Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%.
Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar
27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang,
dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah
berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah
10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).
2.3. Etiologi
Terdapat beberapa penyebab langsung yang dapat mengakibatkannya angka
kejadian gizi buruk yaitu tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi
juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi buruk. Demikian pula pada anak yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit.
Terdapat pula beberapa penyebab tidak langsung yang dapat
mengakibatkannya angka kejadian gizi buruk yaitu pertama, ketahanan pangan
keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah
maupun mutu gizinya. Kedua, pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap
keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental
dan sosial. Ketiga, pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem
pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah pemasukan kalori yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan metabolik (misalnya renal asidosis,
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya asupan protein yang
berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain
kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting
5
terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan
pengganti ASI. {enghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun
tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya. Infeksi derajat apapun dapat
memperburuk keadaan gizi.
Penyebab marasmik – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu
malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang
gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat.
Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat,
menurunnya absorbsi dan atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari
tubuh.
Gambar 1. Etiologi Gizi Buruk
2.4 Faktor Resiko Gizi Buruk
Banyak faktor resiko terjadinya gizi buruk pada balita diantaranya penyakit
infeksi, jenis kelamin, umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif,
imunisasi tidak lengkap, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah,
ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota keluarga yang
6
besar, perolehan imunisasi yang kurang, konsumsi protein yang kurang, dan lain-
lain.10
2.5 Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP (Kekurangan Energi Protein) diperlukan klasifikasi
menurut derajat beratnya KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai
berikut:
2.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS8
Klasifikasi KEP BB/U BB/TB
Ringan 70-80% 80-90%
Sedang 60-70% 70-80%
Berat <60% <70%
Table 1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS8
2.5.2 Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI
Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi badan (TB),
dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:8
BB/TB
(berat menurut tinggi)
TB/U
(tinggi menurut umur)
Mild 80 – 90 % 90 – 94%
Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %
Severe < 70 % <85 %
Table 2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan RI8
2.5.3 Klasifikasi Menurut Gomez (1956)
Klasifikasi ini berdasarkan berat badan individu dibandingkan dengan
berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur.8
Derajat KEP Berat badan % dari baku*
0 (normal) ≥90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%
Table 3. Klasifikasi KEP menurut Gomez8
7
2.5.4 Klasifikasi Menurut McLaren (1967)
McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan
pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin
atau total protein serum.8
Gejala klinis / laboratoris Angka
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g %
<1,00 <3,25 7
1,00-1,49 3,25-3,99 6
1,50-1,99 4,00-4,74 5
2,00-2,49 4,75-5,49 4
2,50-2,99 5,50-6,24 3
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0
Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren8
Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap
penderita:
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmic-kwashiorkor
9-15 angka = kwashiorkor
2.5.5 Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)
Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika cara
ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan mendapat
pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah. Seperti pada
penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas kwashiorkor yang
lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada tubuh pasien sudah
tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%, dengan gejala yang
seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.8
8
Berat badan %
dari baku
Edema
Tidak ada Ada
>60% Gizi kurang Kwashiorkor
<60% Marasmus Marasmik-Kwashiorkor
Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party8
2.5.6 Klasifikasi Menurut Waterlow (1973)Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat
terhadap tinggi mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi
menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan akan terganggu, hingga
anak akan menjadi pendek (stunting) untuk seusianya.8
Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%
Tabel 6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow8
2.5.7 Klasifikasi menurut Jelliffe
Jelliffe mengklasifikasikan malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB)
menurut umur (U) sebagai berikut:8
Kategori BB/U (% baku)
KEP I 90 – 80
KEP II 80 – 70
KEP III 70 – 60
KEP IV <60
Tabel 7. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe8
2.6 Patogenesis
Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
9
kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka
terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut atau ”decompensated malnutrition”). Pada
kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini
terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-
kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3
SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition).
Dengan demikian pada malnitrisi dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot,
penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan
tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.12
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian, disamping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada malnutrisi terdapat perubahan
nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,
dan protein, terutama protein otot.13,14
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihkan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan
meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan menyebabkan
atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelainan ini
merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan
energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi
maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan
sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.13,14
10
Gambar 2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor
2.7 Manifestasi Klinis
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang
11
tidak mencolok. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <60%
dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
Tabel 8. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor
Marasmus Kwashiorkor
Pertumbuhan berkurang atau
berhenti
Terlihat sangat kurus (vel over
been)
Penampilan wajah seperti
orangtua
Iga gambang, bokong baggy
pant, perut cekung, wajah bulat sembab
Perubahan mental, cengeng,
apati
Kulit kering, dingin, mengendor,
keriput
Lemak subkutan menghilang
hingga turgor kulit berkurang
Otot atrofi sehingga kontur
tulang terlihat jelas
Vena superfisialis tampak jelas
Ubun – ubun besar cekung
tulang pipi dan dagu kelihatan
menonjol
mata tampak besar dan dalam
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
Perubahan mental
sampai apatis
Anemia
Perubahan warna dan
tekstur rambut, mudah dicabut /
rontok
Gangguan sistem
gastrointestinal
Pembesaran hati
Perubahan kulit (crazy
pavement dermatosis)
Atrofi otot, lemah dan
berbaring terus-menerus
Ascites
Edema simetris pada
kedua punggung kaki, dapat
sampai seluruh tubuh.
Anoreksia berat
Diare
12
Gambar 3. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor10
2.8 Diagnosis
Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.
1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang,
serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang
umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula satu
atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.15,16
2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb
memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar,
kadar albumin serum sedikit menurun. Kadar elektrolit seperti Kalium dan
Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar Natrium,
Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah umumnya
rendah, asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah
ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino esensial plasma
menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan
dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan
yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan perlemakan yang berat. Pada
13
pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat dan
terdapat osteoporosis ringan. 15,16
3. Antropometri: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang atau tinggi