Gempa bumi adalah pergerakan (bergesernya) lapisan batuan bumi
yang dari dasar atau bawah permukaan bumi, yang terlefleksikan
(dapat dirasakan) dipermukaan bumi/tanah yang terjadi karena adanya
pelepasan energi secara tiba-tiba oleh batuan yang berada di bawah
permukaan bumi atau karena batuan mengalami pematahan atau
pensesaran. Gempa bumi bisa merusak melalui dua cara, yaitu
langsung dari getarannya yang memberikan efek gaya horisontal, dan
secara tidak langsung melalui liquefaction (Chandler, 1977).
Magnitudo/besaran gempa bumi adalah energi yang dilepaskan saat
gempa bumi, biasanya diukur dari rekaman gelombang seismik. Skala
Richter dipergunakan untuk menentukan besaran gempa menengah yang
episentrumnya kurang/sama dengan 100 km dari seismograf (ML).
Semakin besar magnitudo gempa bumi, semakin luas dan semakin lama
orang merasakannya.
Gempa bumi adalah suatu peristiwa yang kompleks, sehingga untuk
menilainya pun diperlukan cara lain yaitu: mb (body wave)
menggunakan gelombang P yang berperiode 1-10 detik; MS (surface
wave) menggunakan gelombang Rayleigh yang berperide 18-22 detik.
Jika dibandingkan dengan sesar yang terbentuk maka yang dipakai
adalah momen seismik (MO) dan masih ada lagi untuk gempa bumi
berskala besar yaitu MW (moment magnitude scale) = 2/3 log10 (MO)
6.
Terdapat tiga kelompok pembagian gempa bumi yang lazim kita
kenal, yaitu; a. Gempa Tektonik, yaitu gempa yang disebabkan oleh
adanya gerakan-gerakan di kerak bumi, baik gerakan mendatar maupun
gerakan tegak (turun atau naik), umumnya berkaitan erat dengan
pembentukan fault/sesar (dapat berupa sesar mendatar, sesar naik
maupun sesar turun), sebagai akibat langsung dari tumbukan antar
lempeng pembentuk kulit bumi. b. Gempa Vulkanik, yaitu gempa
berkaitan dengan aktivitas gunung api, yaitu proses keluarnya magma
ke permukaan bumi melalui rekahan batuan, sesar atau pipa kepundan
gunung api, sehingga menimbulkan efek pergerakan/pergeseran yang
dapat diraskan pada permukaan bumi. c. Terban, yaitu gerakan maupun
getaran yang muncul akibat longsoran/terban dan merupakan
gempa-gempa kecil. Kekuatan gempa mungkin sangat kecil sehingga
yang muncul tidak terasa, berupa tremor dan hanya terdeteksi oleh
seismograf.
Sesar-sesar besar juga merupakan penyebab gempa yang dahsyat.
Misalnya sesar Semangko yang membujur membelah pulau Sumatera,
sesar Palu-Koro di Sulawesi, sesar berarah Laut- Barat Daya dan
Barat Laut Tenggara yang merajam Jawa dan juga patahan Sorong di
Kepala Burung Irian. Sesar-sesar tersebut merupakan zona lemah yang
mudah dijadikan media oleh gempa tektonik untuk menyalurkan energi
dari bawah permukaan bumi ke atas permukaan bumi, akibat dari
proses penyaluran energi tersebut terefleksikan di permukaan bumi
berupa gerakan-gerakan maupun getaran-getaran yang dapat dirasakan
yang umumnya kita sebut sebagai gempa. Pusat gempa itu sendiri
begitu banyak dan mengelompok/menggerombol. Hal ini menyebabkan
Indonesia sangat berpotensi memiliki bencana gempa, seperti di
daerah Aceh, Padang, Bengkulu, Sukabumi, Wonosobo, Maluku dan Irian
Jaya.Pada wilayah penelitian (Maluku, Maluku Utara dan sekitarnya),
gempa tektonik merupakan potensi besar yang mungkin terjadi setiap
saat. Hal ini diperkuat oleh adanya sesar-sesar aktif di dasar laut
yang menjadi tempat pertemuan lempeng Australia di bagian selatan
dan Pasifik di sebelah utara. Adanya patahan-patahan ataupun trench
pada zone subduksi tersebut menunjukkan bahwa pergerakan dari
pertemuan lempeng pada wilayah ini selalu aktif sepanjang tahun.
Sesar-sesar yang terdapat pada wilayah ini adalah berupa Trench
(New Guinea Trench, Manokwari South New Guinea, Seram, Talaud
Trench, Phillipine Trench, Java Trench) dan Transform Fault (Sorong
Fault) menyebabkan instensitas gempa tektonik yang terjadi sangat
tinggi, sehingga wilayah ini sangat berpotensi berada dalam tingkat
bahaya kegempaan yang sangat tinggi. Jalur tabrakan lempeng benua
dari Timor menerus dan melengkung berlawanan arah jarum jam
melingkari Laut Maluku. Di jalur batas lempeng ini sudah terjadi
sebanyak 10x gempa berpotensi tsunami dalm seratus tahun terakhir
dengan kekuatan M>7.5. Lebih jauh lagi, catatan sejarah kuno
menyebutkan bahwa pada tahun 1674 di wilayah Pulau Buru-Seram
terjadi gempa sangat besar disertai tsunami sangat dahsyat dengan
ketinggian gelombang maximum mencapai 70 meter!. Melihat frekuensi
yang tinggi dan rata-rata kekuatan gempa yang besar tersebut di
wilayah Maluku maka sangat penting untuk mengkaji dengan seksama
potensi bencana gempa dan tsunaminya di masa depan (Danny
Hilman).a. SeismisitasPeta Seismisitas adalah peta yang menunjukkan
aktifitas gempa bumi. Aktifitas gempa bumi bisa ditinjau dari
bermacam cara, diantaranya adalah dengan peta distribusi gempa
bumi. Setiap gempa bumi melepaskan energi gelombang seismik,
sehingga kumpulan gempa bumi pada periode tertentu pada suatu area
juga suatu cara untuk menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa
bumi. Untuk mengetahui potensi gempa bumi di Papua dan Maluku
dilakukan dengan menggunakan data gempa bumi yang berasal dari
katalog gempa NEIC USGS (United State Geological Survey) di daerah
studi pada kurun waktu periode tertentu. Data gempa bumi dipilih
dengan magnitudo >= 5 skala Richter. Karena memang pada sekala
ini dampak yang ditimbulkan mulai terasa. Pada wilayah penelitian,
jumlah kejadian gempa yang terekam dari tahun 1973 s/d Agustus 2007
tercatat 18.504 kejadian dengan rentang kekuatan berkisar antara
2.9 8.3 M. Pada rentang tahun ini pernah terjadi 2 (dua) kali gempa
dengan kategori sangat kuat, yaitu diatas 8 M (Sumber data KLH,
2007 dalam laporan akhir Analisis Potensi Rawan Bencana Alam di
Papua dan Maluku).
Peta Lokasi Gempa Kategori Sangat Kuat di sekitar P. Maluku dan
Papua yang terekam dari tahun 1973 2007 (NEIC USGS, 2007)
Sedangkan peta seismisitas yang menggambarkan distribusi gempa
dari tahun 1973 2007 diperlihatkan berikut ini.
Peta Seismisitas yang Menggambarkan Distribusi Gempa Bumi di P.
Maluku dan Irian Jaya dari Tahun 1973 - 2007 (Laporan KLH,
2007)Distribusi episentrum gempa bumi yang terjadi pada kurun waktu
tersebut, yaitu antara tahun 1973 - 2007 penyebarannya bisa
dikatakan mengelompok. Data distribusi episentrum gempa bumi
tersebut diihat pada Peta Kepadatan Episentrum dalam satuam mB/Km2
di bawah ini.Distribusi episentrum gempa bumi yang terjadi pada
kurun waktu tersebut (1973 2007) penyebarannya bisa dikatakan
mengelompok. Berikut diperlihatkan Peta Kepadatan episentrum dalam
satuam mB/Km2. Hasil dari perhitungan Pattern Analysis dengan
menggunakan metode Average Nearest Neighbor, sebaran episentrum
tersebut berada pada Z Score = -86.662684 dan Nearest Neighbor
Ratio = 0.654407, sehingga dapat disimpulkan bahwa tipe dari
sebaran episentrum tersebut adalah Mengelompok (Sumber data KLH,
2007 dalam laporan akhir Analisis Potensi Rawan Bencana Alam di
Papua dan Maluku).
Peta Kepadatan Episentrum dalam Magnitude/Km2 (Laporan KLH,
2007).
b. Momen EnergiDengan menggunakan persamaan Log MO = 2.385 mB +
10.145 dapat diperoleh hubungan antara momen energi (Mo) dengan
magnitude (mB). Besaran energi dinyatakan dalam logaritma momen
energi yang berkisar antara 1020 erg sampai 1030 erg. Persamaan di
atas menunjukkan bahwa perubahan satu skala magnitudo sebanding
dengan perubahan momen energi sebesar 102.383 atau sekitar 242 kali
magnitudo di bawahnya. Untuk log Mo = 26.8 atau Mo = 1026.8
sebanding dengan mB = 7 setara dengan 242 gempa bumi dengan mB = 6
atau setara dengan sekitar 58884 gempa dengan mB = 5 skala
Richter.
Peta Distribusi Moment Energi Setiap Gempa yang Terjadi di
daerah Maluku dan Irian Jaya (Laporan KLH, 2007)
c. Percepatan Tanah Maksimum/Peak Ground Acceleration
(PGA)Perpindahan materi biasa disebut displacement. Jika kita lihat
waktu yang diperlukan untuk perpindahan tersebut, maka kita bisa
tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah
parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan
diam sampai pada kecepatan tertentu. Pada bangunan yang berdiri di
atas tanah memerlukan kestabilan tanah tersebut agar bangunan tetap
stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi
disebut juga percepatan tanah, merupakan gangguan yang perlu dikaji
untuk setiap gempa bumi, kemudian dipilih percepatan tanah maksimum
atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar bisa
memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami
suatu lokasi. Efek primer gempa bumi adalah kerusakan struktur
bangunan baik yang berupa gedung perumahan rakyat, gedung
bertingkat, fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur
lainnya, yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara
garis besar, tingkat kerusakan yang mungkin terjadi tergantung dari
kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik
lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat
dari getaran suatu gempa bumi. Faktor yang merupakan sumber
kerusakan dinyatakan dalam parameter percepatan tanah. Sehingga
data PGA akibat getaran gempa bumi pada suatu lokasi menjadi
penting untuk menggambarkan tingkat resiko gempa bumi di suatu
lokasi tertentu. Semakin besar nilai PGA yang pernah terjadi di
suatu tempat, semakin besar resiko gempa bumi yang mungkin
terjadi.
Peta Jarak antara Lokasi dengan Sumber Gempa Bumi daerah Maluku
dan Irian Jaya (KLH, 2007)
Perhitungan nilai PGA akan menghasilkan Peta Potensi Bahaya
Gempa Bumi. Peta PGA itu sendiri merupakan hasil dari 10%
kemungkinan kejadian dalam 50 tahun dan 475 tahun periode ulang
gempa. Peta PGA yang dihasilkan tersebut merupakan modifikasi dari
peta Global Seismic Hazard Map oleh Global Seismic Hazard
Assessment Program (GSHAP). Penyesuaian yang dilakukan adalah
dengan melakukan interpolasi pada grid yang lebih kecil (resolusi
lebih tinggi) menjadi 500 x 500 m yang disesuaikan dengan ukuran
wilayah penelitian. Nilai PGA yang dihasilkan akan dikategorikan
menjadi tingkat bahaya kegempaan dengan mengikuti standar
klasifikasi dari GSHAP yang dikelompokkan kedalam 4 (empat) kelas,
yaitu: Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi, seperti terlihat pada
peta berikut ini (Sumber data KLH, 2007 dalam Laporan Akhir
Analisis Potensi Rawan Bencana Alam di Papua dan Maluku).
Peta Potensi Bahaya Gempa Bumi berdasarkan Perhitungan PGA
daerah P. Maluku dan Irian Jaya (Laporan KLH, 2007)
Kalau dihitung secara persentase bahwa pada wilayah Maluku,
Potensi dengan tingkat bahaya Sangat Tinggi berada di Provinsi
Maluku, terutama di Kabupaten Seram Bagian Barat dan sebagian besar
Maluku Tengah. Sedangkan wilayah Kabupaten lain; Kabuten Buru dan
Seram Bagian Barat memiliki Potensi yang Tinggi (Sumber data KLH,
2007 dalam Laporan Akhir Analisis Potensi Rawan Bencana Alam di
Papua dan Maluku). Secara lebih mendetail untuk mengetahui tingkat
bahaya kegempaan dapat dilhat pada peta dibawah ini yang
ditumpang-tindihkan dengan peta administrasi kabupaten.
Peta Tingkat Bahaya Kegempaan yang ditumpang-tindihkan dengan
Peta Administrasi Kabupaten (Laporan KLH, 2007)
d. Lokasi Gempa yang Berpotensi TsunamiTsunami (gelombang
pasang) umumnya menerjang pantai landai. Asal-usul kejadiannya
dapat dihubungkan dengan adanya tektonik (selanjutnya disebut
gempa) dan letusan gunung api. Tsunami yang berhubungan dengan
gempa dan letusan gunung api merupakan bencana alam lain yang
kedatangannya tidak dapat diramal. Gempa-gempa dalam, umumnya tidak
berpotensi langsung terhadap terjadinya tsunami. Gempa yang
berpengaruh langsung menimbulkan tsunami umumnya merupakan gempa
dangkal. Umumnya, gempa hanya bertindak sebagai pemicu munculnya
terjadinya sobekan sesar-sesar.Tsunami ditimbulkan oleh adanya
deformasi (perubahan bentuk) pada dasar lautan, terutama perubahan
permukaan dasar lautan dalam arah vertikal. Perubahan pada dasar
lautan tersebut akan diikuti dengan perubahan permukaan lautan,
yang mengakibatkan timbulnya penjalaran gelombang air laut secara
serentak tersebar ke seluruh penjuru mata-angin. Kecepatan rambat
penjalaran tsunami di sumbernya bisa mencapai ratusan hingga ribuan
km/jam, dan berkurang pada saat menuju pantai, dimana kedalaman
laut semakin dangkal. Walaupun tinggi gelombang tsunami di
sumbernya kurang dari satu meter, tetapi pada saat menghempas
pantai, tinggi gelombang tsunami bisa mencapai lebih dari 5 meter.
Hal ini disebabkan berkurangnya kecepatan merambat gelombang
tsunami karena semakin dangkalnya kedalaman laut menuju pantai,
tetapi tinggi gelombangnya menjadi lebih besar, karena harus sesuai
dengan hukum kekekalan energi. Penelitian menunjukkan bahwa tsunami
dapat timbul bila kondisi tersebut di bawah ini terpenuhi : Gempa
bumi dengan pusat di tengah lautan Gempa bumi dengan magnitude
lebih besar dari 6.0 skala Ricter Gempa bumi dengan pusat gempa
dangkal, kurang dari 33 Km Gempa bumi dengan pola mekanisme dominan
adalah sesar naik atau sesar turun Lokasi sesar (rupture area) di
lautan yang dalam (kolom air dalam). Morfologi (bentuk) pantai
biasanya pantai terbuka dan landai atau berbentuk teluk.
Kerawanan terhadap tsunami disusun berdasarkan peta tektonik
Indonesia, dimana zona-zona subduksi dan zona busur dalam (back arc
thrust) merupakan sumber gempa bumi dangkal di laut. Dengan
demikian pantai yang menghadap kedua kondisi tektonik tersebut
merupakan pantai yang rawan tsunami. Secara umum, peta rawan
tsunami ini menggambarkan pantai-pantai di daerah Papua dan Maluku
yang rawan terhadap bahaya tsunami.Berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan bahwa terdapat sekitar 110 lokasi gempa yang berpotensi
terjadinya gelombang Tsunami. Jumlah tersebut diperoleh dari lokasi
gempa berpotensi tsunami dan lokasi gempa historis yang pernah
terjadi tsunami (Sumber data KLH,2007 dalam Laporan Akhir Analisis
Potensi Rawan Bencana Alam di Papua dan Maluku). Kriteria yang
diambil adalah: Gempa bumi dengan pusat di tengah lautan Gempa bumi
dengan magnitude lebih besar dari 6.0 skala Ricter Gempa bumi
dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 Km Gempa bumi dengan
pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar turun
Distribusi lokasi-lokasi gempa yang berpotensi Tsunami tersebut
diperlihatkan pada peta berikut ini.