Page 1
GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN
PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA
(ABAD XIX-XX)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Nurmalitasari
NIM : 121314009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 2
i
GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA:
PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA
(ABAD XIX-XX)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Nurmalitasari
NIM : 121314009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 3
ii
SKRIPSI
GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA:
PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA
(ABAD XIX-XX)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 4
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 5
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebagai ungkapan kasih, skripsi ini saya persembahkan kepada:
Kepada Allah SWT.
Kepada orang tua yang saya cintai.
Kedua kakak saya yang telah mendukung dan memberi semangat.
Sahabat-sahabat saya, Vega, Cimol, Tiwul, Lingga yang telah memberi
semangat dan dukungan agar skripsi ini cepat selesai.
Pacar saya Gibran yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2012 yang telah berjuang
bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 6
v
MOTTO
Masa depan adalah milik mereka yang percaya akan keindahan impian-impian
mereka.
( Eleanor Rosevelt)
Hidup adalah sebuah pulau, karangnya harapan, pepohonannya mimpi, bunga-
bunganya kesepian, mata airnya semangat. Dan ia di tengah lautan sendiri dan
kesepian.
( Kahlil Gibran)
Janganlah berdoa untuk hidup yang mudah, tetapi berdoalah untuk menjadi
manusia yang tangguh.
( John F. Kennedy)
In order to succeed, we must believe that we can.
(Michael Korda)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 7
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya
sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Penulis
Nurmalitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 8
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma
Nama : Nurmalitasari
Nomor Mahasiswa : 121314009
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA:
PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA
( ABAD XIX-XX)
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya
memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk
menyimpan, mengalihkannya dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini
yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 20 Juni 2016
Yang menyatakan
Nurmalitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 9
viii
ABSTRAK
GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA:
PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA
( ABAD XIX-XX)
Oleh:
Nurmalitasari
Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa tiga
permasalahan pokok, yaitu: (1) latar belakang gerakan Samin melawan
kolonialisme Belanda di Blora; (2) dinamika gerakan Samin melawan
kolonialisme Belanda; (3) dampak gerakan Samin.
Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual
dengan tahapan: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi
dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
multidimensional yaitu ilmu sosial-ekonomi dengan model penulisan deskriptif
analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya gerakan Samin
merupakan akibat dari berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Belanda di
Indonesia termasuk di Blora terkait dengan penguasaan hutan. (2) Dinamika
gerakan samin menunjukkan perkembangan pengikut yang semakin pesat dan
ajaran-ajaran Samin Surosentiko yang merupakan hasil gagasan orisinalnya
terhadap permasalahn terkait dengan keselamatan masyarakat Blora. (3) Dampak
dari gerakan Samin, pada akhirnya melahirkan komunitas masyarakat yang hingga
kini masih menghidupi prinsip Saminisme.
Kata Kunci : Samin, Kolonialisme, Belanda, Perlawanan Petani, Blora
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 10
ix
ABSTRACT
SAMIN MOVEMENT AGAINST DUTCH COLONIALISM:
FARMER RESISTANCE OF FOREST AREA IN BLORA
( ABAD XIX-XX)
By:
Nurmalitasari
Universitas Sanata Dharma
2016
This aims the research is to describe and analyze three main topics,
namely: (1) background of Samin movement against Dutch colonialism in Blora;
(2) the dynamics of the Samin movement against Dutch colonialism; (3) the
impact of Samin movement.
This research used hitsorical factual methods. The stages of this method
are: choosing the topics, collecting the sources, verivication, interpretation, and
historiography. The approach used is a multidimensional approach, namely social
sciences-economic. The type of the writing is descriptive analysis.
The result of this research showed that (1) the emergenc of Samin
movement is the result of policies implemented by the Dutch in Indonesia
including in Blora related to forest tenure. (2) The dynamics of movement
followers Samin shows the development of increasingly rapid and teachings
Samin Surosentiko which is the result of the original idea of the problems related
to public safety of people in Blora. (3) The impact of the Samin movement
eventually led to communities that still support the Saminisme principle.
Keywords : Samin, Colonialism, The Netherland, Farmer Resistance, Blora
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 11
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Gerakan Samin Melawan Kolonialisme Belanda: Perlawanan
Petani Kawasan Hutan Di Blora ( Abad XIX-XX)”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata
Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan
Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah sabar
membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran,
serta masukan selama penyusunan skripsi.
4. Drs, Y.R. Subakti, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan kepada
penulis selama proses studi.
5. Seluruh dosen dan sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang
telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan
studi di Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 12
xi
6. Kedua orang tua penulis yang telah banyak memberi dorongan spiritual
dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas
Sanata Dharma.
7. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2012 yang
telah memberikan dukungan, bantuan, serta insiprasi dalam menyelesaikan
skripsi.
8. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang turut
membantu penulis menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Penulis
Nurmalitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 13
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................... . ......................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN. ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 6
D. Manfaat Penulisan .......................................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7
F. Landasan Teori .............................................................................................. 13
G. Metodologi Penelitian .................................................................................... 29
H. Sistematika Penulisan .................................................................................... 33
BAB II LATAR BELAKANG GERAKAN SAMIN ............................................ 35
A. Penguasaan Hutan oleh Belanda di Jawa ...................................................... 35
B. Hukum Pengelolaan Hutan pada Masa Kolonial Belanda ............................. 41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 14
xiii
C. Arti Penting Hutan bagi Masyarakat Blora .................................................... 44
D. Faktor Ekonomi .............................................................................................. 48
BAB III DINAMIKA GERAKAN SAMIN .......................................................... 52
A. Muncul dan Berkembangnya Gerakan Samin................................................ 52
B. Samin dan Ajaran Ketuhanan.............. ...... .................................................... 56
C. Gerakan Tanpa Kekerasan ............................................................................. 59
D. Bahasa sebagai Simbol Perlawanan ............................................................... 65
BAB IV DAMPAK GERAKAN SAMIN ............................................................... 69
A. Munculnya Masyarakat Samin ...................................................................... 69
B. Identitas Diri Masyarakat Samin .................................................................... 72
C. Moral Ekonomi Masyarakat Samin ............................................................... 74
BAB V KESIMPULAN ......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 80
LAMPIRAN ............................................................................................................ 84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 15
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Peta Persebaran Gerakan Samin ........................................................... 84
Lampiran 2 : Perangkat Pembelajaran .................................................................... 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan Samin muncul akibat semakin beratnya beban masyarakat akibat
kekuasaan pemerintah Belanda ketika berkuasa di Randublatung, kabupaten
Blora. Pihak kolonial berusaha menggali sumber daya alam sebanyak-banyaknya
di daerah jajahan. Aktivitas yang demikian ini memunculkan kesengsaraan rakyat.
Terjadinya berbagai penderitaan memunculkan gerakan protes masyarakat,
termasuk di daerah Blora.
Di daerah Blora, protes rakyat dilakukan oleh sekelompok masyarakat
yang ingin mempertahankan kawasan hutan jati yang telah menjadi sendi
kehidupan mereka. Memburuknya keadaan ekonomi masyarakat semakin
mempercepat terjadinya aksi protes. Salah satu gerakan protes yang pernah terjadi
di Blora adalah Gerakan Samin, sebuah gerakan protes petani yang anggotanya
terdiri dari petani kaya maupun petani miskin.
Perlawanan petani di Blora ini muncul seiring dengan menguatnya
hegemoni1 kekuasaan Pemerintah Belanda terhadap kehidupan rakyat. Dalam
kasus Blora, pemberlakuan pajak atas tanah serta alih fungsi hutan dari hutan
rakyat menjadi hutan negara telah mempersempit akses petani terhadap hutan.
1 Chris Barker, Cultural Studies, Teori dan Praktik, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2000, hlm. 62.
Kebudayaan dikonstruksikan beragam aliran yang mencakup idiologi dan bentuk kultural. Namun
demikian, terdapat unsur makna yang dipandang sebagai induk dan bersifat dominan. Proses
penciptaan, peneguhan, dan reproduksi makna dan praktik otoritatif disebut hegemoni. Hegemoni
berarti situasi di mana suatu blok historis kelas berkuasa menjalankan otoritas sosial dan
kepemimpinan atas kelas-kelas subordinat melalui kombinasi antara kekuasaan dengan
persetujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 17
2
Seorang tokoh yang berperan penting dalam perlawanan petani Blora
adalah Samin Surosentiko yang pada waktu itu merupakan pemimpin gerakan. Ia
dilahirkan pada tahun 1859 di desa Ploso, Kediren, Randublatung, Kabupaten
Blora, Jawa Tengah.2 Ayahnya bernama Raden Surowijoyo. Nama asli Samin
sendiri adalah Raden Kohar, kemudian diubah menjadi Samin. Nama Samin
dipilih karena lebih bernafaskan kerakyatan.3
Gerakan Samin secara historis muncul pada tahun 1889, ketika Samin
mulai menentang kolonialisme Belanda di kabupaten Blora. Ia mampu
mengumpulkan masa untuk sama-sama melakukan perlawanan. Samin
mengawali perlawanannya dalam bentuk tanpa kekerasan. Sebuah konsep
penolakan terhadap praktek Belanda dan kapitalisme yang muncul pada masa
penjajahan Belanda pada abad ke-19 di Kabupaten Blora.
Sebagai gerakan yang cukup besar, gerakan ini tumbuh sebagai
perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah yang
digunakan untuk perluasan hutan jati. Ketika intervensi Belanda di dalam
kehidupan desa menjadi langsung dan intensif pada akhir abad ke-19, gagasan
perlwanan dengan bayangan gagasan millenarian nampak jelas. Van der Kroef
mengkatagorikan gerakan Samin di antara lima gagasan mileniarisme.4 Kategori
2 Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger
Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm.18.
-Titi Mumfangati dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora,
Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004, hlm.22. 3 Andrik Purwasito, Agama....op.cit,hlm.18.
4 Gagasan Milenari adalah harapan akan datangnya pemimpin yang adil serta sebuah sistem
kenegaraan yang adil yang dapat membuat ketentraman serta kemakmuran. Kelima kategori
gagasan milenarian menurut van der Kroef adalah; (1) ramalan-ramalan Jayabaya, (2) Paswara
Bali, (3) kompleks Erucakra-Ratu Adil-Mahdi, (4) gerakan Samin dan Samat, (5) aliran-aliran
mesianik di Indonesia yang sudah merdeka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 18
3
khusus atas gerakan Samin dimungkinkan karena perlawanan Samin dan
pengikutnya memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh perlawanan yang lain.
Tempat kelahiran Samin yakni di desa Ploso Kadiren, Randublatung,
Blora memang merupakan penghasil kayu jati terbaik di Jawa. Struktur tanah
yang berkapur dan kering menyebabkan tanah di Blora dan beberapa wilayah di
seputar Karesidenan Rembang sangat cocok bagi jenis tanaman ini. Pada tahun
1920, proporsi luasan tanah yang dikuasai negara di kabupaten Blora mencapai
40% dari total wilayah kabupaten tersebut. Ini merupakan proporsi paling tinggi
bagi setiap kabupaten di Jawa kala itu.5
Pada tahun 1903-1905 pengikut Samin berjumlah 772 orang yang tersebar
di 34 desa di Kabupaten Blora. Pada waktu itu pula, Samin sebagai pemimpinnya
sudah dapat menggerakkan anggotanya untuk bertindak melawan pemerintah
kolonial atau pengawas desa dengan cara mengasingkan diri dan tidak tunduk
pada aturan desa terutama dalam membayar pajak.6
Pada tahun 1907, pengikut Samin mencapai 5000 orang dan kekuatan
mereka dianggap membahayakan pemerintah. Terlebih lagi, mereka akan
membangun kekuatan untuk memberontak.7 Rumor tentang akan adanya
pemberontakan Samin dan pengikutnya dihembuskan oleh Controleur.8 Pada
5 Harry J. Benda dan Lance Castles, The Samin Movement. Dalam Bijdragen Tot De Taal Land-en
Volkenkunde, 1969, hlm. 221. 6 Ibid, hlm. 19.
7 Ibid, hlm. 20.
8 Controleur merupakan pejabat terendah dari korps pangreh praja Eropa. Jabatan kewilayahan
yang dipegang orang Eropa adalah Gubernur Jendral, Gubernur, asisten Residen, dan Controleur.
Tugas dari Controleur adalah membantu Asisten Residen untuk mengawasi para Bupati serta
memberikan laporan pengawasan kewilayahann ya tersebut kepada Asisten Residen untuk
disampaikan kepada Residen. Lihat Hanis Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik, Pemerintahan dan
Otonomi Daerah) Jakarta: Grasindo. hlm.132-134.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 19
4
tahun itu pula Samin dinobatkan oleh pengikunya sebagai ratu adil dengan gelar
Prabu Panembahan Surya Alam.9
Didengar kabar pada 1 Maret 1907 pengikut Samin akan mengadakan
perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Karena kabar ini, kontrolir
Belanda melakukan penangkapan atas sejumlah pengikut Samin yang pada saat
itu sedang mengadakan selametan salah satu keluarga di Kedungtuban.
Selametan kerabat ini dianggap jika orang-orang Samin sedang melakukan
persiapan perlawanan kepada kolonial Belanda. Saat itu Samin sendiri sedang
berada di Rembang. Ketika tertangkap, Samin beserta delapan pengikutnya
diinterogasi dan diasingkan ke Sumatera.10
Pada tahun 1911 sampai 1914, ajaran Samin meluas ke wilayah Grobogan
dan Pati. Mereka menyosialisasikan gerakan dengan tidak membayar pajak
bahkan melakukan aksi kekerasan melawan aparat kolonial Belanda, termasuk
polisi dan lurah. Periode ini dianggap sebagai periode puncak gerakan Samin atau
disebut geger Samin.11
Pada tahun 1916, pengikut Samin meluas ke wilayah Kudus. Ini diawali
dengan kegagalan penyebaran ajaran itu di Tuban. Perluasan ajaran Samin terus
berlangsung yang ditandai dengan kepemimpinan Pak Engkrek di wilayah
9Ibid., hlm.19.
10Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah,Yogyakarta,
2004, hlm.23. 11
Geger Samin terjadi karena Belanda menaikkan pajak yang semakin mencekik masyarakat. Di
Grobogan, pengikut Samin tidak mau lagi menghormati Pamong Desa dan pemerintah kolonial
Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 20
5
Grobogan dan Mbah Engkrek di wilayah Blora. 12
Sejarah dari perjuangan oleh
Mbah Engkrek inilah yang sampai sekarang masih menyisakan tradisi ajarannya.
Setelah Samin ditangkap serta meninggal di Padang pada 1914,
perlawanan masyarakat tidak berhenti. Pengikut maupun kerabat dekatnya
meneruskan perlawan di beberapa daerah sekaligus menyebarkan ajaran Samin.
Di Randublatung seorang bernama Samat telah menggantikan Samin dan
mengumumkan datangnya dua Ratu Adil sekaligus, yang satu dari timur dan
yang lain dari barat.
Dalam perkembangannya, ajaran Samin mulai meluas dan berkembang
hingga mampu menciptakan sebuah komunitas masyarakat atau yang lebih
dikenal sebagai masyarakat Samin. Sebuah komunitas masyarakat yang sering
menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya karena keluguan dan kepolosannya.
Terlepas dari anggapan banyak orang, masyarakat Samin adalah komunitas
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan moral kehidupan yang lebih baik.
Penelitian ini mencoba menguraikan hubungan antara Samin dan
pengikutnya dengan hutan jati di Jawa abad XIX. Hubungan tersebut terutama
antara penduduk dengan pengelola hutan jati saat itu yakni pemerintah kolonial
Belanda. Dalam konteks sumber daya hutan, muncul berbagai peraturan hutan
jati oleh pemerintah Belanda. Samin memiliki dua prinsip pemerintahan hutan
yakni kelestarian serta dapat dimanfaatkan semua orang. Hipotesis awal dari
penelitian ini adalah penerapan dari prinsip-prinsip Samin atas pengelolaan
12
Ibid., hlm.19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 21
6
sumber daya alam yang terganggu oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah
kolonial Belanda, sehingga muncul adanya perlawanan petani pengikut Samin.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa saja latar belakang munculnya gerakan Samin dalam melawan
kolonialisme Belanda di wilayah Blora?
2. Bagaimana dinamika gerakan Samin dalam melawan kolonialisme Belanda di
wilayah Blora?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari gerakan Samin dalam melawan
kolonialisme Belanda di wilayah Blora dan sekitarnya?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Menjelaskan latar belakang munculnya Gerakan Samin melawan pemerintah
kolonial Belanda.
2. Mendeskripsikan dinamika Gerakan Samin pada masa kolonial Belanda.
3. Menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari Gerakan Samin beserta
pengikutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 22
7
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Membantu civitas akademika lainnya untuk melihat perjuangan masyarakat
kecil di Indonesia yang selama kurun waktu belakangan masih kurang
produktif. Perjuangan Samin dan pengikutnya sendiri masih dapat kita jumpai
hingga saat ini.
2. Bagi Dunia Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Memberikan sumbangan dalam menganalisa gerakan masyarakat bawah
dalam menentang praktek kolonialisme di daerah mereka.
3. Bagi penulis
Membantu penulis memahami bagaimana Samin dan pengikutnya
memperjuangkan hidupnya di bawah tekanan kolonial hingga mampu eksis
hingga sekarang.
4. Bagi Masyarakat Luas
Memperluas pengetahuan tentang dinamika rakyat kecil di Blora pada masa
pemerintah kolonial Belanda. Selama ini sejarah orang-orang kecil jarang
dibahas dalam buku-buku sejarah sekolah.
E. Tinjauan Pustaka
Sebagai suatu ilmu yang mempelajari masa lalu umat manusia, studi
sejarah menggunakan rekam peristiwa masa lalu sebagai sumber sejarah yang
akan ditelitinya. Rekaman peristiwa masa lalu berupa buku dan media cetak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 23
8
lainnya, digunakan dalam penulisan skripsi ini. Dikarenakan keterbatasan
pengetahuan dalam menemukan sumber primer, maka sumber yang digunakan
dalam penulisan ini adalah sumber sekunder, yaitu sumber yang berasal dari
tangan kedua.
Beberapa buku yang digunakan antara lain Hutan Kaya, Rakyat Melarat:
Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa13
karya Nancy Lee Peluso.
Buku ini memberikan gambaran seputar politik kehutanan serta sikap resistensi
masyarakat sekitar hutan dalam menanggapi perkembangan model penguasaan
dan pengelolaan hutan jati di Jawa. Menurut Nancy, nilai-nilai masyarakat Samin
berpusat pada akses hutan pertanian. Kebanyakan petani pengikut Samin adalah
petani penggarap yang memiliki lahan. Banyak dari mereka adalah keturunan dari
cikal bakal atau pendiri desa dan pembuka hutan.14
Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris15
karya Denys Lombard. Pada masa kerajaan sebelum kedatangan VOC tidak
berarti belum ada peraturan perlindungan hutan. Pada masa pemerintahan Sultan
Agung di kerajaan Mataram telah terdapat sejumlah cagar alam untuk melindungi
buruannya dari pembabatan hutan. Menurut Lombard, pembabatan hutan
dilakukan hanya jika diperlukan perluasan pemukiman dan lahan pertanian, itu
saja masih kecil luasannya. Lazimnya, cagar alam hanya untuk hutan rimba,
bukan hutan yang sering digunakan penduduk untuk mendukung kehidupan
agrarisnya.
13
Nancy Lee Peluso,Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di
Jawa,Jakarta,KOPHALINDO,2006. 14
Ibid., hlm.124. 15
Dennys Lombard,,Nusa Jawa Silang Budaya: Warisan kerajaan-kerajaan Konsentris,Jakarta:
PT.Gramedia,2008.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 24
9
Denys Lombard menambahkan, sistem pengetahuan Samin dan
pengikutnya terhadap keberadaan hutan berhubungan langsung dengan cerita
pewayangan yang dianggap memiliki keterkaitan dengan tanah Jawa. Dalam
cerita pewayangan , terdapat pemisahan yang jelas antara hutan dan cerang yakni
tanah lapang atau pemukiman. Hutan, di satu sisi merupakan tempat yang penuh
bahaya, dihuni oleh bangsa raksasa atau buta pemakan manusia. Namun di sisi
lain hutan juga sebagai tempat tinggal sang resi yaitu tokoh yang penuh dengan
kebajikan dan kesaktian.
Buku Sistem Tanam Paksa di Jawa16
karangan Robert van Niel,
menguraikan bagaimana pemerintah menerapkan sistem kolonial di Jawa pada
abad ke-19. Buku ini menjelaskan tentang kajian sosial dan ekonomi modern yang
dipraktikkan negara kolonial yang hidup berdampingan dengan sistem ekonomi
tradisional. Kajian sosial dan ekonomi abad ke-19 menunjukkan bahwa ekonomi
subsistensi17
mengalami gangguan yang serius akibat praktik-politik kolonial.
Menurut pengarang, gerakan-gerakan protes petani di Jawa abad ke-19 mau tidak
mau harus dikembalikan pada praktik kolonial yang diterapkan oleh pemerintah
kolonial Belanda.
Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di
Jawa dari Masa ke Masa18
karya Sediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan
16
Robert van Niel, 2003, Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta, LP3ES. Umumnya tanah-tanah
yang diperluas menjadi milik individu ini merupakan tanah-tanah yang selama masa awal Tanam
Paksa tidak dikenakan beban sewa tanah atau dapat dikatakan merupakan tanah simpanan. Tanah
ini kemudian diperluas menjadi milik individu karena tuntutan untuk peningkatan produksi Tanam
Paksa 17
Suatu masyarakat primitif yang kegiatannya sangat terbatas dan setiap rumah tangga. 18
Sediono M.P Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola
Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa, Jakarta,Yayasan Obor Indonesia, 1994.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 25
10
Wiradi menjelaskan tentang ekonomi desa di Jawa terkait dengan tanah sebagai
sarana utama gerak ekonomi. Tanah sebagai sarana produksi pertanian memiliki
pengaturan-pengaturan dalam pola penguasaannya. Secara umum pola
penguasaan tanah di Jawa abad XIX dapat digolongkan menjadi dua yakni tanah
individual (tanah pribadi) dan komunal (tanah milik bersama).
Buku karangan James. C. Scott dengan judul Perlawanan Kaum Tani19
,
mencatat bahwa buruh tani yang masih berakar pada dusun menganut ikatan
guyub dimana daya swakarsa perorangan atau kolektif mampu mempertahankan
ketahanan mereka. Keterlibatan buruh tani di luar dusun umumnya tidak terlepas
dari perantaraan patron baru. Gotong royong petani Jawa disimpulkan oleh Scott
sebagai bentuk resistensi sekaligus tindakan bertahan hidup atas tekanan dari
pihak luar. Moral ekonomi petani mengandaikan kolektifitas kebertahanan hidup
melalui praktek-praktek seperti sistem bagi hasil dan selamatan yang dilakukan
oleh petani kaya sebagai tanda pembagian rezeki.
Pemberontakan Petani Banten menjadi sumber penulisan yang dipakai
selanjutnya. Tesis karya Sartono Kartodirdjo20
ini menjelaskan dinamika protes
petani di Banten sebagai reaksi atas kolonisasi yang pernah terjadi. Tujuan
pertama studi ini adalah membahas aspek-aspek dari gerakan sosial yang
melibatkan lapisan-lapisan luas rakyat biasa di Indonesia. Studi kasus mengenai
gerakan-gerakan sosial ini tidak hanya bertujuan menyampaikan informasi faktual
mengenai pemberontakan petani di Banten pada 1888, melainkan juga
dimaksudkan sebagai sumbangsih kepada usaha-usaha untuk menjelaskan proses
19
James. C. Scott, Perlawanan Kaum Tani, Yayasan Obor Indonesia,1993. 20
Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, Pustaka Jaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 26
11
sosial umumnya di Indonesia pada abad XIX. Menurut Sartono, pemahaman
mengenai hakikat gerakan-gerakan sosial di masa lampau sering kali dapat
diterapkan kepada studi mengenai gerakan-gerakan di masa sekarang dan masa
yang akan datang.
Potret kehidupan petani Indonesia merupakan sebuah kajian yang menarik
dari masa ke masa. Banyak penulis maupun peneliti mengkaji topik-topik yang
berkaitan dengan dinamika kehidupan petani. Syahrul Kirom dalam tesisnya
berjudul Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika: Relevansinya
Bagi Pengembangan Bangsa21
memberikan suatu analisa mengenai dinamika
kehidupan petani Samin dalam melawan kolonialisme Belanda dan juga dampak
dari ajaran Samin Surosentiko bagi masyarakat Blora. Syahrul mengatakan,
masyarakat Samin merupakan salah satu komunitas tertentu yang sudah ada sejak
zaman kolonial Belanda. Masyarakat Samin yang ada di Jawa merupakan warisan
dari nilai-nilai luhur budaya Nusantara.
Buku Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan
Tengger22
karya Dr.Andrik Purwasito, DEA, menjelaskan tentang komunitas
masyarakat Samin dan Tengger. Kedua komunitas ini menurut Andrik merupakan
potret masyarakat yang memiliki semangat revolusioner. Apa yang dilakukan
masyarakat Samin pada mulanya merupakan sebuah perlawanan terhadap
penguasa Belanda yang dianggapnya telah menginjak-injak martabat
21
Syahrul Kirom, Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika:Relevansinya Bagi
Pengembangan Bangsa,Yogyakarta,Universitas Gadjah Mada,2011, hlm.9. 22
Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan
Tengger,Yogyakarta,LkiS, 2003.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 27
12
kemanusiaan. Masyarakat Samin melawan dengan joke-joke dan perilaku yang
sangat cerdas. Mereka sangat kuat memegang identitas dan kemandiriannya.
Suripan Sadi Hutomo dalam studinya tentang Samin dan Ajaran-
ajarannya23
menjelaskan mengenai ajaran-ajaran Samin. Temuan Suripan ini
sangat penting untuk melihat beberapa segi seputar nilai-nilai kehidupan
masyarakat Samin. Selain itu, temuan Suripan yang sangat penting adalah lima
kitab yang disebut Jamuskalimasada yang berisi ajaran-ajaran Samin Surosentiko
perihal konsep ketuhanan, etika kehidupan, etika politik, dan lain-lain.
Menurut Suripan, kaitan antara Samin dan kehutanan tidaklah sesederhana
bentuk-bentuk reaksi sosial yang lain sebagai tanggapan atas penetrasi kolonial.
Penetrasi yang begitu kuat dalam bidang ekonomi namun tidak menyinggung
sistem sosial masyarakat, kemungkinan tidak menimbulkan reaksi sosial berupa
perlawanan. Tergganggunya sistem-sistem sosial yang terdapat di kalangan
masyarakat justru yang memicu munculnya perlawanan Samin.
Skripsi karya Agus Budi Purwanto dengan judul Samin dan Kehutanan
Abad XIX24
, menguraikan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Samin dan
pengikutnya dalam melestarikan hutan jati. Skripsi ini juga menjelaskan
bagaimana kehidupan masyarakat Samin pada abad ke-19 dimana masyarakatnya
masih menjunjung nilai-nilai spiritual. Menurut Agus, dalam hubungannya
dengan hutan, Samin dan pengikutnya memiliki sistem pengetahuan yang pada
intinya menyatakan bahwa tanah Jawa termasuk di dalamnya ciptaan Tuhan yang
dititipkan Pandawa kepada orang Jawa sekaligus Samin dan pengikutnya. Ciptaan
23
Suripan Sadi Hutomo, Samin dan Ajaran-ajarannya, Semarang,Citra Almamater,1996,. 24
Agus Budi Purwanto, 2011, Samin dan Kehutanan Abad XIX, Yogyakarta: Perpustakaan Sanata
Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 28
13
Tuhan tersebut tidak boleh dikuasai atas pemanfaatannya. Terganggunya
kepercayaan masyarakat pengikut Samin atas dominasi hutan jati oleh Belanda
yang pada akhirnya memunculkan perlawanan dalam rangka melestarikan hutan
jati di kabupaten Blora.
F. Landasan Teori
Penggunaan landasan teori dalam penelitian ilmu-ilmu sosial menjadi hal
penting dalam mendekati sebuah pokok persoalan. Realitas sosial sehari-hari
memiliki ragam yang tidak terhitung sekaligus berserakan antara satu dengan
lainnya. Penggunaan teori-teori sosial dalam penelitian sejarah masih sangat
relevan diajukan. Teori-teori sosial menuntut peneliti sejarah untuk berfikir
teoritis historis dalam menemukan genealogi fakta sejarah dan menunjukkan
gerak sejarah seperti apa yang terjadi. Menjelaskan fenomena gerakan Samin
abad XIX-XX dengan menggunakan teori sosial dimungkinkan tidak hanya
dalam konteks tersebut di atas, namun juga dalam usaha penyusunan sejarah
gerakan Samin yang lebih memperhatikan gerak sejarah dari dalam.
Penelitian ini menggunakan beberapa konsep sebagai dasar landasan teori.
Konsep-konsep tersebut antara lain adalah petani, kehutanan, kolonialisme, dan
gerakan petani.
1. Petani
Petani adalah orang yang bergerak di bidang pertanian dengan cara
melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara
tanaman. Tujuan bertani adalah memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 29
14
digunakan sendiri ataupun dijual kepada orang lain. Menurut Mubyarto, petani
merupakan komponen terpenting dalam membicarakan politik pertanian. Dua
komponen terpenting adalah petani dan pemerintahan. Di satu pihak ada petani
penggarap dan pengelola tanah, di lain pihak ada pemerintahan yang mengatur
dan mengusahakan suasana dan iklim segar agar pertanian dapat berkembang dan
terus-menerus mengalami kemajuan.25
Sedangkan menurut Thomas Stamford
Raffles dalam karyanya History of Java, politik pertanian adalah prinsip untuk
mendorong rakyat di Jawa dalam mengolah dan memperbaiki tanah, dengan
merangsang minat mereka pada hasil yang dapat diperoleh dari pekerjaan itu,
hanya dapat diharapkan bila ada perubahan mendasar dari keseluruhan sistem
pemilikan dan penguasaan tanah. 26
Menurut Mubyarto dalam karyanya yang berjudul Pengantar Ekonomi
Pertanian, pertanian dalam arti luas meliputi pertanian rakyat atau disebut
pertanian dalam arti sempit, perkebunan (termasuk di dalamnya perkebunan
rakyat dan perkebunan besar), kehutanan, dan perikanan. Fokus perhatian
berhubungan dengan seluruh kegiatan ekonomis yang berorientasi pada
perkebunan dalam sejarah ekonomi Indonesia.27
Menurut Gilarso, ilmu ekonomi mempelajari persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan usaha manusia untuk mencari nafkah dan memenuhi
kebutuhan hidupnya.28
Gilarso menyebutkan dalam usaha untuk mencari nafkah
25
Mubyarto, Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Jakarta, Penerbit Sinar Harapan,
1983, hlm. 17. 26
Sir Thomas Stamford Raffles, The History of Java, London, John Murray, 1877, edisi kedua,
1830, hlm.170. 27
Mubyarto,op.cit., hlm.16. 28
T. Gilarso, Ekonomi Indonesia Sebuah Pengantar I, Yogyakarta, Kanisius, hlm 17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 30
15
dan memenuhi kebutuhan sangat luas meliputi konsumsi dan produksi,
perdagangan, uang dan pasar, ekspor, impor, pajak, investasi.29
Terdapat perbedaan status sosial antara penguasa dan kaum tani pada masa
kolonial. Di sisi lain, kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh penguasa
kolonial. Kebijakan-kebijakan produk kolonial seperti sistem tanam paksa dan
land rent,30
semakin menempatkan posisi petani pada lapisan terbawah yang tidak
memiliki akses apapun untuk memperbaiki nasibnya.31
Keadaan yang semakin buruk, ternyata belum cukup untuk membuat
petani melawan dan memberontak. Sifat yang terbiasa hidup dalam kesusahan
membuat mereka tertempa untuk dapat mempergunakan berbagai cara untuk
mempertahankan tingkat subsistensi mereka.32
Eksploitasi yang dilakukan secara
berkelanjutan dengan kualitas terus meningkat, pada akhirnya menyebabkan
kemerosotan ekonomi bagi kehidupan petani di Indonesia.
Nasib petani yang memprihatinkan tersebut merupakan produk dari sistem
sosial dan politik yang telah hidup dalam masyarakat. Sisa-sisa konsep pandangan
feodalisme masih terasa pengaruhnya dalam kehidupan masyarakatnya. Petani
meskipun sebagai motor kehidupan dari suatu masyarakat agraris, namun peranan
mereka dalam sejarah belum banyak diketahui orang. Hal ini didasarkan oleh
29
Ibid, hlm. 18 30
Sistem sewa tanah dan wajib pajak yang harus diberikan kepada pemerintah kolonial. 31
Desi Rahmawati, Gerakan Petani dalam Konteks Masyarakat Sipil, 2003, hlm.332. Dalam
jurnal Ilmu sosial dan politik volume 6, Nomor 3 bulan Maret 2003. 32
Mochamad Fadjrin, Dinamika Gerakan Petani: Kemunculan dan Kelangsungannya, Bogor:
Institut Pertanian Bogor, 2011, hlm10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 31
16
pemikiran yang bersifat konvensional dimana petani dilihat sebagai sumber energi
yang tidak memiliki hak untuk berperan dalam sejarah.33
2. Kehutanan
Hutan sebagai salah satu komunitas biologi memberikan kontribusi besar
bagi kehidupan. Selain sebagai tempat tinggal berbagai flora dan fauna, hutan
juga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sebagai sebuah ekosistem, hutan
terbentuk oleh beberapa komponen yang tidak dapat terpisahkan satu dan lainnya.
Hutan oleh beberapa ahli didefinisikan sebagai berikut:
Menurut Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999, hutan adalah kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan.34
Sedangkan menurut Arifin Arief, hutan merupakan kumpulan tetumbuhan
dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di pemukiman tanah yang terletak
pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada
dalam keseimbangan dinamis.35
Helms berpendapat jika hutan adalah sebuah ekosistem yang bercirikan
oleh penutupan pohon-pohon yang cukup rapat dan luas, sering kali terdiri dari
tegakan-tegakan yang beraneka ragam sifat, seperti komposisi jenis, struktur,
kelas umur, dan proses-proses yang berhubungan. Hutan mencakup pula bentuk
33
A. Kardiyat Wiharyanto, Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme,Yogyakarta: Penerbit
Universitas Sanata Dharma, 2005, hlm. 144. 34
Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167. 35
Indrayanto, Ekologi Hutan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2012,hlm.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 32
17
khusus, seperti hutan industri, hutan milik non industri, hutan tanaman, hutan
publik, hutan lindung, dan hutan kota.36
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan manusia karena dapat memberikan sumbangan berupa hasil alam.
Selain itu, hutan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kawasan hutan sebagai
sumber pemenuhan kebutuhan hidupnya baik berupa kayu, binatang liar, pangan,
rumput, lateks, maupun obat-obatan. Keberadaan hutan yang selama ini menjadi
paru-paru dunia diharapkan mampu memberi manfaat bagi umat manusia. Sebagai
sebuah ekosistem, hutan berperan sebagai penyedia sumber air, penghasil oksigen,
tempat hidup binatang dan tanaman, juga sebagai pencegah pemanasan global.
Bahkan hutan merupakan sumber daya alam yang diharapkan sebagai leading
sector37
bagi pembangunan. Hutan yang diharapkan dapat membantu
perekonomian sebuah negara mempunyai fungsi yaitu:
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 pasal 638
menyebutkan bahwa hutan
mempunyai tiga fungsi yakni fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi
produksi. Pertama, Fungsi Konservasi yakni hutan dicadangkan untuk keperluan
pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Sebagai fungsi
konservatif, hutan dibagi menjadi dua golongan yakni kawasan suaka alam dan
kawasan pelestarian alam. Kedua pengertian fungsi hutan ini sama-sama memiliki
fungsi pengawetan keanekaragaman satwa, tumbuhan dan ekosistemnya.
Kedua, Fungsi Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan yang mengatur tata air,
36
www.academia.edu/8201808/HUTAN. 37
Sektor potensial yang dapat berperan sebagai penggerak bagi sektor lainnya. 38
Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 33
18
pencegah banjir, pengendalian erosi, pencegah intrusi air laut39
, dan pemelihara
kesuburan tanah.40
Hutan lindung mempunyai fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan,
dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan.
Ketiga, Fungsi Produksi yaitu hutan dimaksudkan untuk produksi kayu
dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian negara dan masyarakat.
Hasil utama dari hutan produksi adalah berupa kayu sedangkan hasil hutan
lainnya disebut hasil hutan nirkayu yang meliputi rotan, bambu, rumput,
tumbuhan obat, biji, kulit kayu, daun, lateks, resin, dan zat ekstrasif lainnya.
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Manfaat langsung
yang dapat diperoleh adalah kayu serta hasil hutan lainnya. Sedangkan manfaat
tidak langsung adalah hutan sebagai pengaturan tata air, rekreasi pendidikan,
sumber udara yang bersih, mencegah banjir dan lainnya.
Rimbawan41
berusaha menggolongkan hutan sesuai dengan ketampakan
khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia mengenali hutan
secara tepat. Berdasarkan proses terjadinya, hutan dibedakan menjadi dua yakni
hutan asli (primer) dan hutan buatan (sekunder) . Hutan asli adalah hutan yang
terjadi secara alami dan belum terkena campur tangan manusia. Hutan rimba
39
Intrusi air laut adalah menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah
yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa disebabkan oleh pemompaan yang berlebihan, kekuatan
air tanah ke laut, serta fluktuasi air tanah di daerah pantai. 40
Arifin Arif, Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan, Jakarta: Penerbit Yayasan
Obor Indonesia, 1994, hlm.14. 41
Rimbawan merupakan seseorang yang mempunyai profesi pengelolaan hutan atau orang yang
sering memainkan peran dalam pengelolaan hutan ke arah kelestarian.rimbawan juga dapat
dikatakan sebagai pengawas kekayaan negara yang berupa sumber daya alam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 34
19
adalah jenis hutan asli. Sedangkan hutan buatan adalah hutan yang pernah
ditebang dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun. Hutan ini dapat tumbuh
kembali secara alami setelah ditebang atau karena kerusakan yang cukup
luas.42
Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder terlihat lebih pendek dan kecil.
Sedangkan berdasarkan status kepemilikannya, hutan dibagi menjadi hutan
negara dan hutan rakyat. Hutan negara merujuk pada hutan yang statusnya
dimiliki oleh negara. Hutan ini berada di atas tanah negara yang tidak dibebani
hak atas tanah. Segala bentuk penguasaan dan pengelolaan harus seijin negara.43
Sedangkan hutan rakyat adalah hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat.
Kebanyakan berada di atas tanah milik rakyat. Hutan rakyat kini telah banyak
yang dikelola dengan orientasi komersil yaitu untuk pemenuhan kebutuhan pasar
komoditas.44
Dulunya sekitar tahun 1980an, kebanyakan hutan rakyat berorientasi
subsisten yaitu untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri.
Dalam sejarah Indonesia, hutan telah banyak mengalami perubahan
terutama dalam hal kepemilikan. Hutan yang awalnya merupakan hutan rakyat,
lambat laun beralih fungsi menjadi hutan milik negara. Selama ini model
penguasaan hutan yang dilakukan oleh negara telah membawa pengaruh dalam
pola kebijakan pengelolaannya. Ini berarti bahwa keberadaan sumber daya alam
tersebut diharapkan mampu menunjang arah dan tujuan yang ditetapkan dalam
setiap perencanaan pembangunan di Indonesia.
Jika menengok sekilas tentang sejarah penguasaan sumber daya hutan di
Jawa, maka pengelolaan hutan di Jawa merupakan pengelolaan hutan tertua di
42
Indrayanto., op.cit,hlm.56. 43
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. 44
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 35
20
Indonesia. Dimulai ketika VOC 45
berlabuh di Indonesia pada 1602, hutan di Jawa
mulai dimanfaatkan untuk tujuan perdagangan. Pohon jati pada abad ke-15 sangat
melimpah dan VOC melihat hal ini sebagai sumber penghasilan yang potensial
bagi mereka.46
Terlihat mulai adanya motivasi ekonomi dari pihak kolonial
Belanda.
Pada tahun 1808 didirikan Boschwezen (jawatan kehutanan) yang
merupakan cikal bakal lahirnya Perum Perhutani milik pemerintah Indonesia saat
ini. Jawatan kehutanan banyak didirikan di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dalam perkembangannya, jawatan kehutanan dirubah statusnya menjadi
Perusahaan Negara Perhutani mulai tahun 1963.47
Namun sejak 1972 dirubah lagi
menjadi Perum Perhutani dan wilayah kelolanya diperluas hingga Jawa Barat.
Sistem yang digunakan oleh Perum Perhutani pada saat itu hingga
menjelang Orde Baru berakhir, adalah kebijakan yang menguntungkan Perum
Perhutani sendiri. Perum Pehutani mencoba menginisiasikan program Prosperity
Approach.48
Program ini kemudian disempurnakan menjadi PMDH (Program
Pembinaan Masyarakat Desa Hutan). Kebijakan pengelolaan hutan yang demikian
membawa implikasi bagi masyarakat desa kawasan hutan. Masyarakat hutan
hanya menjadi penonton saja atas segala kekayaan hutan yang ada di sekitarnya.
45
Verenigdee Oost Indische Compagnie yang merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang
memonopoli perdagangan di Asia. 46
Sulistyaningsih, Perlawanan Petani Hutan: Studi Atas Resistensi Berbasis Pengetahuan Lokal,
Yogyakarta: Kreasi Wacana,2013,hlm.3. 47
Sulistianingsih., op.cit.hlm.4. 48
Program kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan subsidi saprotan dan saran air bersih,
program Mantri-Lurah. Program ini dimulai oleh Perum Perhutani pada 1972 dengan perubahan
pengelolaan dari pendekatan keamanan ke pendekatan kesejahteraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 36
21
Model penguasaan sumber daya hutan sebelum reformasi adalah model
penguasaan yang sangat sentralistik dan konvensional. Semua rencana yang
menyangkut tentang kebijakan kehutanan dibuat oleh Perum Perhutani Pusat di
Jakarta.49
Kebijakan ini diambil tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat
lokal. Pada model konservatif, biasanya pesanggem50
hanya menggarap lahan
selama 2-3 tahun dan sesudahnya mereka harus meninggalkan lahan garapannya.
Kondisi ini dirasa tidak adil dengan jerih payah yang telah dilakukan mereka baik
tenaga, waktu, dan uang.
Menurut Bachtiar51
, model pengelolaan hutan yang konvensional dan
sentralistik menimbulkan berbagai persoalan. Pertama, perlakuan Perum
Perhutani, baik secara individual maupun institusional, kepada masyarakat
banyak menimbulkan konflik antara masyarakat desa hutan dan Perum Perhutani.
Perlawanan dan pembangkangan dilancarkan oleh masyarakat dengan berbagai
cara baik secara sembunyi-sembunyi maupun terbuka. Kedua, maraknya
penebangan liar dan penebangan resmi yang dilakukan di hutan Jawa
menimbulkan deforestasi yang memprihatinkan. Ketiga, dari sisi kenegaraan
hayati, berbagai jenis binatang liar dan tumbuhan yang pernah menjadi ciri khas
Pulau Jawa mulai sulit ditemukan, bahkan beberapa telah punah seperti harimau.
3. Kolonialisme
Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas
wilayah dan manusia di luar batas negaranya dan seringkali untuk mencari
49
Sulistianingsih., op.cit.hlm 11. 50
Petani yang menggarap sebagian lahan di kawasan hutan selepas tebang dengan ditanami padi
atau aneka palawija. 51
Irfan Bachtiar, Hutan Jawa Menjemput Ajal, makalah dalam semiloka Temu inisiatif DPRD se-
Jawa-Madura,Yogyakarta: Biro Penerbit Arupa, 2001,hlm.5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 37
22
dominasi ekonomi dan sumber daya.52
Kolonialisme juga dapat dikatakan sebagai
sebuah sistem yang digunakan negara dalam rangka menjalankan politik
pendudukan atau jajahan terhadap negara lain.
Berbicara mengenai masa kolonialisme Belanda, masalah yang seringkali
menjadi pembahasan pokok dalam setiap kajian sejarah adalah masalah ekonomi.
Khusus di Jawa, kolonialisme ekonomi Belanda lebih menekankan pada sektor
pertanian. Pemerintah kolonial membidik tanah Jawa sebagai lahan yang subur
bagi usaha-usahanya dalam memperoleh keuntungan ekonomi. Seperti diketahui,
pemerintah kolonial Belanda melihat tanah jajahan di Jawa memiliki potensi
ekonomi yang luar biasa menguntungkan, dalam artian Jawa memiliki sumber
daya manusia yang dapat dimanfaatkan.
Seperti telah diketahui, sejak kongsi dagang Belanda yaitu VOC,
menancapkan kekuasaannya di Nusantara tahun 1602, arah dan tujuan Belanda
telah nampak jelas yaitu mencari keuntungan ekonomi sebesar-besarnya. Bahkan
ketika kongsi ini harus dibubarkan pada tahun 1798 dan diambil alih oleh
pemerintah Belanda sendiri, tujuan penjajahan tetap berlanjut.53
Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan ekonomi telah menjadi suatu pola
utama bagi setiap periode penjajahan di berbagai belahan dunia. Penjajahan
berbasis ekonomi akan memberikan dampak tersendiri bagi wilayah yang
dijajahnya. Dari segi positif mungkin dampak penjajahan akan menghasilkan
suatu penemuan baru. Di Indonesia terlihat jika dampak kolonialisme lebih
kepada dampak negatif. Jika dilihat dari konteks historisnya, kecenderungan
52
http://irman.edi.blogspot/com/kolonialisme. 53
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Jilid V, Jakarta, PN.Balai Pustaka.
1984, hlm.1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 38
23
keuntungan sepihak tetap dimiliki oleh pihak penjajah, sedangkan yang menjadi
korban adalah masyarakat pribumi.54
Bagi Indonesia sendiri, masa kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa
tersulit. Kondisi sosial dan ekonomi pada masa 1800-an mengalami
ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya sistem kolonial yang cenderung
memaksa55
. Kondisi masyarakat Jawa tidak semakin baik tetapi semakin miskin
dan mengalami pembodohan yang dilakukan oleh pemerintah demi mencapai
keuntungan ekonomi tersebut. Masyarakat Jawa hanya sekedar dimanfaatkan
sebagai sumber penyedia tenaga kerja murah serta memiliki tanah sangat
potensial. 56
4. Gerakan Petani
Gerakan petani merupakan suatu bentuk perlawanan yang sengaja
dilakukan oleh sekelompok petani yang terorganisir untuk menciptakan terjadinya
perubahan dalam pola interaksi atau keadilan untuk petani di dalam masyarakat.57
Gerakan tersebut memiliki ciri-ciri seperti halnya gerakan sosial yaitu, (1) gerakan
sosial merupakan satu bentuk perilaku kolektif, (2) senantiasa memiliki tujuan
untuk membuat perubahan sosial atau mempertahankan sebuah kondisi, (3) tidak
identik dengan gerakan politik yang terlibat dalam perebutan kekuasaan, (4)
merupakan perilaku kolektif yang terorganisir, (5) lahir dari kondisi masyarakat
54
Ibidem. 55
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit, hlm.5. 56
Ibid. 57
Sadikin, 2005, Perlawanan Petani, Konflik Agraria, dan Gerakan Sosial.Yayasan Akatiga,
hlm.24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 39
24
yang berkonflik, (6) aktivitas dan gerakannya terus menurus.58
Kemunculan
gerakan ditandai adanya kegelisahan akibat kesenjangan antara nilai-nilai harapan
dan kenyataan hidup sehari-hari. Kelompok masyarakat menginginkan tatanan
hidup yang baru dengan membentuk sebuah gerakan yang terorganisir.
Sepanjang abad 19 sampai awal abad 20, dikatakan oleh Sartono
Kartodirdjo, sejarah Indonesia ditandai dengan meledaknya gejolak atau protes
sosial di kalangan pribumi. Kesemuanya ini dapat dimaklumi sebagai akibat
konflik yang terjadi antara rakyat dan pemerintah kolonial.59
Gerakan sosial yang
terjadi juga dilakukan oleh para petani untuk menentang pemerintah kolonial.
Sartono dalam bukunya Ratu Adil menjelaskan bahwa ada beberapa gerakan
petani. Macam-macam gerakan tersebut adalah:
a. Gerakan Millenarianisme
Gerakan millenarianisme merupakan gerakan yang didasarkan pada
keyakinan (ramalan) akan datangnya suatu abad keemasan. Ketidakadilan akan
diakhiri dan keharmonisan akan dipulihkan. Gerakan millenarianisme tentang
kebahagiaan dan perdamaian dipercaya akan ditandai dengan bencana alam,
dekadensi moral, dan kemelaratan di kalangan masyarakat. Gerakan
millenarianisme merupakan gerakan petani yang mengharapkan kehidupan lebih
baik pada masa akan datang. Mereka yakin gerakannya akan berhasil, perdamaian
dan kebahagiaan sempurna akan tercipta. Gerakan millenaristis kaum tani ini
tidak dapat dipisahkan dari pikiran keagamaan tradisional yang masih memainkan
58
Kasmanto Sunarto, 2004, Pengantar Sosiologi,Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, hlm.47. 59
Sartono Kartodirdjo,Pemberontakan....op.cit. hlm.207.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 40
25
peranan penting dalam politik pedesaan.60
Gerakan-gerakan millenaristis
tradisional tumbuh subur bersama dengan gerakan sekuler modern dan gerakan-
gerakan keagamaan.
Gerakan-gerakan itu pada dasarnya dapat dianggap sebagai dinamika
intern masyarakat lokal atau regional dan merupakan sejarah mikro yang sering
menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah kolonial.61
Masyarakat lokal
mengalami berbagai macam tekanan dari luar. Pandangan millenarian telah
menimbulkan dorongan di dalam gerakan rakyat untuk memberontak dan kadang-
kadang orang mencari perlindungan fisik dari kejadian-kejadian yang merupakan
bencana besar.62
Ideologi milleniarian mengandung unsur-unsur keakhiratan yang
merupakan faktor yang mempercepat gerakan perlawanan. Peralihan dari situasi
yang ada dibayangkan berlangsung secara radikal dan revolusioner.63
Orang-orang
yang percaya dan mengharapkan dapat selamat dari bencana alam dianjurkan
supaya mematuhi petunjuk pemimpin dalam melakukan kegiatan perlawanan.
Dari sini kemudian muncul seorang pemimpin yang dianggap sebagai Mesias atau
sering disebut sebagai Ratu Adil.
b. Gerakan Mesianisme
Gerakan mesianisme merupakan gerakan rakyat yang timbul atas
kepercayaan bahwa seseorang tokoh yang akan datang untuk membebaskan orang
dari segala penderitaan. Studi tentang gerakan-gerakan keagamaan selama zaman
60
Sartono Kartodirdjo, Ratu Adil, Jakarta, Sinar Harapan, hlm. 84. 61
Ibid. hlm.12. 62
Ibid. hlm.15. 63
Ibid.,hlm.16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 41
26
kolonial dapat memanfaatkan sumber-sumber materi yang cukup dan diperoleh
dari para pejabat kolonial yang diserahi tugas untuk mengurus pergolakan-
pergolakan yang ada. Gerakan-gerakan bercorak Ratu Adil merupakan ancaman
potensial bagi rezim kolonial. Gerakan Ratu Adil di Jawa, walaupun kelihatannya
semata-mata bersifat keagamaan dan tidak berbau politik, pada praktiknya
dipandang sebagai provokasi berbahaya terhadap pemerintah yang ada.64
Ratu Adil secara sederhana diartikan sebagai pemimpin yang menjadi
pemegang kekuasaan serta melaksanakan kekuasaannya secara adil. Ratu Adil
merupakan manusia terpilih yang memiliki hubungan khusus dengan Tuhan,
sehingga sosoknya dianggap memiliki sifat bijaksana, taat ibadah, dan mampu
membawa rakyat keluar dari penderitaan.
Gerakan Ratu Adil sebagai gerakan sosial menolak secara menyeluruh
tertib sosial yang sedang berlaku. Gerakan ini ditandai oleh kejengkelan moral
untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang mempunyai hak istimewa.
Radikalisme menjadi suatu bagian dari Gerakan Ratu Adil yang bersifat
revolusioner. Keanggotaan gerakan sosial seperti itu terbatas pada strata sosial
rendah, kaum tertindas, dan orang-orang kurang mampu.65
Kebudayaan tradisional Jawa diliputi oleh suatu keyakinan yang kuat akan
hal-hal gaib. Kehidupan manusia berwujud di dalam suatu yang saling berkaitan
dengan waktu dan ruang kudus.66
Kaum petani dengan sangat mudah dipengaruhi
oleh kepercayaan akan kekuatan gaib dan ramalan-ramalan tentang Ratu Adil.
Orang-orang yang percaya dan mengharapkan dapapt selamat dari bencana alam
64
Sartono Kartodirdjo, Ratu,...op.cit.,hlm. 11. 65
Ibid.,hlm. 38. 66
Ibid.,hlm. 42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 42
27
dianjurkan supaya mematuhu petunjuk pemimpin gerakan dalam melakukan
pemberontakan. Ketidakberdayaan politik membuatnya tertarik akan unsur-unsur
kekuatan gaib.
c. Gerakan Nativisme
Gerakan nativisme merupakan gerakan petani yang menginginkan
bangkitnya kejayaan hidup yang sesuai dengan alam lingkungannya dimasa
lampau dengan dipimpin oleh raja yang adil dan memperhatikan kesejahteraan
rakyat. Gerakan ini menginginkan tampilnya pribumi sebagai penguasa adil
seperti yang terjadi sebelum masa penjajahan. Para nativis mengharapkan secara
khusus dengan membayangkan kedatangan suatu masyarakat di mana orang kulit
putih akan terusir dan sekutu-sekutu pribumi mereka akan digulingkan.67
Gerakan-gerakan sosial kepribumian kerap kali menyatakan keinginan
untuk menghidupkan kembali keadaan prajajahan dengan memproklamasikan
kembalinya sebuah kerajaan kuno. Kepribumian menambahkan suatu unsur
politik yang kuat terhadap pernyataan kepercayaan Ratu Adil dengan
menghubungkan kemerosotan martabat, khususnya dengan kekuasaan asing dan
pembantu-pembantunya serta kepada korupsi nilai-nilai dan patokan tradisional
yang diakibatkannya.68
Terdapat karakteristik umum dari perbedaan-perbedaan gerakan protes
yang terjadi di Jawa abad ke-19. Ekspresi perlawanan para petani pedesaan itu
terhadap otoritas kolonial memiliki akar kuat dalam masyarakat tradisional.
Kehadiran kolonial Belanda dianggap merusak tatanan nilai yang telah ada dalam
67
Ibid. 68
Ibid.,hlm. 61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 43
28
masyarakat tradisional mereka. Kehadiran kuasa kolonialisme di pedesaan Jawa
telah membawa perubahan sosial yang tak tertahankan, serta meningkatkan
potensi konflik.69
Penolakan radikal secara ideologis terjadi atas segala perubahan yang
dibawa modernitas kolonial lewat perambahan lahan-lahan yang menjadi sumber
kehidupan petani. Baik dilakukan secara sistematik atau paksaan, perubahan-
perubahan itu telah menaikkan posisi ide-ide keagamaan, magis, dan ritual-ritual
gaib dalam masyarakat petani pedesaan yang akhirnya bermuara pada gerakan-
gerakan protes.70
Semuanya itu bagi masyarakat pedesaan Jawa merupakan suatu
perlawanan terhadap pengaruh asing.
Perlawanan yang dilakukan oleh kaum tani dimaksudkan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Bentuk perlawanan yang dilakukan
tidak sampai pada tahap pembangkangan secara terbuka dengan melakukan
pemberontakan secara fisik dan dilakukan secara kolektif. Bentuk perlawanan ini
antara lain dengan mencuri kecil-kecilan, pura-pura tidak tahu, mengumpat di
belakang, membakar, dan melakukan sabotase. Bentuk perlawanan ini sedikit
sekali yang membutuhkan koordinasi atau perencanaan, dan secara cerdas
menghindari setiap konfrontasi simbolis langsung dengan pihak-pihak penguasa.71
Karena nasibnya hampir selalu kalah, maka pemberontakan yang besar
sama sekali tidak taktis untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Pertarungan
yang sabar dan diam-diam, dilakukan dengan tekad kuat oleh masyarakat desa
69
Sartono Kartodirdjo,Protest Movements in Rural Java: A Study Of Agrarian Unrests in The
Nineteenth and Twentieth Centuries, Oxford University Press, 1973 ,hlm.186. 70
Ibid., hlm.187. 71
James C Scott, Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah, Bentuk Perlawanan Sehari-Hari Kaum
Tani. Jakarta,Yayasan Obor Indonesia, 2000, hlm. 40.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 44
29
selama bertahun-tahun akan lebih banyak mendatangkan hasil. Para petani
pedesaan biasanya melakukan perlawanan pada malam hari dan dilakukan secara
diam-diam. Perlawanan petani tidaklah dimaksudkan untuk mengubah dominasi
secara langsung,72
namun yang menjadi titik pijakan dari perlawanan ialah
bagaimana untuk tetap bisa bertahan hidup.
Masyarakat Jawa sebagian besar merupakan masyarakat agraris yang
memandang tanah sebagai aset penting dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan
tanah merupakan sumber daya alam yang diolah untuk keperluan hidup. Tanah
bagi masyarakat agraris berfungsi sebagai aset produksi untuk dapat
menghasilkan komoditas hasil pertanian. Pada masa kolonial dikenalkan tanah
partikelir73
sebagai hasil penjualan oleh Belanda.74
Di tanah-tanah milik swasta
itu, pemilik memperoleh hak untuk menarik pajak dari para petani. Hal tersebut
tentu memberatkan para petani hingga akhirnya menimbulkan gejolak.
Perlawanan yang munculpun banyak dipimpin oleh tokoh-tokoh lokal, baik ulama
ataupun bangsawan lokal.
G. Metodologi Penelitian
Sebagai sebuah studi sejarah, penelitian ini menggunakan metode sejarah.
Metode sejarah dalam konteks penulisan ini adalah proses menganalisa secara
rekaman dan peninggalan masa lalu. Tulisan ini merupakan sebuah kajian
pustaka, sehingga metode yang akan dilakukan dalam penulisan ini adalah
72
Ibid, hlm.2. 73
Tanah partikelir adalah tanah yang dimiliki orang-orang swasta Belanda dan orang pribumi yang
mendapat hadiah tanah karena dianggap telah berjasa kepada pemerintah Belanda. 74
James C Scott, Senjatanya....op.cit, hlm.123.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 45
30
mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik primer maupun sekunder. Akan
tetapi, karena keterbatasan dalam menemukan dan menggunakan sumber primer,
maka penulisan ini lebih banyak menggunakan sumber sekunder dan tersier.
Secara metodologis, penelitian ini mendasarkan diri pada tahapan
penelitian sejarah secara umum. Menurut Kuntowijoyo75
, penelitian sejarah
mempunyai lima tahapan, yakni: pemilihan topik, pengumpulan sumber,
verivikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), interpretasi berupa analisis dan
sintesis, dan yang terakhir adalah penulisan atau historiografi.
1. Pemilihan Topik
Pemilihan topik merupakan langkah pertama dalam penulisan sejarah.
Sebagaimana dengan hal tersebut, topik penelitian ini adalah “Gerakan Samin
Melawan Kolonialisme Belanda: Perlawanan Petani Kawasan Hutan di Blora
Abad XIX-XX”. Perkembangan sektor pertanian tradisional sangat menarik untuk
dibahas. Sektor ini mengalami perubahan seiring dengan kedatangan bangsa Barat
yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian untuk memenuhi permintaan pasar
Eropa.
Topik yang dipilih memiliki nilai perjuangan tentang dinamika
masyarakat kecil yang tetap mempertahankan resistensi mereka di bawah tekanan
para penguasa. Perjuangan mereka pada akhirnya mampu menciptakan sebuah
masyarakat yang dapat hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya.
75
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2001, hlm.91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 46
31
2. Heuristik atau Pengumpulan Sumber
Setelah topik ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan
sumber-sumber sejarah (heuristik). Karena penelitian ini merupakan penelitian
pustaka, maka data-data diperoleh dari laporan-laporan penelitian tentang gerakan
Samin dan tentang politik kehutanan kolonial. Laporan-laporan tersebut terdapat
dalam buku, jurnal-jurnal, maupun artikel di internet. Karena keterbatasan sumber
di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari sumber-sumber
terkait di perpustakaan lain.
3. Verifikasi atau Kritik Sumber.
Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian setelah
pengumpulan data. Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan
otentisitas dan kredibilitas sumber. Yang dimaksud dengan kritik adalah kerja
intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah untuk mendapatkan
obyektivitas suatu kejadian.76
Umumnya kritik sumber dilakukan terhadap
sumber-sumber pertama. Kritik ini meliputi verivikasi sumber, yaitu pengujian
mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber tersebut. Dalam metode sejarah
ada dua jenis kritik sumber, yaitu kritik eksternal dan kritik internal.77
Kritik eksternal adalah kritik yang dilakukan untuk mengetahui keaslian
sumber.78
Kritik ini dilaukan dengan cara meneliti bahan yang digunakan, sifat
bahan, gaya penulisan, bahasa tulisan, dan jenis huruf yang digunakan, apakah
membuktikan sumber yang didapat asli atau tidak. Sedangkan ktirik internal
ditujukan terhadap isi dari sumber sejarah. Apakah isi dari sumber yang dipakai
76
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu,2010, hlm.35. 77
Ibid.,hlm. 103. 78
https://id.m.wikipedia.org/wiki/kritik_sejarah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 47
32
dapat dipercaya atau tidak. Untuk itu yang harus dilakukan adalah dengan
membandingkan kesaksian antar berbagai sumber. Sumber yang digunakan dalam
penulisan ini adalah buku-buku yang membahas tentang gerakan Samin dan
ajaran yang dihasilkannya. Teknik yang dilakukan peneliti adalah studi teks yang
didukung dengan studi pustaka. Sehingga data yang dipergunakan dalam
penulisan adalah berupa sumber tertulis. Sumber tertulis yang digunakan adalah
tulisan dari para peneliti lain yang juga pernah meneliti tentang gerakan Samin di
Blora. Selain sebagai sumber penulisan, teks tersebut juga untuk membandingkan
penelitian terkait gerakan Samin yang telah ada sebelumnya, dengan penelitian
yang akan dilakukan ini. Selain itu, penulisan ini juga menggunakan majalah yang
pernah memuat tulisan terkait gerakan Samin. Data yang diperoleh dibandingkan
dengan data lain yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini.
4. Interpretasi
Interpretasi data juga sering disebut penafsiran data. Interpretasi data harus
berdasarkan argumen yang memiliki landasan yang relevan. Terdapat dua macam
interpretasi yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta
yang diperoleh melalui sumber kemudian diinterpretasikan menjadi rangkaian
peristiwa yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian interpretasi data
menjadi kuat karena berdasarkan data yang relevan.
Pendekatan sosial-ekonomi dipakai dalam memahami Gerakan Samin dan
pengikutnya serta dampaknya bagi masyarakat sekitar. Pendekatan sosial-
ekonomi dipilih karena tujuan pokok dari kolonialisme Belanda adalah eksploitasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 48
33
ekonomi negara jajahan. Dari permasalahan ekonomi tersebut kemudian ditarik ke
dalam permasalahan sosial masyarakat.
5. Historiografi atau Penulisan Sejarah
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penulisan. Penulisan ini berdasarkan
data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan. Dalam penulisan,
penulis harus memperhatikan penyusunan cerita yang berurutan, penyusunan
berbagai kejadian sesuai urutan waktu, hal yang berhubungan dengan sebab akibat
dari suatu peristiwa, daya pikir untuk menciptakan sesuatu yang ada di pikirannya
berdasarkan pengalaman
H. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini dituangkan dalam tulisan dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab I Berupa pendahuluan memuat latar belakang penelitian, permasalahan,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori,
metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II Membahas latar belakang Gerakan Samin dan pengikutnya dalam
melawan pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Praktek
kolonialisme Belanda di Blora merupakan faktor munculnya gerakan
ini.
Bab III Membahas dinamika Gerakan Samin dan pengikutnya sebagai bentuk
perlawanan masyarakat yang terkena dampak dari intervensi Belanda di
wilayah Blora.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 49
34
Bab IV Berisi dampak yang muncul dari gerakan Samin dan pengikutnya
melawan pemerintah kolonial Belanda.
Bab V Menyajikan kesimpulan yang berisi pernyataan penulis mengenai hasil
penelitian sekaligus jawaban atas permasalahan yang ada pada
pendahuluan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 50
35
BAB II
LATAR BELAKANG GERAKAN SAMIN
A. Penguasaan Hutan oleh Belanda di Jawa
Eksploitasi hutan di Jawa dimulai pada masa VOC abad ke-17 yakni
ketika VOC membidik pulau Jawa sebagai sumber penghasilan yang potensial.
Pada tahun 17431, ketika kerajaan Mataram mulai melepaskan daerahnya di
wilayah pantai utara dan timur Jawa (Rembang, Pekalongan, Weleri, dan Jepara),
hutan diambil alih oleh pihak penguasa. VOC mendapat hak-hak hutan dari raja
Jawa termasuk hasil hutan berupa getah,damar, dan rotan. VOC dan kerajaan
Mataram juga melakukan sejumlah perjanjian, salah satunya adalah perjanjian
antara Jacobus Courper dan susuhan Amangkurat I yang akan mengijinkan VOC
untuk membuat pusat pembuatan kapal di Rembang. Dalam perjanjian tersebut
juga diterangkan bahwa VOC memperoleh sejumlah hak atas tenaga kerja guna
menebang kayu. Perjanjian biasanya disertai dengan pengiriman hadiah-hadiah
untuk penguasa kerajaan berupa barang-barang dari Eropa misalnya kain renda,
bahan sandang, air mawar, dan barang mewah lainnya.2 Sebagai kongsi dagang,
VOC mengeksploitasi hutan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan
kerusakan yang ditimbulkannya.
Menjelang akhir abad ke-18, kekuatan VOC di Jawa mulai menurun.
Kondisi keuangan VOC mengalami masalah akibat korupsi yang merajalela dan
akhirnya mengalami kebangkrutan. Pada tahun 1816 pemerintah Belanda
1 Hasanu Simon, Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, hlm.54.
2 Nancy Lee Peluso, Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasaan Sumber Daya dan Perlawanan Di
Jawa, KOPHALINDO, 2006, Hlm.53.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 51
36
36
mengambil alih kekuasaan VOC di Jawa. Pemrintah Belanda mengeluarkan
beberapa kebijakan, salah satunya adalah yang dilakukan oleh gubernur Jendral
Vand der Capellen. Ia mengeluarkan kebijakan yang menjamin orang Jawa untuk
menggunakan hasil tanah mereka secara bebas, tetapi tetap dengan kewajiban
untuk membayar sewa tanah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Eropa
dalam usaha proses produksi komoditi ekspor. Selain itu, kebijakan ini bertujuan
untuk memperlancar setoran sewa dari petani. Namun kebijakan ini tidak dapat
bertahan lama karena pengeluaran keuangan pemerintah Belanda dengan skala
besar untuk biaya Perang Jawa tahun 1825-1830 serta merosotnya harga komoditi
ekspor di pasaran Eropa.
Keinginan pemerintah Belanda untuk menguasai pulau Jawa tetap menjadi
tujuan mereka. Mereka melihat bahwa pulau Jawa memiliki potensi sumber daya
alam dan manusia yang dapat dimanfaatkan. Salah satu daerah yang dilirik oleh
pemerintah Belanda adalah kabupaten Blora yang kaya akan hasil hutan berupa
kayu jati. Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan kayu jati di daerah
jajahannya untuk pembuatan kapal serta arsitektur. Mereka melakukan berbagai
cara untuk mendapatkan kayu jati yang berlimpah, termasuk diantaranya dengan
penebangan hutan milik rakyat, maupun perampasan secara paksa. Terkait potensi
kayu jati di Jawa serta pengurangan luasan hutan akibat eksploitasi VOC, Dirk
van Hogendrop (pegawai VOC) abad ke-18 yang dikutip Raffles dalam bukunya
The History of Java menyebutkan bahwa:
“...hutan di Jawa memiliki kayu jati yang cukup banyak untuk bahan
kapal-kapal yang bagus yang dalam waktu singkat, seperti kapal-kapal
dagang yang sangat mereka butuhkan ... Mereka ini memperoleh kayu jati
tanpa harus susah payah...Hal itu mudah dibayangkan bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 52
37
37
ketamakan dari para lintah darat dalam memanfaatkan hutan dan berusaha
mengambil semuanya apa yang ada di hutan. Meskipun demikian, hutan di
Jawa itu tidak akan habis-habisnya jika hutan dipelihara dan dirawat
dengan baik...”3
Sebelum VOC datang di Jawa, penguasaan hutan masih berada di bawah
raja-raja Jawa, dan penebangan kayu dilakukan hanya sebatas untuk memenuhi
kebutuhan keraton. Pada waktu itu kayu jati belum diusahakan untuk
diperdagangkan atau dikembangkan untuk industri perkapalan dalam skala besar.
Di Jawa sebelum kedatangan VOC, banyak pemukiman penduduk di dalam dan
sekitar hutan jauh dari kendali sehari-hari yang efektif oleh istana raja.4 Hal ini
terutama berlaku bagi pemukiman di luar pusat wilayah istana yang tidak
terhubung dengan tanah hak milik kerajaan atau kawasan keagamaan.5
Klaim raja Jawa atas kepemilikan tanah tidaklah sama dengan konsepsi
Eropa tentang hak milik pada masa itu. Meskipun dalam teorinya semua tanah
termasuk hutan merupakan milik raja, namun dalam kenyataanya penduduk bebas
mengambil dan memanfaatkan hutan. 6 Terlebih lagi, pada waktu itu belum ada
pegawai kerajaan yang khusus mengawasi hutan.
Sampai akhir abad ke-18 kondisi hutan jati di Jawa mengalami degradasi
serius, sehingga mengancam kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan kapal
kayu yang mengandalkan pasokan kayu dari hutan. Karena itu, ketika pemerintah
kolonial Belanda mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur
3 Nancy Lee Peluso, Hutan Kaya, Rakyat Melarat:Penguasaan Sumber Daya dan Perlawanan di
Jawa, KOPHALINDO, 2006,hlm. 63. 4 Ibid,hlm. 4.
5 Wilayah-wilayah pusat di dalam ranah kekuasaan Mataram di Jawa disebut Negaragung.
Wilayah-wilayah luarnya disebut Pasisiran , wilayah luar negara disebut Mancanegara 6 Warto, Blandong: Kerja Wajib Eksploitasi Hutan di Rembang Abad ke-19, Pustaka
Cakra,Surakarta, 2001, hlm.87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 53
38
38
Jendral di Hindia Belanda, tepatnya pada tanggal 14 Januari 1808, salah satu tugas
yang dibebankan adalah merehabilitasi kawasan hutan.7
Agar Daendels dapat melaksanakan amanat itu dengan baik, maka
sebelum berangkat ke Jawa, dia ditugaskan untuk belajar ke Jerman guna mencari
tahu bagaimana membangun hutan tanaman yang baik. Pada abad ke-17, Jerman
sudah dikenal di seluruh Eropa sebagai negara yang paling berhasil membangun
hutan tanaman monokultur yang dikenal sebagai timber management.8
Sepulang belajar dari Jerman, Daendels menuju Jawa dan memulai babak
baru dalam pengelolaan hutan Jawa meniru model pengelolaan hutan monokultur
di Jerman.9 Pada tanggal 28 Mei 1808, Daendels mengeluarkan Peraturan
Pemangkuan Hutan di Jawa yang memuat prinsip sebagai berikut:
1. Pemangkuan hutan sebagai domein Negara dan semata-mata dilakukan
untuk kepentingan Negara.
2. Penarikan pemangkuan hutan dari kekuasaan Residen dan dari juridiksi
wewenang Mahkamah Peradilan yang ada yakni Dienst van het
Boschwezen (Jawatan Kehutanan).
3. Penyerahan pemangkuan hutan kepada dinas khusus di bawah
Gubernur Jenderal, yang dilengkapi dengan wewenang administratif
dan keuangan serta wewenang menghukum pidana.
4. Areal hutan pemerintah tidak boleh dilanggar, dan perusahaan dengan
eksploitasi secara persil dijamin keberadaannya, dengan kewajiban
melakukan reforestasi dan pembudidayaan lapangan tebangan.
5. Semua kegiatan teknis dilakukan rakyat desa, dan mereka yang bekerja
diberikan upah kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Kayu-kayu yang ditebang pertama-tama harus digunakan untuk
memenuhi keperluan Negara, dan kemudian baru untuk memenuhi
kepentingan perusahaan swasta.
7 Ibid., hlm.38.
8 Suatu proses pengelolaan lahan hutan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga secara
berkesinambungan dapat terus menerus memberikan produksi dan jasa serta bisa menimbukan
efek lingkungan dan sosial yang tidak diinginkan. Pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Dimana pengelolaan hutan lestari bertujuan untuk kepentingan sosial,
ekonomi, dan lingkungan. 9 Hasanu Simon, Aspek Sosio-Teknis Pengelolaan Hutan Jati di Jawa, Yogyakarta, Pustaka
Belajar, 2004, hlm. 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 54
39
39
7. Rakyart desa diberikan ijin penebangan kayu menurut peraturan yang
berlaku. 10
Dasar-dasar pengelolaan kehutanan ilmiah yang diletakkan Daendels di
hutan Jawa bertumpu pada tiga hal yaitu penguasaan tanah, spesies, dan tenaga
kerja.11
Pertama, terkait dengan penguasaan tanah, pernyataan bahwa semua
hutan adalah ranah negara sebagaimana prinsip pertama di atas memiliki
konsekuensi pada penghapusan seluruh eksploitasi hutan oleh swasta, dan negara
tentu saja akan memonopoli perdagangan serta pengangkutan kayu. Hal ini berarti
bahwa seluruh penyewaan desa dan hutan yang kayu jatinya akan ditebang untuk
pengusaha swasta dibatalkan.
Kedua, terkait dengan spesies, kelestarian produksi kayu jati harus
diusahakan jika Belanda menginginkan keuntungan berkesinambungan dari hutan
jati. Dalam usaha tersebut, ia bahkan meminta Inspektur Jenderal bawahannya
untuk bersumpah “tidak akan berkomplot diam-diam dengan pedagang kayu,
menghadiahi mereka kayu, atau ia sendiri mencuri kayu”.12
Daendels juga menunjuk seorang pengawas hutan untuk mengawasi
pembalakan, penanaman kembali, pengumpulan benih jati, dan pengupasan
melingkar kulit batang pohon. Pengawas hutan harus bertanggungjawab terhadap
segala kegiatan eksploitasi dan keamanan hutan, serta diperintahkan agar hutan
yang telah ditebang segera ditanami bibit jati baru. Dalam setahun, Jawatan
Kehutanan harus menanam sedikitnya 100.000 bibit jati.13
Secara umum dalam
usaha mengelola spesies utama dalam hutan yakni kayu jati, Daendels
10
I Nyoman Nurjana., op.cit., hlm.67-68. 11
Nancy Lee Peluso,....op.cit, hlm. 93. 12
Ibid,hlm.68. 13
Warto. op.cit., hlm.76.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 55
40
40
menyerahkan urusan tersebut pada lembaga kehutanan yang dibentuknya yakni
Jawatan Kehutanan atau Boschwezen. Sementara itu, Boschganger merupakan
bawahan dari Jawatan Kehutanan.
Ketiga, terkait dengan penguasaan tenaga kerja. Sistem kewajiban untuk
melaksanakan pekerjaan kehutanan waktu itu dinamakan Blandongdiensten, dari
kata dasar blandong yang berarti penebang pohon. Sebenarnya, jauh sebelum
masa pemerintahan Daendels, blandong sudah lama ada. Tugasnya tetaplah sama
yakni buruh tebang. Para penebang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak
orang dan pajak tanah. Orang blandong menerima upah berupa tanah sawah
bebas pajak.14
Daendels berusaha melakukan perbaikan nasib orang blandong dengan
menghapus pajak kayu dan penyerahan wajib lainnya yang dituntut dari para
bupati. Daendels biasanya mengambil tenaga kerja kehutanan dari desa-desa di
dalam hutan. Selain itu, mereka juga mendapatkan gaji sekitar 1,5 kilogram beras
setiap harinya dan sedikit garam.15
Upaya Daendels untuk melaksanakan reforestasi dan membatasi
penebangan kayu jati di Jawa dan Madura tidak dapat berlanjut dan mencapai
hasil optimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan tenaga kerja kehutanan,
keterbatasan pengetahuan dan teknologi kehutanan yang dikuasai petugas-petugas
Jawatan Kehutanan.
14
Warto. op.cit., hlm.68. 15
Ibid., hlm 68.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 56
41
41
B. Hukum Pengelolaan Hutan Pada Masa Kolonial Belanda
Peraturan hukum mengenai pengelolaan hutan Jati di Jawa dan Madura
untuk pertama kali dikeluarkan pada tahun 1865, dan dinamakan Boschordonantie
voor Java en Madoera 1865 (Undang-Undang Kehutanan untuk Jawa dan Madura
1865), dan kemudian disusul dengan peraturan agraria yang disebut
Domeinverklaring 1870, mengklaim bahwa setiap hutan yang tidak dapat
dibuktikan adanya atas hak di atasnya maka menjadi domain pemerintah.16
Untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan hutan dengan menggunakan
pengetahuan dan teknologi modern, maka pada tahun 1873 Jawatan Kehutanan
membentuk organisasi teritorial kehutanan. Berdasarkan Staatsblad No.25 maka
kawasan hutan di Jawa dibagi menjadi 13 Daerah Hutan yang masing-masing
mempunyai luas 70.000 sampai 80.000 hektar untuk daerah hutan di kawasan
hutan non jati.17
Ketiga belas daerah hutan tersebut adalah: Karesidenan Banten dan
Kabupaten Cianjur, Karesidenan Priangan, Kerawang, dan Cirebon, Karesidenan
Tegal dan Pekalongan, Karesidenan Jepara. Kabupaten Rembang dan Blora,
Karesidenan Surabaya, Madura, dan Pasuruan, Karesidenan Probolinggo, Besuki,
dan Banyuwangi, Karesidenan Kediri, Karesidenan Madiun, Kabupaten Ngawi,
dan Karesidenan Surakarta.18
Berdasarkan Staatsblad No. 2 Tahun 1855 ditegaskan bahwa Gubernur
Jenderal harus memberi perhatian dan memfokuskan tugasnya pada pengelolaan
16
I Nyoman Nurjana, op.cit., hlm 38. 17
Ibid., hlm.39. 18
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 57
42
42
hutan jati, dan kawasan hutan jati yang belum diserahkan pengelolaannya kepada
pihak lain dijaga dan dipelihara dengan baik. Karena itu, pengelolaan hutan pada
tahun-tahun selanjutnya cenderung lebih difokuskan pada kegiatan reforestasi
dalam kawasan hutan jati; pertama karena kayu jati mempunyai nilai ekonomis
tinggi dibandingkan dengan kayu non jati; dan kedua karena industri-industri
kapal kayu hanya menggunakan kayu jati sebagai bahan baku utamanya.
Selanjutnya, pada tahun 1890 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Perusahaan
Hutan Jati untuk mengintensifkan pengelolaan hutan jati di Jawa dan Madura.19
Pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa peraturan kehutanan tahun
1865 mengandung banyak kekurangan. Keluhan terutama muncul mengenai
pembatasan penyediaan kayu bagi penduduk pribumi yang digunakan untuk
membangun rumah, membuat kapal, perkakas, kayu bakar, dan sebagainya. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap larangan-
larangan yang tidak ditetapkan sanksinya, sehingga hutan jati menjadi sasaran
hebat pencurian kayu.
Untuk menjawab ancaman ini akhirnya dilakukan penyempurnaan dengan
dikeluarkan Reglemen hutan tahun 1874 dan berlaku mulai 1 Mei 1875. Prinsip-
prinsip utama dari peraturan ini adalah sebagai berikut:
1. Hutan dibagi menjadi hutan jati dan kayu hutan.
2. Hutan jati berada di bawah pengelolaan teratur, dan berlaku juga di
sebagian hutan kayu liar.
3. Eksploitasi hutan dilakukan seperti yang ditentukan dalam peraturan
1865, melalui pengusaha swasta dengan dua cara: pertama, dengan
wewenang bebas atas kayu oleh penguasaha dengan pembayaran yang
telah disepakati; kedua, dengan penyetoran kayu kepada pemerintah
dengan sejumlah pembayaran tertentu kepada pihak swasta sebagai
19
I Nyoman Nurjana, op.cit., hlm.40.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 58
43
43
upah penebangan, penyaradan, dan pengangkutan yang dihitung per
m3.20
Perbaikan-perbaikan manajemen pengusahaan hutan jati di Jawa terus
dilakukan. Pada tahun 1897 muncul kembali Reglemen kehutanan baru
menggantikan Reglemen 1874. Dalam aturan baru ini disusun suatu rencana
pengelolaan hutan meliputi:
1. Perencanaan perusahaan sementara.
2. Rencana perusahaan tetap, rencana penjarangan, rencana tanaman,
teresan, dan rencana penebangan.
3. Kewajiban Direktur Departemen Dalam Negeri memberi instruksi
penebangan oleh pemerintah sendiri.21
Setelah reglemen ini berlangsung beberapa tahun, dirasa telah terjadi
eksploitasi hutan berlebihan, karena rencana pengelolaan banyak ditolak oleh
pengontrak kayu, yang sebelumnya mendapatkan untung besar. Di sisi lain
pencurian kayu semakin meningkat, bahkan melibatkan aparat desa. Hal ini
diperparah lagi oleh adanya krisis perdagangan kayu.
Peraturan-peraturan tentang pertanahan yang berhubungan erat dengan
kehutanan adalah Undang-Undang Agraria tahun 1870. Dalam undang-undang
tersebut termuat Domein Verklaring yang mengklaim bahwa tanah hutan yang
tidak dibebani hak menjadi domain Negara.22
Dalam Domein Verklaring antara
20
Reglemen tahun 1874 terutama ditujukan pada hutan di luar wilayah Vortenlanden. Karena pada
wilayah Vortenlanden, kewenangan pemerintah terbatas. Lebih lengkapnya lihat Desak Made Oka
Purnawati, Hutan Jati Madiun: Silvikultur di Karesidenan Madiun 1830-1913, Semarang, Intra
Pustaka Utama, 2004, hlm.48-49. 21
I Nyoman Nurjana, op.cit., hlm.39. 22
Nancy Lee Peluso, op.cit., hlm 74.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 59
44
44
lain termuat ketetapan tentang batas-batas kawasan hutan, yang terpisah jelas
dengan kawasan pemukiman dan kawasan pertanian. Penetapan batas yang jelas
tersebut cukup meyakinkan pejabat kehutanan Belanda kala itu tentang cita-cita
besar Daendels untuk menjadikan hutan jati di Jawa menuju pengelolaan modern.
Menurut masyarakat Randublatung yang merupakan tempat Samin dan
pengikutnya tinggal, leluhur mereka dipaksa membayar pajak pada pemerintah
Hindia Belanda serta dipaksa ikut mblandongan23
. Kalau mereka menolak,
mereka akan didatangi pamong desa dan polisi pemerintah Belanda. Mereka akan
ditangkap dan disiksa juga tanah pertanian mereka dirampas oleh pemerintah
Belanda untuk kemudian ditanami pohon jati. Perlakuan pemerintah kolonial
Belanda tersebut mengakibatkan masyarakat mengalami kekurangan makanan.
Mereka tidak mempunyai keberanian untuk melawan pemerintah kolonial sebab
mereka belum mempunyai semangat maupun senjata.
C. Arti Penting Hutan bagi Masyarakat Blora
Bagi masyarakat Randublatung, hutan adalah tempat tumbuhnya pohon-
pohon seperti jati. Bagi mereka tidak ada larangan untuk mengambil hasilnya jika
membutuhkan. Adapun yang diambil bukan kayu bahan, namun hanya kayu
semak-semak. Samin dan pengikutnya sangat berhati-hati dalam bertindak
maupun pemanfaatan hutan dalam kehidupan sehari-hari. Penduduk membuka
hutan serta membersihkannya untuk keperluan produksi pertanian, dan terkadang
dijadikan padang rumput yang dapat menarik hewan buruan untuk dimakan.
23
Istilah yang digunakan bagi para kuli penggarap tanah yang merupakan kewajiban kerja bakti
kepada bekel, patuh kepada raja. Pekerjaan ini adalah untuk memotong dan mengangkut kayu di
hutan milik raja. Biasanya kayu yang diambil dibutuhkan untuk pembangunan fasilitas masjid,
makam, gedung kerajaan, atau rumah baru di kalangan kerajaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 60
45
45
Selain itu, warga kelompok elit memerlukan kayu untuk membuat tempat tinggal,
istana kuda, lumbung dan gudang, juga bangunan lainnya.24
Praktek-praktek kehutanan masyarakat Blora dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka terbiasa mengambil kayu bakar, kayu perkakas
untuk memperbaiki rumah, menggembalakan sapi dan ternak, lahan tegalan untuk
palawija, semua dilakukan dalam kawasan hutan. Hutan menjadi milik bersama
dan siapa saja boleh memanfaatkannya selama belum dibuka atau dirubah
keberfungsiannya menjadi lahan pertanian.
Prinsip lemah podho duwe, banyu podho duwe, kayu podho duwe25
mengisyaratkan tiga kebutuhan dasar bagi Samin beserta pengikutnya di akhir
abad XIX dan seterusnya26
. Tiga kebutuhan dasar tersebut sangat relevan
diutarakan oleh Samin apabila dikaitkan dengan tempat lahirnya di Ploso Kediren,
Randublatung serta tempat pertama kali Samin berpidato di tanah lapang. Nilai-
nilai ajaran Samin berpusat pada akses hutan dan pertanian. Kebanyakan pengikut
awal Samin adalah petani penggarap yang memiliki banyak lahan. Banyak dari
mereka adalah keturunan dari cikal bakal pendiri desa. Samin dan pengikutnya
menghormati tanah dan peran manusia dalam mengolahnya. Mereka
berpandangan bahwa peran mereka dalam merubah alam menjadi pangan atau
merubah lahan belukar menjadi tanah terolah, yakni hakekat kehidupan,
menyebabkan mereka memiliki status yang setara dengan pihak-pihak yang
mengklaim hak mengatur dan menguasai akses hutan.27
24
Nancy Lee Peluso, ....,op.cit. hlm. 44. 25
Prinsip yang mengatakan bahwa tanah, air dan kayu adalah milik bersama. 26
Ibid. 27
Nancy Lee Peluso, ....op.cit. 104.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 61
46
46
Pemanfaatan hutan oleh Samin dan pengikutnya dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka terbiasa mengambil kayu bakar, kayu perkakas
untuk membuat serta memperbaiki rumah, menggembalakan sapi dan ternak,
lahan tegalan untuk tanaman palawija. Semuanya dilakukan dalam kawasan
hutan. Hutan menjadi milik bersama dan siapa saja boleh memanfaatkannya.
Hutan yang telah diolah menjadi lahan pertanian, hanya dapat diwariskan dan
tidak dapat dijual.
Sistem pengetahuan Samin dan pengikutnya terhadap keberadaan hutan
berhubungan langsung dengan cerita pewayangan yang oleh Samin dianggap
memiliki keterkaitan dengan tanah Jawa. Dalam pidato Samin di Bapangan jelas
terlihat bahwa Jawa dititipkan Pandawa kepada keturunannya yakni Samin dan
pengikutnya28
. Dalam cerita pewayangan, terdapat pemisahan yang jelas antara
hutan dan cerang29
. Yang menarik , hubungan keduanya bertentangan sekaligus
melengkapi. Hutan di satu sisi sebagai tempat yang penuh bahaya, dihuni oleh
bangsa raksasa atau buta pemakan manusia, namun di sisi lain juga sebagai
tempat tinggal sang resi tokoh yang penuh dengan kebijaksanaan dan kesaktian.30
Identifikasi Samin dan pengikutnya sebagai keturunan Pandawa serta
keturunan masyarakat Jawa bisa menjadi penunjuk bahwa setiap sistem
pengetahuan kultural Samin dan pengikutnya terhadap hutan tidaklah berbeda
dengan leluhurnya. 31
Bahwa interaksi antara Samin dan pengikutnya terhadap
hutan memiliki makna kultural tersendiri, yakni sebagai tempat pencarian
28
Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm.132-133 29
Cerang yakni tanah lapang atau pemukiman 30
Denys Lombard, Nusa...op.cit. hlm.133. 31
Ibid., hlm.139..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 62
47
47
kebijaksanaan serta penaklukan terhadap hal-hal yang tidak baik. Pembatasan
interaksi antara Samin dan pengikutnya dengan hutan dikemudian hari,
menimbulkan gejolak tersendiri.
Bila dilihat dari faktor sosial-ekonomi, banyak peneliti bersepakat bahwa
kemunculan ajaran dan gerakan Samin itu dipicu oleh dua faktor utama. Pertama,
kebijakan pemerintah Belanda menjadikan hutan sebagai perusahaan Negara yang
menyebabkan petani sekitar hutan tidak lagi memiliki akses untuk memanfaatkan
hutan sebagai sumber kehidupan mereka.32
Faktor pertama inilah yang
menjelaskan mengapa gerakan Samin banyak berkembang di daerah-daerah di
sekitar hutan. Kedua, pengenalan sistem perekonomian modern yang
menggunakan uang sebagai alat tukar ke seluruh masyarakat pedesaan Jawa tanpa
ada pengecualian, memperparah beban kehidupan petani di pedesaan Jawa.33
Mayoritas peneliti Samin menyatakan bahwa komunitas Samin adalah
komunitas yang tertutup, tidak mau berbaur dengan masyarakat di luar Samin.34
Eksklusifitas pengikut Samin tidak berarti mencerminkan individualitas dalam
pengerjaan lahan pertanian masing-masing. Sama halnya dengan masyarakat Jawa
lainnya, prinsip-prinsip gotong-royong dalam pengerjaan lahan pertanian berlaku
dalam sistem masyarakatnya. Gotong-royong petani Jawa disimpulkan oleh James
Scott sebagai bentuk resistensi sekaligus tindakan bertahan hidup atas tekanan
32
Amrih Widodo, Samin in the New Order: The Politic of Encounter and Isolation, Ohio
University Press, 1997, hlm.268. 33
A. Pieter E. Korver, The Samin Movement and Millenarism, BKI, dell 129, 1976, hlm.256. 34
Pada tahun 1905 masyarakat pengikut Samin tidak mau lagi menyetor padi ke lumbung desa dan
tidak mau membayar pajak, serta menolak untuk mengandangkan sapi dan kerbau mereka di
kandang umum bersama-sama dengan orang-orang desa lainnya yang bukan pengikut Samin. Hal
ini sering disimpulkan secara tergesa-gesa untuk menyatakan kebertutupan masyarakat pengikut
Samin dari masyarakat luar pengikut Samin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 63
48
48
dari pihak luar. Moral ekonomi petani mengandaikan kolektifitas kebertahanan
hidup melalui praktek-praktek seperti bagi hasil dan selamatan yang dilakukan
oleh petani kaya sebagai tanda pembagian rezeki, serta konsep share proverty
sebagai bentuk implikasi dari praktek revolusi hijau pada awal abad XX.35
D. Faktor Ekonomi
Harry J. Benda dan Lance Castles menyatakan, penyebab gerakan Samin
berlatarbelakang faktor ekonomi. Penyebab pertama dan utama gerakan Samin
awal adalah beban pajak dan intervensi pemerintah kolonial dalam bidang
kehutanan melalui peraturan kehutanan.36
Melihat tempat kelahiran Samin di wilayah Randublatung, Blora yang
memiliki konstruksi tanah batu berkapur, serta penyebaran ajaran Samin di sekitar
wilayah tersebut yang memiliki kondisi alam relatif sama, maka hal tersebut
mencirikan tingkat kesejahteraan petani yang lebih rendah dibandingkan dengan
daerah-daerah lain. Fakta tentang semakin beratnya beban ekonomi yang
ditanggung Samin dan pengikutnya disebutkan misalnya ketika pemerintah
Belanda mendatangkan kerbau dari Bangladesh, masyarakat diharuskan
menyerahkan uang 5 sampai 10 gulden, dan masyarakat diminta untuk
menyerahkan tenaganya untuk bekerja bagi pemeliharaan sapi tanpa dibayar. Hal
ini mengurangi waktu bekerja masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama
35
James C. Scott. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta,
LP3ES, 1983. 36
Harry J.Benda dan Lances Castles, The Samin Movement. Dalam Bijdragen tot de Taal-, Land-
en Volkenkund, 1969, hlm. 219.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 64
49
49
untuk mengolah sawahnya. Selain itu, di beberapa desa dilakukan pengurangan
luasan terhadap tanah-tanah komunal yang dikerjakan bergilir oleh para petani.37
Benda dan Castles menyimpulkan bahwa penyebab gerakan Samin adalah
konflik antara pengikut Samin dengan otoritas di atasnya (struktural
pemerintahan) yang merupakan perwujudan resistensi dari tekanan ekonomi yang
dialami, terutama terkait dengan kenaikan pajak, tanah, air, dan akses kayu jati.
Menurut Benda dan Castles, meski tidak menjadi kausalitas tunggal, namun faktor
ekonomi menjadi kausalitas utama dalam Gerakan Samin.38
Faktor ekonomi yang mendorong meletusnya gerakan Samin harus
ditempatkan dalam konteks struktur sosial masyarakat Jawa, khususnya soal
diferensiasi status kehidupan masyarakat pedesaan saat itu. Terdapat semacam
pergantian poros kekuasaan sosial politik. Pada gilirannya status sosial politik
tersebut harus berkurang seiring peraturan pemerintah tahun 1906 yang
menempatkan kepala desa sebagai satu-satunya pejabat pengambil keputusan.39
Penerapan pajak yang terlalu menekan, perampasan tanah milik rakyat menjadi
tanah pemerintah yang dijadikan hutan jati ikut mempengaruhi keadaan ini.
Gerakan itu sendiri bisa pecah akan lebih ditentukan oleh sekelompok petani kaya
pemilik tanah, seperti Samin yang merasa nilai kehormatannya terganggu.
Persaingan dan perongrongan status inilah yang merupakan casus belli, masalah
pajak dan masalah perampasan tanah rakyat yang kemudian menjadi dasar ikatan
37
http//AGUSBUDIPURWANTO.WORDPRESS.COM/2010/09/22/KAUSALITAS-GERAKANSAMIN/ 38
Harry J. Benda dan Castles, op.cit., hlm.219. 39
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 65
50
50
rakyat petani yang lebih miskin.40
Gerakan itu tidak muncul dari kepahitan
pengalaman bersama, tapi adalah dimulai dari kekecewaan elit dalam masyarakat
petani, dan rakyat banyak kemudian menjadi pengikut gerakan.
Dalam bidang perpajakan, penolakan atas berbagai tekanan pajak tidak
juga dimotivasikan semata-mata karena status Samin dan pengikutnya yang
memiliki lahan milik wajib pajak, namun prinsip keikhlasan serta proporsionalitas
dalam pemanfaatan uang pajaklah yang menjadi perhatian utama.41
Bagi Samin
dan pengikutnya, pemberian pajak kepada pemerintah kolonial Belanda tidaklah
tepat.Menolak membayar pajak dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan,
namun juga dapat diartikan sebagai aktualisasi nilai-nilai kehidupan bahwa
mengeluarkan pajak harus berdasarkan keikhlasan, keyakinan akan memberi, serta
tidak ada penentuan sepihak atas jumlah yang harus dibayar. Demikian halnya
dengan mencuri kayu sebagaimana telah diketahui bahwa tradisi hubungan antara
masyarakat Jawa dan hutan, baik dalam ikatan spiritualitas maupun ekonomi,
telah ada jauh sebelum peraturan kehutanan muncul.42
Menebang kayu untuk
kebutuhan hidup adalah sebuah tradisi, memandang hutan sebagai ciptaan Tuhan
adalah sebuah keyakinan spiritual. Berhubungan dengan hutan tetap dan akan
terus dilakukan, dengan atau tanpa pelarangan dari pemerintah kolonial Belanda.
Kiranya ini bukanlah semata soal perlawanan atau segi-segi kepentingan
ekonomi, status sosial, atau sekedar gerakan millenarisme. Melampaui itu,
40
Emmanuel Subangun, Tidak Ada Mesias Dalam Pandangan Hidup Jawa. Dalam Prisma
Januari 1997, no.1.Jakarta. 41
Harry J. Benda dan Castles, op.cit., hlm. 218. 42
Agus Budi Purwanto, Samin....op.cit., hlm. 105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 66
51
51
gerakan Samin adalah eksistensi kultural dan politis masyarakat Jawa pedalaman
yang ingin mempertahankan dan mengembangkan peradabannya.43
Gerakan Samin merupakan perwujudan peran warga negara dalam
mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari negara yang ideal sesuai dengan
prinsip-prinsip mereka. Kausalitas gerakan Samin kiranya adalah nilai-nilai
kehidupan Samin dan pengikutnya serta praktek-praktek yang mencerminkan
nilai-nilai tersebut. Tanpanya, gerakan Samin tidak akan pernah ada.
Persinggungan dengan pemerintah Belanda merupakan wujud tanggapan atas
penetrasi kolonial yang ditempatkan sebagai tantangan bagi usaha menghidupi
tradisi yang diyakini.44
43
Ibid., hlm.106. 44
Onghokham, Peranan Rakyat dalam Politik. Dalam Prisma, Agustus 1979, no 9, Jakarta,
hlm.48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 67
52
BAB III
DINAMIKA GERAKAN SAMIN
A. Munculnya dan Berkembangnya Gerakan Samin
Gerakan Samin muncul pada 7 Februari 1889 yaitu ketika Samin
Surosentiko (pemimpin gerakan) untuk pertama kali berbicara di depan
pengikutnya di tanah lapang. Pada tanggal tersebut, Samin mengumpulkan
pengikutnya di sekitar Bapangan dan mengkampayekan gerakan berdirinya
kerajaan Jawa.1 Banyak dari masyarakat setempat kemudian menjadi pengikutnya.
Di desa Tapelan, Samin Surosentiko dikenal sebagai petani, sesepuh, guru
kebatinan dan pemimpin pergerakan melawan pemerintah kolonial. Pihak
pemerintah kolonial belum tertarik pada ajaran Samin karena dianggap sebagai
ajaran yang penuh dengan kekuatan gaib.
Dalam kurun waktu 4 tahun, jumlah pengikut Samin berkembang semakin
pesat. Terbukti pada 1903 jumlah pengikutnya mencapai 772 orang yang tersebar
di 34 desa di kabupaten Blora bagian selatan hingga ke Bojonegoro.2 Mereka giat
mengembangkan ajaran Samin, terutama ajaran tentang tidak adanya kewajiban
membayar pajak kepada pemerintah Belanda. Orang-orang desa penganut ajaran
Samin mulai mnegubah tata-cara hidup mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka mulai enggan menyetor padi ke lumbung desa, tidak membayar pajak,
serta menolak untuk mengandangkan sapi mereka di kandang umum bersama-
sama dengan desa lainnya yang bukan pengikut Samin.
1 Agus Budi Purwanto,Samin dan Kehutanan Abad XIX, Yogyakarta, Perpustakaan Sanata
Dharma, 2011, hlm. 74. 2 Suripan Sadi Hutomo, Samin dan Ajaran-ajarannya dalam Basis edisi Januari 1985.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 68
53
Empat tahun kemudian yakni pada 1907, jumlah pengikut Samin
mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga mencapai 5.000 orang. Di
tahun ini pula, Samin diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil atau Ratu Adil
Heru Cakra dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Mereka menganggap
Samin berjasa dalam gerakan dengan tujuan untuk menentang pihak kolonial yang
telah mengganggu kehidupan masyarakat, terutama atas pemberlakuan pajak yang
dibebankan kepada rakyat. Bertambahnya jumlah pengikut Samin membuat
pemerintah kolonial mulai khawatir. Pada tanggal 1 Maret 19073, kontrolir
Belanda sempat menyebarkan isu akan adanya pemberontakan Samin dan
pengikutnya. Isu tersebut didasarkan pada alasan bahwa Samin dan pengikutnya
berkumpul di desa Kedungtuban untuk menghadiri acara selametan. Dengan
rencana berkumpulnya begitu banyak pengikut Samin, pemerintah Belanda
merasa khawatir terhadap kemungkinan akan adanya perlawanan. Sikap yang
demikian membuat pamong desa geram dan jengkel, hingga membuat banyak dari
mereka membenci pengikut Samin.
Empat puluh hari setelah pengukuhan Ratu Adil tersebut, Samin ditangkap
oleh Raden Pranolo (Asisten Wedana) di Randublatung. Ia ditahan di bekas
tobong pembakaran batu gamping. Kemudian ia dibawa ke Rembang untuk proses
introgasi. Kemudian ia bersama pengikutnya yakni Kartogolo, Renodikromo,
Soerjani, Soredjo, Singo Tirto dibuang ke Sawahlunto hingga akhirnya
meninggal.4
3 Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger,
Yogyakarta, Lkis, 2003, hlm.19. 4 Agus Budi Purwanto, ....,op.cit. hlm 77.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 69
54
Penangkapan Samin tidak lantas membuat perlawanan terhenti. Pada 1908
sejumlah pengikut Samin giat mengembangkan ajaran Samin ke berbagai daerah
sekaligus. Seperti Wangsarejo yang menyebarkan ajaran Samin hingga distrik
Jiwan, Madiun, Samat di daerah Pati, serta Karsiyah dan mbah Engkrek di daerah
Grobogan. Di sini orang-orang desa dihasut untuk tidak membayar pajak pada
pemerintah kolonial Belanda.
Gerakan Samin mencapai puncaknya pada tahun 1914 atau dikenal
sebagai Geger Samin. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibebankan kepada
warga semakin tinggi. Pajak yang kian mencekik membuat masyarakat makin
menaruh kebencian terhadap pemerintah Belanda. Pamong desa dan pemerintah
Belanda semakin tidak dihormati lagi. Di desa Larangan, kabupaten Blora
pengikut Samin mulai menyerang lurah dan polisi. Penyerangan ini membuat
pemerintah Belanda mulai khawatir akan adanya perlawanan yang lebih besar.
Untuk mengantisipasi pertumbuhan pengikut Samin, pemerintah Belanda
menyerang dan membakar desa-desa pusat pertahanan pengikut Samin di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Banyak pengikut Samin terbunuh, sedangkan yang
selamat tercerai berai. Selanjutnya, Belanda melarang ajaran Samin dan
mengancam masyarakat yang menyembunyikan para pengikut Samin yang masih
selamat. Untuk lebih menghancurkan komunitas tersebut, Belanda
mendeskreditkan5 pengikut Samin sebagai kaum perampok dan penjahat, sehingga
pada akhirnya masyarakat Jawa menolak keberadaan pengikut Samin.
5 Usaha untuk menjelekkan atau memperlemah kewibawaan seseorang atau pihak tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 70
55
Setelah gerakan mencapai puncaknya pada 1914, bukan berarti perlawanan
berhenti. Salah satu pengikut Samin yakni Pak Engkrek (menantu Samin) pada
1917 mulai meningkatkan perlawannya terhadap pemerintah kolonial Belanda. Di
desa Larangan, kabupaten Blora, orang-orang Samin menolak membayar pajak,
menyerang kepala desa dan menantang pasukan polisi yang datang untuk
menghadapi orang-orang itu. Beberapa orang mengalami luka-luka dan para
penyerangnya ditangkap dan dipenjarakan di Pati.6 Dalam bentrokan itu, tidak
satu orang pun tewas. Perlawanan yang sempat membuat jengkel pihak
pemerintah kolonial ini akhirnya berhasil dipadamkan dan pada 1930 perlawanan
mulai tampak terhenti dikarenakan tidak ada lagi pemimpin yang tangguh.
Dapat dilihat strategi dari gerakan ini adalah sebagai berikut:
a. Pola Pengorganisasian, yaitu pola gerakan Samin berpusat pada seorang
pemimpin (mesiastik). Dalam arti, pemimpin tersebut merupakan perintis
dari gerakan Samin itu sendiri yaitu Samin Surosentiko (1859-1914). Pada
akhirnya dia diangkat secara aklamasi7 oleh pengikutnya sebagai
pemimpin informal gerakan Samin.
b. Metode Operasi Gerakan, yaitu metode non-konvensional. Dalam arti,
gerakan Samin menggunakan saluran alternatif (disobidience) identik
dengan segolongan masyarakat yang tidak kooperatif, tidak mau bayar
pajak, tidak mau ikut ronda, suka membangkang, suka menentang, bahkan
ateis.
6 6 Andrik Purwasito, Agama...op.cit.,hlm.19.
7 Aklamasi adalah pertemuan maupun pemilihan umum dan/atau mengakui hasil pemilihan umum
dalam bentuk penegasan yang dengannya seseorang dengan tepuk tangan dan sorak sorai ataupun
pekikan penghargaan dinyatakan terpilih. Dalam kasus ini pemungutan suara tidak dilakukan
(sumber wikipedia.com)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 71
56
c. Target Gerakan, yaitu simbol-simbol kekuasaan atau kemapanan. Dalam
hal ini, sasaran atau target mereka sangat jelas yaitu para mandor hutan
(antek Belanda) dan pejabat pemerintah Belanda atau aparat birokrasi
kolonial.
d. Metode Pembiayaan, yaitu pembiayaan yang dilakukan secara kolektif.
Artinya, gerakan Samin dibiayai oleh warga pengikutnya sendiri. Atau
mungkin lebih tepatnya mereka tidak mebutuhkan biaya signifikan
mengingat gerakan mereka berbasis tradisi dan terlembaga dalam kultur
nasyarakat yang tidak memerlukan aksi-aksi tertentu.
e. Medium Gerakan, yaitu bersifat terbuka. Mereka langsung berhadapan
dengan pemerintah kolonial Belanda.
f. Corak Gerakan adalah gerakan kultural di mana gerakan Samin
menggunakan siasat budaya, yaitu menggunakan bahasa Jawa Ngoko
kepada mandor-mandor atau pengelola hutan. 8
B. Samin dan Ajaran Ketuhanan
Buku-buku peninggalan ajaran Samin yang masih ada di desa Tapelan
Jawa Timur disebut Serat Jamuskalimasada. Buku ini berisi tentang pemeliharaan
tingkah laku manusia yang berbudi, nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan,
kebersamaan, keadilan, dan kerja keras.9 Mereka menganggap semua orang
adalah saudara. Sehingga mereka harus hidup rukun dan harmonis dengan orang
8 Dalam jurnal yang berjudul Samin Si Lugu yang Bergerak: Diskiursus Kearifan Lokal Dalam
Kajian Gerakan Politik diterbitkan oleh Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Juni 2007, hlm
10-11. 9 Ibid., hlm.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 72
57
lain. Mereka menolak dipimpin oleh eksternalitas karena mereka dianggap bukan
orang Jawa dan keberadaan mereka tidak mendatangkan keuntungan apa-apa.
Semua ajaran Samin adalah demi hidup yang lebih baik. Ia memiliki
pemahaman sendiri mengenai konsep ketuhanan atau sering disebut
Manunggaling Kawula Gusti. Hal ini diartikan sebagai “dari mana manusia
berasal, apa dan siapa dia pada masa kini, dan kemana tujuan hidup yang dijalani
dan dituju”.10
Ajaran tersebut oleh beberapa peneliti disebut sebagai Agama Adam
atau The Religion of Adam.11
Menurut Samin, perihal Manunggaling Kawula
Gusti itu dapat diibaratkan sebagai “rangka umajining curiga” atau tempat keris
yang meresap masuk ke dalam kerisnya. Lebih jelasnya diterangkan sebagai
berikut:
“Rangka umajining curiga punika ngibarating ngilmi anendahaken
pamoring kawula Gusti ingkan sejati. Sinarning kawula, jumeneng Gusti
balaka. Ageng wesi aji, punika sanepa pamor netepaken bilik kados
mekaten punika dipun wastani pamoring kawula Gusti. Sejatosipun gesang
punika namung kaling-kalingan wuwujudan kita piyambak. Inggih gesang
panjenengan inggih ingkang anggesangaken badan kita punika nunggil
pancer. Gesang sejati punika inggih agesangi sagung dumados”
“Tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya mengibaratkan
ilmu ketuhanan. Hal ini menunjukkan pamor atau percampuran mahkluk
dengan Khaliknya. Senjata tajam merupakan ibarat campuran yang
menunjukkan bahwa seperti itulah yang disebut campuran mahkluk dan
Khaliknya. Sebenarnya yang disebut hidup hanyalah terhalang oleh
adanya badan atau tubuh kita sendiri yang terdiri dari darah, daging, dan
tulang. Hidup kita ini, yang menghidupinya adalah sama-sama menjadi
pokok kita. Hidup yang sejati itu adalah hidup yang menghidupi segala hal
yang ada di alam semesta.”12
10
Kata pengantar Pasudi Suparlan pada buku Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa
karangan Clifford Geertz (Pustaka Jaya, Jakarta) 11
Bagi orang Samin, Adam bukanlah nama nabi sebagaimana orang Islam menyebutnya. Menurut
pemahaman orang Samin, Adam adalah suara sehingga di dalam bersuara membutuhkan Hawa
(udara) 12
Suripan Sadi Hutomo, Samin....,op.cit, hlm.11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 73
58
Keyakinan akan adanya Tuhan, Samin menganggap bahwa Tuhan hanya
sebatas ucapan. Ia beranggapan yang berkuasa itu adalah dirinya sendiri karena
dirinya sendirilah yang dapat mengusahakan kebutuhan yang mereka inginkan.
Pengikut Samin juga meyakini bahwa Tuhan akan menguasai menurut kehendak
manusia, manusia menghendaki kebaikan, maka Tuhan akan memberikan
kebaikan, jika manusia menghendaki kejelekan, maka Tuhan juga akan
memberikan kejelekan.
Meskipun Samin sering memakai istilah-istilah Arab, namun kepercayaan
ini tidak bertalian langsung dengan agama Islam. Terdapat semacam kompleksitas
dari ajaran Samin di mana cakupan ajaran menjangkau berbagai segi kehidupan
dari pengikutnya, baik dalam bidang spiritual, kekerabatan, ekonomi dan politik.
Ricklefs berpendapat bahwa ajaran Samin merupakan doktrin yang tidak jelas.
“.....ajaran Samin lebih merupakan suatu kumpulan doktrin-doktrin etika
dan agama yang tidak jelas. Menitikberatkan pada mistik, kekuatan
seksual, perlawanan, dan keutamaan keluarga. Mereka menolak
perekonomian uang, struktur-struktur, dan segala bentuk kekuasaan.”13
Gerakan Samin juga merupakan tradisi Abangan di Jawa.14
Samin mengaku menganut agama Adam. Tentang agama yang dianutnya,
mereka menegaskan bahwa: “Agama niku gaman, Adam pangucape, man gaman
lanang”. Tetapi Samin tidak membedakan agama yang ada, mereka menganggap
semua agama baik, dan mereka merasa memilikinya.
13
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta,Gadjah Mada University Press,
1991,hlm.254. 14
Titi Mumfangati, dkk, , Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora,
Jawa Tengah, Yogyakarta,Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004, hlm. 45.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 74
59
C. Gerakan Tanpa Kekerasan
Gerakan Samin baik secara panduan ideologis gerakan maupun cara-cara
pergerakannya nyaris disandarkan pada pengetahuan lokal tentang konsep
kekuasaan tanah Jawa serta mitologi pewayangan warisan tradisi leluhur Jawa
melalui pujangga-pujangga keraton.15
Keyakinan bahwa mereka adalah keturunan
Pandawa membuat mereka berusaha menjaga warisan leluhur mereka, yakni Jawa
dan seisinya adalah milik mereka dan tidak boleh ada yang menguasai. Keyakinan
bahwa mereka adalah keturunan Pandawa dapat dilihat dari Serat Punjer Kawitan.
“Gur tameh eling bilih sira kabeh horak sanes turun Pandawa, lan huwis
nyipati kabrokalan krandhah Majapahit sakeng kakrage wadya musuh.
Mula sakuwit liyen kala nira Puntadewa titip tanah Jawa marang hing
Sunan Kalijaga. Hiku maklumat tuwila kanjantaka”.
“ Ingatlah bahwa kalian itu tak lain dan tak bukan adalah keturunan
Pandawa, yang sudah mengetahui kehancuran keluarga Majapahit yang
disebabkan oleh serangan musuh. Maka dari itu sejak peristiwa tersebut,
Puntadewa menitipkan tanah Jawa pada Sunan Kalijaga. Itulah yang
menyebabkan kesengsaraan dan penderitaan”.16
Atas dasar itulah, Samin mengajak pengikutnya untuk melawan
pemerintah kolonial Belanda. Tanah Jawa bukan milik Belanda. Tanah Jawa
adalah milik orang Jawa. Oleh karena itulah, tarikan pajak tidak dibayarnya.
Pohon-pohon jati di hutan ditebang, sebab pohon jati yang ditanam oleh Belanda,
juga dianggap miliknya, yaitu warisan Pandawa.
Perlawanan yang dilakukan oleh Samin dan pengikutnya memang berbeda
dengan perlawanan lain yang terjadi di Indonesia. Secara umum dapat dikatakan
sebagai perlawanan tanpa menggunakan kekerasan sebagaimana dilakukan oleh
15
Salah satu pujangga keraton yang menjadi referensi Samin Surosentiko yakni Ronggowarsito.
Lihat Suripan Sadi Hutomo, “Samin Surosentiko dan Ajaran-ajarannya” dalam Basis Februari
1985, hlm.63. 16
Suripan Sadi Hutomo, Samin....,op.cit. hlm. 61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 75
60
Gandhi (1869-1948) di India. Walaupun apa yang dilakukan Samin dan
pengikutnya adalah gerakan tanpa kekerasan, namun apa yang mereka lakukan
adalah gerakan yang radikal. Gerakan yang mereka lakukan adalah gerakan yang
prinsipal dimana mereka tetap pada pendirian untuk tidak membayar pajak,
menolak mengandangkan sapi, maupun melawan dengan kata-kata. Semua itu
menunjukkan ketidakpatuhan masyarakat terhadap kelompok yang berkuasa saat
itu yakni pemerintah Belanda. Dengan demikian ciri tersebut sangat berkaitan
dengan nilai-nilai yang menjadi acuan masyarakat Randublatung pada saat itu.
Gerakan tanpa kekerasan yang dijalankan Samin dan pengikutnya misalnya
pembangkangan melalui kata-kata. Seperti halnya contoh berikut ini: Bulan
Desember 1914, dilaporkan oleh wartawan Jawa yang kemudian dimuat dalam De
Locomotif Semarang, bahwa Rembang terdapat persidangan kasus pajak. Berikut
ini salah satu sesi tanya jawab seorang Patih yang menginterogasi salah satu
pengikut Samin dalam persidangan:
“Kamu masih berhutang 90 kepada negara”
“Saya tidak hutang kepada negara”
“Tapi kamu mesti bayar pajak”
”Wong Sikep tidak mengenal pajak”
“Apa kamu gila atau pura-pura gila”
“Saya tidak gila atau pura-pura gila”
“Kamu biasanya bayar pajak, kenapa sekarang tidak?”
“Dulu itu dulu, sekarang itu sekarang. Kenapa negara tak habis-habis
minta uang?”
“Negara mengeluarkan uang juga untuk penduduk pribumi. Kalau negara
tak cukup uang, tak mungkin merawat jalan-jalan dengan baik.”
“Kalau menurut kami, keadaaan jalan-jalan itu mengganggu kami, kami
akan membetulkannya sendiri.”
“Jadi kamu tak mau bayar pajak?”
“Wong Sikep tak kenal pajak”17
17
Harry J. Benda, dan Lance Castles,The Samin Movement, Dalam Bijdragen tot de Taal, Land-en
Volkenkunde, Vol.125, hlm 225.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 76
61
Setelah proses interogasi di pengadilan berjalan cukup sengit, sang Patih
akhirnya memutuskan: “Pengadilan Distrik memerintahkan anda untuk membayar
utang anda kepada negara. Jika selama 8 hari, anda tidak membayar, maka harta
benda anda akan disita. Pergi!”. Pengikut Samin tersebut pergi. Delapan hari telah
berlalu, dan pengikut Samin tersebut tetap tidak mau membayar pajak, akhirnya
barang-barangnya disita oleh pemerintah Belanda dan tidak ada perlawanan
apapun.
Pada tanggal 8 Januari 1914, barang-barang sitaan tersebut dijual dan
dilelang oleh pemerintah kolonial. Uangnya hendak diserahkan kembali kepada
pengikut Samin tersebut. Namun, pengikut Samin tersebut menolak dengan
berkata: “Sepanjang yang saya ketahui, saya tidak pernah menyewakan apapun.”
Perdebatan antara salah satu orang Samin dengan Patih tersebut
memperlihatkan bentuk pembangkangan melalui kata-kata. Para petani dalam
gerakan Samin mempertanyakan mengapa mereka harus membuat jalan-jalan
yang mereka tidak lalui. Kalaupun mereka memerlukan jalan atau memperbaiki
jalan, maka dengan sendirinya mereka akan membuat atau memperbaikinya
sendiri. Para petani juga mempertanyakan mengapa mereka harus membayar
pajak. Kalau pemerintah kolonial memerlukan, mereka akan memberikan namun
para petani yang mementukan sendiri jumlahnya.18
Munculnya perlawanan dengan kata-kata bukan tanpa maksud. Selain
melawan dengan cara halus, perlawanan dengan kata-kata dapat menunjukkan
sikap-sikap kultural dan politik Samin dan pengikutnya. Misalnya untuk
18
Onghokham, “Peranan Rakyat dalam Politik”, dalam Prisma. Agustus 1979 no.9, Jakarta.,
hlm.43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 77
62
menyebut mati/meninggal, masyarakat akan mengatakan salin sandhang (berganti
baju). Karena tubuhnya ini hanyalah baju dari roh kita.19
Hal tersebut dapat
dilihat misalnya:
1. Jenengmu sinten mbah?
1.a Jenengku lanang pangaran Samin
2. Mpun pinten taun teng mriki?
2.a Nggih mboten ngetung taune
3. Umure pinten?
3.a Setunggal kangge selawase.
4. Anake pun disekolahake?
4.a Mpun kulo sekolahake dhewek. Sekolah macul.
5. Mbah, sampean kedah suntik ben larane enggal saras
5.a Kula pun gadhah suntikan dhewek.
6. Lembune pinten mbah?
6.a lanang kalih wedok
7. Pinten etunge?
7.a Sekawan.
Terjemahan
1. Nama anda siapa?
1.a Nama saya laki-laki, punya sebutan Samin.
2. Sudah berapa lama di sini?
2.a Ya tidak menghitung tahunnya.
3. Umurnya berapa?
3.a Satu untuk selamanya.
4. Anaknya sudah disekolahkan?
4.a Sudah saya sekolahkan sendiri (dididik sendiri). Sekolah
mencangkul.
5. Mbah, anda harus disuntik (periksa dokter) biar cepat sembuh.
5.a Sya sudah punya alat suntik sendiri.
6. Sapinya berapa mbah?
6.a Jantan dan betina.
7. Berapa hitungannya?
7a. Empat.
Dialog no 1, 2, dan 3 memperlihatkan falsafah kehidupan masyarakat
pengikut Samin. Terutama pada jawaban atas pertanyaan umur yang menyatakan
19
Suripan Sadi Hutomo, “Bahasa dan Sastra Lisan Orang Samin” dalam Basis edisi Januari 1985.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 78
63
“Satu untuk selamanya”. Menurut mereka, umur manusia itu satu. Umur ialah
hidup. Hidup ialah roh dan nyawa.20
Manusia hanya memiliki umur satu. Dan
selamanya dibawa. Lahir dan mati. Oleh karena itulah orang yang meninggal
disebut salin sandhang.
Sementara itu, dalam dialog no 4, 5,6, dan 7 menunjukkan bahasa politik.
Bahasa politik ialah bahasa yang berisi politik. Dalam bidang politik, pengikut
Samin pernah berurusan dengan pemerintah kolonial. Mereka anti dengan
Belanda. Oleh karena itu, apa saja yang berbau Belanda mereka tolak. Menolak
dengan cara halus, yakni dengan cara berbahasa yang lazim disebut bahasa
Sangkak atau bahasa Sangka.l21
Misalnya menolak untuk menyekolahkan
anaknya dengan perkataan “Saya sudah sekolahkan sendiri (dididik sendiri).
Sekolah mencangkul”. Kemudian soal permintaan untuk memeriksa kesehatan ke
petugas kesehatan pemerintah Belanda, mereka secara halus mengatakan “ Saya
sudah punya alat suntik sendiri”.
Dalam konteks lain, pembangkangan dengan kata-kata juga digunakan
untuk memperlihatkan posisi serta prinsip masyarakat terhadap kehidupan yang
dipaksakan oleh pemerintah kolonial. Misalnya masalah membayar pajak,
pelarangan pemanfaatan hutan, serta pemakaian air untuk pertanian. Pemaksaan
tata kehidupan bernegara dengan beban pajak tersebut telah bersinggungan
dengan tata kehidupan yang dibangun dengan nilai-nilai masyarakat pengikut
Samin. Terlebih lagi, keyakinan bahwa tanah Jawa merupakan warisan dari
Pandawa yang diwariskan kepada mereka semakin bertentangan dengan
20
Agus Budi Purwanto, Samin....,op.cit, hlm. 85. 21
Ibid., hlm 86.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 79
64
pengakuan dan pemaksaan perluasan areal hutan jati yang diterapkan oleh
pemerintah Belanda.22
Terkait dengan masalah perhutanan, mereka menolak berbicara dengan
para pejabat hutan dengan menggunakan bahasa krama ( Jawa halus). Misalnya
beberapa pengikut Samin membaringkan diri di atas tanah mereka ketika ada
penataan ulang tanah komunal. Mereka bilang “Kanggo” (tanah ini masih saya
pakai). Karena penataan ulang tanah komunal pada tahun 1914 berujung pada
pengurangan atau bahkan memintakan paksa tanah-tanah tersebut untuk dijadikan
hutan jati atau keperluan pemerintah Belanda yang lain. 23
Kekuasaan kolonial
dan ketertiban masyarakat kolonial mulai terganggu, hingga berujung pada
penangkapan Samin pada tahun 1914. Pada prinsipnya, Samin dan pengikutnya
merasa heran, ketika ada sekelompok entitas bernama pemerintah Belanda
mengklaim diri sebagai penguasa sekaligus pemilik tanah kehutanan seluas itu,
yang di dalamnya termuat segala hal yang diperlukan bagi masyarakat agraris.
Peraturan-peraturan kolonial pada abad XIX hingga awal abad XX telah
menyasar petani hingga ke pelosok-pelosok pedesaan. Persentuhan petani dengan
peraturan kolonial selalu berimplikasi dalam dua hal: pertama jika peraturan
tersebut dipatuhi, maka politik pertanian, perkebunan, dan kehutanan dapat
berjalan dengan lancar, petani mendapatkan insentif berupa uang tunai, terutama
pada masa liberalisasi dimulai. Kedua, jika peraturan kolonial tidak dipatuhi oleh
petani, maka politik pertanian, perkebunan, dan kehutanan kolonial tidak dapat
22
Ibid., 23
Agus Budi Purwanto, Samin....op.cit.hlm. 89.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 80
65
berjalan lancar. Sementara itu petani harus menerima konsekuensi berupa sanki-
sanksi. Karena itu, tidak melaksanakan peraturan berarti melanggar peraturan.24
D. Bahasa sebagai Simbol Perlawanan
Samin Surosentiko menganjurkan kepada pengikutnya untuk tidak tunduk
pada Belanda. Hal tersebut dapat terlihat dari semangat yang dikandung dalam
ajarannya yang terdapat dalam serat Punjer Kawitan yang menekankan pengertian
bahwa bumi Jawa adalah warisan Pandawa.25
Dengan demikian, tidak ada hak
bagi Belanda untuk memerintah dan memungut penghasilan dari orang-orang
Jawa.Pada prinsipnya ada empat pokok yang menjadi penolakan terhadap
pemerintah Belanda, yaitu: (1) penolakan membayar pajak, (2) penolakan
memperbaiki jalan, (3) penolakan jaga malam, (4) penolakan kerja paksa.26
Ujaran yang terkenal berkaitan dengan tindakan penolakan terhadap
Belanda adalah sebagai berikut:
“Dhek jaman Londo niku njaluk pajek mboten trimo sak legane nggih
mboten diwenehi, bebas mboten seneng. Ndandani ratan nggih bebas, nek
gelem wes dibebasake. Kenek jaga ya ono, nyang jaga omahe dewe.
Nyengkah ing negara telung tahun dikenek kerja paksa”.
(Pada jaman Penjajahan Belanda, kalau dipungut pajak akan diberi
seikhlasnya, kalau tidak mau malah tidak akan dibayar, terserah kalau
Belanda tidak suka. Memperbaiki jalan juga tidak usah. Tidak perlu juga
jaga malam, lebih baik jaga rumahnya sendiri. Menolak kerja paksa
selama tiga tahun).27
Dalam ujaran tersebut terlihat jika Samin dan pengikutnya tidak patuh
terhadap peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Mereka lebih senang
24
Onghokham, Peranan...., op.cit., hlm.43. 25
Bagi orang Jawa, wayang tidak hanya sekedar produk seni. Tetapi lebih jauh dan intens
pemahaman dan pemaknaannya. Wayang adalah ikon budaya Jawa yang mengandung ajaran dan
perlambang. Bahkan tidak jarang, wayang dianggap sebagai pusaka dan menjadi sumber rujukan
perilaku yang menempati kedudukan tertinggi dalam kehidupan manusia. 26
Andrik Purwasito, Agama dan Tradisional: Potret Kearifan Hiudp Masyarakat Samin dan
Tengger, Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm. 51. 27
Ibid., hlm.52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 81
66
jika pajak yang harus diberikan kepada pemerintah Belanda diberikan secara
ikhlas dan mereka sendiri yang menentukan jumlahnya. Mereka menjunjung
tinggi nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka sebagai keturunan Pandawa.
Mereka juga menolak kerja paksa karena hal tersebut hanya menguntungkan bagi
pemerintah Belanda. Mereka lebih suka mengerjakan apa yang memang menjadi
pekerjaan mereka, yaitu sebagai petani.
Masyarakat Blora yang bukan pengikut Samin, menganggap jika Samin
dan pengikutnya merupakan orang yang jujur dan konsisten memegang teguh
prinsip hidupnya. Pada dasarnya sikap yang diperlihatkan adalah sebagai wujud
halus perlawanan terhadap Belanda.28
Mereka menggunakan metode perlawanan
nonfisik seperti itu karena mereka tidak mampu menghadapi Belanda. Maka,
perlawanan dimodifikasi ke dalam bentuk sikap dan penggunaan bahasa yang
dibuat sedemikian dalam aktivitas perilaku kehidupan.
Perlawanan Samin dan pengikutnya yang bersifat kultural tersebut, di
mana tidak menunjukkan secara terbuka perlawanan fisiknya, tetapi semua
perilaku, sikap, dan ucapan yang terungkap mencerminkan penolakan terhadap
Belanda di Jawa. Semangat dan gaya perlawanan yang demikian ini dapat
disejajarkan dengan model perlawanan Ahimsa-nya Mahatma Gandhi.29
28
Syahrul Kirom, Ajaran Moral Masyarakat Samin Dalam Perspektif Etika, Yogyakarta,
Perpustakaan Gadjah Mada, 2011, hlm. 6. 29
Seperti diketahui bahwa Gandhi memimpun gerakan perlwanan terhadap kolonialisme Inggris di
India dengan menggunakan pendekatan humanisme-kultural melalui seruannya untuk melakukan
gerakan Swadesi, yaitu gerakan boikot produk Inggris. Ia menganjurkan orang India untuk
menggunakan produk sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ahimsa adalah semangat
tidak memancing gerakan represif dan pembersihan dari koloniolis, dan Satyagraha yang
merupakan komitmen moral terhadap perjuangan pembebasan kolonialisme berdasarkan cinta
sesama dan cinta tanah air. Ajaran Gandhi tersebut disosialisasikan dan dihayati oleh sebagian
besar masyarakat India serta dilaksanakan dengan penuh disiplin dan konsisten, sehingga
membuat Inggris berlaku akomodatif dan responsif terhadap kepentingan masyarakat India.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 82
67
Samin dan pengikutnya dalam menggunakan bahasa khususnya bahasa
Jawa memiliki gaya sendiri. Gaya bahasa tersebut berkaitan dengan sikap dan
pilihan hidup Samin dan pengikutnya, yaitu sikap dan pilihan hidup dalam
menentang pemerintah Belanda. Untuk berbicara dengan pihak Belanda, mereka
menggunakan bahasa Jawa ngoko.
Gaya berbahasa tesebut merupakan ekspresi perlawanan tetapi tidak
mengingkari sifat dan sikap jujur. Mereka berpendapat semua harta dan kekayaan
adalah milik pribadi sehingga tidak perlu dipajaki dalam konteks setor pajak
kepada pemerintah Belanda. Sehingga, mereka selalu mencari cara agar dapat
membayar pajak sekecil mungkin. Dengan demikian, mereka selalu memberi
jawaban dengan keterangan yang mengesankan jika harta milik mereka hanya
sedikit. Seperti terlihat dalam contoh berikut:
“ Berapa sapimu?”
“ Dua”30
Padahal kenyataanya sapi mereka banyak. Mereka merasa tidak berbohong
sebab yang dimaksud dengan jawaban “dua” adalah ternak mereka terdiri dari dua
jenis, yakni jantan dan betina. Mereka juga tidak mengenal tingkat bahasa Jawa,
seperti Jawa Kromo, Jawa Madya, dan Jawa Ngoko. Semuanya dianggap sama.
Manusia hidup memiliki kedudukan dan tingkatan yang sederajat.31
Dalam pergaulan sehari-hari dengan siapa saja, mereka menyebut yang
lain sebagai sedulur. Walaupun terhadap priyayi (bangsawan) sekalipun. Karena
itulah dalam pergaulan dengan sesama saudara, mereka menggunakan bahasa
30
Andrik Purwasito, Agama...., op.cit. hlm.53. 31
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 83
68
Jawa Ngoko namun dengan sikap tetap menghormati. Hal ini menunjukkan
kesamaan derajat yang kental.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 84
69
BAB IV
DAMPAK GERAKAN SAMIN
A. Munculnya Masyarakat Samin
Gerakan Samin pada akhirnya mampu menciptakan sebuah komunitas
masyarakat baru di kabupaten Blora yang dikenal dengan masyarakat Samin.
Masyarakat Samin sering dilihat sebagai sebuah komunitas berbasis tradisi yang
muncul sebagai akibat dari adanya sebuah ketokohan kharismatik. Ialah Samin
Surosentiko yang pada tahun 1889 mulai menyebarkan ajarannya dalam Serat
Jamus Kalimasada kepada orang-orang di wilayah Bojonegoro dan Blora. Ajaran
ini pada intinya adalah ajakan untuk menjalani hidup dengan sederhana, sekaligus
juga merupakan wujud dari sikap Samin yang mengajak masyarakat di sekitarnya
untuk tidak tunduk terhadap pemerintah kolonial pada masa itu karena telah
merugikan dan menindas kaum pribumi dengan kenaikan pajak dan penguasaan
kawan hutan.
Ajaran Samin sebenarnya mencakup berbagai pranata hidup, diantaranya
menyangkut dasar-dasar kebajikan, kebijaksanaan, tata pergaulan, ketuhanan,
tradisi perkawinan, hingga tentang prinsip kemandirian negara. Ajaran ini
kemudian melembaga, dan pada perkembangannya menyebar ke daerah Pati,
Kudus, Brebes, dan Lamongan.1 Masyarakat Samin kemudian menyebut diri
sebagai Sedulur Sikep2, yang tetap melestarikan ajaran samin dengan prinsip
1 Ahmad Sahal, Terjerat dalam Rumah Kaca: Masih Meyakinkankah Nasionalisme?, dalam Jurnal
Kalam Edisi 3. Jakarta: Yayasan Kalam, 1994, hlm. 6 2 Sekelompok masyarakat yang berusaha menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran
Samin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 85
70
kesederhanaan dan sikap pembangkangan terhadap pemerintah dengan kebiasaan
tidak mengikuti sejumlah aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Hingga saat ini, masyarakat Samin masih berdiam di wilayah Pati dan
Blora dengan tradisi yang terus dilestarikannya. Hal ini menyebabkan muncul
semacam stereotip dari msyarakat bahwa warga Samin adalah sekumpulan
masyarakat terbelakang, lugu, dan tidak lebih dari sebuah masyarakat tradisional
yang bersikap puritan.3 Kebiasaan masyarakat Samin ditandai oleh sikap dan
perilaku tidak mengikuti adat-istiadat desa atau masyarakat yang mereka tempati.
Hal semacam ini diawali oleh Samin dan pengikutnya terdahulu dalam menentang
pemerintah kolonial. Oleh sebab itu, pengaruh dari tindakan Samin dulu dilakukan
juga oleh masyarakat setelahnya.
Dalam hal kekerabatan masyarakat, Samin memiliki persamaan dengan
kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama.
Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke
atas setelah Kakek atau Nenek. Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin
maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan
melestarikan hubungan kekerabatan, masyarakat Samin memiliki tradisi untuk
saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun
tempat tinggalnya jauh.4
Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan
rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat
3 Titi Mumfangati, dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa
Tengah, 2004, Yogyakarta: Jarahnitra, hlm.22.
4 Sutamat Arybowo, Orang Samin dan Pandangan Hidupnya, Kompas edisi kamis, 10 Mei 2007,
hlm.36.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 86
71
dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding
batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau
joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang
tamu yang cukup luas, kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak
agak jauh dan biasanya digunakan beberapa keluarga. Kandang ternak berada di
luar di samping rumah. Namun disisi lain, adanya konsep sedulur, kemudian
mempengaruhi pada terhalangnya pembentukan ruang pribadi atau eksklusif.5
Sebagai masyarakat yang mewarisi tradisi peninggalan Samin,
persebarannyapun juga semakin meluas. Persebaran dimulai di wilayah kelahiran
Samin, yakni di desa Ploso kecamatan Randublatung. Karena pengikutnya
semakin bertambah, Samin mencari tempat yang lebih luas, yakni di desa
Bapangan kecamatan Menden.6 Selanjutnya meluas hingga daerah Sambong,
Jiken, Blora, Tunjungan Ngawen, Todanan, Kunduran, Bangreja, dan Doplang.
Persebaran masyarakat Samin membawa konsekuensi makin merasa
bersatu yang diikat oleh ikatan persaudaraan, dan orang Samin menyebutnya
seduluran.7 Di samping itu, mereka juga terikat oleh persamaan adat-istiadat
yang wajib mereka laksanakan. Misalnya adat-istiadat perkawinan dan kematian,
tidak boleh berdagang, tidak boleh menerima sumbangan, dan ajaran tolong
menolong yang semuanya disosialisasikan sendiri oleh Samin Surosentiko.
Pada akhirnya masyarakat Samin menjadi bagian dari budaya Indonesia
yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Sebagai bagian dari budaya Indoensia,
5 Ibid.
6 Ibid., hlm. 32.
7 Ibid., hlm.33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 87
72
mereka telah memiliki pandangan hidup mereka sendiri. Ajaran moral yang berisi
wejangan, khotbah, dan peraturan dimaksudkan agar masyarakat menjalankan
kehidupan mereka dengan lebih baik.
Walaupun Samin memiliki ajaran sendiri namun sejak kemerdekaan RI,
orang Samin sudah merasa menjadi bagian dari negara Indonesia. Tidak ada
perbedaan dengan warga negara yang lain. Menjadi jelas kiranya jika Indonesia
semakin kaya akan budaya.
B. Identitas Diri Masyarakat Samin
Simbol identitas ini menunjukkan kekhasan masyarakat, sehingga tampak
ciri-ciri yang berbeda dengan kelompok masyarakat lain. Identitas diri dapat
menimbulkan rasa persatuan diantara anggota masyarakatnya. Begitu pula
identitas diri masyarakat Samin yakni:
1. Bahasa orang Samin
Orang Samin yang tinggal di mana pun menggunakan bahasa Jawa lugu
yakni bahasa Jawa sederhana. Mereka tidak mengenal tingkatan dalam berbahasa
karena mereka menganggap semua sama derajatnya. Karena itulah dalam
pergaulan sehari-hari, terutama dengan sedulur, orang Samin menggunakan
bahasa Jawa ngoko. Dahulu bahasa inilah yang digunakan dalam menentang
pemerintah kolonial.
Situasi sekarang tidaklah sama dengan situasi zaman kolonialisme
Belanda. Masyarakat juga mengalami perubahan. Mereka pada umumnya
menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar yang tinggal dalam satu komunitas.
Namun, ajaran yang ditinggalkan oleh Samin tetap mereka pertahankan seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 88
73
misalnya tidak boleh menyakiti, harus berbudi luhur, jangan membuat orang
kecewa, dan yang lainnya.8
Apabila bertemu dengan orang lain yang bukan orang Samin, mereka
menggunakan bahasa Jawa Kromo Madya.9 Dapat dilihat dari contoh percakapan
berikut:
“ Sami seger waras?”
“ Waras”
“ Badhe tindak pundi?”
“ Ngalor rono”
“ Geh monggo”
Bahasa Jawa yang terlihat dalam contoh percakapan di atas tidak
membedakan kedudukan atau status sosial dari masyarakat. Walaupun lawan
bicara lebih tua, namun bahasa yang digunakan bukan bahasa Jawa Kromo Inggil
seperti yang digunakan oleh masyarakat Jawa pada umumnya. Bahasa yang
demikian mencerminkan kesamaan derajat yang kental diantara orang Samin
tersebut.
2. Upacara Perkawinan dan Kematian
Sebelum perkawinan, bagi orang Samin cukup dihadiri oleh beberapa
kerabat dan direstui oleh sesepuh.10
Perkawinan disaksikan oleh kedua orang tua
masing-masing mempelai. Seorang laki-laki yang akan meminang perempuan
Samin akan bekerja dan mengabdi beberapa waktu pada keluarga calon mempelai
8 Titi Mumfangati, Kearifan....op.cit. hlm 37.
9 Secara sistematis ragam krama madya dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama
yang kadar kehalusannya rendah.meskipun demikian, jika dibandingkan dengan ngoko alus, krama
madya menunjukkan kehalusan yang lebih tinggi. 10
Andrik Purwasit0, Agama Tradisional: Potret Kearifan Lokal Masyarakat Samin dan Tengger,
Yogyakarta, Lkis, 2003, hlm.77.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 89
74
puteri.11
Nyuwito12
dilakukan bila kedua calon mempelai belum cukup umur,
tetapi bila sudah cukup umur keduanya bisa langsung menikah.
Upacara perkawinan masyarakat Samin sangat sederhana. Pengantin laki-
laki dan perempuan cukup diarak sampai depan rumah kepala desa dan
masyarakat sekitar cukup menyaksikannya. Hal ini sudah cukup menjadi bukti
bahwa mereka telah sah menjadi pasangan suami-istri. Jika nantinya terjadi
ketidakcocokan dalam membina rumah tangga, maka mereka dapat berpisah.
Untuk upacara kematian, jika di masa lalu dalam mengubur mayat dikenal
istilah gelundung semprong (orang yang telah meninggal dikubur apa adanya),
artinya jika ada seseorang meninggal maka akan dikubur tanpa dibungkus apapun,
hanya dibungkus dengan pakaian yang dipakai ketika masih hidup. Semenjak
terjadi penetrasi informasi keagamaan, perlakuan atas jenazah sudah berubah.
Jenazah akan diperlakukan secara islami yakni, dimandikan, dikafani, disolatkan,
dan dikubur sesuai syariat islam yang berlaku.13
C. Moral Ekonomi Masyarakat Samin
Keberadaan hutan di Blora memiliki nilai ekonomi yang penting bagi
masyarakat sekitarnya. Seharusnya hutan memberi peluang ekonomi pada
masyarakat. Akan tetapi dilihat dari situasi yang ada, masyarakat masih hidup
miskin, banyak penagngguran, kekurangan lahan untuk bercocok tanam, dan
belum mampu memanfaatkan potensi hutan.
11
Ibid., hlm 60. 12
Dalam sistem perkawinan di masa lalu calon mempelai pria harus menginap terlebih dahulu di
calon wanita, atau lebih sering dikenal dengan istilah nyuwita sampai beberapa bulan bahkan
tahunan, namun sekarang sudah tidak dijalankan lagi karena dianggap bertentangan dengan ajaran
agama Islam. 13
Andrik Purwasito, Kearifan....op.cit, hlm.78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 90
75
Nampaknya ingatan masa lalu atas salah satu bentuk perlawanan dengan
pencurian kayu hutan, masih dapat dijumpai. Menurut mereka, hal ini bukan
pencurian kayu karena mereka masih merasa bahwa kayu jati adalah warisan dari
leluhur mereka yakni Samin dan pengikutnya. Pencurian kayu secara besar-
besaran terjadi setelah mereka merasa dibodohi oleh Polisi Kehutanan. Polisi
Kehutanan yang seenaknya mengambil hasil hutan terutama kayu jati untuk
kepentingan pribadi.14
Selain itu, alasan mereka mencuri kayu adalah perbuatan
mereka masih dapat diterima oleh masyarakat lainnya.
Permasalahan lain yang masih sering dilakukan oleh masyarakat Samin
adalah dengan tidak membayar pajak. Ini merupakan wujud pelembagaan ajaran
pembangkangan Samin yang terlanjur dibawa hingga pasca pemerintah kolonial.
Mereka berasumsi bahwa seharusnya pemerintah mengakomodasi kepentingan
semua pihak, namun karena pemerintah tidak dapat melaksanakan itu, maka tidak
perlu mengikuti pemerintah.15
Argumen yang terbangun bahwa tidak membayar pajak bukan semata-
mata sebagai wujud perlawanan terhadap pemerintah saja, namun sebenarnya
mereka tidak mengetahui apa yang dipersoalkan mengingat mereka telah
menempati tanah tersebut dalam waktu yang lama, sehingga tidak perlu adanya
pajak.16
Baru pada tahun 1990 ditandai dengan pengaspalan dan listrik masuk
desa, mereka mulai mengerti apa itu PBB dan mulai bersedia untuk membayar
pajak karena untuk kebutuhan instalasi listrik.
14
Erna Apit Firmanti, Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian di Suku Samin Desa Klopodhuwur
Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora, Semarang, Perpustakana UNES, 2009, hlm.49. 15
http://rinangxu.wordpress.com/2006/12/07/samin-anarchy-rebel-budaya 16
Dalam jurnal yang berjudul Samin Si Lugu yang Bergerak: Diskiursus Kearifan Lokal Dalam
Kajian Gerakan Politik diterbitkan oleh Perpustakaan universitas Gadjah Mada Juni 2007, hlm 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 91
76
Kini masyarakat Samin sudah lebih terbuka terhadap dunia luar dan tidak
lagi curiga terhadap tamu dari manapun. Sebelumnya para tamu selalu dicurigai
sebagai utusan yaksa dawana atau mata-mata pemerintah.17
Sikap isolasi diri
lambat laun mulai terkikis, mereka tidak lagi berfokus sebagai petani, tetapi mata
pencaharian lain seperti berdagang dan peternak. Mereka juga sudah mulai
mengenal tulisan dan bahasa Indonesia.
Terlepas dari pengalaman masa lalu, masyarakat Samin tumbuh dan
berkembang sebagai masyarakat yang memiliki kearifan lokal dengan tetap
mengutamakan sifat-sifat baik warisan leluhur mereka. Selalu jujur dan berbuat
baik telah melekat dalam diri orang Samin. Keberadaan mereka juga menambah
kekayaan budaya yang ada di Indonesia.
17
Ibid., hlm.12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 92
77
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari bab II sampai bab IV, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Intervensi pemerintah kolonial dalam sistem kehidupan masyarakat pinggir
hutan, serta tekanan-tekanan dari pemerintah berupa kerja wajib, hukum
pengelolaan kehutanan dan kenaikan pajak membuat kehidupan masyarakat
mulai terganggu. Masyarakat Randublatung kabupaten Blora, yang
merupakan tempat tinggal Samin dan pengikutnya merasa harga dirinya telah
diinjak-injak oleh pemerintah kolonial karena telah merampas hak mereka
terhadap pemanfaatan hutan dengan penerapan berbagai peraturan kehutanan.
Selama ini hutan telah menjadi sumber kehidupan masyarakatnya. Bagi
Samin dan pengikutnya, hutan adalah milik mereka yang merupakan warisan
dari leluhur sehingga tidak boleh ada yang menguasai. Munculnya gerakan
Samin juiga tidak dapat terlepas dari faktor geografis. Kawasan Randublatung
sendiri merupakan tanah kapur yang membuat pohon jati tumbuh subur di
sana.
2. Dalam rangka mempertahankan nilai-nilai kehidupan dan mengambil kembali
akses mereka terhadap hutan, Samin dan pengikutnya melakukan perlawanan.
Perlawanan yang dilakukan bukan merupakan perlawanan fisik, melainkan
perlawanan tanpa menggunakan kekerasan. Mereka menunjukkan penolakan
terhadap keberadaan pemerintah kolonial dengan menggunakan bahasa Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 93
78
ngoko (mengumpat) serta penolakan terhadap pembayaran pajak. Mereka
menyadari perlawanan menggunakan senjata maka semakin memperburuk
keadaan karena mereka pasti kalah dalam hal persenjataan serta mereka tidak
merasa memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Meskipun bukan
perlawanan fisik, namun apa yang mereka lakukan menunjukkan perlawanan
yang sangat radikal karena mereka mempunyai prinsip hidup sendiri yang
kesemuanya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap pemerintah yang
berkuasa saat itu. Prinsip hidup Samin beserta ajarannya, dapat diterima oleh
pengikutnya bahkan terus mengalami peningkatan yang sangat pesat hingga
ke berbagai daerah.
3. Salah satu dampak dari gerakan Samin adalah lahirnya sebuah komunitas
baru atau sering dikenal sebagai masyarakat Samin. Mereka inilah yang
masih tetap melestarikan ajaran Samin dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun terdapat perubahan seiring perkembangan zaman, namun ajaran
kebaikan dari Samin telah menjadi kearifan lokal masyarakat Blora. Mereka
kini taat membayar pajak, berbahasa santun dan hidup dengan penuh
kejujuran. Prinsip hidup jujur Samin telah diamini oleh pengikutnya, artinya
resiko hidup jujur yang berakibat hidup sulit tidak menjadi masalah bagi
kehidupan mereka selanjutnya. Hal ini yang membuat masyarakat Samin
dianggap sebagai masyarakat yang polos dan lugu. Meskipun kerap menjadi
cemohan orang, namun masyarakat Blora tetap bangga menjadi keturunan
Samin. Sikap yang demikian menunjukkan bahwa mereka sangat menghargai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 94
79
perjuangan leluhur mereka. Kearifan lokal ini dapat menjadi contoh bagi kita
untuk tetap berbuat kebaikan agar kehidupan kita menjadi lebih baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 95
80
DAFTAR PUSTAKA
Agus Budi Purwanto. 2011. Samin dan Kehutanan Abad XIX. Yogyakarta.
Ahmad Sahal. 1994.Terjerat dalam Rumah Kaca: Masih Meyakinkankah
Nasionalisme?. Jakarta: Yayasan Kalam.
Amrih Widodo.1997. Samin in the New Order: The Politic of Encounter and
Isolation, Ohio University Press.
Andrik Purwasito. 2003. Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat
Samin dan Tengger. Yogyakarta: LKIS
Arif Arifin. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan.
Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Barker, Chris. 2000. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Benda, Harry J. dan Lance Castles. 1969. The Samin Movement. Dalam Bijdragen
Tot De Taal Land-en Volkenkunde,
Desak Made Oka Purnawati. 2004. Hutan Jati Madiun: Silvikultur di
Karesidenan Madiun 1830-1913.Semarang:Intra Pustaka Utama.
Desi Rahmawati. 2003. Gerakan Petani dalam Konteks Masyarakat Sipil.
Erna Apit Firmanti. 2009. Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian di Suku Samin
Desa Klopodhuwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Semarang.
Hanis Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik, Pemerintahan dan Otonomi Daerah)
Jakarta: Grasindo.
Hasanu Simon. 2004. Aspek Sosio-Teknis Pengelolaan Hutan Jati di Jawa.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Indrayanto. 2012. Ekologi Hutan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
I Nyoman Nurjana. Sejarah Hukum Pengelolaan Hutan di Indonesia. Malang.
Irfan Bachtiar. 2001. Hutan Jawa Menjemput Ajal. Yogyakarta: Biro Penerbit
Arupa
Kardiyat Wiharyanto A. 2005. Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 96
81
Korver, A. Pieter E. 1976. The Samin Movement and Millenarism, BKI.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2001.
Lombard, Dennys. 2008. Nusa Jawa Silang Budaya: Warisan kerajaan-kerajaan
Konsentris. Jakarta: PT.Gramedia.
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Jilid V.
Jakarta: PN.Balai Pustaka.
Mochamad Fadjrin.2011. Dinamika Gerakan Petani: Kemunculan dan
Kelangsungannya. Bogor.
Mubyarto. 1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Penerbit
Sinar Harapan
Niel, Robert van. 2003. Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta: LP3ES.
Peluso, Nancy Lee. 2006. Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasa Sumber Daya
dan Perlawanan di Jawa. Jakarta:KOPHALINDO
Raffles ,Sir Thomas Stamford. 1830. The History of Java. London: John Murray.
Ricklefs, M.C.1991. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sartono Kartodirdjo. 1888. Pemberontakan Petani Banten. Pustaka Jaya.
1973. Protest Movements in Rural Java: A Study Of
Agrarian Unrests in The Nineteenth and Twentieth
Centuries, Oxford University Press.
Ratu Adil, Jakarta: Sinar Harapan.
Scott, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara. Jakarta: LP3ES.
1993. Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,
2000. Senjatanya Orang-Orang yang Kalah, Bentuk
Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Sediono Tjondronegoro M.P dan Gunawan Wiradi. 1994. Dua Abad Penguasaan
Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 97
82
Jakarta:Yayasan Obor IndonesiaTiti Mumfangati. dkk. 2004. Kearifan Lokal
di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah,
Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Suhartono Pranoto .W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sulistyaningsih. 2013. Perlawanan Petani Hutan: Studi Atas Resistensi Berbasis
Pengetahuan Lokal. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Suripan Sadi Hutomo. 1996. Samin dan Ajaran-ajarannya. Semarang: Citra
Almamater
Sutamat Arybowo. 2007.Orang Samin dan Pandangan Hidupnya. Jakarta:
PT.Gramedia.
Syahrul Kirom. 2011. Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika:
Relevansinya Bagi Pengembangan Bangsa. Yogyakarta
T. Gilarso, Ekonomi Indonesia Sebuah Pengantar I. Yogyakarta:Kanisius.
Warto. 2001. Blandong: Kerja Wajib Eksploitasi Hutan di Rembang Abad ke-19.
Surakarta: Pustaka Cakra.
Sumber Internet
Dampak gerakan Samin, http//AGUSBUDIPURWANTO.WORDPRESS.COM//
2010/09/22/KAUSALITAS-GERAKANSAMIN. Diakses 23 November 2015.
Manfaat Hutan, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hutan. Diakses 28 April 2016.
Pengertian Kehutanan, www.academia.edu/8201808/HUTAN. Diakses 28 April
2016.
Sumber Majalah
Hutomo Suripan Sadi, “Bahasa dan Sastra Lisan Orang Samin” dalam Basis edisi
Januari 1985
“Samin Surosentiko dan Ajaran-Ajarannya” dalam Basis
edisi Januari 1985.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 98
83
Onghokham.“Peranan Rakyat dalam Politik”. Prisma. Agustus 1979 no.9, Jakarta.
Emmanuel, Subangun, Tidak Ada Mesias Dalam Pandangan Hidup Jawa. Prisma
Januari 1997, no.1.Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 99
84
Peta Persebaran Gerakan Samin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 100
85
SILABUS
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas : XI
Kompetensi Inti :
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai)
santun, responsif, dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahhuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengethuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk menyelesaikan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keimuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 101
86
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar
3.1 Menganalisis
perubahan, dan
keberlanjutan
dalam peristiwa
sejarah pada
masa
penjajahan
asing hingga
proklamasi
kemerdekaan
Indonesia.
Strategi
perlawanan
bangsa Indonesia
terhadap
penjajahan
Bangsa Barat di
Indonesia
sebelum dan
sesudah abad ke-
20.
Latar
belakang
gerakan
Samin
Dinamika
gerakan
Samin
Dampak
gerakan
Samin
Mengamati:
Membaca buku
teks, browsing
internet dan
berdiskusi dengan
teman di samping
tentang gerakan
Samin melawan
kolonialisme di
Blora abad XIX-
XX
Menanya:
Tanya jawab,
berdiskusi, dan
memberi
komentar tentang
materi gerakan
Samin melawan
kolonialisme
Belanda di Blora
Observasi:
Mengamati
kegiatan peserta
didik dalam
proses
mengumpulkan
data, dan
pembuatan
laporan tentang
latar belakang,
dinamika, dan
dampak gerakan
Samin.
Portofolio:
Menilai laporan
makalah peserta
didik tentang
latar belakang,
dinamika, dan
dampak gerakan
Samin
2 x 45 menit. I Wayan
Badrika.2006.
Sejarah Untuk SMA
Kelas XI Program
Pengetahuan Ssosial,
Jilid 2.Jakarta:
Erlangga.
Andrik Purwasito
DEA.2003. Agama
Tradisional: Potret
Kaerifan Masyarakat
Samin dan
Tengger.Yogyakarta:
LKIS.
Titi Mumfangati, dkk.
2004.Kearifan Lokal
Masyarakat Samin,
Kabupaten Blora
Propinsi Jawa
Tengah.Yogyakarta:
Kementrian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 102
87
abad XIX-XX
Mengeksplorasi:
Di dalam
kelompok, siswa
mengumpulkan
informasi terkait
latar belakang,
dinamika, dan
dampak gerakan
Samin melalui
bacaan matau
internet.
Mengasosiasikan:
Menganalisis
informasi dan
data-data yang
didapat dari
bacaan maupun
sumber-sumber
terkait untuk
mendapatkan
kesimpulan
tentang latar
belakang,
dinamika, dan
Tes Terulis:
Menilai
kemampuan
peserta didik
dalam
penguasaan
materi tentang
latar belakang,
dinamika, dan
dampak gerakan
Samin.
Kebudayaan dan
Pariwisata.
Harry J. Benda dan
Lance Castles.1969.
The Samint
Movement.
Nancy Lee Peluso.
2006. Hutan Kaya:
Rakyat Melarat:
Penguasa Sumber
Daya dan
Perlawanan di
Jawa.Yogyakarta:
KOPHALINDO.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 103
88
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
Candra Wijaya, S.Pd Nurmalitasari
dampak gerakan
Samin.
Mengkomunikasikan:
Hasil analisis
kemudian
dilaporkan dalam
bentuk tulisan
berisikan latar
belakang,
dinamika, dan
dampak gerakan
Samin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 104
89
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA N 117 YOGYAKARTA
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas/Semester : XI/1
Materi Pokok : Strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap
penjajahan Bangsa Barat di Indonesia sebelum dan
sesudah abad ke-20
Pertemuan Ke- : 2
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator
1. Menghayati dan
mengamalkan
ajaran agamanya.
1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan
dan keinginan bersatu dalam
perjuangan pergerakan nasional
menuju kemerdekaan bangsa
sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa terhadap bangsa dan negara
Indonesia.
1.1.1. Menunjukkan
sikap syukur
kepada Tuhan
Yang Maha Esa
atas kemerdekaan
Indonesia dari
tangan penjajah
dengan belajar
tekun.
2. Menghayati dan
mengamalkan
perilaku jujur,
disiplin,
tanggungjawab,
peduli (gotong
royong, kerjasama,
toleran, damai),
santun, responsif
dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap
sebagai bagian dari
solusi atas berbagai
permasalahan
2.1 Mengembangkan nilai dan
perilaku mempertahankan harga
diri bangsa dengan bercermin pada
kegigihan para pejuang dalam
melawan penjajah.
2.1.1. Menunjukkan
sikap dan perilaku
cinta tanah air
dalam kehidupan
sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 105
90
dalam berinteraksi
secara efektif
dengan lingkungan
sosial dan alam
serta dalam
menempatkan diri
sebagai cerminan
bangsa dalam
pergaulan dunia
3. Memahami,
menerapkan, dan
menganalisis
pengetahuan
faktual, konseptual,
prosedural, dan
metakognitif
berdasarkan rasa
ingin tahunya
tentang ilmu
pengetahuan,
teknologi, seni,
budaya, dan
humaniora dengan
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan
peradaban terkait
penyebab
fenomena dan
kejadian, serta
menerapkan
pengetahuan
prosedural pada
bidang kajian yang
spesifik sesuai
dengan bakat dan
minatnya untuk
memecahkan
masalah
3.1 Menganalisis strategi perlawanan
bangsa Indonesia terhadap
penjajah sebelum dan sesudah
abad ke-20 khususnya perjuangan
Samin Surosentiko dalam melawan
kolonialisme Belanda di Blora.
3.1.1. Mendeskripsikan
latar belakang
gerakan Samin
melawan
kolonialisme
Belanda di Blora
abad XIX-XX
.
3.1.2. Mendeskripsikan
dinamika gerakan
Samin melawan
kolonialisme
Belanda di Blora
abad XIX-XX.
3.1.3. Menganalisis
dampak gerakan
Samin melawan
kolonialisme
Belanda di Blora
abad XIX-XX.
4. Mengolah,
menalar, dan
menyaji dalam
4.1 Mengolah informasi tentang
peristiwa sejarah pada masa
penjajahan Bangsa Barat di
4.1.1. Melaporkan hasil
tulisan mengenai
latar belakang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 106
91
ranah konkret dan
ranah abstrak
terkait dengan
pengembangan dari
yang dipelajarinya
di sekolah secara
mandiri, bertindak
secara efektif dan
kreatif, serta
mampu
menggunakan
metoda sesuai
kaidah keilmuan.
Indonesia berdasarkan konsep
perubahan dan keberlanjutan, dan
menyajikannya dalam bentuk
cerita sejarah.
dinamika, dan
dampak gerakan
Samin melawan
kolonialisme
Belanda di Blora
abad XIX-XX.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Sikap Spiritual
a. Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan belajar tekun.
2. Kompetensi Sikap Sosial
b. Menunjukkan sikap dan perilaku menghargai terhadap kegigihan para
pejuang melawan penjajah.
c. Menunjukkan sikap tanggungjawab dan peduli di sekolah.
d. Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran di kelas.
e. Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan
sehari-hari.
f. Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam
mengerjakan tugas.
3. Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Ketrampilan
Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik dapat:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 107
92
a. Menjelaskan latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme
Belanda di Blora abad XIX-XX.
b. Menjelaskan dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda
di Blora abad XIX-XX.
c. Menjelaskan dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di
Blora abad XIX-XX.
d. Mempresentrasikan dan melaporkan latar belakang, dinamika, dan
dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad
XIX-XX.
C. Materi Ajar
1. Latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora
abad XIX-XX.
2. Dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad
XIX-XX.
3. Dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad
XIX-XX.
D. Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran : Diskusi, ceramah, presentasi, tanya jawab
Pendekatan Pembelajaran : Saintifik
Model Pembelajaran : Cooperative Learning
E. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Alokasi
Waktu
1. Pendahuluan a. Guru mengucapkan salam.
b. Guru mengabsen siswa.
c. Guru mengajukan beberapa pertanyaan
yang berkaitan dengan materi.
Misalnya: Apakah ada yang mengenal
10’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 108
93
sosok Samin?.
d. Guru menuliskan tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan Inti A. Mengamati
Guru menayangkan video tentang
masyarakat Samin.
B. Menanya
Guru memberikan kesempatan bertanya
kepada siswa untuk bertanya berkaitan
dengan g gerakan Samin melawan
kolonialisme Belanda di Blora abad
XIX-XX.
C. Menalar
Guru membagi siswa ke dalam 5
kelompok yang beranggotakan 5-6
orang. Kemudian setiap kelompok
mendapatkan tugas yang berbeda.
1 dan 3 Menjelaskan latar belakang
gerakan Samin.
2 dan 4 menjelaskan dinamika gerakan
Samin
3 dan 6 menjelaskan dampak gerakan
Samin
D. Mencoba
Menganalisis informasi dan data yang
didapat dari bacaan maupun internet
untuk mendapatkan kesimpulan tentang
materi gerakan Samin.
E. Membangun Jejaring
Peserta didik mengkomunikasikan hasil
diskusi dan presentasi sehingga dapat
menyimpulkan materi yang telah
70’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 109
94
dipelajari.
3. Penutup a. Guru menyimpulkan materi yang
dipelajari hari ini.
b. Guru melakukan evaluasi untuk
mengukur ketercapaian tujuan
belajar.
c. Peserta didik menyampaikan nilai-
nilai yang diperoleh hari ini.
d. Informasi rencana pembelajaran
yang akan datang.
e. Mengucapkan salam
10”
F. Alat dan Sumber Belajar
1. Alat dan Bahan : Papan tulis, LCD, power point, spidol.
2. Sumber Belajar :
Sumber Buku
I Wayan Badrika.2006. Sejarah Untuk SMA Kelas XI Program
Pengetahuan Ssosial, Jilid 2.Jakarta: Erlangga.
Andrik Purwasito DEA.2003. Agama Tradisional: Potret Kaerifan
Masyarakat Samin dan Tengger.Yogyakarta: LKIS.
Titi Mumfangati, dkk. 2004.Kearifan Lokal Masyarakat Samin,
Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah.Yogyakarta: Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata.
Harry J. Benda dan Lance Castles.1969. The Samint Movement.
Nancy Lee Peluso. 2006. Hutan Kaya: Rakyat Melarat: Penguasa
Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa.Yogyakarta: KOPHALINDO.
G. Penilaian
1. Kompetensi Sikap Spiritual
a. Teknik Penilaian : Observasi
b. bentuk Instrumen : Lembar observasi
c. kisi-kisi :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 110
95
No. Butir Nilai (Sikap) Indikator Jumlah Butir
Instrumen
1. Mengahayati dan
mengamalkan ajaran
agama yang
dianutnya.
Menunjukkan sikap syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas kemerdekaan Indonesia
dari tangan penjajah dengan
belajar tekun.
1
c. Intrumen : Lihat lampiran I A
d. Petunjuk Penentuan nilai: Lihat lampiran I B
2. Kompetensi Sikap Sosial
a. Teknik Penilaian : Observasi
b. Bentuk Instrumen : Instrumen observasi
c. Kisi-kisi :
No. Butir Nilai (Sikap) Indikator Butir Instrumen
1. Mengembangkan nilai
dan perilaku
mempertahankan
harga diri bangsa
dengan bercermin
pada kegigihan para
pejuang dalam
melawan penjajah
Menunjukkan sikap dan
perilaku menghargai terhadap
kegigihan para pejuang dalam
melawan penjajah
1
2. Meneladani perilaku,
kerjasama,
tanggungjawab, cinta
damai para pejuang
dalam mewujudkan
cita-cita mendirikan
Negara dan bangsa
Indonesia dan
menunjukkannya
dalam kehidupan
sehari-hari
Menunjukkan sikap
bertanggungjawab dan peduli
di sekolah
1
3. Meneladani perilaku
kerjasama, tanggung
jawab, cinta damai
para pejuang untuk
meraih kemerdekaan
Menunjukkan sikap responsif
dan proaktif dalam setiap
kegiatan di kelas
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 111
96
dan menunjukkanya
dalam kehidupan
sehatri-hari
4. Meneladani perilaku
kerjasama,
tanggungjawab, cinta
damai para pejuang
untuk
mempertahankan
kemerdekaan dan
menunjukkannya
dalam kehidupan
sehari-hari.
Menunjukkan sikap dan
perilaku cinta tanah air dalam
kehidupan sehari-hari
1
5. Berperilaku jujur dan
bertanggungjawab
dalam mengerjakan
tugas dari
pembelajaran
sekjarah.
Menunjukkan sikap dan
perilaku jujur dan
bertanggungjawab dalam
mengerjakan tugas dan
pembelajaran sejarah.
1
d. instrumen : Lihat lampiran 2 A untuk sikap santun dan 2 C
untuk sikap peduli.
e. Penentuan Skor : Lihat lampiran 4.
3. Kompetensi Pengetahuan
a. Teknik Penilaian : Tes lisan
b. Bentuk Instrumen : Tes uraian
c. Kisi-kisi :
No. Indikator
Jumlah Butir
Instrumen
Nomor
Butir Soal
1. Menjelaskan latar belakang gerakan Samin
melawan kolonialisme Belanda di Blora
abad XIX-XX.
1 1
2. Menjelaskan sosok Samin Surosentiko 1 2
3. Menjelaskan dinamika gerakan Samin
melawan kolonialisme Belanda di Blora
abad XIX-XX.
1 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 112
97
4. Menjelaskan ajaran-ajaran kehidupan yang
diajarkan Samin kepada pengikutnya.
1 4
5. Menjelaskan dampak gerakan Samin
melawan kolonialisme Belanda di Blora
abad XIX-XX.
1 5
Jumlah 5
d. Instrumen : Lihat lampiran 3A
e. Petunjuk (Rubru]Ik) Penentuan Skor: Lihat Lampiran 3B
4. Kompetensi Ketrampilan
a. Teknik Penilaian:
1) Penialian Produk
2) Observasi
b. Bentuk Instrumen
1) Rubrik Penilaian Produk
2) Lembar Observasi
c. Kisi-kisi
No. Indikator Butir Instrumen
1. Menulis sejarah tentang gerakan Samin melawan
kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.
1
d. Instrumen : Lihat lampiran 4A, 4 C dan 4 E.
e. Petunjuk Penentuan Skor: Lihat lampiran 4 B, 4 D, dan 4 F.
Yogyakarta, 20 Juni2016
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
Candra Wijaya S.Pd Nurmalitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 113
98
LAMPIRAN 1 A
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI SPIRITUAL
(LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1) Instrumen penilaian kompetensi sikap spiritual ini berupa Lembar
Observasi.
2) Instrumen diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap
setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3,2, atau 1 pada Lembar
Observasi dengan ketentuan sebagai berikut:
4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati.
3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati.
2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati.
1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati.
C. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan :
Butir Nilai : Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan
bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional
menuju kemerdekaan bangsa sebagai katrunia Tuhan
Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara
Indonesia.
Indikator Sikap` : Contoh: Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas ekemrdekaan Indonesia dari
tangan para penjajah dengan belajar tekun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 114
99
No. Nama Peserta
didik
Skor Indikator Sikap
Spiritual Jumlah
Perolehan
Skor
Skor
Akhir
Tuntas/
Tidak
Tuntas Indikator 1 Indiaktor 2
1. Angga Pratama 4 3 7 (7:8)x4
=3,5
Tuntas
2. Anisa Rahma 2 2 4 (4:8)x4
=2
Tidak
tuntas
3. Dst...
4.
5.
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Guru Mata Pelajaran
Nurmalitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 115
100
LAMPIRAN 1 B
PETUNJUK PENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4
Skor Maksimal
Skor Maksimal = Banyaknya indikator x 4
2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Pemendikbud No. 81A
tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 116
101
LAMPIRAN 1C
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SPIRITUAL
(LEMBAR PENILAIAN DIRI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Penilaian Diri
2. Instrumen ini diisi oleh peserta didik untuk menilai dirinya sendiri.
B. Petunjuk Pengisian
1. berdasarkan perilaku kalian selama dua minggu terakhir, nilailah sikap diri
kalian sendiri dengan memberi tanda centang (√) pada kolom skor 4,3, 2,
atau 1 pada Lembar Penilian Diri dengan ketentuan sebagai berikut:
4- apabila selalu melakukan perilaku yang dinyatakan.
3-apabila sering melakukan perilaku yang dinyatakan.
2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang dinyatakan..
1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang dinyatakan.
2. Kolom skor ketuntasan diisi oleh guru.
C. Lembar Penilaian Diri
Lembar Penilaian Diri
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan :
Butir Nilai : Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan
bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional
menuju kemerdekaan bangsa sebagai katrunia Tuhan
Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara
Indonesia.
Indikator Sikap` : Contoh: Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas ekemrdekaan Indonesia dari
tangan para penjajah dengan belajar tekun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 117
102
No. Pernyataan Skor Perolehan
Skor
Skor
Akhir
Tuntas
/tidak
tuntas
1 2 3 4
1. Saya bersyukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas
kemerdekaan Indonesia
dari tangan penjajah dengan
belajar tekun.
Jumlah
Peserta didik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 118
103
LAMPIRAN 1 D
PETUNJUK PENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4
Skor Maksimal
Skor Maksimal = Banyaknya indikator x 4
2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A
tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 119
104
LAMPIRAN 2A
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SOSIAL (SANTUN)
(LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap
setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar
Observasi dengan ketentuan sebagai berikut:
4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati.
3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati.
2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati.
1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati..
C. Lembar Observasi
Lembar Observasi
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan :
Butir Nilai :
1.Mengembangkan nilai dan perilaku
mempertahankan harga diri bangsa dengan
bercermin pada kegigihan para pejuang dalam
melwan penjajah
2. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab,
cinta damai para pejuang dalam mewujudkan cita-
cita mendirikan Negara dan bangsa Indonesia dan
menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 120
105
3. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab,
cinta damai para pejuang untuk meraih kemerdekaan
dan menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari.
4. meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab,
cinta damai para pejuang untuk mempertahankan
kemerdekaan dan menunjukkan dalam kehidupan
sehari-hari.
5.Berlaku jujur dan tanggungjawab dalam
mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah.
Indikator Sikap` : Contoh:
1. Menunjukkan sikap dan perilaku menghargai terhadap kegigihan para pejuang
dalam melawan penjajah.
2. Menunjukkan sikap bertanggungjawab dan peduli di sekolah.
3. Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
di kelas
4. Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari.
5. Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam
mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah.
No. Nama Peserta
didik
Skor Indikator Sikap
Spiritual Jumlah
Perolehan
Skor
Skor
Akhir
Tuntas/
Tidak
Tuntas Indikator 1 Indiaktor 2
1. Angga Pratama 4 3 7 (7:8)x4
=3,5
Tuntas
2. Anisa Rahma 2 2 4 (4:8)x4
=2
Tidak
tuntas
3. Dst...
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Guru Mata Pelajaran
Nurmalitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 121
106
LAMPIRAN 2 B
PETUNJUK PENGHITUNGAN NILAI KOMPETENSI SIKAP SOSIAL
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4
Skor Maksimal
Skor Maksimal = Banyaknya indikator x 4
2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A
Tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 122
107
LAMPIRAN 2C
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SOSIAL
(LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah
kompetensi sikap setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau
1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut:
4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati.
3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati.
2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati.
1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati..
C. Lembar Observasi
Lembar Observasi
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan :
Butir Nilai :
1.Mengembangkan nilai dan perilaku
mempertahankan harga diri bangsa dengan
bercermin pada kegigihan para pejuang dalam
melwan penjajah
2. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab,
cinta damai para pejuang dalam mewujudkan cita-
cita mendirikan Negara dan bangsa Indonesia dan
menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 123
108
3. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab,
cinta damai para pejuang untuk meraih kemerdekaan
dan menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari.
4. meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab,
cinta damai para pejuang untuk mempertahankan
kemerdekaan dan menunjukkan dalam kehidupan
sehari-hari.
5.Berlaku jujur dan tanggungjawab dalam
mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah.
Indikator Sikap` : Contoh:
1. Menunjukkan sikap dan perilaku menghargai terhadap kegigihan para pejuang
dalam melawan penjajah.
2. Menunjukkan sikap bertanggungjawab dan peduli di sekolah.
3. Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
di kelas
4. Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari.
5. Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam
mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah.
No. Nama Peserta
didik
Skor Indikator Sikap
Spiritual
Jumlah
Perolehan
Skor
Skor
Akhir
Tuntas/
Tidak
Tuntas Indikator 1 Indiaktor 2
1. Angga Pratama 4 3 7 (7:8)x4
=3,5
Tuntas
2. Anisa Rahma 2 2 4 (4:8)x4
=2
Tidak
tuntas
3. Dst...
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Guru Mata Pelajaran
Nurmalitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 124
109
LAMPIRAN 2 D
PETUNJUK PENENTUAN NILAI SIKAP SOSIAL (PEDULI)
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4
Skor Maksimal
Skor Maksimal = banyaknya indikator x 4
2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A
tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 125
110
LAMPIRAN 3 A
INSTRUMEN PENILAIAN PENGETAHUAN
(SIOAL URAIAN)
D. Petunjuk Umum
3. Instrumen penilaian pengetahuan ini berbentuk soal uraian.
4. soal ini dikerjakan oleh peserta didik.
E. Petunjuk Pengisian
Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas!
F. Soal
No. Butir Pertanyaan
1. Jelaskan latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora
abad XIX-XX!
2. Jelaskan sosok Samin Surosentiko sebagai pemimpin gerakan!
3. Jelaskan dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad
XIX-XX!
4. Jelaskan dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad
XIX-XX!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 126
111
LAMPIRAN 4 A
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETRAMPILAN
(PENILAIAN PRODUK)
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan :
Butir Nilai : Menulis sejarah tetang gerakan Samin yang berjuang
melawan penjajahan kolonial Barat.
Indikator : Contoh: Melaporkan dan berdiskusi latar belakang
gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora
abad XIX-XX!
Rubrik Penilaian Produk (Kompilasi)
No. Nama
Kelayakan
Bahasa
(1-4)
Kelayakan
Isi (1-4)
Sistemtika
(1-4)
Jumlah
Skor
1. Angga Pratama 3 4 4 11
2.
3.
4.
Keterangan Tabel
a. Kompilasi menunjuk pada kemampuan peserta didik untuk menyajikan hasil
laporannya mengenai latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme
Belanda di Blora abad XIX-XX yang diperoleh dari berbagai sumber.
b. Kelayakan bahasa adalah kemampuan membuat kompilasi dilihat dari
penggunaan bahasa yang baik dan benar.
c. Kelayakan isiberkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam membuat
kompilasi, materinya sudah sesuai dengan materi yang ada dalam KD.
d. Kelayakan sistematika adalah kemampuan peserta didik dalam membuat
kompilasi disajikan sesuai dengan sistematika yang telah ditentukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 127
112
LAMPIRAN 4 B
PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN
(PENILAIAN PRODUK)
4. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor : 3
Skor Maksimal = banyaknya indikator x 4
5. Kategori Skor Ketrampilan peserta didik didasarkan pada Pemendikbud No.
81A tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 128
113
LAMPIRAN 4 C
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETRAMPILAN
(DISKUSI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap
setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar
Observasi dengan ketentuan sebagai berikut:
4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati.
3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati.
2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati.
1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati..
C. Lembar Observasi
Lembar Observasi
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan :
Butir Nilai : Menulis sejarah tentang gerakan Samin melawan
kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.
Indikator Sikap` : Contoh: Melaporkan dan berdiskusi latar belakang
gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di
Blora abad XIX-XX.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 129
114
Lembar Observasi Kompetensi Ketrampilan (Diskusi)
No. Nama
Mengkomu
nikasikan
(1-4)
Mendengar
kan (1-4)
Berargum
entasi
(1-4)
Berkontri
busi (1-4)
Jumlah
Skor
1. Angga Pratama 3 4 4 4 15
2.
3.
4.
Keterangan Tabel
a. Berdiskusi : Mengacu pada ketrampilan mengolah fakta dan menalar yakni
membandingkan fakta yang telah diolahnya dengan konsep yang ada sehingga
dapat ditarik kesimpulan dan atau ditemukannya sebuah prinsip penting.
Ketrampilan berdiskusi meliputi ketrampilan mengkomunikasikan, mendengarkan,
ketrampilan berargumentasi, dan ketrampilan berkontribusi.
b. Ketrampilan mengkomunikasikan adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan
atau menyampaikan ide atau gagasan dengan bahasa lisan yang efektif.
c. Ketrampilan mendengarkan dipahami sebagai kemampuan siswa untuk tidak
menyela, memotong, atau menginterupsi pembicaraan seseorang ketika sedang
mengungkapkan gagasannya.
d. Kemampuan berargumentasi menunjukkan kemampuan siswa dalam
mengemukakan argumentasi logis ketika ada pihak lain yang bertanya atau
mempertanyakan gagasannya.
e. Kemampuan berkontribusi dimaksudkan sebagai kemampuan siswa memberikan
gagasabn-gagasan yang mendukung atau mengarah ke penarikan kesimpulan
termasuk di dalamnya menghargai perbedaan pendapat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 130
115
LAMPIRAN 4 D
PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN
(DISKUSI)
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor : 4
2. Kategori Skor Ketrampilan (diskusi) peserta didik didasarkan pada
Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33< skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 131
116
LAMPIRAN 4 E
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETRAMPILAN
(PRESENTASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian kompetensi ketrampilan ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap
setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar
Observasi dengan ketentuan sebagai berikut:
4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati.
3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati.
2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati.
1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati..
C. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI KOMPETENSI KETRAMPILAN
(PRESENTASI)
Kelas :
Semester :
Tahun Pelajaran :
Periode Pengamatan :
Butir Nilai : Menulis sejarah tentang gerakan Samin melawan
kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.
Indikator Sikap` : Contoh: Melaporkan dan berdiskusi latar belakang
gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di
Blora abad XIX-XX.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 132
117
No. Nama
Kemampuan
Presentasi
(1-4)
Kemampuan
Bertanya
(1-4)
Kemampuan
Menjawab(1-
4)
Jumlah
Skor
1. Angga Pratama 3 4 4 11
2.
3.
4.
Keterangan Tabel
a. presentasi menunjuk pada kemampuan peserta didik untuk menyajikan hasil
temuanya mulai dari kegiatan mengamati, menanya, mencoba, dan
mengasosiasi sampai pada kesimpulan. Presentasi terdiri dari 3 aspek penilaian
yakni ketrampilan menjelaskan/presentasi, memvisualisasikan, dan merespon
atau memberi tanggapan.
b. ketrampilan bertanya berkaitan dengan kemampuan peserta didik untuk
mengungkapkan pertanyaan seunik mungkin, semenarik mungkin, atau
sekreatif mungkin.
c. ketrampilan menjawab adalah kemampuan peserta didik menyampikan
tanggapan atas pertanyaan, bertahan, sanggahan dari pihak lain secara empirik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 133
118
LAMPIRAN 4 F
PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN
(PRESENTASI)
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor : 3
2. Kategori Skor Ketrampilan (diskusi) peserta didik didasarkan pada
Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 134
119
LAMPIRAN 4 G
PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN
1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = (Jumlah Perolehan Skor + Skor Penilaian Diskusi + Skor
Penilaian Presentasi) : 3
2. Kategori Skor Kompetensi Ketrampilan peserta didik didasarkan pada
Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00
Baik (B) : Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33
Cukup (C) : Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33
Kurang (K) : Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI