I. Definisi
Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai
masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode
depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan
depresif unipolar serta bipolar (Ingram dkk, 1993).Depresi
merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kaplan dkk, 1992). Jika gangguan depresif berjalan
dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan
sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia
kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya (Ingram dkk,
1993).Depresi pada anak dan remaja merujuk pada sindrom-sindrom
depresif yang didefinisikan di dalam revisi teks edisi keempat dari
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR)
dan di dalam edisi kesepuluh dari International Classification of
Diseases (ICD-10) yang terjadi pada anak dan remaja. Sindrom
depresif mengacu pada suatu kelompok tingkah laku dan emosi yang
meliputi kecemasan dan depresi yang berupa perasaan kesepian,
menangis, takut melakukan hal-hal yang buruk, perasaan tidak
dicintai, perasaan bersalah, perasaan tidak berharga, gugup, rasa
sedih atau cemas. Diagnosis dari sindrom-sindrom depresif tersebut
dapat berupa : gangguan depresi mayor, gangguan distimik, dan
gangguan depresi yang tak dapat digolongan di tempat lain (not
otherwise specified).Masa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu
mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan
yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang
pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai
pula orang dewasa. Pada periode ini pula remaja berubah secara
kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa.
Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional
dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru
sebagai orang dewasa.
Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula
perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota
keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya.
Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja
dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas
atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di
dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin
meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin
meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial di
luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan
lingkungan masyarakat lainnya.
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut: Masa remaja awal (12-15 tahun)Pada masa ini
individu memulai meninggalkan peran sebagai individu yang unik
dantidak tergantung pada orang tua. Masa remaja pertengahan (15-18
tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir
yang baru. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh
persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Menurut
John Hill (1983), terdapat tiga komponen dasar dalam membahas
periode remaja yaitu perubahan fundamental remaja meliputi
perubahan biologis, kognitif dan sosial. Ketiga perubahan ini
bersifat universal. Perubahan biologis menyangkut tampilan fisik
(ciri-ciri secara primer dan sekunder). Transisi kognitif merupakan
perubahan dalam kemampuan berfikir dimana remaja telah memiliki
kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berfikir mengenai situasi
secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi akan
terjadi.Transisi sosial meliputi perubahan dalam status sosial
membuat remaja mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada
kegiatan-kegiatan baru.Perubahan yang fundamental remaja bersifat
universal, namun akibatnya pada individu sangat bervariasi. Hal ini
terjadi karena dampak psikologis dari perubahan yang terjadi pada
diri remaja dibentuk dari lingkungan.
Lebih lanjut, pada remaja terjadi perkembangan psikososial
yaitu:
Identity : mengemukakan dan mengerti dari sebagai individu.
Autonomy : menetapkan rasa yang nyaman dalam ketidaktergantungan.
Remaja berusaha membentuk dirinya menjadi tidak tergantung tetapi
berusaha untuk menemukan dirinya dengan kaca mata dirinya sendiri
dan orang lain.
Terdapat tiga perkembangan penting dari autonomy, yaitu:
Mengurangi ikatan emosional dengan orang lain Mampu untuk mengambil
keputusan secara mandiri. Membentuk tanda personalnya dari nilai
dan moral.
Intimacy yaitu membentuk relasi yang tertutup dan dekat dengan
orang lain. Selama masa remaja perubahan penting lainnya adalah
kemampuan individu untuk menjalin kedekatan dengan orang lain,
khususnya dengan sebaya. Pertemuan muncul pertama kali pada masa
remaja melibatkan keterbukaan, kejujuran, loyalitas dan saling
percaya, juga berbagi kegiatan dan minat. Sexuality yaitu
mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak
fisik dengan orang lain. Kegiatan seksual secara umum dimulai pada
masa remaja, kebutuhan untuk memecahkan masalah nilai-nilai sosial
dan moral terjadi pada masa ini. Achivement yaitu mendapatkan
keberhasilan dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat.
AI. Klasifikasi depresi
Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders fourth edition) gangguan depresi terbagi dalam 3
kategori, yaitu:1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive
disorder).Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu.
Kriteria terebut adalah: suasana perasaan depresif hampir sepanjang
hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun observasi orang lain
(pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah
terpancing amarahnya), kehilangan ketertarikan atau perasaan senang
yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas
sehari-hari, berat badan turun secara siginifkan tanpa ada program
diet atau justru ada kenaikan berat badan yang drastis, insomnia
atau hipersomnia berkelanjutan, agitasi atau retadasi psikomotorik,
letih atau kehilangan energi, perasaan tak berharga atau perasaan
bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang
menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha
bunuh diri yang muncul berulang kali, distres dan hendaya yang
signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan belasungkawa
karena kehilangan seseorang.
2. Gangguan distimik (dysthymic disorder)Suatu bentuk depresi
yang lebih kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi berat
(dahulu disebut depresi neurosis). Kriteria DSM-IV untuk gangguan
distimik: perasaan depresi selama beberapa hari, paling sedikit
selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); selama
depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu
makan atau makan berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau
keletihan, self esteem rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit
membuat keputusan, perasaan putus asa; selama 2 tahun atau lebih
mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama 2 bulan;
tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan
siklotimia tidak ditemukan; gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh
efek psikologis langsung darib kondisi obat atau medis;
signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam
fungsi.
3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective
illness or cyclothymic disorder). Kriteria: kemunculan (atau
memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah sebuah episode depresi
berat atau lebih; kemunculan (atau memiliki riwayat pernah
mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada riwayat
episode manik penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana
perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi
gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan
oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu atau kondisi
medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi yang
signifikan secara klinis.
Sedangkan menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii,
membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder. Tipe
primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya, dan tipe
sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan
gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder
biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan
sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa,
mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi
sekolah, harga diri yang rendah, dan tidak patuh.
III. Etiologi
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi
depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:
1. Faktor genetikMeskipun penyebab depresi secara pasti tidak
dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan
alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu.
Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka
anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya
menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan
sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar
monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila
kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum
diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100%
menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik
yang turut berperan.
2. Faktor sosialDilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan
afektif cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya
dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak
berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial
keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau
struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi
pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya
terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah
yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al (1999)
melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat
penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya
belum diketahui secara pasti.Diyakini bahwa faktor non-genetik
seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan
terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.
3. Faktor biologis lainnyaHipotesis yang menonjol mengenai
mekanisme gangguan alam perasaan terfokus pada terganggunya
regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin
dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan
bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan
keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan
meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara fungsional
menurun.
IV. Epidemiologi
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%.
Sekitar 10% perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada
anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja
didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif
berat (Ismail dkk, 2010).
1. Jenis KelaminPerempuan 2x lipat lebih besar disbanding
laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan,
perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan
model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Ismail
dkk, 2010).Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat
prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada
wanita dibandingkan dengan laki-laki (Kaplan, 2010). Pada
penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3 kali lebih
rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki (Akhtar, 2007).
Walaupun alasan adanya perbedaan tersebut tidak diketahui, alasan
untuk perbedaan tersebut didalilkan sebagai keterlibatan dari
perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial
dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari (Kaplan, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa
prevalensi yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan
dikarenakan adanya ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung
mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya
dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk
wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah
keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia,
kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.
2. UsiaRata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset
diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada
masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan
depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan
dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam
kelompok usia tersebut (Ismail dkk, 2010).Pada umumnya, rata-rata
usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun,
dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50
tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset selama masa
anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis
menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin
meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun
(Kaplan, 2010). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar
(2007) didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada
kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok
usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH
(2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak ditemukan pada
kelompok usia >18 tahun (10%).Kejadian gangguan depresi pada
remaja bervariasi tergantung dari kelompok umur. Kejadian depresi
makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di Amerika
didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja
awal) lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan gejala
depresi pada umur 14 tahun-16 tahun (remaja menengah) dan umur
17-18 tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan depresi pada remaja
dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan
gangguan bipolar 1%. Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan
jiwa lain (penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, penyimpangan
seksual, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, anxietas,
anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2 atau
lebih dari dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan
dibandingkan laki-laki adalah 2:1.
3. Faktor Sosioekonomi dan Budaya Tidak ditemukan korelasi
antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi
lebih sering terjadi di daerah pedesaan disbanding daerah perkotaan
(Ismail dkk, 2010).Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
National Academy on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa
pada kelompok responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat
depresi yang cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar
(2007) ditemukan tingkat depresi terendah pada kelompok pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat
depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok
pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun hasil ini
dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi pada
tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi
positif dengan terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).
V. Gejala Klinik
Secara umum berdasarkan DSM IV-TR kriteria depresi adalah
sebagai berikut :
1. Lima (atau lebih) gejala berikut diteruskan selama periode 2
minggu yang sama dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi
sebelumnya; paling kurang satu gejala dari salah satu mood depresi
atau dua kehilangan minat atau kesenangan. Catatan : jangan
masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh suatu kondisi medis umum
atau waham atau halusinasi yang sesuai mood.
a. Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya,
perasaan sedih atau kosong) maupun pengamatan yang dilakukan oleh
orang lain (misalnya, tampak sedih). Catatan : pada anak-anak dan
remaja dapat berupa mood yang iritabel (mudah kesal). b. Kehilangan
minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua,
aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang
ditunjukkan baik oleh laporan subjektif maupun pengamatan yang
dilakukan oleh orang lain). c. Penurunan berat badan yang bermakna
jika tidak melakukan diet atau penambahan berat badan (misalnya,
perubahan berat badan lebih dari 5% sebulan), atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan : Pada
anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai peningkatan berat
badan yang diharapkan. d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap
hari. e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari
(dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif
tentang adanya kegelisahan atau menjadi lamban). f. Kelelahan atau
kehilangan tenaga hampir setiap hari. g. Perasaan tidak berharga
atau perasaan bersalah yang berlebihan yang tidak sesuai (yang
dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan
diri sendiri atau bersalah karena sakit). h. Penurunan kemampuan
untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau keragu-raguan, hampir
setiap hari (baik oleh laporan subjektif maupun yang diamati oleh
orang lain). i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya
ketakutan akan kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu
rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau rencana
khusus untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran. 3. Gejala
menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan
pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi bidang penting lainnya.
4. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum
(misalnya, hipotirodisme). 5. Gejala tidak lebih baik dijelaskan
oleh berduka yaitu setelah kehilangan orang yang dicintai, gejala
menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan
fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak
berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi
psikomotor.
Gejala klinis depresi pada remaja:
- Mood disforik (labil dan mudah tersinggung) dan afek
depresif.Gejolak mood pada remaja adalah normal, tapi pada kondisi
depresi menjadi lebih nyata. Mood yang disforik dan sedih lebih
sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan perubahan mood
meningkat.
- Pubertas.Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal,
kemungkinan akan mengalami kelambatan pubertas, terutama pad
depresi yang disertai dengan kehilangan berat badan dan anoreksia.
Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau memahami
tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai
stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan
kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi
yang berhubungan dengan incest (hubungan seksual antar anggota
keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah pada remaja yang
depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami
depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan
timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood
yang disforik sering nampak pada periode pramenstrual, Remaja
wanita yang mengalami depresi mungkin merasa murung (feeling blue),
sedih (down in the dump), menangis tanpa sebab, menjadi sebal hati
(sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih banyak
tidur.
Perkembangan kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja
yang bersifat sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi.
Pada remaja awal yang mengalami depresi, terdapat keterlambatan
perkembangan proses pikir abstrak yang biasanya muncul pada usia
sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan yang baru
diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering
terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di
sekolah, tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus
dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebabnya. Membolos,
menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah tersinggung
didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa
depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja.
- Harga diri .Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan
rendah diri. Rasa putus asa dan rasa tidak ada yang menolong
dirinya makin merendahkan hatga diri. Pada satu saat remaja yang
depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan
penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan
menggunakan NAPZA.
- Perilaku antisosial.Membolos, mencuri, berkelahi, sering
mengalami kecelakaan, yang terjadi terutama pada remaja yang
sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang baik, mungkin merupakan
indikasi adanya depresi.
- Penyalahgunaan NAPZA.Kebanyakan remaja yang depresi cenderung
menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang meningkat
mood (amfetamin), yang menurunkan mood (barbiturat, tranquilizer,
hipnotika) dan alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin,
kokain dan derivatnya serta halusinogen.
Perilaku seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi
tidak menunjukkan minat untuk kencan atau mengadakan interaksi
heteroseksual. Namun ada juga remaja yang mengalami depresi menjadi
berperilaku berlebihan dalam masalah seksual, atau menjalani
pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan
depresinya, Beberapa remaja menginginkan kehamilan sebagai
kompensasi terhadap objek yang hilang atau rasa rendah dirinya.
Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda untuk
menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah
memperkuat depresinya.
Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat,
lelah dan tidak memancarkan kegembiraan dan kebugaran, Seringkali
mereka mempunyai banyak keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit
lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa
adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami depresi biasanya
tidak mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih banyak
keluhan fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan
satu-satunya kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas
dari sang dokter dalam menemukan mood yang disforik ataupun depresi
akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri pada
remaja.
-Berat badan.Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan
indikasi adanya depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya
perhatian pada perawatan dirinya, atau makan yang berlebihan dapat
menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari depresi.
- Perilaku bunuh diri.Remaja yang mengalami depresi mempunyai
kerentanan tinggi terhadap bunuh diri. Penelitian di kentucky,
Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat
persiapan dan pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius
tentang percobaan bunuh diri dalam satu tahun terakhir saat
diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh
diri , dan 11 % telah mencoba melakukan bunuh diri.
VI. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti
pada penyakit lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu
menentukan bahwa seseorang individu menderita depresi, dan sangat
sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya. Faktor neuroendokrin
dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat dilakukan
deksametason supression test (DST) berupa sekresi berlebihan
kortisol, kadar hormon pertumbuhan menurun jika disuntik
insulin-induced hypoglicemia, kadar tiroksin total lebih rendah,
peningkatan sekresi kortisol pada malam hari.Selain dari
klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa
instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk
membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi
depresi yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa
instrumen yang sering digunakan, yaitu:a. Becks Depression
Inventoryb. Hamilton Depression Scalec. The Zung Self-Rating
Depression Scale
Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk
mengukur keparahan dan kedalaman dari gejala gejala depresi seperti
yang tertera dalam the American Psychiatric Association's
Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth
Edition (DSM-IV) pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat
digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke
atas, dan merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang
terutama digunakan dalam penelitian dan untuk mengevaluasi dari
efekttivitas pengobatan dan terapi. BDI tidak dapat digunakan
sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi lebih kepada
identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai
dengan criteria dari DSM-IV. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera
pada BDI II menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti
gangguan mood, pesimisme, perasaan gagal, ketidakpuasan diri,
perasaan bersalah, merasa dihukum, ketidaksukaan terhadap diri
sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk bunuh diri,
menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial,
gambaran tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu
makan, kehilangan berat badan dan kehilangan libido.
VII. Diagnosis Banding
Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan
gangguan psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris
ditegakkan, kondisi organik yang mirip ataupun yang menimbulkan
gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan terlebih dahulu seperti
gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan abstinensi,
distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta
gangguan penyesuaian. Keadaan seperti ini sangat bervariasi,
tergantung umur. Perlu dibedakan pula penyalahgunaan obat, gangguan
cemas, dan fase awal skizofrenia. Juga perlu ditentukan apakah
gangguan afektif yang timbul merupakan primer atau sekunder.
VIII. Terapi
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan
indikasi, misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya
penyalahgunaan atau ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita
berhasil ditangani dengan rawat jalan. Sekali diagnosis depresi
berat ditegakkan, psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang
harus diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat individual,
tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi dan keluarganya,
termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta
konsultasi dengan pihak sekolah. Pendekatan biopsikososial
digunakan dalam mengobati remaja yang mengalami depresi. Pendekatan
ini meliputi psikoterapi ( individual, keluarga , kelompok ),
farmakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan keterampilan
sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya
dipertimbangkan dengan hati -hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri
harus diobservasi dengan cermat dan sebaiknya pasien di rawat inap.
faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi atau stabilitas
keluarga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk merawat
inapkan remaja ini.
1. Psikoterapi. Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat
dilakukan adalah : psikoterapi perorangan (individual
psychotherapy), terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented
therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy), model stres
hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive
psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi kelompok (group therapy),
latihan orangtua (parent training), terapi keluarga (family
training), pendidikan remedial (remedial education), dan penempatan
di luar rumah (out of homeplacement).
2. Farmakoterapi . Saat ini, belum ada obat yang
direkomendasikan oleh FDA. Pengobatan secara farmakoterapi masih
kontroversial pada anak dan remaja . Farmakoterapi yang sering
digunakan: a) TrisiklikTrisiklik merupakan antidepresan yang paling
umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan
depresif berat (Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi
menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin
sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier
(imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut,
yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder
karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan
tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari
obat ini tersedia dalam formulasi generik (Kaplan, 2010). Golongan
obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter
di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai
penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat
reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi
bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive
terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan
serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier (Arozal,
2007).
b) MAOIsMAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15
tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan
deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar
einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik (Arozal, 2007).
Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam
pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain
karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan
tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju,
anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati
terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme
obat di hati. (Kaplan, 2010).
c) SSRIsSSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan
lini pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik
(Kaplan, 2010). Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram
dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya
mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan
trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena
mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan
histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi
bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi
peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom
serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular
dan gangguan tanda vital (Arozal, 2007).Obat ini memberikan harapan
yang cerah dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan
obat pilihan pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi
dengan baik dan efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan
dengan antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali
penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan
remaja. Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung
berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila mereka mendapat
SSRIs (Selective serotinine reuptake inhibitors). Obat ini juga
dapat menurunkan libido.Penggunaan antidepresan golongan SSRI untuk
menanganani depresi pada anak dan remaja dilaporkan berhubungan
dengan peningkatan resiko timbulnya perilaku atau ide bunuh diri
pada kelompok pasien pasien ini. Meskipun demikian, laporan yang
lain menyebutkan bahwa efek samping ini hanya terjadi pada fase
awal terapi dan membaik seiring berjalannya terapi. Penyebab yang
mendasari timbulnya efek samping ini masih belum diketahui dengan
pasti. Respon terhadap antidepresan nampaknya berperan penting
dalam timbulnya efek samping ini. Demikian pula faktor-faktor
genetik dan biologis yang mempengaruhi respon terhadap antidepresan
juga turut berperan.
d) SNRIGolongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin (NIMH, 2002).Selain dari
golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa
alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien
depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih
jelas pada gambar di bawah ini (Mann, 2005).
Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 125
mg / hari, clomipramine 25 200 mg /hari, fluoxetine 10 80 mg /
hari, fluoxamine 100 300 mg /hari, sertraline 50 200 mg / hari,
moclobemide 150 300 mg / hari.
IX. Pencegahan
Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan
keberadaan dan peran serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya
pembentukan kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan
jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian
dari rangkaian upaya preventif. Layanan bimbingan dapat berfungsi
preventif atau pencegahan. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat
berupa program orientasi, program bimbingan karir, inventarisasi
data, dan sebagainya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap perkembangan
pribadi melalui pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang
menghadapi masalah untuk mendapatkanbantuan khusus untuk mampu
mengatasinya. Tugas guru pembimbing adalah (a) membantu murid
untuk
a) Tugas guru pembimbing adalah(a) membantu murid untuk mengenal
dirinya, kemampuannya dan mengenal orang lain, (b) membantu murid
dalam proses yang menuju kematangannya, (c) membantu dan mendorong
murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai dengan kemampuan
dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada murid-murid
tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest
dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode
belajar yang efisien agar dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang
lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan pula peranan orang tua
(keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat
mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka
dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga
remaja merasa lebih dihargai.
Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior
Checklist, Beck Depression Inventories , Child Depression
Inventory) saat didapatkannya permasalahan disekolah baik prestasi
atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali
lebih dini remaja dengan depresi.
X. Penyulit
Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan
obat-obat terlarang dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang
kurang kondusif.
XI. Prognosis
Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran
bunuh diri, kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa
serta umur saat terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak
diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan
berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan
gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri
(suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi
yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin
jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik.
Remaja yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita
depresi berat berulang dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh
dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian.Gangguan
mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien
cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati
berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode
yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan
antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya
gejala (Kaplan, 2010).Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk
episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50%
untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha
untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di
dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak
adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya
gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit
dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan
di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis
buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik,
penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan
riwayat lebih dari satu episode sebelumnya. (Kaplan, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter
Puskesmas). Diambil dari :
www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf
2. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan.
Diunduh dari :
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm
3. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh
Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004,
hal 219-31
4. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja.
Diunduh dari :
library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf
mengenal dirinya, kemampuannya dan mengenal orang lain, (b)
membantu murid dalam proses yang menuju kematangannya, (c) membantu
dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai
dengan kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada
murid-murid tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan
mengembangkan interest dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid
untuk mengerti metode belajar yang efisien agar dapat mencapai
hasilnya dengan waktu yang lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan
pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama
sehingga dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga,
bersikap lebih terbuka dengan cara mendengarkan pendapat anak dan
mau dikritik sehingga remaja merasa lebih dihargai.
Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior
Checklist, Beck Depression Inventories , Child Depression
Inventory) saat didapatkannya permasalahan disekolah baik prestasi
atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali
lebih dini remaja dengan depresi.
X. Penyulit
Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan
obat-obat terlarang dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang
kurang kondusif.
XI. Prognosis
Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran
bunuh diri, kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa
serta umur saat terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak
diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan
berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan
gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri
(suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi
yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin
jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik.
Remaja yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita
depresi berat berulang dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh
dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
5. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter
Puskesmas). Diambil dari :
www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf
6. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan.
Diunduh dari :
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm
7. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh
Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004,
hal 219-31
8. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja.
Diunduh dari :
library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf