GEOLOGI REGIONAL JAWA BARAT
Nama : Fauziyah Eka PutriNIM : 130721607452Off : B
Goologi Regional Jawa Barat
A. PendahuluanJawa Barat sebagai bagian dari Pulau Jawa
merupakan pulau terluar dari busur selatan Asia, disamping itu
dengan adanya penunjaman lempeng Indo-Australi dengan lempeng
Eurasia maka Pulau Jawa memiliki kondisi geologi yang unik dan
rumit. Pada jaman pra tersier Jawa Barat merupakan kompleks melange
yaitu zone percampuran antara batuan kerak samudra dengan batuan
kerak benua. Terdiri dari batuan metamorf, vulkanik dan batuan
beku, yang diketahui hanya dari data pemboran dibagian utara laut
Jawa barat (Martodjojo,1984).Pada Tersier awal (peleosen) terbentuk
kompleks melange pada barat daya Jawa barat (Teluk Cileutuh) yang
diduga sebagai bagian zona penunjaman ke arah Jawa Tengah. Di
sebelah utara Jawa Barat mulai diendapkan produk hasil letusan
gunung api yang terendapkan sebagai formasi Jatibarang sementara.
Pada kala Eosen, Jawa Barat berada pada kondisi benua, yang
ditandai oleh ketidakselarasan, tetapi Rajamandala-Sukabumi
merupakan area terestial fluvial dimana hadir formasi Gunung Walat
yang mengisi depresi interarc basin. Pada kala Oligosen Awal
ditandai oleh ketidaklarasan pada puncak Gunung Walat berupa
konglomerat batupasir kwarsa, yang menunjukan suatu tektonik uplift
diseluruh daerah. Pada kala oligosen akhir diawali dari transgesi
marin, yang terbentuk dari selatan-timur (SE) ke arah utara-timur
(NE). Bogor Through berkembang ditengah Jawa barat yang memisahkan
off-shelf platform di selatan dari Sunda shelf di utara. Pada tepi
utara platform ini reef formasi Rajamandala terbentuk yang
didahului oleh pengendapan serpih karbonatan formasi Batuasih. Kala
ini juga diendapkan formasi Gantar pada bagian utara yang berupa
terumbu karbonat dan berlangsung selama siklus erosi dan trangesi
yang berulangkali, pada waktu yang sama terjadi pengangkatan sampai
Meosen Awal bersamaan dengan aktivitas vulkanik yang menghasilkan
struktur lipatan dan sesar dengan arah barat daya timur laut. Pada
kala Meosen yaitu setelah formasi Rajamandala terbentuk maka pada
cekungan Bogor diisi oleh endapan turbidit dan volcanic debris.
Sementara pada bagian selatan diendapkan formasi Jampang dan
Cimandiri. Di sebelah utara diendapkan formasi Parigi dan formasi
Subang. Pengangkatan kala Meosin tengah diikuti oleh perlipatan dan
pensesaran berarah barat-timur. Pliosen Akhir mengalami
pengangkatan yang diikuti oleh pelipatan lemah, zona Cimandiri
mengalami pensesaran mendatar. Sementara itu berlangsung
pengendapan formasi Bentang Pada zaman kuarter peristiwa geologi
banyak diwarnai oleh aktivitas vulkanisme sehingga pada seluruh
permukaan tertutupi oleh satuan produk gunung api. Daerah Bandung
mengalami penyumbatan sungai Citarum oleh lava erupsi Tangkuban
Perahu sehingga tergenang oleh air dan terbentuk Danau Bandung.
Selama tergenang maka daerah Bandung dan sekitarnya seperti
Padalarang dan Cimahi banyak terbentuk endapan-endapan danau.
Sampai akhirnya Danau Bandung bocor di daerah gamping Sang Hyang
Tikoro dan selama itu terendapkan lagi produk-produk gunung api
dari Tangkuban Perahu.Struktur regional Jawa Barat memiliki empat
pola struktur akibat adanya empat aktifitas tektonik yaitu:
Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai arah barat ke
timur. Diakibatkan oleh pengangkatan yang berlangsung selama Miosen
tengah Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai arah
sekitar N45oE. Struktur ini diakibatkan oleh pengangkatan yang
disertai oleh volkanisme pada Oligosen akhir sampai Miosen awal
Struktur di sebelah timur Jawa Barat mempunyai arah sekitar N315oE,
membentang ke barat di utara Bandung berarah timur-barat, semakin
ke barat maka struktur berarah umum barat daya. Struktur ini
diakibatkan oleh aktivitas tektonik yang berlangsung selama
Kuarter. Sementara itu di dataran Jakarta mempunyai struktur dengan
arah utara-selatan. Di Jawa barat daerah tengah arah struktur
sekitar N75oE yang di tunjukkaan oleh Tinggian Rajamandala.
Pengangkatan pada Pliosen akhir yang diikuti oleh perlipatan lemah.
Pada formasi Bentang sehingga batuan pada formasi ini relatif
memeliki kemiringan lapisan yang landai, selanjutnya diikuti dengan
kegiatan tektonik sehinnga Zone Cimandiri mengalami pensesaran
mendatar yang mempunyai arah sekitar N45oE memotong struktur
terdahulu.Aktifitas geologi Jawa Barat menghasilkan beberapa zona
fisiografi yang satu sama lain dapat dibedakan berdasarkan
morfologi, petrologi dan struktur geologinya. Van Bemmelen (1949),
membagi daerah Jawa Barat ke dalam 4 besar zona fisiografi yaitu:1.
Zona Dataran Pantai JakartaZona Dataran Pantai Jakarta menempati
bagian utara Jawa membentang barat-timur mulai dari Serang,
Jakarta, Subang, Indramayu hingga Cirebon. Darah ini bermorfologi
pedataran dengan batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai
dan endapan gunungapi muda.2. Zona Pegunungan SelatanZona
Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung.
Pannekoek, (1946), menyatakan bahwa batas antara kedua zona
fisiografi tersebut dapat diamati di Lembah Cimandiri, Sukabumi.
Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri yang merupakan bagian
dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran tinggi
(pletau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi
atauplateauini, oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau
Jampang.3. Zona BandungZona Bandung yang letaknya di bagian selatan
Zona Bogor, memiliki lebar antara 20 km hingga 40 km, membentang
mulai dari Pelabuhan ratu, menerus ke timur melalui Cianjur,
Bandung hingga Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung bermorfologi
perbukitan curam yang dipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup
luas. Van Bemmelen (1949) menamakan lembah tersebut sebagai depresi
diantara gunung yang prosesnya diakibatkan oleh tektonik
(intermontane depression). Batuan penyusun di dalam zona ini
terdiri atas batuan sedimen berumur Neogen yang ditindih secara
tidak selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat tektonik
yang kuat, batuan tersebut membentuk struktur lipatan besar yang
disertai oleh pensesaran. Zona Bandung merupakan puncak dari
Geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah proses
pengangkatan berakhir (van Bemmelen, 1949).
4. Zona BogorZona Bogor menempati bagian selatan Zona Dataran
Pantai Jakarta, membentang mulai dari Tangerang, Bogor, Purwakarta,
Sumedang, Majalengka dan Kuningan. Zona Bogor umumnya bermorfologi
perbukitan yang memanjang barat-timur dengan lebar maksimum sekitar
40 km. Batuan penyusun terdiri atas batuan sedimen Tersier dan
batuan beku baik intrusif maupun ekstrusif. Morfologi perbukitan
terjal disusun oleh batuan beku intrusif, seperti yang ditemukan di
komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta. Van Bemmelen (1949),
menamakan morfologi perbukitannya sebagai antiklinorium kuat yang
disertai oleh pensesaran.
1. JakartaWilayah DKI Jakarta sebagian besar dibentuk oleh
endapan Kwarter dari berbagai produk yang menempati cekungan batuan
dasar Tersier. Bentuk dan pola struktur pada batuan dasar serta
adanya gejala struktur aktif yang mempengaruhi wilayah ini,
mendorong bagi interpretasi tentang kemungkinan adanya gerak yang
melibatkan batuan Kwarter yang juga akan mempengaruhi pembentukan
permukaan depresif atau cekungan. Proses ini dapat dipengaruhi oleh
kejadian struktur geologi, baik oleh gerak yang lateral ataupun
vertikal.Berdasarkan kondisi struktur geologi wilayah Jakarta
terdapat dua kemungkinan mekanisme kejadian struktur yang
berpengaruh pada pembentukan struktur depresif. Pertama, gerak
lateral utara-selatan yang bersifat kompresif menyebabkan
pembentukan lipatan dan pengangkatan pada posisi antiklinorium
Bogor sekarang, diikuti dengan penurunan dibagian utaranya, kurang
lebih pada posisi batas Cekungan Jakarta ke arah utara. Kedua,
gerak lateral yang mempengaruhi wilayah Jakarta menyebabkan
struktur yang sudah ada, terutama yang berarah timurlaut-baratdaya
dan baratlaut-tenggara menjadi patahan geser. Gerak patahan geser
ini menyebabkan terjadinya struktur penyerta berupa patahan turun
atau naik, yang mengakibatkan terjadinya depresi atau pembubungan
disekitar daerah pergeseran tersebut. Proses pembentukan struktur
ini pada daerah yang aktif secara tektonik akan berpengaruh
terhadap perubahan morfologi saat ini yang berakibat adanya bagian
wilayah yang turun relatif terhadap sekitarnya.Wilayah Jakarta
terdiri dari endapanpleistoceneyang terdapat pada kurang lebih 50
meter di bawah permukaan tanah di mana bagian selatan terdiri atas
lapisanalluvial,sedangkan dataran rendah pantai merentang ke bagian
pedalaman sekitar 10 kilometer. Di bawahnya terdapat lapisan
endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah
karena tertimbun seluruhnya oleh endapanalluvium.Sesar Baribis
terletak di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah
relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke
daerah Baribis di Kadipaten-Majalengka (Bemmelen, 1949) Secara
regional terbentuknya sesar beribis tidak terlepas dari adanya
aktifitas lempeng Benua Asia dengan lempeng Hindia-Australia.
Akibat aktivitas tektonik ini, terjadi tegasn kompresi yang
menghasilkan pola struktur yang dijumpai sekarang. Peristiwa
pembentukan Sesar Baribis berkaitan erat dengan pembentukan
struktur geologi lainnya yang berad di bagian selatan. Dengan
demikian membahas pola struktur secara keseluruhan dapat membantu
dalam menjelaskan genesa pembentukan Sesar Baribis Proses
pembentukan Sesar Baribis dimulai pada periode tektonik
Plio-plistosen. Pada saat itu du Pulau Jawa terjadi aktifitas
tektonik yang penting berupa berpindahnya jalur subduksi kea rah
samudra (Simandjuntak, 1994). Di daerah sesar baribis dengan
terjadinya peristiwa tektonik tersebut, menghasilkan tegasan
kompresi berarah timurlaut-baratdaya dan utara-selatandengan posisi
tegasan utama relative horizontal. Tegasan kompresi ini
mengakibatkan batuan yang berada di selatan bergerak ke utara
secara lateral. Di daerah tersebut peristiwa ini menghasilkan sesar
mendatar dekstral yang jalurnya berarah utara baratlaut-selatan
tenggara. Jalur sesar mendatar ini berukuran regional, memanjang
mulai dari Kadipaten hingga daerah Ciamis, mengikuti kelurusan
sungai Citaduy. Selanjutnya pada saat yan bersamaan di bagian utara
terjadi gerak naik yang jalrnya cukup panjang dengan arah
baratlaut-tenggara. Karena gerak naik ini mempunya kecepatan yang
berbeda, sehingga secara lokal terjadi perobekan yang akhirnya
membentuk sesar mendatar baik dekstral maupun sinistral.
Terbentuknya sesar naik yang ukurannya regional ini dikenal dengan
sesar baribis.Struktur geologis pada Sesar Baribis secara umum
terjadi akibat tektonik kompresi yang berlangsung sejak Miosen
hingga sekarang (Van Bemmelen, 1949 dan Simandjuntak 1984). Di
daerah tersebut kondisi ini dicerminkan dengan berkembangnya
struktur lipaan dan sesar yang intensif. Pembentuka pola struktur
tersebut di atas dipengaruhi oleh tegasan kompresi
timurlaut-baratdaya dan utara-selatan.Pola lipatan di daerah
Jakarta umumnya asimetri dan rebah kea rah utara. Struktur lipatan
tersebut dijumpai diantara dua buah bidang sesar naik (thrust
sheet) yang posisinya relative saling sejajar. Pola struktur yang
demikian sangat umum terbentuk di Backarc (Boyer dan Elliot, 1982).
Pembentukan struktur lipatan dan sesar naiknya dapat terjadi secara
berkelanjutan dan dikenal sebagai lipatan anjakan (Berg, 1962 di
dalam Brown,1988).
2. BandungZona Bandung sebagian terisi oleh endapan-endapan
alluvial dan vulkanik muda (kwarter), tetapi di beberapa tempat
merupakan campuran endapan tertier dan kwarter. Pegunungan tertier
itu adalah: 1) Pegunungan Bayah (Eosen) yang terdiri atas bagian
selatan yang terlipat kuat, bagian tengah terdiri atas batuan
andesit tua (old andesit) dan bagian utara yang merupakan daerah
peralihan dengan zona Bogor
2) Bukit di lembah Ci Mandiri dekat Sukabumi, yang terletak pada
ketinggian 570- 610 m merupakan kelanjutan dari pegunungan Bayah.
Antara Cibadak dan Sukabumi terdapat pungguna-punggung yang
merupakan horst, yang menjulang di aatas endapan vulkanik daerah
itu. Di sebelah timur Sukabumi terdapat dataran Lampegan pada
ketinggian 700-750 m, yang mungkin seumur dengan plateau Lengkong
di Pegunungan selatan.
3) Bukit-bukit Rajamandala (Oligosen / 34 hingga 23 juta tahun
yang lalu) dan plateau Rongga termasuk ke dataran Jampang (Pliosen
/ 5,332 hingga 1,806 juta tahun yang lalu) di Pegunungan Sealatan.
dibandingkan dengan plateau Rongga merupakan peralihan antara zona
Bandung dan Pegunungan Selatan terletak pada 1000 m serta merupakan
bukit-bukit dewasa dan tua. Daerah ini melandai ke dataran
Batujajar (650 m) di zona Bandung.
4) Bukit-bukit Kabanaran yang terletak di Timur Banjar zona
Bandung itu lebarnya 20-40 km, terdiri atas dataran-dataran dan
lembah-lembah. Bagian barat Banten merupakan kekecualian, karena
disana tidak terdapat depresi dan daerahnya terdiri atas komplek
pegunungan yang melandai dengan bukit-bukit rendah.
Pegunungan itu telah tertoreh-toreh dan tererosikan dengan kuat,
sehingga merupakan permukaan yang agak datar (peneplain). Peneplain
itu terus melandai ke barat ke Selat Sunda. Di beberapa tempat di
selatan pantai lautnya curam. Zona Bandung terdiri atas: depresi
Cianjur Sukabumi, depresi Bandung, depresi dan depresi Ci Tanduy
para ahli geologi menyebutnya sebagai cekungan antar pegunungan
(cekungan intra montana)
Depresi Cianjur letaknya agak rendah (459 m) dibandingkan dengan
depresi Bandung. Tempat terendah terletak 70 m diatas permukaan
laut. Disebelah barat dekat zona bogor tedapat kelompok gunung api,
dengan gunung salak (2211 m) sebagai gunung api termuda, sedangkan
di beberapa tempat seperti di Sukabumi, permukaannya tertutup oleh
bahan vulkanik dari gunung Geden (2958 m) dan gunung Pangrango
(3019 m), yang menjulang di tengah-tengah dataran. Bahan-bahan
vulkanik tersebut bahkan tersebar di lembah-lembah zona bogor.
Depresi Bandung pada ketinggian 650-675 m dengan lebar 25 km,
merupakan dataran alluvial yang subur yang dialiri oleh sungai Ci
Tarum. Dataran itu terletak antara dua deretan gunung berapi. Di
sebelah utara pada perbatasan zona bogor terletak gunung Burangrang
yang tua (2064 m), gunung bukittunggul (2209 m) dan gunung
Tangkubanparahu yang muda (2076 m) dan pada perbatasan zona
Pegunungan sealatan terletak gunung Malabar (2321 m) dengan
beberapa gunung api tua seperti gunung Patuha (2429 m) dan gunung
Kendeng (1852 m). Zona Bandung memiliki karakteristik banyak gunung
api baik yang sudah tidak aktif (gunung tipe B dan C) yang ditandai
dengan fumarol dan solfatara dan gunung api yang masih aktif (tipe
A ). Gunung tersebut dapat berperan sebagai penangkap hujan yang
baik karena material-material gunung api bersifat porous sehingga
dapat menjadi daerah penyimpan air yang baik dan sumber yang
potensial untuk sungai-sungai di sekitarnya. Di dataran Bandung
terdapat endapan rawa yaitu batuan lempung yang kemudian tertutupi
oleh endapan danau yang berumur resen, yaitu danau pra historis
yang terbentuk karena pengaliran air dibarat laut, terbendung oleh
bahan vulkanik (pada kebudayaan Neolithikum / zaman batu muda) dan
selanjutnya kering lagi karena Ci Tarum mendapat pengaliran baru
pada suatu celah sempit yang dinamakan Sanghyang Tikoro di daerah
bukit Rajamandala. Depresi Garut pada ketinggian 717 m merupakan
daerah yang lebarnya 50 km dan di kelilingi gunung berapi.
Disebelah selatan terletak gunung Kracak (1838 m) yang tua dan
gunung Ci kuray (2821 m) yang muda. Di gunung Papandayan (2622 m)
terdapat solfatara dan di gunung Guntur (2249 m) terdapat aliran
lava yang membeku menyebar dilereng gunung Calancang (1667 m) di
utara merupakan batas dengan zona Bogor. Depresi lembah Ci Tnaduy
tertutupi oleh endapan alluvial, dan sporadis terdapat bukit-bukit
dari batuan yang terlipat. Gunung Sawal (1733 m) endapannya
tersebar ke arah barat yang menutupi plateau Rancah, yang melandai
ke selatan. Agak kebarat terletak dataran Tasikmalaya yang
mempunyai komplek gunung berapi tua, dengan gunung berapi muda
gunung Galunggung (2241 m) yang meletus akhir tahun 1982. Di
sekitar kota Tasikmalya terdapat bukit-bukit kecil yang sebagai
produk letusan gunung Galunggung purba yang morfologi Hollic atau
disebut juga bukit sepuluh ribu (Ten Thousand Hill). Disebelah
timur Bajar, lembah Ci Tanduy terbagi dua oleh bukit Kabanaran di
bagian selatan sepanjanglembah Ci Tanduy dan menerus di bagian
utara melalui Majenang bersambung dengan depresi Serayu di jawa
tengah. Skema stratigrafi wilayah Bandung telah diperkenalkan
sebelumnya oleh beberapa peneliti dengan klasifikasi atau
penamaannya berdasarkan lokasi penelitiannya masing-masing.
Koesoemadinata dan Hartono (1981) mengklasifikasikan stratigrafi di
daerah Bandung berdasarkan litologi dan penafsiran sedimentasi
serta menyesuaikan dengan Sandi Stratigrafi Indonesia. Penamaan ini
kemudian diusulkan sebagai satuan stratigrafi resmiBandung Selatan
terdiri atas pegunungan, perbukitan, dataran tinggi Pangalengan,
dan dataran tinggi. Bandung. Secara stratigrafis gunung api, batuan
dikelompokkan menjadi sebelas satuan, sembilan di antaranya
teridentifikasi sumber erupsinya, berumur Pliosen (5,332 hingga
1,806 juta tahun yang lalu) sampai Kuarter. Dijumpainya batuan
gunung api bawah permukaan berumur Miosen (23,03 hingga 5,332 juta
tahun yang lalu) mendukung terjadinya tumpang-tindih vulkanisme
Tersier di bawah vulkanisme Kuarter di daerah ini. Secara
keseluruhan, daerah Bandung bagian selatan tersusun oleh batuan
hasil kegiatan gunung api. Cekungan Bandung hampir dikelilingi oleh
gunungapi; bahkan di tengah-tengahnya juga terdapat batuangunung
api (Silitonga, 1973; Alzwar drr., 1992). Batuan tertua di daerah
Bandung Selatan diketahui berdasarkan data pemboran Pertamina
(1988, vide Soeria-Armadja drr., 1994) yang melaporkan bahwa
analisis K-Ar lava andesit piroksen kapur alkali memberikan umur
Miosen (12,0 0,1 juta tahun). Batuan gunung api Tersier ini
dipandang sebagai batuan dasar gunung api Kuarter Gunung Wayang.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973) dan
Lembar Garut (Alzwar drr., 1992) stratigrafi regional daerah
penelitian dapat diketahui. Satuan batuan tertua adalah Formasi
Beser dan batuan terobosan. Formasi Beser (Tmb) tersebar di pojok
barat laut peta lembar Garut, di daerah Soreang, dan di wilayah
Kecamatan Arjasari, Baleendah, dan Ciparay di sebelah timur kota
Banjaran. Satuan batuan ini berupa batuan gunung api yang terdiri
atas breksi tufan dan lava bersusunan andesit basal. Bersama-sama
dengan batuan terobosan, kelompok batuan gunung api ini menyeba ke
utara (peta geologi lembar Bandung, Silitonga, 1973) dan ke barat
laut (peta geologi lembar Cianjur; Sujatmiko, 1972). Keduanya tidak
menyebutkan sebagai Formasi Beser, tetapi hanya menyatakan sebagai
breksi tufan, lava, batupasir, dan konglomerat (Pb). Sekalipun
Alzwar drr. (1992) memperkirakan Formasi Beser di sini berumur
Miosen Akhir, Sujatmiko (1972) dan Silitonga (1973) memberikan umur
Pliosen. Mengacu pada analisis K-Ar (Sunardi dan Koesoemadinata,
1999) batuan gunung api ini di daerah Cipicung berumur 3,30 juta
tahun, di Kromong Timur 3,24 juta tahun, dan di Kromong Barat 2,87
juta tahun. Data ini lebih mendukung pendapatSujatmiko (1972) dan
Silitonga (1973) bahwa kelompok batuan gunung api di daerah Soreang
dan Banjaran berumur Pliosen.Batuan terobosan tersebar hingga ke
sebelah selatan Cimahi (Silitonga, 1973) dan tenggara Waduk
Saguling (Sujatmiko, 1972). Satuan batuan ini bersusunan andesit,
basal, dan dasit. Analisis K-Ar oleh Sunardi dan Koesoemadinata
(1999) terhadap batuan ini di Selacau dan Paseban, masing-masing
memberikan umur 4,08 juta tahun dan 4,07 juta tahun. Pertamina
(1988, vide Soeria-Atmadja drr., 1994) melaporkan bahwa
penyelidikan geologi dalam hubungannya dengan eksplorasi energi
panas bumi di blok Malabar - Papandayan (Katili dan Sudradjat,
1984) menghasilkan umur K-Ar antara 4,32 0,004 sampai dengan 2,62
0,03 juta tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa di daerah Bandung
Selatan ini pernah terjadi kegiatan vulkanisme Tersier paling tidak
dua kali, yaitu pada Kala Miosen (lk. 12 jtl.) dan Pliosen (4 2,6
jtl.). Secara stratigrafis batuan gunung api Tersier itu ditindih
oleh batuan gunung api Kuarter. Di selatan, Alzwar drr. (1992)
membagi tiga satuan batuan gunung api Kuarter, yaitu Andesit
Waringin - Bedil, Malabar (Qwb), Malabar - Tilu (Qmt), Guntur -
Pangkalan dan Kendang (Qgpk). Di utara satuan batuan gunung api
berupa Tuf berbatuapung Gunung Sunda (Qyt, Silitonga, 1973). Batuan
kompleks Gunung Sunda diketahui berumur 0,21 1,72 juta tahun
(Sunardi dan Koesoemadinata, 1999) dan disimpulkan adanya
kesinambungan kegiatan gunung api dari Kala Pliosen ke Jaman
Kuarter. Bogie dan Mackenzie (1998, Tabel 1) juga melaporkan data
umur mutlak di kawasan Gunung Malabar dan sekitarnya. Satuan batuan
termuda adalah endapan danau yang mengisi Cekungan Bandung, terdiri
atas bahan lepas berukuran lempung, lanau, pasir, dan kerikil yang
bersifat tufan, setempat mengandung sisipan breksi. Silitonga
melaporkan bahwa endapan danau ini mencapai ketebalan 125 m, di
dalamnya mengandung konkresi gamping, sisa tumbuhan, moluska air
tawar, dan tulang binatang bertulang belakang. Secara regional
(Katili dan Sudradjat, 1984) daerah Bandung selatan merupakan
bagian dari kelompok gunung api Kuarter yang dibatasi oleh segi
tiga sesar besar. Di bagian barat laut terdapat zone sesar geser
mengiri Sukabumi- Padalarang, di sebelah timur laut zone sesar
geser menganan Cilacap-Kuningan dan di sebelah selatan adalah sesar
turun yang berbatasan dengan Pegunungan Selatan. Secara umum dari
utara ke selatan, bentang alam daerah Bandung Selatan berupa
dataran tinggi Bandung, perbukitan, dan pegunungan. Kawasan
pegunungan mempunyai sebaran paling luas. Puncak-puncak gunung api
di daerah ini antara lain Gunung Malabar (2321 m), Tilu (2042
m),Tanjaknangsi (1514 m), Bubut (1333 m, tinggiandi sebelah utara
Gunung Tanjaknangsi), Wayang(2182 m), dan Windu (2054 m). Jauh di
tepi barat terdapat puncak Gunung Kuda (2002 m), sedangkandi
sebelah timur Gunung api Malabar terdapat deretan puncak Gunung
Kendang (2817 m), Guha (2397 m), Kamasan (1815 m), dan Dogdog (1868
m). Daerah pegunungan ini tersusun oleh batuan gunung api muda
(Kuarter, Alzwar drr., 1992). Kawasan perbukitan terletak di bagian
tengah di antara pegunungan di sebelah selatan dan dataran tinggi
Bandung di sebelah utara. Morfologi perbukitan ini menempati daerah
sempit di Soreang (723 m), area di wilayah Baleendah - Arjasari
yang terletak di timur kota Banjaran - Pameungpeuk hingga di
sebelah barat Majalaya - Ciparay. Puncak-puncak perbukitan ini
antara lain Gunung Kromong (908 m),Geulis (1151 m), Pipisan (1071
m), dan Bukitcula (1013 m). Pada umumnya, bentang alam perbukitan
ini tersusun oleh batuan gunung api tua (Tersier). Dataran tinggi
Bandung (lk. 700 m) terletak di bagian utara, mulai dari daerah
Banjaran di sebelah barat dan Majalaya di sebelah timur meluas ke
utara hingga Cimahi dan kota Bandung. Dataran ini tersusun oleh
endapan danau dan batuan gunung api Sunda - Tangkubanparahu.
Dataran Pangalengan (1400 m) yang relatif sempit dan terletak di
bagian selatan, hampir dikelilingi oleh puncak-puncak pegunungan,
yakni Gunung Malabar di sebelah utara, Gunung Kendang - Guha di
sebelah timur, dan Gunung Kuda di sebelah barat. Hanya ke selatan
berbatasan dengan Pegunungan Selatan yang bahan penyusun utamanya
adalah batuan gunung api Tersier. Di tengah-tengah Dataran
Pangalengan terdapat sebuah danau bernama Situ Cileunca. Dataran
Pangalengan ini tersusun oleh endapan piroklastika yang sangat
tebal. adalah Ci Tarum yang berhulu di sebelah barat Gunung Api
Kendang dan Gunung Api Dogdog, mengalir ke utara hingga Majalaya
kemudian ke barat masuk ke Waduk Saguling. Cabang sungai besar Ci
Tarum di daerah penelitian bagian timur adalah Ci Hejo yang berhulu
di lereng timur G. Malabar. Di bagian tengah adalah Ci Sangkuy yang
berhulu di Situ Cileunca dan mengalir ke utara di sebelah barat
Gunung Malabar. Cabang sungai besar paling barat adalah Ci Widey
yang berhulu di Kawah Putih Gunung Patuha dan mengalir di tepi
barat kota Soreang. Di kawasan Gunung Wayang dan Gunung Windu
terdapat banyak mata air panas. Mata air panas tersebut
bersama-sama dengan Situ Cileunca merupakan lokasi pariwisata di
dataran tinggi Pangalengan, Bandung Selatan. Energi geotermal di
daerah Gunung Wayang-Windu dimanfaatkan sebagai pusat pembangkit
listrik tenaga panas bumi.
3. TasikmalayaSecara geologis menurut Van Bemmelen, wilayah
Kabupaten Tasikmalaya termasuk ke dalam formasi Zona Gunung Api
Kwarter, Zona Depresi Tengah dan Zona Pegunungan Selatan. Dengan
kondisi tersebut maka struktur geologi Kabupaten Tasikmalaya
memiliki kenampakan yang berbeda dari mulai utara hingga selatan.
Nama Tasikmalaya sendiri sebelumnya adalah Tawang/Galunggung yang
berarti dalam bahasa Sunda adalah sawah yang luas. Nama Tawang
diganti menjadi Tasikmalaya setelah Gunung Galunggung meletus
hingga wilayah Tawang berubah menjadi lautan pasir hasil erupsi
Galunggung sehingga dalam bahasa sundatasikberarti danau sedangkan
malaya berarti bukit pasir. Jadi Tasikmalaya berarti daerah lautan
bukit pasir. Gunung Galunggung masuk ke dalam tipe Gunung Api
Kwarter (Muda) yang masih aktif hingga saat ini.
DI bagian tengah, Kabupaten Tasikmalaya termasuk ke dalam Zona
Depresi Tengah yang dicirikan dengan morfologi perbukitan curam
yang dipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup luas. Perbukitan
tengah tersebut dihasilkan dari aktivitas tektonik yang
menghasilkan lipatan-lipatan pegunungan yang oleh Van Bemmelen
disebut denganintermontane depression.Zona Pegunungan Selatan
merupakan rangkaian pegunungan yang membujur dari Pelabuhan Ratu
sampai Pulau Nusakambangan. Kabupaten Tasikmalaya bagian selatan
didominasi oleh plato (dataran tinggi) yang terdiri dari daerah
kapur, sehingga di daerah Kabupaten Tasikmalaya banyak dijumpai gua
kapur. Adanya daerah kapur menandakan bahwa Tasikmalaya dahulunya
berada di bawah laut yang kemudian mengalami pengangkatan oleh
tenaga tektonik sehingga menjadi daratan.Secara umum daerah Kota
Tasikmalaya dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi. Satuan
geomorfologi perbukitan landai menempati bagian Barat Laut Kota
Tasikmalaya, dengan ketinggian berkisar 280-475 meter di atas
permukaan laut. Satuan Geomorfologi ini membentuk
perbukitan-perbukitan soliter dengan ukuran bervariasi berkisar
puluhan meter. Satuan geomorfologi pedataran menempati bagian
tengah dan timur Kota Tasikmalaya, dengan ketinggian berkisar
201-350 mdpl. Kedua satuan geomorfologi ini tersusun atas litologi
breksi volkanik, lava andesit, tuff dan endapan pasir tufaan yang
termasuk ke dalam Endapan Breksi Vulkanik Gunung Galunggung yang
berumur Holosen. Endapan ini merupakan hasil letusan dan longsoran
saat terjadi erupsi Gunung Galunggung, sedangkan satuan
geomorfologi perbukitan curam menempati bagian selatan Kota
Tasikmalaya. Satuan ini memiliki ketinggian berkisar 300-503 mdpl,
dan tersusun atas litologi breksi gunung api, lahar, tuff yang
bersifat andesitis sampai basaltis yang termasuk ke dalam endapan
Gunung api Muda yang berumur Holosen.4. SukabumiSecara stratigrafi
batuan tertua yang tersingkap di daerah ini ialah batuan dari
Formasi Ciletuh terrdiri dari batu pasir kuarsa, serpih dan batu
sabak, di atasnya secara tidak selaras ditutupi oleh batu pasir
kuarsa dari formasi walat (Oligosen). Tidak selaras di atas Formasi
Walat diendapkan batuan dari Formasi Rajamandala (oligosen),
terdiri dari konglomerat, batu pasir, kuarsa, batu lempung dan
napal. Selaras di atasnya terdapat satuan batuan Formasi Jampang
(Miosen Bawah), terdiri. dari anggota lava andesit - basalt,
anggota tufa dan anggota breksi bersisipan lava.Secara selaras
Formasi Jampang ditutupi oleh Formasi Lengkong (Miosen), batuannya
terdiri dari batu pasir gampingan, lempung , dan napal. Formasi
Cimandiri (Miosen) menindih Formasi Lengkong secara selaras,
batuannya terdiri dari batu pasir glauconit, lempung dan napal
pasiran, batu gamping bersisipannapal. Tidak selaras di atas
Formasi Cimandiri. diendapkan batuan Formasi Beser ( Miosen Atas),
yang terdiri dari. breksi tua bersisipan batu pasir,
batulempung,tufaan dan lava andesit. Selaras diatasnya diendapkan
batuan Formasi Bentang ( Miosen Atas ) terdiri. dari batupasir
tufaan, napal tufaan dan breksi. Di atasnya secara selaras terdapat
batuan gunungapi berumur Pliosen, terdiri dari. breksi., breksi
tufa berbatuapung dan batupasir tufaan. Batuan - batuan tersebut di
atas di tutupi secara tidak selaras oleh endapan batuan gunungapi
Kuarter yarg berasal dari Gunung Pangrango, Gunung Salak, Gunung
Gede. Sedangkan satuan yang terrnuda ialah endapan alluvium yang
terdiri dari pasir, kerikil, keraka1, dan 1empung.
A. Sesar CimadiriSesar Cimandiri merupakan sesar aktif yang
berada di wilayah selatan Jawa Barat, tepatnya berada di Sukabumi
selatan. Sesar Cimandiri memanjang dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi,
Cianjur dan Padalarang. Sesar ini terbentuk pada masa Meosen. Gaya
utama yang memicu aktivitas Sesar Cimandiri adalah gaya tekan yang
timbul dari proses subduksi lempeng Australia ke bawah lempeng
Eurasia di bawah Pulau Jawa. Kecepatan relatif subduksi lempeng
Australia adalah sekitar 70mm/yr dalam arah NNE. Subduksi ini
memberikan tegangan tektonik pada kawasan fore-arc di lepas pantai
juga daratan Pulau Jawa, termasuk pada Sesar Cimandiri. Enerji yang
terakumulasi pada suatu kawasan dapat berubah menjadi enerji gempa
bumi pada saat kondisi maximum threshold nya terlewati.Sementara
itu penelitian oleh Institut Teknologi Bandung dengan menggunakan
citra Landsat dan SPOT melihat kelurusan Sesar Cimandiri dari
Pelabuhan Ratu mengikuti aliran sungai Cimandiri dan menerus ke
timur laut sampai ke Lembang. Sesar Cimandiri sulit di jumpai
tanda-tandanya dengan jelas di lapangan, dan diperkirakan sifat
gerakannya berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain.
Berdasarkan penelitian dilapangan (LIPI, 2006) Sesar Cimandiri
dapat dibagi menjadi lima segmen mulai dari pelabuhan ratu sampai
Gandasoli. Segmen-segmen tersebut adalah Segmen Pelabuhan
Ratu-Citarik, Citarik-Cadasmalang, Cicereum-Cirampo, Cirampo-
Pangleseran, dan Panglengseran-Gandasoli. Sesar Cimandiri dipotong
oleh beberapa sesar lain seperti Sesar Citarik, Sesar Cicareuh, dan
Sesar Cicatih. Karakteristik Sesar Cimandiri belum sepenuhnya
diketahui seperti halnya Sesar Sumatera. Di wilayah ini telah
terjadi beberapa gampa bumi dikarenakan aktivitas sesar Cimandiri,
yaitu: gempa Pelabuhan Ratu (1900), gempa Padalarang (1910), gempa
Conggeang (1948), gempa Tanjungsari (1972), gempa Cibadak (1973),
gempa Gandasoli (1982) dan gempa Sukabumi (2001). Akibat yang
ditimbulkan gempa-gempa tersebut sangat dahsyat seperti kerusakan
lingkungan, bagunan dan infrastruktur serta korban jiwa. Beberapa
gempa berkekuatan sedang yang terjadi pada 2006 mengindikasikan
aktifnya kembali Sesar Cimandiri.
Wilayah disekitar Sesar Cimandiri adalah wilayah yang padat
penduduk serta banyaknya bangunan dan infrastruktur yang berada
pada wilayah ini. Sehingga bila terjadi gempa maka akan menimbulkan
kerusakan serta korban yang sangat besar. Oleh sebab itu aktivitas
sesar cimandiri perlu dipantau dengan semua metode pemantauan yang
ada seperti metode geofisik, geologi dan geodetik.
5. Potensi Jawa BaratInventarisasi potensi sumberdaya mineral
logam di wilayah Jawa Barat telah dilakukan oleh berbagai institusi
seperti Badan Geologi melalui Pusat Sumberdaya Geologi, Dinas
Pertambangan Propinsi, Perguruan Tinggi, maupun beberapa institusi
swasta. Berdasarkan jenis Komoditasnya, potensi mineral logam di
Jawa Barat di bedakan atas : Emas; Perak; Tembaga; Seng; Timbal;
Pasir besi; Mangan dan Pasir titan. Keberadaan sumberdaya tersebut
tersebar di beberapa kabupaten di Jawa Barat, dan umumnya telah dan
sedang dilakukan penambangan ataupun masih dalam tahap
eksplorasi.Potensi sumberdaya emas adalah berupa endapan emas dan
perak primer yang terdapat berasosiasi dalam bentuk urat-urat
kuarsa yang terdapat pada batuan-batuan vulkanik yang berumur
Miosen - Pleistosen. Potensi emas yang sedang di lakukan
penambangan adalah di daerah Gunung Pongkor oleh PT. ANTAM,
sedangkan potensi yang berada di daerah lain seperti Cianjur,
Garut, Purwakarta, Sukabumi, Tasikmalaya, umumnya masih dalam tahap
kegiatan eksplorasi untuk menentukan jumlah cadangan terukurnya,
serta sebagian kecil lainnya dilakukan penambangan hanya dilakukan
dalam skala kecil oleh KUD atau para PETI. Menurut data Badan
Geologi, 201, Gunung Pongkor (Bogor) memiliki Sumberdaya (Tereka)
emas 981.000 ton (bijih) sedangkan cadangan Terkira sebesar
2.182.000 ton bijih dan cadangan Terbukti 700.000 ton bijih dengan
kadar emas berkisar antara 8 10,72 gram/ton. Bijih Perak
sumberdayanya sebesar 258.000 (Tereka), 973.000 (Tertunjuk) dan
357.300 (Terukur) masing-masing dalam ton, sementara cadangan
Terkira sebesar 1.446.000 ton bijih dan cadangan Terbukti sebesar
1.774.000 ton bijih dengan kadar berkisar antara 67,6 - 170,79
gram/ton. Sementara di Kabupaten Cianjur sumberdaya emas terdapat
di daerah Cikondang, Cibeber Tenggara (Kecamatan Campaka dan
Kecamatan Cibeber) serta di daerah Celak dan Cigadobras (Kecamataan
Tanggeung) dengan sumberdaya Terukur sebesar 2.202 ton bijih dengan
kadar 15 gram/ton. Kabupaten Purwakarta terdapat dua lokasi prospek
logam emas yaitu di daerah Jatiluhur dan Gn. Subang. Sumberdaya
Tertunjuk dan Terukur di daerah Jatiluhur masing-masing 12.000.000
dan 1.551.920 ton bijih dengan kadar emas 1 2 gram/ton sedangkan di
daerah Gn. Subang sumberdaya Tereka sebesar 59.523 ton bijih dengar
kandungan emas 8,4 gram/ton. Di Kabupaten Sukabumi, keterdapatan
sumberdaya emas primer cukup tersebar seperti di daerah Cijiwa
(Palabuhan Ratu/Ciemas), sumberdaya Hipotetik sebesar 21.206 ton
bijih dengan kadar Au = 5 gr/ton, Ag = 20 gr/ton; Cimandiri (Warung
Kiara) sumberdaya Hipotetik sebesar 61.220 ton bijih dengan kadar
Au=8,4 gr/ton; Ciracap (Ciemas) sumberdaya terukur sebesar 784.300
ton bijih dengan kadar Au=4,02 gr/ton, Ag=20,40 gr/ton; Desa Mekar
Jaya, Ciemas, sumberdaya Tereka sebesar 1.594.285 ton bijih,
Tertunjuk 281.800 ton bijih dan sumberdaya Terukur 148.153 ton
bijih dengan kadar Au=16 gr/ton; Kebonkacang, Cigaru, sumberdaya
Hipotetil sebesar 159.000 dan sumberdaya Terukur 28.441 ton bijih
dengan kadar Au=0,1-2,45 gr/ton, Ag=1,0-373 gr/ton; Kampung
Cibutun, Palabuhan Ratu, sumberdaya Tereka sebesar 84.000 ton bijih
dengan kadar Au=6 gr/ton, Ag=59,4 gr/ton, Cu=1,65 gr/ton. Pb=4,06
gr/ton, Zn=3,25 gr/ton; Palabuhan Ratu, Kecamatan Palabuhan Ratu
dan Cikidang, sumberdaya Terukur 25000 ton bijih dengan kadar
Au=0,12-35,4 gr/ton, Ag=0,25-22,1gr/ton. Sementara itu di Kabupaten
Tasikmalaya emas terdapat di daerah
B. Lampiran
Gambar 3: Rangkaian gunung api membentuk jalur berarah
barat-timur, utara selatan, timurlaut-baratdaya,
baratlaut-tenggara. Jalur gunung api tersebut dikontrol oleh
struktur sesar dengan arah tersebut
Gambar 4: Interpretasi sesar berdasarkan kelurusan aliran sungai
dan system tegasan di Pulau Jawa.