GIGI IMPAKSI RAHANG BAWAH DAN PENATALAKSANAANNYA I. DEFINISI GIGI IMPAKSI Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya berlawanan dengan gigi lainnya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GIGI IMPAKSI RAHANG BAWAH
DAN PENATALAKSANAANNYA
I. DEFINISI GIGI IMPAKSI
Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan
posisinya berlawanan dengan gigi lainnya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh
tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh
karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi
antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada
sisi yang lain sudah erupsi.
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang
seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup pada
rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut.
II. ETIOLOGI GIGI IMPAKSI
Etiologi dari gigi impaksi bermacam-macam di antaranya kekurangan ruang,
kista, gigi supernumerari, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali, dan kondisi
sistemik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah
ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi
adalah bentuk gigi. Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. Satu hal yang perlu
diperhatikan dan perlu diingat bahwa gigi permanen sejak erupsi tetap tidak berubah.
1
Pada umumnya, gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta
letaknya terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi pada saat gigi susu tanggal
tidak terjadi celah antargigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi
permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan
salah satu penyebab terjadinya impaksi.
Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh
karena faktor kekurangan ruang untuk erupsi. Hal ini dapat dijelaskan antara lain
jenis makanan yang dikonsumsi umumnya bersifat lunak, sehingga untuk mencerna
tidak memerlukan kerja yang kuat dari otot-otot pengunyah, khususnya rahang
bawah menjadi kurang berkembang.
Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab
terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang
normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa
hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri.
Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :
1. Tulang yang tebal serta padat
2. Tempat untuk gigi tersebut kurang
3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
4. Adanya gigi desidui yang persistensi
5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat
Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi karena :
1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal, dan lain-lain.
2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.
a. Berdasarkan Teori Filogenik
Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi
mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola
makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi
antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan, atau infeksi lokal.
Ada suatu teori yang menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari
zaman dahulu sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin kecil dan
ini menimbulkan teori bahwa rahang itu makin lama makin kecil, sehingga tidak
2
dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak dapat diterima,
karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila tempat untuk gigi
tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh secara normal misalnya
letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai
gigi terpendam, misalnya Bangsa Eskimo, Bangsa Indian, Bangsa Maori, dan
sebagainya.
Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa
sivilisasi mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu
bangsa maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang.
Kemajuan bangsa mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena
bangsa yang maju diet makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan
dibandingkan dengan bangsa yang kurang maju. Misalnya, bangsa-bangsa
primitif lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa
modern lebih sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang
memerlukan daya untuk mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan
stimulasi untuk pertumbuhan rahang.
b. Berdasarkan Teori Mendel
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara
lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi
susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu
sempit karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori
Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang
tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang
kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi
kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi.
c. Menurut Berger
Kausa Lokal
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
3
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan gigi yang prematur
7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling
gigi
8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena
inflamasi atau abses yang ditimbulkannya
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-
anak.
Kausa Umum
1. Kausa prenatal
a. Keturunan
b. Miscegenation
2. Kausa postnatal
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan
pada anak-anak seperti :
a. Ricketsia
b. Anemia
c. Syphilis kongenital
d. TBC
e. Gangguan kelenjar endokrin
f. Malnutrisi
3. Kelainan pertumbuhan
a. Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan atau
ketidakberesan pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan
persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi
permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi supernumerari
yang rudimeter.
b. Oxycephali
4
Suatu kelainan di mana terdapat kepala yang lonjong, diameter
muka belakang sama dengan dua kali kanan atau kiri. Hal ini
mempengaruhi pertumbuhan rahang.
c. Progeria
d. Achondroplasia
e. Celah langit-langit
III.GIGI YANG PALING SERING MENGALAMI IMPAKSI
Gigi impaksi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat.
Gigi impaksi merupakan sumber potensial yang terus-menerus dapat menimbulkan
keluhan sejak gigi mulai erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah
rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut bahkan
kadang-kadang dapat mempengaruhi estetis.
Gigi molar tiga adalah gigi yang paling akhir erupsi dalam rongga mulut,
yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar tiga
lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena seringkali tidak
tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Menurut Chu yang dikutip oleh
Alamsyah dan Situmarong, 28,3 % dari 7.468 pasien mengalami impaksi, dan gigi
molar tiga mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82,5%).
Adapun sumber lain yang menyebutkan bahwa erupsi gigi molar ketiga
rahang bawah banyak ditemukan pada pasien berusia 16 sampai dengan 21 tahun.
Disebutkan bahwa penyebab adanya kesulitan erupsi gigi adalah kurangnya atau
terbatasnya ruang untuk erupsi sehingga gigi molar ketiga bawah sering mengalami
impaksi.
Frekuensi gigi impaksi yang terjadi sesuai dengan urutan berikut.
1. Molar ketiga rahang bawah
2. Molar ketiga rahang atas
3. Kaninus rahang atas
4. Premolar rahang bawah
5. Kaninus rahang bawah
6. Premolar rahang atas
5
7. Insisivus sentralis rahang atas
8. Insisivus lateralis rahang atas
Perkembangan dan pertumbuhan gigi-geligi seringkali mengalami gangguan
erupsi, baik pada gigi anterior maupun gigi posterior. Frekuensi gangguan erupsi
terbanyak pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas maupun rahang bawah diikuti
gigi kaninus rahang atas. Gigi dengan gangguan letak salah benih akan menyebabkan
kelainan pada erupsinya, baik berupa erupsi di luar lengkung yang benar atau bahkan
terjadi impaksi. Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami kegagalan erupsi
ke bidang oklusal.
IV. TANDA ATAU KELUHAN GIGI IMPAKSI
Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi
impaksi. Dengan demikian, mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi
impaksi antara lain :
1. Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan warna kemerahan pada
gusi di sekitar gigi yang diduga impaksi.
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorpsi gigi tetangga.
3. Kista (folikuler).
4. Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama
(neuralgia).
5. Fraktur rahang (patah tulang rahang).
V. KLASIFIKASI UMUM GIGI IMPAKSI
Gigi impaksi diklasifikasikan menjadi :
1. Klasifikasi Menurut Pell & Gregory
6
a. Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan M2 dengan cara
membandingkan lebar mesio-distal M3 dengan jarak antara bagian distal
M2 ke ramus mandibula.
Kelas I : Terdapat ruang yang cukup untuk erupsi
Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.
Kelas II : Ruang untuk erupsi lebih kecil
Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.
Kelas III : Tidak terdapat ruang untuk erupsi
Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus
mandibula.
b. Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang
7
Posisi A
Bagian tertinggi dari gigi M3 sama atau lebih tinggi dari bidang oklusal
M2.
Posisi B
Bagian tertinggi dari gigi M3 berada di bawah bidang oklusal M2,
tetapi masih lebih tinggi daripada garis servikal M2.
Posisi C
Bagian tertinggi dari gigi M3 terletak di bawah garis servikal M2.
Kedua klasifikasi ini biasanya digunakan berpasangan. Misalnya, Klas I
tipe B artinya panjang mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak
distal molar kedua ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah
garis oklusal tetapi masih di atas servikal gigi molar kedua.
2. Klasifikasi Menurut George Winter
Berdasarkan posisi gigi M3 terhadap gigi M2
a. Vertikal
b. Horizontal
c. Inverted
d. Mesioangular (miring ke mesial)
e. Distoangular (miring ke distal)
f. Buccoangular (miring ke bukal)
g. Linguoangular (miring ke lidah)
h. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position
8
3. Klasifikasi Menurut Archer
Acher memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas.
a. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi Pell dan Gregory.
Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.
Kelas A
Bagian terendah gigi molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.
Kelas B
Bagian terendah gigi molar ketiga berada di atas garis oklusal molar
kedua, tetapi masih di bawah garis servikal molar kedua.
Kelas C
Bagian terendah gigi molar ketiga lebih tinggi daripada garis servikal
molar kedua.
b. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi George Winter.
Berdasarkan hubungan molar ketiga dengan sinus maksilaris.
Sinus Approximation
Bila tidak dibatasi tulang atau ada lapisan tulang yang tipis di antara
gigi impaksi dengan sinus maksilaris.
Non Sinus Approximation
9
Bila terdapat ketebalan tulang yang lebih dari 2 mm antara gigi molar
ketiga dengan sinus maksilaris.
4. Klasifikasi Impaksi
a. Gigi Kaninus (C) Rahang Atas
Klas I
Gigi berada di palatum dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi
vertikal.
Klas II
Gigi berada di bukal, dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi
vertikal.
Klas III
Gigi dengan posisi melintang, korona di palatinal, akarnya melalui atau
berada di antara akar-akar gigi tetangga dan apeks berada di sebelah
labial atau bukal di rahang atas atau sebaliknya.
Klas IV
Gigi berada vertikal di prosessus alveolaris di antara gigi insisivus dan
premolar.
Klas V
Impaksi kaninus berada pada edentolous (rahang yang ompong).
b. Gigi Kaninus (C) Rahang Bawah
Level A
Mahkota gigi kaninus terpendam berada di servikal line gigi
sebelahnya.
Level B
Mahkota gigi kaninus terpendam berada di antara garis servikal dan
apikal akar gigi di sebelahnya.
Level C
Mahkota gigi kaninus terpendam berada dibawah apikal akar gigi
sebelahnya.
10
5. Klasifikasi Impaksi Gigi Premolar (P)
Impaksi Premolar sering terjadi karena pencabutan prematur dari gigi
molar desidui. Dibanding gigi Premolar satu, lebih sering terjadi pada gigi
Premolar dua karena Premolar dua lebih lama erupsinya.
Impaksi pada Premolar mandibula lebih sering mengarah ke lingual dari
pada ke bukal, sedangkan pada maksila lebih sering ke palatinal daripada ke
bukal. Letaknya lebih sering vertikal, daya erupsinya lebih besar. Jika korona
belum nampak di rongga mulut dan gigi terletak di arkus dentalis maka
pengambilan gigi diambil dari bukal.
VI. PERTUMBUHAN MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
Gigi geraham bungsu bawah adalah gigi terakhir pada lengkung mandibula
dan gigi kedelapan dari garis tengah. Ia membantu gigi-geligi molar bawah lain
dalam mengelilingi dan menghancurkan makanannya, walaupun sering ia tidak dapat
melakukan fungsinya karena posisinya yang buruk, misalnya impaksi. Karena alasan
ini banyak contoh gigi molar ketiga praktis tampak tidak terkikis.
Kronologi pertumbuhan gigi molar ketiga yaitu :
a. Tahap inisiasi, terjadi pada umur 3,5-4 tahun. Tahap inisiasi adalah permulaan
pembentukan kuntum gigi (bud) dari jaringan epitel mulut.
b. Kalsifikasi dimulai, pada umur 8-10 tahun.
c. Pembentukan mahkota, pada umur 12-16 tahun.
d. Tahap erupsi, pada umur 17-21 tahun.
e. Pembentukan akar selesai, terjadi pada umur 18-25 tahun.
Rata-rata gigi molar ketiga bawah mengalami kalsifikasi pada usia 9 tahun
dan erupsi penuh pada usia 20 tahun. Proses pembentukan akar sempurna terjadi
pada usia 22 tahun. Dengan keluarnya gigi molar ketiga, maka selesailah proses
erupsi aktif gigi tetap.
Puncak tonjol mesial dan distal dari gigi molar ketiga bawah dapat
diidentifikasi pada usia kurang dari 8 tahun. Kalsifikasi enamel lengkap terjadi pada
usia 12 sampai 16 tahun. Erupsi terjadi antara usia 15 sampai 21 tahun atau lebih dan
akar terbentuk lengkap antara usia 18 sampai 25 tahun.
11
Molar ketiga bawah klasik mempunyai bentuk mahkota yang sangat mirip
dengan molar kedua bawah, dengan 4 cusp dan morfologi molar bawah yang khas
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi dengan lebih banyak fisura tambahan
yang berjalan dari fossa sentral. Seperti pada gigi geraham bungsu atas, bentuk
dasarnya menjadi sasaran banyak variasi.
Bila dilihat dari permukaan oklusal, kecembungan permukaan bukal yang
jelas mudah dibedakan dari permukaan lingual yang lebih datar. BagIan oklusal
peripheral secara keseluruhan serupa dengan molar bawah lain yang secara kasar
berbentuk bujur atau empat persegi, tetapi sudutnya cenderung lebih membulat
sampai tingkat beberapa molar ketiga bawah mempunyai bagan oklusal hampir
bundar. Lebar bukolingual gigi ini terkecil pada ujung distal.
Pada dasarnya dua akar, satu mesial dan satu distal, mirip dengan molar
bawah lain, kecuali bahwa ia lebih pendek dan tidak berkembang baik atau bisa
cenderung saling berfusi menjadi satu massa kerucut dalam beberapa kasus.
Lengkungan akar selalu ke distal, dan biasanya lebih besar daripada molar kedua
bawah. Dengan cara yang sama, lengkungan akar molar kedua bawah distal lebih
jelas daripada molar pertama bawah.
VII. KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA RAHANG
BAWAH
1. Berdasarkan Sifat Jaringan
Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. Impaksi jaringan lunak
Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang
mencegah erupsi gigi secara normal. Hal ini sering terlihat pada kasus
insisivus sentral permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini yang
disertai trauma mastikasi menyebabkan fibromatosis.
b. Impaksi jaringan keras
12
Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan
oleh tulang sekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di
sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap
jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah tulang secara
ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong sebelum dicabut.
2. Klasifikasi Pell dan Gregory
Pell dan Gregory menghubungkan kedalaman impaksi terhadap bidang
oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan
dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara
permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam
pendekatan lain.
a. Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula
Klas I
Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara
batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua.
Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang potensial
untuk tempat erupsi Molar ketiga.
Klas II
Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak
adekuat untuk erupsi gigi. Sebagai contoh, diameter mesiodistal gigi
13
lebih besar daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di sebelah
distal M.
Klas III
Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula-akses yang sulit. Pada
klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.
b. Berdasarkan jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi
Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan
kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal Molar kedua di
sebelahnya.
Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang bawah :
Posisi A
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan
oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga yang impaksi
berada pada atau di atas garis oklusal.
Posisi B
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servical dan
bidang oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga di
bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal Molar kedua.
Posisi C
Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi
molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila.
Mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal.
14
3. Klasifikasi Winter
Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga
mandibula berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar
kedua mandibula. Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda
seperti impaksi vertikal, horizontal, inverted, mesioangular, distoangular,
bukoangular, dan linguoangular. Quek et al mengajukan sebuah sistem
klasifikasi menggunakan protractor ortodontik. Dalam penelitian mereka,
angulasi dideterminasikan menggunakan sudut yang dibentuk antara pertemuan
panjang aksis gigi molar kedua dan ketiga. Mereka mengklasifikasikan impaksi
gigi molar ketiga mandibula sebagai berikut:
a. Vertikal (10 sampai dengan -10)
b. Mesioangular (11 sampai dengan -79)
c. Horizontal (80 sampai dengan 100)
d. Distoangular (-11 sampai dengan -79)
e. Lainnya (-111 sampai dengan -80)
Teori didasarkan pada inklinasi impaksi gigi molar ketiga terhadap