GEOLOGI PULAU SUMBA
PENDAHULUANPulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Indonesia. Pulau ini berada pada koordinat 940LU
12000BT. Luas wilayahnya 10.710 km, dan titik tertingginya Gunung
Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah
barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di
selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di
bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di
sebelah selatan dan barat.
Gambar 1. Letak geografis Pulau Sumba dan keadaan
topografinya
Pulau Sumba memiliki posisi yang khas terkait dengan busur
Sunda-Banda yang merepresentasikan sebuah potongan terisolasi dari
kerak benua terhadap busur kepulauan vulkanik aktif (Sumbawa,
Flores) dalam cekungan muka busur, terletak di bagian utara pada
transisi antara Palung Jawa (bidang subduksi) dengan Timor Trough
(bidang kolisi). Hal tersebut tidak menunjukkan efek kompresi kuat,
berbeda dengan pulau-pulau sistem busur sebelah luar (Savu, Roti,
Timor), sedangkan unit magmatik menjadi bagian yang substansial
pada stratigrafi Kapur Akhir hingga Paleogen.
Gambar 2. Letak geologi dari Pulau Sumba. Pulau ini berada di
bagian utara pada transisi Palung Jawa dan Timor Trough.
Secara batimetri, Sumba merupakan punggungan yang memisahkan
cekungan muka busur Savu (kedalaman > 3000 m) di timur dan
cekungan muka busur Lombok (kedalaman > 4000 m) di barat. Studi
seismik refraksi (Barber et al., 1981) menunjukkan bahwa Sumba
merupakan kerak benua dengan tebal 24 km (Chamalaun et al., 1981).
Berdasarkan studi tektonik yang dilengkapi data paleomagnetik dan
geokimia, beberapa ahli menganggap Sumba merupakan mikrokontinen
atau fragmen kontinen (Hamilton, 1979; Chamalaun dan Sunata, 1982;
Wensink, 1994, 1997; Vroon et al., 1996; Soeria-Atmadja et al.,
1998).Tiga model geodinamik untuk Sumba telah dikemukakan oleh
Chamalaun et al. (1982) dan Wensink (1994) yaitu sebagai berikut:
(1) Semula Sumba merupakan bagian dari Kontinen Australia yang
telah terpisah ketika cekungan Wharton telah terbentuk, terapung
dan bergerak ke arah utara kemudian terperangkap di belakang Palung
Jawa bagian timur (Audley-Charles, 1975; Otofuji et al., 1981); (2)
Sumba pernah menjadi bagian dari Paparan Sunda yang kemudian
terapung dan bergerak ke arah selatan selama pembukaan Cekungan
Flores (Hamilton, 1979; Von der Borch et al., 1983; Rangin et al.,
1990); dan (3) Sumba merupakan salah satu mikrokontinen atau bagian
dari kontinen yang lebih besar di dalam Tethys, yang kemudian
terfragmentasi (Chamalaun dan Sunata, 1982).
STRATIGRAFI Stratigrafi Sumba telah banyak didiskusikan oleh
beberapa ahli (van Bemmelen, 1949; Laufer dan Kraeff, 1957;
Burollet dan Salle, 1982; Chamalaun et al., 1982; Von der Borch et
al., 1983; Fortuin et al., 1992; Effendi dan Apandi, 1994;
Abdullah, 1994; Fortuin et al., 1994, 1997). Pulau Sumba tersusun
dari sedimen tidak termetamorfosis hingga sedikit termetamorfosis
berumur Mesozoikum, secara tidak selaras dilapisi oleh endapan
berumur Tersier dan Kuarter yang sedikit sekali terdeformasi;
ketebalan total mencapai lebih dari 1000 m (van Bemmelen, 1949).
Teras-teras terumbu karang yang menutupi tepi bagian yang mengarah
ke laut dari Formasi Sumba berumur Neogen, hampir secara kontinu
tersingkap ke permukaan di sepanjang pantai barat, pantai utara dan
pantai timur Sumba (Hamilton, 1979).Seri Mesozoikum (Formasi
Lasipu)Batuan berumur Mesozoikum tersingkap ke permukaan terutama
di sepanjang pantai seperti bagian selatan dari Sumba Barat
(Patiala, Wanokaka dan Konda Maloba) dan pada bagian selatan dari
Pegunungan Tanadaro (Sungai Nyengu dan Labung). Tipe sedimen berupa
batulanau karbonatan dengan batulempung vulkanogenik, terkadang
menunjukkan gejala-gejala metamorfisme tingkat rendah, berlapis
dengan batupasir, konglomerat, batugambing dan runtuhan
vulkaniklastik. Secara keseluruhan terpotong oleh intrusi berumur
Kapur Akhir dengan kisaran komposisi dari mikrogabro hingga
diorit-kuarsa, dan juga oleh dykes granodioritic serta kalk-alkalin
berumur Paleogen. Sedimen menunjukkan struktur slump berskala besar
dan perekahan yang kuat. Sedimen tersebut merupakan Formasi Lasipu
(Prasetyo, 1981). Kumpulan mikrofosil di dalam beberapa sampel
mengindikasikan umur Coniacian hingga Campanian Awal (Burollet dan
Salle, 1982); banyak Inoceramus sp. hadir. Material-material
detrital salah satunya memberikan kesan asal-muasal dari kontinen,
atau lingkungan busur kepulauan; hal tersebut tampak terlihat pada
kipas bawah laut berumur Mesozoikum dengan endapan laut dangkal
(Von der Borch et al., 1983) atau lingkungan batial laut terbuka
(Burollet dan Salle, 1982).
Gambar 3. Kolom Stratigrafi Pulau Sumba (Audley-Charles (1985)
& Fortuin dkk. (1994))Seri PaleogenSelama Paleogen, Sumba
merupakan bagian dari busur magmatik yang dikarakterisasi oleh seri
batuan vulkanik kalk-alkalin (Sumba Barat) dan sedimen laut
dangkal. Endapan yang berhubungan termasuk tuf, ignimbrit,
greywackes, sisipan batugamping foraminifera, napal,
mikro-konglomerat dan batulempung. Batuan tersebut secara tidak
selaras dilapisi batuan berumur Mesozoikum dan bergiliran secara
tidak selaras dilapisi oleh Seri Neogen.Seri NeogenSeismik refleksi
lepas pantai menunjukkan sedimen laut dalam berumur Neogen
membentuk sikuen sedimenter awal dari cekungan muka busur yang
menghilang ke arah punggungan (Fortuin et al., 1992; Van der Werff
et al., 1994a, b; Van der Werff, 1995; Fortuin et al., 1997).
Kejadian mereka merefleksikan posisi stabil dari Punggungan Sumba
di dalam cekungan muka busur sejak inisiasi sistem palung-busur
Sunda selama Oligosen Akhir dan Miosen Awal (Silver et al., 1983;
Reed, 1985; Barberi et al., 1987). Sedimen Neogen di Sumba
memperlihatkan dua fasies yang berbeda: pada bagian barat, mereka
direpresentasikan kebanyakan oleh batugamping terumbu, batugamping
bioklastik, batugamping chalky dan napal, berlapis dengan napal
tufaan, sedangkan sedimen dari bagian timur Sumba didominasi
endapan turbidit vulkanik dengan perlapisan kapur pelagic dan
batugamping chalky (Fortuin et al., 1994). Pada bagian pusat Sumba,
fasies sedimenter tersebut menunjukkan hubungan menjari. Batuan
tersebut umumnya tidak terganggu secara tektonik.Seri
KuarterKeseluruhan pulau telah mengalami pengangkatan dengan cepat
terhadap elevasinya sekarang, seperti yang diindikasikan oleh
teras-teras berumur Kuarter yang mencapai ketinggian tidak kurang
dari 500 m (Jouannic et al., 1988), dengan kecepatan rata-rata 0.5
mm/tahun pada bagian utara dan tengah Sumba (Pirazzoli et al.,
1991). Teras-teras tersebut terdiri dari batupasir, konglomerat,
napal dan batugamping terumbu menonjol yang secara tidak selaras
dilapisi sedimen berumur Neogen dengan kemiringan relatif tidak
curam di sepanjang pantai barat, pantai utara dan pantai timur.
Secara lokal, endapan berumur Kuarter diendapkan secara tidak
selaras di atas batuan berumur Mesozoikum di sepanjang pantai
baratdaya.
Gambar 4. Peta Geologi dan Penyebaran Formasi Pulau Sumba
Proses Sedimentasi berdasarkan Keadaan Stratigrafi dan
TektonikSusunan stratigrafi pada daerah Sumba sangat menarik untuk
dibahas. Hal ini disebabkan karena kompleksitas yang terdapat pada
urutan stratigrafi dan proses sedimentasi yang terlibat di
dalamnya. Pada kurang lebih 80 Jtl sampai 31 Jtl (Kapur Akhir
Eosen) dan pada 16 Jtl (Miosen Tengah) merupakan fase yang
menunjukkan fase awal hingga akhir dari aktifitas dari volcanic
arc. Hal ini dibuktikan langsung oleh aktifitas magma di Pulau
Sumba, yang ditandai dengan batuan vulkanik dan plutonik yang
berkemang hingga 31 Jtl / Eosen (Abdullah dkk., 2000). Kehadiran
lapisan pumice dan lapisan tipis tuff di Formasi Waikabukak
menunjukkan bahwa volcanic arc Pulau Sumba yang diperkirakan
termasuk dalam Sunda-Banda arc system masih aktif hingga
Miosen.Pada kurang lebih 16 Jtl (Miosen Tengah), terjadi perubahan
yang radikal dari pola pengendapan di Pulau Sumba. Di bagian barat
Sumba, material yang dihasilkan oleh volcanic arc tererosi ke arah
laut yang terlihat dari batas ketidakselarasan pada Oligosen Akhir.
Subsidence yang terjadi setelahnya menyebabkan tersedianya ruang
akomodasi untuk mengendapkan beberapa ratus meter endapan lagoon
dan reefal carbonate rock di atas batuan arc di bagian barat dari
Sumba, dan ditimpa di bagian atas oleh bathyal chalks. Pada umur 7
Jtl (Kuarter), platform ini secara gradual naik dan sekarang
tersingkap ke permukaan hingga maksimum bisa mencapai ketebalan
beberapa ratus meter di atas permukaan laut.Pengangkatan yang
terjadi pada umur 7 Jtl juga berpengaruh terhadap bagian timur
Sumba. Batuan yang berupa endapan sedimen vulkanik yang terendapkan
di cekungan laut dalaman pada bagian pinggir dari steep slope
terekspose ke permukaan yang merupakan bagian dari Formasi
Kananggar sebagai hasil dari pengangkatan (Fortuin dkk., 1997).
Batuan yang terendapkan di submarine canyon yang mencapai bagian
batas bawah dari steep slope, yang berasal dari daerah yang berada
di atas permukaan laut, juga ditunjukkan oleh Formasi Kananggar.
Daerah di atas permukaan laut dimana batuan vulkanik tererosi,
hadir membentuk pulau yang berada di bagian selatan-baratdaya dari
Pulau Sumba saat ini. Pulau ini tersusun dominan oleh batuan
vulkanik. Batuan karbonat laut dangkal terendapkan dekat dengan
permukaan laut sepanjang pesisir pantai pulau dan sebagian material
menunjukkan adanya resedimentasi material dari Formasi Kananggar
(Fortuin dkk., 1997). Fosil tertua dari Formasi Kananggar
mengindikasikan proses pengendapan terjadi dari 16 Jtl(Fortuin dkk.
1992, 1994, 1997) sehingga menunjukkan event tektonik pada umur 18
Jtl tidak terekam pada daerah timur dari Sumba seperti yang terjadi
di bagian barat Sumba. Kehadiran dari deep water chalks berumur
Pliosen pada bagian atas dari Formasi Kananggara dan singkapan saat
ini menunjukkan bagian timur Sumba dipengarui oleh tektonik yang
terjadi pada 7 Jtl sama dengan bagian barat dari pulau
Sumba.Kenampakan stratigrafi di Pulau Sumba ini secara umum dapat
disimpulkan beberapa hal, diantaranya :1. Jika Sumba berasal dari
Great Indonesian Volcanic Arc, maka itu terjadi sekitar umur 16
Jtl, karena itu merupakan umur dimana Formasi Kananggar menimpa
batuan vulkanik (Fortuin dkk., 1994, 1997).2. Erosional catastophic
dan proses pengendapan mengawali akumulasi Formasi Kananggar di
bagian timur dari Sumba dan batas selatan barat dari batas Cekungan
Savu sekitar 16 Jtl 7 Jtl (Miosen Tengah Kuarter).3. Batuan busur
vulkanik di bagian barat Sumba tererosi ke arah laut pada 16 Jtl
dan platform karbonat serta batugamping laut dalam terendapkan di
bagian barat Sumba sekitar 16 7 Jtl (Miosen Tengah Kuarter).4.
Selama 7 Jtl Pulau Sumba mengalami pengangkatan, dan pengangkatan
ini lebih besar terjadi di daerah timur dibanding di daerah barat
Sumba. Hal ini disebabkan oleh kemiringan pulau berarah ENE yang
secara khusus terlihat di bagian selatan pesisir dari Gunung Massu
(Fortuin dkk. 1992, 1994, 1997).
REKONSTRUKSI TEKTONIK DAERAH SUMBAAbdullah (1994) membedakan
empat siklus sedimentasi di Sumba. Siklus pertama (Kapur Akhir
Paleosen) menggambarkan endapan turbidit laut dari Formasi Lasipu.
Pengendapan ini diikuti oleh dua episode magmatik utama
(calc-alkaline magma) yang terjadi pada umur 88 77 Jtl dan 71 56
Jtl. Siklus kedua (Paleogen) ditandai dengan endapan vulkaniklastik
dan laut dangkal disertai dengan episode magmatik ketiga pada umur
42 31 Jtl. Siklus berikutnya (Neogen) merupakan periode transgresi
yang menyebar luas, dicirikan dengan sedimentasi yang cepat di
lingkungan laut dalam (Fortuin dkk. 1992, 1994, 1997).Beberapa
batuan hasil dari proses magmatik di daerah ini bisa terbentuk
akibat ketiga proses magmatisme di atas, namun bukan tidak mungkin
produk magmatik berasal dari proses pengangkatan dan erosi dari
batuan vulkanik Sumba yang berumur lebih tua. Selama seluruh event
di atas Sumba merupakan bagian dari pengangkatan dari cekungan
depan busur di dalam zona subduksi aktif sistem Sunda. Siklus
keempat (Kuarter) ditandai dengan pengangkatan terraces yang
dimulai kuarang lebih 1 Jtl. Distribusi umur dari dating K-Ar
batuan vulkanik Sumba menunjukkan pergeseran ke arah barat dari
pergeseran magmatisme sepanjang waktu. Akan tetapi, tidak terdapat
bukti bahwa aktifitas magmatik Neogen terjadi di daerah Sumba.
Namun, kesamaan antara Sumba dan SW Sulawesi magmatic belt (van
Leeuwen, 1981; Simandjuntak, 1993; Bergman dkk., 1996; Wakita dkk.,
1996), yang terlihat dari kesamaan proses magmatisme (Cretaceous
Akhir-Paleocene) dan stratigrafi, mendukung gagasan bahwa Sumba
adalah bagian dari Andean magmatic arc (Gambar. 5A) dekat Western
Sulawesi magmatic belt (Abdullah, 1994; Abdullah dkk., 1996; Soeria
Atmadja dkk., 1998) dan dekat pantai Kalimantan Tenggara
(Pegunungan Meratus) (Yuwono dkk., 1988; Wensink, 1997; Rampnoux
dkk., 1997) di batas lempeng Asia.
Gambar 5. Rekonstruksi Geologi daerah Sumba
Dengan demikian, selama Paleogen pergerakan rata rata dari
lempeng Indo-Australia berkurang, menyebabkan terbentuknya cekungan
belakang busur dan pembentukan marginal sea (Hamilton, 1979).
Pemekaran back arc menyebabkan migrasi Sumba ke arah selatan
(Gambar 5B) (Rangin dkk. 1990 ; Lee dan Lawver, 1995). Migrasi ke
arah selatan dikuatkan oleh data terbaru dari paleomagnetik
(Wensink, 1994). Dari Neogen hingga Kuarter Pulau Sumba terjebak ke
dalam cekungan depan busur di bagian depan dari Eastern Sunda
volcanic arc (Gambar 5C). Sekarang, kolisi dari Australia dengan
Banda Arc bergeser ke arah utara-barat (Gambar 7D) menyebabkan
Sumba mengalami pengangkatan dengan rata rata 0.5 mm/tahun yang
dibuktikan dengan teras reef limestone (Pirazzoli dkk. 19990 ;
Abdullah, 1994; Hendaryono, 1998).Berdasarkan penjelasan di atas,
maka Pulau Sumba tidak mengalami deformasi yang intens. Hal ini
menjelaskan bahwa selama Kapur Akhir hingga Neogen Pulau Sumba
tidak terlibat dalam kolisi antara lempeng India-Australia dengan
lempeng Asia, kecuali fase minor kompresi yang terjadi selama
Paleogen. Data terbaru dari penelitian yang dilakukan oleh Abdullah
(2000) menyatakan bahwa Sumba merupakan bagian dari Asia
(Sundaland).
KESIMPULANBerdasarkan pembahasan di atas, didapatkan beberapa
kesimpulan yang dapat diambil, diantaranya : Pulau Sumba
merepresentasikan sebuah potongan terisolasi dari kerak benua
terhadap busur kepulauan vulkanik aktif (Sumbawa, Flores) dalam
cekungan muka busur, terletak di bagian utara pada transisi antara
Palung Jawa (bidang subduksi) dengan Timor Trough (bidang kolisi).
Stratigrafi Sumba tersusun atas 3 seri pengendapan berdasarkan
waktu pengendapannya yaitu seri Mesozoikum, seri Neogen, dan seri
Kuarter Proses tektonik yang mempengaruhi pengendapan batuan
sedimen di daerah ini terjadi dari tahun 16 Jtl 7Jtl dimana terjadi
pergeseran magmatic arc dan terjadinya subsidence dan pengangkatan
yang intens. Berdasarkan penjelasan di atas, maka Pulau Sumba tidak
mengalami deformasi yang intens. Hal ini menjelaskan bahwa selama
Kapur Akhir hingga Neogen Pulau Sumba tidak terlibat dalam kolisi
antara lempeng India-Australia dengan lempeng Asia, kecuali fase
minor kompresi yang terjadi selama Paleogen.
DAFTAR PUSTAKA
Rutherford, E dkk. .2000. Tectonic History of Sumba Island,
Indonesia, since The Late Cretaceous and Its Rapid Escape into The
Forearc in The Miocene. Journal of Asian Earth Scienece 19, 2001
(453-457)
Abdullah, C.I. dkk. .1999. The Evolution of Sumba Island
(Indonesia) Revisited in The Light of New Data on The Geochronology
and Geochemistry of The Magmatic Rocks. Journal of Asian Earth
Scienece 18, 2000 (533-546)
Wensink, H. dan Manfred J. 1995. The Tectonic Emplacement of
Sumba in The Sunda-Banda Arc : Paleomagnetic and Geochemical
Evidence from The Early Miocene Jawila Volcanic. Elsevier :
Tectonophysics 250 (1995) 15-30