-
i
GANGGUAN BERBAHASA PADA ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SLB NEGERI 1 PEMALANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat dalam Rangka Penyelesaian
Studi Strata Satu
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
oleh:
AGUSTYA DYAH NUGRAHAENI
NPM 1516500005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2020
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sabar, Ikhlas, Tawakal dan Istiqomah
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang,
Penulis persembahkan Skripsi ini kepada:
Kedua Orang Tua, Ayahanda Rubiyanto dan Ibunda Sri Tutuwidiati;
Kakak
Erlangga Budhi Nugroho (Semoga Allah SWT Memberi Rahmat
Kepada-Nya),
Lukman Priasmoro dan A dik Fahmi Herdhiyanto.
-
vi
PRAKATA
Segala puji hanya bagi Allah SWT., Tuhan semesta alam. Jika
bukan
karena rahmat dan karunia-Nya, mustahil penulis dapat
menyelesaikan Skrispsi
yang berjudul “Gangguan Berbahasa pada Anak Berkebutuhan Khusus
dan
Implikasinya bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1
Pemalang”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjaan
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Pancasakti
Tegal.
Tentunya dalam penyusunan Skripsi ini banyak pihak yang
telah
membantu, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa terimaksih
yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Rektor Universitas Pancasakti
Tegal.
2. Dr. Purwo Susongko, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Universitas Pancasakti Tegal.
3. Leli Triana, S.S., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Pancasakti
Tegal.
4. Dr. Burhan Eko Purwanto, M.Hum., dan Khusnul Khotimah, M.Pd.,
selaku
dosen pembimbing penulisan Skripsi ini yang telah membimbing
dan
memberikan banyak pengetahuan dalam menyusun Skripsi ini.
-
vii
5. Ayahanda Rubiyanto dan Ibunda Sri Tutiwidiati yang menjadi
alasan bagi
penulis untuk terus berjuang dalam menuntut ilmu.
6. Khusnul Khotimah, M.Pd., selaku dosen wali yang senantiasa
membeikan
motivasi.
7. Dosen Universitas Pancasakti Tegal yang telah membimbing dan
memberikan
ilmunya yang sangat bermanfaat.
8. Seluruh warga SLB Negeri 1 Pemalang yang telah memberikan
izin
penelitian, meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam
memberikan
informasi dan pelayanan dalam penelitian.
9. Keluarga Besar Racana Pancasakti, Sekarsari dan Himpunan
Mahasiswa
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan
ilmu dan
pengalamannya.
10. Sahabat Kost Putri (Ika, Neni, Avril), Teman Tim Goes
(Witdya, Irfan, Dian),
Para In The Geng (Dini, Gita, Zulfa, Janah, Risti) dan SHW yang
selalu
memberikan dukungan selama menuntut ilmu.
11. Rekan-rekan KKN, PPL dan seluruh rekan seperjuangan PBSI
Universitas
Pancasakti Tegal 2016 serta pihak yang telah terlibat dalam
pengabdian dan
proses pendidikan Penulis selama empat tahun.
-
viii
ABSTRAK
AGUSTYA DYAH NUGRAHAENI. Gangguan Berbahasa pada Anak
Berkebutuhan Khusus dan Implikasinya bagi Pembelajaran
Bahasa
Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang. Skripsi Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Pancasakti
Tegal. Dosen Pembimbing Dr. Burhan Eko P, M.Hum., dan
Khusnul
Khotimal, M.Pd.
Penelitian ini berisikan tentang gambaran umum mengenai
gangguan
berbahasa pada anak berkebutuhan khusus dan implikasinya bagi
pembelajaran
bahasa Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang. Tujuan penelitian ini
adalah Untuk
mengetahui jenis gangguan berbahasa pada anak berkebutuhan
khusus dan
implikasinya bagi pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1
Pemalang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode
deskriptif. Sumber data adalah guru atau karyawan di SLB Negeri
1 Pemalang
dengan wujud data hasil peserta didik selama mengikuti kegiatan
pembelajaran di
sekolah yang diperoleh peneliti melalui wawancara yang berupa
kartu data, dan
dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
observasi,
wawancara dan studi dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan tiga teknik
yaitu pengklasifikasian, pendeskripsian serta penyimpulan
kemudian penyajian
hasil analisis yaitu menggunakan metode informal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jenis gangguan Bahasa yang
dialami
oleh anak penyandang disabilitas tunagrahita di SLB Negeri 1
Pemalang terletak
pada keterbelakangan intelektual yang disebabkan oleh beberapa
faktor terkait
yang dapat menyebabkan penderitanya memiliki kecerdasan
intelektual di bawah
rata-rata, keterbatasan dalam fungsi intelektual yang
diantaranya yaitu kecerdasan
penalaran, penyelesaian masalah, keterampilan kognitif,
pembelajaran serta
terdapat gangguan-gangguan berbahasa pada kondisi khusus,
gangguan berbahasa
secara kognitif, gangguan berbahasa secara linguistik dan
gangguan bahasa dilihat
dari perkembangan bahasanya gangguan bahasa pada anak
berkebtuhan khusus
jika diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia keduanya
saling
berkaitan.
Kata kunci: Gangguan Berbahasa, Anak Berkebutuhan Khusus,
Pembelajaran
Bahasa Indonesia.
-
ix
ABSTRACK
AGUSTYA DYAH NUGRAHAENI. Language disorder in children with
special
needs and implications for Indonesian language study in SLB
Negeri 1
Pemalang. Thesis Program of Indonesian language and
literature
education, Pancasakti Tegal University. Mentor Lecturer Dr.
Burhan
Eko P, M. Hum., and Khusnul Khotimal, M. Pd.
This study contains an overview of the language disorder in
children with
special needs and the implications for Indonesian language study
in SLB Negeri 1
Pemalang. The purpose of this research is to know the type of
language disorder
in children with special needs and the implications for learning
Bahasa Indonesia
in SLB Negeri 1 Pemalang.
This study uses a qualitative approach with a descriptive
method. The data
source is the teacher or employee of SLB Negeri 1 Pemalang with
the form of
students ' results during the learning activities in schools
obtained by researchers
through interviews in the form of data cards, and documentation.
Data collection
techniques using observation techniques, interviews and
documentation studies.
Data analysis techniques using three techniques, namely
classifying, descriptant
and presentation and then presenting the results of analysis is
using informal
methods.
The results showed that the type of language disorder
experienced by a
child with a disability in SLB Negeri 1 Pemalang lies in
intellectual retardation
caused by some related factors that can cause the sufferer to
have below average
intellectual intelligence, limitations in intellectual function
including reasoning
intelligence, problem solving, cognitive skills, learning and
there are language
disorders in specific conditions, cognitive language disorders ,
linguistic
language disorders and language disorders are seen from the
development of
language disorders in the children of special God when implied
in the study of the
Indonesian language are both interconnected.
Keywords: Language disorder, Children with special needs,
Indonesian language
learning.
-
x
DAFTAR ISI
JUDUL
...............................................................................................................
i
PERSETUJUAN
....................................................... Error!
Bookmark not defined.
PENGESAHAN
........................................................ Error!
Bookmark not defined.
PERNYATAAN
........................................................ Error!
Bookmark not defined.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
........................................................................
v
PRAKATA
............................................................................................................
vi
ABSTRAK
..........................................................................................................
viii
ABSTRACK
.......................................................................................................
viiix
DAFTAR ISI
.........................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL
.............................................................................................
xiiii
DAFTAR BAGAN
..............................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN
......................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah
........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah
..............................................................................
7
C. Pembatasan Masalah
.............................................................................
7
D. Rumusan Masalah
.................................................................................
8
E. Tujuan Penelitian
..................................................................................
8
F. Manfaat Penelitian
................................................................................
8
1. Manfaat Teoretis
.........................................................................................
8
2. Manfaat Praktis
...........................................................................................
8
BAB II TINJAUAN TEORI
...............................................................................
10
A. Kajian Teori
........................................................................................
10
1. Gangguan Berbahasa
................................................................................
10
2. Anak Berkebutuhan
Khusus......................................................................
14
3. Pembelajaran Bahasa Indonesia
................................................................
17
4. Situasi Tentang SLB Negeri 1 Pemalang
.................................................. 20
B. Penelitian Terdahulu
...........................................................................
30
-
xi
1. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu
................... 34
2. Persamaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu
.................. 35
BAB III METODE PENELITIAN
....................................................................
36
A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian
....................................... 36
B. Prosedur Penelitian
.............................................................................
38
C. Sumber Data
........................................................................................
38
D. Wujud Data
.........................................................................................
38
E. Identifikasi Data
..................................................................................
38
F. Teknik Pengumpulan Data
..................................................................
39
G. Teknik Analisis Data
...........................................................................
40
H. Teknik Penyajian Hasil Analisis
......................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
................................... 42
A. Hasil Penelitian
...................................................................................
42
B. Pembahasan
.........................................................................................
50
1. Gangguan Berbahasa
................................................................................
50
2. Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri
1
Pemalang
......................................................................................................
53
BAB V PENUTUP
...............................................................................................
56
A. Simpulan
.............................................................................................
56
B. Saran
....................................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................................
59
-
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tenaga Pendidik/Guru SLB Negeri 1 Pemalang
Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
............................................................................
24
Tabel 2.2 Tenaga Kependidikan SLB Negeri 1 Pemalang
Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
............................................................................
25
Tabel 2.3 Peserta Dididk SLB Negeri 1 Pemalang
............................................ 27
Tabel 2.4 Buku Pegangan Guru dan Siswa tiap Mata Pelajaran SLB
Negeri 1
Pemalang
............................................................................................
28
Tabel 2.5 Jumlah Alat Peraga/Praktik (Satuannya bisa perangkat,
set, unit,
atau buah) SLB Negeri 1 Pemalang
................................................... 28
Tabel 2.6 Jumlah Ruang menurut Jenis, Status Kepemilikan, dan
Kondisi
SLB Negeri 1 Pemalang
.....................................................................
29
Tabel 2.7 Jumlah Alat Peraga/Praktik (Satuannya bisa perangkat,
set, unit,
atau buah) SLB Negeri 1 Pemalang
................................................... 30
Tabel 2.8 Jumlah Perlengkapan Sekolah menurut Kondisi SLB Negeri
1
Pemalang
............................................................................................
30
-
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Desain Penelitian
.................................................................................
37
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 menyebutkan bahwa
“Pendidikan
Khusus (Pendidikan Luar Biasa) merupakan pendidikan bagi peserta
didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, social.” Undang-undang
tersebut
merupakan landasan bagi anak penyandang disabilitas
memeroleh
pendidikan selain adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
tentang
Penyandang Disabilitas yang lebih komprehensif membahas kesamaan
hak
penyandang disabilitas pada setiap aspek kehidupan. Berdasarkan
Undang-
Undang tersebut setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan
meskipun keadaan fisik ataupun mental berbeda dengan orang
normal.
Pendidikan merupakan suatu proses sosial, yang memiliki
fungsi
memperkenalkan peserta didik melalui proses sosialisasi di
dalam
masyarakat (Hamalik, 2011:73). Pendidikan merupakan hal yang
penting
bagi kehidupan seseorang baik di masa sekarang maupun di masa
yang
akan datang. Pendidikan dapat memberikan banyak pengetahuan
serta
informasi bagi setiap orang, semua orang berhak untuk
mendapatkan
pendidikan yang layak, tidak memandang dari status, agama, suku,
ras,
maupun golongan tertentu. Penyelenggaraan pendidikan bagi
anak
penyandang disabilitas dapat dilakukan melalui dua
metode/institusi, yaitu
-
2
Pendidikan Inklusi dan Pendidikan Luar Biasa. Pendidikan luar
biasa
dikhususkan untuk anak penyandang disabilitas salah satunya
yaitu
Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Pemalang. Sekolah Luar Biasa Negeri
1
Pemalang adalah lembaga pendidikan formal untuk anak
penyandang
disabilitas. SLB Negeri 1 Pemalang memiliki visi untuk
terwujudnya
pelayanan pendidikan yang bermutu bagi anak berkebutuhan khusus
yang
berprestasi, berakhla mulia, terampil, dan mandiri. SLB Negeri
1
Pemalang menyeimbangkan segala aspek dalam pembelajaran di
sekolah,
diantaranya aspek keagamaan, aspek akademik, dan aspek
keterampilan.
Pendidikan luar biasa anak yang mempunyai kebutuhan khusus
secara eksplisit ditunjukkan kepada anak yang dianggap memiliki
kelainan
penyimpanan dari kondisi rata-rata anak normal lainnya, dalam
hal fisik,
mental maupun karakteristik perilaku sosialnya (Kirk &
Efendi, 2008:2-3).
Menurut Hallahan (dalam Effendi, 2008: 2-3) anak yang
memiliki
perberbedaan dari rata-rata pada umumnya yang disebabkan
adanya
masalah dalam kemampuan berpikir, penglihatan, pendengaran,
sosialisasi, dan bergerak. Adapun klasifikasi anak penyandang
disabilitas
yang meliputi tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa,
tunagrahita,
dan tunalaras.
Bahasa adalah komponen utama dalam komunikasi selain gerak
tubuh, nada, dan sebagainya. Bahasa mempunyai peran penting
dalam
kehidupan manusia terutuma berhubungan dengan fungsi
komunikatif.
Bahasa sebagai alat penghubung dan pengenal bagi seseorang
yang
-
3
digunakan untuk saling berinteraksi ataupun berkomunikasi satu
sama
dengan yang lainnya. Ada beberapa pandangan yang menyatakan
bahwa
Bahasa merupakan hasil dari perilaku stimulus-respons, setiap
perilaku di
dalam Bahasa merupakan akibat adanya stimulus, dengan
demikian
apabila peserta didik hendak memperoleh ujaran, peserta didik
harus
memperbanyak penerimaan stimulus. Dorongan yang berupa
perilaku
berbahasa orang lain merupakan sumber proses aktivitas berbahasa
peserta
didik (Iskandarwassid & Dadang, 2007:87). Proses tersebut
memiliki sifat
kompleks karena mensyaratkan berperannya berbagai organ tubuh
yang
mempengaruhi mekanisme berbicara, berpikir, atau mengolah
pikiran ke
dalam bentuk kata serta kalimat, serta modalitas mental yang
terungkap
saat berbicara yang juga ditentukan oleh faktor lingkungan, alat
bicara dan
fungsi otak yang baik akan mempengaruhi memperoleh bahasa yang
baik.
Sedangkan pada anak penyandang disabilitas akan mengalami
gangguan
berbahasa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia gangguan adalah
halangan,
rintangan, atau hal yang menyebabkan ketidaklancaran.
Gangguan
berbahasa berarti halangan, rintangan, dan sesuatu yang
menyebabkan
ketidaklancaran seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi,
atau kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan, serta
menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan. Salah satu gangguan berbahasa
ialah anak
penyandang disabilitas yang mana anak tersebut mengalami
kesulitan
untuk berkomunikasi, keterlambatan bahasa, dan proses berpikir
lamban.
-
4
Dalam hal ini anak penyandang disabilitas hanya dapat mengikuti
proses
belajar di sekolah luar biasa.
Terdapat banyak mata pelajaran yang diajarkan pada pendidikan
luar
biasa yang sama dengan pendidikan pada umumnya, tak terkecuali
mata
pelajaran bahasa Indonesia. Mata pelajaran tersebut merupakan
mata
pelajaran yang menekankan pada aspek belajar pada
berkomunkasi
(Daroni, 2018:276). Selain itu, pelajaran bahasa Indonesia
adalah mata
pelajaran yang memberikan pengajaran membaca, menulis,
mengarang,
membaca, mendikte, bebicara atau menceritakan sesuatu. Dengan
adanya
pembelajaran bahasa Indoesia di sekolah maka peserta didik akan
terlatih
untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai
dengan
ejaan, selain itu peserta didik dapat berlatih untuk menuangkan
pikiran,
perasaan ke dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan Gangguan Berbahasa
pada Anak Berkebutuhan Khusus salah satunya penelitian oleh
Pujaningsih (2010) yang berjudul Perkembangan Bahasa dan
Gangguan
Bahasa pada Anak Berkebutuhan Khusus penelitian ini menyatakan
bahwa
gangguan Bahasa pada anak berkebutuhan khusus tidak dapat lepas
dari
dampak keterbatasan yang ada pada mereka. Ditinjau dari
perkembangan
bahasa seorang anak lebih muda memahami hambatan maupun
gangguan
bahasa pada seorang anak, dari pemahaman hal tersebut juga
dapat
dikembangkan hal-hal yang mendorong perkembangan Bahasa
mereka.
Penelitian lain dilakukan oleh Pujaningsih (2010). Dalam
jurnal
-
5
Pendidikan Khusus yang berjudul “Perkembangan bahasa dan
gangguan
bahasa pada anak berkebutuhan khusus” dosen Universitas
Negeri
Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gangguan
pada
anak berkebutuhan khusus tidak dapat lepas dari dampak
keterbatasan
yang ada pada mereka. Ditinjau dari perkembangan bahasa seorang
anak
maka lebih mudah memahami hambatan maupun gangguan bahasa
pada
seorang anak. Dari pemahaman tersebut juga dapat dikembangkan
hal-hal
yang mendorong perkembangan bahasa mereka. Penelitian lain oleh
Elza
Rakhmanita (2020) yang berjudul “Kajian Psikolinguistik
terhadap
Gangguan Berbahasa Autisme” penelitian ini menyatakan bahwa
autisme
merupakan suatu gangguan perilaku akibat perkembangan syaraf
yang
berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan
berinteraksi. Gejala utama yang ditimbulkan oleh pendrita
autisme yaitu
gangguan dalam berbahasa. Penderita autisme mengalami gangguan
dan
kesulitan dalam berbicara maupun kegiatan berbahasa yang
lain.
Gangguan dalam berbahasa tersebut dapat terjadi karena
adanya
keterhambatan anak autis dalam memperoleh dan menyerap
bahasa-bahasa
yang ada di lingkungan sekitar. Gangguan berbahasa autisme
merupakan
salah satu kajian dalam psikolinguistik. Psikolinguistik
menerapkan pola
dasar dalam pemerolehan bahasa seseorang. Dalam proses
pemerolehan
bahasa dapat ditemukan gejala-gejala mental atau psikologi
yang
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berbahasa. Salah
satunya
adalah gejala mental atau psikologi pada pengidap autisme.
-
6
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru yang dilakukan
sebelum
penelitian menunjukan bahwa terdapat berbagai permasalahan
antara kelas
tunanetra, tunarunguwicara, tunadaksa dan tunagrahita.
Permasalahan
yang terdapat di kelas tunadaksa & tunarunguwicara antara
lain adalah
sebagian siswa dengan kondisi normal (bisa mengikuti
pebelajaran) dan
sebagain siswa dengan kondisi memiliki kemampuan kurang. Untuk
kelas
tunanetra permasalahan yang ada adalah pada penglihatannya yang
dimana
harus menggunakan huruf Braille, dan untuk kelas tunagrahita
yaitu
adanya keterbatasan inteligensi yang dapat diartikan kemampuan
untuk
mempelajari informasi dan keterampilan menyesuaikan diri
dengan
masalah-masalah dan situasi kehidupan baru, cara berpikir
abstrak. Selain
itu mengalami kesulitan kurang terampil dalam berkomunikasi
dan
kemampuan belajarnya cenderung belajar dengan membeo atau
meniru
saja perkataan orang lain.
Menurut keterangan guru untuk kelas tunadaksa,
tunarunguwicara
dan tunagrahita dalam proses pembelajaran anak tersebut
sebagian
memiliki tingkat kebosanan serta mengalami gangguan berbahasa
saat
berkomunikasi pada waktu pembelajaran berlangsung. Oleh karena
itu,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Gangguan
Berbahasa
dan Implikasinya bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia, melihat
dari data
yang ada, maka peneliti melakukan penelitian tentang
“Gangguan
Berbahasa pada Anak Berkebutuhan Khusus dan Implikasinya
bagi
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang”.
Penelitian ini
-
7
akan menggambarkan jenis gangguan berbahasa yang dialami,
perkembangan dan penggunaan bahasa, serta upaya atau metode
yang
digunakan guru dalam proses pembelajarannya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka
identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Gangguan penglihatan pada anak penyandang disabilitas
tunatera.
2. Gangguan pendengaran dan berbicara pada anak penyandang
disabilitas
tunarunguwicara.
3. Gangguan pada sistem otak dan kelainan fisik pada anak
penyandang
disabilias tunadaksa.
4. Gangguan keterbelakangan intelektual, kelainan genetik, dan
berbahasa
pada anak penyandang disabilitas tunagrahita serta Down
Syndrom.
5. Implikasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SLB Negeri
1
Pemalang.
C. Pembatasan Masalah
Batasan Masalah merupakan ruang lingkup masalah agar
penelitian
lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksud,
maka
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah gangguan
berbahasa pada
anak tunagrahita serta down syndrom di SLB Negeri 1
Pemalang.
-
8
D. Rumusan Masalah
Apa saja jenis gangguan berbahasa pada anak berkebutuhan khusus
dan
implikasinya bagi pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri
1
Pemalang?
E. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui jenis gangguan berbahasa pada anak
berkebutuhan
khusus dan implikasinya bagi pembelajaran Bahasa Indonesia di
SLB Negeri
1 Pemalang.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam
bidang
pendidikan yang berkaitan dengan gangguan berbahasa pada
anak
berkebutuhan khusus dan implikasinya bagi pembelajaran
Bahasa
Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi
berbagai pihak yang terkait, antara lain:
a. Bagi Peneliti
Dapat memperoleh pengetahuan bagi peneliti mengenai gangguan
berbahasa pada anak berkebutuhan khusus dan implikasinya
bagi
pembelajaran Bahasa Indonesia
-
9
b. Bagi Guru
Hasil pelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan
untuk
mengoptimalkan pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1
Pemalang, Memberikan dorongan bagi guru untuk menjadi
fasilitator
yang baik tidak memarahinya ketika salah berbicara.
c. Bagi Peserta Didik
Meningkatkan komunikasi peserta didik agar lebih baik dalam
memperoleh bahasa.
d. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi tentang gangguan
berbahasa dan imlikasinya bagi pembelajaran Bahasa Indonesia
di
SLB Negeri 1 Pemalang.
e. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk
penelitian
selanjutnya tentang gangguan berbahasa dan imlikasinya bagi
pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang.
-
10
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Gangguan Berbahasa
a. Bahasa pada Kondisi Khusus
Berbahasa merupakan proses menuangkan pikiran dan perasaan
(dari
otak) secara lisan dalam bentuk kata atau kalimat. Proses
tersebut
bersifat kompleks karena mengharuskan fungsi berbagai organ
yang
mempengaruhi mekanisme berbicara, berpikir atau mengolah
gagasan
ke dalam bentuk kata-kata, serta modalitas mental yang terungkap
saat
berbicara yang juga ditentukan oleh faktor lingkungan. Dalam
berbahasa, terjadi proses mengeluarkan pikiran dan perasaan
(dari otak)
secara lisan, dalam bentuk kata ataupun kalimat. Otak menerima
dan
mencerna masukan bahasa melalui telinga. Fungsi otak dan alat
bicara
yang baik akan mempermudah berbahasa dengan baik. Namun,
mereka
yang memiliki kelainan fungsi otak dan bicaranya, tentu
mempunyai
kesulitan dalam berbahasa, baik reseptif maupun produktif.
Inilah yang
disebut sebagai gangguan berbahasa.
Menurut Field dalam (Indah, 2017:49-52) gangguan berbahasa
perlu
dipelajari dengan dua alasan mendasar sebagai berikut:
1) Kita bisa mempertimbangkan jenis teknik pengajaran yang
dapat
membantu anak-anak dengan gangguan berbahasa dengan
memahami kesuitan penyandang gangguan bahasa dalam bidang
-
11
linguistik dan dengan membandingkannya dengan pemerolehan
bahasa secara normal.
2) Secara teoritis, kita bisa mengetahui lebih banyak
mengenai
bagaimana kapasitas perkembangan pemerolehan bahasa yang
normal dengan mempelajari peyimpangan pemerolehan bahasa
baik dari penyandang dewasa maupun anak-anak. Selain itu
keutamaan setiap penyimpangan akan mengantarkan kita pada
pemahaman kearah hubungan antar sistem bahasa yan berbeda.
Misalnya, bahasa pada anak dengan keterbelakangan mental
akan membuktikan tentang peran intelegensi dalam
perkembangan bahasa.
b. Gangguan Berbahasa secara Biologis
Menurut (Indah, 2017:53-56) Gangguan bahasa secara biologis
disebabkan ketidaksempurnaan organ. Contohnya yaitu yang
dialami
tunarungu, tunanetra dan penyandang gangguan mekanisme
berbicara.
1) “Gangguan akibat ketidaksempurnaan organ Pada penderita
tunarungu, pendekatan modern yang digunakan
untuk mendidik tunarungu memprioritaskan pada pengajaran
bahasa isyarat. Dengan menggunakan bahasa isyarat sebagai
bahasa ibu, tunarungu kemudian memahami bahasa lisan dan
tulis
sebagai bahasa kedua. Namun demikian bagi penderita
tunarungu
dengan kerusakan pendengaran yang sangat parah hanya dapat
diajari dengan bahasa isyarat.
Riset membuktikan bahwa anak tunanetra ternyata memperoleh
sistem fonologi lebih lambat daripada anak normal. Anak
tunanetra
kadang-kadang bingung dengan fonem yang mirip dalam
pengucapan, misalnya /n/ dan /m/. Kemampuan anak tunanetra
sama dengan anak normal ketika mulai meracau dan mengatakan
kata-kata pertama. Namun demikian terdapat perbedaan pada
isi
kosakata awal mereka. Anak tunanetra umumnya kurang
memvariasikan kata kerja, hal ini menunjukkan bahwa mereka
-
12
memiliki keterbatasan pengkategorian yang berdampak pada
keberagaman kosakatanya.”
2) “Gangguan pada mekanisme bicara Berdasarkan mekanismenya
gangguan berbicara dapat terjadi
akibat kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara
(laringal), pada lidah (lingual), serta pada rongga mulut
dan
kerongkongan (resonental).” Chaer (dalam Indah, 2017:53-56)
c. Gangguan Berbahasa secara Kognitif
Menurut (Indah, 2017:56-57) gangguan kognitif tersebut dapat
berupa sebagai berikut:
a) “Dimensia, Dr. Martina W.S. Nasrun (dalam Indah, 2017)
mengatakan bahwa demensia atau pikun adalah suatu
penurunan fungsi memori atau daya ingat dan daya pikir
lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk. Gangguan
kognitif ini meliputi terganggunya ingatan jangka pendek,
kekeliruan mengenali tempat, orang, dan waktu.”
b) “Huntington‟s Disease merupakan kelainan genetik
neurogeneratif progresif yang mengakibatkan kemunduran
motorik, kognitif dan kejiwaan.”
c) “Schizophrenia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan
berpikir.”
d) “Depresif, hampir semua orang tumbuh dan berkembang hingga
mencapai kompetensi sepenuhnya dalam bahasa ibunya
tanpa dipengaruhi keberagaman baik kemampuan berbahasa
lingkungannya maupun intelegensinya. Inilah yang
membuktikan bahwa bahasa dapat berkembang seiring dengan
perkembangan kemampuan berpikir. Konsep yang terkait
dengan pernyataan tersebut meliputi kajian tentang Down
Syndrome dan Autisme yang dibahas secara mendalam pada
bagian gangguan berbahasa pada anak.”
d. Gangguan Berbahasa secara Psikogenik
Gangguan psikogenik ini antara lain: berbicara kemayu,
berbicara
manja, berbicara latah dan berbicara gagap. Gangguan ini
bersifat lebih
„ringan‟ karena itu lebih tepat disebut sebagai variasi cara
berbicara
yang normal sebagai ungkapan dari ganguan mental.
-
13
Modalitas mental ini terungkap dari nada, intonasi, intensitas
suata,
lafal, dan diksi (Indah, 2017:69).
e. Gangguan Berbahasa secara Linguistik
Gangguan Berbahasa secara Linguistik adalah gangguan
berbahasa
secara linguistik yaitu ketidakmampuan dalam mendapatkan dan
pemprosesan informasi linguistik (Indah, 2017:69)
f. Gangguan Bahasa Dilihat dari Perkembangan Bahasa
Menurut Laura E Berk dalam (Pujaningsih, 2010:5052) berikut
ini
merupakan gangguan berbahasa yang terdapat pada anak
berkebutuhan
khusus:
1) “Perkembangan prelinguistik, pada anak tunarungu informasi
dari luar tidak dapat ditangkap dengan jelas sehingga
pemerolehan
bahasa terlambat. Pada anak tunanetra keterbatasan visual
mempengaruhi pemahaman kata yang terkait dengan obyek
visual.”
2) “Fonologis, menerangkan sebagai proses yang terkait dengan
urutan bunyi, mempeoduksi suara dan mengkombinasikan
keduanya sehingga menjadi satu kata atau frasa yang dapat
dipahami. Gangguan bahasa yang terjadi dalam fonologi adalah
gangguan artikulasi.”
3) “Morfologi, anak dengan ketidakmampuan mengenali morfologi
suatu kata dikenal dengan languge disorder. Gangguan berbahasa
biasanya dialami anak berkebutuhan khusus seperti:
disleksia,
tunarungu.”
4) “Semantik, menjelaskan bahwa semantik merupakan pemahaman
makna suatu kata. Gangguan berbahasa biasanya dialami anak
berkebutuhan khusus seperti: autis, tunagrahita, brain
damage,
tunarungu.”
5) “Sintaksis, pemenggalan suku kata stuttering (gagap)
menyebabkan makna kalimat menjadi sulit ditangkap. Frasa,
klausa
yang terlompati atau tidak diucapkan karena terlalu cepat
pada
-
14
cluttering (terlalu cepat berbicara) akan bedampak hal yang
sama,
gangguan ini biasanya dialami oleh anak berkebutuhan khusus
seperti: tunarungu, tunagrahita dan dislekasia.”
6) “Pragmatik, penggunaan bahasa dalam situasi sosial yang
sesuai, gangguan bahasa atau ketidakmampuan bahasa biasanya
dialami
oleh anak berkebutuhan khusus seperti: autis, tunarungu, dan
tunagrahita.”
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu
bahasa,
ketidakmampuan seseorang dalam berbahasa dan berbicara dapat
menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi hal ini disebut
dengan
gangguan bahasa. Gangguan bahasa adalah salah satu jenis
kelainan atau
gangguan dalam komunikasi dengan indikasi penderita
mendapati
kesulitan atau hambatan dalam proses simbolisasi.
2. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Definisi Anak Penyandang Disabilitas
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, Penyadang Disabilitas adalah:
“Setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual,
mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berperan serta secara penuh dan efektif dengan
warga
negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Definisi di atas menyebutkan setiap orang yang artinya tidak
terbatas pada usia seseorang. Jadi, anak berkebutuhan khusus
ialah
penyandang disabilitas yang masih berusia anak (0 s.d. 18 tahun)
atau
disebut dengan anak penyandang disabilitas.
-
15
Pada undang-undang yang telah disebutkan tadi, telah
disebutkan
bahwa hak-hak penyadang disabilitas tidak bisa dibedakan
(didiskriminasi). Termasuk hak anak penyandang disabilitas
untuk
memeroleh pendidikan/pembelajaran. Organisasi Kesehatan
Dunia
(Word Heatlh Organization) mengatakan bahwa kecacatan
adalahh
isilah umum yang mencakup penurunan nilai, pembatasan aktivitas,
dan
pembatasan partisipasi, gangguan adalah masalah dalam fungsi
atau
struktur tubuh. Batasan kegiatan adalah kesulitan yang
dihadapi
seseorang dalam melaksanakan tugas atau tindakan sedangkan
pembatasan parisipasi adalah masalah yang dialami oleh individu
yang
terlibat dalam situasi kehidupan.
Menurut JA Browne mendefinisikan penyandang cacat adalah
seseorang yang karena keterbatasan /ketidakmampuan fisik atau
mental
mengalami kesulitan dalam melakukan fungsi pada satu atau
lebih
aktivitas kehidupan sehari-hari. Blackhurst & Berdine
(dalam
Sutatminingsih, 2002) menyebutkan penyandang disabilitas
merupakan
individu yang mengalami masalah fisik yang menjadi sebab
adanya
hambatan bagi dirinya dalam berinteraksi di lingkungan
sosialnya
secara normal, sehingga membutuhkan layanan dan program
khusus.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpukan bahwa
Penyandang
Disabilitas adalah seseorang yang memiliki kemampuan khusus
atau
keterbatasan diri yang berbeda dengan yang lainnya dalam
jangka
waktu yang lama.
-
16
b. Ragam Penyandang Disabilitas
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, ragam disabilitas diantaranya:
1) Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak, antara
lain
amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegia, celebral palsy
(CP),
akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Anak
penyandang
disabilitas fisik biasanya memiliki hambatan motorik atau
menjalankan aktivitas kesehariannya, namun secara kemampuan
kognitif sama dengan orang pada umumnya.
2) Disabilitas Intelektual
Disabilitas Intelektual adalah terganggunya fungsi otak
karena
tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat
belajar,
disabilitas grahita dan down syndrom. Umunya, anak
penyandang
disabilitas intelektual memiliki hambatan pada kemampuan
intelektual atau kognisinya.
3) Disabilitas Mental
Disabilitas Mental adalah adalah terganggunya fungsi pikir,
emosi,
dan perilaku, antara lain psikososial (skizofrenia, bipolar,
depresi,
anxietas, dan gangguan kepribadian); dan disabilitas
perkembangan
yang berpengaruh pada kemampuan interaksi social (autis dan
hiperaktif).
-
17
4) Disabilitas Sensorik
Disablitas Sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari
panca
indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu,
dan/atau
disabilitas wicara. Anak penyandang disabilitas sensorik
mengalami
hambatan dalam penglihatan atau pendengaran dan atau
berbicara.
Berdasarkan ragam disabilitas yang ada, maka proses
pembelajaran
terhadap setiap ragam disabilitas memiliki perbedaan atau ciri
khas
dan keunikan masing-masing.
Proses atau implementasi pembelajaran hanya bisa diberikan
kepada
anak penyandang disabilitas dengan kategori anak mampu didik
dan
anak mampu latih.
3. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Chaplin (1972) dalam Syah (2015) mengemukakan bahwa belajar
memiliki dua rumusan. Rumusan yang pertama, belajar adalah
sesuatu
yang diperolehan dari perubahan tingkah laku yang relatif
menetap sebagai
akibat latihan dan pengalaman. Kedua, belajar adalah proses
memperoleh
respon sebagai akibat adanya latihan khusus. Artinya, bahwa
belajar
merupakan sebuah proses perubahan dari satu kondisi ke kondisi
lainnya
sebagai sebuah respon dari suatu tindakan atau biasa disebut
stimulus.
Pembelajaran menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah proses interaksi peserta didik
dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Proses
-
18
pembelajaran ia proses individu mengubah perilaku dalam
upaya
memenuhi kebutuhannya (Surya, 1996: 15).
Dewasa ini, pembelajaran identik dengan persiapan di masa
depan,
dalam hal ini masa depan kehidupan anak yang ditentukan orang
tua. Oleh
karenanya, sekolah berfungsi untuk mempersiapkan mereka agar
mampu
hidup dalam masyarakat yang akan datang (Hamalik, 2011:25).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah sebuah rangkaian stimulus-respon, stimulus
yang
diterima peserta didik dari lingkungan sekitar yang akan
mempengaruhi
respon/hasil.
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia adalah proses belajar
memahami dan mengeluarkan gagasan, perasaan, pesan, informasi,
data,
dan pengetahuan untuk berbagai tujuan dalam komunikasi
keilmuan,
kesastraan, dunia pekerjaan, dan komunikasi sehari-hari baik
secara tulis
maupun lisan. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata
pelajaran yang
harus diajarkan di sekolah karena mata pelajaran ini mengajarkan
siswa
untuk berkomunkasi dengan baik dan benar. Komunikasi tersebut
dapat
dilakukan secara lisan maupun tulisan. Menurut (Iskandarwassid
&
Dadang , 2011:3) “pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki peranan
yang
sangat penting dalam membentuk kebiasaan, sikap, serta
keterampilan
siswwa untuk tahap perkembangan selanjutnya.”
Berbahasa yaitu menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan
melalui
berbicara tulisan, maupun membaca. Pembelajaran Bahasa Indonesia
di
-
19
sekolah diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan peserta didik
untuk
berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar
serta
menumbuhkan rasa apresiasi terhadap karya sastra. Bahasa
Indonesia
merupakan bahasa nasional yang wajib diajarkan pada semua
jenjang
sekolah, oleh karena itu pembelajaran Bahasa Indonesia
dilaksanakan
secara terarah. Seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran di kelas harus
benar-benar
memahami pedoman petunjuk atau karateristik mata pelajaran
Bahasa
Indonesia.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu suatu kegiatan yang
berencana
dan bertujuan oleh karena itu dalam pelaksanaanya diperlukan
teknik
pembelajaran agar tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dapat
tercapai.
Teknik pembelajaran Bahasa Indonesia adalah teknik, cara, atau
kiat yang
digunakan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia (Subana &
Sunarti,
2009:195).
Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1
Pemalang
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan karakter khusus
sehingga
pembelajaran anak penyandang disabilitas satu dengan yang lain
berbeda.
Identifikasi anak penyandang disabilitas di SLB Negeri 1
Pemalang
terdapat beberapa bagian yaitu tunanetra, tunarunguwicara,
tunadaksa, dan
tunagrahita sehingga pada proses pembelajaran Bahasa Indonesia
guru
menyesuaikan dengan bidang masing-masing anak. Misalnya pada
saat
proses belajar mengajar dikelas tunarunguwicara & tunadaksa
guru harus
-
20
menguasai Bahasa isyarat untuk berkomunikasi dan mudah dipahami
oleh
anak tunarunguwicara.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran Bahasa Indonesia adalah upaya untuk
membelajarkan
peserta didik agar meningkatkan kemampuan berbahasa yang baik
dan
benar, oleh karena itu dalam proses pembelajaran Bahasa Indoesia
guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia harus kreatif dalam memilih
dan
memadukan metode dan teknik pembelajaran.
4. Situasi Tentang SLB Negeri 1 Pemalang
Subbab ini akan menjabarkan tentang gambaran SLB Negeri 1
Pemalang yang merupakan lokasi penelitian. Gambaran mengenai
SLB
Negeri 1 Pemalang berisikan tentang letak/kondisi, sejarah,
visi, misi dan
tujuan, struktur organisasi, sumber daya manusia,
program/kegiatan,
keadaan siswa, sarana dan prasarana pendidikan. Berikut
merupakan
gambaran lengkapnya.
a. Letak/kondisi SLB Negeri 1 Pemalang
SLB Negeri 1 Pemalang berada di Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo 3
A Kelurahan Mulyoharjo, Kecamatan Pemalang, Kabupaten
Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Luas tanah untuk SLB Pembina
+
3,5 Ha dari keseluruhan tanah yang luasnya + 4,5 Ha dan telah
dipakai
oleh SLB A Negeri + 1 Ha. Lokasi SLB Negeri 1 Pemalang
berada
sebelah barat SLB Negeri 2 pemalang, sebalah selatan Dinas
Sosial.
Suhu rata-rata di lingkungan SLB Negeri 1 Pemalang mencapai
30
-
21
Celcius, hal tersebut karena SLB Negeri 1 Pemalang terletak
pada
kawasan pesisir pantai dan hanya terpaut ±5,16 km dari laut.
b. Sejarah SLB Negeri 1 Pemalang
Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan mutu SLB,
Pemerintah mendirikan beberapa SLB Pembina di sejumlah
Provinsi
baik yang bertingkat Nasional maupun yang bertingkat
Propinsi.
Propinsi Jawa Tengah mendapat bagian SLB bagian A
(Tunanetra)
tingkat Propinsi dan diletakkan di Pemalang. SLB Negeri 1
Pemalang
pada awalnya merupakan Sekolah Luar Biasa Bagian A, yang
didirikan oleh yayasan Kesejahteraan Tunanetra Jawa Tengah.
Yayasan ini khusus menangani anak penyandang tunanetra,
namun
semakin berjalannya waktu semakin bertambahnya disabilitas
anak
berkebutuhan khusus sehingga Sekolah Luar Biasa mendapatkan
intruksi dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah khususnya pada
Dinas
Pendidikan agar tidak boleh menolak siswa berkebutuhan
khusus,
sehingga sejak tahun ajaran 1986/1987 hingga saat ini SLB Negeri
1
Pemalang membuka kelas untuk semua jenis ketunaan
diantaranya
Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras,
Tunaganda, dan Autis.
Bangunan sekolah, Asrama dan lain-lain didirikan di atas
tanah
milik Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Tengah yang
semula
diperuntukkan bagi pengembangan SLB A Negeri Pemalang yang
sudah ada sejak tahun 1963. Dengan demikian di Pemalang ada 2
buah
-
22
SLB Bagian A masing-masing SLB A Negeri lama dan SLB Pembina
Tingkat Propinsi. Dasar Pendidikan SLB Pembina Pemalang
adalah
Surat Keputusan Mendikbud Nomor 051/0/1983 tanggal 19
Januari
1983 Pembangunan dilakukan 2 tahap. Tahap pertama tahun 1984
dan
tahap kedua tahun 1985.
c. Visi, Misi, dan Tujuan
1) Visi
Terwujudnya pelayanan pendidikan yang bermutu bagi
anak berkebutuhan khusus yang berprestasi, berakhlak mulia,
terampil dan mandiri.
2) Misi
Selain memiliki visi SLB Negeri 1 Pemalang juga memiliki
misi untuk mencapai visi, dirumuskan sebagai berikut:
1. Meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama.
2. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang bermutu bagi
anak
berkebutuhan khusus dengan muatan pembelajaran, bimbingan
konseling,rehabilitasi dan normalisasi.
3. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak
berkebutuhan khusus secara maksimal agar berprestasi dan
mampu
hidup mandiri.
4. Sebagai pusat pengembangan pendidikan inklusi dan produksi
bahan
ajar Braille bagi siswa tunanetra.
-
23
d. Tujuan
SLB Negeri 1 Pemalang adalah sekolah khusus yang
menyelenggarakan pendidikan bagi siswa-siswi berkebutuhan
khusus
Tunanetra ( Buta total dan Low Vision ) dengan menitik beratkan
pada
program khusus guna mempersiapkan peserta didik mengikuti
pendidikan di tingkat yang lebih tinggi maupun mengikuti
pendidikan di
sekolah inklusif dan untuk memperoleh kecakapan hidup sehingga
bisa
hidup mandiri setelah lulus SMALB. Untuk menunjang Visi dan
misi,
maka tujuan sekolah adalah sebagai berikut:
1. Terlayaninya anak berkebutuhan khusus dengan baik.
2. Terlayaninya anak berkebutuhan khusus sesuai dengan
kebutuhan
dan kemampuannya.
3. Menciptakan lingkungan yang indah dan harmonis untuk
menunjang pelaksanaan pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
4. Terlayaninya anak berkebutuhan khusus jenjang SMALB
dalam bidang akademik.
5. Terlayaninya anak berkebutuhan khusus jenjang SMALB
dalam bidang keterampilan vokasional/teknologi informasi dan
komunikasi (TIK, massase, musik dan kerajinan) sebagai bekal
untuk hidup mandiri.
6. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi siswa
tamatan SMALB untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi.
-
24
7. Memberikan kesempatan bagi tamatan SMALB untuk
mengembangkan diri dalam kecakapan hidup.
8. Memberikan kesempatan bagi siswa SMALB untuk
mengembangkan keterampilan massase atau akupreseur.
e. Struktur Organisasi
Sebuah instansi tentunya memiliki struktur agar pola
kerjanya
dapat dikelola dengan baik. Sruktur Organisasi SLB Negeri 1
Pemalang terdiri dari kepala sekolah, asrama, komite sekolah,
staf
administrasi, tenaga ahli, wakasek dan empat wakil kepala
bidang
tersebut membawai tenaga pendidik atau guru pengajar dan
terakhir
siswa.
Tabel 2.1
Tenaga Pendidik/Guru SLB Negeri 1 Pemalang
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah
1. Strata 1 39
Jumlah 39
Tabel 2.1 menunjukan tenaga pendidik SLB Negeri 1
Pemalang berdasarkan tingakat pendidikan. Terdapat 39 orang
yang telah menyelesaikan Pendidikan Strata 1. Jumlah Tenaga
Kependidikan/Guru tersebut diproyeksikan telah mencakupi
kebutuhan yang telah ada. Kompetensi tenaga pendidik yang
memumpuni pada bidangnya masing-masing menjadi faktor utama
pendukung dalam berjalannya proses pembelajaran di sekolah.
-
25
1) Tenaga Kependidikan
Tenaga Kependidikan merupakan seseorang yang
mengabdikan diri untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan
di
sekolah yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
administrasi, pengelolaan pengembangan, pengawasan dan
pelayanan teknis di SLB Negeri 1 Pemalang.
Tabel 2.2
Tenaga Kependidikan SLB Negeri 1 Pemalang
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Jenjang Pendidikan Jumlah
1. Strata 1 1
2. Diploma 1 1
3. SLTA 14
4. SLTP 1
5. SD 1
Jumlah 18
Tabel 2.2 menunjukkan tenaga kependidikan SLB Negeri 1
Pemalang berdasarkan tingkat pendidikan terdapat 1 orang
yang
telah menyelesaikan Pendidikan Strata 1, satu orang yang
telah
menyelesaikan Pendidikan Diploma 1, terdapat empat belas
orang
yang menempuh Pendidikan SLTA, 1 orang yang menempuh
Pendidikan SLTP, dan 1 orang menempuh Pendidikan Sekolah
Dasar. Tenaga Kependidikan di SLB Negeri 1 Pemalang terdapat
beberapa bidang meliputi: pengurus barang, pengadministrasi
umum, pengadministrasi perpustakaan, bagian teknisi, pramu
kantor, pembantu pramu taman, pembantu kepegawaian, pembantu
-
26
pengurus barang, pramu wisma, pembatu pengadministrasian
umum.
f. Program/Kegiatan
Berikut ini merupakan pelayanan pendidikan melalui program
dan
kegiatan yang direncanakan di SLB Negeri 1 Pemalang
diantaranya:
1) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dilakukan pada pagi hari
pukul
07.15 – 16.00 Kurikulum yang digunakan adalah KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi), KTSP dan Kurikulum 13.
2) Kegiatan Ekstrakulikuler, dilakukan pada sore hari
meliputi:
Kepramukaan, Kesenian, Olah Raga / OM, Kerohanian.
3) Evaluasi, kegiatan evaluasi Belajar SD, SMP, SMA
mengikuti
evaluasi belajar pada umumnya yang dilaksanakan di SD, SMP,
SMA Umum di Pemalang.
4) Penyaluran Lulusan Siswa, meliputi:
1. Siswa lulusan Tingkat Dasar sebagian besar melanjutkan ke
Tingkat SMP.
2. Siswa lulusan Tingkat Lanjutan (SMP) sebagian :
Melanjutkan ke SMA Luar Biasa.
Melanjutkan ke kursus Masage yang diselenggarakan
PTNTRW Distarastra Pemalang.
3. Siswa lulusan tingkat Menengah Atas ada yang melanjutkan
ke
Perguruan Tinggi
-
27
g. Keadaan Siswa
Tabel 2.3
Peserta Dididk SLB Negeri 1 Pemalang
Jenis
Kelainan
Siswa
Romb.
Belajar
Jumlah Kelas X Kelas XI Kelas XII
L P L P L P L P
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
A
2 1 1 1 2 3 2
B 1
1
1 1
C 4 1 1
1 1 3 6 2
C1
D 1 1 1
1 3 2 2
D1
E
G
1
1
Autis
2
1 2
Jumlah 6 2 6 2 3 3
15 7
Table 2.3 menunjukkan keadaan SLB Negeri 1 Pemalang
bahwa terdapat pendidikan khusus yaitu Tunanetra (A),
Tunarungu
(B), Tunagrahita (C), Tunadaksa (D), Tunalaras (E),
Tunaganda
(G), dan Autis. Jumlah keseluruhan kelas X terdapat delapan
siswa,
untuk kelas XI terdapat delapan siswa dan kelas XII terdapat
enam
siswa. Artinya, pada tiap tahun pelajaran siswa yang masuk
mengalami tingkat kenaikan yang berbeda-beda. Meskipun
demikian kapasitas kelas/ruangan yang disediakan masih sama.
-
28
h. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Setiap sekolah pasti emiliki sarana dan prasarana untuk
menunjang
jalannya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Berikut
merupakan
fasilitas SLB Negeri 1 Pemalang yang dapat menunjang
aktivitas
belajar siswa, diantaranya:
Tabel 2.4
Buku Pegangan Guru dan Siswa tiap Mata Pelajaran
SLB Negeri 1 Pemalang
Mata Pelajaran
Jumlah Buku
Pegangan Guru
Pegangan Siswa /
Teks
(1) (2) (3) (4) (5)
1. PKn 22 Judul 3 eks. 18 Judul 2 eks.
2. Bahasa Indonesia 34 Judul 3 eks. 28 Judul 2 eks.
3. Matematika 45 Judul 2 eks. 37 Judul 2 eks.
4. IPA 32 Judul 2 eks. 74 Judul 2 eks.
5. IPS 23 Judul 2 eks. 54 Judul 2 eks.
Tabel 2.5
Jumlah Alat Peraga/Praktik (Satuannya bisa perangkat, set,
unit, atau buah) SLB Negeri 1 Pemalang
PKn
Bhs.
Indonesia Matematika IPA IPS Olahraga Kesenian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 1 5 4 2 6 3
-
29
Tabel 2.6
Jumlah Ruang menurut Jenis, Status Kepemilikan, dan Kondisi
SLB Negeri 1 Pemalang
No. Jenis Ruang
Milik Bukan
Milik
Baik
Rusak
Ringan
Rusak
Berat
Sub-
Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Ruang Kelas 24 6 30
2 Ruang Kepala Sekolah 1 1
3 Ruang Guru 1 1
4 Ruang Tata Usaha 1 1
5 R. Orientasi dan Mobilitas (OM) 1 1
6 Ruang Bina Wicara 1 1
7
R. Bina Persepsi Bunyi dan
Irama 1 1
8 Ruang Bina Diri 1 1
10 Ruang Keterampilan 1 1
11 Ruang Konseling/Asesmen 1 1
12 Ruang Terapi 1 1
13 Ruang Perpustakaan 1 1
14 Ruang Bengkel Kerja 1 1
15 Ruang Komputer 2 2
16 Tempat Ibadah 1 1
17 Ruang Kesehatan (UKS) 1 1
18 Kamar Mandi / WC Guru 4 4
19 Kamar Mandi / WC Siswa 6 2 8
20 Gudang 1 1
21 Ruang Sirkulasi / Selasar 4 4
22 T. Bermain/Olahraga 2 2
-
30
Tabel 2.7
Jumlah Alat Peraga/Praktik (Satuannya bisa perangkat, set,
unit, atau buah) SLB Negeri 1 Pemalang
Tabel 2.8
Jumlah Perlengkapan Sekolah menurut Kondisi
SLB Negeri 1 Pemalang
Sumber: Profil SLB Negeri 1 Pemalang Tahun 2019/2020
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan adanya kajian teori dan konsep yang
mendukung. Sebelum penelitian lebih lanjut teori ataupun
berbagai temuan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menjadi salah satu
dasar untuk
dilakukannya sebuah penelitian. Penelitian terdahulu menjadi
salah satu
sumber pendukung yang dapat dijadikan acuan atau perbandingan
oleh
peneliti yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang mirip
atau objek
kajian yang sama. Beberapa kajian teori dan konsep yang
mendukung
diantaranya yaitu kajian psikolinguistik, perkembangan dan
gangguan
bahasa, hambatan berbahasa, pembelajaran, dan pembelajaran
bahasa
PKn
Bhs.
Indonesia Matematika IPA IPS Olahraga Kesenian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 1 5 4 2 6 3
Kondisi
Meja Kursi
Lemari Papan
Tulis
Komputer
(PC)
Komputer
(Laptop)
Siswa KS/Guru/
TU Siswa
KS/Guru/
TU
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Baik 90 40 90 40 85 2 20 3
Rusak 40 20 40 20 45 4 8 1
-
31
Indonesia. Peneliti mengkaji beberapa penelitian terdahulu yang
dijadikan
referensi dalam penulisan skripsi. Berikut merupakan
uraiannya:
Pujaningsih (2010) telah menyelesaikan penulisan artikelnya
yang
diterbitkan dalam jurnal Pendidikan Khusus yang berjudul
“Perkembangan
bahasa dan gangguan bahasa pada anak berkebutuhan khusus”
dosen
Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini
menunjukan
bahwa gangguan pada anak berkebutuhan khusus tidak dapat lepas
dari
dampak keterbatasan yang ada pada mereka. Ditinjau dari
perkembangan
bahasa seorang anak maka lebih mudah memahami hambatan
maupun
gangguan bahasa pada seorang anak. Dari pemahaman tersebut juga
dapat
dikembangkan hal-hal yang mendorong perkembangan bahasa
mereka.
Martina (2014) Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat telah
menyelesaikan penulisan artikelnya yang diterbitkan dalam jurnal
badan
bahasa kemendikbud yang berjudul “Hambatan Berbahasa Anak
Berkebutuhan Khusus di Bina Anak Bangsa Pontianak. Metode
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis
dengan
pendekatan kualitataif. Hasil analisis menunjukan bahwa
hambatan
berbahasa anak berkebutuhan khusus di kelas IC “Bina Anak
Bangsa”
Kota Pontianak dipengaruhi faktor inernal dan eksternal anak itu
sendiri.
Hambatan berbahasa dipengaruhifaktor internal meliputi
hambatan
pendengaran, dileksia, atis ringan, double handikep, dan
hambatan
ADHD.Hambatan berbahasa dipengaruhi aktor eksternal dibagi
menjadi
dua yaitu hambatan berbahasa di kelas dan di luar kelas.
-
32
Hambatan berbahasa di kelas meliputi memotong pembiaraan,
suara
teriakan, suara gaduh, pukulan, dan gigitan teman sedangkan
hambatan
berbahasa di luar kelas yaitu suara mesin, suara bentakan.
Rakhmanita Elza (2020) telah menyelesaikan penulisan
artikelnya
yang diterbitkan dalam salah satu jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra
yang berjudul “Kajian Psikolingistik terhadap Gangguan
Berbahasa
Autisme”. Mahasiswa Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini
bertujuan
untuk memberikan data terkait gangguan berbahasa autisme dan
hubungannya dengan psikolinguistik. Penelitian ini merupakan
pelitian
dengan metode deskripsi kualitataif yaitu metode rset dengan
menjelaskan
berupa deskripsi berdasarkan data dari berbagai referensi
ilmiah. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa autisme merupkan suatu
gangguan
perilaku akibat perkembangan syaraf yang berpengaruh pada
kemampuan
seseorang untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Pengidap
autisme
mengalami gangguan dan kesulitan dalam berbicara maupun
kegiatan
berbahasa yang lain. Gangguan dalam berbahasa tersebut terjadi
karena
adanya keterhambatan anak autisme dalam memperoleh dan
menyerap
bahasa-bahasa yang ada di dalam lingkungan sekitar. Gangguan
berbahasa
autisme merupakan salah satu kajian dalam psikolinguistik.
Daroni Gangsor Ali (2018) telah menyelesaikan penulisan
artikelnya
yang diterbitkan dalam salah satu jurnal Studi Disabilitas yang
berjudul
“Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk anak Autis”, mahasiswa
Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini merupakan pelitian
dengan
-
33
metode kualitatif deskripsi. Penelitian ini bertjuan untuk
mendeskripsikan
pelaksanaan dan hambatan pembelajaran Bahasa Indonesia untuk
anak
autis di SLB Autis Mitra Ananda Colomadu. Hasil dari penelitian
ini
menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia
menggunakan metode ABA dan program pembelajaran Individual
(PPI)
yang disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Riyadin Agung dkk, (2017) telah menyelesaikan penulisan
artikelnya yang diterbitkan dalam jurnal anterior yang
berjudul
“Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar
Negeri
(INKLUSI) di Kota Palangka Raya”, mahasiswa Program Studi
Guru
Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Palangkaraya tahun
2017.
Penelitian ini merupakan pelitian dengan metode kualitatif.
Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa karakteristik anak-anak
berkebutuhan
khusus secara individual berbeda-beda. Namun karakter utamanya
yakni
mengalami kelemahan di dalam bidang akademik. Penelitian ini
bertujuan
untuk mengetahui karakteristik anak berkebutuhan khusus di
Sekolah
Dasar Negeri (INKLUSI) Palangkaraya, mengetahui dampak
hadirnya
anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar Negeri (INKLUSI)
Palangkaraya, mengetahui kemampuan yang dimiliki hadirnya
anak
berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar Negeri (INKLUSI)
Palangkaraya.
-
34
1. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu
a) Penelitian pertama, pada penelitian ini variabel yang diamati
yaitu
perkembangan bahasa dan gangguan bahasa sedangkan penelitian
sekarang adalah mengamati gangguan berbahasa dan
implikasinya
bagi pembelajaran Bahasa Indonesia.
b) Penelitian kedua, pada penelitian ini variabel yang diamati
yaitu
hambatan berbahasa anak berkebutuhan khusus di Bina Anak
Bangsa
Pontianak sedangkan penelitian sekarang mengamati gangguan
berbahasa dan implikasinya bagi pembelajaran Bahasa Indonesia
di
SLB Negeri 1 Pemalang.
c) Penelitian ketiga, pada penelitian ini variabel yang diamati
yaitu
gangguan berbahasa autisme dan hubungannya dengan
psikolinguistik
sedangkan penelitian sekarang mengamati gangguan berbahasa
dan
implikasinya bagi pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri
1
Pemalang.
d) Penelitian keempat, pada penelitian ini variabel yang diamati
yaitu
pembelajaran Bahasa Indonesia pada anak autis sedangkan
penelitian
sekarang mengamati gangguan berbahasa dan implikasinya bagi
pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang.
e) Penelitian kelima, pada penelitian ini terdapat dua variable
yaitu
karakteristik anak berkebutuhan khusus dan sekolah inklusi
sedangkan
penelitian sekarang mengamati gangguan berbahasa dan
implikasinya
bagi pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang.
-
35
2. Persamaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu
Dari kelima penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
terdapat persamaan yang paling mendasar yaitu pendekatan
yang
digunakan dalam kelima penelitian terdahulu sama dengan
penelitian
yang akan dilakukan yaitu metode deskriptif dan pendekatan
kualitatif.
Selain itu, dari ketiga penelitian terdahulu tersebut terdapat
variabel
yang sama dengan penelitian sekarang yaitu mengamati
gangguan
berbahasa.
-
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini memuat segala unsur metode penelitian yang digunakan
oleh
peneliti. Adapun yang akan dijabarkan dalam bab ini meliputi
metode pendekatan,
desain penelitian, prosedur penelitian, sumber data, wujud data,
identifikasi data,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik
penyajian hasil analisis.
A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian
1. Pendekatan
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Kualitatif. Penelitian ini tergolong kualitatif
karena hal
tersebut sesuai yang diungkapkan Suyitno (2018) yaitu:
“Penelitian kualitiatif umumnya digunakan dalam ilmu-ilmu
sosial
dan humaniora dalam setting kajian mikro. Terutama dengan pola
dan
tingkah laku manusia yang sulit diukur dengan angka. Selain
itu,
penelitian kualitif digunakan untuk memahami, mendalami dan
menorobos masuk didalamnya terhadap suatu gejala-gejala,
kemudian
menginterpretasikan dan menyimpulkannya sesuai dengan
konteksnya.
Sehingga mendapatkan simpulan yang objektif dan alamiah
sesuai
dengan gejala dan konteks tersebut.”
2. Metode
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan suatu
gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penulis
menggunakan
metode deskriptif karena peneliti ingin mengetahui mengenai
ganguan
berbahasa pada anak berkebutuhan khusus dan implikasinya
bagi
pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang.
-
37
3. Desain Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode dan pendekatan
kualitatif
dengan model deskriptif, karena peneliti ingin mengetahui
mengenai
ganguan berbahasa pada anak berkebutuhan khusus dan
implikasinya
bagi pembelajaran Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1 Pemalang
dan
mendeskripsikan setiap hasil penemuan data yang diperoleh.
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Observasi Awal Pengumpulan Data Klasifikasi Data
Siswa Anak Berkebutuhan SLB
Negeri 1 Pemalang Khusus
Gangguan Berbahasa
Analisis Data Penelitian menggunakan teknik analisis kualitatif
deskriptif
Klasifikasi hasil penelitian
Gangguan Berbahasa pada Anak Berkebutuhan Khusus dan Implikasi
bagi
Pembelajaran Bahasa Indonesia
-
38
B. Prosedur Penelitian
1. Tahapan Prapenelitian
Merupakan prosedur memilih masalah, studi pendahuluan,
anggapan
dasar, memilih pendekatan, menentukan data serta sumber
data.
2. Tahapan Penelitian
Merupakan prosedur yang menentukan dan menyusun instrumen,
observasi, mengumpulkan data, analisis data, dan menarik
simpulan.
3. Tahapan Pascapenelitian
Merupakan prosedur tahap akhir yaitu menulis laporan.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah Guru atau Karyawan
di
SLB Negeri 1 Pemalang.
D. Wujud Data
Wujud data dalam penelitian adalah hasil peserta didik
selama
mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah yang diperoleh
peneliti
melalui wawancara yang berupa kartu data, dan dokumentasi.
E. Identifikasi Data
Identifikasi data diambil dari hasil wawancara guru sehingga
dapat
diidentifikasi kembali menjadi beberapa jenis gangguan berbahasa
pada
anak disabilitas tunanetra, tunrunguwicara, tunadaksa, dan
tunagrahita.
-
39
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Observasi
Observasi kualitatif adalah ketika peneliti langsung turun
ke
lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas
individu-individu di
lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini peneliti merekam atau
mencatat
baik secara terstruktur atau semisruktur misalnya dengan
mengajukan
sejumlah pertanyaan yang ingin diketahui oleh peneliti
(Creswell,
2016:254-255). Peneiliti akan melakukan pengamatan terhadap
lingkungan
di SLB Negeri 1 Pemalang.
2. Wawancara
Teknik lain yang akan dipakai oleh peneiliti adalah
wawancara.
Menurut pendapat (Creswell, 2016:254-255) wawancara kualitatif
adalah
“Peneliti mengadakan wawancara tatap muka dengan partisipan,
wawancara melalaui telepon, lewat internet atau terlibat dalam
sebuah
wawancara diskusi kelompok yang berisi enam hingga delapan
narasumber pada masing-masing kelompok.”
Peneliti akan melakukan kegiatan wawancara dengan sejumlah
pertanyaan kepada guru Bahasa Indonesia serta guru lainnya di
SLB
Negeri 1 Pemalang, guna mendapatkan data-data yang tidak didapat
pada
saat pengamatan atau observasi.
3. Studi Dokumentasi
Dokumen ini bisa berupa dokumen publik ataupun dokumen
privat
(Creswell, 2016:254-255). Teknik ini merupakan teknik
pengumpulan data
-
40
pada saat wawancara dan juga dokumen lain yang berkaitan
dengan
penelitian ini seperti profil sekolah, sejarah sekolah dan
lain-lain.
G. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan tiga teknik analisis data yang
meliputi
antara lain:
1. Pengklasifikasian
Tahap pengklasifikasian ini adalah peneliti mengelompokkan
hasil
data yang berupa catatan hasil observasi, catan hasil wawancara
beserta
transkrip wawancaranya serta dokumen lain yang terkait yang
didapatkan
pada saat penelitian berlangsung.
2. Pendeskripsian
Teknik pendeskripsian adalah teknik yang menjelaskan secara
terperinci mengenai hasil penelitian. Penjelasan dan pembahasan
terhadap
semua temuan penelitian berdasarkan data yang diterima.
3. Penyimpulan
Pada tahap akhir ini peneliti membuat kesimpulan dari hasil
penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan
merupakan
gambaran hasil penelitian dan pembahasan penemuan data yang
bersumber
pada hasil wawancara.
-
41
H. Teknik Penyajian Hasil Analisis
Penyajian hasil analisis yang digunakan dalam penelitian
adalah
metode informal. Menurut (Sudaryanto, 2008:145) penyajian hasil
analisis
informal adalah penyajian analisis data dengan menggunakan
kata-kata
biasa. Metode informal adalah data yang disajikan dalam
deskripsi khas
verbal dengan rumusan kata-kata biasa tanpa lambang-lambang.
Peneliti
menggunaka metode ini karena penyajian hasil penelitian
hanya
menggunakan kata-kata atau kalimat yang di deskripsikan.
-
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri 1 Pemalang Jl. Dr.
Cipto
Mangkusumo 3A Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara secara langsung
dan
melalui media sosial (Handphone) karena pada saat pengambilan
data
telah terjadi pandemi Covid-19. Pengambilan data tersebut
peneliti
mewawancarai dua narasumber di SLB Negeri 1 Pemalang,
narasumber
yang diwawancarai adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
dan guru
mata pelajaran Bahasa Inggris di SLB Negeri 1 Pemalang.
Pembahasan
hasil penelitian akan menjabarkan atas rumusan masalah yang
telah
diteliti. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah jenis
gangguan
bahasa dan implikasinya bagi pembelajaran bahasa Indonesia kelas
X di
SLB Negeri 1 Pemalang yang terdiri dari berbagai jenis
penyandang
disabilitas yang meliputi tunanetra, tunarunguwicara, tunadaksa,
dan
tunagrahita.
Peneliti melakukan wawancara dengan informan pada hari senin
6
Januari 2020 dengan bertemu informan secara langsung di ruangan
Tata
Usaha SLB Negeri 1 Pemalang, Selasa 7 April 2020 pukul 09:23
WIB
melalui media sosial (Handphone) dan Rabu 17 Juni 2020 dengan
bertemu
informan secara langsung di halaman SLB Negeri 1 Pemalang.
-
43
1. Ada berapa penggolongan kelas disabilitas di SLB Negeri
Pemalang?
kepada informan peneliti katakan.
a. Informan 1:
“Pada tahun ajaran 2020/2021 terdapat empat kelas
disabilitas yaitu kelas B&D dimana satu kelas yang terdiri
dari
siswa penyandang tunanetra, tunarunguwicara, tunadaksa dan
kelas C yang terdiri dari anak penyandang tunagrahita dan
down syndrome.” Informan menjawab.
b. Informan 2:
Pada tahun ajaran 2020/2021 terdapat empat kelas
disabilitas yaitu kelas B&D dimana satu kelas yang terdiri
dari
siswa penyandang tunanetra, tunarunguwicara, tunadaksa dan
kelas C yang terdiri dari anak penyandang tunagrahita dan
down syndrome.” Informan menjawab.
Berdasarkan wawancara di atas, bahwa siswa yang masuk SLB
Negeri 1 Pemalang setiap tahunnya tidak sesuai dengan kurikulum
yang
ditentukan. Dalam artian jumlah tiap tahunnya siswa yang masuk
tidak
bisa diprediksi jumlahnya.
2. Bagaimana kondisi peserta didik saat mengikuti pembelajaran
di kelas?
kepada informan peneliti katakan.
a. Informan 1:
“Untuk kelas C (Tunagrahita) yaitu adanya keterbatasan
inteligensi yang dapat diartikan kemampuan untuk mempelajari
informasi dan keterampilan menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah dan situasi kehidupan baru, cara berpikir
abstrak. Selain itu mengalami kesulitan kurang terampil
dalam
berkomunikasi dan kemampuan belajarnya cenderung belajar
degan membeo atau meniru saja perkataan orang lain. Di kelas
Tunagrahita dalam proses pembelajaran anak tersebut sebagian
memiliki tingkat kebosanan serta mengalami gangguan
-
44
berbahasa saat berkomunikasi pada waktu pembelajaran
berlangsung.” Informan menjawab.
b. Informan 2:
“Perkembangan kecerdasannya sangat terbatas biasanya
dibawah rata-rata teman sebayanya. Fungsi mental anak
tunagrahita sulit untuk konsentrasi, fokus perhatiannya
mudah
teralihkan sehingga kurang mampu mengikuti tugas”
Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
gangguan
berbahasa pada anak penyandang disabilitas grahita yang terbatas
sehingga
mereka mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran di
kelas,
memiliki daya konsentrasi yang cukup kurang yang
mengakibatkan
mereka mudah bosan saat pembelajaran.
3. Gangguan apa saja yang dialami oleh anak penyandang
disabilitas?,
kepada informan peneliti katakan.
a. Informan 1:
“Untuk kelas tunagrahita Gangguan bahasa yang dialami
oleh anak kelas c yaitu sulit memahami bahasa-bahasa
kongkrit
karena susah untuk mengucapkan konsonan-konsonan yang
doble. Apabila ditanya terkadang siswa tidak memahami
pertanyaan tersebut.”
Contohnya :
Guru : “siapa nama ayah kamu?”
Siswa : “dido”
Dengan pertanyaan sederhana tersebut siswa bisa
menjawabnya dibandingkan dengan pertanyaan
Guru : “siapa nama lengkap ayah mu ?”
“Siswa akan merasa kesulitan untuk menjawabnya karena
daya ingat dan kosa kata yang diperoleh kurang.
-
45
b. Informan 2:
“Tunagrahita atau keterbelakangan mental merupakan
suatu kondisi yang membuat penderitanya sulit dalam
melakukan aktivitas sehari-hari atau berpikir secara logis,
tentunya anak tunagrahita aka mengalami beberapa gangguan
antara lain gangguan intelektual. Perkembangan kecerdasannya
sangat terbatas biasanya dibawah rata-rata teman sebayanya.
Fungsi mental anak tunagrahita sulit untuk konsentrasi,
fokus
perhatiannya mudah teralihkan sehingga kurang mampu
mengikuti tugas. Gangguan berikutnya, gangguan sosial
kemampan sosial anak tunagrahita sangat rendah misalnya
dalam hal mengurus dan memelihara dirinya sendiri seringkali
tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain. Gangguan
emosi, kehidupan emosinya terbatas pada beberapa perasaan
saja misalnya senang, takut, marah, dan benci. Gangguan
Bahasa, biasanya penguasaan kosa kata pada anak tunagrahita
sangat terbatas. Kemudian gangguan akademis anak
tunagrahita cenderung mengalami kesulitan dalam membaca
dan berhitung. Dalam perkembangan berbahasa tentunya anak
tunagrahita mengalami hambatan dikarena adanya hambatan
berpikir dimana usia kronologis anak tunagrahita tidak
sesuai
dengan usia mentalnya maka dari itu secara otomatis
perkembangan bahasanya sesuai dengan usia mentalnya. Anak
tunagrahita khususnya down syndrome biasanya lebih sedikit
berkata-kata dan tidak mampu mengungkapkan apa yang
dimintanya melalui ucapan dibandingkan anak pada umumnya.
Mereka lebih suka melakukan gestur tertentu kepada orang
disekitar mereka ketika mereka menginginkan sesuatu dari
pada dengan ucapan, anak tunagrahita down syndron
khususnya biasanya mereka mempunyai masalah pada pita
suara dan rongga mulut sehingga mempengaruhi artikulasinya.
Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
gangguan
bahasa atau perkembangan bahasa pada siswa disebabkan oleh
mental
intelektual, disfungsi minimal otak selain itu mengalami
keterlambatan
dalam kemampuan berbahasa yang dapat terjadi pada fonologis,
semantik,
dan sinatksis sehingga kesulitan dalam menerima respon dari
orang lain
saat berkomunikasi. Anak penyandang disabiltas grahita jika
dilihat dari
-
46
perkembangan berbahasa secara kognitif mereka mengalami
kemampuan
yang sangat kurang untuk mengikuti pembelajaran di kelas.
4. Bagaimana perkembangan bahasa pada anak penyandang
disabilitas?
a. Informan 1:
“Perkembangan bahasa pada kelas grahita sedikit lamban
dalam pengetahuannya, jika secara umum untuk anak kelas
grahita bisa memahami dan tidak menggunakan bahasa intelek.
Dalam pembelajaran di kelas grahita guru lebih menggunakan
media gambar dari pada tulisan karena siswa lebih mudah
memahami materi yang diberikan oleh guru misalnya saat guru
menunjukkan media gambar Hp siswa mampu memahami
maksud dari gambar tersebut, selain media gambar guru lebih
sering mendongeng atau bercerita.”
b. Informan 2:
“Untuk kelas grahita Down Syndrom mereka mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi karena penguasaan kosa katanya
yang sangat terbatas dan hanya bisa menggunakan bahasa
isyarat
selain itu harus diulng-ulang saat memberikan materi atau
kosa
kata hal ini untuk mendorong siswa agar pemahan kosa kata
lebih banyak.”
Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
gangguan
bahasa siswa mengalami kesulitan dalam meniru pengulangan
bunyi-bunyi
bahasa selain itu kerusakan pada fasicullus arcuatus serta
dibagian dalam
gyrus supramarginal di lobus temporalis superior. Selain itu
guru dalam
memberikan materi untuk anak penyandang tunagrahita harus
diulangulang dalam penyampaiannya agar peserta didik bisa
menerima
atau mengingat materi yang diberikan oleh guru.
-
47
5. Usaha apa yang dilakukan guru untuk mengatasi gangguan
berbahasa
pada anak?
a. Informan 1:
“Anak yang memiliki gangguan berbahasa atau
kemampuan berbahasanya kurang biasanya siswa diajak untuk
sering berkomunikasi sehingga siswa merasa nyaman dan dapat
memberikan respon kepada guru yang sedang berkomunikasi
dengan mereka.”
b. Informan 2:
“Usaha untuk mengatasi gagguan berbahasa untuk anak
tunagrahita Down syndrom lebih banyak pembelajaran ke arah
visualnya seperti animasi dan lagu-lagu.
Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
gangguan
bahasa disebabkan oleh adanya kerusakan pada pusat-pusat
bahasa
sehingga siswa mengalami kehilangan kemampuan dalam
simbolisasi.
6. Bagaimana cara guru menyampaikan materi sehingga peserta
didik
menerima materi yang disampaikan?
a. Infoman 1:
“Dengan menggunakan metode pembelajaran direct
learning dan VAKT dan media pebelajaran benda konkrit
dengan menggunakan pendekatan kontekstual.”
b. Informan 2:
“Dengan menggunakan media, metode yang sesuai dengan
kebutuhan siswa selain itu pembelajarannya menggunakan benda
konkrit, biasanya dalam pembelajaran siswa diperlihatkan
vidio
melalui youtube.”
Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran menggunakan metode VAKT sangat berpengaruh
untuk
peserta didik karena menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
dan
-
48
karakteristik dari masing-masing siswa selain itu agar mudah
dipahami
oleh siswa yang mengalami gangguan berbahasa.
7. Apa saja kesulitan yang dialami guru pada saat
pembelajaran?
a. Informan 1:
“Kesulitannya saat ada materi baru pastinya ada kosakata
baru yang harus dimengerti oleh siswa tunarungu, jadi guru
harus
lebih ekstra agar siswa bisa memahaminya.”
b. Informan 2:
“Ketika dalam satu kelas terdapat beberapa karakter yang
berbeda, untuk tunagrahita penyampaian materinya bahasa yang
digunakan adalah bahasa yang sederhana serta penggunaan
media dan metode. Metode yang digunakan untuk kelas
tunagrahita hampir sama hanya kendalanya pada daya serap,
mereka mudah bosan saat pembelajaran sehingga guru mengajak
anak untuk melakukan pembelajaran di luar kelas dan
pembelajarannya lebih cenderung ke kosa kata contohnya
benda-
benda diskitar lingkungan.”
Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
gangguan
bahasa pada anak juga mempengaruhi proses belajar mengajar di
kelas
karena itu pada anak tunarunguwicara mengalami hambatan
dalam
penguasaan bahasa secara keseluruhan dimana mereka tidak
mengenal
lambang bahasa atau nama guna mewakili suatu benda serta
tidak
memahami aturan tata bahasa selain itu mereka mengalami
keterlambatan
dalam belajar yang disebabkan oleh gangguan pendengaran serta
potensi
kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental, serta dukungan dari
luar.
Pada anak tunanetra tidak berpengaruh secara signifikan
dalam
penggunaan bahasa atau kemampuan berbahasa, mereka hanya
mengalami
hambatan pada penglihatan sehingga mereka dalam pembelajaran
-
49
menggunakan alat bantu braill, anak tunanetra belajar kata-kata
melalui
pendengaran meskipun kata-kata tersebut tidak terkait dengan
pengalaman
nyata dan tidak ada makna bagi mereka. Pada anak tunadaksa
mereka
mengalami kelainan pada otak yang dapat mengakibatkan gangguan
cara
berpikir, perilaku, komunikasi sehingga mereka mengalami
gangguan
berbahasa atau lamban dalam menerima respon guru. Pada anak
tunagraita
mereka mengalami hambatan pada daya ingat yang rendah
sedangkan
down syndron mereka mengalami hambatan dalam perkembangan
kognitifnya, hambatan dalam berbahasa serta ucapan saat
berkomunkasi.
8. Bagaimana tolok ukur bahwa stimulasi yang diberikan guru
saat
pembelajaran dikatakan berhasil dalam menangani gangguan
berbahasa
pada anak?
a. Informan 1:
“Untuk kelas tunagrahita setelah melihat kekurangan siswa
guru harus menyesuikan siswanya misalnya dalam hal
membaca.”
b. Informan 2:
“Tolok ukur yang dipakai pertama anak dapat memahami
materi yang telah guru sampaikan untuk pemahaman tersebut
bisa mengamati dalam pembelajaran, memberikan pertanyaan
yang bisa merangsang siswa untuk aktif. Misalnya “Apa bahasa
inggrisnya kelinci?” dengan pertanyaan tersebut siswa akan
mencari jawaban sesuai dengan kemampuan mereka. Apabila
dari mereka telah menjawabnya guru mengizinaknnya untuk
pulan lebih awal. Tolok ukur yang kedua melalui ulangan
harian
dengan kriteria KKM 76, bisa dikatakan tuntas apabila siswa
mampu mencapai nilai diatas kriteria dan apabila nilai masih
dibawah kriteria akan diadakan remidi dengan menggunakan
pendekatan individual (klasikal).”
-
50
Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
gangguan
berbahasa pada anak peyandang disablitas mempengaruhi proses
pembelajaran di sekolah maka dari itu guru harus mampu
menguasai
karakter siswa, memahami siswa dan memberikan pembelajaran
sesuai
dengan kekhususan yang dimiliki siswa penyandang disabilitas
baik dari
segi materi, metode, dan media pembelajaran sehingga siswa
mampu
mengikuti dengan baik dan mampu memahami materi yang
diberikan.
B. Pembahasan
Penelitian ini mengungkapkan mengenai jenis gangguan Bahasa
yang dalami oleh siswa kelas tunagrahita SLB Negeri 1 Pemalang
dan
implikasinya bagi pembelajaran Bahasa Indonesia.
1. Gangguan Berbahasa
Jenis gangguan Bahasa yang dialami oleh anak di SLB Negeri 1
Pemalang pada dasarnya mereka adalah anak penyandang
disabilitas
tunagrahita serta down syndrome.
Tunagrahita yaitu anak yang memiliki keterbelakangan
intelektual
yang disebabkan oleh beberapa faktor terkait yang dapat
menyebabkan
penderitanya memiliki kecerdasan intelektual di bawah
rata-rata,
keterbatasan dalam fungsi intelektual yang diantaranya yaitu
kecerdasan
penalaran, penyelesaian masalah, keterampilan kognitif, dan
pembelajaran.
Dimana fungsi intelektual mempunyai IQ di bawah 70-75 dari IQ
normal
91-110. Untuk anak kelas tunagrahita di SLB Negeri 1 Pemalang
terdapat
tunagrahita type Down Syndrome. Down Syndrome yaitu anak
yang
-
51
mempunyai kelainan genetik dan menyebabkan penderitanya
memiliki
tingkat kecerdasan yang sangat rendah. Anak penyandaang
disabilitas
Down Syndrome mengalami keterlambatan pada perkembangan
kognitifnya, perkembangan motorik halus serta berbicara,
perkembangan
motorik kasar yang sangat lambat disebabkan oleh otot-otot yang
rapuh
yang menyebabkan anak mengalami kelainan/kecacatan intelektual
ringan
hingga sedang. Namun perkembangan kognitif pada mereka
berbeda-beda
dan sangat bervariasi.
Anak penyandang disabilitas Down Syndrome memiliki gangguan
atau hambatan dalam berbahasa serta ucapan saat berkomunikasi,
mereka
mengalami kesulitan dalam mengetahui tata bahasa atau struktur
bahasa
serta memproduksi suara. Permasalahan utama yang dialami
anak
penyandang disabilitas Down Syndrome adalah terletak pada
perkembangan morfologi dan sintaksisnya mereka mengalami k