Page 1
i
GAMBARAN MOTIVASI KERJA PADA GURU DIFABEL
PENYANDANG TUNANETRA SEJAK DEWASA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Marisda Hosiana
129114021
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 4
iv
HALAMAN MOTTO
“Janganlah hendak kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi
nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa
dan permohonan dengan ucapan syukur”. (Filipi 4: 6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 5
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Ada yang lebih bermakna, dari hidup hanya mengejar sukses saja. Adalah
air mata orang tua yang bangga, atas pencapaian anak-anaknya”.
Skripsi ini Kupersembahkan untuk Kedua Orang Tua dan Kedua Adikku
Tercinta yang Selalu Sabar Menanti Kelulusanku. Terima Kasih Atas
Dukungan dan Motivasi Kalian.
SEMOGA KARYA INI BERMANFAAT BAGI SEMUA PIHAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 7
vii
GAMBARAN MOTIVASI KERJA PADA GURU DIFABEL
PENYANDANG TUNANETRA SEJAK DEWASA
Marisda Hosiana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi kerja pada
guru difabel penyandang tunanetra sejak dewasa, dan secara khusus berupaya
memahami perubahan dan faktor-faktor dari motivasi kerja mereka. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan studi
fenomenologi. Metode pengambilan data berupa wawancara terbuka dengan
metode semi terstruktur. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive
sample. Informan penelitian adalah dua orang berusia 20-40 tahun yang
mengalami ketunanetraan sejak dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua informan mengalami perubahan berupa penurunan motivasi kerja akibat
ketunanetraan yang dialami ketika usia dewasa. Gejala awal yang muncul seperti
perasaan ketidakberdayaan, depresi keputusasaan, dan respon perasaan emosi
negatif sebagai faktor-faktor menurunnya motivasi kerja mereka. Sedangkan,
peningkatan motivasi kerja disebabkan oleh adanya pengalaman rehabilitasi dan
dukungan sosial dari berbagai sumber seperti keluarga, pasangan, teman kerja,
dan teman sesama penyandang tunanetra. Hal yang menarik adalah esensi makna
pengalaman dari motivasi kerja kedua informan mengalami perbedaan, namun
keduanya dipengaruhi oleh kebutuhan eksistensi (existence needs), kebutuhan
keterhubungan (relatedness needs), dan kebutuhan pertumbuhan (growthneeds)
sebagai semangat dan dorongan kerja seluruh informan.
Kata Kunci: Motivasi Kerja, Guru Difabel, Penyandang Tunanetra Sejak Dewasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 8
viii
DESCRIPTION OF WORK MOTIVATION TO DISABLED TEACHERS
WITH VISUAL IMPAIRMENT SINCE ADULTHOOD
Marisda Hosiana
ABSTRACT
The research is aimed to know description of work motivation disabled
teachers with visual impairment since adulthood, particularly to understand the
changes and the factors of their work motivation. This research uses a qualitative
method with phenomenological study. The research data are gained by using open
interview with the semi structured method. The sample use purposive sample. Two
adults, aged 20-40 years, who were blind in early adulthood, had participated in
this study. The results showed that late blind brought several impacts on
informan. Both subjects experienced a decrease in work motivation characterized
by initial symptoms such as feelings of helplessness, depression of despair, and
negative emotional response in the beginning of blindness as the antecendens of
their work motivation. The increased of work motivation was obtained due to
experience of rehabilitation and social support from various sources such as
family, patners, and groups. The interesting is the essence of the meaning of
experience from the work motivation of the two defferent informants, but both are
influenced by existence needs (kebutuhan eksistensi) , relatedness needs
(kebutuhan keterhubungan), dan growthneeds (kebutuhan pertumbuhan) as the
spirit and encouragement of the work of all subjects.
Keywords: Work Motivation, Disabled teachers, Visual Impairment Since
Adulthood
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 10
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: “Gambaran
Motivasi Kerja Pada Guru Difabel Penyandang Tunanetra Sejak Dewasa”.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
dalam jenjang perkuliahan Strata I Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam
penulisan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan, bantuan, nasihat dan saran serta kerjasama dari berbagai pihak,
khususnya dosen pembimbing, segala hambatan tersebut akhirnya dapat diatasi
dengan baik.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik
aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan.
Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis.
Harapannya semoga penulisan skripsi ini dapat menambah ilmu
pengetahuan, wawasan, dan sumber informasi bagi penelitian yang sejenis.
Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki
karya ini. Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan banyak
bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 11
xi
Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ayah, terima kasih atas kasih sayang dan usaha yang telah diberikan
semasa hidup kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi dengan baik.
Semoga ayah bangga disisi-Nya dan selalu menjadi sumber motivasi bagi
penulis.
2. Ibu, terima kasih atas segala doa yang selalu dipanjatkan tak henti-
hentinya untuk keberhasilan penyelesaian skripsi penulis. Berkat
kesabaran dan kasih sayang yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan baik.
3. Dr. Titik Kristiyani, M. Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Ibu
Monica E. Madyaningrum, Ph.D. selaku Kaprodi untuk semua kesempatan
belajar yang diberikan.
4. Bapak R. Landung Eko Prihatmoko, M. Psi., Psi. Selaku dosen
pembimbing skripsi, terima kasih atas kesabaran dan bimbingan yang telah
diberikan selama proses menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Sukma Budi Wicaksono, terima kasih setiap hari selalu memberikan
motivasi penulis untuk segera lulus.
6. Adikku, Gloria dan Yosena, yang telah menjadi pendengar yang baik dan
menyemangati terus-menerus.
7. Gege, Wulan, Ratna, Yanti, Eska, Duga, Ester, Desi, dan Jesica yang
mendukung dan membantu penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 13
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
HALAMAN MOTTO...........................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................vi
ABSTRAK............................................................................................................vii
ABSTRACT...........................................................................................................vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH......................ix
KATA PENGHANTAR........................................................................................x
DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xix
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................10
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................10
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................10
1. Manfaat Teoritis...................................................................................10
2. Manfaat Praktis....................................................................................11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 14
xiv
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................12
A. Motivasi Kerja...........................................................................................12
1. Definisi Motivasi.................................................................................12
2. Definisi Motivasi Kerja.......................................................................13
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja...........................15
4. Teori Motivasi Kerja...........................................................................15
5. Indikator Motivasi Kerja.....................................................................17
B. Guru Difabel..............................................................................................18
1. Definisi Guru Difabel..........................................................................18
2. Peran Guru Difabel..............................................................................20
C. Tunanetra...................................................................................................22
1. Definisi Tunanetra...............................................................................22
2. Klasifikasi Tunanetra...........................................................................23
3. Faktor Penyebab Tunanetra.................................................................25
4. Masalah-Masalah Penyandang Tunanetra...........................................26
5. Tahap Penyesuaian Psikologis Tunanetra............................................28
D. Dinamika Gambaran Motivasi Kerja pada Guru Difabel -
Penyandang Tunanetra Dewasa.................................................................30
E. Kerangka Berfikir......................................................................................36
BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................37
A. Jenis Penelitian..........................................................................................37
B. Fokus Penelitian........................................................................................38
C. Informan Penelitian...................................................................................38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 15
xv
1. Populasi...............................................................................................38
2. Sampel.................................................................................................39
D. Metode Pengumpulan Data.......................................................................39
E. Proses Pengumpulan Data.........................................................................41
F. Metode Analisa Data.................................................................................42
G. Kredibilitas................................................................................................43
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN...............................45
A. Persiapan Penelitian..................................................................................45
1. Kesediaan Informan............................................................................45
2. Penyusunan Pedoman Observasi dan Wawancara..............................45
B. Pelaksanaan Penelitian..............................................................................45
C. Hasil Penelitian.........................................................................................46
1. Kasus Informan 1................................................................................46
a. Identitas Informan 1......................................................................46
b. Hasil Wawancara..........................................................................47
c. Analisis.........................................................................................52
2. Kasus Informan 2................................................................................62
a. Identitas Informan 2......................................................................62
b. Hasil Wawancara..........................................................................63
c. Analisis.........................................................................................68
D. Pembahasan Hasil Penelitian....................................................................81
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................95
A. Kesimpulan..............................................................................................95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 16
xvi
B. Kelemahan Penelitian..............................................................................98
C. Saran........................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................101
LAMPIRAN........................................................................................................105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 17
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Informan 1 : Tabel Wawancara Subjek 1...........................................106
Lampiran Informan 2 : Tabel Wawancara Subjek 2...........................................121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan peserta didik untuk mewujudkan tujuannya.
Menurut Kunandar (2010) Guru adalah orang yang paling berpengaruh
terhadap peserta didiknya dan saat berada di sekolah, guru akan menjadi
panutan atau contoh bagi peserta didiknya. Guru juga seseorang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik atau tenaga profesional
sehingga mereka dapat merencanakan, menganalisis, dan menyimpulkan
masalah yang dihadapi (Djamarah, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.
Sesuai dengan landasan yuridis kompetensi guru yang tertuang dalam
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 40 ayat (2), dijelaskan bahwa pendidik (guru) berkewajiban:
“Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dialogis; mempunyai komitmen secara profesional untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 19
2
meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi teladan dan menjaga nama baik
lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan dan yang
diberikan kepadanya”. Oleh karenanya, seorang guru juga harus memiliki
kompetensi dasar dalam mendidik. Di dalam dunia pendidikan saat ini,
keberhasilan pendidikan juga banyak ditentukan oleh kompetensi guru yang
tidak hanya memiliki kemampuan pedagogik dan profesional (hard skill),
tetapi juga kemampuan kepribadian dan sosial (soft skill) (Mufti, 2016). Hasil
penelitian dari Harvard University Amerika Serikat yang mengagetkan dunia
pendidikan di Indonesia di mana menurut penelitian tersebut, kesuksesan
seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan
teknis (hard skill), tetapi justru dari keterampilan mengelola diri dan orang
lain (soft skill) sebesar 80% dan sisanya 20% dari hard skill (Mufti, 2016).
Menurut Karweti (2010) guru merupakan pemimpin pendidikan, guru
amat menentukan dalam proses pembelajaran di kelas, dan peran
kepemimpinan tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan
peran dan tugasnya. Pada umumnya, menjadi seorang guru tidak hanya
dilakukan oleh individu normal, melainkan juga individu difabel. Arti difabel
adalah kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau
merupakan suatu rintangan dan hambatan untuk melakukan aktivitas secara
normal (Adawiyah, 2017). Terkait dengan fenomena pembelajaran, maka
diperlukan guru yang memiliki “kompetensi plus” (Ishartiwi, 2012).
Kompetensi plus artinya guru difabel juga harus memenuhi kompetensi
sesuai kebijakan pemerintah tentang pendidik dan tenaga kependidikan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 20
3
sistem pendidikan nasional yang tertuang dalam : (1) Undang-Undang Nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (2) Peraturan pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan (3) Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan
Kompetensi Pendidik; (4) Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 Tentang
Guru (Ishartiwi, 2012). Menurut Ishartiwi (2012) kebijakan tersebut
mempersyaratkan pendidik minimal memiliki empat kompetensi, yaitu
pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian.
Mulyasa (2004) menjelaskan jika para guru akan bekerja dengan
sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Apabila memiliki
motivasi yang tinggi, ia akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian,
dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan (Mulyasa, 2004).
Motivasi adalah daya penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan (Sardiman,
2011). Oleh karena itu, guru menjadi seorang pendidik karena adanya
motivasi untuk mendidik dan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Terdapat guru yang mengalami ketunanetraan sejak dewasa di Panti
Pelayanan Sosial Disabilitas “Penganthi” Temanggung, Jawa Tengah. Guru
tersebut mengajar anak-anak berkebutuhan khusus secara profesional. Meski
mengalami ketunanetraan sejak dewasa, namun sejatinya sebagai seorang
pengajar atau pendidik memiliki kompetensi dan motivasi yang sama seperti
guru pada umumnya. Tunanetra adalah individu yang kehilangan penglihatan
karena kedua indera penglihatannya tidak berfungsi secara normal (Scholl,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 21
4
1986). Menurut Scholl (1986) Tunanetra dibagi menjadi dua kategori, yaitu
buta total dan low vision atau penglihatan yang berkurang. Seseorang
penyandang low vision memiliki ketajaman penglihatan kurang lebih 6 meter,
sementara buta total atau yang biasa disebut buta merupakan kondisi di mana
individu mengalami kerusakan penglihatan secara total (Scholl, 1986).
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2011
melaporkan bahwa secara global terdapat sekitar 284 juta orang tunanetra,
yang terdiri dari 245 juta orang penyandang low vision dan 39 juta orang
tunanetra berat (Tarsidi, 2012). Masalah kebutaan yang terjadi di Indonesia
lebih banyak dialami oleh individu di usia dewasa. Berbagai penyakit yang
menyebabkan tingginya angka kebutaan di Indonesia, antara lain katarak
(0,78%), glukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14), sedangkan sisanya akibat
penyakit kornea (0,10%), retina (0,13%), dan kekurangan vitamin A
(Harimukthi & Dewi, 2014).
Sebagian besar penyandang tunanetra mendapatkan ketunanetraannya
pada suatu waktu dalam masa kehidupannya karena bermacam-macam sebab
(Tarsidi, 2012). Menurut Tarsidi (2012) penyandang tunanetra yang
mengalami ketunanetraan late blind atau sejak dewasa memunculkan lebih
banyak hambatan dalam tugas perkembangannya dibandingkan ketunanetraan
yang terjadi pada awal masa kehidupan atau sejak lahir. Dodds (Tarsidi,
2012) menjelaskan bahwa ketunanetraan yang terjadi tiba-tiba pada usia
dewasa dapat mengakibatkan depresi, persepsi diri yang tidak tepat, sangat
menurunnya tingkat motivasi, rendahnya harga diri, dan rendahnya self-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 22
5
efficacy. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan Santoso & Erawan
(Effendi dkk., 2017) bahwa penyandang tunanetra late-blind menunjukkan
reaksi awal yang beragam. Menurut Santoso & Erawan reaksi umum yang
muncul adalah perasaan marah dan kecewa terhadap keadaan yang menimpa
mereka, ada juga satu informan Santoso & Erawan yang menjadi pecandu
alkohol dan melakukan self-injury untuk mengalihkan pikiran dari kejadian
yang menimpanya (Effendi dkk., 2017).
Permasalahan penyandang tunanetra merupakan masalah yang sangat
kompleks, adanya keterbatasan fisik tentu saja menimbulkan masalah karena
adanya keterbatasan organ tubuh yang tidak sempurna (Sayyidah, 2015).
Hasil penelitian terdahulu di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak
ditemui penyandang tunanetra yang tidak mampu dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, sehingga berdampak pada keberfungsional
penyandang tunanetra yang tidak tercapai dengan baik (Effendi dkk., 2017).
Hal berbeda diungkapkan oleh Tjahjanti (2018) menjelaskan jika motivasi
pada penyandang disabilitas fisik adalah untuk menafkahi keluarga, menjalin
hubungan dengan orang banyak, menolong penyandang disabilitas fisik agar
lebih sejahtera, adanya harga diri, dan keinginan menyetarakan dengan
individu normal. Faktor yang menjadi hambatan dalam bekerja berasal dari
faktor eksternal yaitu faktor masalah produksi dan tenaga kerja, masalah
pemasaran, permodalan, desain, kualitas produk dan mitra kerja (Tjahjanti,
2018). Oleh karena itu, dapat dijelaskan jika keterbatasan fisik seseorang
tidak hanya dapat menjadi hambatan, namun juga dapat menjadi motivasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 23
6
untuk maju dan berkembang dalam memenuhi tugas perkembangannya
sebagai individu.
Robbins (2002) membagi motivasi berdasarkan tiga kelompok
kebutuhan yaitu eksistensi (existence), keterhubungan (relatedness) dan
pertumbuhan (growth). Kebutuhan akan eksistensi memperhatikan
keberadaan materiil dasar manusia, mencakup kebutuhan psikologis serta
kebutuhan keamanan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik
dan emosional. Kebutuhan akan keterhubungan merupakan hasrat untuk
memelihara hubungan antar pribadi atau interaksi dengan orang lain, meliputi
hasrat sosial (kasih sayang, rasa memiliki, diterima baik, persahabatan) dan
penghargaan dari faktor eksternal (penghormatan dari luar, status, pengakuan,
perhatian). Sementara kebutuhan akan pertumbuhan merupakan hasrat
instrinsik untuk perkembangan diri, mencakup komponen-komponen
intrinsik penghargaan (harga diri, otonomi, prestasi) dan karakteristik
aktualisasi diri (dorongan untuk menjadi sesuatu atau sesuai dengan
ambisinya; pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan
diri). Berdasarkan definisi mengenai motivasi tersebut, seseorang bertindak
untuk melakukan sesuatu karena ada rangsangan untuk pemenuhan
kebutuhan.
Motivasi dalam diri manusia memberi energi, mengaktifkan dan
menggerakkan ke arah perilakunya untuk mencapai tujuan tertentu (Uno,
2007). Uno (2007) juga mengemukakan bahwa motivasi mencakup arah atau
tujuan tingkah laku, dan kegigihan tingkah laku. Selain itu motivasi kerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 24
7
pada guru difabel penyandang tunanetra sejak dewasa di Temanggung
penting untuk diteliti karena berkaitan dengan hasil mengajar guru tersebut.
Hasil observasi menemukan jika tidak jarang guru difabel penyandang
tunanetra sejak dewasa kurang memiliki gairah dan motivasi dalam
melakukan tugasnya yang akhirnya mengakibatkan kurang berhasilnya tujuan
yang ingin dicapai. Akan tetapi, ada kalanya guru tersebut memiliki gairah
dan motivasi dalam melakukan tugasnya sehari-hari (Wawancara dengan
Kepala Panti PPSD “Penganthi” Temanggung, Jawa Tengah).
Hal ini sejalan dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Nurin
Nadhilla (2016) bahwa motivasi penyandang disabilitas fisik tunanetra pada
individu dewasa awal dan dewasa madya dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Namun, pengaruh terbesar muncul dari faktor eksternal, khususnya
dari kebutuhan keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena kedua informan
adalah kepala keluarga dan mereka merasa bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup istri dan anak-anak mereka. Motivasi kedua informan
didorong oleh kebutuhan eksistensi, keterhubungan, dan pertumbuhan.
Dorongan-dorongan ini pada akhirnya membuat mereka menyelesaikan tugas
tahap perkembangannya masing-masing dengan baik. Hanya hambatan
emosional yang masih dialami oleh informan dewasa awal, yaitu ketika ia
teringat kepada masa ia masih dapat melihat. Namun, ia sudah memiliki cara
untuk mengurangi emosi negatif yang muncul. Kondisi ini tidak dialami oleh
informan dewasa madya karena ingatan visualnya sangatlah lemah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 25
8
Berbagai macam permasalahan yang melingkupi motivasi kerja guru
difabel penyandang tunanetra sejak dewasa di Temanggung sangat penting
untuk digali sejalan dengan ungkapan Mardiana (2016) yang menyatakan
bahwa guru yang memiliki motivasi yang rendah memiliki dampak tidak
melaksanakan kegiatan dengan baik, guru tidak menggunakan metode
pembelajaran yang relevan, dan guru tidak melaksanakan kegiatan belajar
mengajar secara rutin sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai seperti
yang diharapkan. Pengalaman dalam kehidupan yang beragam dan unik akan
memberikan pengaruh terhadap motivasi kerja guru difabel penyandang
tunanetra sejak dewasa dalam proses kehidupannya. Kondisi yang dialami
guru difabel penyandang tunanetra sejak dewasa menunjukkan bahwa
pengalaman-pengalaman dalam kehidupan pasca menjadi tunanetra juga akan
berpengaruh terhadap motivasi kerja penyandang tunanetra.
Hasil penelitian Livneh (Tarsidi, 2012) bahwa reaksi yang umum
ditunjukkan oleh individu yang mengalami tunanetra sejak usia dewasa
tersebut mencakup syok, kecemasan, penolakan, depresi, kemarahan,
penerimaan, dan penyesuaian. Setiap individu memiliki cara masing-masing
untuk mengatasi atau coping dari reaksi tersebut akibat ketunanetraan
(Tarsidi, 2012). Sehingga, waktu yang dibutuhkan penyandang tunanetra di
usia dewasa untuk dapat menerima ketunanetraan dan menyesuaikan diri
dengan kondisi ini sangat bervariasi. Menurut Tarsidi (2012) hal ini
menghambat penyandang tunanetra untuk melakukan aktivitas kerja di
lingkungan tempat individu bekerja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 26
9
Messina dan Messina (Tarsidi, 2012) mengemukakan bahwa tahapan
penyesuaian terhadap kehilangan fungsi organ tubuh membutuhkan waktu
tiga bulan hingga tiga tahun. John Hull (Tarsidi, 2012) juga membutuhkan
waktu empat tahun untuk dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan
ketunanetraannya. Bahkan, Rebeeca Conrad membutuhkan waktu sekitar 15
tahun untuk dapat menyesuaikan diri karena ketunanetraannya (Tarsidi,
2012). Penelitian Harrington & Mcdermott (Tarsidi, 2012) mengungkapkan
hasil bahwa individu dengan tingkat kognitif yang lebih tinggi cenderung
memiliki penyesuaian yang lebih positif terhadap ketunanetraan, dan bahwa
individu yang sudah mempunyai lebih banyak pengalaman pendidikan
rehabilitasi juga cenderung lebih baik dalam penyesuaiannya. Di samping itu,
penelitian yang dilakukan Horowitz, Reinhardt, & McInerney (Tarsidi, 2012)
mengatakan bahwa dukungan keluarga dan teman-teman di sekitarnya juga
memiliki pengaruh yang signifikan untuk memprediksi keberhasilan terhadap
kondisi ketunanetraan. Jadi, secara spesifik sumber-sumber yang
mempengaruhi proses penyesuaian diri terhadap ketunanetraan dan
memperoleh motivasi kerja menjadi tinggi mencakup sumber personal yaitu
karakteristik pribadi yang stabil seperti self-esteem atau keterampilan sosial
serta sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan keluarga
(Tarsidi, 2012). Dengan begitu, penyandang tunanetra sejak usia dewasa
dapat meningkatkan motivasi kerja, tujuan, dan makna hidupnya, serta lebih
memiliki karakteristik pribadi yang stabil dan mendapatkan dukungan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 27
10
keluarga dan teman-teman disekitarnya guna mengatasi depresi akibat
ketunanetraannya.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat fakta-fakta yang menarik
mengenai motivasi kerja guru difabel penyandang tunanetra sejak usia
dewasa. Berpijak dari hal tersebut maka penelitian ini berupaya untuk
mengeksplorasi lebih dalam mengenai esensi makna pengalaman hidup pada
individu yang menjadi tunanetra sejak usia dewasa terkait motivasi kerja pada
guru difabel, dan secara khusus berupaya memahami perubahan dan faktor-
faktor dari motivasi kerja guru difabel tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah pengalaman guru difabel penyandang tunanetra sejak dewasa
terkait motivasi kerja ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhinya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengalaman
motivasi kerja pada guru difabel yang mengalami ketunanetraan sejak dewasa
ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini, antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 28
11
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan mengenai motivasi kerja pada guru difabel
penyandang tunanetra sejak usia dewasa.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan
sumber informasi ilmiah bagi penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
perspektif baru yang berdampak pada peningkatan motivasi guru difabel
penyandang tunanetra. Guru difabel penyandang tunanetra juga
diharapkan dapat melaksanakan kegiatan dengan baik, menggunakan
metode pembelajaran yang relevan, dan melaksanakan kegiatan belajar
secara rutin, sehingga tujuan pembelajaran tercapai seperti yang
diharapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 29
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Kerja
1. Definisi Motivasi
Motivasi menurut Winardi (2002), istilah motivasi (motivation)
berasal dari perkataan bahasa Latin, yaitu movere yang berarti
menggerakkan (to move). Diserap dalam bahasa Inggris menjadi
motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang
menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan
(Karweti, 2010). Menurut Wahosumijo (Uno, 2017) motivasi merupakan
dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan
tertentu yang ingin dicapainya.
Maslow (Goble, 1987) juga mengatakan bahwa manusia dimotivasi
oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama oleh seluruh spesies,
tidak berubah, dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Menurut
Maslow motivasi manusia juga dapat diterapkan pada hampir seluruh
aspek kehidupan pribadi serta sosial (Goble, 1987). Berdasarkan Maslow
(Goble, 1987) individu merupakan keseluruhan yang padu dan teratur,
serta suatu tindakan atau suatu keinginan sadar memiliki lebih dari satu
motivasi, maka sebagian besar hasrat dan dorongan ada dalam diri
seseorang saling berhubungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 30
13
Menurut Sumantri (2001) motivasi biasanya digunakan untuk
menunjukkan suatu pengertian yang melibatkan tiga komponen utama,
yaitu (1) pemberi daya pada perilaku manusia (energizing); (2) pemberi
arah pada perilaku manusia (directing); (3) bagaimana perilaku itu
dipertahankan (sustaining). Campbell (Winardi, 2002) juga menyatakan
bahwa motivasi berhubungan dengan (1) pengarahan perilaku, (2)
kekuatan reaksi setelah seseorang individu telah memutuskan arah
tindakan-tindakan tertentu, dan (3) persistensi perilaku, atau berapa lama
orang yang bersangkutan melanjutkan pelaksanaan perilaku dengan cara
tertentu.
2. Definisi Motivasi Kerja
Menurut Siagian (1995) motivasi kerja adalah daya pendorong
yang mengakibatkan seseorang rela menggerakkan kemampuan dalam
bentuk keahlian atau ketrampilan tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab serta
melaksanakan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Chung dan Meggision (Karweti, 2010) menjelaskan motivation is
defined as goal-directed behavior. It concerns the level of effort one
exerts in pursuing a goal, it is closely related to employee satisfacton and
job performance (motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan
pada sasaran motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 31
14
oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi berkaitan erat
dengan kepuasan pekerjaan dan performansi pekerjaan).
Robbin (Brahmasari, 2008) mengemukakan bahwa motivasi kerja
adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi,
yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu
kebutuhan individu.
Menurut Ravianto (1985), motivasi kerja dipengaruhi oleh atasan,
rekan sekerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa
uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan. Dengan begitu,
individu memiliki motivasi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Semisal, seseorang yang bekerja akan menghasilkan uang untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Seseorang dapat memberikan
kepada keluarga untuk keperluan makan, sekolah, memberi rumah, dan
lain-lain (Ravianto, 1985).
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi kerja dalam konteks penelitian ini adalah daya pendorong untuk
menggerakkan kemampuan, keahlian, dan ketrampilan untuk melakukan
tujuan-tujuan organisasi, dalam upaya pemenuhan kebutuhan individu
masing-masing. Menurut Karweti (2010) tujuan pekerjaan bisa diraih
apabila: (1) terdapat daya upaya (effort) yaitu tenaga yang dikeluarkan
pegawai pada waktu melakukan pekerjaan; (2) mempunyai tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 32
15
pekerjaan yang jelas (organizational goal); (3) terpenuhinya kebutuhan
seseorang untuk menggugah perhatian terhadap pekerjaannya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Ardana dkk. (2008) yang dapat mempengaruhi motivasi
seseorang dalam bekerja, yaitu:
a) Karakteristik individu, antara lain: minat, sikap terhadap diri sendiri,
pekerjaan dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual, kemampuan
atau kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan, emosi, suasana hati,
perasaan keyakinan dan nilai-nilai.
b) Faktor-faktor pekerjaan, antara lain:
(1) Faktor lingkungan pekerjaan, seperti: gaji yang diterima,
kebijakan-kebijakan, supervisi, hubungan antar manusia,
kondisi pekerjaan, dan budaya organisasi.
(2) Faktor dalam pekerjaan, seperti: sifat pekerjaan, rancangan
tugas atau pekerjaan, tingkat atau besarnya tanggung jawab
yang diberikan, adanya perkembangan dan kemajuan dalam
pekerjaan, dan adanya kepuasan dari pekerjaan.
4. Teori Motivasi kerja
Teori Eksistensi atau Keberadaan, Keterkaitan atau Keterhubungan,
dan Pertumbuhan (Existence, Relatedness, Growth ERG) dari Alderfer.
Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga dasar kebutuhan
(Mangkunegara, 2013), yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 33
16
1) Existence needs yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan
fisik eksistensi pegawai, seperti makan, minuman, pakaian,
bernapas, gaji, keamanan kondisi kerja. Menurut Alderfer
(Yanuarmawan, 2012) kebutuhan eksistensi mencakup seluruh
bentuk hasrat material dan fisiologis dengan segala variasinya,
kebutuhan terpuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan,
udara, gaji, kondisi pekerjaan. Pemenuhan akan kebutuhan
eksistensi, mendorong atau memotivasi karyawan untuk giat
bekerja. Kebutuhan ini, akan tercapai dengan ditandai adanya
gaji dan tunjangan kebutuhan hidup saat ini, serta pemberian
rasa aman oleh perusahaan (Yanuarmawan, 2012).
2) Relatedness needs atau kebutuhan interpersonal yaitu kepuasan
dalam berinteraksi dengan lingkungan kerja. Menurut Alderfer
(Yanuarmawan, 2012) kebutuhan keterkaitan meliputi
kebutuhan sosial dan interpersonal. Mencakup kebutuhan
untuk berhubungan dengan orang lain, apakah dengan
keluarga, atasan, bawahan, dan kawan-kawan. Pemenuhan
akan kebutuhan keterkaitan atau relasi merupakan dorongan
atau motivasi bagi karyawan untuk giat bekerja
(Yanuarmawan, 2012).
3) Growthneeds yaitu kebutuhan untuk mengembangkan dan
meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan
kemampuan dan kecakapan pegawai. Menurut Alderfer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 34
17
(Yanuarmawan, 2012) meliputi kebutuhan yang terpuaskan
oleh seorang individu menciptakan kontribusi kreatif dan
produktif terhadap diri sendiri atau lingkungan seperti
penghargaan, pengembangan, dan kemampuan karyawan
sendiri untuk mengembangkan diri.
Berbeda dengan teori Maslow, teori ERG tidak berasumsi bahwa
terdapat sebuah hierarki yang kaku dimana seseorang harus memenuhi
kebutuhan tingkat rendah terlebih dahulu sebelum naik ke tingkat
selanjutnya (Yanuarmawan, 2012). Tampaknya pandangan ini didasarkan
pada sifat pragmatisme manusia, artinya karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi objektif
yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya pada hal-
hal yang mungkin dicapainya (Yanuarmawan, 2012).
5. Indikator Motivasi Kerja
David McClelland (Mangkunegara, 2013) mengemukakan tiga
kebutuhan manusia yaitu sebagai berikut:
a. Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk
pemecahan masalah. Menurut McClelland (Prihatsanti, 2010)
kebutuhan akan berprestasi memiliki ciri-ciri: tanggung jawab
pekerjaan, kebutuhan akan feedback, inovatif, pengambilan resiko,
dan persistence.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 35
18
b. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang
merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada
bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain. Menurut McClelland (Salbiyah, 2007) kebutuhan akan
afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja
karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal: kebutuhan akan
perasaan diterima oleh orang lain dilingkungannya tinggal dan
bekerja, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan
maju dan tidak gagal, dan kebutuhan akan perasaan ikut serta.
Seseorang karena kebutuhan untuk berafiliasi akan memotivasi dan
mengembangkan diri serta memanfaatkan sesama energinya untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.
c. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan
refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki
pengaruh terhadap orang lain. Menurut McClelland (Salbiyah, 2017)
kebutuhan akan kekuasaan juga menjadi faktor penggerak semangat
bekerja seseorang serta menggerakkan semua kemampuannya demi
mencapai kekuasaan atau kedudukan terbaik.
B. Guru Difabel
1. Definisi Guru Difabel
Guru dalam proses pembelajaraan sebagai komponen dan faktor
penting dalam sistem pembelajaraan, guru berperan sebagai pengelola
pembelajaran (manager of learning) (Sanjaya, 2008). Menurut peraturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 36
19
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2007
mengenai standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru
menyebutkan bahwa seorang guru tidak hanya harus memiliki kompetensi
pedagogi atau ilmu pendidikan/pengajaran dalam proses belajar mengajar,
melainkan juga kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional (Ishartiwi, 2012).
Menurut Uno (Muzdalifah & Listyasari, 2013) guru adalah orang
dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar,
dan membimbing peserta didik. Pada umumnya, menjadi seorang guru
tidak hanya dilakukan oleh individu normal, melainkan juga individu
difabel. Menurut Mardiana (2016) dunia pendidikan tidak boleh
memandang suku, agama, ras, tingkat sosial, ekonomi, maupun fisik
seseorang.
Menurut Maxwell (Adawiyah, 2017), arti difabel adalah kelainan
fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan suatu
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktifitas secara layak
atau normal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), difabel
adalah suatu kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang
baik atau kurang sempurna/tidak sempurnanya akibat kecelakaan atau
lainnya yang menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik.
Menurut Shanty (2012), yang termasuk dalam kaum difabel antara
lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan anak
dengan gangguan kesehatan. Penyandang difabel yang mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 37
20
tunanetra atau kelainan penglihatan akan mengalami kesulitan orientasi
dan mobilitas, maka mereka membutuhkan sarana seperti tongkat, buku-
buku Braile, kaca mata bantu dalam mengenal lingkungan dan
berkomunikasi (Shanty, 2012).
Dapat diambil kesimpulan menurut Mardiana (2016) bahwa guru
adalah salah satu unsur di dalam pendidikan yang harus berperan aktif dan
memiliki tanggung jawab untuk mendidik para siswa siswi mereka untuk
mencapai taraf kematangan tertentu dalam segi ilmu pendidikan maupun
dalam kehidupan bermasyarakat. Guru difabel yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah guru yang mengalami hambatan dalam melakukan
aktivitas secara normal karena memiliki keterbatasan pada dirinya secara
fisik.
2. Peran Guru Difabel
Permasalahan klasik tentang penyandang difabel dari hasil
penelitian terdahulu, seperti minimnya mendapatkan lapangan pekerjaan,
kesempatan untuk memperoleh pendidikan, dan kesempatan yang sama di
muka umum (Lestari, 2017). Permasalahan tentang penyandang difabel
juga berkaitan dengan diskriminasi dan stigma yang melekat pada
mereka. Para penyandang difabel tidak mendapatkan kesempatan yang
sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, padahal diskriminasi pada
penyandang difabel merupakan pelanggaran HAM (Lestari, 2017).
Menurut Lestari (2017), stigma keterbatasan yang dimiliki difabel sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 38
21
terlanjur melekat atau menjadi label pada diri mereka, sehingga
kehidupan mereka jauh dari kata sejahtera (welfire).
Di Indonesia, posisi pekerjaan untuk penyandang difabel yang
tidak bisa bicara, tidak bisa mendengar, melihat, dan berjalan memang
masih belum banyak yang terserap di instansi pemerintah (Khotimah,
2015). Hal ini dikarenakan sebagian instansi masih menggunakan
persyaratan sehat jasmani dan rohani bagi calon pelamar kerja dan secara
tidak langsung persyaratan ini telah menutup kesempatan bagi kaum
difabel untuk berkompetensi secara adil dalam memperoleh kesempatan
kerja (Khotimah, 2015).
Di tengah fenomena-fenomena dan permasalahan terkait
diskriminasi, stigma, dan kesempatan kerja yang dimiliki penyandang
difabel, peneliti menemukan adanya penyandang difabel netra yang
bekerja secara mandiri sebagai guru. Padahal pekerjaan bagi penyandang
difabel netra selalu identik dengan tukang pijat tunanetra (Lestari, 2017).
Menurut Mardiana (2016) guru yang difabel harus memiliki motivasi
kerja sebagai kebutuhan pokok seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya untuk mengajar, kebutuhan tersebut dimaksudkan agar seorang
guru dapat mencapai tujuannya dan juga agar terciptanya kualitas
pendidikan yang baik.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peran guru yang difabel
yaitu berorientasi pada tanggung jawab dan motivasinya dalam bekerja
sebagai seorang pengajar untuk menyampaikan pelajaran atau materi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 39
22
kepada peserta didik di tengah permasalahan diskriminasi dan stigma
yang melekat pada penyandang difabel agar terciptanya kualitas
pendidikan yang baik.
C. Tunanetra
1. Definisi Tunanetra
Kata “tunanetra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal
dari kata “tuna” yang artinya rusak dan kata “netra” yang artinya adalah
mata atau alat penglihatan, jadi kata tunanetra adalah rusak penglihatan.
Sedangkan orang yang buta adalah orang rusak penglihatannya secara
total. Jadi, orang yang tunanetra belum tentu mengalami kebutaan total
tetapi orang yang buta sudah pasti tunanetra. Menurut Mangunsong
(1998) kerusakan pada indera penglihatan dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Low vision
Low vision adalah kondisi dimana seseorang masih dapat
melihat meskipun sangat lemah. Low vision dikatakan tunanetra
apabila membutuhkan bantuan untuk melakukan hal-hal sehari-hari.
b) Totally Blind
Totally Blind merupakan kondisi seseorang yang sama sekali
tidak dapat melihat, segalanya gelap dan sangat membutuhkan
bantuan untuk melihat segala hal.
Menurut Scholl (Hidayat & Suwandi, 2013) mengemukakan
bahwa orang memiliki kebutaan menurut hukum legal blindness apabila
ketajaman penglihatan sentranya 20/200 feet atau kurang pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 40
23
penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan kacamata atau
ketajaman penglihatan sentralnya lebih dari 20/200 feet, tetapi ada
kerusakan pada lantang pandangnya membentuk sudut yang tidak lebih
besar dari 20 derajat pada mata terbaiknya.
Para medis mendefinisikan tunanetra sebagai orang yang memiliki
ketajaman sentral 20/200 feet atau ketajaman penglihatannya hanya
berjarak 6 meter atau kurang, walaupun dengan menggunakan kacamata,
atau daerah penglihatannya sempit sehingga jarak sudutnya tidak lebih
dari 20 derajat. Sedangkan orang dengan penglihatan normal akan
mampu melihat dengan jelas sampai pada jarak 60 meter atau 200 kaki
(Hidayat & Suwandi, 2013).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tunanetra
terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tunanetra dengan buta total dan
tunanetra yang awas atau memiliki keterbatasan penglihatan. Disisi lain,
banyak faktor seseorang bisa mengalami kebutaan atau tunanetra, yakni
seseorang sudah mengalami kebutaan semenjak lahir, mengalami
kebutaan karena kecelakaan, kebutaan karena sakit, dan pertambahan
usia.
2. Klasifikasi Ketunanetraan
Menurut Pradopo dkk. (1997) mengatakan bahwa orang yang
mengalami kerusakan netra telah diklasifikasikan menjadi 2 sudut
pandang, antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 41
24
a. Terjadinya kerusakan netra, yakni sejak seseorang menderita
tunanetra yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Penderita tunanetra sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali
tidak memiliki pengalaman melihat.
2) Penderita tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka
yang sudah memiliki kesan serta penglihatan visual, tetapi belum
kuat dan mudah terlupakan.
3) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau usia remaja, kesan-
kesan pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang mendalam
terhadap proses perkembangan pribadi.
4) Penderita tunanetra pada usia dewasa, merupakan mereka yang
dengan segala kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihan
penyesuaian diri.
5) Penderita tunanetra pada usia lanjut, yaitu mereka yang sebagian
besar sudah sulit mengalami latihan-latihan diri.
b. Berdasarkan kemampuan daya lihat, yaitu:
1) Penderita tunanetra ringan, yaitu mereka yang mempunyai
kelainan atau kekurangan daya penglihatan.
2) Penderita tunanetra setengah berat, yaitu mereka yang mengalami
sebagian daya penglihatan.
3) Penderita tunanetra berat, yaitu mereka yang sama sekali tidak
dapat melihat atau yang sering disebut buta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 42
25
3. Faktor penyebab Tunanetra
Pradopo dkk. (1977) mengatakan bahwa ada dua faktor yang
menyebabkan seseorang menderita tunanetra yaitu faktor endogen dan
faktor eksogen.
a. Faktor endogen
Faktor ini sangat erat kaitannya dengan masalah keturunan dan
pertumbuhan seorang anak dalam kandungan atau yang disebut juga
faktor genetik. Faktor genetik ini disebabkan oleh kelahiran dari hasil
perkawinan antar keluarga yang dekat dan perkawinan antar sesama
tunanetra. Seseorang yang mengalami tunanetra dari faktor keturunan
biasanya memiliki ciri pada bola mata yang normal namun tidak
mampu melihat sinar atau cahaya dan terkadang seluruh bola matanya
tertutup selaput putih atau keruh.
b. Faktor eksogen atau faktor luar
Faktor ini berkaitan dengan faktor yang ditimbulkan dari
penyakit dan kecelakaan. Penyakit yang dapat menyebabkan
seseorang mengalami tunanetra yaitu virus rubella. Virus ini akan
menyebabkan penyakit campak jika tidak ditangani dengan cepat. Jika
penyakit campak sudah pada level akut yang ditandani dengan kondisi
panas yang semakin tinggi, maka lama-kelamaan dapat
mengakibatkan gangguan pada saraf penglihatan sehingga fungsi
indera akan hilang secara permanen. Penyakit yang lain bisa juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 43
26
diakibatkan oleh kuman syphilis yang mengakibatkan pandangan mata
menjadi mengeruh akibat perapuhan pada lensa mata.
Faktor luar terjadi juga akibat kecelakaan fisik akibat tabrakan
atau jatuh yang mengakibatkan rusaknya saraf netra atau akibat
rusaknya saraf lain atau saraf tulang belakang yang berkaitan erat
dengan fungsi saraf netra. Lalu, terpapar radiasi ultra violet atau gas
beracun juga dapat menyebabkan seseorang kehilangan fungsi indera
untuk melihat. Dari segi kejiwaan yaitu stress psikis akibat perasaan
tertekan, kesedihan hati yang amat mendalam juga dapat
mengakibatkan seseorang mengalami tunanetra permanen.
4. Masalah-Masalah Penyandang Tunanetra
Menurut Mambela (2018) menjelaskan bahwa ketunanetraan
menimbulkan masalah psikologis dan gejala sosial, yaitu:
a) Dampak Ketunanetraan Terhadap Penyandang Tunanetra
Dampak ketunanetraan terbagi menjadi dua, yaitu dampak
langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung adalah
keterbatasan yang terjadi karena mengalami kelainan penglihatan atau
tunanetra. Sedangkan, dampak tidak langsung adalah berupa reaksi
penyandang tunanetra sendiri terhadap ketunanetraan yang
dialaminya.
Dampak langsung dan dampak tidak langsung bersifat kausalitas
dan dapat ditinjau secara bersusun menurut tingkatannya, sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 44
27
1) Terjadinya ketunanetraan pada individu, menimbulkan dampak
langsung, yaitu hilangnya suatu fungsi, terganggu atau hilangnya
fungsi dari organ penglihatan.
2) Kurang atau tidak berfungsinya organ penglihatan, maka individu
akan terhambat dalam melakukan berbagai aktivitas yang
berhubungan dengan organ penglihatan, seperti mobilitas dan
menangkap cahaya atau melihat apa saja yang ada disekitarnya.
3) Hambatan dan keterbatasan yang dialami penyandang tunanetra
dalam melakukan aktivitas, mengakibatkan timbul reaksi-reaksi
emosional. Dalam taraf ini reaksi-reaksi yang merupakan dampak
emosional masih bersifat biasa.
4) Reaksi emosional yang terjadi sebagai dampak keterbatasan atau
hambatan dalam melakukan aktivitas, akan semakin banyak dan
intensitasnya semakin menumpuk sehingga pada akhirnya akan
menjadi suatu reaksi emosional yang menetap. Gejala negatif yang
ditimbulkan seperti: minder, rendah diri, kurang bahkan tidak
percaya diri, menarik diri dari pergaulan dan gejala negatif
lainnya.
b) Ketunanetraan Sebagai Gejala Sosial
Ketunanetraan yang dialami penyandang tunanetra menyebabkan
gejala sosial yang meliputi:
a. Pendapat dan pandangan masyarakat pada penyandang
ketunanetraan nampak pada respon masyarakat berupa:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 45
28
melindungi secara berlebihan, belas kasihan, menjauhi, dan
bahkan mencemooh.
b. Jika lingkungan menghargai dan memberi kesempatan pada
penyandang tunanetra untuk mengembangkan potensinya, maka
penyandang tunanetra tidak akan bergantung pada orang lain
dan terbentuk kepercayaan dirinya.
5. Tahap Penyesuaian Psikologis Tunanetra
Perasaan ketidakberdayaan, depresi, dan putus asa yang muncul
pada seseorang yang mengalami tunanetra akan mengakibatkan seseorang
kehilangan rasa percaya dirinya, lebih suka menyendiri, mudah marah,
kehilangan gairah dan merasa tidak berguna (Hull, 1990). Menurut Hull
(1990) seseorang yang mengalami tunanetra membutuhkan dukungan dari
orang terdekat dan intervensi psikologis untuk bisa bangkit dari
keputusasaan dan dapat mulai belajar menjadi diri yang berkualitas dan
mandiri walaupun tidak memiliki penglihatan lagi. Menurut Caplan dalam
Crider (Suseno & Sugiyanto, 2010) juga membagi dukungan sosial
menjadi tiga komponen yaitu perhatian emosional, informasi, dan
penilaian.
Perhatian emosional yaitu individu merasa bahwa orang-orang
yang ada di sekitarnya memberikan perhatian pribadi pada dirinya dan
membantu memecahkan masalah, baik masalah yang dihadapi dalam
pekerjaan maupun masalah pribadi. Informasi yaitu individu mendapatkan
informasi-informasi yang dibutuhkan dan juga dapat menyampaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 46
29
informasi kepada individu-individu yang lain. Pemberian dorongan dan
penilaian (umpan balik) yaitu individu mendapatkan perhatian dorongan,
umpan balik atau penilaian yang mendukung atas pekerjaan yang
dilakukannya.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu
yang mengalami ketunentraan akan mengalami perasaan
ketidakberdayaan, depresi, dan putus asa, sehingga membutuhkan
dukungan dari orang terdekat, intervensi psikologis dan dukungan sosial
untuk bisa bangkit dari keputusasaan akibat ketunanetraan.
Menurut Tarsidi (2012) berpendapat bahwa individu yang telah
berhasil menyesuaikan diri secara psikologis dengan kondisi
ketunanetraannya, apabila:
a. Memiliki keyakinan, baik secara intelektual maupun emosional,
bahwa dia benar-benar dapat mandiri dan swasembada.
b. Memiliki keinginan untuk belajar menguasai keterampilan-
keterampilan khusus (teknik-teknik alternatif) yang akan
memungkinkan benar-benar mandiri dan swasembada.
c. Secara intelektual dan emosional mampu menghadapi sikap
negatif masyarakat terhadap ketunanetraannya.
d. Mampu tampil wajar di dalam pergaulan sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 47
30
D. Dinamika Gambaran Motivasi Kerja pada Guru Difabel Penyandang
Tunanetra Sejak Dewasa
Maxwell (Adawiyah, 2017) menjelaskan bahwa arti difabel adalah
kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan suatu
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktifitas secara layak atau
normal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), difabel adalah
suatu kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau
kurang sempurna/tidak sempurnanya akibat kecelakaan atau lainnya yang
menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik.
Permasalahan tentang penyandang difabel juga berkaitan dengan
diskriminasi dan stigma yang melekat pada mereka. Para penyandang difabel
tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, padahal diskriminasi pada penyandang difabel merupakan
pelanggaran HAM (Lestari, 2017). Di Indonesia, posisi pekerjaan untuk
penyandang difabel yang tidak bisa bicara, tidak bisa mendengar, melihat,
dan berjalan memang masih belum banyak yang terserap di instansi
pemerintah (Khotimah, 2015).
Di tengah permasalahan-permasalahan yang dimiliki penyandang
difabel, peneliti menemukan adanya penyandang difabel netra yang bekerja
secara mandiri sebagai guru. Padahal pekerjaan bagi penyandang difabel
netra selalu identik dengan tukang pijat tunanetra (Lestari, 2017). Menurut
Uno (Muzdalifah & Listyasari, 2013) guru adalah orang dewasa yang secara
sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 48
31
peserta didik. Guru juga sebagai komponen dan faktor penting dalam sistem
pembelajaraan, guru berperan sebagai pengelola pembelajaran (manager of
learning) (Sanjaya, 2008).
Mardiana (2016) menjelaskan bahwa guru adalah salah satu unsur di
dalam pendidikan yang harus berperan aktif dan memiliki tanggung jawab
untuk mendidik para siswa siswi mereka untuk mencapai taraf kematangan
tertentu dalam segi ilmu pendidikan maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Guru difabel yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
guru yang mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas secara normal
karena memiliki keterbatasan pada dirinya secara fisik.
Guru difabel memiliki peran yang sangat penting dalam proses
memenuhi tugas, tanggung jawab, dan tuntutan kerja, sehingga guru difabel
harus memiliki motivasi kerja yang baik. Hal ini senada dengan hasil
penelitian Mardiana (2016) bahwa guru difabel harus memiliki motivasi kerja
sebagai kebutuhan pokok seorang guru dalam melaksanakan tugasnya untuk
mengajar, kebutuhan tersebut dimaksudkan agar seorang guru dapat mencapai
tujuannya dan juga agar terciptanya kualitas pendidikan yang baik.
Motivasi kerja yang dimiliki guru difabel harus berorientasi pada
tanggung jawab dalam mencapai aktivitas pencapaian tujuan. Menurut
Muzdalifah & Listyasari (2013) aktivitas tersebut merupakan aktivitas mental
maupun fisik, aktivitas tersebut dapat menurun karena adanya faktor
kelelahan, kegagalan, kebosanan, emosi-emosi negatif lainnya, hambatan
yang bersifat eksternal, dan masalah yang ditemui untuk mencapai tujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 49
32
Maka tak jarang, jika banyak ditemukan guru yang kurang memiliki motivasi
dalam bekerja yang mengakibatkan kurang berhasilnya tujuan yang hendak
dicapai. Hal ini berpotensi terjadi pada guru difabel yang mengalami
ketunanetraan sejak usia dewasa.
Kata “tunanetra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari
kata “tuna” yang artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang artinya adalah
mata atau penglihatan, jadi kata tunanetra adalah rusak penglihatan. Menurut
Mangunsong (1998) kecacatan pada indera penglihatan dibagi dua, yaitu
tunanetra yang masih dapat melihat meskipun lemah (low vision) dan
tunanetra yang sama sekali tidak dapat melihat (totally blind). Klasifikasi
ketunanetraan yang dialami guru difabel tersebut adalah penderita tunanetra
pada usia dewasa, dimana mereka dengan segala kesadaran masih mampu
melakukan latihan-latihan penyesuaian diri (Pradopo dkk., 1997). Namun,
penyandang tunanetra sejak usia dewasa akan lebih banyak memunculkan
hambatan-hambatan di awal tugas perkembangannya.
Seseorang yang mengalami ketunanetraan seringkali memiliki perasaan
ketidakberdayaan pada dirinya terkait kondisi psikologisnya. Baik penderita
tunanetra lahir, masa kanak-kanak, usia dewasa, nahkan lanjut usia. Menurut
Hull (1990) perasaan ketidakberdayaan, depresi, dan putus asa yang muncul
pada seseorang yang mengalami tunanetra akan mengakibatkan kehilangan
rasa percaya dirinya, lebih suka menyendiri, mudah marah, kehilangan gairah
dan merasa tidak berguna. Kasus ketunanetraan sejak usia dewasa akibat
kecelakaan atau penyakit menyebabkan depresi yang cukup tinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 50
33
dibandingkan ketunanetraan sejak kecil. Dodds (Tarsisi, 2012) juga yakin
bahwa depresi yang terjadi setelah kehilangan penglihatan yang mendadak
merupakan kasus depresi keputusasaan, dan bukan kasus kesedihan akibat
kehilangan penglihatan.
Masalah-masalah yang dialami oleh penyandang tunanetra menurut
Mambela (2018) terbagi menjadi dua, yaitu dampak langsung dan dampak
tidak langsung. Dampak langsung adalah keterbatasan akibat mengalami
kelainan penglihatan atau tunanetra. Sedangkan, dampak tidak langsung
adalah berupa reaksi penyandang tunanetra sendiri terhadap ketunanetraan
yang dialaminya. Contohnya seperti reaksi emosi yang negatif yang
ditimbulkan: minder, rendah diri, menarik diri dari pergaulan, dan gejala
negatif lainnya. Maka, seseorang yang mengalami tunanetra membutuhkan
dukungan dari orang terdekat dan intervensi psikologis untuk bangkit dari
keputusasaan dan dapat mulai belajar menjadi diri yang berkualitas dan
mandiri walaupun tidak memiliki penglihatan lagi. Salah satu upaya tersebut
dapat menjadi motivasi untuk maju dan berkembang dalam memenuhi tugas
perkembangannya (Hull, 1990).
Ada kalanya seseorang yang mengalami ketunanetraan sejak usia
dewasa sudah mengalami tahapan atau fase bangkit dari keputusasaan ke
kesadaran bahwa dia memiliki banyak kekuatan terpendam, meski proses
penyesuaian dirinya itu belum terbentuk sama sekali (Hull, 1990). Maka
penting bagi peneliti untuk menggali faktor-faktor yang mempengaruhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 51
34
seseorang untuk bisa bangkit dari keputusasaaan akibat mengalami tunanetra
di usia dewasa dalam memperoleh motivasi dalam bekerja kembali.
Alderfer (dalam Mangkunegara, 2013) menjelaskan tentang tiga dasar
kebutuhan manusia, yaitu: Existence needs, Relatedness needs, dan
Growthneeds (ERG). Faktor-faktor ini menjadi faktor penggerak atau
pendorong seseorang untuk bertanggung jawab dalam memecahkan masalah,
dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan faktor penggerak
semangat bekerja untuk menggunakan seluruh kemampuan dan potensinya.
Existence needs yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan fisik
eksistensi pegawai, seperti makan, minuman, pakaian, bernapas, gaji,
keamanan kondisi kerja. Menurut Alderfer (dalam Yanuarmawan, 2012)
pemenuhan kebutuhan eksistensi, mendorong atau memotivasi karyawan
untuk giat bekerja karena adanya faktor-faktor seperti pemberian gaji,
tunjangan kebutuhan saat ini, rasa aman dari perusahan, dan lain-lain.
Relatedness needs atau kebutuhan interpersonal yaitu kepuasan dalam
berinteraksi dengan lingkungan kerja. Menurut Alderfer (dalam
Yanuarmawan, 2012) kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk berhubungan
dengan orang lain, apakah dengan keluarga, atasan, bawahan, dan kawan-
kawan. Pemenuhan kebutuhan akan keterkaitan atau relasi merupakan
dorongan atau motivasi untuk giat bekerja.
Growthneeds yaitu kebutuhan untuk mengembangkan dan
meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan
kecakapan pegawai. Menurut Alderfer (dalam Yanuarmawan, 2012) meliputi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 52
35
kebutuhan yang terpuaskan oleh seorang individu menciptakan kontribusi
kreatif dan produktif terhadap diri sendiri serta lingkungannya. Seperti
penghargaan, pengembangan, dan kemampuan karyawan itu sendiri untuk
berkembang. Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan eksistensi merupakan
kebutuhan mendasar bagi manusia seperti gaji, kondisi kerja yang nyaman
dan sesuai, dan keamanan serta keselamatan dalam bekerja. Dalam kaitannya
dengan interaksi antar individu maupun kelompok, juga dibutuhkan
kebutuhan berhubungan. Individu yang bekerja juga membutuhkan kebutuhan
pertumbuhan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki serta adanya
keinginan untuk memperoleh penghargaan atas hasil usaha yang dilakukan.
Terpenuhinya ketiga kebutuhan tersebut maka dapat meningkatkan motivasi
kerja individu termasuk motivasi kerja pada guru difabel penyandang
tunanetra di usia dewasa.
Pengalaman guru difabel penyandang tunanetra di usia dewasa tersebut
akan menghasilkan gambaran “esensi” makna terkait motivasi kerja yang
dimilikinya. Makna dari motivasi kerja adalah proses untuk memperoleh
sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja dalam
melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 53
36
E. Kerangka berfikir
Teori Motivasi Kerja :
- Existence needs
- Relatedness needs
- Growthneeds
de
Peran sebagai Guru
Difabel
Motivasi Kerja
Penyandang Tunanetra
Sejak Dewasa
Masalah-Masalah yang
Perlu di Maknai
Menghasilkan Gambaran “Esensi”
Makna dari Pengalaman Guru
Difabel Penyandang Tunanetra
Dewasa terkait Motivasi Kerjanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 54
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Bogdan dan
Taylor (Moleong, 2007) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif ini
menggunakan studi fenomenologi yaitu studi yang berusaha mencari “esensi”
makna dari suatu fenomena yang dialami oleh beberapa individu (Creswell,
2018). Dalam menerapkan riset fenomenologis, peneliti menggunakan
fenomenologi hermeneutik yang berfokus untuk “menafsirkan” teks-teks
kehidupan dan pengalaman hidup (Creswell, 2018).
Penelitian ini menggunakan studi fenomenologi untuk mengetahui
gambaran motivasi kerja pada penyandang tunanetra sejak dewasa dengan
menggali informasi dari informan terhadap usahanya sendiri sebagai guru
difabel di Temanggung. Fenomenologi juga berupaya mengungkapkan
tentang makna dari pengalaman seseorang. Menurut Edgar & Sedgwick
(Hasbiansyah, 2005) makna tentang sesuatu yang dialami seseorang akan
bergantung bagaimana orang berhubungan dengan sesuatu itu. Sejalan dengan
itu, menurut Littlejohn & Foss (Hasbiansyah, 2005), fenomenologi berkaitan
dengan penampakan suatu objek, peristiwa, atau suatu kondisi dalam persepsi
kita. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode ini agar dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 55
38
mendeskripsikan motivasi kerja sesuai dengan fenomena dan pengalaman
yang dimiliki informan dalam menjalani aktivitas kehidupannya sehari-hari.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah mengeksplorasi gambaran pengalaman
motivasi kerja pada guru difabel yang mengalami ketunanetraan sejak usia
dewasa, dan secara khusus berupaya memahami perubahan dan anteseden
dari motivasi kerja mereka. Hal ini terkait dengan apa yang pernah dialami,
dirasakan, dipikirkan, dan dijalani oleh penyandang tunanetra yang
mengalami ketunanetraan sejak usia dewasa saat bekerja dan menjalani
kehidupannya sehari-hari.
C. Informan Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan sejumlah individu yang paling sedikit
mempunyai satu ciri atau sifat yang sama (Pika dkk., 2009). Pada
penelitian ini, peneliti mengambil populasi para penyandang Tunanetra
sejak dewasa yang bekerja sebagai guru difabel.
Adapun kriteria-kriteria informan adalah sebagai berikut:
a. Mengalami tunanetra sejak usia dewasa, yaitu antara 20 sampai 40
tahun.
b. Menempuh pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas
(SMA/Sederajat), karena kebanyakan guru memiliki pendidikan
minimal SMA/Sederajat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 56
39
c. Penyandang tunanetra yang bekerja sebagai guru atau pengajar difabel
netra di Temanggung yaitu Panti Pelayanan Sosial Distabilitas Netra
(PPSDN) “Penganti”.
2. Sampel
Dalam memperoleh informan penelitian, peneliti menggunakan
sampel purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan cara
mengambil informan berdasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto,
1998). Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan yaitu
keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak mengambil sampel
yang besar dan jauh. Pengambilan sampel juga dilakukan tidak secara
acak melainkan dipilih dengan kriteria tertentu dan kepada informan juga
ditanyakan mengenai kesediaannya untuk menjadi informan penelitian.
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah dua orang yang
mengalami tunanetra sejak dewasa. Informan juga adalah guru difabel
netra di Temanggung.
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
yaitu wawancara. Pendataan yang digunakan adalah wawancara
menggunakan percakapan semi-terstruktur. Percakapan itu dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Moleong, 2009). Untuk dapat memperoleh fokus penelitian, peneliti sebelum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 57
40
melakukan wawancara telah menyusun panduan pertanyaan berjenis
pertanyaan terbuka yang tidak mengarahkan informan pada jawaban tertentu.
Tabel 1. Pedoman pertanyaan wawancara
NO Pertanyaan Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bagaimanakah pengalaman informan hingga menjadi
tunanetra ?
Apa sajakah masalah yang di hadapi setelah menjadi
tunanetra ?
Bagaimanakah pemahaman informan mengenai motivasi
kerja dan faktor-faktor yang memotivasi dalam bekerja?
Bagaimanakah peran informan sebagai guru difabel di
Temanggung ?
Adakah perubahan sebelum dan sesudah menjadi
Tunanetra ?
Dari pengalaman menjadi tunanetra, apa harapan informan
ke depan ?
Tahapan proses wawancara, sebagai berikut:
a) Peneliti mencari informan untuk menjadi partisipan penelitian.
b) Peneliti berkunjung ke rumah partisipan, berkenalan, melakukan
rapport (pendekatan), lalu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
serta yang terakhir meminta kesediaan informan untuk menjadi
partisipan dalam penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 58
41
c) Peneliti melakukan wawancara dengan waktu yang telah disepakati
antara peneliti dan partisipan. Wawancara dilakukan satu kali sampai
data yang diinginkan telah terpenuhi.
d) Peneliti menggunakan alat bantu digital recorder untuk merekam data
selama proses wawancara dan setelah wawancara selesai, peneliti
melakukan transkip wawancara dengan verbatim.
E. Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan peneliti dengan mencari informan
penyandang tunanetra sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria
penyandang tunanetra ialah pengajar atau guru difabel yang masih aktif
bekerja. Guru difabel tersebut mengalami ketunanetraan sejak usia dewasa.
Peneliti mencoba mengeksplorasi pengalaman kedua informan saat
mengalami ketunanetraan. Peneliti mencari partisipan di instansi
pemerintahan yang bernama Panti Rehabilitasi Dharma Putera di Purworejo.
Panti ini dulunya adalah panti untuk penyandang tunanetra, namun sekarang
sudah beralih fungsi sebagai panti rehabilitasi untuk anak-anak putus sekolah.
Peneliti bertemu dengan salah satu pegawai yang merekomendasikan
beberapa orang yang mengalami ketunanetraan. Penyandang tunanetra
tersebut berada di Panti Pelayanan Sosial Distabilitas Netra (PPSDN)
“Penganti” di Temanggung, Jawa Tengah. Peneliti kemudian menghubungi
secara langsung dan datang ke rumah kedua informan untuk menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian, serta meminta persetujuan untuk menjadi
partisipan penelitian berkaitan dengan pengalaman ketunanetraannya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 59
42
motivasi kerja yang dimiliki sebagai penyandang tunanetra. Setelah partisipan
menyetujui, peneliti segera melakukan penelitian dan selanjutnya membuat
rencana pertemuan untuk melakukan wawancara.
Proses wawancara dilakukan peneliti di rumah masing-masing
partisipan yang berada di Purworejo, Jawa Tengah. Sebelum proses
berlangsungnya wawancara, peneliti telah datang ke rumah partisipan
sebelumnya untuk melakukan perkenalan, raporrt (pendekatan), meminta izin
persetujuan menjadi partisipan, melakukan informed concent, dan
menentukan waktu yang tepat untuk melakukan wawancara.
Pada informan pertama, dari mulai rapport sampai wawancara dapat
berjalan dengan lancar karena informan cukup santai dalam proses
wawancara berlangsung. Di sisi lain, pada informan kedua, dari mulai peneliti
datang ke rumah informan, melakukan rapport, sampai proses wawancara
berlangsung sampai selesai, informan terlihat sangat antusias, ramah, dan
bersemangat. Jadi, secara keseluruhan proses wawancara dilakukan dengan
baik dan lancar.
F. Metode Analisa Data
Analisis data menurut Paton (Pika dkk., 2009) adalah proses mengatur
urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan
urutan dasar. Moleong (Pika dkk., 2009) proses analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 60
43
1) Langkah pertama adalah peneliti melakukan proses analisis data dengan
membaca dan menelaah seluruh data yang tersedia dari pengamatan yang
sudah dituliskan dan wawancara.
2) Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah kedua adalah
mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya.
3) Langkah ketiga adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan
ini kemudian dikategorikan. Satuan-satuan dikategorikan sambil membuat
koding.
4) Langkah terakhir adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
G. Kredibilitas
Kredibilitas menjadi suatu hal yang penting untuk dapat memberikan
kualitas hasil dalam penelitian kualitatif. Guba dan Lincoln (Afiyanti, 2008)
mengemukakan pendapat bahwa tingkat kredibilitas yang tinggi juga dapat
dicapai jika para partisipan yang terlibat dalam penelitian tersebut mengenali
benar tentang berbagai hal yang telah diceritakan. Hal ini merupakan kriteria
utama untuk menilai tingkat kredibilitas data yang dihasilkan dari suatu
penelitian kualitatif.
Untuk memperoleh tingkat kredibilitas yang tinggi, peneliti
melakukan teknik konfirmasi dan klarifikasi data yang diperoleh dengan para
partisipan / member checking (kembali mendatangi partisipan setelah analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 61
44
data). Member checking dilakukan peneliti guna untuk memeriksa dan
mengkoreksi transkip wawancara agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
informan dan peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 62
45
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian
1. Kesediaan Informan
Persiapan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan kesediaan
informan, peneliti menelepon informan terlebih dahulu sebelum datang ke
rumah. Peneliti kemudian datang berkunjung ke rumah informan dan
menyampaikan maksud dan tujuan penelitian, serta memohon
kesediaannya menjadi informan penelitian.
2. Penyusunan Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara disusun dengan mengacu pada tinjauan
pustaka. Hal-hal yang menjadi fokus wawancara adalah proses terjadinya
ketunanetraan dan faktor penyebab sehingga mengalami ketunanetraan,
serta faktor-faktor yang menghambat menjalani aktivitas sebagai
penyandang tunanetra. Peneliti juga berfokus pada pemahaman informan
mengenai peran informan sebagai guru difabel, hal-hal yang memotivasi
dalam bekerja, perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah menjadi
tunanetra, dan harapan-harapan informan ke depan.
B. Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data dilakukan pada 12 Agustus 2018 sampai 02
September 2018 dengan informan berjumlah dua orang. Data diperoleh
dengan metode observasi dan wawancara yang dilakukan sekali sampai data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 63
46
yang dibutuhkan telah terpenuhi. Hal ini mengingat adanya keterbatasan
waktu, tenaga, dan dana.
Selama proses observasi dan wawancara, peneliti menggunakan alat
bantu bolpoin, kertas, dan tape recorder berupa handphone. Handphone
digunakan untuk merekam wawancara informan dengan peneliti dari awal
hingga akhir. Kertas dan bolpoin digunakan untuk mencatat poin-poin
penting atas jawaban informan saat proses wawancara, serta untuk mencatat
respon informan saat wawancara. Proses wawancara dengan alat rekam sudah
diinformasikan terlebih dahulu kepada informan dan kedua informan tidak
merasa keberatan.
C. Hasil Penelitian
1. Kasus Informan 1
a. Identitas Informan 1
Nama : BMH
Usia : 56
Alamat : Sibak, Sindurjan, Purworejo, Jawa Tengah
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : SMA
Kepastian diagnosa : Tahun 1999 (36 tahun)
Nama istri : SL
Pekerjaan istri : PNS
Jumlah anak : 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 64
47
b. Hasil Wawancara
Pengambilan data dilakukan pada hari Minggu tanggal 02
September 2018. Wawancara di lakukan dirumah informan di Sibak,
Kecamatan Sindurjan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Informan pada awalnya bekerja di Departemen Koperasi pada
tahun 1990. Setelah bekerja selama kurang lebih 9 tahun di koperasi,
sekitar tahun 1999 informan mengalami permasalahan atau kendala
dalam menjalani aktivitas bekerja dan aktivitas sehari-hari. Informan
di diagnosa mengalami gangguan penglihatan akibat glukoma.
Gangguan penglihatan tersebut menyebabkan informan tidak dapat
melihat sama sekali. Hal tersebut membuat informan vakum
menjalankan tugas di koperasi selama 2 sampai 3 tahun.
Selama informan vakum menjalankan tugas di koperasi,
informan mengalami masa-masa sulit berada di rumah akibat
ketunanetraan yang dialaminya. Informan merasa dirinya sangat down
saat berada di rumah. Informan merasa emosinya sangat tinggi,
mudah marah, dan merasa putus asa. Jika informan mendengar suara
sedikit saja, membuat informan tidak bisa mengendalikan emosinya
karena suara tersebut sangat menganggunya. Perasaan tersebut
menurut informan berlangsung selama 2 sampai 3 tahun sampai
akhirnya informan bertemu dengan Pak Arismonandar.
Informan bertemu dengan Pak Arismonandar yang memberi
alternatif bantuan kepada informan untuk dititipkan di Dharma Putera.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 65
48
Dharma Putera adalah panti rehabilitasi bagi para penyandang
tunanetra yang berfungi sebagai lembaga yang mendidik tunanetra
dan memberi keterampilan bekerja milik Kementrian Sosial. Informan
hanya dititipkan di Dharma Putera dan selama dititipkan tetap
memperoleh gaji dari koperasi tempat informan bekerja. Informan saat
dititipkan di latih dan di didik untuk membaca dan menulis huruf
braile sampai bisa. Informan merasa cepat beradaptasi dan belajar saat
di panti tersebut.
Pada tahun 2001 informan mengurus pindahan resmi dari
koperasi ke panti Dharma Putera karena mendapat tugas dari
pimpinan untuk mengajar pelajaran membaca tulis huruf braile pada
murid-murid penyandang tunanetra. Informan melaksanakan tugas
yang diberikan sebagai pengajar atau guru bagi murid-murid
penyandang tunanetra di sana. Namun, pada tahun 2012 informan
dipindahtugaskan ke panti rehabilitasi di Temanggung karena panti
Dharma Putera alih fungsi untuk penyandang tunarungu dan wicara.
Hal tersebut membuat informan mengalami sedikit hambatan dalam
bekerja karena jarak kantor yang cukup jauh. Sebelumnya, kantor
Dharma Putera berada di Purworejo dan sekarang di Temanggung.
Perjalanan informan untuk bekerja dari Purworejo ke
Temanggung menggunakan transportasi bus. Informan berangkat pada
hari Senin dan pulang ke rumah hari Jumat. Informan merasa capek
jika harus pulang setiap hari. Perjalanan ke Temanggung pun tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 66
49
mudah dan cukup merepotkan. Informan harus ganti bus di terminal
Magelang, apalagi kalau senin pagi, pasti berebut dengan orang yang
awas. Terkadang masalah juga timbul dari faktor cuaca seperti hujan.
Saat hujan, pendengaran penyandang tunanetra akan sulit, sehingga
memecah konsentrasi yang membuat kehilangan arah.
Informan memaknai motivasi dalam bekerja sebagai hal-hal
yang membuat orang itu semangat dalam bekerja. Misalnya informan
merasa bersemangat karena mendapatkan gaji. Di sisi lain, saat
informan mengalami masa down dan dititipkan di Dharma Putera,
informan merasa dimotivasi oleh teman-teman yang juga bekerja di
sana. Informan merasa teman-teman kerja di panti sudah biasa
menangani orang-orang yang bermasalah khususnya kehilangan
penglihatan supaya dapat semangat belajar, bergaul, dan tidak malu
belajar dari sedikit demi sedikit. Informan juga merasa lebih nyaman
beradaptasi di panti karena memiliki banyak teman yang juga
mengalami ketunanetraan. Informan membandingkan dirinya di
rumah hanya sendiri, berbeda saat di panti bertemu banyak teman
yang baik dan menjadikan dirinya semangat serta mandiri.
Semua yang dilakukan oleh informan, informan merasa tidak
lepas dari dukungan istrinya. Informan merasa sangat bersyukur sekali
karena istrinya tetap di samping informan dengan keadaannya pasca
mengalami gangguan penglihatan. Dukungan istri juga membuat
informan merasa termotivasi untuk bangkit dan bekerja dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 67
50
Hal tersebut karena informan dan istri tidak mau di gaji oleh
pemerintah mahal-mahal, tapi tidak bisa mengabdikan diri dengan
baik. Sehingga informan merasa harus berusaha bekerja kembali
dengan kemampuan yang dimiliki.
Kemampuan dalam bekerja yang dimiliki informan saat ini yaitu
sebagai pengajar atau guru bagi murid penyandang tunanetra.
Informan mengajar murid-murid penyandang tunanetra untuk dapat
menulis dan membaca huruf braile. Informan juga mengajar teori pijat
sebagai mata pelajaran keterampilan. Keterampilan tersebut nantinya
dapat digunakan setelah lulus sekolah di panti rehabilitasi untuk
bekerja dan hidup mandiri. Informan ingin murid-muridnya yang
tadinya tidak dapat melakukan sesuatu menjadi bisa dan juga punya
keterampilan dalam bekerja, supaya tidak menjadi menganggur.
Informan merasa ada perubahan yang dialami sebelum dan
sesudah mengalami ketunanetraan. Informan merasa sebelumnya tidak
ada bayangan masuk panti tunanetra dan sebelumnya bisa melihat
banyak hal. Namun, pasca mengalami gangguan penglihatan,
informan merasa kondisi psikologisnya berat dan sulit daripada
ketunanetraan yang didapat dari lahir. Informan merasa repot di situ,
dari orang yang awalnya bisa melihat menjadi tidak bisa melihat itu
menjadi beban pikir. Untungnya informan waktu dititipkan di panti
Dharma Putera juga di latih Orientasi Mobilitas (OEM). OEM adalah
kunci dasar yang berfungsi melatih penyandang tunanetra cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 68
51
berjalan, cara menyeberang jalan, dan cara menggunakan tongkat
tunanetra. Hal tersebut membuat informan dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dan pulang pergi bekerja ke Temanggung tanpa bantuan
orang lain.
Pengaruh yang dialami informan pasca mengalami
ketunanetraan adalah kendala keterbatasan kemampuan. Informan
merasa tidak bisa bersaing dengan orang awas. Informan juga merasa
memiliki kemauan untuk bersaing, tapi tetap tidak bisa karena
pekerjaan apapun otomatis hanya untuk orang yang bisa melihat saja.
Orang yang mengalami tunanetra akan mengalami kesulitan.
Contohnya, dalam menggunakan komputer, penyandang tunanetra
dalam bekerja menggunakan komputer juga harus didampingi orang
awas.
Semua orang memiliki harapan dalam hidupnya, termasuk
informan. Informan memiliki harapan supaya setelah pensiun,
informan dapat berkumpul dengan keluarganya dan di beri panjang
umur serta sehat oleh sang pencipta. Informan merasa dengan
keadaanya sekarangpun tetap sangat berterima kasih dan tidak lupa
bersyukur. Lalu, informan juga berharap dengan adanya Undang-
Undang bisa mengangkat disabilitas sejajar dengan orang normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 69
52
c. Analisis
1) Pengalaman Ketunanetraan Informan I
Dalam menjawab pertanyaan mengenai “Bagaimanakah
pengalaman informan hingga menjadi tunanetra?” tampaknya
informan sebelum mengalami ketunanetraan tidak mengalami
kendala dan lancar-lancar saja dalam bekerja. Namun, setelah
mengalami ketunanetraan informan mengalami ketidakmampuan
dalam bekerja dan vakum dari tugasnya saat mengalami gangguan
penglihatan di usia dewasa. Sejak mendapatkan masalah
penglihatan totally blind, informan merasa memiliki keterbatasan
kemampuan dan tidak memiliki dorongan untuk bekerja, seperti
berikut:
“Awalnya saya bekerja di departemen koperasi tahun
1990. Terus sampai perjalanan, di koperasi memang tidak
ada kendala-kendala si ya lancar-lancar saja. Trus ya saya
setelah melalui perjalanan itu saya kena istilahnya
glukoma gangguan mata yang membuat saya tidak bisa
melihat sama sekali mbak. Gangguan mata seingat saya itu
tahun 1999. Saya pada waktu itu di koperasi saya hampir
sebelumnya itu 2 sampai 3 tahun vakum tidak bisa
melaksanakan tugas. Istilahnya hmm.. masuk dan tidak itu
boleh selama 2 atau 3 tahun” (Informan 1, 13-22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 70
53
Informan mengalami down selama 2-3 tahun akibat
ketunanetraannya. Perasaan yang muncul berupa keputusasaan dan
depresi. Hal tersebut tercermin dalam ungkapan berikut:
“Perasaan saya wahh saya down sekali mbak. Sebelum
masuk ke panti tunanetra, ditempat saya bekerja, saya
diperbolehkan masuk atau tidak lhoo ini, itu saya dirumah.
Itu down-nya saya disitu saya. Jadi, setiap bulan saya
disuruh ambil gaji sama temen saya itu. down-nya disitu
saya mbak. Hampir 2 sampai 3 tahun lah. (Informan 1,
60-69)
Temuan tersebut mendukung penjelasan tentang
permasalahan penyandang tunanetra merupakan masalah yang
sangat kompleks, adanya kecacatan tentu saja menimbulkan
masalah karena adanya keterbatasan organ tubuh yang tidak
sempurna (Sayyidah, 2015). Informan juga membutuhkan waktu
sekitar 2-3 tahun untuk beradaptasi dari ketunanetraan yang
dialami. Seperti yang dikemukakan oleh Mesina & Messina
(Tarsidi, 2012) bahwa tahapan penyesuaian terhadap kehilangan
fungsi organ tubuh membutuhkan waktu tiga bulan hingga tiga
tahun.
2) Kendala Pasca Tunanetra
Pertanyaan mengenai “Apa sajakah masalah yang dihadapi
setelah menjadi tunanetra?”, informan merasa dulu saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 71
54
mengalami tunanetra dirinya mudah marah, emosinya tinggi, dan
merasa putus asa. Dampak yang ditimbulkan dari masalah
penglihatan tersebut, informan mengalami perasaan
ketidakberdayaan, depresi, dan putus asa. Informan juga
kehilangan rasa percaya diri dan lebih suka menyendiri. Informan
juga kehilangan gairah dalam hidup. Hal tersebut tercermin dalam
ungkapan berikut:
“Ya saya istilahnya pada waktu itu emosinya tinggi mbak.
Jadi krungu dengar suara dikit saja itu sudah langsung ya..
istilahnya emosinya tinggi..mudah marahlah gitu. Dengar
suara dikit itu saja sudah rasanya menyinggung saya.
Langsung meluap itu. tapi itu masih dalam taraf emosinya
masih bisa terkendali tapi kalau udah emosi.... itu... wah....
udah nggak karu-karuan rasanya. Rasanya tu campur-
campur putus asa dan macam-macam” (Informan 1,
78-90)
Hal tersebut berlanjut pada respon negatif yang ditimbulkan
terkait kondisi psikologisnya. Saat informan mengalami masa
transisi yang berat, perasaan rendah diri akan muncul. Informan
mengatakan bahwa orang yang mengalami tunanetra di usia
dewasa lebih mengalami down daripada tunanetra dari kecil,
seperti berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 72
55
“Kalau pak kibar kan lain, dia sudah dari kecil.. justru
pernah lihat ke tidak lihat itu down-nya disitu mbak,
banyak teman saya yang dari yang sudah punya istri
ditinggal istrinya karena mengalami gangguan penglihatan
seperti saya” (Informan 1, 97-103)
Hasil ini senada dengan yang dikemukakan oleh Santoso &
Erawan (Effendi dkk., 2017), bahwa “Penyandang tunanetra late-
blind menunjukkan reaksi awal yang beragam. Reaksi umum yang
muncul adalah perasaan marah dan kecewa terhadap keadaan yang
menimpa mereka. Menurut Dodds juga menyatakan bahwa
ketunanetraan yang terjadi tiba-tiba pada usia dewasa dapat
mengakibatkan depresi, persepsi diri yang tidak tepat, sangat
menurunnya tingkat motivasi, rendahnya harga diri, dan rendahnya
self-efficacy (Tarsidi 2012). Jadi, penyandang tunanetra sejak usia
dewasa akan memunculkan lebih banyak hambatan dalam tugas
perkembangannya dibandingkan ketunanetraan yang terjadi di awal
masa kehidupan atau sejak lahir.
3) Pemahaman Mengenai Motivasi Kerja dan Faktor-Faktor
yang Memotivasi dalam Bekerja
Pertanyaan mengenai “Bagaimanakah pemahaman
informan mengenai motivasi kerja dan faktor-faktor yang
memotivasi dalam bekerja?”. Pasca mengalami ketunanetraan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 73
56
informan mengatakan sama sekali tidak ada motivasi untuk
bekerja. Hal ini seperti ungkapan informan, sebagai berikut:
“...memang down banget mbak waktu tidak bisa lihat itu
jadi sama sekali tidak ada motivasi buat kerja... ya di
rumah saja. Itu soalnya kan saya boleh masuk atau tidak
itu pas saya di koperasi” (Informan 1, 146-151)
Informan saat itu sempat vakum bekerja cukup lama, lalu
setelah itu informan mendapatkan pengalaman pendidikan
rehabilitasi. Hal berkaitan dengan proses informan untuk
penyesuaian diri dan mendapat aksesibilitas dari pemerintah,
sebagai berikut:
“...saya masuk di rehabilitasi tunanetra, saya tidak dapat
bekerja. Disana saya di didik dahulu, saya dilatih disitu,
dilatih membaca dan menulis braile” (Informan 1, 34-38)
Saat informan berada di panti rehabilitasi Dharma putera,
informan merasa di motivasi oleh teman-teman yang bekerja di
sana dan informan merasa mendapatkan semangat, ilmu, dapat
bergaul, tidak malu, dan mandiri daripada berada dirumah. Hal
tersebut berkaitan dengan memperoleh dukungan dari rekan kerja,
memperoleh intervensi psikologis untuk bangkit, karateristik
situasi kerja yang mendukung, relatedness terpenuhi, dan need for
affiliation. Sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 74
57
“Di sana saya di Dharma Putera dimotivasi oleh teman-
teman yang juga bekerja di sana. Itukan mereka di sana
sudah biasa menangani orang-orang yang bermasalah
khususnya kehilangan penglihatan... supaya dapat
semangat belajar, bergaul, dan tidak usah malu isin belajar
dari sedikit demi sedikit. Saya merasa adaptasinya lebih
enak saya disana karena temannya banyak yang tunanetra.
Kalau dirumahkan sendiri cuma tengak-tenguk, nah...
down-nya disitu saya. Alhamdulilah saya ketemu sama
temen-temen baik-baik semua itu dengan semangat saya
untuk bisa mandiri...” (Informan 1, 152-168)
Hal lain yang membuat informan memiliki motivasi bekerja
adalah dukungan dari istrinya. Informan merasa bersyukur karena
istrinya selalu mendukung walau informan mengalami tunanetra.
Informan juga mengatakan bahwa dukungan istrinya membuatnya
termotivasi bangkit dan bekerja. Hal ini berkaitan dengan
kebutuhan untuk dicintai, memperoleh dukungan dari keluarga,
dan memiliki gairah serta motivasi kerja. Hal ini diungkapkan
informan, sebagai berikut:
“Tapi semua itu juga tidak lepas dari istri saya yang selalu
mendukung. Saya bersyukur sekali Alhamdulilah. Istri saya
tetap di samping saya dengan keadaan saya yang tidak bisa
melihat lagi. Semua dukungan itu membuat saya jadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 75
58
termotivasi mbak untuk bangkit dan bekerja dengan baik.
Saya dan istri juga gak mau di bayar pemerintah mahal-
mahal tapi saya tidak bisa mengabdi dengan baik, makanya
saya berusaha bekerja dengan kemampuan yang saya
miliki mbak” (Informan 1, 175-188)
Temuan tersebut senada dengan hasil penelitian Harrington
& Mcdermott (Tarsidi, 2012) yang mengungkapkan hasil bahwa
individu dengan tingkat kognitif yang lebih tinggi cenderung
memiliki penyesuaian yang lebih positif terhadap ketunanetraan,
dan bahwa individu yang sudah mempunyai lebih banyak
pengalaman pendidikan rehabilitasi juga cenderung lebih baik
dalam penyesuaiannya. Di samping itu, dukungan keluarga dan
teman-teman disekitarnya juga memiliki pengaruh yang signifikan
untuk memprediksi keberhasilan terhadap kondisi ketunanetraan
(Tarsidi, 2012). Jadi, secara spesifik sumber-sumber yang
mempengaruhi proses penyesuaian diri terhadap ketunanetraan dan
memperoleh motivasi kerja menjadi tinggi mencakup sumber
personal yaitu karakteristik pribadi yang stabil seperti self-esteem
atau keterampilan sosial serta sumber-sumber lingkungan seperti
dukungan sosial dan keluarga (Tarsidi, 2012). Dengan begitu
informan yang mengalami ketunanetraan di usia dewasa dapat
memperoleh motivasi kerja dari dukungan sosial, keluarga, dan
teman-teman dilingkungannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 76
59
4) Peran Sebagai Guru Difabel
Pertanyaan penelitian mengenai “Bagaimana peran
informan sebagai guru difabel di Temanggung?”, informan merasa
peran dirinya sebagai guru difabel setelah mengalami
ketunanetraan yaitu mengajar mereka mengajar keterampilan
supaya terlatih kemandirian sehingga saat lulus mereka dapat
bekerja. Hal ini berkaitan dengan need for power, manager of
learning, memiliki tanggung jawab, dan bekerja untuk mencapai
tujuan. Hal ini diungkapkan informan, sebagai berikut:
“...di Temanggung mengajar anak tunanetra mbak. Salah
satunya saya mengajar braile. Saya mengajar anak-anak
tunanetra dari yang mereka tidak bisa apa-apa menjadi
bisa. Ngajar baca tulis lewat tulisan braile, mengajar pijat,
melatih anak-anak supaya mandiri kalo sudah lulus
sekolah rehabilitasi di Temanggung. Supaya mereka tu bisa
kerja mbak, punya keterampilan dalam bekerja, biar tidak
jadi pengangguran” (Informan 1, 192-204)
Temuan tersebut mendukung peran mutlak guru yang
merupakan pemimpin pendidikan, dia amat menentukan dalam
proses pembelajaran di kelas, dan peran kepemimpinan tersebut
akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan
tugasnya (Karweti, 2010). Pada umumnya, menjadi seorang guru
tidak hanya dilakukan oleh individu normal, melainkan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 77
60
individu difabel. Arti difabel adalah kelainan fisik dan atau mental
yang dapat mengganggu atau merupakan suatu rintangan dan
hambatan untuk melakukan aktivitas secara normal (Adawiyah,
2017).
5) Perubahan Sebelum dan Sesudah Tunanetra
Pertanyaan mengenai “Adakah perubahan sebelum dan
sesudah menjadi tunanetra?”, informan mengatakan sekarang
kesulitannya berkurang karena adanya OEM atau Orientasi
Mobilitas dengan di didik cara berjalan, menyeberang jalan, dan
menggunakan tongkat dalam keseharian. Hal ini berkaitan dengan
motif biogenis, memperoleh kemampuan mobilitas kerja, dan
mengalami peningkatan dalam kemandirian, sebagai berikut:
“Sesudah itu saya di panti rehabilitasi Dharma Putera itu
diajari OEM itu Orientasi Mobilitas bagaimana cara
berjalan, cara menyeberang jalan dan cara menggunakan
tongkat, nah akhirnya sampai sekarang bisa walau sampai
Temanggung itu saya bisa sendiri” (Informan 1, 224-230)
Namun, menurut informan saat ini pengaruh yang
ditimbulkan akibat ketunanetraan, informan menjadi merasa tidak
bisa bersaing dengan orang awas terkait pekerjaan karena
keterbatasan yang dimiliki tunanetra. Hal ini berkaitan dengan
perasaan rendah diri, keterbatasan kemampuan, dan memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 78
61
perspektif negatif terhadap ketunanetraan. Hal tersebut
diungkapkan informan, sebagai berikut:
“Pengaruhnya ya saya jadi mau apa-apa itu terbatas mbak.
Kendalanya ya itu... kalau mau menyaingi dengan yang
awas itu tetap ndak bisa. Ya....kemauan itu ada ya tapi
tetap untuk mau sama itu tetep gak bisa...itu karena gak
lihat. Pekerjaan apapun kan ya otomatis yang bisa-bisa
melihat-melihat saja kan yang bisa...yang gak lihat itu kan
yang sulit mbak... contoh komputer kan harus dibarengi
dengan bersuara ya to...bersuara juga kalau nanti untuk
ngetik itu tetep didampingi sama yang awas. Ya sepeti itu
mbak” (Informan 1, 265-279)
6) Harapan Informan
Pertanyaan mengenai “Apa harapan informan ke depan?”,
informan di masa yang akan datang segera ingin pensiun,
berkumpul dengan keluarga, dan di beri kesehatan, serta umur
panjang oleh Tuhan. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan
dimiliki dan dicintai, need of affiliation, dan motif teologis,
sebagai berikut:
“Untuk harapan si Insyaallah bentar lagi pensiun... umur
sehat... pensiun istilahnya masih sehat. Untuk itu saya
selalu bersyukur dan tidak lupa dengan yang diatas. Lha
wong saya sudah seperti ini... saya berterima kasih sekali...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 79
62
matur nuwun sekali... yang penting masih bisa berkumpul
bersama keluarga” (Informan 1, 292-300)
Selain itu, informan juga mengatakan di masa yang akan
datang berharap disabilitas dapat sejajar dengan orang normal
sesuai Undang-Undang. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan
harga diri.
“Mudah-mudahan nanti ada dengan adanya UU N0.8
tahun berapa ya itu...mmm... itu kan untuk mengangkat
disabilitas sejajar dengan orang normal undang-
undangnya kan itu ada nomer 8. Tahun 2000 berapa itu
saya lupa...2016 kayaknya itu” (Informan 1, 303-310)
2. Kasus Informan 2
a. Identitas Informan 2
Nama : KM
Usia : 46 tahun
Alamat : Pituruh, Purworejo, Jawa Tengah
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : SMA
Kepastian diagnosa : Tahun 1995 (22 tahun)
Nama istri : TN
Pekerjaan istri : Ibu rumah tangga
Jumlah anak : 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 80
63
b. Hasil Wawancara
Pengambilan data dilakukan pada hari Minggu pada tanggal 12
Agustus 2018. Wawancara dilakukan di rumah informan di Pituruh,
Purworejo, Jawa Tengah.
Pada awal tahun 1994, setelah informan lulus SMA, informan
bekerja selama satu tahun di tempat penelitian. Lalu informan merasa
mengalami mata kabur mata rabun dan segera pergi ke RSU
Purworejo untuk berobat. Berobat di RSU Purworejo ternyata tidak
membuahkan hasil, kemudian informan melakukan rujukan ke rumah
sakit mata di YAP Yogyakarta. Di sana informan di rawat selama satu
minggu dan dinyatakan glukoma.
Glukoma yang dialami informan tidak sampai menimbulkan
tunanetra total. Saat itu informan mengira jika dirinya mengalami
mata min, namun saat dipakaikan kacamata tetap tidak berpengaruh.
Dugaan informan mengenai gangguan pada saraf matanya karena
pada tahun 1992, informan pernah jatuh dari pohon kelapa. Hal
tersebut merupakan dugaan informan mengenai awal mula terjadinya
gangguan saraf mata. Lalu, pada tahun 1998, informan masuk panti
netra Dharma Putera.
Informan masuk panti netra dari tahun 1998 sampai lulus tahun
2000. Saat berada di panti netra, informan di bimbing mengenai
pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan tunanetra. Selama 2
tahun di panti netra, timbullah kepercayaan diri yang dirasakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 81
64
informan. Informan merasa sebelum masuk panti netra, dirinya
mengalami syok, drop, minder, dan rendah diri. Semua itu pernah
informan rasakan pada waktu itu. informan merasa hidup ibarat sudah
tidak ada artinya lagi dan pernah berfikir yang negati-negatif karena
ketunanetraan yang dialami.
Pasca informan mengalami gangguan penglihatan, beberapa cara
informan lakukan untuk mengurangi perasaan-perasaan negatif yang
ditimbulkan. Salah satunya sering mengantar anak bu dokter Lusi
sekolah. Aktivitas itu informan telateni karena bentuk kegiatan positif
yang dapat membantu informan mengurangi perasaan negatif pada
dirinya. Lalu informan belajar membuat bata sebagai kegiatan
tambahan. Terakhir informan ikut kakaknya untuk bekeja di Jakarta
selama hampir 2 tahun sebagai obat supaya tidak terlalu stres.
Setelah informan berada di panti netra, informan merasa
mengalami perkembangan banyak sekali. Informan merasa percaya
dirinya makin tinggi, kemandirian timbul, semangat hidup, dan di
tambah pintar pijat. Lalu informan di minta oleh Kepala panti untuk
menjadi tenaga honorer sebagai pengajar pijat bagi murid tunanetra di
Dharma Putera. Informan juga merasa di panti netra mendapat ilmu,
pekerjaan, mendapat uang dari hasil ngajar untuk membeli rumah, dan
juga bertemu jodoh yang sekarang menjadi istri saya. Informan
merasa sangat bersyukur sekali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 82
65
Kendala-kendala yang dirasakan saat mengalami gangguan
penglihatan itu pasti ada termasuk informan. Kendala yang informan
hadapi waktu itu adalah saat bekerja di penelitian, informan sering
salah dalam mengerjakan dan membaca tulisan-tulisan kecil. Informan
juga sering salah dalam menegur orang. Pada waktu itu, informan juga
merasa tidak mampu membaca tulisan-tulisan yang ada di pinggir
jalan dan takut bepergian jauh karena pandangan informan yang
kabur. Kesulitan-kesulitan tersebut yang paling terasa dirasakan
informan.
Selama berada di panti Dharma Putera, informan bergabung
dengan para penyandang tunanetra lainnya. Di sana informan dapat
membangkitkan kepercayaan dirinya karena informan melihat orang
tunanetra total setelah lulus dari panti bisa bekerja, bisa berkeluarga,
dan bisa menyekolahkan. Hal tersebut memimbulkan motivasi pada
diri informan. Informan merasa dirinya masih diberikan sedikit
penglihatan oleh Tuhan, oleh karena itu informan merasa termotivasi
untuk harus bisa melakukan sesuatu walaupun dengan keadaannya
sekarang.
Motivasi kerja menurut informan adalah sesuatu hal yang
membuat seseorang berubah. Informan merasa saat mengalami
gangguan penglihatan sempat mengalami drop, syok, dan rendah diri,
manakala informan melihat tunanetra total bisa melakukan banyak hal
seperti bekerja dan melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 83
66
awas. Hal tersebut menjadikan tolak ukur informan untuk semangat
dalam melakukan berbagai hal, termasuk berhasil melewati 2 tahun
belajar di panti netra dan akhirnya lulus. Tak berhenti di situ,
informan lalu menjalani hororer sebagai tenaga pijat selama 10 tahun.
Saat proses pengangkatan PNS, informan berhasil di angkat sebagai
tenaga pengajar dan mulai mengajar murid-murid tunanetra. Informan
merasa sangat bersyukur pada waktu itu.
Proses informan menjadi guru di panti Dharma Putera pun
membutuhkan waktu yang cukup lama. Saat honorer informan tidak di
bayar dan hanya mengandalkan uang hasil pijat saja. Namun,
informan merasa bersyukur dan dilakukan dengan penuh kesabaran.
Berhubung panti Dharma Putera dialihkan kan sebagai panti
tunarungu, informan dipindah tugaskan ke Temanggung. Walaupun
mengalami kendala tempat kerja yang cukup jauh, informan merasa
hal tersebut tidak menjadi masalah. Informan merasa jika itu adalah
resiko sebagai pegawai pemerintah dan pengajar. Di Temanggung,
informan mengajar teori mesage atau pijat kepada murid tunanetra
yang berjumlah 82 murid.
Pada saat mengalami gangguan penglihatan, informan merasa
yang paling banyak membantu adalah dokter Lusi. Dokter Lusi adalah
orang yang pertama kali melihat kondisi mata informan yang saat itu
kabur. Selain, rumah informan dengan dokter Lusi yang dekat,
informan juga sudah menganggap dokter Lusi sebagai orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 84
67
baginya. Informan merasa beliau telah memberikan banyak sekali
support, memberikan dorongan. Bahkan, beliau memberikan uang
saku selama satu tahun kepada informan saat menjalani pendidikan di
panti rehabilitasi Dharma Putera. Informan juga merasa pada waktu
bekerja di bangunan, dokter Lusi merasa kasihan, kemudian di
rekomendasikan untuk dikursuskan di panti netra Dharma Putera.
Respon kedua orang tua informan saat informan akan
melakukan pendidikan di panti netrapun mengalami penolakan.
Informan merasa orang tuannya tidak memperbolehkan informan
belajar di panti rehabilitasi sosial. Hal tersebut karena pandangan
orang tua mengenai panti di sosial itu negatif. Orang tua informan
merasa bahwa mereka masih mampu membiayai informan. Namun,
informan memberikan penjelasan kepada orang tuannya dan akhirnya
diperbolehkan atas dasar kemandirian.
Banyak dukungan yang didapatkan informan, termasuk juga istri
dan anak-anaknya saat ini. Informan merasa saat ini mereka lah yang
menjadi sumber motivasi dirinya untuk tetap maju dan menjadi
seorang ayah sekaligus suami yang baik. Informan merasa sangat
bersyukur.
Informan merasa ada banyak perubahan sebelum dan sesudah
saat mengalami gangguan penglihatan. Informan merasa banyak
memahami dan menyerap ilmu-ilmu tunanetra. Informan menjadi
memiliki sifat kehati-hatian dalam beraktivitas dan berjalan. Informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 85
68
juga merasa pasti dalam hidup akan banyak gangguan-gangguan,
seperti jarak pandang. Namun, informan berharap dirinya jangan
sampai mengalami tunanetra total. Informan juga berharap supaya
anak-anaknya tidak mengalami gangguan penglihatan seperti dirinya.
c. Analisis
1) Pengalaman Ketunanetraan Informan
Menjawab pertanyaan penelitian mengenai “Bagaimanakah
pengalaman informan hingga menjadi tunanetra?”, informan
mengatakan bahwa dulu mengalami gangguan mata yaitu glukoma
dan memiliki penglihatan yang lemah. Hal ini berkaitan dengan
masalah penglihatan low vision, sebagai berikut:
“...kerja di penelitian terus satu tahun kemudian itu terjadi
mata kabur mata rabun terus akhirnya saya berobat ke
RSU Purworejo. Di situ kok tidak membuahkan hasil, lalu
saya ke jogja... rumah sakit apa tu... YAP. Di sana saya
mondok sampai 1 minggu terus dinyatakan itu sarafnya
karena tak fikir min, dipakaikan kacamata kok tetap tidak
pengaruh. Tapi itu bisa terjadi karena awalnya tahun 1992
dulu memang pernah jatuh dari pohon kelapa. Itu mungkin
penyebab awal mulanya kena saraf matanya itu. tapi waktu
di YAP saya dinyatakan mengalami glukoma tapi tidak
sampai tunanetra total” (Informan 2, 8-27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 86
69
Akibat ketunanetraan yang dialaminya, informan
mengatakan bahwa dirinya mengalami syok, drop, minder dan
rendah diri akibat gangguan mata yang dialami. Informan merasa
hidup sudah tidak ada artinya lagi dan banyak berfikir negatif. Hal
ini berkaitan dengan memiliki perasaan ketidakberdayaan, depresi,
dan rendah diri. Informan juga memiliki keterbatasan penglihatan
yang menimbulkan respon negatif terkait kondisi
ketunanetraannya. Hal ini diungkapkan informan sebagai berikut:
“...mengalami drop, apa ya... syok, drop, minder, rendah
diri itu pernah lho. Ibaratnya hidup sudah tidak ada
gunanya lagi. pernah terfikir yang negatif-negatif dari
awas sampai penglihatan kabur mengalami gangguan
matalah” (Informan 2, 36-43)
Informan juga merasa rendah diri dan stress selama 2
tahunan. Hal ini berkaitan dengan masa proses transisi yang berat
dan respon negatif terkait kondisi psikologis, sebagai berikut:
“Saya merasa rendah diri dan hampir stres itu sekitar 2
tahunan...” (Informan 2, 101-102)
Selama mengalami stress yang cukup lama, informan kedua
tetap melakukan banyak kegiatan positif.
“Waktu setelah mengalami itu kebetulan itu banyak
kegiatan mbak. Banyak kegiatan-kegiatan positif yang saya
lakukan untuk mengurangi perasaan saya yang campur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 87
70
aduk. Contohnya saya mengantar anaknya bu dokter Lusi
mengantar sekolah TK waktu itu.” (Informan 2, 56-54)
Temuan ini senada dengan hasil penelitian Livneh (Tarsidi,
2012) yang mengemukakan bahwa reaksi umum yang ditunjukkan
oleh individu yang mengalami tunanetra dewasa mencakup syok,
kecemasan, penolakan, depresi, kemarahan, penerimaan, dan
penyesuaian.
2) Kendala Pasca Tunanetra
Menjawab pertanyaan penelitian “Apa sajakah masalah
yang dihadapi setelah menjadi tunanetra?”, informan merasa
memiliki kendala saat membaca tulisan-tulisan dan mengalami
kesulitan dalam mengenali orang setelah ketunanetraan yang
dialaminya. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan penglihatan,
sebagai berikut:
“Nek waktu itu yang saya hadapi, karena saya waktu itu
masih kerja walapun kerja masih di penelitian, saya sering
salah dalam mengerjakan karena tulisan itukan
hubungannya dengan sangat kecil-kecil dan kita dengan
pensil kita sering salah. Itu yang jelas. Yang kedua itu, kita
tu seringnya salah menegur orang itu salah itu sering”
(Informan 2, 143-154)
Informan juga mengatakan bahwa orang yang awas lalu
tidak bisa melihat memiliki masalah dan kendala yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 88
71
banyak. Hal ini terkait dengan perasaan rendah diri dan respon
negatif akibat ketunanetraan. Hal tersebut tercermin dalam
ungakapan informan, sebagai berikut:
“...akhirnya banyaklah yang anu... ya... e.. yang tadinya
awas terus tidak bisa melihat itu banyak sekali masalah
dan kendalanya mbak. Waktu itu membaca tulisan-tulisan
dipinggir jalan itu tidak mampu lho mbak karena ya saya le
mikir terlalu anu ya berat sampai tulisan itu tidak keliatan
lho” (Informan 2, 154-163)
Temuan ini senada dengan Sayyidah (2015) mengenai
permasalahan penyandang tunanetra merupakan masalah yang
kompleks, adanya kecacatan tebtu saja menimbulkan masalah
karena adanya keterbatasan organ tubuh yang tidak sempurna. Jadi,
penyandang tunanetra di usia dewasa memunculkan lebih banyak
hambatan dalam tugas perkembangannya.
3) Pemahaman Mengenai Motivasi Kerja dan Faktor-Faktor
yang Memotivasi dalam Bekerja
Menjawab pertanyaan penelitian “Bagaimanakah
pemahaman informan mengenai motivasi kerja dan faktor-faktor
yang memotivasi dalam bekerja?”, informan merasa motivasi
kerja adalah sesuatu yang membuat dirinya berubah yang
sebelumnya mengalami syok dan rendah diri akibat gangguan
penglihatan, menjadi termotivasi untuk bekerja. Hal ini berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 89
72
dengan need of achievement, existence needs, memiliki tanggung
jawab, memiliki motivasi bekerja, dan pencapaian tujuan. Hal
tersebut diungkapkan informan, sebagai berikut:
“Motivasi itu ya sesuatu yang membuat seseorang itu
berubah. Dulu kan saya sempat drop, syok, seperti yang
sudah saya katakan sebelumnya, nah... lalu manakala saya
melihat tunanetra yang total itu bisa melakukan banyak hal
seperti bekerja, saya jadi termotivasi mbak” (Informan
2, 175-183)
Informan juga telah mengikuti pendidikan rehabilitasi di
panti netra dan merasa mengalami perkembangan seperti
percayaan diri semakin tinggi, memiliki kemandirian, dan
semangat hidup. Hal ini terkait memperoleh aksesibilitas dari
pemerintah, adaptasi lingkungan yang baik, sarana fisik terpenuhi,
memiliki motivasi, dan kepercayaan diri, serta gairah hidup.
Ungkapan informan, sebagai berikut:
“Setelah itu tahun 1998 saya disarankan ke panti
rehabilitasi netra itu. Di panti rehabilitasi netra itu jadi
berkembang banyak sekali. Percaya diri makin tinggi,
kemandirian timbul, semangat hidup yang jelas itu, tambah
pinter pijet...” (Informan 2, 76-84)
Selama berada di panti netra, informan mengatakan bahwa
kepercayaan dirinya di peroleh karena melihat orang tunanetra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 90
73
total dapat bekerja, berkeluarga, punya keturunan, dan menjalani
hidup dengan baik. Informan merasa termotivasi memiliki
keinginan yang sama. Hal ini berkaitan dengan munculnya
karakteristik individu, memiliki motivasi, memiliki tujuan hidup,
dan growthneeds. Ungakapan informan tercermin sebagai berikut:
“dan ikut bergabung dengan orang tunanetra lainnya, rasa
kepercayaan diri karena saya melihat orang tunanetra total
setelah lulus dari sana itu kok ya bisa bekerja, bisa
berkeluarga, punya anak, bisa menyekolahkan. Apalagi kan
saya diberikan Tuhan itu tidak buta total, masih bisa
melihat walaupun dikit sekali. Nah... dari hal itu membuat
saya berfikir bahwa saya harus bisa” (Informan 2,
108-120)
Motivasi informan terbentuk sejak berada di panti
rehabilitasi tunanetra. Informan mengatakan bersyukur mendapat
pekerjaan, ilmu, jodoh, rumah, dan penghasilan dari bekerja
sebagai pengajar pijat di panti. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan
fisiologis terpenuhi, kebutuhan rasa aman, relasi dengan pasangan
hidup, dan karakteristik pekerjaan, sebagai berikut:
“...tambah pinter pijet, dan sama pak Kepala di sana suruh
honorer di situ mengajar pijat. Di panti netra itu banyak
sekali yang saya dapat. Dapat ilmu jelas, dapat pekerjaan,
dapat jodoh, dapat rumah ini, komplit itu mbak, untungnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 91
74
mbak, mendapatkan penghasilan dan uang dari ngajar itu.
Di sana saya bertemu jodoh juga yang sekarang menjadi
istri saya. Ya gitu saya sangat bersyukur sekali”
(Informan 2, 84-96)
Faktor lain yang memotivasi informan adalah bantuan dari
dokter Lusi. Informan merasa orang yang paling berperan penting
dalam memberikan suporrt, dorongan, dan finansial adalah
seseorang yang bukan keluarganya, namun sudah informan anggap
sebagai orang tua baginya. Hal ini berkaitan dengan dukungan dari
orang terdekat dan kebutuhan akan dimiliki. Ungkapan informan
sebagai berikut:
“...yang paling banyak itu bu dokter Lusi yang waktu itu
sudah saya anggap sebagai orang tua lah. Dokter Lusi itu
dokter yang pertama kali melihat kondisi saya saat mata
saya kabur, kebetulan rumah saya dekat dengan rumah
dokter Lusi. Beliau banyak sekali memberikan support,
memberikan dorongan. Sampai ibaratnya banyak
memberikan ya... kayak tiap bulan memberikan uang saku
sampai satu tahun itu. Akhirnya saya di panti itu karena bu
dokter Lusi itu yang membantu. Waktu itu saya yang kerja
di bangunan, itu bu dokter Lusi kasihan sama saya, lalu
saya di suruh kursus pekerjaan yang bisa dilakukan. Lalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 92
75
saya dikursuskan di panti pijat itu di Dharma Putera itu”
(Informan 2, 240-262)
Lalu dukungan orang tua informan sendiri. Awalnya
memang mengalami penolakan akibat respon negatif dari orang tua
terkait rehabilitasi sosial, namun akhirnya diperbolehkan. Hal ini
berkaitan dengan dukungan dari keluarga dan minimnya
aksesibilitas dari orang tua, sebagai berikut:
“Kalau keluarga itu ya orang tua yang tadinya tidak
membolehkan karena kok di panti rehabilitasi sosial, orang
tua kan biasanya kalo di sosial itu negatif pikirannya.
Wong orang tua aja masih mampu kenapa di sosial. Setelah
saya menerangkan kalau ibaratnya orang tua masih ada
ndak papa tapi kalau sudah ndak ada, saya nanti mau ikut
siapa? Itu sudah menjadi apa ya namanya suatu alasan
saya supaya diperbolehkan untu ke panti kan gitu.
Kemandirianlah istilahnya” (Informan 2, 264-279)
Informan juga sat ini merasa beryukur karena istri dan
anak-anaknya selalu mendukungnya. Informan merasa mereka
adalah sumber motivasi dirinya untuk tetap maju dan menjadi
seorang ayah sekaligus suami yang baik. Hal ini berkaitan dengan
dukungan dari keluarga dan kebutuhan akan dicintai. Tercermin
dari ungkapan informan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 93
76
“...Alhamdulilah sekali, saya bersyukur sekali mbak. Semua
ini tidak lepas juga dari dukungan istri saya sampai saat ini.
Saya menjadikan istri dan anak saya itu sumber motivasi saya
juga saat ini untuk tetap maju, mencari nafkah untuk mereka,
dan menjadi seorang ayah yang baik dan teladan bagi mereka.
Begitu mbak” (Informan 2, 330-341)
Temuan tersebut mendukung penjelasan Robbins (2002) yang
membagi motivasi berdasarkan tiga kelompok kebutuhan yaitu
existence, relatedness, dan growthness. Kebutuhan informan
mencakup kebutuhan psikologis, keberadaan materiil dasar manusia,
kebutuhan keamanan, dan emosional. Informan juga memiliki
kebutuhan akan keterhubungan yang merupakan hasrat untuk
memelihara hubungan antar pribadi, kasih sayang, rasa memiliki,
diterima baik, dan interaksi dengan orang lain. Sementara kebutuhan
pertumbuhan merupak hasrat intrinsik untuk perkembangan diri.
4) Peran Sebagai Guru Difabel
Menjawab pertanyaan penelitian mengenai “Bagaimana
peran informan sebagai guru difabel di Temanggung?”, informan
merasa bersyukur karena diangkat pemerintah sebagai PNS untuk
mengajar difabel netra walaupun dengan proses hororer selama 10
tahun. Hal ini berkaitan dengan pencapaian tujuan, need of
achievement, need of power, dan kebutuhan akan harga diri.
Tercermin dari ungkapan informan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 94
77
“...lulus dan di situ Alhamdulilah membutuhkan itu
walaupun tenaga pijat itu akhirnya saya nyokwan atau
honorer di situ sampai 10 tahun. Alhamdulilah itu ada
pengangkatan PNS, lalu saya di angkat sebagai tenaga
pengajar juga di sana membantu mengajar pijat dan lain-
lain pada murid-murid di sana di panti tunanetra”
(Informan 2, 125-137)
Proses informan menjadi guru difabel di panti Dharma
Putera memang membutuhkan waktu yang lama. Saat honorer
informan tidak di bayar dan hanya mengandalkan uang dari hasil
pijat saja. Namun, informan merasa bersyukur dan dilakukan
dengan penuh kesabaran. Berhubung panti Dharma putera
dialihkan sebagai panti tunarungu, informan dipindahtugaskan ke
Temanggung. Walaupun mengalami kendala tempat yang cukup
jauh, informan merasa jika hal itu adalah resiko sebagai pegawai
pemerintah dan pengajar. Di Temanggung, informan mengajar
teori mesage kepada murid-muridnya. Hal ini berkaitan dengan
manage of learning dan relatedness needs. Tercermin dari
ungkapan informan sebagai berikut:
“Dulu pertama kali suruh ngajar pijat pas habis lulus dari
panti netra sebagai tenaga honorer tidak di bayar waktu
itu, dapat uang ya dari hasil pijat aja. Alhamdulilah
hidupnya saya dari pijet saya syukuri selama 10 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 95
78
Pijetnya kan dulu ya di kantor kan ada panti pijetnya. Itu
sebelum saya jadi pegawai. Pokoknya dilakukan dengan
sabar, sabar, sabar. Berhubung sekarang kantornya sudah
berganti yang tadinya Panti Tunanetra Dharma Putera
diganti diperuntukan untuk Tunarungu, maka saya tidak
bisa bekerja di panti itu. Sehingga saya dipindah tugaskan
ke Temanggung yang disana melayani anak-anak
Tunanetra. Saat harus dipindahkan di Temanggung ya mau
tidak mau harus kesana mbak. Walaupun menempuh jarak
sekitar 2 jam perjalanan ya itu sudah menjadi resiko saya.
Sudah menjadi tugas dan kewajiban saya. Di sana saya
mengajar teori mesage itu pijat. Jumlah murid di sana itu
sekitar 82 anak, targetnya si 100 orang...” (Informan
2, 202-232)
5) Perubahan Sebelum dan Sesudah Tunanetra
Menjawab pertanyaan penelitian mengenai “Adakah
perubahan sebelum dan sesudah menjadi tunanetra?”, informan
pasca mengalami ketunanetraan merasa menyerap ilmu
penyandang tunanetra lainnya dalam mengatasi kendala-kendala
yang tunanetra rasakan pada umumnya. Hal ini berkaitan dengan
memiliki penyesuaian diri yang baik dan growthneeds, sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 96
79
“...ya kalau saya walaupun tidak tunanetra total yang
akhirnya saya saya banyak menyerap ilmu-ilmu tunanetra
itu memang harus dan kita sifatnya kehati-hatian dalam
ibaratnya saya dalam berjalan, ya harus hati-hati.
Walaupun saya dalam hidup pasti akan selalu ada
gangguan-gangguan itu. Terus jarak pandang terbatas itu
kan tetap berpengaruh bagi saya itu dalam hal
pandangan” (Informan 2, 287-299)
Saat informan mengalami gangguan penglihatan, beberapa
cara informan lakukan untuk mengurangi perasaan-perasaan
negatif yang timbulkan menjadi berkurang. Hal ini berkaitan
dengan coping stress dan masa bangkit dari keputusasaan.
Ungkapan informan sebagai berikut:
“Waktu setelah mengalami itu kebetulan itu banyak
kegiatan mbak. Banyak kegiatan-kegiatan positif yang saya
lakukan untuk mengurangi perasaan saya yang campur
aduk. Contohnya saya mengantar anaknya bu dokter Lusi
mengantar sekolah TK waktu itu. Telaten saya waktu itu.
Untung banyak mainnya saya itu kerumah dokter Lusi.
Tiap hari ngantar anaknya. Itu bisa menjadi kegiatan.
Habis itu ada membikin bata. Itu lama lho itu menjadi
kegiatan tambahan, terakhir itu ikut kakak saya bekerja di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 97
80
bangunan di Jakarta itu hampir 2 tahun itu juga sebagai
obat supaya tidak terlalu stress itu” (Informan 2, 56-74)
6) Harapan Informan
Menjawab pertanyaan penelitian mengenai “Apa harapan
informan ke depan?”, informan di masa yang akan datang ingin
dapat kembali melihat dengan normal dan tidak mengalami
tunanetra total. Informan juga ingin kelak gangguan mata yang di
alami tidak menurun kepada anak-anaknya kelak. Hal ini berkaitan
dengan ada kemauan untuk berubah dan sembuh, serta kebutuhan
akan mencintai dan dimiliki, sebagai beriukut:
“...harapannya ya jangan sampai menjadi tunanetra total
cukup sampai di sini dan apa harapan saya juga jangan
sampai anak-anak saya mengalami seperti saya. Siapa tau
saya harapan saya juga ingin sembuh dan kembali ke awas
lagi tapi minimal saya jangan ditambahlah apa itu
berkurang penglihatannya itu. ya itu walaupun saya tiap
hari setiap bulan sekarang harus rutin berobat tiap hari
saya juga harus menetes mata pagi sore malam itu rutin.
Harapannya saya jangan sampai menjadi bleng tunanetra
total. Yang jelas jangan sampai ke anak-anak seperti orang
tuanya karena ada perasaan takut gitu lho...”
(Informan 2, 303-322)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 98
81
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis seluruh informan, didapatkan hasil dari
kedua informan yang kemudian dikaitkan dengan tinjauan pustaka.
Adapun pembahasan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1) Pengalaman Ketunanetraan Informan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua informan
mendapatkan pengalaman ketunanetraan sejak di usia dewasa dengan
pengalaman hidup yang berbeda. Kedua informan sama-sama
mengalami gangguan penglihatan akibat glukoma, namun informan
pertama mengalami totally blind dan informan kedua mengalami low
vision. Kecacatan indera menurut Mangunsong (1998) dibagi menjadi
dua, yaitu: (a) Low vision adalah kondisi dimana seseorang masih
dapat melihat meskipun sangat lemah dan (b) Totally Blind merupakan
kondisi seseorang yang sama sekali tidak dapat melihat (buta total).
Pada masa awal terjadinya ketunanetraan, informan pertama
menyatakan bahwa perasaannya sangat down karena mengalami buta
total. Informan pertama juga mengalami down karena hanya bisa di
rumah semenjak mengalami ketunanetran. Hal lain yang membuat
informan mengalami down terkait dengan tempat informan bekerja,
informan diperbolehkan untuk masuk kerja atau tidak kerja, namun
tetap disuruh untuk mengambil gajinya tiap bulan. Informan pertama
juga merasa mengalami ketidakmampuan dalam bekerja, sehingga
vakum dari pekerjaannya sebagai pegawai koperasi selama 2-3 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 99
82
Informan kedua menyatakan bahwa dirinya mengalami syok,
drop, minder, rendah diri, merasa hidup sudah tidak ada gunanya lagi,
dan banyak berfikir negatif karena dari orang awas dan tiba-tiba
mengalami gangguan penglihatan. Informan kedua juga mengalami
stress dan perasaan rendah diri selama 2 tahunan karena
penglihatannya kabur. Namun, selama waktu 2 tahun mengalami stress
akibat penglihatannya yang kabur dipergunakan untuk melakukan
banyak kegiatan positif. Hal tersebut informan kedua lakukan untuk
mengurangi perasaan informan kedua yang campur aduk.
Jadi, di masa lalu dampak ketunanetraan yang kedua informan
alami di awal terjadinya tunanetra ternyata menimbulkan dampak
negatif bagi kondisi psikologis kedua informan yang cukup lama
bahkan tahunan. Respon negatif yang muncul dari informan pertama
juga karena informan pertama selalu berada di rumah dan secara tidak
langsung informan tidak melakukan kegiatan-kegiatan sosial, berbaur
dengan lingkungan, serta kehilangan kepercayaan diri, perasaan tidak
berdaya untuk melakukan kegiatan termasuk pergi ke kantor.
Menurut Mambela (2018) dampak yang ditimbulkan dari
ketunanetraan ialah timbul reaksi-reaksi emosional yang negatif
seperti: minder, rendah diri, kurang bahkan tidak percaya diri, menarik
diri dari pergaulan, dan gejala negatif lainnya. Hal ini terjadi karena
kedua informan mengalami hambatan atau kendala dalam melakukan
aktivitas-aktivitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 100
83
Memaknai pengalaman kedua informan terkait pengalaman
ketunanetraannya, informan pertama memiliki keterbatasan
kemampuan dan penglihatan. Informan pertama juga tidak memiliki
dorongan untuk bekerja. Menurut hasil wawancara yang dilakukan
peneliti, informan pertama telah mengalami depresi keputusasaan dan
tidak hanya mengalami kesedihan karena kehilangan penglihatan. Di
sisi lain, berbeda dengan informan kedua yang cenderung lebih kepada
ketidakberdayaan karena kehilangan penglihatan. Informan kedua
mengalami keterbatasan penglihatan kabur atau low vision dan masih
dapat menggunakan kemampuannya untuk melakukan aktivitas
sebagai coping stress.
2) Kendala Pasca Tunanetra
Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan, kendala-kendala
yang dialami kedua informan pasca mengalami ketunanetraan cukup
berbeda. Kondisi ketunanetraan yang dialami informan pertama
memunculkan respon perasaan negatif yang lebih banyak dari pada
informan kedua. Informan pertama memunculkan emosi-emosi seperti
mudah marah, emosi yang tinggi, merasa putus asa, dan tidak karu-
karuan. Informan pertama juga merasa terganggu dengan suara
disekitarnya dan mengalami perasaan cemas akan mengalami hal yang
sama seperti pengalaman rekannya yang ditinggal pasangannya karena
mengalami ketunanetraan sejak di usia dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 101
84
Informan kedua mengalami keterbatasan penglihatan untuk
membaca tulisan-tulisan saat bekerja dan sulit mengenali orang setelah
mengalami ketunanetraan. Perasaan yang ditimbulkan akibat
ketunanetraan yang informan kedua rasakan yaitu perasaan rendah diri
akibat perubahaan dari orang awas lalu mengalami gangguan
penglihatan. Kesimpulannya, informan pertama dan informan kedua
sebenarnya memiliki kendala yang sama yaitu ketunanetraan. Namun,
jenis ketunanetraan yang dialami kedua informan berbeda, maka
menimbulkan reaksi emosi negatif dan dampak yang berbeda dalam
kehidupan sehari-hari.
Hal ini senada dengan Mambela (2018) menjelaskan tentang
seseorang yang mengalami ketunanetraan memiliki dampak langsung
dan tidak langsung, yaitu dampak langsungnya adalah keterbatasan
yang terjadi karena mengalami kelainan penglihatan atau tunanetra.
Sedangkan, dampak tidak langsung adalah berupa reaksi penyandang
tunanetra sendiri terhadap ketunanetraan yang dialaminya.
Memaknai pengalaman informan pertama yang muncul ialah
informan pertama merasa kendalanya yaitu proses adaptasi atau
penyesuaian yang dialami ketunanetraan total lebih berat daripada
ketunanetraan dari kecil, sehingga memunculkan reaksi emosi negatif
yang lebih banyak. Merasa terganggu dengan suara disekitar yang
muncul juga faktor menurunnya komuniksi informan pertama dengan
orang-orang terdekat bahkan lingkungan. Di sisi lain, memaknai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 102
85
pengalaman informan kedua terkait kendala pasca mengalami
tunanetra tidak terlalu berat. Informan kedua hanya terkendala
menurunnya mobilitas kerja akibat penglihatannya yang kabur.
Informan tidak mendapat kendala terkait komunikasinya dengan
lingkungan.
3) Pemahaman Mengenai Motivasi Kerja dan Faktor-Faktor yang
Memotivasi dalam Bekerja
a. Pemahaman informan mengenai motivasi kerja
Hasil analisis pengalaman terkait motivasi kerja yang kedua
informan alami dulu pasca mengalami ketunanetraan dengan
pengalaman yang dialami sekarang telah berbeda. Informan
pertama pasca mengalami ketunanetraan mengatakan bahwa
dirinya sama sekali tidak ada motivasi untuk bekerja. Informan
petama juga diperbolehkan masuk bekerja atau tidak bekerja
selama di koperasi. Jadi, secara implisit informan pertama
memahami motivasi kerja sebagai bersedia masuk ke kantor untuk
bekerja ketika diberi opsi masuk atau tidak masuk kerja.
Informan kedua memaknai pengalaman motivasi kerja
adalah sesuatu yang membuat seseorang berubah dari yang
dulunya sempat drop dan syok pasca tunanetra, lalu melihat
tunanetra total bisa melakukan banyak hal seperti bekerja,
membuat informan kedua menjadi termotivasi. Hal ini
menunjukkan bahwa informan kedua memahami motivasi kerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 103
86
sebagai kesediaan dirinya berubah ketika orang yang kondisinya
lebih dibawahnya bisa mencapai kesuksesan.
Hal tersebut senada dengan Campbell (Winardi, 2002)
menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan pengarahan
perilaku, kekuatan reaksi setelah seorang individu tlah
memutuskan arah tindakan-tindakan tertentu, dan persistensi
perilaku atau berapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan
pelaksanaan perilaku dengan cara tentu.
b. Faktor-faktor yang memotivasi informan dalam bekerja
Setelah mengalami vakum bekerja dan kehilangan motivasi
untuk bekerja, informan pertama akhirnya dipindahtugaskan ke
Panti Dharma Putera untuk mendapatkan pengalaman pendidikan
rehabilitasi. Informan pertama di didik dahulu dan di latih
membaca dan menulis braile. Informan juga mengatakan selama
berada di panti rehabilitasi, informan pertama merasa adaptasinya
lebih enak karena banyak temannya yang mengalami tunanetra
yang baik-baik. Selain itu di panti rehabilitasi, informan
mendapatkan dukungan dari teman-teman yang bekerja disana
untuk dapat semangat belajar, bergaul, dan tidak perlu malu lagi
dengan keadaannya. Tapi semua itu juga tidak lepas dari dukungan
istri informan pertama. Dukungan dari istrinya membuat informan
pertama termotivasi untuk bangkit dan bekerja dengan baik. Jadi,
informan pertama memahami pengalamannya untuk bangkit dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 104
87
keterpurukan akibat tunanetra yang dialami tidak lepas dari
dukungan teman-teman sesama tunanetra di panti rehabilitasi,
teman-teman kerja, dan keluarga yaitu istrinya.
Informan kedua juga disarankan untuk belajar di panti
rehabilitasi Dharma Putera. Informan kedua merasa dirinya
berkembang banyak sekali di panti rehabilitasi karena di sana
informan kedua merasa percaya dirinya makin tinggi,
kemandiriannya timbul, dilatih keterampilan pijat, dan memiliki
semangat hidup yang jelas. Informan juga di panti rehabilitasi
bertemu dengan orang tunanetra total lainnya setelah lulus dari
panti bisa berkeluarga, punya anak, dan bisa menyekolahkan. Hal
tersebut membuat informan kedua berfikir untuk bisa seperti
tunanetra total yang lain, apalagi dirinya tidak mengalami
tunanetra total.
Menurut pengalaman informan kedua saat di panti
rehabilitasi, dirinya mendapatkan ilmu yang jelas, pekerjaan, jodoh
yang sekarang menjadi istrinya, rumah, dan penghasilan. Informan
sangat bersyukur sekali karena istri dan anaknya menjadi sumber
motivasi untuk maju, mencari nafkah untuk mereka, dan menjadi
seorang ayah yang baik bagi mereka. Menurut informan, semua itu
juga tidak lepas dari banyaknya dukungan dan support dari dokter
Lusi yang membuatnya bisa masuk kursus di panti rehabilitasi
dengan bantuannya. Lalu, dukungan orang tua informan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 105
88
awalnya tidak setuju masuk panti rehabilitasi, akhirnya dengan
usaha informan mendapat persetujuan dan dukungan pula.
Sama seperti informan pertama, informan kedua juga
memahami pengalaman untuk dapat bangkit dari keterpurukan
akibat ketunanetraan yang dialami tidak lepas dari dukungan
keluarganya. Hal tersebut senada dengan Hull (1990) seseorang
yang mengalami tunanetra membutuhkan dukungan dari orang
terdekat dan intervensi psikologis untuk bisa bangkit dari
keputusasaan dan dapat mulai belajar menjadi diri yang berkualitas
dan mandiri walaupun tidak memiliki penglihatan lagi.
Makna pengalaman hidup kedua informan muncul setelah
kedua informan mendapatkan pengalaman keputusasaan dan
ketidakberdayaan akibat ketunanetraan di masa lalu, kini setelah
melalui pengalaman masa lalu yang berat kedua informan pada
akhirnya memperoleh banyak pengalaman positif dan berbagai
dukungan untuk beradaptasi dari keterpurukan hingga bangkit serta
memiliki motivasi kerja lagi. Proses keduanya cukup unik dan
berbeda.
Makna pengalaman informan pertama terkait peningkatan
motivasi kerja dipengaruhi yang paling utama yaitu faktor
pengalaman rehabilitasi sebagai faktor awal yang membantu
informan pertama merasa memperoleh perhatian emosional dari
orang-orang disekitarnya seperti sesama penyandang tunanetra dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 106
89
rekan kerja di panti rehabilitasi yang memberikan perhatian pada
dirinya dan membantu memecahkan masalah, baik masalah yang
dihadapi dalam pekerjaan maupun masalah pribadi.
Makna pengalaman informan kedua terkait bagaimana
proses terbentuknya motivasi dalam bekerja dipengaruhi oleh
seseorang yang kondisinya dibawahnya yaitu tunanetra total yang
berada di panti rehabilitasi dapat mencapai kesuksesan. Hal
tersebut membuat informan kedua termotivasi untuk sukses juga
dan dapat melakukan hal yang lebih karena dirinya justru tidak
mengalami buta total untuk memenuhi exsitence needs berupa gaji,
rumah, dan lainnya.
Hal yang menarik dari kedua informan adalah walaupun
memiliki pengalaman yang membuatnya termotivasi untuk bekerja
berbeda, namun pengalaman tersebut sama-sama sebagai titik awal
yang membantu kedua informan memenuhi existence needs,
relatedness needs, dan growthneeds dari Alderfer. Kebutuhan
tersebut berhubungan dengan fisik eksistensi pegawai (makan,
minum, pakaian, gaji), kepuasan dalam berinteraksi dengan
keluarga dan lingkungan kerja, dan kebutuhan untuk
mengembangkan diri. Relatedness needs juga mecakup hubungan
dengan keluarga, sehingga dorongan dan motivasi dari istri
informan pertama membuatnya giat untuk bekerja dan memiliki
motivasi dalam bekerja. Begitu juga informan kedua yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 107
90
mendapatkan dukungan dari seluruh keluarganya untuk
mengembangkan dan meningkatkan keterampilan pribadinya atau
growhneeds.
4) Peran Sebagai Guru Difabel
Hasil analisis mengenai pengalaman kedua informan tentang
memahami perannya sebagai guru difabel telah berjalan dengan baik
karena mereka sebelumnya telah mendapatkan pendidikan terlebih
dahulu, lalu mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengajar
anak berkebutuhan khusus atau difabel. Informan pertama bertugas
mengajar anak tunanetra di Temanggung dan melatih mereka yang
tadinya tidak bisa berbuat apa-apa menjadi bisa mandiri dengan
mengajar pijat, membaca dan menulis braile, serta keterampilan dalam
bekerja. Jadi, informan pertama memaknai perannya sebagai seseorang
yang memiliki tanggung jawab menyampaikan pelajaran kepada
murid-muridnya supaya tercipta kualitas murid yang baik.
Pengalaman informan kedua berbeda dengan informan pertama.
Informan pertama awalnya hanya menjadi tenaga pijat honorer dan
belum bisa mengajar. Namun, setelah 10 tahun nyokwan atau honorer,
lalu diangkat PNS oleh pemerintah untuk mengajar pijat sebagai guru
anak tunanetra di Temanggung. Semua dilakukan informan kedua
dengan penuh kesabaran untuk bisa menjadi guru. Dengan jarak yang
cukup jauh ke Temanggung untuk mengajar, tapi informan kedua tetap
melaksanakan tugasnya karena itu adalah tugas dan kewajibannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 108
91
Pengalaman yang informan kedua maknai tentang perannya sebagai
guru difabel adalah menjadi guru yang profesional untuk mengajar
walaupun memiliki kendala karena semua sudah menjadi tugas dan
kewajibannya sebagai guru.
Peran guru difabel juga tertuang dalam peraturan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2007 mengenai standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru menyebutkan bahwa
seorang guru tidak hanya harus memiliki kompetensi pendagogi atau
ilmu pendidikan/pengajaran dalam proses belajar mengajar, melainkan
juga kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional (Ishartiwi, 2012). Dengan begitu, kedua informan telah
memenuhi peran dan tugasnya sebagai individu profesional yang
mampu bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik, pengajar,
serta pembimbing anak berkebutuhan khusus berupa pendidikan
akademik, keterampilan, dan kemandirian sebagai bekal pasca sekolah.
5) Perubahan Sebelum dan Sesudah Tunanetra
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekarang kedua informan
mengalami perubahan yang jauh lebih baik pasca melewati masa-masa
transisi yang sulit akibat ketunanetraannya. Informan pertama
mengatakan kesulitannya sebagai penyandang tunanetra berkurang
karena adanya Orientasi Mobilitas (OEM) yaitu di didik cara berjalan,
menyeberang jalan, dan menggunakan tongkat dalam keseharian. Hal
ini membuat informan pertama mandiri untuk beraktivitas dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 109
92
berangkat kerja sendiri bahkan sampai ke luar kota. Namun, informan
pertama tetap merasa tidak bisa bersaing dengan orang yang awas
karena keterbatasan kemampuan melihat.
Informan pertama memaknai pengalamannya terkait dengan
perubahaan yang dialami sebelum dan sesudah menjadi tunanetra
dengan keyakinan secara intelektual dan emosional bahwa informan
pertama benar-benar bisa mandiri. Informan pertama juga berhasil
menguasai keterampilan khusus bagi penyandang tunanetra untuk
membantunya benar-benar mandiri, walaupun ada keterampilan
khusus lain yang belum bisa dijangkau sepenuhnya oleh penyandang
tunanetra.
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa informan kedua
memiliki perubahan pasca tunanetra, yaitu informan merasa menyerap
ilmu penyandang tunanetra lainnya dalam mengatasi kendala-kendala
yang tunanetra rasakan. Informan kedua juga memilik cara coping
untuk mengurangi stress akibat tunanetra dengan memperbanyak
aktivitas-aktivitas positif seperti bekerja.
Informan kedua memaknai pengalamannya terkait perubahan
sebelum dan sesudah mengalami tunanetra sebagai pemberian
dorongan pada dirinya untuk pengembangan potensi dalam
mendukung pekerjaan yang dilakukannya walaupun mengalami
ketunanetraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 110
93
Jadi, kedua informan telah dapat menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan baik dari pengalaman-pengalamannya dari masa
lalu hingga kini. Sehingga dari pengalaman yang didapatkan dan
dipelajari pasca mengalami ketunanetraan berupa kemampuan, skill,
dan potensi menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pengembangan diri
keduanya. Hal tersebut senada dengan Alderfer (Mangkunegara, 2013)
growthneeds yaitu kebutuhan untuk mengembangkan dan
meningkatkan pribadi.
6) Harapan Informan
Hasil penelitian menunjukan kedua informan memiliki harapan
di masa depan yang berbeda. Informan pertama ingin setelah pensiun
dapat berkumpul dengan keluarganya dan informan pertama juga ingin
adanya Undang-Undang yang mengatur agar disabilitas bisa sejajar
dengan orang normal. Informan pertama senada dengan kebutuhan
menurut McClelland (Salbiyah, 2007) yaitu kebutuhan affiliasi yang
menginginkan perasaan akan diterima oleh orang lain, perasaan
dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.
Memaknai pengalaman informan pertama mengenai harapannya
di masa yang akan datang yaitu menghabiskan waktu bersama
keluarganya sebagai bentuk kebutuhan untuk mencintai serta dicintai
dan rasa aman serta dilindungi dari ancaman, pertentangan, dan
lingkungan yang masih memiliki sikap negatif terhadap penyandang
tunanetra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 111
94
Informan kedua menunjukkan bahwa dirinya memiliki harapan
di masa depan supaya dapat kembali melihat dengan normal dan tidak
mengalami tunanetra total. Informan kedua juga ingin gangguan mata
yang dimiliki tidak menurun kepada anaknya. Informan kedua juga
memiliki kemauan untuk sembuh. Hal ini senada dengan kebutuhan
untuk berafiliasi menurut David McClelland (Mangkumanegara, 2013)
yang mendorong untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama
orang lain, dan tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang
lain.
Informan kedua memaknai pengalamannya terkait harapannya
ke depan lebih kepada kemauan untuk sembuh dan tidak putus asa
untuk berjuang bagi dirinya juga anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 112
95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa semua
informan mengalami perubahan berupa penurunan motivasi kerja akibat
ketunanetraan yang dialami di masa lalu dan mengalami peningkatan
motivasi kerja di masa sekarang. Gejala awal yang muncul seperti
perasaan ketidakberdayaan, depresi keputusasaan, dan respon perasaan
emosi negatif sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya
motivasi kerja kedua informan.
Perasaan yang muncul pada informan pertama dimasa lalunya yaitu
down karena merasa mengalami ketidakmampuan dalam bekerja dan
memilih untuk vakum bekerja selama 2-3 tahun. Informan pertama
memaknai pengalamannya di masa lalu sebagai kondisi ketidakberdayaan
dan keputusasaan. Di sisi lain, perasaan yang muncul pada informan kedua
yaitu syok, drop,minder, rendah diri, dan merasa hidup sudah tidak ada
artinya lagi. Informan kedua memilih keluar dari pekerjaannya yang lama
karena mengalami penglihatan kabur. Informan kedua memaknai
pengalamannya di masa lalu sebagai hambatan dan kendala dalam bekerja.
Peningkatan motivasi kerja yang dirasakan kedua informan
disebabkan oleh adanya pengalaman rehabilitasi dan dukungan sosial dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 113
96
berbagai sumber seperti keluarga, pasangan, teman kerja, dan teman
sesama penyandang tunanetra. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap
peran kedua informan yang bekerja sebagai guru difabel di masa sekarang.
Informan pertama memaknai pengalamannya saat mendapatkan
pendidikan di panti rehabilitasi memudahkan dirinya untuk beradaptasi
dengan kondisi ketunanetraannya. Selain itu, dukungan dari teman-teman
yang bekerja di panti rehabilitasi menyebabkan dirinya semakin semangat
belajar, bergaul, dan tidak malu lagi sebagai penyandang tunanetra.
Informan pertama juga merasa dukungan istrinya membuat termotivasi
untuk bangkit dan bekerja dengan baik. Sehingga, pengalaman-
pengalaman tersebut bermakna positif bagi informan pertama untuk dapat
meningkatkan motivasi kerjanya dan menjalankan perannya sebagai guru
difabel di Temanggung. Informan pertama memaknai peran guru difabel
sebagai seseorang yang memiliki tanggung jawab menyampaikan
pelajaran kepada murid-muridnya supaya tercipta kualitas murid yang
baik.
Informan kedua memaknai pengalamannya mendapatkan
pendidikan di panti rehabilitasi membuat percaya dirinya makin tinggi,
timbul kemandirian, mendapatkan keterampilan pijat, dan memiliki
semangat hidup yang jelas. Informan kedua juga memaknai
pengalamannya bertemu dengan orang-orang tunanetra total yang bisa
bekerja, berkeluarga, punya anak, dan bisa menyekolahkan anaknya
sebagai pengalaman yang membuatnya termotivasi untuk bisa lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 114
97
daripada yang dilakukan tunanetra total karena tunanetra yang dialaminya
tergolong low vision. Pengalaman tersebut bermakna bagi informan
pertama sebagai kesediaan dirinya berubah ketika orang yang kondisinya
lebih dibawahnya bisa mencapai kesuksesan, dirinya juga harus bisa
sukses. Hal tersebut yang membuat informan kedua memiliki motivasi
untuk bekerja.
Informan kedua di masa sekarang memaknai perannya sebagai
guru difabel penyandang tunanetra sebagai tugas dan kewajiban dirinya
untuk mendidik dan mengajar murid-muridnya di Temanggung. Semua
dilakukan informan kedua dengan penuh kesabaran dan semangat,
walaupun jarak tempat tinggal dan tempat mengajarnya cukup jauh.
Informan kedua juga merasa semua itu berkat dukungan istri dan
keluarganya.
Pengalaman informan pertama terkait harapannya di masa yang
akan datang yaitu ingin setelah pensiun dapat berkumpul dengan
keluarganya dan berharap adanya Undang-Undang yang mengatur
penyandang difabel sejajar dengan orang normal. Harapan informan
pertama dimaknai sebagai bentuk kebutuhan untuk mencintai dan dicintai,
rasa aman, serta dilindungi dari ancaman, pertentangan, dan lingkungan
yang masih memiliki sikap negatif terhadap penyandang difabel.
Sedangkan, informan kedua memiliki harapan dapat bisa melihat dengan
normal di masa depan karena dirinya setiap hari meggunakan obat untuk
kesehatan matanya dan setiap bulan rutin berobat ke dokter. Informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 115
98
kedua juga berharap gangguan penglihatan yang dialami dirinya tidak
menurun kepada anak-anaknya. Harapan informan kedua dimaknai
sebagai adanya kemauan untuk berubah menjadi lebih baik dan tidak putus
asa untuk sembuh dari gangguan penglihatan yang dialami, serta dirinya
tidak ingin merugikan orang lain terutama kepada anaknya.
Esensi makna pengalaman yang dialami kedua informan terkait
pengalaman ketunanetraannya sejak dewasa dan motivasi kerjanya sebagai
guru difabel mengalami perbedaan. Di sisi lain, pengalaman-pengalaman
yang dialami kedua informan sama-sama dipengaruhi oleh kebutuhan
eksistensi (existence needs), kebutuhan keterhubungan (relatedness
needs), dan kebutuhan pertumbuhan (growthneeds) dari Alderfer.
Kebutuhan tersebut berhubungan dengan fisik eksistensi pegawai (makan,
minum, pakaian, gaji), kepuasan dalam berinteraksi dengan keluarga dan
lingkungan kerja, dan kebutuhan untuk mengembangkan diri.
B. Kelemahan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam penelitian
ini salah satunya adalah peneliti tidak dapat melakukan pengumpulan data
lebih mendalam yaitu melakukan observasi di tempat kerja informan di
Temanggung karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. Peneliti juga
menyadari minimnya penelitian terkini yang dilakukan berkaitan dengan
penelitian ini, hal tersebut membuat peneliti cukup kesulitan dalam
mencari referensi atau rujukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 116
99
Peneliti dalam penelitian ini kurang melakukan teknik probing
secara mendalam saat wawancara mengenai motivasi kerja guru difabel,
sehingga data yang dihasilkan kurang memenuhi. Peneliti lebih banyak
melakukan probing data yang berfokus pada pengalaman hidup yang
dialami seluruh informan terkait ketunanetraan yang dialami, daripada
motivasi kerja guru difabel penyandang tunanetra. Peneliti juga tidak
memperoleh saturasi data yang lebih mendalam karena hanya melakukan
satu kali pengambilan data wawancara kepada masing-masing informan.
Pada saat proses wawancara mengenai motivasi kerja dan perannya
sebagai guru difabel penyandang tunanetra, data tidak tersaturasi karena
peneliti tidak mengembangkan pertanyaan-pertanyaan wawancara kepada
masing-masing informan. Sehingga, data penelitian mengenai motivasi
kerja guru difabel belum terwakili secara mendalam.
C. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai “Gambaran
Motivasi Kerja Pada Guru Difabel Penyandang Tunanetra Sejak Dewasa”,
berikut beberapa saran bagi pihak yang terkait serta untuk kelancaran
peneliti selanjutnya.
1. Bagi Penyandang Tunanetra
Dari penelitian ini didapat bahwa penyandang tunanetra sejak
dewasa telah mengalami penurunan motivasi kerja di awal
terjadinya ketunanetraan dan penyandang tunanetra dapat
meningkatkan kembali motivasi kerjanya dengan berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 117
100
dukungan sosial. Namun, yang paling terpenting bagi
penyandang tunanetra tetap harus memiliki semangat yang
tinggi dan motivasi dalam dirinya sendiri. Keterbatasan fisik
bukanlah suatu penghalang untuk berjuang meraih harapan
yang diinginkan.
2. Bagi Departemen Sosial
Kepada Departemen Sosial Provinsi Jawa Tengah yang
bekerjasama dengan instansi terkait untuk meninjau ulang
solusi yang lebih baik terkait kendala-kendala yang dirasakan
para pegawai difabel netra maupun difabel lainnya dalam
bekerja.
3. Bagi Peneliti Lain
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua orang
informan. Saran bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian serupa agar menambah jumlah informan agar
memperkaya data yang didapatkan. Bagi peneliti lain yang
akan membahas tema yang sama mengenai motivasi kerja
penyandang tunanetra, diharapkan dapat meneliti penyandang
difabel lain sehingga menemukan gambaran motivasi kerja
dengan latar belakang sumber yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 118
101
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, Putri Robiatul. Persepsi Penyandang Difabel A (Tuna Netra) Terhadap
Pentingnya Pelatihan Pemilih Pemula Di Kabupaten Banyuwangi. Jurnal
Politic. Vol. 17, No. 2 September 2017, pp. 206-222.
Adi, Isbandi Rukminto. 1994. Psikologi, pekerjaan sosial, dan ilmu kesejahteraan
sosial: Dasar-dasar pemikiran. Jakarta: Grafindo Persada.
Afiyanti, Yati. 2008. Validitas dan Reliabilitas Dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal
Keperawatan Indonesia. Vol. 12, No. 2, pp. 137-144.
Anwar Prabu Mangkumanegara, 2013. Manajemen sumber daya manusia
perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Ardana, Komang, dkk. 2008. Perilaku keorganisasian. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arikunto, S. 1998. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Creswell, J. W. 2018. Penelitian kualitatif dan desain riset: Memilih di antara
lima pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2015. Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Goble, Frank G. 1987. Mazhab Ketiga: Psikologi humanistik Abraham Maslow.
Yogyakarta: Kanisius
Hamzah, B., Uno. (2007). Teori motivasi dan pengukurannya analisis di bidang
pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Harimukti, Mega Tala dan Dewi, Kartika Sari. 2014. Eksplorasi Kesejahteraan
Psikologis Individu Dewasa Awal Penyandang Tunanetra. Jurnal Psikologi
Undip. Vol. 13 No. 1 April 2014, pp. 64-77.
Hasbiansyah, O. 2005. Pendekatan Fenomenologi: Penghantar Praktik Penelitian
dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi. Jurnal Mediator. Terakreditasi Dirjen
Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005. Vol. 9, No. 1, pp163-176.
Hidayat dan Suwandi. 2013. Pendidikan anak berkebutuhan khusus tunanetra.
Jakarta Timur: PT Luxima Metro Indah.
Hull, J. 1990. Touching the Rock. Londol: Arrow Books.
Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno. 2008. Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan. Jurnal Manajemen
Dan Kewirausahaan. Vol. 10, No. 2, pp. 124-135.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 119
102
Iriani, I. H., dan Mardiana. 2016. Empati dan Motivasi Kerja Guru Sekolah Luar
Biasa. Jurnal Psikologi. Vol. 05. No. 1, pp. 48-51.
Ishartiwi. 2012. Kompetensi Guru Pendidikan Khusus dan Model
Pengembangannya dalam Upaya Peningkatan Kualitas Generasi Bangsa
Penyandang Difabel. Jurnal Pendidikan Khusus. Vol. IX, No. 1, pp. 2-5.
J. Ravianto. 1985. Produktivitas dan tenaga kerja indonesia. Jakarta: Lembaga
Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas.
Karweti, Engkay. Pengaruh Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Faktor
yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SLB di
Kabupaten Subang. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 11, No. 2, pp. 77-89.
Kunandar. 2010. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Press.
Lestari, Yuni Eka., Slamet Sumarto, Noorochmat Isdaryanto. 2017. Pemenuhan
Hak Bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Semarang melalui
Implementasi Convention on the Rights of Person with Disabillities
(CPRD) dalam Bidang Pendidikan. Jurnal Pendidikan No. 1/Th.
XXVIII/2017.
Lukman Effendi, Nurliana Cipta Apsari, Santoso Tri Raharjo. 2017. Proses
Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Netra Di Panti Pelayanan Sosial
Disabilitas Penganthi Temanggung Jawa Tengah. Sosial Work Jurnal. Vol.
8, No. 2, pp. 170-177.
Mambela, Sambira. 2018. Tinjauan Umum Masalah Psikologis dan Masalah
Sosial Individu Penyandang Tunanetra. Jurnal Buana Pendidikan. Tahun
XIV, No. 25. Februari 2018.
Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus: Jilid
1. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3) Kampus Baru UI, Depok.
Mardiana dan Iriani Indri Hapsari. 2016. Empati Dan Motivasi Kerja Guru
Sekolah Luar Biasa. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi. Vol. 5,
No. 1, April 2016.
Moleong, J. 2007. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rodaskarya.
Mufti, Alex Yusron Al. 2016. Soft Skill Bagi Guru Dalam Pendidikan Islam.
Jurnal Tarbawi Vol. 13. No. 1. Januari-Juni 2016 ISSN: 2088-3102.
Mujimin, W. M. 2007. Penyediaan Fasilitas Publik Yang Manusiawi Bagi
Aksesibilitas Difabel. Jurnal Dinamika Pendidikan No. 1/ Th. XIV.
Mulyasa, E. (2004). Kurikulum berbasis kompetensi. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 120
103
Muzdalifah, F., dan Listyasari, W. D. 2013. Psikologi Pendidikan 2. Jakarta:
Program Studi Psikologi, Universitas Negeri Jakarta.
Nurin Nadhila. 2016. Motivasi Penyandang Disabilitas Fisik Tuna Netra Usia
Dewasa Awal dan Dewasa Madya. Jurnal Psikologi. DOI:
10.13140/RG.2.2.35600.81922.
Pika Susana Puteri, Winanti Siwi Respati, Safitri. 2009. Makna Hidup Perempuan
Dewasa yang Berperan Ganda. Jurnal Psikologi. Vol. 7, No. 2, pp. 43-55.
Pradopo, dkk. (1977). Pendidikan anak-anak tunanetra. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Prihatsanti, Unika. 2010.Hubungan Kepuasan Kerja Dan Need For Achievement
Dengan Kecenderungan Resistance To Change Pada Dosen UNDIP
Semarang. Jurnal Psikologi. Vol. 8, No. 78-84.
Robbins, P. Stephen. 2002. Prinsip-prinsip perilaku organisasi. Edisi keima.
Diterjemahkan oleh: Halida, S.E dan Dewi Sartika. Jakarta: Erlangga.
Sardiman, A. M. (2011). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta:
Rajawali Press.
Sayyidah, Ani Nur. 2015. Dinamika Penyesuaian Diri Penyandang Disabilitas Di
Tempat Magang Kerja: Studi Deskriptif Di Balai Rehabilitasi Terpadu
Penyandang Disabilitas (BRTPD) Yogyakarta. Jurnal Inklusi. Vol. 2, No. 1,
pp. 64-85.
Scholl. (1986). Foundations of education for blind and visually handicapped
children and youth: Theory and practice. New York: American Foundation
for the Blind, Inc.
Siagian. 1995. Teori motivasi dan aplikasinya. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Siti Salbiyah dan Budi Wahyu Mahardika. 2017. Pengaruh Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Tenaga Kependidikan Universitas Muhammadiyah
Surabaya Tahun 2016. Jurnal Balance. Vol. XIV, No. 2, pp. 83-105.
Shanty, M. 2012. Strategi belajar untuk anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta:
Familia.
Sulistyo dan Basuki. 2006. Metode penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Sumantri, Suryana. 2001. Perilaku organisasi. Bandung: Universitas Padjajaran.
Suseno, Miftahun Ni’mah dan Sugiyanto. 2010. Pengaruh Dukungan Sosial dan
Kepemimpinan Transformasional Terhadap Komitmen Organisasi dengan
Mediator Motivasi Kerja. Jurnal Psikologi. Vol. 37. No. 1, pp. 94-109.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 121
104
Tarsidi, D. 2012. Mengatasi Masalah-Masalah Psikososial Akibat Ketunanetraan
Pada Usia Dewasa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol. 18. pp. 85-97.
Tjahjanti, Prantasi Harmi dan Wiwik Sumarmi, Edi Widodo, Rizal Syamharis,
Septi Annas Zamroni, Dhani Indra Prakoso. 2018. Strategi Membantu
Wirausaha Disabilitas Untuk Memberdayakan Ekonomi Secara
Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol. 2, No.
1, pp. 37-43.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wina Sanjaya. 2008. Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
Winardi. 2002. Motivasi dan permotivasian dalam manajemen. Jakarta: Raja
Grasindo Persada.
Yanuarmawan, Dion. 2012. Pengaruh Promosi Jabatan Terhadap Kinerja
Karyawan Dikaji Menurut Teori Alderfer. Jurnal Akuntansi Dan Ekonomi
Bisnis. Vol. 1, No. 1, pp. 57-64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 122
105
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 123
106
LAMPIRAN Informan 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 124
107
No Verbatim Interpretasi Tema
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Bisa kita mulai langsung ya pak
Bambang?
Ya mbak Hosi.
Bagaimanakah pengalaman pak
Bambang hingga menjadi
tunanetra?
Awalnya saya bekerja di departemen
koperasi tahun 1990. Terus sampai
perjalanan, di koperasi memang
tidak ada kendala-kendala si ya
lancar-lancar saja. Trus ya saya
setelah melalui perjalanan itu saya
kena istilahnya glukoma gangguan
mata yang membuat saya tidak bisa
melihat sama sekali mbak.
Gangguan mata seingat saya itu
tahun 1999. Saya pada waktu itu di
koperasi saya hampir sebelumnya itu
2 sampai 3 tahun vakum tidak bisa
melaksanakan tugas. Istilahnya
hmm.. masuk dan tidak itu boleh
selama 2 atau 3 tahun. Ya.. dirumah
-Subjek
mengalami
ketidakmampuan
dan vakum
dalam bekerja
saat mengalami
gangguan mata
dan sama sekali
tidak bisa
melihat (13-22)
-Masalah
penglihatan
totally blind
-Keterbatasan
kemampuan
-Tidak memiliki
dorongan untuk
bekerja
-Kurang
memiliki need
for Achievement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 125
108
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
38.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
merasa kok bisa sampai seperti ini
lho mbak.. trus tahun 99 saya di
istilahnya dititipkan. Sebelumnya itu
namanya Pak Arismonandar, dulu
kepala saya, saya dipanggil “Piye
kalau kamu masuk ke Tunanetra?
Tak titipke”. Pada waktu itu kalau
gak salah sekitar tahun 99. Saya
waktu itu di tempat tunanetra hanya
dititipkan disana dan tidak dapat
bayar disana wong hanya dititipkan.
Bayarnya dari koperasi. Awal saya
masuk di rehabilitasi tunanetra, saya
tidak dapat bekerja. Disana saya di
didik dahulu, saya dilatih disitu,
dilatih membaca dan menulis braile.
Disitu saya nggak lama kok. Saya
cepat bisa menyesuaikan, orang-
orang malah pada gumun; “kok pak
Bambang cepat sekali?” wong
namanya saya masih muda. 2001
saya jadi pindah di Panti rehabilitasi
tunanetra. Awalnya dititipkan,
-Subjek
mendapatkan
pengalaman
pendidikan
rehabilitasi (25-
37)
-Subjek merasa
memiliki tingkat
penyesuaian diri
yang lebih positif
terhadap
ketunanetraannya
saat di panti
rehabilitasi (38-
-Tahap
penyesuaian diri
-Memperoleh
dukungan sosial
-Aksesibilitas
dari pemerintah
-Ada kemauan
untuk belajar
dan maju
-Mengalami
peningkatan dan
kemajuan
belajar
-Karakteristik
individu muncul
-Cepat
beradaptasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 126
109
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
memang dititipkan dari kantor
koperasi karena saya di koperasi
belum bisa melaksanakan tugas
sebagai PNS karena mengalami
gangguan penglihatan, lalu dititipkan
ke Dharma Putera. Setelah
beradaptasi dan belajar membaca
dan menulis braile sampai bisa.
Setelah pintar, saya ditugasi
pimpinan untuk mengajar braile,
tulisan baca tulis sebagai pengajar
tunanetra.
Bagaimana perasaan pak
Bambang saat itu?
Perasaan saya wahh saya down
sekali mbak. Sebelum masuk ke
panti tunanetra, ditempat saya
bekerja, saya diperbolehkan masuk
atau tidak lhoo ini, itu saya dirumah.
Itu down-nya saya disitu saya. Jadi,
setiap bulan saya disuruh ambil gaji
sama temen saya itu. down-nya
disitu saya mbak. Hampir 2 sampai 3
51)
-Subjek mampu
bekerja kembali
dengan bidang
pekerjaan yang
berbeda dari
sebelumnya (52-
57)
-Subjek
mengalami down
selama 2 -3
tahun akibat
ketunanetraannya
(60-69)
-Growthneeds
-Peningkatan
dan kemajuan
kerja
-Memperoleh
tanggung jawab
dari atasan
-Pengembangan
dan
pertumbuhan
karir
-Mengalami
keputusasaan
dan depresi
-Keterbatasan
kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 127
110
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
tahun lah. Ya alhamdulilah kepala
saya itu bagus, baiklah jan jan. Terus
tahun 2001 saya baru mengurus
pindahan itu pindahan resmi dari
koperasi ke tempat tunanetra
“Dharma Putera” Kementrian Sosial.
Apa sajakah masalah yang di
hadapi pak Bambang setelah
menjadi tunanetra?
Ya saya istilahnya pada waktu itu
emosinya tinggi mbak. Jadi krungu
dengar suara dikit saja itu sudah
langsung ya.. istilahnya emosinya
tinggi..mudah marahlah gitu. Dengar
suara dikit itu saja sudah rasanya
menyinggung saya. Langsung
meluap itu. tapi itu masih dalam
taraf emosinya masih bisa terkendali
tapi kalau udah emosi.... itu... wah....
udah nggak karu-karuan rasanya.
Rasanya tu campur-campur putus asa
dan macam-macam. Pada waktu itu
terus ketemu sama kepala yang baru
-Subjek merasa
bahwa dirinya
mudah marah,
emosinya tinggi,
dan merasa putus
asa setelah
mengalami
tunanetra (78-90)
-Memiliki
perasaan
ketidakberdaya-
an, depresi, dan
putus asa
-Kehilangan
rasa percaya diri
-Lebih suka
menyendiri
-Perasaan
mudah marah
-Kehilangan
gairah hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 128
111
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
ini. Pak Arismonandar itu saya njuk
langsung disalurkan ke panti
rehabilitasi tunanetra. Dia tahu kalau
saya mengalami tunanetra dan
meminta dibawa ke Dharma Putera
aja. Kalau pak kibar kan lain, dia
sudah dari kecil.. justru pernah lihat
ke tidak lihat itu down-nya disitu
mbak, banyak teman saya yang dari
yang sudah punya istri ditinggal
istrinya karena mengalami gangguan
penglihatan seperti saya.
Disanapun saya mengalami sedikit
hambatan karena jaraknya ya jauh.
Dulu disini saya naik becak bisa, tapi
sekarang dari Purworejo ke
Temanggung ya harus naik bis. Saya
naik bis bersama pak Kibar. Saya
setiap minggu pulang, setiap jumat
saya pulang. Nggak setiap hari saya
pulang. Capeklah saya kalau tiap
hari pulang. Ya walaupun saya ke
Temanggung kan harus berhenti dulu
-Subjek merasa
bahwa orang
yang mengalami
tunanetra di usia
dewasa lebih
down daripada
tunanetra dari
kecil (97-103)
-Subjek
mengalami
hambatan dalam
mobilitas kerja
yaitu jarak yang
jauh dan saat
naik bis berebut
dengan orang
awas (104-123)
-Respon negatif
terkait kondisi
psikologis
-Memiliki masa
transisi yang
berat
-Perasaan
rendah diri
-Minim
aksesibilitas
dari masyarakat
-Minim
aksesibilitas
dari pemerintah
-Keterbatasan
kemampuan
-Karakteristik
pekerjaan yang
kurang
mendukung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 129
112
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
di Magelang. Nah, repotnya tu disitu
mbak, nggak ada bis yang langsung
ke Temanggung. Jadi harus berhenti
dulu di Magelang, lalu nanti ganti
bis lagi. Apalagi kalau pagi sih itu
pasti rebutan sih itu engga peduli itu
apa orang ngga awas atau orang
awas sama saja kalau pagi pasti
rebutan masalahnya. Saya pernah
pas berangkat itu kena hujan, dah
saya tidak bisa apa-apa mbak.
Soalnyakan tisak dengar apa-apa.
Pendengarannya itu sudah sulit. Jadi
untuk konsentrasi tu ndak bisa. Arah
juga hilang. Soalnya saya pernah
ngalami di Magelang bersama pak
Kibar ujan deres itu padahal mau
berangkat itu. Untung ada orang
disana baik lalu saya ditarik ke
pinggir, itu sepatu saya sudah basah
mbak. Ya memang perjalanan saya
seperti itu.
Bagaimana pemahaman pak
-Subjek merasa
mengalami
hambatan karena
hujan sehingga
tidak bisa
mendengar, tidak
bisa konsentrasi,
dan hilang arah
saat berjalan
(124-136)
-Keterbatasan
kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 130
113
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
160.
Bambang mengenai motivasi
kerja?
Menurut saya motivasi kerja ya hal-
hal yang membuat orang itu
semangat dalam bekerja. Misalnya
hmm... saya bekerja mendapat gaji
ya... Alhamdulilah jadi semangat
juga mbak. Awalnya kan saya
memang down banget mbak waktu
tidak bisa lihat itu jadi sama sekali
tidak ada motivasi buat kerja... ya di
rumah saja. Itu soalnya kan saya
boleh masuk atau tidak itu pas saya
di koperasi. Untung saya pindah ke
Dharma Putera. Di sana saya di
Dharma Putera dimotivasi oleh
teman-teman yang juga bekerja di
sana. Itukan mereka di sana sudah
biasa menangani orang-orang yang
bermasalah khususnya kehilangan
penglihatan... supaya dapat semangat
belajar, bergaul, dan tidak usah malu
isin belajar dari sedikit demi sedikit.
-Subjek merasa
semangat bekerja
karena
mendapatkan
gaji (140-144)
-Subjek merasa
tidak memiliki
motivasi kerja
saat mengalami
down akibat
tunanetra (146-
151)
-Subjek merasa
di motivasi oleh
teman-teman
yang bekerja di
Dharma Putera
(151-157)
-Existence
needs terpenuhi
-Memperoleh
imbalan jasa
berupa uang
-Tidak memiliki
motivasi kerja
-mengalami
ketidakberdaya-
an, depresi, dan
putus asa
-Tidak memiliki
gairah kerja
-Need for
Achievement
tidak terpenuhi
-Tidak ada
kemauan untuk
berubah
-tidak memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 131
114
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
Saya merasa adaptasinya lebih enak
saya disana karena temannya banyak
yang tunanetra. Kalau dirumahkan
sendiri cuma tengak-tenguk, nah...
down-nya disitu saya. Alhamdulilah
saya ketemu sama temen-temen
baik-baik semua itu dengan
semangat saya untuk bisa mandiri
disitu. Terus tahun 2012 itu saya
pindah ke Temanggung karena
Dharma Putera alih fungsi digunakan
untuk tunarungu wicara lalu saya
pindah ke Temanggungkan kalau
alih fungsi tunarungu saya tidak bisa
mengajar braile. Tapi semua itu juga
tidak lepas dari istri saya yang selalu
mendukung. Saya bersyukur sekali
Alhamdulilah. Istri saya tetap di
samping saya dengan keadaan saya
yang tidak bisa melihat lagi. Semua
dukungan itu membuat saya jadi
termotivasi mbak untuk bangkit dan
bekerja dengan baik. Saya dan istri
-Subjek merasa
mendapat
semangat, ilmu,
dapat bergaul,
tidak malu, dan
mandiri selama
di panti bersama
teman tunanetra
lainnya daripada
di rumah (159-
169)
-Subjek merasa
bersyukur karena
istrinya selalu
mendukung
walaupun subjek
mengalami
tanggung jawab
-Memperoleh
dukungan dari
rekan kerja
-Memperoleh
intervensi
psikologis
untuk bangkit
-Karakteristik
situasi kerja
mendukung
-Relatedness
needs terpenuhi
-Need for
Affiliation
-Memperoleh
dukungan dari
keluarga
-Kebutuhan
untuk dicintai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 132
115
184.
185.
186.
187.
188.
189.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
206.
juga gak mau di bayar pemerintah
mahal-mahal tapi saya tidak bisa
mengabdi dengan baik, makanya
saya berusaha bekerja dengan
kemampuan yang saya miliki mbak.
Bagaimana peran pak Bambang
sebagai guru difabel di
Temanggung?
Saya di Temanggung mengajar anak
tunanetra mbak. Salah satunya saya
mengajar braile. Saya mengajar
anak-anak tunanetra dari yang
mereka tidak bisa apa-apa menjadi
bisa. Ngajar baca tulis lewat tulisan
braile, mengajar pijat, melatih anak-
anak supaya mandiri kalo sudah
lulus sekolah rehabilitasi di
Temanggung. Supaya mereka tu bisa
kerja mbak, punya keterampilan
dalam bekerja, biar tidak jadi
pengangguran.
Adakah perubahan sebelum dan
sesudah menjadi tunanetra?
tunanetra (175-
180)
-Subjek merasa
dukungan istri
membuatnya
termotivasi untuk
bangkit dan
bekerja (180-
188)
-Subjek merasa
peran dirinya
sebagai guru
difabel yaitu
mengajar mereka
keterampilan
supaya terlatih
kemandirian
sehingga saat
lulus mereka
dapat bekerja
(192-204)
-Memiliki
gairah dan
motivasi kerja
-Need for
Power
-Manager of
learning
-Memiliki
tanggung jawab
-Bekerja untuk
mencapai tujuan
-Transfer of
knowledge
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 133
116
207.
208.
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.
216.
217.
218.
219.
220.
221.
222.
223.
224.
225.
226.
227.
228.
228.
Ada mbak perubahan yang saya
rasakan. Kan dulu saya bisa lihat,
menjadi tidak bisa lihat tu down
banget mbak. Saya itu dulu nggak
ada bayangan saya itu masuk panti
tunanetra, repotnya disitu, tapi
setelah masuk rehabilitasi... ohhh...
ternayata tunanetra itu seperti itu.
Kalau orang yang belum tau saya
dulu diundang meneng wae.... lha
aku ra ngerti kok ya... kaget temen-
temen saya itu. Saya merasa secara
psikologis berat saya daripada
tunanetra yang dari lahir tidak
pernah melihat padang-padang... lha
kalau saya kan sebelumnya bisa
melihat apa-apa mbak... nah sulitnya
disitunya. Sesudah itu saya di panti
rehabilitasi Dharma Putera itu diajari
OEM itu Orientasi Mobilitas
bagaimana cara berjalan, cara
menyeberang jalan dan cara
menggunakan tongkat, nah akhirnya
-Subjek merasa
mengalami
psikologis yang
berat pasca
sebelum masuk
panti rehabilitasi
(207-224)
-Subjek merasa
kesulitannya
berkurang
karena adanya
Orientasi
Mobilitas dengan
-Masa transisi
yang berat
-Memiliki
motivasi yang
rendah
-Motif biogenis
-Memperoleh
kemampuan
mobilitas kerja
-Kemandirian
meningkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 134
117
229.
230.
231.
232.
233.
234.
235.
236.
237.
238.
239.
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
249.
250.
251.
sampai sekarang bisa walau sampai
Temanggung itu saya bisa sendiri.
Pulang sendiri itu semua tidak lepas
dari dukungan keluarga. Lalu, tahun
2013 saya pernah ngalami stroke
juga mbak... eh.. gejala stroke 2013,
itu karena jauh dari keluarga. Awal-
awal itu pindah...memang repotnya
maaf ya... dari orang gak lihat yang
sebelumnya bisa lihat.. jadi beban
pikir. Jalan aja mikir...repotnya
disitu. Harus mandiri betul mbak...
saya kalau kerja jalan juga sambil
mikir ya to... tongkatnya juga harus
bener ora iki.. ya itu kan jadi dua kali
kerja tangan dan pikiran. Kita harus
tetep bisa konsentrasi disitu
masalahnya. Saya dulu kerja di
koperasi semenjak mengalami
gangguan penglihatan dikoperasi ya
cuma nerima telepon. Jadi pihak
koperasi tidak tahu harus
dibagaimanakan saya ini... istri juga
di didik cara
berjalan,
menyeberang
jalan,
menggunakan
tongkat dalam
keseharian (224-
230)
-Subjek merasa
mendapat
dukungan dari
keluarga (231-
238)
-Subjek merasa
harus
menyesuaikan
diri dengan
menggunakan
kemampuannya
dan
berkonsentrasi
saat bekerja
(239-251)
-Kebutuhan
untuk dicintai
-Need of
Affiliasi
-Pemecahan
masalah
-Growthneeds
-Kebutuhan
aktualisasi diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 135
118
252.
253.
254.
255.
256.
257.
258.
259.
260.
261.
262.
263.
264.
265.
266.
267.
268.
269.
270.
271.
272.
273.
274.
sempat takut juga... bisa-bisa saya
nanti stress karena dulu awal-awal
emosinya masih tidak stabil to.
Masih sangat mudah ngamuk denger
suara. Tapi memang saya merasa
hampir stress saya itu... untungnya
saya bertemu pak Arismonandar.
Beruntung sekali saya itu jan... kalau
gak ada pak Arismonandar gatau lagi
lah saya itu... kita kan gak tahu ya
rencana Tuhan.
Apa sajakah yang mempengaruhi
?
Pengaruhnya ya saya jadi mau apa-
apa itu terbatas mbak. Kendalanya
ya itu... kalau mau menyaingi
dengan yang awas itu tetap ndak
bisa. Ya....kemauan itu ada ya tapi
tetap untuk mau sama itu tetep gak
bisa...itu karena gak lihat. Pekerjaan
apapun kan ya otomatis yang bisa-
bisa melihat-melihat saja kan yang
bisa...yang gak lihat itu kan yang
Subjek merasa
seseorang sangat
berjasa dan
menolongnya
saat mengalami
tunanetra (256-
262)
Subjek merasa
tidak bisa
bersaing dengan
orang awas
terkait pekerjaan
karena
keterbatasan
yang dimiliki
tunanetra (265-
279)
-Dukungan
sosial dari orang
lain
-Perasaan
rendah diri
-Keterbatasan
kemampuan
-Memiliki
perspektif
negatif terhadap
ketunanetraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 136
119
275.
276.
277.
278.
279.
280.
281.
291.
292.
293.
294.
295.
296.
297.
298.
299.
300.
301.
302.
303.
304.
305.
306.
sulit mbak... contoh komputer kan
harus dibarengi dengan bersuara ya
to...bersuara juga kalau nanti untuk
ngetik itu tetep didampingi sama
yang awas. Ya sepeti itu mbak.
Dari pengalaman menjadi
tunanetra, apa harapan pak
Bambang ke depan ?
Untuk harapan si Insyaallah bentar
lagi pensiun... umur sehat... pensiun
istilahnya masih sehat. Untuk itu
saya selalu bersyukur dan tidak lupa
dengan yang diatas. Lha wong saya
sudah seperti ini... saya berterima
kasih sekali... matur nuwun sekali...
yang penting masih bisa berkumpul
bersama keluarga. Harapannya ya
kalau untuk tunanetra itu memang
lain dengan yang awas si ya mbak...
Mudah-mudahan nanti ada dengan
adanya UU N0.8 tahun berapa ya
itu...mmm... itu kan untuk
mengangkat disabilitas sejajar
-Subjek ingin
segera pensiun
dan berkumpul
dengan keluarga
dan diberi
kesehatan serta
di beri umur
panjang oleh
Tuhan (292-296)
-Subjek ingin
disabilitas dapat
sejajar dengan
orang normal
sesuai undang-
-Kebutuhan
akan dimiliki
dan dicintai
-Need of
Affiliation
-Motif Teologis
-Kebutuhan
akan harga diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 137
120
307.
308.
309.
310.
311.
312.
313.
314.
315.
316.
317.
318.
319.
320.
321.
322.
dengan orang normal undang-
undangnya kan itu ada nomer 8.
Tahun 2000 berapa itu saya
lupa...2016 kayaknya itu. memang
kalau di Tunanetra itu harus bisa itu
yang dinamakan OEM Orientasi
Mobilitas kuncinya disitu... harus
peka telinganya. Itu aja si mbak.
Baik pak Bambang, wawancara
cukup sekian, maaf sudah
mengganggu waktu pak Bambang
lho ya.. saya jadi merepotkan.
Halah mbak Hosi gapapa.. semoga
bermanfaat ya dan cepat selesai
skripsinya.
Terima kasih pak.
undang (303-
314)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 138
121
LAMPIRAN Informan 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 139
122
No Verbatim Interpretasi Tema
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Bisa kita mulai ya pak
wawancaranya?
Iya mbak... silakan..
Bagaimanakah pengalaman
pak Kelik sebelum dan sesudah
menjadi tunanetra?
Yaitu diawali tahun 1994 setelah
lulus SMA, kerja di penelitian
terus satu tahun kemudian itu
terjadi mata kabur mata rabun
terus akhirnya saya berobat ke
RSU Purworejo. Di situ kok tidak
membuahkan hasil, lalu saya ke
jogja... rumah sakit apa tu...
YAP. Di sana saya mondok
sampai 1 minggu terus
dinyatakan itu sarafnya karena
tak fikir min, dipakaikan
kacamata kok tetap tidak
pengaruh. Tapi itu bisa terjadi
karena awalnya tahun 1992 dulu
memang pernah jatuh dari pohon
-Subjek
mengalami
gangguan mata
yaitu glukoma dan
memiliki kondisi
penglihatan yang
lemah (7-27)
-Mengalami
masalah
penglihatan Low
Vision
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 140
123
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
kelapa. Itu mungkin penyebab
awal mulanya kena saraf matanya
itu. tapi waktu di YAP saya
dinyatakan mengalami glukoma
tapi tidak sampai tunanetra total.
Terus tahun 1998, baru masuk ke
panti netra itu. Panti netra itu dari
1998 sampai 2000 itu saya di
bimbing pelajaran-pelajaran yang
berhubungan dengan tunanetra.
Akhirnya karena belajar di panti
itu 2 tahun, timbulah rasa
kepercayaan diri yang tadinya
mengalami drop, apa ya... syok,
drop, minder, rendah diri itu
pernah lho. Ibaratnya hidup
sudah tidak ada gunanya lagi.
pernah terfikir yang negatif-
negatif dari awas sampai
penglihatan kabur mengalami
gangguan matalah. Tapi setelah
di panti itu, timbul kepercayaan
diri dan akhirnya ya itu 2 tahun
-Subjek merasa
syok, drop,
minder, dan
rendah diri akibat
gangguan mata
yang dialami,
namun setelah
mengikuti
pendidikan
rehabilitasi di
panti netra, subjek
merasa
kepercayaan
dirinya muncul
(28-46)
-Memiliki
perasaan
ketidakberdaya-
an, depresi, dan
rendah diri
-Keterbatasan
penglihatan
-Memberoleh
aksesibilitas dari
pemerintah
-Muncul
kepercayaan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 141
124
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
di sana selesai.
Saat pak Kelik mengalami
syok, merasa rendah diri, tidak
memiliki kepercayaan diri
karena saat itu mengalami
gangguan penglihatan, hal
apakah yang membuat pak
Kelik bangkit? Bagaimana
cara mengatasi perasaan-
perasaan tersebut?
Waktu setelah mengalami itu
kebetulan itu banyak kegiatan
mbak. Banyak kegiatan-kegiatan
positif yang saya lakukan untuk
mengurangi perasaan saya yang
campur aduk. Contohnya saya
mengantar anaknya bu dokter
Lusi mengantar sekolah TK
waktu itu. Telaten saya waktu itu.
Untung banyak mainnya saya itu
kerumah dokter Lusi. Tiap hari
ngantar anaknya. Itu bisa menjadi
kegiatan. Habis itu ada membikin
-Subjek merasa
dengan banyak
kegiatan positif
membuat
perasaan-perasaan
negatif menjadi
berkurang (56-74)
-Coping stress
-Masa bangkit
dari keputusasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 142
125
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
bata. Itu lama lho itu menjadi
kegiatan tambahan, terakhir itu
ikut kakak saya bekerja di
bangunan di Jakarta itu hampir 2
tahun itu juga sebagai obat
supaya tidak terlalu stress itu
kerja di sana sampai tahun 1997
akhir. Seterlah itu tahun 1998
saya disarankan ke panti
rehabilitasi netra itu. Di panti
rehabilitasi netra itu jadi
berkembang banyak sekali.
Percaya diri makin tinggi,
kemandirian timbul, semangat
hidup yang jelas itu, tambah
pinter pijet, dan sama pak Kepala
di sana suruh honorer di situ
mengajar pijat. Di panti netra itu
banyak sekali yang saya dapat.
Dapat ilmu jelas, dapat
pekerjaan, dapat jodoh, dapat
rumah ini, komplit itu mbak,
untungnya mbak, mendapatkan
-Subjek merasa di
panti rehabilitasi
netra mengalami
perkembangan
seperti percaya
diri semakin
tinggi, memiliki
kemandirian, dan
semangat hidup
(76-83)
-Subjek merasa
bersyukur
mendapatkan
pekerjaan, ilmu,
jodoh, rumah, dan
penghasilan dari
bekerja sebagai
pengajar di panti
netra (84-96)
-Adaptasi
lingkungan yang
baik
-Sarana fisik
terpenuhi
-Memiliki
motivasi
-Memiliki
kepercayaan diri
-Memiliki gairah
hidup
-Kebutuhan
fisiologis
terpenuhi
-Kebutuhan rasa
aman
-Relasi dengan
pasangan hidup
-Karakteristik
pekerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 143
126
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
penghasilan dan uang dari ngajar
itu. Di sana saya bertemu jodoh
juga yang sekarang menjadi istri
saya. Ya gitu saya sangat
bersyukur sekali.
Mengalami kebangkitan pasca
mengalami gangguan
penglihatan itu kira-kira
berapa tahun?
Saya merasa rendah diri dan
hampir stres itu sekitar 2 tahunan
makanya saya banyak kegiatan
positif supaya berkurang
perasaan-perasaan itu, lalu ya itu
setelah di panti itu 1998 sampai
2000 itu setelah saya mengamati
dan ikut bergabung dengan orang
tunanetra lainnya, rasa
kepercayaan diri karena saya
melihat orang tunanetra total
setelah lulus dari sana itu kok ya
bisa bekerja, bisa berkeluarga,
punya anak, bisa menyekolahkan.
-Subjek merasa
merasa rendah diri
dan stres selama 2
tahunan (101-105)
-Subjek merasa
kepercayaan diri
di peroleh karena
melihat orang
tunanetra total
dapat bekerja,
berkeluarga,
punya keturunan,
dan menjalani
terpenuhi
-Masa transisi
yang berat
-Respon negatif
terkait kondisi
psikologis
-Muncul
karakteristik
individu
-Kebutuhan akan
harga diri
-Memiliki
motivasi untuk
bekerja
-Memiliki tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 144
127
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
Apalagi kan saya diberikan
Tuhan itu tidak buta total, masih
bisa melihat walaupun dikit
sekali. Nah... dari hal itu
membuat saya berfikir bahwa
saya harus bisa. Walaupun
dengan keadaan saya. Saya kalau
membaca itu memang sudah
tidak bisa mbak. Dengan di situ...
nganu... emm timbul semangat.
Nah itu Alhamdulilah kembali
lagi di situ 2 tahun saya lalui,
lulus dan di situ Alhamdulilah
membutuhkan itu walaupun
tenaga pijat itu akhirnya saya
nyokwan atau honorer di situ
sampai 10 tahun. Alhamdulilah
itu ada pengangkatan PNS, lalu
saya di angkat sebagai tenaga
pengajar juga di sana membantu
mengajar pijat dan lain-lain pada
murid-murid di sana di panti
tunanetra.
hidup dengan
baik, sehingga
subjek merasa
termotivasi
memiliki
keinginan yang
sama (109-120)
-Subjek merasa
bersyukur karena
di angkat
pemerintah
sebagai PNS
untuk mengajar
difabel netra
dengan proses
panjang yaitu
honorer 10 tahun
(125-137)
hidup
-Growthneeds
-Pencapaian
tujuan
-Need of
Achievement
-Need for Power
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 145
128
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
160.
Menurut pak Kelik, setelah
mengalami gangguan
penglihatan, apa sajakah
masalah-masalah yang sering
di hadapi?
Nek waktu itu yang saya hadapi,
karena saya waktu itu masih
kerja walapun kerja masih di
penelitian, saya sering salah
dalam mengerjakan karena
tulisan itukan hubungannya
dengan sangat kecil-kecil dan
kita dengan pensil kita sering
salah. Itu yang jelas. Yang kedua
itu, kita tu seringnya salah
menegur orang itu salah itu
sering. Akhirnya banyaklah yang
anu... ya... e.. yang tadinya awas
terus tidak bisa melihat itu
banyak sekali masalah dan
kendalanya mbak. Waktu itu
membaca tulisan-tulisan
dipinggir jalan itu tidak mampu
-Subjek merasa
memiliki kendala
saat membaca
tulisan-tulisan dan
mengalami
kesulitan
mengenali orang
karena gangguan
mata (143-154)
-Subjek merasa
orang awas lalu
tidak bisa melihat
memiliki masalah
dan kendala yang
lebih banyak
(154-158)
-Keterbatasan
penglihatan
-Perasaan rendah
diri
-Respon negatif
akibat
ketunanetraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 146
129
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
lho mbak karena ya saya le mikir
terlalu anu ya berat sampai
tulisan itu tidak keliatan lho. Jadi
kendala masalah waktu itu
tulisan-tulisan. Lalu saat pergi-
pergi juga takut ya itu.
pandangan kan kabur saat itu.
Kesulitan yang paling terasa
yaitu tadi.
Hal selanjutnya yang saya
ingin tanyakan itu berkaitan
dengan motivasi kerja pak.
Menurut pemahaman pak
Kelik, motivasi kerja itu apa?
Motivasi itu ya sesuatu yang
membuat seseorang itu berubah.
Dulu kan saya sempat drop, syok,
seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, nah... lalu manakala
saya melihat tunanetra yang total
itu bisa melakukan banyak hal
seperti bekerja, saya jadi
termotivasi mbak. Untuk bekerja
-Subjek merasa
motivasi kerja
adalah sesuatu
yang membuat
dirinya berubah
yang sebelumnya
mengalami syok,
rendah diri akibat
gangguan mata
-Need of
Achievement
-Existence needs
-Memiliki
tanggung jawab
-Memiliki
motivasi bekerja
-Pencapaian
tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 147
130
184.
185.
186.
187.
188.
189.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
206.
dan saya juga harus bisa. Apalagi
saya melihat buta total itu bekerja
seperti sebagian besar orang awas
itu akhirnya menjadi tolak ukur
saya, saya masih di beri Tuhan
penglihatan walaupun tinggal
beberapa persen itu kok tidak
bisa. Akhirnya saya kan ada
semacam semangat saya harus
bisa gitu. Mereka saja bisa, saya
juga harus bisa. Ya to mbak? Jadi
tolak ukur saya itu ya melihat
orang-orang tunanetra lain iru,
mereka apa-apa bisa masa saya
tidak bisa. Gitu.
Bagaimana proses dan peran
pak Kelik sebagai guru
difabel?
Dulu pertama kali suruh ngajar
pijat pas habis lulus dari panti
netra sebagai tenaga honorer
tidak di bayar waktu itu, dapat
uang ya dari hasil pijat aja.
menjadi
termotivasi untuk
bekerja (175-198)
Subjek merasa
bersyukur menjadi
guru difabel netra
sebagai pengajar
pijat dan
-Manager of
learning
-Transfer of
knowledge
-Relatedness
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 148
131
207.
208.
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.
216.
217.
218.
219.
220.
221.
222.
223.
224.
225.
226.
227.
228.
229.
Alhamdulilah hidupnya saya dari
pijet saya syukuri selama 10
tahun. Pijetnya kan dulu ya di
kantor kan ada panti pijetnya. Itu
sebelum saya jadi pegawai.
Pokoknya dilakukan dengan
sabar, sabar, sabar. Berhubung
sekarang kantornya sudah
berganti yang tadinya Panti
Tunanetra Dharma Putera diganti
diperuntukan untuk Tunarungu,
maka saya tidak bisa bekerja di
panti itu. Sehingga saya dipindah
tugaskan ke Temanggung yang
disana melayani anak-anak
Tunanetra. Saat harus
dipindahkan di Temanggung ya
mau tidak mau harus kesana
mbak. Walaupun menempuh
jarak sekitar 2 jam perjalanan ya
itu sudah menjadi resiko saya.
Sudah menjadi tugas dan
kewajiban saya. Di sana saya
mengajari murid-
murid tunanetra di
Temanggung
(202-232)
needs
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 149
132
230.
231.
232.
233.
234.
235.
236.
237.
238.
239.
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
249.
250.
251.
252.
mengajar teori mesage itu pijat.
Jumlah murid di sana itu sekitar
82 anak, targetnya si 100 orang
tapi jarang sekarang orang
mengalami tunanetra malah ada
yang diumpetin.
Bagaimanakah respon
lingkungan terdekat pasca pak
Kelik mengalami gangguan
penglihatan ?
Itu ada. Yang paling banyak itu
bu dokter Lusi yang waktu itu
sudah saya anggap sebagai orang
tua lah. Dokter Lusi itu dokter
yang pertama kali melihat
kondisi saya saat mata saya
kabur, kebetulan rumah saya
dekat dengan rumah dokter Lusi.
Beliau banyak sekali
memberikan support,
memberikan dorongan. Sampai
ibaratnya banyak memberikan
ya... kayak tiap bulan
-Subjek merasa
orang yang paling
berperan penting
dalam
memberikan
suport, dorongan,
dan finansial
adalah seseorang
yang bukan
keluarganya
namun sudah
subjek anggap
sebagai orang tua
-Dukungan dari
orang terdekat
-Kebutuhan akan
dimiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 150
133
253.
254.
255.
256.
257.
258.
259.
260.
261.
262.
263.
264.
265.
266.
267.
268.
269.
270.
271.
272.
273.
274.
275.
memberikan uang saku sampai
satu tahun itu. Akhirnya saya di
panti itu karena bu dokter Lusi
itu yang membantu. Waktu itu
saya yang kerja di bangunan, itu
bu dokter Lusi kasihan sama
saya, lalu saya di suruh kursus
pekerjaan yang bisa dilakukan.
Lalu saya dikursuskan di panti
pijat itu di Dharma Putera itu.
Keluarga bagaimana pak?
Kalau keluarga itu ya orang tua
yang tadinya tidak membolehkan
karena kok di panti rehabilitasi
sosial, orang tua kan biasanya
kalo di sosial itu negatif
pikirannya. Wong orang tua aja
masih mampu kenapa di sosial.
Setelah saya menerangkan kalau
ibaratnya orang tua masih ada
ndak papa tapi kalau sudah ndak
ada, saya nanti mau ikut siapa?
Itu sudah menjadi apa ya
baginya (240-262)
-Subjek merasa
orang tua
menentang subjek
untuk menjalani
pendidikan di
panti rehabilitasi
netra, walaupun
pada akhirnya
diperbolehkan
(264-279)
-Minimnya
aksesibilitas dari
orang tua
-Dukungan dari
keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 151
134
276.
277.
278.
279.
280.
281.
282.
283.
284.
285.
286.
287.
288.
289.
290.
291.
292.
293.
294.
295.
296.
297.
298.
namanya suatu alasan saya
supaya diperbolehkan untuk ke
panti kan gitu. Kemandirianlah
istilahnya.
Adakah perubahan sebelum
dan sesudah saat mengalami
tunanetra dalam kehidupan
sehari-hari?
O... ya itu banyak sekali ya
perubahan-perubahannya itu.
Akhirnya kita belajar memahami
ya kalau saya walaupun tidak
tunanetra total yang akhirnya
saya saya banyak menyerap ilmu-
ilmu tunanetra itu memang harus
dan kita sifatnya kehati-hatian
dalam ibaratnya saya dalam
berjalan, ya harus hati-hati.
Walaupun saya dalam hidup pasti
akan selalu ada gangguan-
gangguan itu. Terus jarak
pandang terbatas itu kan tetap
berpengaruh bagi saya itu dalam
-Subjek merasa
menyerap ilmu
penyandang
tunanetra lainnya
dalam mengatasi
kendala-kendala
yang tunanetra
rasakan pada
umumnya (287-
299)
-Memiliki
penyesuaian diri
yang baik
-Growthneeds
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 152
135
299.
300.
301.
302.
303.
304.
305.
306.
307.
308.
309.
310.
311.
312.
313.
314.
315.
316.
317.
318.
319.
320.
321.
hal pandangan.
Dari pengalaman-pengalaman
tersebut, apa harapan pak
Kelik kedepan?
Kalau saya harapannya ya jangan
sampai menjadi tunanetra total
cukup sampai di sini dan apa
harapan saya juga jangan sampai
anak-anak saya mengalami
seperti saya. Siapa tau saya
harapan saya juga ingin sembuh
dan kembali ke awas lagi tapi
minimal saya jangan ditambahlah
apa itu berkurang penglihatannya
itu. ya itu walaupun saya tiap hari
setiap bulan sekarang harus rutin
berobat tiap hari saya juga harus
menetes mata pagi sore malam
itu rutin. Harapannya saya jangan
sampai menjadi bleng tunanetra
total. Yang jelas jangan sampai
ke anak-anak seperti orang
tuanya karena ada perasaan takut
-Subjek ingin
harapan ke depan
dapat kembali ke
penglihatan
normal dan tidak
mengalami
tunanetra total
-Subjek ingin
gangguan mata
yang dialaminya
tidak menurun
kepada
penglihatan anak-
anaknya kelak
(303-322)
-Ada kemauan
untuk berubah dan
sembuh
-Kebutuhan akan
mencintai dan
dimiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 153
136
322.
323.
324.
325.
326.
327.
328.
329.
330.
331.
332.
333.
334.
335.
336.
337.
338.
339.
340.
341.
342.
343.
343.
gitu lho... kayak kemarin anak
saya pakai kacamata 3 setengah
tahun sekarang sudah enggak.
Oiya pak kelik, saya ingin
menanyakan lagi, bagaimana
respon istri dan anak-anak saat
ini pasca mengalami
tunanetra?
O..ya kalau itu saya
Alhamdulilah sekali, saya
bersyukur sekali mbak. Semua
ini tidak lepas juga dari
dukungan istri saya sampai saat
ini. Saya menjadikan istri dan
anak saya itu sumber motivasi
saya juga saat ini untuk tetap
maju, mencari nafkah untuk
mereka, dan menjadi seorang
ayah yang baik dan teladan bagi
mereka. Begitu mbak.
Baik pak Kelik, wawancara
saya akhiri. Terima kasih
banyak pak.
-Subjek
mengatakan
bahwa istri dan
anaknya adalah
sumber motivasi
bagi subjek. Istri
subjek juga
mendukung
subjek. (330-341)
-Dukungan dari
keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 154
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI