BAB I PENDAHULUAN Cedera kepala merupakan trauma mekanik pada kepala yang bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana dapat menyebabkan gangguan fungsi neurologis, kognitif, maupun psikososial yang bersifat sementara atau menetap. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. 1,2,3 Trauma kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan terjadi kurang lebih 0.5-1 juta kasus per tahun. Di Indonesia kajadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera kepala sedang dan 10% termasuk cedera kepala berat. 1,2 Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai pengetahuan praktis 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan trauma mekanik pada kepala yang bukan bersifat
congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari
luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana dapat
menyebabkan gangguan fungsi neurologis, kognitif, maupun psikososial yang
bersifat sementara atau menetap. Cedera kepala atau trauma kepala adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma
tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan
pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan
otak.1,2,3
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan terjadi kurang lebih 0.5-1 juta kasus per tahun.
Di Indonesia kajadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai
cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera kepala sedang dan 10% termasuk
cedera kepala berat.1,2
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter
mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada
penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan
tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya
cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting
untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Sebagai tindakan selanjutnya yang
penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang
memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan
CT Scan kepala. 1,4
Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang
memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara
konservatif. Prognosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan
1
dilakukan secara tepat dan cepat. Pada korban cedera kepala, yang harus
diperhatikan adalah pernafasan, peredaran darah dan kesadaran, sedangkan
tindakan resusitasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus
dilakukan secara serentak.Tingkat keparahan cedera kepala harus segera
ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.1,2,4
Kemajuan dalam penanganan cedera kepala dapat menurunkan mortalitas, selama
25 tahun terakhir ini. Akan tetapi dari angka yang berhasil untuk tetap bertahan
hidup sering mengalami gejala sisa berupa gangguan kognitif yang bersifat kronis.
Gangguan kognitif yang sering timbul setelah cedera kepala adalah gangguan
memory dan belajar ( memory and learning process ), gangguan konsentrasi,
atensi, kecepatan memproses informasi dan fungsi eksekutif. Cedera kepala akan
menyebabkan keadaan hipoksik iskemik sehingga akan diekspresikan faktor
neurotropik yaitu brain-derived neurotrophic factor (BDNF) yang sangat berperan
dalam fungsi kognitif. Ekspresi BDNF mencapai puncaknya pada hari ke tiga
pasca cedera dan pada hari keempat kadarnya mula menurun.2,3,5
Akibat adanya gangguan kognitif terutama gangguan kognitif dengan derajat berat
akan menyebabkan disabilitas dan ketergantungaan dirumah dan dimasyarakat,
sehingga akan menggangu didalam kehidupan berkeluarga, aktivitas pendidikan,
pekerjaan, dan interaksi soaial. Dibandingakan dengan gangguan fisik gejala sisa
kognitif lebih banyak berperan pada disabilities yang menetap.1,5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cedera kepala
Cedera kepala adalah trauma mekanik
pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan
fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat sementara
ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.1,4,6
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Berdasarkan mekanisme
terjadinya, cedera kepala dapat dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul. Sedang cedera kepala
tembuus disebabkan oleh peluru atau tusukan.2,6
Jika dilihat dari berat ringannya, cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan
nilai Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut :1,6
1. Cedera kepala berat (CKB) jika nilai GCS 3- 8.
Hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusion cerebral,
laserasi, atau adanya hematoina atau edema.
2. Cedera kepala sedang (CKS) memiliki nilai GCS 9-12.
Hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit – 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung).
3. Cedera kepala ringan (CKR) dengan nilai GCS 13-15.
3
Dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang darri 30 menit, tetapi ada juga
yang menyebut kurang dari 24 jam, jika ada penyerta seperti fraktur
tengkorak, kontusio atau tematom (sekitar 55%).
Diffuse injury (DI) merupakan salah satu jenis cedera kepala yang diakibatkan
oleh proses gesekan (shearing) pada akson sehingga terjadi robekan akson dan
myelin di substansia alba yang sangat luas. Studi gambaran CT scan dari National
Institute of Health Traumatic Coma Data Bank di United States pada 735
penderita cedera kepala ditemukan DI sebanyak 39 %.3,5
Berdasarkan gambaran CT-Scan kepala DI dibedakan menjadi empat tingkatan
yaitu :3,5
1. DI grade I
Tidak tampak adanya kelainan pada CT-Scan
2. DI grade II
Sisterna masih terlihat dengan midline shift 0.5 mm dan/atau terdapat lesi
dengan densitas tinggi atau campuran kurang dari 25cc, termasuk adanya
fragmen tulang atau benda asing.
3. DI grade III
Terdapat gambaran tertekan atau menghilangnya cistern (edema) dengan
midline shift 0.5 mm dan/atau terdapat lesi dengan densitas tinggi atau
campuran kurang dari 25cc.
4. Di grade IV
Terdapat midline shift lebih dari 5 mm dan/atau terdapat lesi dengan
densitas tinggi atau campuran kurang dari 25cc.
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab umum dari kematian dan
kecacatan terutama pada kelompok usia produktif dan terjadi kurang lebih 0.5-1
juta kasus per tahun, dimana pada korban yang masih dapat bertahan sering
disertai dengan gejala sisa berupa gangguan kognitif. Di Indonesia kajadian cidera
kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas,
10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di
4
rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk
cedera kepala sedang dan 10% termasuk cedera kepala berat.1,2
Cedera kepala akan menyebabkan keadaan hipoksik iskemik sehingga akan
diekspresikan faktor neurotropik yaitu brain-derived neurotrophic factor (BDNF)
yang sangat berperan dalam fungsi kognitif. Ekspresi BDNF mencapai puncaknya
pada hari ke tiga pasca cedera dan pada hari keempat kadarnya mula menurun.3,5
2.2 Definisi Gangguan kognitif
Pengertian kognitif adalah suatu proses dimana semua masukan sensoris (taktil,
visual, dan auditorik) akan dirubah, diolah, disimpan dan selanjutnya digunkan
untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu mampu
melakukan penalaran terhadap masukan sensoris tersebut. Fungsi kognitif
mencakup lima domain, yaitu atensi (pemusatan perhatian), bahasa, memori (daya
ingat), visuopatial (pengenalan ruang), excecutive function (fungsi eksekutif :
fungsi perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan).1,4
Gangguan kognitif merupakan respon maladaptive yang ditandai dengan keadaan
dimana seseorang mengalami masalah dalam daya ingat, pembelajaran (terutama
terhadap hal-hal yang baru), konsentrasi, atau pembuatan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan sehari-harinya. gangguan kognitif erat kaitannya
dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi
oleh keadaan otak. Penelitian dijerman menunjukan bahwa sebagian besar pasien
DI mengalami gangguan atensi, fungsi eksekutif, serta memori dan belajar sebesar
77 %, sedangkan penelitian prospektif belanda menunjukan gangguan memori
38%, atensi 32%, dan keterlambatan proses berpikir 28%.4,5
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf
pusat (SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan
pengiriman nutrisi mengakibatkan gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat
menyebabkan adalah penyakit infeksi sistematik, gangguan peredaran darah,
keracunan zat. Banyak faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat menimbulkan
gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan jiwa
fungsional. Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia
5
dapat berupa anemia Hipoksia, Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau
Iskemik Hipoksia. Semua Keadaan ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak
berkurang.4,5
Gangguan kognitif bervariasi mulai dari gangguan kognitif ringan sampai berat.
Pada gangguan kognitif ringan seseorang mulai mengalami perubahan pada fungsi
kognitif, tetapi masih memungkinkan untuk melakukan aktivitas sehari – harinya,
dan gangguan kognitif dengan derajat berat dapat mengarahkan pada ketidak
mampuan dalam memahami sesuatu dan ketidak mampuan dalam berbicara dan
menulis yang pada akhirnya menghasilkan ketidak mampuan dalam hidup secara
mandarin.1,3,4
Gangguan kognitif dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan konsentrasi
terhadap stimulus (misalnya, pertanyaan harus diulang), proses pikir yang tidak
tertata (misalnya tidak relevan atau inkoheren), dan minimal 2 dari yang berikut :
- Menurunkan tingkat kesadaran.
- Gangguan persepsi, Ilusi, halusinasi.
- Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau ngatuk pada siang hari.
- Meningkat atau Menurunnya aktivitas psikomotor.
- Disorientasi, tempat, waktu, orang.
- Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru, misalnya nama
beberapa benda setelah lima menit. 3,4,5
Akibat beratnya gangguan kognitif akan menyebabkan disabilitas dan
ketergantungaan dirumah dan dimasyarakat, sehingga akan menggangu didalam
kehidupan berkeluarga, aktivitas pendidikan, pekerjaan, dan interaksi soaial.
Dibandingakan dengan gangguan fisik gejala sisa kognitif lebih banyak berperan
pada disabilities yang menetap.1,5
2.3 Patofisiologi
Kerusakan otak secara patologis akibat trauma kapitis dapat dikelompokkan
menjadi dua stadium utama yaitu cedera primer dan sekunder.7,8
1. Cedera Otak Primer (Primary Brain Injury)
6
Cedera otak primer merupakan kerusakan otak yang terjadi secara langsung
akibat dari mekanisme trauma yang terjadi. Biasanya hal ini sering terjadi
akibat kecelakaan atau benturan. Cedera primer dihasilkan oleh tekanan
akselerasi dan deselerasi yang merusak struktur intrakranial oleh karena
pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak.
Patofisiologi cedera primer dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu lesi fokal
dan lesi difus. Focal brain injury khas berhubungan dengan pukulan terhadap
kepala yang menimbulkan kontusio serebral dan hematoma. Cedera fokal
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas berdasarkan lokasi, ukuran dan
progresifitasnya. Sedangkan diffuse axonal injury disebabkan oleh tekanan
inersial yang sering berasal dari kecelakaan sepeda motor. Pada praktisnya
cedera difus dan fokal sering terjadi secara bersamaan. Fraktur tengkorak,
epidural hematoma, subdural hematoma, dan intrasereberal hematoma adalah
beberapa contoh kasus yang digolongkan sebagai cedera otak primer.
2. Cedera Otak Sekunder (Secondary Brain Injury)
Cedera otak sekunder terjadi setelah trauma awal dan ditandai dengan
kerusakan neuron- neuron akibat respon fisiologis sistemik terhadap cedera
awal. Cedera sekunder melibatkan hasil kejadian vaskuler dan hematologi
yang menyebabkan pengurangan dan perubahan aliran darah otak (cerebral
blood flow) yang menimbulkan hipoksia dan iskemik.
Faktor sekunder akan memperberat cedera otak dikarenakan adanya laserasi