GAMBARAN TINDAKAN K STROKE PU Diaju PROGR FAKULTAS UNIVERSITAS N KELUARGA DALAM MEMUT KESEHATAN PADA KELUARGA E BERULANG DI WILAYAH KE USKESMAS CIPUTAT TIMUR SKRIPSI ukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Oleh: NINING RATNASARI 109104000035 RAM STUDI ILMU KEPERAWATA KEDOKTERAN DAN ILMU KESE S ISLAM NEGERI SYARIF HIDAY JAKARTA 1435 H/2014 M TUSKAN A DENGAN ERJA TAN EHATAN YATULLAH
125
Embed
GAMBARAN KELUARGA DALAM MEMUTUSKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24154/1/Nining... · Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GAMBARAN KELUARGA DALAM MEMUTUSKAN TINDAKAN KESEHATAN PADA KELUARGA DENGAN
STROKE BERULANG PU
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
GAMBARAN KELUARGA DALAM MEMUTUSKAN TINDAKAN KESEHATAN PADA KELUARGA DENGAN
STROKE BERULANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
NINING RATNASARI
109104000035
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN AKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
GAMBARAN KELUARGA DALAM MEMUTUSKAN TINDAKAN KESEHATAN PADA KELUARGA DENGAN
WILAYAH KERJA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN AKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
SYARIF HIDAYATULLAH
i
LEMBAR PERNHYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nining Ratnasari
NIM : 109104000035
Judul Skripsi : Gambaran Keluarga dalam Memutuskan Tindakan
Kesehatan Pada Keluarga dengan Stroke Berulang di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam skripsi ini:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Ciputat, Januari 2014
Nining Ratnasari
ii
iii
iii
v
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nining Ratnasari
Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 05 Juli 1991
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Ujung Menteng Rt.004/008 No.35 Medan Satria,
Buat sahabatku, terima kasih atas bantuan, doa, nasehat, hiburan, traktiran, ojekkan, dan
semangat yang kalian berikan selama kuliah, aku tak akan melupakan semua yang telah
kalian berikan selama ini. Sayang kalian semua. Semoga keakraban kita selalu terjaga.
Land-J Fighting!
PSIK Angkatan 2009
‘Empat tahun” waktu itu cukup untuk ku mengatakan aku bangga pernah berada di tengah-
tengah kalian.
.……..”Your Dreams Today, Can Be Your Future Tomorrow”…….
NINING RATNASARI
viii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2014 Nining Ratnasari, NIM: 109104000035 Gambaran Keluarga dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan pada Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur xvii + 82 halaman + 7 lampiran
ABSTRAK
Kemampuan keluarga untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat dipengaruhi oleh pengetahuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan anggota keluarga yang sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada anggota keluarga dengan stroke berulang. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif dan pengambilan data penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam. Partisipan dipilih dengan tehnik purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga yang bertugas dalam membuat keputusan, terutama terkait masalah kesehatan dalam keluarga. Data dianalisis menggunakan langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif meliputi: reduksi data, display data, analisa isi, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian ini didapatkan pengambilan keputusan keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan meliputi tema-tema sebagai berikut, faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, proses pengambilan keputusan, keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan, keluarga dalam memutuskan penggunan pelayanan kesehatan, dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan, cara untuk pencegahan stroke berulang, dan ketidakpatuhan pengobatan. Pengambilan keputusan dalam keluarga merupakan faktor penting dalam menentukan bagaimana pasien akan mendapatkan pengobatan dan perawatan. Pelayanan kesehatan sendiri perlu pemahaman dalam proses pembuatan keputusan keluarga, hal ini penting dalam memberikan perawatan kesehatan efektif, terutama jika keluarga mempunyai masalah dalam memutuskan kebutuhan perawatan kesehatan.
Kata kunci: keluarga, pengambilan keputusan, stroke berulang Daftar bacaan 70 (1993-2013)
ix
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, January 2014 Nining Ratnasari, NIM: 109104000035 Description of Family in Deciding Health Action in Families with Recurrent Stroke in Puskesmas Ciputat Timur Working Area xvii + 82 pages + 7 attachments
ABSTRACT
Family's ability to make appropriate health decisions are influenced by knowledge of the family in identifying health problems of family members. This study aims to determine how the family in deciding health action in family members with recurrent stroke. The method used is qualitative research with descriptive phenomenological approach and data research retrieval done with in-depth interviews. Participants were selected by purposive sampling technique. Participants in this study were family members who served in making decisions, especially related health problems in the family. Data were analyzed using the steps of data analysis in qualitative research include: data reduction, data display, content analysis, and conclusions. The results of this study showed family decision making in deciding health measures include the following themes: the factors that influence decision-making, decision making process, family in deciding treatment financing, family in deciding to use of health services, the psychological impact of delegating decision -making, how to prevent recurrent stroke, and treatment adherence. Decision making in the family is an important factor in determining how a patient will receive treatment and care. The health service have to understanding of family decision-making process, it is important to provide effective health care, especially if the family has a problem in deciding health care needs.
Keywords: family, decision making, recurrent stroke Reading list 70 (1993-2013)
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang
benderang. Puji syukur atas nikmat dan kebesaran-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Keluarga dalam Memutuskan
Tindakan Kesehatan pada Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Timur” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu
persyaratan untuk memeperoleh gelar Sarjana Keperawatan.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi.
Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang luar biasa dari berbagai
pihak, baik secara langsung dan tidak langsung, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan ini, penulis ingin
mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang tidak yang
tidak terhingga, kepada:
1. Bapak Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku pembimbing
xi
kedua yang banyak sekali memberikan masukan, pengetahuan dan
membimbing penulisan.
3. Ibu Ita Yuanita, S. Kp, M. Kep selaku pembimbing pertama yang telah
meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk meberikan bimbingan,
petunjuk, nasehat dan arahan kepada penulis selama menyusun skripsi.
4. Ibu Ernawati, S. Kp, M. Kep, Sp. KMB selaku pembimbing akademik yang
selalu memberikan nasehat dan dukungan selama proses pendidikan di
Program Studi Ilmu Keperawatan.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah
mengajarkan dan membimbing penulis, serta staf akademik Bapak Azib
Rosyidi, S,Psi dan Ibu Syamsiyah yang telah membantu urusan di kampus.
6. Ucapan terimakasihku yang teristimewa kepada keluarga, terutama orang tua
penulis yang tercinta (Jerisman Johan dan Siti Chotimatun) yang selalu
mendoakan anaknya serta memberikan dorongan baik materi maupun moril
dan kakak dan adik penulis yang tercinta (Juliardi Johan dan Febri Oktavian)
yang selalu meberikan support dan doa.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna kerena
keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun guna perbaikan skripsi ini. semoga rahmat
Allah SWT selalu tercurah untuk kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ciputat, Januari 2014
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... v
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................5
C. Pertanyaan Penelitian ...............................................................................6
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................6
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................6
F. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga ..................................................................................................8
1. Definisi keluarga ..............................................................................8
xiii
2. Bentuk Keluarga ...............................................................................8
3. Struktur Keluarga .............................................................................10
4. Fungsi Keluarga ...............................................................................11
5. Tugas Kesehatan Keluarga ...............................................................12
B. Konsep Kekuasaan dan Pembuatan Keputusan.......................................15
1. Definisi Kekuasaan Keluarga ...........................................................15
2. Landasan Kekuasaan Keluarga ........................................................15
3. Pembuatan Keputusan Keluarga ......................................................17
4. Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan ....................................18
5. Dasar Pengambilan Keputusan.........................................................19
6. Etika Pengambilan Keputusan .........................................................21
C. Stroke .....................................................................................................22
Dalam 5 tahun dari kejadian stroke pertama, resiko stroke berulang
meningkat lebih dari 40%. Prevalensi nasional stroke di Indonesia adalah
0,8% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Prevalensi stroke
di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Prevalensi
stroke di Provinsi Banten ditemukan sebesar 7,2 per 1000 penduduk, dan
yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 5,9 per 1000 penduduk
(Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian setelah penyakit
jantung dan kanker, dengan laju mortalitas 18%-37% untuk stroke pertama
dan 62% untuk serangan stroke selanjutnya (Smeltzer, 2001). Perth
Community Stroke Study menyatakan kematian pada 30 hari setelah stroke
berulang pertama adalah 41%, yang secara signifikan lebih besar dari pada
kasus kematian pada 30 hari setelah stroke pertama kalinya (22%) (Hardie et
al, 2004). Berdasarkan studi tersebut terlihat bahwa serangan stroke berulang
memiliki resiko kematian yang lebih tinggi dari serangan pertama. Di
Indonesia, stroke tanpa menyebut infark atau perdarahan intrakranial
merupakan penyebab kematian terbanyak di rumah sakit pada tahun 2007
masing-masing 5,24% dan 3,99% dari seluruh kematian di rumah sakit (Profil
Kesehatan Indonesia, 2008).
3
Laporan Global Burden Disease 2000 (GBD 2000) menyatakan
bahwa penyakit serebrovaskular merupakan penyebab utama kecacatan pada
orang dewasa dan jutaan orang yang bertahan dari serangan stroke mengalami
kecacatan ringan sampai berat. Terdapat kira-kira dua juta orang pasien stroke
yang mampu bertahan hidup mempunyai beberapa kecatatan. Sekitar 40%
dari mereka memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
(Smeltzer, 2001). Perth Community Stroke Study menyatakan risiko
kumulatif terjadinya kecacatan pada 30 hari setelah serangan stroke adalah
87% (Hardie et al, 2004).
Kekuasaan keluarga sebagai karakteristik sistem keluarga merupakan
kemampuan / potensi aktual dari individu anggota keluarga untuk mengubah
perilaku anggota keluarga yang lain (Olson & Cromwell, 1975 dalam
Friedman, 2010). Struktur kekuasaan sangat berbeda antara satu keluarga dan
keluarga yang lain. Beberapa pengaturan kekuasaan dalam keluarga yang
bersifat disfungsional, selanjutnya akan menimbulkan maladaptif dan
gangguan kesehatan dalam keluarga (Friedman, 2010). Komponen utama
kekuasaan keluarga adalah pembuatan keputusan (Friedman, 2010), terutama
dalam hal ini adalah kemampuannya dalam memutuskan tindakan kesehatan
yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita stroke berulang.
Pilot Study di California menyatakan penderita stroke yang tiba di
rumah sakit dalam waktu 3 jam setelah onset stroke, 4,3% menerima terapi
trombolisis. Tingkat keseluruhan pasien yang menerima terapi trombolisis
akan meningkat menjadi 28,6%. Jika semua pasien dengan onset stroke tiba
dalam waktu 1 jam, 57% bisa menerima pengobatan trombolitik (California
4
Acute Stroke Pilot Registry, 2005). Stroke dapat menyerang tiba-tiba dan bisa
berakibat fatal jika bantuan tidak segera dicari (WHO, 2005). Berdasarkan
penelitian tersebut peran keluarga adalah membuat keputusan untuk mencari
dan membawa pasien stroke kepada peayanan kesehatan yang tepat.
Kegagalan keluarga dalam membuat keputusan ketika onset stroke terjadi
dapat berakibat buruk bagi pasien dan keluarga sendiri, seperti peningkatan
ketergantungan pasien.
Sebuah penelitian kuantitatif tentang tugas kesehatan keluarga
menyatakan sebanyak 87,1% keluarga mampu mengenal masalah kesehatan,
61,3% keluarga mampu mengambil keputusan dengan baik, 80,6% keluarga
mampu memberikan perawatan, 67,7% keluarga mampu memodifikasi
lingkungan dengan baik, 98,8% keluarga mampu memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan dengan baik (Amelia, 2012). Berdasarkan hasil tersebut
keluarga tampak kurang mampu dalam memutuskan keputusan yang tepat
untuk anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga untuk membuat
keputusan kesehatan yang tepat dipengaruhi oleh kemampuan keluarga dalam
mengenal masalah kesehatan anggota keluarga yang sakit (Stanhope, 2004).
Kesulitan pengenalan masalah ini bergantung pada informasi yang didapat
dan bagaimana keluarga menginterpretasikan informasi tersebut (Drummond,
1993).
Pembuatan/ pengambilan keputusan dalam keluarga merupakan faktor
penting dalam menentukan bagaimana pasien akan mendapatkan pengobatan
dan perawatan. Karena itu, peneliti ingin melihat lebih dalam tentang
5
Gambaran Keluarga dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan pada Keluarga
dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur.
B. Rumusan Masalah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar pasien datang ke
rumah sakit lebih dari 24 jam pasca serangan stroke mencapai 46%. Hanya
13% pasien yang datang ke rumah sakit kurang dari 3 jam setelah onset
serangan (Pinzon, 2012). Interval waktu antara onset stroke dan kedatangan
ke rumah sakit (time-to-hospital) merupakan faktor kunci untuk pengobatan
segera dan hasil yang lebih baik dari pasien stroke. Penelitian yang dilakukan
oleh Martini, dkk. (2000) maupun Martini (2002) menunjukkan bahwa
kecepatan mendapat terapi merupakan faktor yang protektif terhadap kejadian
demensia atau gangguan kognitif setelah serangan stroke.
Salah satu penyebab kematian dan peningkatan disabilitas diduga
keterlambatan dalam mengambil keputusan oleh keluarga dalam membuat
keputusan untuk membawa pasien ke pelayanan kesehatan. Pengambilan
keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif yang akan digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah
kesehatan tersebut. Keluarga mempertimbangkan berbagai kemungkingan
dalam pengambilan keputusan ini, karena keputusan itu diambil dengan
sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan (Syamsi, 1995).
Pembuatan keputusan keluarga terdapat proses dan factor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan. Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang
terkait dengan pengambilan keputusan tindakan kesehatan. Dengan demikian,
peneliti merasa perlu untuk mengetahui Gambaran Keluarga dalam
6
Memutuskan Tindakan Kesehatan pada Keluarga dengan Stroke
Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan
kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan
kesehatan pada anggota keluarga dengan stroke berulang.
2. Tujuan khusus
a. Mendapatkan gambaran bagaimana keluarga mengenali masalah
kesehatan anggota keluarga dengan stroke berulang.
b. Mendapatkan gambaran bagaimana keluarga memutuskan tindakan
kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga dengan stroke berulang.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi pelayanan kesehatan
Manfaat penelitian bagi pelayanan kesehatan adalah sebagai bahan
masukan dan pertimbangan bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya
dalam memahami struktur kekuasaan keluarga yang penting dalam
memberikan perawatan kesehatan efektif, terutama jika keluarga
7
mempunyai masalah dalam mengimplementasikan perilaku sehat atau
memperoleh kebutuhan perawatan kesehatan.
2. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dan
perkembangan aplikasi keperawatan terutama terkait dengan perawatan
pasien stroke yang menjalani perawatan di rumah.
3. Bagi penelitian keperawatan
Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar bagi
penelitian lain untuk kepentingan pengembangan ilmu keperawatan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
informasi yang mendalam tentang gambaran keluarga dalam memutuskan
tindakan kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam (depth interview) menggunakan
pedoman wawancara. Wawancara dilakukan pada pembuat keputusan dalam
keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami stroke berulang.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga
1. Definisi keluarga
Friedman (2010) menyatakan keluarga adalah dua orang atau lebih
yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang
mengidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga.
Bailon dan Maglaya (1989) dalam Effendy (1998) mengatakan
keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang
berinteraksi satu dengan lainnya dan peran dan menciptakan serta
mempertahankan satu budaya.
2. Bentuk keluarga
Friedman (2010) menguraikan beberapa tipe bentuk keluarga, antara lain:
a. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak
yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya
(Suprajitno, 2004). Variasi yang saat ini berkembang di antara
keluarga inti adalah dual-earning (kedua pasangan bekerja di luar
rumah) dan dyadic nuclear (keluarga tanpa anak)
b. Keluarga adopsi
Adopsi merupakan cara lain dalam membentuk keluarga. Dengan
menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai orang tua
seterusnya dari orang tua kandung ke orang tua adopsi, biasanya
9
menimbulkan keadaan saling menguntungkan baik bagi orang tua
maupun anak.
c. Keluarga asuh
Pengasuhan keluarga asuh adalah sebuah layanan kesejahteraan
anak, yaitu anak ditempatkan di rumah yang terpisah dari salah satu
orang tua atau kedua orang tua kandung untuk menjamin keamanan
dan kesejahteraan fisik serta emsional mereka.
d. Extended family
Extended family adalah keluarga inti ditambahkan dengan anggota
keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah, misalnya:
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
e. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari salah
satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal
pasangannya. Saat ini, keluarga orang tua tunggal juga dapat
diartikan dengan ibu atau ayah dengan anak tanpa pernikahan
f. Dewasa lajang yang tinggal sendiri (single adult)
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri tanpa keinginan untuk
menikah.
g. Keluarga orang tua tiri
Keluarga orang tua tiri atau keluarga campuran dikenal sebgai
keluarga yang menikah lagi, yang dapat terbentuk dnegan atautanpa
anak, dan keluarga yang terbentuk kembali. Tipe keluarga ini
10
biasanya terdiri atas seorang ibu, anak kandung ibu tersebut, dan
seorang ayah tiri.
h. Keluarga binuklir
Keluarga binuklir adalah keluarga yang terbentuk setelah perceraian
yaitu anak merupakan anggota dari sebuah sistem keluarga yang
terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal dan paternal, denagn
keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan
dalam setiap rumah tangga (Ahrons & Perlmutter, 1982 dalam
Friedman, 2010).
i. Cohabiting family
Cohabiting family adalah dua orang/satu pasangan yang tinggal
bersama tanpa menikah.
j. Keluarga homoseksual
Allen dan Demon (1995) dalam Friedman (2010) menyatakan
keluarga homoseksual adalah dua atau lebih individu yang berbagi
orientasi seksual yang sama (pasangan) atau minimal ada satu
homoseksual yang memelihara anak.
3. Struktur keluarga
Struktur keluarga menunjukan cara pengaturan keluarga, cara
pengaturan unit-unit dan bagaimana unit-unit ini saling mempengaruhi.
Parad dan Caplan (1965) yang diadopsi oleh Friedman (2010)
menyatakan ada empat dimensi struktural keluarga, yaitu:
11
a. Sistem nilai, menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan
diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan
kesehatan.
b. Jaringan komunikasi, menggambarkan bagaimana cara dan pola
komunikasi ayah—ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak
dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dan
keluarga inti.
c. Sistem peran, menggambarkan peran masing-masing anggota
keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di lingkungan
masyarakat atau peran formal dan informal.
d. Kekuasaan dan pengambilan keputusan, menggambarkan
kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang
mendukung kesehatan
4. Fungsi keluarga
Secara umum, fungsi keluarga menurut Friedman (2010) dalam adalah
sebagai berikut.
a. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk megajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota
keluarga.
12
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (sosialization and sosial
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat
untuk melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum
meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar
rumah.
c. Fungsi reproduksi (the reproduction function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan hidup.
d. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healt care
function), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi.
Kemampuan keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga.
5. Tugas Kesehatan Keluarga
Baiton dan Maglaya (1998) dalam Efendi & Makhfuldi (2009) tugas
kesehatan keluarga meliputi:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Keluarga mempengaruhi pengenalan dan interpretasi masalah
kesehatan/penyakit. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang
tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak
13
akan berarti dan kerena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal
keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota
keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga
secara tidak langsung menjadi perhatian anggota keluarga.
Mengenali masalah kesehatan keluarga dimulai ketika suatu gejala
individu (1) dikenali; (2) ditafsirkan terkait dengan keparahannya,
kemungkinan penyebab, dan makna atau artinya; (3) dirasakan
menganggu oleh individu yang mengalami gejala tersebut dan
kelurganya. Tahap ini terdiri atas keyakinan keluarga akan gejala
atau penyakit seorang angota keluarga dan bagaimana menangani
penyakit tersebut (Doherty & Campbell, 1988; Campbell, 2000
dalam Friedman, 2010).
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan (pengobatan atau perawatan) yang tepat sesuai dengan
keadaan keluarga. Pencarian keperawatan dimulai ketika keluarga
memutuskan bahwa anggota keluarga yang sakit benar-benar sakit
dan membutuhkan pertolongan. Individu yang sakit dan keluarga
mulai mencari pengobatan, informasi, saran , dan validasi
professional dari extended family, teman, tetangga, pihak
nonprofessional lainnya (struktur rujukan awam), dan internet.
Keputusan menyangkut apakah penyakit anggota keluarga sebaiknya
ditangani di rumah atau di klinik atau di rumah sakit, cenderung
14
dinegosiasikan di dalam keluarga (Doherty, 1992 dalam Friedman,
2010).
Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat
agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika
keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta batuan kepada
orang di lingkungan tempat tinggal keluarga agar memperoleh
bantuan.
c. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Ketika keluarga memberikan perawatan kepada anggota keluarganya
yang sakit, keluarga harus mengetahui bagaimana keadaan
penyakitnya, sifat dam perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
fasilitas yang dibutuhkan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga,
dan bagaimana sikap keluarga terhadap sakit.
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah
yang sehat, keluarga harus mengetahui sumber-sumber keluarga
yang dimiliki, keuntungan atau menfaat pemeliharaan lingkungan,
pentingnya higiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit, dan
bagaimana sikap atau pandangan keluarga terhadap higiene sanitasi.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga
Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi keluarga dimulai
saat dilakukan kontak dengan pelayanan kesehatan professional
15
dan/atau praktisi pengobatan tradisional atau rakyat. Banyak
penelitian telah menunjukan secara jelas bahwa keluarga berfungsi
sebagai lembaga yang membantu dalam menentukan tempat terapi
yang harus diberikan dan oleh siapa (de Souza & Gualda, 2000;
Pratt, 1976 dalam Friedman 2010). Keluarga bertindak sebagai agen
perujukan kesehatan utama dan akan merujuk anggotanya ke jenis
layanan atau praktisi yang dinilai sesuai.
B. Konsep Kekuasaan dan Pembuatan Keputusan Keluarga
1. Definisi kekuasaan keluarga
Keluarga sama halnya dengan sistem social, mempunyai struktur
yang menetapkan siapa yang memegang kekuasaan dan bagaimana
hierarki keluarga atau perintah “urutan kekuasaan”. Cromwell dan Olson
(1975) dalam Friedman (2010) menuliskan bahwa kekuasaan adalah
suatu aspek fundamental terpenting semua interaksi social. Kekuasaan
sendiri memiliki berbagai pengertian, meliputi kapasitas untuk
mempengaruhi, mengendalikan, mendominasi, dan membuat keputusan
(Friedman, 2010).
2. Landasan kekuasaan keluarga
Raven dan rekan (1975) serta Safilios-Rothschild (1976) dalam
Friedman (2010) mengidentifikasi berbagai tipe landasan kekuasaan yang
bisa terdapat pada keluarga, yaitu:
a) Kekuasaan legitimasi (kadang-kadang disebut otoritas primer)
berkenaan dengan keyakinan dan persepsi bersama dari anggota
16
keluarga dan ditandai dengan adanya satu orang yang mempunyai
hak untuk mengendalikan perilaku anggota yang lain.
b) Kekuasaan yang lemah dan tak-berdaya adalah suatu bentuk dari
kekuasaan legitimasi yang seringkali tidak di perhatikan. Tipe
kekuasaan ini dilandasi pada penerimaan hak secara umum bagi
mereka yang membutuhkan atau bagi mereka yang tidak berdaya
untuk mengharapkan bantuan dari mereka yang berada dalam posisi
yang memungkinkan untuk membantu.
c) Kekuasaan referen berlaku pada kekuasaan yang dimiliki seseorang
terhadap orang lain karena identifikasi ositif dari mereka, seperti
identifikasi positif seorang anak pada orang tuanya.
d) Kekuasaan sumber berasal dari adanya sejumlah sumber yang
bernilai dalam suatu hubungan. Kepemilikan dilihat sebagai penetu
utama kemampuan untuk mempengaruhi atau menekan orang lain
(Osmond, 1977 dalam Friedman, 2010).
e) Kekuasaan ahli merupakan tipe kekuasan dimana seseorang
mempersepsikan bahwa orang lain (ahli) mempunyai pengetahuan,
keterampilan, dan keahlian khusus atau berpengalaman.
f) Kekuasaan penghargaan berpegang pada harapan bahwa orang yang
dominan dan berpengaruh akan melakukan sesuatu yang positif
dalam merespon kepatuhan orang lain.
g) Kekuasaan memaksa atau dominan didasarkan pada persepsi dan
keyakinan bahwa orang yang memiliki kekuasaan tersebut bisa atau
17
akan menghukum manggota keluarga lain melalui ancaman, paksaan
atau kekerasan apabila mereka tidak mematuhi.
h) Kekuasaan informasional berpegang pada isi yang berpengaruh.
Kekuasaan ini terletak pada petunjuk, informasi, dan saran
mempengaruhi seseorang untuk bertindak tanpa upaya nyata untuk
mempengaruhi.
i) Kekuasaan afektif adalah kekuasaan yang diperoleh melalui
manipulasi anggota keluarga dengan memberikan atau menarik
afeksi dan kehangatan, serta dalam hal hubungan intim orang
dewasa.
j) Kekuasaan menejemen ketegangan berasal dari kendali bahwa
anggota keluarga mencapai sesuatu dengan mengeola ketengan di
dalam konflik di dalam keluarga.
3. Pembuatan keputusan keluarga
Kekuasaan keluarga di teliti terutama dengan memfokuskan
pembuatan keputusan. Pembuatan keputusan berkenaan dengan suatu
proses yang diarahkan pada pencapaian persetujuan dan komitmen dari
anggota keluarga untuk melaksanakan serangkaian tindakan atau
mempertahankan status quo (Friedman, 2010). Pembuatan keputusan
adalah teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya
mereka untuk memperoleh kendali dalam bernegosiasi atau proses
pembuatan keptusan (McDonald, 1980 dalam Friedman, 2010). Ada tiga
18
tipe proses pembuatan keputusan, antara lain, pembuatan keputusan
konsesus, akomodasi, dan de facto.
a. Tipe pertama pembuatan keputusan disebut dengan konsesus. Dalam
tipe ini, serangkaian tindakan tertentu secara timbal balik disetujui
oleh semua yang terlibat. Terdapat komitmen yang sama untuk
memutuskan, begitu pula kepuasan dengan anggota keluarga.
Keputusan konsesus disetujui melalui diskusi dan negosiasi.
b. Tipe kedua pembuatan keputusan disebut akomodasi. Anggota
keluarga mengalami pertentangan dalam pembuatan keputusan.
Seseorang atau lebih anggota keluarga selanjutnya membuat
kesepakatan, hal ini mungkin dapat melalui kompromi secara
sukarela yaitu kesepakatan dibuat oleh semua orang yang peduli atau
bersedia berkorban. keputusan akomodatif dibuat dalam satu
kontinum dari paksaan hingga kompromi.
c. Pembuatan keputusan de facto terjadi apabila sesuatu hal dibolehkan
terjadi begtu saja tanpa perencanaan. Pada suatu pembuatan
keputusan aktif dan sukarela, atau efektif, keputusan terjadi begitu
saja. Keputusan de facto dapat saja terjadi ketika terdapat
argumentasi yang tidak ada resolusi atau jika permasalahan tidak
diangkat atau didiskusikan.
4. Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan
Menurut Hasan (2002), pengambilan keputusan sebagai suatu
kelanjutan dari cara pemecahan masalah memiliki fungsi antara lain:
19
a. Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan
terarah, baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara
institusional maupun secara organisasional.
b. Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya menyangkut masa yang akan
datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
Tujuan dari pengambilan keputusan itu sendiri dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Tujuan yang bersifat tunggal
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila
keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya
bahwa sekali diputusakan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain.
b. Tujuan yang bersifat ganda
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila
keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah,
artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus
memecahkan dua masalah (atau lebih), yang bersifat kontradiktif
atau yang bersifat tidak kontradiktif.
5. Dasar pengambilan keputusan
Dasar pengambilan keputusan itu bermacam-macam tergantung dari
permasalahan yang dihadapi dan individu yang membuat keputusan.
Dasar dalam pengambilan keputusan dijelaskan sebagai berikut:
20
a. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan akan lebih
bersifat subjektif, karenanya mudah terkena sugesti atau pengaruh
luar dan factor kejiwaan yang lain. Sifat subjektif dari keputusan
intuitif ini memiliki beberapa keuntungan: 1) karena yang
memutuskan itu satu orang, maka dapat segera di putuskan; 2) jika
pembuat keputusan memiliki ‘olah rasa’ yang tinggi, maka
keputusan yang diambil banyak yang tepat; 3) keputusan intutif ini
lebh cepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan.
b. Pengambilan keputusan rasional
Keputusan yang bersifat rasional banyak berkaitan dengan
pertimbangan dari segi daya guna. Masalah-masalah yang
dihadapinya juga merupakan masalah-masalah yang memerlukan
pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan
pertimbangan rasional ini lebih bersifat objektif.
c. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta berarti pengambilan
keputusan yang didasarkan pada informasi yang dikumpulkan.
Keputusan yang diambil dikatakan baik, jika informasi yang
didapkan cukup. Kesulitan dalam pengambilan keputusan
berdasarkan fakta adalah pembuat keputasan sulit mendapatkan
informasi atau data yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
21
d. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman
Pembuat keputusan sebelum mengambil keputusan melihat apakah
permasalahan yang sama atau mirip pernah terjadi sebelumnya. Jika
terdapat permasalahan yang sama, kemudian pembuat keputusan
menerapkan cara sebelumnya untuk mengatasi masalah yang timbul.
Dalam hal ini pengalaman dijadikan pedoman dalam pengambilan
keputusan.
e. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang
Keputusan diambil berdasarkan wewenang yang dimiliki. Keputusan
yang didasarkan atas wewenang mempunyai beberapa keuntungan:
1) usully readily accepted; 2) process authenticity; dan 3) provide
permanency.
(Syamsi, 1995)
6. Etika pengambilan keputusan
Etika pengambilan keputusan adalah komponen etika yang
berfokus pada proses bagaimana keputusan etis dibuat. Kerangka kerja
pengambilan keputusan sangat membantu dalam proses berfikir untuk
pengambilan keputusan yang etis. Kerangka kerja pengambilan
keputusan menggunakan prose pemecahan masalah. Ini digunakan
sebagai panduan dalam membuat keputusan yang sehat. Menurut Watson
(2002), “apakah kita mengakuinya atau tidak, kita membuat keputusan
kita sendiri. kita tidak bisa berpura-pura bahwa kita hanya mematuhi
22
beberapa aturan (atau otoritas) yang menyelesaikan masalah kita.
Memilih tidak bisa dihindari” (Stanhope, 2004).
Table 2.1 : Langkah-langkah dalam kerangka kerja pengambilan keputusan (decision-making framework)
Langkah-langkah Rasional 1. Mengidentifikasi berbagai masalah dan
dilema yang ada 2. Menempatkan masalah-masalah
tersebut dalam konteks yang bermakna 3. Memperoleh semua fakta yang sesuai 4. Merumuskan masalah 5. Mempertimbangkan pendekatan yang
tepat untuk tindakan atau pilihan
6. Membuat keputusan dan mengambil tindakan
7. Mengevaluasi keputusan dan tindakan
Seseorang tidak dapat membuat keputusan jika mereka tidak dapat menidentifikasi masalah yang ada. Konteks sejarah, sosiologis, budaya, psikologis, ekonomi, politik, komunal, lingkungan, dan demograpi mempengaruhi bagaimana cara masalah dirumuskan. Fakta mempengaruhi bagaimana cara masalah di rumuskan. Masalah mungkin perlu dimodifikasi atau diubah atas dasar isi dan fakta. Sifat dari masalah menentukan pendekatan yang akan digunakan. Seorang profesional tidak dapat menghindari pilihan dan tindakan dalam menerapkan keputusan
evaluasi menentukan apakah atau tidaknya pengambilan keputusan yang digunakan tepat
Sumber: Stanhope, 2004
C. Stroke
1. Definisi Stroke
WHO (2006) mengatakan stroke adalah suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
23
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. Termasuk disini perdarahan subarachnoid, perdarahan
intraserebral, dan infark serebral.
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan perdarahan
otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa
defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun
infeksi sisinan saraf pusat (Dewanto, 2007).
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan neurologis yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada
bagian otak (Bowman dalam Black & Hawks, 2009).
2. Definisi Stroke Berulang (Recurrent Stroke)
Kejadian baru dari gejala yang muncul dapat dihitung sebagai
kejadian baru atau stroke berulang, kriteria stroke secara umum dapat
didefinisikan seperti hal diatas dan harus memenuhi:
a. Kejadian sebelumnya pada arteri yang sama dan terjadi pada 29 hari
atau lebih dari serangan sebelumnya.
b. Kejadian baru pada arteri yang berbeda dari sebelumnya dan terjadi
pada 28 atau beberapa hari dari serangan sebelumnya.
(WHO, 2006)
3. Faktor Risiko stroke
Zomorodi dalam Lewis et al (2011) menyatakan bahwa faktor
risiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable).
24
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis
kelamin, ras, dan herediter/keturunan (WHO, 2006).
1) Risiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua
kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun,
stroke dapat terjadi juga pada semua usia. Prevalensi kejadian
stroke terhadap usia adalah sekitar 13% bagi individu 60-79
tahun, dan 27% setelah 80 tahun (Shang et al dalam Ross,
2012). Kejadian stroke pada anak di Amerika sekitar 6,4 per
100.000 anak (0-15 tahun), dan 4,6 per 100.000 anak (0-19
tahun) (American Heart Association, 2013).
2) Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada wanita,
namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada
laki-laki.
3) Prevalensi kejadian stroke terhadap etnik/ras adalah 88/100.000
ras kulit putih, 149/100.000 Hispanik, dan 191/100, 000 ras kulit
hitam (Shang et al dalam Ross, 2012). Ras Africa- America
(berkulit hitam) memiliki risiko yang lebih besar mengalami
stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini berhubungan
dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes
mellitus pada ras Africa- America (Zomorodi dalam Lewis et al,
2011).
4) Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke, serangan TIA
sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko
25
terjadinya stroke (Zomorodi dalam Lewis et al, 2011).
Framingham Heart Study menyatakan orang tua yang pernah
mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali
lipat kejadian stroke pada keturunannya (American Heart
Association, 2013) .
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang
berpotensi dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan
medis, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke. Faktor risiko
yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, penyakit jantung,
merokok, konsumsi alkohol, obesitas, diabetes mellitus, kurang
aktivitas fisik, sleep apnea, penggunaan obat-oban, dan pola makan
yang buruk.
1) Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg
(Smelzer & Bare, 2001). Lee (2011) menyatakan prehipertensi
memiliki hubungan yang erat terhadap insiden stroke. rata-rata
77% mereka yang menderita stroke memiliki riwayat tekanan
darah > 140/90 mmHg (AHA, 2013).
Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe
on Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of High
diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, termasuk dalam wilayah kerja ini
adalah Kelurahan Cireunde, Rempoa, dan Cempaka Putih. Luas wilayah kerja
Puskesmas Ciputat Timur adalah 741 Ha.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan
kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang di wilayah kerja Puskesmas
Ciputat Timur secara rinci menjelaskan uraian tujuh tema yang teridentifikasi
dari hasil wawancara mendalam, tema-tema tersebut meliputi: (1) faktor-
faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, (2) proses pengambilan
keputusan, (3) keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan, (4)
keluarga dalam memutuskan penggunaan pelayanan kesehatan, (5) dampak
psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan, (6) cara untuk
mencegah stroke berulang, dan (7) ketidakpatuhan pengobatan.
1. Karakteristik partisipan
Karakteristik partisipan meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan terakhir, dan hubungan partisipan dengan pasien. Partisipan
penelitian adalah pembuat keputusan terutama dalam keluarga terhadap
masalah kesehatan pasien.
Tabel 5.1 Karateristik Partisipan
No. Inisial Umur (tahun)
Pekerjaan Pendidikan Terakhir
Hubungan dengan pasien
Stroke berulang
1 Tn. S (P1) 70 Ketua RT SD Suami Ke-2 2 Ny. J (P2) 62 Ibu rumah
tangga SD Istri Ke-5
3 Tn. M (P3)
40 Wiraswasta SI Anak pertama Ke-2
55
2. Gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan
Berdasarkan tujuh tema yang teridentifikasi dalam penelitian ini,
berikut adalah uraian dari masing-masing tema tersebut:
a. Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Faktor-faktor ini mempengaruhi bagaimana pembuat keputusan
menggambil keputusannya. Faktor-faktor ini teridentifikasi
berdasarkan latar belakang bagaimana partisipan penelitian membuat
keputusannya. Faktor tersebut antara lain pertimbangan berdasarkan
kondisi pasien, pengetahuan keluarga terhadap penyakit, persepsi
terhadap pelayanan kesehatan, pengalaman partisipan dan keluarga,
informasi orang lain, dan perasaan partisipan.
1) Pertimbangan berdasarkan kondisi pasien
Ketiga partisipan penelitian ini sepakat menyatakan bahwa faktor
yang dapat mempengaruhi pegambilan keputusan adalah
pertimbangan berdasarkan kondisi pasien. Berikut pernyataan
partisipan:
“Yang pasti tentang penyakit ibu nih. mengenai kesehatan ibu, penyakit ibu gimana kira-kira, kondisinya gimana”. (P1) “Stroke yang ke dua, ayah saya jatuh, lalu pingsan. Saya ga langsung di bawa ke rumah sakit. Setelah sadar, saya kasih minum teh manis anget. Bapak bilang badannya berat, saya siapin kendaraan baru saya bawa ke rumah sakit”. (P3) “Waktu kena stroke langsung di bawa ke rumah sakit, soalnya udah ga bisa jalan, jadi ga di bawa ke puskesmas”. (P2)
56
2) Persepsi terhadap pelayanan kesehatan
Dua partisipan juga menunjukan persepsinya terhadap
pelayanan kesehatan, yang tampak menjadi pertimbangan
mereka dalam mengambil keputusan. Persepsi partisipan
meliputi pelayanan kesehatan yang pernah di terima dimasa lalu
dan dilihat dari kemampuan tenaga kesehatan. Berikut
pernyataan dari dua partisipan tersebut:
“Saya ga bawa ke rumah sakit karena dirumah sakit kan hanya untuk kalo tensinya turun, udah pulang. Ga ada solusinya. Jadi saya bawa ke klinik dokter”. (P3)
“Yang abis stroke pertama, alternatif kan memang pernah juga yaa. Karena kan denger-denger ada orang yang sembuh kesana, saya coba-boba waktu itu. Tapi waktu itu ga ada perubahan. Keluarga juga bilang lebih baik ke dokter aja. Dokter kan lebih tau penyakitnya gimana nanganinnya”. (P1) “Saya sih yang bilang udah ikut terapi aja. Abis berobat rutin ke rumah sakit tiap bulan itu, ga banyak perubahan tangan sama kakinya itu kan masih kaku kaya apa yaa kaya lumpuh gitu sih. Ya udah coba aja terapinya, itu kan terapi totok. Yaa terusin aja kalo emang di terapi jadi enakan mah. Yaa biaya juga sih. Terapikan engga terlalu mahal yaa”. (P1)
3) Pengalaman partisipan dan keluarga
Seorang partisipan juga menunjukan adanya pengalaman
sebelumnya yang mendasarinya dalam membuat keputusan.
Pengalaman tersebut seperti pernah mengurus orang sakit
sebelumnya dan pengalaman yang didapat dari kejadian stroke
“Karena saya sering ngalamin, anak saya juga sering sakit jadi karena udah sering ngurusin orang sakit”. (P3) “Karena udah ada kesan ayah saya kena stroke”. (P3)
57
4) Informasi orang lain
Sumber informasi yang didapatkan partisipan menjadi
pertimbangan dalam membuat keputusan. dua partisipan
menyatakan mendapatkan informasi dari orang lain. Berikut
pernyataan partisipan:
“Tetangga saya memberi keyakinan coba aja di bawa ke klinik dokter”. (P3) “Yaa saya kadang-kadang nanyakan juga sama orang-orang gimana ibu sakitnya gini istri saya sakitnya ini-ini-ini, yaa nantikan saya pikirin juga kalo ntar dikasi tau sama orang bawa kesini aja ya entar saya pikirin lagi. Baiknya kemana atau gimana gitu.” (P1)
5) Perasaan partisipan
Seorang partisipan mengungkapakan menggunakan perasaan
dalam memutuskan keputusan. Berikut pernyataan partisipan
tersebut:
“Perasaan aja. Kaya gini, ya pas, ya udah”. (P2)
b. Proses pengambilan keputusan
Proses pengambilan keputusan berkaitan dengan bagaimana cara
partisipan dan keluarganya dalam mengambil keputusan. Dalam
penelitian ini, pengambilan keputusan dilakukan dengan diskusi
keluarga dan membuat keputusan sendiri tanpa mendiskusikan
dengan anggota keluarga lain. Berikut pernyataan partisipan terkait
proses pengambilan keputusan:
58
1) Diskusi dengan anggota keluarga
Dua partisipan menggungkapkan menggunakan cara berdiskusi
dalam mengambil keputusan.
“Yaa konsultasi dengan anak-anak. Bagaimana cara jalan keluarnya, bagaimana cara pengobatannya, gitu.” (P1) “Yaa… Ibu si dilimpahkannya ke anak-anak aja, tanggung jawabnya. Diomongin bareng sama anak-anak. Masalah keuangan, apakan, Ibu kan ga bisa nyari, nungguin Bapak kayak gini.” (P2)
2) Keputusan dibuat individu
Seseorang yang biasanya menjadi pembuat keputusan dalam
keluarga adalah kepala keluarga. Namun, jika kepala keluarga
atau pembuat keputusan mengalami gangguan dalam menjalankan
tanggung jawabnya tersebut bisanya akan dialihkan pada anggota
keluarga yang lain. Satu orang partisipan mengaku sebagai
pembuat keputusan tunggal, dan membuat keputusan tanpa
membicarakan dengan orang lain. Berikut pernyataan partisipan:
“Saya sendiri. Sampe sekarang saya sendiri yang buat keputusan. Saya punya ade dua tapi keliatannya engga terlalu ini lah sama orang tua. Juga kan mereka ga tinggal deket sini. Ya masalah biayanya, masalah waktu dari pada saya anak pertama itu ribut sama keluarga karena orang tua, yaa saya ngambil tindakan, keputusan sendiri.” (P3)
3) Modifikasi cara pengambilan keputusan
Dalam kondisi yang tidak memungkinkan terjadinya diskusi atau
mendesak terjadi modifikasi proses pembuatan keputusan. berikut
pernyataan partisipan:
59
“Bapak pernah membuat keputusan tanpa membicarakan dulu dengan anak-anak, keluarga hanya di informasikan melalui telepon…. Pernah jugaa anak yang membawa ke rumah sakit, setelah itu saya baru di beritahu”. (P1) “Langsung di bawa ke rumah sakit waktu itu, Saya yang ambil keputusan baru telpon anak-anak”. (P2)
c. Keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan
Cara pembiayaan pengobatan ini menyatakan bagaimana keluarga
akan membiayai pengobatan pasien selama sakit, atau sumber dana
untuk pengobatan pasien. Dua partisipan menyatakan pembiayaan
pengobatan dijadikan tanggungan bersama. Berikut pernyataan
partisipan:
“Pembiayaan sih ya saya sama-sama aja. Kalo anak ada, ya anak. Kebetulan kan saya juga masih kerja. Tar kurangannya anak nambahin”. (P1) “Ya masalah pengobatan bapaknya, gimana pembiayaanya, masalah pengobatankan kan udah di tunjang ama anak-anak. Misalnya sakit yaudah manggil anak-anak.” (P2) Sedangkan terdapat satu pertisipan yang menjadi orang tunggal yang
d. Keluarga dalam memutuskan penggunan pelayanan kesehatan
Saat terdapat anggota keluarga yang sakit, maka pembuat keputusan
akan menentukan bagaimana keluarga akan memutuskan dalam
memilih pelayanan kesehatan selama tahap sehat-sakit anggota
keluarga. Hasil penelitian ini menyatakan pembuatan keputusan
60
keluarga dalam memilih layanan kesehatan bagi anggota
keluarganya. Berikut adalah urian sub tema:
1) Pelayanan kesehatan yang dipilih saat serangan stroke
Dua partisipan menyatakan bahwa mereka memilih pelayanan
rumah sakit saat pasien terkena stroke maupun serangan stroke
berulang. Berikut pernyataan partisipan:
“Waktu ibu sakit itu, langsung di bawa aja ke rumah sakit, kebetuan juga waktu itu anak-mantu disini semuanya jadi ga nyampe lama dibiarinya.” (P1)
“Jadi tuh setiap bapak sakit kita bawanya ke rumah sakit ga pernah ke tempat lain, rumah sakit dulu, kan dokter yang tau harus bagaimana”. (P2)
Sedangkan terdapat satu partisipan yang menyatakan tidak
membawa pasien ke rumah sakit, namun membawa ke klinik
dokter saat serangan stroke pertama. Berikut pernyataan
partisipan:
“Kena stroke yang sebelah badah itu, yang pertama kena tahun 1996 kemudian berobat ke klinik dokter di pondok indah, setiap minggu”. (P3)
Pada serangan stroke berulang, ketiga partisipan mengungkapkan
membawa pasien ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.
2) Pelayanan kesehatan yang dipilih pasca serangan stroke
Setelah sakit, pasien membutuhkan pengobatan yang
berkelanjutan untuk memulihkan kembali kondisinya. Keluarga
berkewajiban untuk membatu pasien dalam hal tersebut. Keluarga
memilih beberapa tempat pelayanan kesehatan yang sebagai
61
pengobatan rutin pasien. Dua partisipan menggunakan pelayanan
rumah sakit sebagai tempat pengobatan rutin. Berikut pernyataan
partisipan:
“Dari dulu sih pas sakit yang pertama, kalo ibu berobat gitu nyampe sekarang tiap bulan mah rutin ke dokter di rumah sakit”. (P1)
“Sekarang ke klinik dokter udah engga, tapi ke dokter yang di rumah sakit, tiap tiga bulan sekali.” (P3)
Selain rumah sakit, seorang partisipan memilih untuk
menggunakan home visit. Berikut pernyataan partisipan:
“Kalo sekarang udah engga ke rumah sakit, kan biaya nya gede. Dokter aja yang datang ke rumah buat periksa sebulan sekali.” (P2)
Satu partisipan mengungkapkan juga menggunakan terapi
alternative sebagai upaya pengobatan pasien. Berikut pernyataan
partisipan
“Sekarang sih ikut terapi juga, tukang terapinya ke rumah udah
2-3 bulan ini lah terapinya”. (P1)
e. Dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan
Pengalihan tugas dalam membuat keputusan akan menimbulkan
perubahan pada psikologis anggota kelurga yang dilimpahkan tugas
tersebut. Berikut adalah pernyataan partisipan yang merasakan takut,
binggung dan sulit saat menerima tanggung jawab dalam menjadi
pembuat keputusan:
“Iyaa, takut ini, dari dulu kan saya cuma ngikutin suami. Binggung awalnya, suami sakit kan. Trus gimana kalo saya mutusinya salah,
62
dari dulu kan saya ngikutin bapak doang. Ga pernah gitu harus mikirin kaya gini, ya takutnya gitu sih mba. Ngerasa sulit ngadepin segalanya sendiri, anak-anakkan masih pada perlu biaya tar kalo bapaknya ga ada gimana, kan kerjanya swasta bukan pegawai negeri. Sedangkan anaknya masih kuliah ada yang masih SMP, SMA gitu, biayanya kan masih banyak. Bapaknya udah sakit.” (P2)
Sedangkan satu partisipan lain tidak merasakan takut atau binggung
dalam membuat keputusan. berikut pernyataan pertisipan tersebut:
“Saya ngambil hikmahnya ja sih mba, artinya kalo memang waktu itu sampe stroke juga yaa saya terima. Kalo nyampe ajal dateng juga saya terima. Tapi karena kewajiban kan saya jadi saya buat enjoy aja.” (P3)
f. Cara untuk mencegah stroke berulang
Partisipan membuat keputusan dalam hubungannya dengan
pencegahan stroke berulang. Cara untuk mencegah stroke meliputi
pembatasan diet dan perubahan gaya hidup. Hal tersebut mencakup
beberapa uraian sub tema yang berupa:
1) Pembatasan diet
Salah satu cara untuk mencegah agar stroke berulang tidak terjadi
adalah dengan pembatasan diet. Partisipan menyatakan
melakukan pengontrolan terhadap konsumsi makanan dan
mengolah sendiri makanan yang dikonsumsi pasien sebagai cara
untuk mengatur diet pasien. Berikut pernyataan partisipan terkait
pembatasan diet dengan mengolah sendiri makanan pasien:
“Daging-daging, ikan asin, kambing, garam agak dikurangi”. (P1) “Waktu stroke itu, makan sih Ibu yang masak tetep tapi kalo untuk nyuapin makan kadang saya kadang Ibu.” (P3)
63
Dua partisipan mengungkakan mengontrol konsumsi makanan
pasien sebagai bentuk pembatasan diet. Berikut pernyataan
partisipan:
“Terutama dari makanannya, harus kontrol makanan apa yang kira-kira memang yang bisa menyebabkan darah tinggi atau stroke ya itu jangan di apa ibaratnya jangan dimakan. Kalo memang perlu ya ga papa, tapi hanya nyobain aja sedikit.” (P1) “Menghindari makanan yang terlalu asin, trus seperti kopi walaupun kopi susu itu udah saya ga ijinkan lagi”. (P3)
2) Perubahan gaya hidup
Partisipan menyatakan perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat
pun dilakukan untuk mencegah stroke berulang. Perubahan gaya
hidup mereka lakukan mengikuti instruksi dan saran dari tenaga
kesehatan. Berikut pernyataan partisipan:
“Emang dari dokter disaranin jalan-jalan pagi aja, sekitar setengah jam, lima kali seminggu paling engga. Sekitar-sekitar sini aja tiap pagi gitu ya. Sebetulnya kalo itu sih ga perlu dia jalan-jalan memang kalo di rumah aja udah jalan-jalan terus.” (P1) “Dokter sih pernah ngomong buat istirahat, ga kecapean. Tapi kalo olah raga dari dulu emang bapak jarang. Sekarang ini yang abis sakit, paling sesekali pagi jalan dari sini ke situ, ama dokter yaa ga apa-apa asal jangan kecapean tapi ga rutin setiap pagi.” (P3)
g. Ketidakpatuhan pengobatan
Kepatuhan pasien terhadap pengobatan memberikan pengaruh
terhadap pengambil keputusan dalam membuat keputusannya.
Partisipan mengungkapkan ketidak patuhan pasien terhadap
pengobatan meliputi kebiasaan yang tidak sehat dan pasien yang
64
kurang kooperatif dalam pengobatan. Hal tersebut mencakup
beberapa uraian sub tema yang berupa:
1) Kebiasaan yang tidak sehat
Kebiasaan pasien yang tidak sehat diungkapkan meliputi sulit
berhenti merokok dan menyukai makanan yang asin. Berikut
pernyataan partisipan terkait kebiasaan yang tidak sehat:
“Masih merokok sampai saat ini tidak bisa dibilangin untuk berhenti merokok”. (P2) “Pantang doang kalo lagi sakit. Tapi kalo dah sembuh ya begitu lagi. Bapak ga mau makan kalo saya masaknya agak kurang asinnya.” (P2)
2) Kurang kooperatif dalam pengobatan
Partisipan menceritakan bahwa pasien kurang menunjukan
kerjasama saat pengobatan. Berikut pernyataan partisipan:
“Bapak kalo ke rumah sakit marah-marah mulu, kan nunggunya lama”. (P2) “Bapak tidak mau di dokter yang lain”. (P3)
65
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan interpretasi hasil penelitian yang telah diperoleh
dan keterbatasan dalam penelitian. Interpretasi hasil penelitian yang dilakukan
yakni menguraikan hasil penelitian dan membandingkannya dengan teori yang
ada serta berbagai hasil penelitian sebelumnya yang terkait sehingga dapat
memperkuat interpretasi penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini akan
membahas tentang keterbatasan peneliti dalam proses penelitian yang telah dilalui
dengan proses yang seharusnya dilakukan sesuai aturan.
A. Interpretasi Hasil Penelitian
Peneliti telah mengidentifikasi tujuh tema yang merupakan hasil dari
penelitian ini sesuai dengan analisa data yang peneliti lakukan. Tujuh tema
tersebut teridentifikasi sesuai dengan tujuan penelitian yakni mendapatkan
gambaran bagaimana keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat
bagi anggota keluarga dengan stroke berulang. Tema pertama dalam
penelitian ini mengangkat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan. Keluarga dalam cara menentukan keputusan
terhadap masalah kesehatan dapat digambarkan dalam tema kedua proses
pengambilan keputusan. Cara keluarga dalam membiayai pengobatan pasien
stroke berulang digambarkan dengan tema ketiga keluarga dalam
memutuskan pembiayaan pengobatan. Tema keempat menggambarkan
bagaimana keluarga dalam memutuskan penggunaan pelayanan kesehatan.
Pengaruh psikologis terhadap pengalihan pembuat keputusan digambarkan
66
dengan tema kelima dampk psikologis terhadap pendelegasian pembuatan
keputusan. Keluarga dalam membuat keputusan untuk mencegah stroke
berulang digambarkan dalam tema keenam cara pencegahan stroke berulang.
Sikap pasien selama pengobatan digambarkan dalam tema ketujuh
ketidakpatuhan pengobatan.
Berikut uraian penjelasan masing-masing tema yang diperoleh dalam
penelitian ini :
1. Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Dalam penelitian ini teridentifikasi beberapa factor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan partisipan. Faktor-faktor tersebut
antara lain pertimbangan kondisi pasien, pengetahuan keluarga terhadap
penyakit, persepsi terhadap pelayanan kesehatan, pengalaman partisipan
dan keluarga, informasi orang lain, dan perasaan partisipan. Berikut
pembahasan masing-masing sub tema:
a. Pertimbangan berdasarkan kondisi pasien
Menurut Campbell, keluarga mempertimbangkan keseriusan kondisi
pasien dan adekuasi perawatan yang diberikan dalam menentukan
penyedia pelayanan kesehatan (Campbell dalam Friedman, 2010).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semua partisipan
mempertimbangkan kondisi pasien sebelum membuat keputusan
terkait tindakan kesehatan. Kondisi pasien ini nantinya juga
mempengaruhi keputusan dalam menentukan tempat pengobatan
yang sesuai.
67
b. Persepsi terhadap pelayanan kesehatan
Persepsi terhadap pelayanan kesehatan mencerminkan perasaan,
gagasan, dan keyakinan yang seseorang miliki tentang sistem
pelayanan kesehataan. Ketidakpercayaan, perbedaan budaya dalam
memahami dan menjelaskan penyakit, sejarah rumah sakit/ klinik,
dan diskriminasi mempengaruhi persepsi individu terhadap sistem
pelayanan kesehatan secara keseluruhan dan karenanya dapat
menjadi hambatan untuk akses ke pelayanan kesehatan dikemudian
hari (Berry dalam Kon, 2010). Dalam penelitian ini persepsi atau
pandangan partisipan terhadap pelayanan kesehatan memberikan
pengaruh dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini terlihat
bahwa persepsi partisipan dipengaruhi oleh pengetahuan, keyakinan
terhadap pelayanan, dan kualitas layanan kesehatan yang diterima di
masa lalu. Salah satu partisipan memilih tidak membawa pasien ke
rumah sakit saat serangan stroke pertama dan lebih memilih klinik
dokter. Ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa
persepsi terhadap pelayanan mengindikasikan kepuasan terhadap
pelayanan kesehatan yang diterima dan mempengaruhi masyarakat
dalam mencari prioritas pelayanan kesehatan (Kon, 2010).
c. Pengalaman partisipan dan keluarga
Pengalaman pribadi bersama anggota keluarga berkontribusi
terhadap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
kesehatan (Thompson, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengalaman personal yang dimiliki partisipan dan keluarga
68
mempengaruhi dalam membuat keputusan. Pengalaman partisipan
ini terkait dengan serangan stroke sebelumnya dan interaksi dengan
pelayanan kesehatan yang diterima. Peran pengalaman sebelumnya
memunculkan perbedaan dalam memutuskan untuk mencari
perawatan atau memilih perawatan.
d. Informasi orang lain
Model Johnson's Comprehensive menunjukkan bahwa karakteristik
demografi pasien, keluarga, teman-teman mereka, pengalaman
pribadi, keyakinan dan arti penting masalah akan mempengaruhi
persepsi dalam mencari sumber informasi dan kegunaan informasi
(Johnson dalam Thompson, 2012). Sumber informasi yang
digunakan partisipan dalam penelitian ini adalah orang terdekat. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Thompson (2008), informasi dari
seseorang biasanya menarik dan mudah dimengerti secara
emosional, kognitif, dan dapat mempengaruhi tanggapan terhadap
perilaku kesehatan dan pilihan pengobatan (Thompson, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua partisipan mendapatkan
informasi terkait stroke berulang dari orang-orang di sekitar mereka.
Seorang partisipan cenderung bertanya terkait masalah penyakit
yang dialami anggota keluarga pada orang terdekat dan kemudian
menjadikannya pertimbangan sebelum membuat keputusan. hasil
penelitian ini diperkuat dengan penelitian lain yang menunjukkan
bahwa cerita yang diperkuat dengan bukti, dapat mempengaruhi
69
kepercayaan seseorang tentang bagaimana perilaku kesehatan,
penyakit, atau pencarian pengobatan mempengaruhi seseorang
melalui pengalaman orang lain yang serupa (Cialdini, 2007).
e. Perasaan partisipan
Perasaan merupakan pertimbangan subjektif seseorang terhadap
suatu hal. Perasaan lebih cenderung mendominasi dalam situasi
tertentu dan tampaknya memberikan kekuatan pendorong penting
dalam memutuskan. Seorang partisipan cenderung menggunakan
perasaan dalam sebelum membuat keputusan. Perasaan partisipan
ini mempengaruhi pendekatan mereka dalam membuat keputusan,
terutama pada saat-saat rentanan, stress dan kehilangan. Kondisi
stroke yang tiba-tiba menyerang salah satu anggota keluarga
tentunya menjadi tekanan tersendiri bagi partisipan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Schwarz (1990, p. 538) menyatakan bahwa
sedikitnya informasi yang ada, keputusan yang sulit dibuat, dan
kendala waktu yang membatasi ruang untuk berpikir memungkinkan
seseorang akan menggunakan perasaan mereka sebagai alternatif,
atau sebagai jalan pintas untuk membuat suatu putusan (Brown,
2011).
2. Proses pengambilan keputusan
Proses pengambilan keputusan dianggap penting dalam keluarga
karena memiliki dampak pada keluarga sebagai kelompok dan anggota
70
individu (Schaber, 2004). Keluarga dalam mengambil keputusan
berbeda-beda bergantung pada kebudayaan, falsafah hidup, dan ideologi
negaranya. Keluarga di Indonesia, umumnya dipimpin oleh suami
sebagai kepala rumah tangga yang dominan dalam mengambil keputusan
walaupun prosesnya melalui musyawarah dan mufakat (Ali, 2010). Teori
tersebut mendukung hasil temuan yang di temukan peneliti yang
menunjukan bahwa pasangan baik suami maupun istri yang mengambil
keputusan terkait masalah kesehatan. Dua partisipan yang merupakan
suami atau istri pasien menjadi pengambil keputusan walaupun dalam
prosesnya partisipan membutuhkan musyawarah untuk memutuskan
tindakan yang tepat. Musyawarah hanya merupakan salah satu metode
pembuatan keputusan tertentu dalam menghasilkan sebuah keputusan.
Keputusan demikian disebut dengan keputusan konsensus (Chang et al,
2010).
Penggunaan satu atau dua metode yang lain dalam pembuatan
keputusan mungkin terjadi (Friedman, 2010). Teori ini mendukung hasil
dari penelitian yang mana dua partisipan yang menggunakan
musyawarah dalam pembuatan keputusan menggunakan metode lain.
Metode tersebut adalah dengan mengambil keputusan terlebih dahulu
tanpa adanya musyawarah. kondisi ini terjadi jika sulit bagi keluarga
untuk berkumpul dan berdiskusi, pembuat keputusan cenderung
membuat keputusan sendiri yang selanjutnya di informasikan kepada
anggota keluarga yang lain. Kedua cara tersebut digunakan secara
bergantian.
71
Satu partisipan cenderung membuat keputusan sendiri, tanpa
membicarakan dulu dengan anggota keluarga. Metode pembuatan
keputusan ini dengan de facto. Sebuah keputusan yang dibuat oleh
seorang anggota keluarga terhadap masalah yang dihadapi keluarga dan
mempengaruhi kelompok keluarga (Schaber, 2004). Partisipan dalam
membuat keputusan tidak terlebih dahulu merundingkan dengan anggota
keluarga yang lain. Partisipan menganggap anggota keluarga yang lain
kurang terlalu mampu atau peduli dengan masalah kesehatan pasien.
3. Keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan
Stroke menimbulkan dampak yang sangat besar dari segi ekonomi
karena biaya pengobatan dan perawatan sangat tinggi (Yastroki, 2011).
Biaya tersebut untuk sektor kesehatan, misalnya, visit dokter, kunjungan
ke rumah sakit, dan obat-obatan. Perlu diketahui bahwa pertisipan dalam
penelitian ini tidak menggunakan asuransi kesehatan jenis apapun dan
program bantuan pemerintah dibidang kesehatan. Hasil penelitian ini
mengemukakan bagaimana cara keluarga dalam membiayai pengobatan
pasien tanpa menggunakan asuransi atau jaminan kesehatan, terutama
untuk keluarga di Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa
partisipan membiayai pengobatan dengan dana yang berasal dari
keluarga dekat. Anak-anak pasien yang sudah bekerja secara bersama
menanggung biaya pengobatan. Pasangan pasien lah yang mengolah dana
tersebut untuk pemeriksaan rutin dan biaya obat-obatan. Sedangkan pada
72
satu partisipan lain biaya pengobatan ditanggung sendiri tanpa dukungan
dari anggota keluarga lain.
4. Keluarga dalam memutuskan penggunaan pelayanan kesehatan
a. Pelayanan kesehatan yang dipilih saat serangan stroke
Keluarga tidak hanya mendefinisikan sehat atau sakit anggota
keluarganya, tetapi mereka juga menekankan seorang anggota
keluarga yang sakit untuk mencapai tahap dimana mereka mencari
perawatan (Friedman, 2010). Keluarga bertindak sebagai agen
perujukan utama dan akan merujuk anggotanya ke jenis pelayanan
atau praktisi kesehatan yang dianggap sesuai. Keputusan
menyangkut apakah penyakit anggota keluarga sebaiknya di tangani
di rumah atau di klinik atau di rumah sakit, cenderung di
negosiasikan di dalam keluarga (Doherty dalam Friedman, 2010).
Teori diatas mendukung hasil penelitian. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa partisipan merujuk anggota keluarganya yang
sakit ke pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan klinik dokter
saat serangan stroke pertama terjadi. Dalam penelitian ini tampak
adanya perbedaan pemilihan pelayanan kesehatan saat serangan
stroke pertama dengan serangan stroke berulang. Dua partisipan
mengungkapkan memilih rumah sakit sebagai tempat rujukan saat
serangan stroke pertama maupun berulang. Sedangkan satu
partisipan mengungkapkan menggunakan klinik dokter sebagai
tempat rujukan saat serangan stroke pertama beralih membawa
pasien kerumah sakit saat serangan stroke berulang. Hal ini dapat
73
diakibatkan karena pengalaman yang pernah dimiliki terhadap
pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
mengatakan pengalaman personal sebelumnya mempengaruhi dalam
memilih pelayanan kesehatan (Wainwright et al, 2011).
b. Pelayanan kesehatan yang dipilih pasca serangan stroke
Setelah terserang stroke, beberapa pasien mengalami
berbagai gangguan seperti kelumpuhan, penurunan kemampuan
komunikasi, perubahan mental hingga depresi (Harnowo, 2012).
Pasien pasca stroke yang dirawat di rumah, salah satu yang dapat
dilakukan oleh keluarga seperti mengantar rawat jalan dan
membantu untuk mencari pengobatan / akses pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan oleh pasien (Sustrani, et. al 2003). Sesuai dengan
teori tersebut, hasil penelitian ini menyatakan bahwa semua
partisipan membantu pasien dalam mendapatkan pemeriksaan rutin.
Pada dua partisipan, mereka membawa pasien ke rumah sakit setiap
bulannya dan mendapatkan obat dari dokter. Satu partisipan
menyatakan lebih memilih untuk mendatangkan dokter ke rumah/
home visit, hal ini dilakukan karena beberapa berbagai alasan. Salah
satu alasan tersebut adalah karena biaya yang lebih murah dan
kepraktisannya.
Satu partisipan mengatakan menggunakan terapi alternative
selain pemeriksaan rutin di rumah sakit. Minat keluarga dalam
memutuskan menggunakan pengobatan alternatif dapat di rangsang
74
oleh berbagai sumber termasuk teman atau keluarga yang pernah
mendapatkan pengobatan alternatif dan berhasil, serta ada keyakinan
bahwa terapi alternative bisa menawarkan perawatan lebih
disesuaikan pada individual (Nichol et al, 2011). Teori tersebut
sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pengobatan
dari rumah sakit dirasakan partisipan kurang memberikan pengaruh
besar besar terhadap penyembuhan pasien. Pernyataan ini di perkuat
oleh penelitian yang menyatakan terapi alternatif digunakan ketika
mereka merasakan kurang adekuatnya pelayanan kesehatan utama
yang digunakan (Nichol et al, 2011). Partisipan menyatakan pasien
merasa lebih baik setelah menerima terapi laternatif tersebut. alas an
tersebut yang menjadikan partisipan dan pasien tetap melanjutkan
terapi alternative. Temuan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan
Nguyen (2010), terdapat hubungan yang signifikan antara
penggunaan terapi aternatif dengan status kesehatan yang sangat
baik dibandingkan pada tahun sebelumnya (Nguyen et al, 2010).
5. Dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan
Kebutuhan keadaan dan situasi individu merupakan pencetus
terjadinya perubahan peran dalam keluarga. kondisi ini akan
menyebabkan individu lain dalam keluarga tersebut secara sementara
membangun peran mereka sebagai respon terhadap perubahan (Friedman,
2010). Hal ini mendukung hasil penelitian dimana peran kepala
keluarga/suami sebagai pembuat keputusan berubah ketika terjadi
75
perubahan status kesehatan. Anggota keluarga yang lain yang dalam
penelitian ini adalah pasangan dan anak menggambil alih peran sebagai
pengambil keputusan. Hal ini terjadi saat tanggung jawab dalam
pembuatan keputusan tersebut didelegasikan atau dilimpahkan kepada
pasangan atau anggota keluarga yang dominan (Friedman, 2010).
Peran anggota keluarga saat ini telah semakin kompleks, sehingga
memungkinkan perubahan peran menjadi fleksibel (Friedman, 2010).
Perubahan peran dalam keluarga tidak terjadi tanpa menimbulkan dampak
terhadap individu yang terlibat. Keluarga sering kali mengalami tekanan
yang bermakna selama transisi peran (Friedman, 2010). Berdasarkan teori
tersebut, partisipan mengungkapkan mengalami kesulitan dan merasa
khawatir saat pertama kali menggantikan sebagai pembuat keputusan
dalam keluarga. Kekhawatiran ini menyangkut keputusan yang akan
diambil. Anggota keluarga yang menghadapi keputusan kesehatan yang
penting mungkin merasa kewalahan atau takut dalam menghadapi
pengambilan keputusan kesehatan (Shepherd dalam Thompson, 2012)
6. Cara untuk mencegah stroke berulang
Tema ke empat dalam penelitian ini adalah adalah cara untuk
pencegahan stroke berulang yang dilakukan keluarga. Setelah pasien
mengalami stroke, ada beberapa cara untuk mencegah kekambuhan.
Mengendalikan faktor risiko sangat penting dan berlaku dalam
pencegahan stroke berulang. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
gaya hidup dapat diubah untuk stroke dan stroke berulang, diantaranya
76
penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat, konsumsi alkohol yang
berlebihan, aktivitas fisik dan stres psikologis (Lawrance, 2011).
Pengendalian factor resiko ini dapat di ikuti dengan medikasi yang sesuai.
Modifikasi gaya hidup telah dikaitkan dengan penurunan resiko stroke
dan harus dimasukkan sebagai bagian dari terapi pengobatan yang
komprehensif (Sacco et al, 2006).
Menurut Agustina (2009) bahwa diperlukan bantuan dari orang
terdekat untuk pemenuhan kebutuhan termasuk pengaturan nutrisi
(makan). Orang terdekat dalam hal ini adalah keluarga memberikan
dukungan yang penting dalam proses penyambuhan. Dukungan dalam
penelitian ini tampak dari keluarga yang melakukan pengaturan diet
pasien pasca stroke. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mencegah
stroke berulang. Pengaturan diet ini dilakukan dengan keluargalah yang
mengolah sendiri makanan pasien dan melakukan pembatasan pada
makanan yang dikonsi pasien. Pembatasan dilakukan seperti jenis
makanan atau minuman yang dikonsumsi. Partisipan mengungkapkan
mengurangi konsumsi makanan yang asin, daging, dan minuman seperti
kopi. Sedangkan menurut partisipan lain dengan mengurangi makanan
yang dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi tidak hanya faktor risiko
utama untuk stroke primer, tetapi juga meningkatkan risiko stroke
berulang pada pasien (McEvoy, 2012).
Defisit neurologis pasca stroke menyebabkan pasien rentan
terhadap intoleransi aktivitas, maka dibutuhkan suatu terapi latihan yang
aman yang memungkinkan pasien untuk mencapai aktivitas fisik yang
77
cukup sehingga dapat mengurangi kekambuhan stroke (Sacco et al, 2006).
Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang mampu melakukan aktivitas
fisik, setidaknya 30 menit latihan fisik intensitas sedang hampir setiap
hari dapat dipertimbangkan untuk mengurangi faktor risiko dan kondisi
komorbiditas yang meningkatkan kemungkinan terulangnya stroke
(Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008; Sacco et al, 2006 ).
Sesuai dengan teori tersebut, hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan
membantu pasien dalam berolahraga sesuai dengan instruksi dokter.
Partisipan membantu pasien dengan membawa pasien untuk jalan pagi
paling tidak lima hari dalam seminggu setiap hari selama sekitar 30 menit.
7. Ketidakpatuhan pengobatan
Kepatuhan pasien menjadi hal utama dalam menjamin keberhasilan
pengobatan pada pasien stroke. Ketidakpatuhan mungkin disengaja dan
tidak disengaja. Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (misalnya lupa)
sering merupakan konsekuensi dari penurunan kognitif. Ketidakpatuhan
yang disengaja terjadi ketika pasien dengan sengaja tidak mengikuti
nasihat medis yang diberikan (O’Carroll et al, 2010).
Sesuai dengan teori tersebut, hasil penelitian menunjukan bahwa
pasien kesulitan dalam mengikuti pembatasan makan yang pada akhirnya
mereka tidak patuh terhadap diet yang di tetapkan. Ini ditunjukan dengan
pernyataan satu partisipan yang mengungkapkan pasien sulit berhenti
merokok dan tetap menginginkan makanan yang dikonsumsi asin,
walaupun dokter mereka telah menganjurkan untuk berhenti merokok dan
78
melakukan diet garam. Pasien ini sudah mengalami lima kali serangan
stroke berulang, sehingga semakin hari kondisi pasien menjadi lemah dan
kelumpuhan bertambah parah, dan partisipan mengatakan apabila
keinginan pasien tidak dituruti pasien akan marah dan tidak mau makan,
maka dari itu partisipan tidak bisa melarang pasien. Temuan tersebut
didukung oleh hasil penelitian yang memberikan bukti bahwa faktor
psikologis mempengaruhi ketidakpatuhan pengobatan setelah stroke
(O’Carroll et al, 2010).
B. Keterbatasan penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti masih memiliki
keterbatasan yaitu :
1. Penelitian terfokus pada keputusan keluarga dalam memilih pelayanan
kesehatan, sehingga hal-hal lain yang berkaitan dengan keputusan
dalam kepatuahan minum obat pasien, olahraga, pengelolaan stress,
menghentikan penggunaan rokok belum tergali lebih dalam.
2. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini tidak
menggunakan FGD (focus group discussion), sehingga memungkinkan
keluarga memberikan informasi yang tidak akan diperoleh melalui
wawancara individu seperti perasaan dan pandangan yang berbeda pada
pengambilan keputusan dihadapan anggota keluarga.
3. Kesulitan dalam pengambilan sampel dikarenakan alamat partisipan
yang tidak jelas mempersulit pencarian partisipan dan tidak terdapat
data pasien yang menderita stroke berulang di puskesmas setempat.
79
BAB VII
PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan tentang simpulan yang mencerminkan
refleksi dari temuan penelitian dan saran yang merupakan tindak lanjut dari
penelitian ini.
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman
secara mendalam mengenai gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan
kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang di wilayah kerja puskesmas
ciputat timur. Berdasarkan tema-tema yang teridentifikasi pada penelitian ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan kesehatan sebagian besar dilakukan oleh
keluarga dekat pasien stroke berulang baik pasangan pasien dan anak
laki-laki pertama pasien.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara
lain kondisi pasien, persepsi terhadap pelayanan kesehatan, pengalaman
partisipan dan keluarga, informasi dari orang lain, dan perasaan
partisipan.
3. Proses pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah dan
diambil sendiri oleh anak laki-laki pertama dalam keluarga. Dalam
kondisi tertentu terdapat perubahan cara bagaimana keputusan diambil.
Pengambilan keputusan dapat mengunakan gabungan dari dua cara
pengambilan keputusan.
80
4. Pembiayaan pengobatan dengan dana yang berasal dari keluarga dekat
menjadi pilihan ketika keluarga tidak menggunakan jaminan atau
asuransi kesehatan.
5. Perubahan psikologis terjadi akibat pendelegasian pembuat keputusan
dalam keluarga berupa kesulitan dan merasa khawatir dalam
memutuskan.
6. Keluarga dalam mencegah stroke berulang memutuskan pengaturan
diet pasien dengan cara makanan yang diolah keluarga dan membatasi
konsumsi makanan. Cara lain dilakukan dengan perubahan gaya hidup
sesui dengan instruksi tenaga kesehatan.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan kesehatan
a) Pelayanan kesehatan perlu pemahaman struktur kekuasaan keluarga
yang komponen utamanya adalah pembuatan keputusan, hal ini
penting dalam memberikan perawatan kesehatan efektif, terutama
jika keluarga mempunyai masalah dalam memutuskan kebutuhan
perawatan kesehatan. Tenaga kesehatan yang memahami teknik
yang digunakan dalam pembuatan keputusan keluarga, akan lebih
mampu mengidentifikasi kekuasaan dari tiap anggota keluarga dan
peran serta mereka dalam pembuatan keputusan.
81
2. Institusi Keperawatan
Hasil penelitian ini bagi pendidikan keperawatan dapat menjadi
landasan dalam mengembangkan kompetensi pembelajaran pada
mahasiswa mengenai family decision making terutama dalam kaitannya
dengan kesehatan.
3. Penelitian keperawatan
a) Perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam lagi tentang
gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan untuk
waktu yang lebih lama dan karakteristik partisipan yang lebih
beragam. Selain itu, penelitian terkait pembuatan keputusan
keluarga yang berkaitan dengan keputusan dalam kepatuahan
Amelia, Susi. (2012). Hubungan Antara Tugas Kesehatan Keluarga Dengan Kejadian Stroke Berulang Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 2012. Universitas Andalas [dikutip pada 21 Mei 2013]. Tersedia di URL: http://www.thedigilib.com/go/out/src/111983
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008. Riskesdas 2007. [dikutip pada 2 November 2012]. Tersedia di URL: http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007
Basyaib, Fachmi. (2006). Teori Pembuatan Keputusan. Jakarta: PT Grasindo
Bowman, Lisa. (2009). Management Of Client With Acute Stroke. In: Black, Joice M. & Jane Hokanson Hawks, Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive Outcome (8th ed., pp 1843-1871). Philadelpia: WB. Saunders Company
Bungin, Burhan. (2008). Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers
Burns, Nancy dan Susan K. Grove. (2008). The Practice of Nursing Reasearch: Conduct, Critique, and Utilization 5th ed . Missouri: Elsevier Saunders
Brown, Hilary. (2011). The Role of Emotion in Decision-Making. The Journal of Adult Protection, Vol. 13, pp. 194-202 doi: 10.1108/14668201111177932
Cialdini Robert B. (2007). Descriptive Social Norms as Underappreciated Sources of Social Control. Psychometrika, 72:263-268. DOI: 10.1007/s11336-006-1560-6
Denim, Sudarwan. (2003). Riset Keperawatan: sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC
Dewanto, G., Suwono W., Ryanto B., Turana Y. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
Drummond, Helga. (1993). Pengambilan Keputusan yang Efektif: Petunjuk Praktis dan Komprehensif untuk Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC
Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Ed 2. Jakarta: EGC
Ennen, Kathleen Ann. (2004). Knowledge of Stroke Warning Symptoms and Risk Factors: Variations By Rural and Urban Categories. UMI Number: 3140123
Friedman, Marilyn M. (1998). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta : EGC
Friedman, Marilyn M. (2010). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta : EGC
Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry, Jarett D., Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—2013 Update: A Report From the American Heart Association. 127, e132-e139.
Goldszmidt, Adrian J & Caplan, Louis R. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: EGC
Graneheim, U. H. and B. Lundman. (2004). Qualitative Content Analysis in Nursing Research: Concept, Procedures, and Measures to Achieve Thruthworthiness. Elsevier Nurse Education Today 24, 105-112 doi: 10.1016/j.nedt.2003.10.001
Hankey, Graeme J. (2007). Antiplatelet Therapy For The Prevention Of Recurrent Stroke And Other Serious Vascular Enents – A Review Of The Clinical Trial Data And Guidelines. Current Medical Reserch and opinion Vol. 23,6, pp 1453 – 1462.
Hardie, Kate.,Hankey, Graeme J., Jamrozik, Konrad., Broadhurst, Robin., Craig, Anderson. (2004). Ten-Year Risk of First Recurrent Stroke and Disability After First-Ever Stroke in the Perth Community Stroke Study. United States of America
Harnowo, Putro Agus. (2012). Terapi untuk Pemulihan Pasien Stroke. [dikutip pada 20 Desember 2013]. Tersedia di URL: http://health.detik.com/read/2012/07/04/151429/1957605/775/terapi-untuk-pemulihan-pasien-stroke
Hashmi, Saman K., Maria B. Afridi., Kanza Abbas., et al. (2007). Factors Associated with Adherence to Anti-Hypertensive Treatment in Pakistan. PLoS ONE 2 (3), e280 doi:10.1371/journal.pone.0000280
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
Holloway, Immy. (2008). A-Z of Qualitative Research in Nursing and Healthcare.
Humphrey, Peter., Jo Gibson., Stephanie Jones. (2010). Reducing The Risk Of Stroke. In: Williams, Jane et al, Acute Stroke Nursing. United States of America: Wiley – Blackwell
JNC 7 Express. (2003). The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. United States of America: U.S. Depertement of Health and Human Service. [dikutip pada 5 Maret 2013]. Tersedia di URL : www.nhlbi.nih.gov
Kon, Zeida Rojas. (2010). Ethnic Disparities in Obtaining Medical Care and Perceptions of Health Care in Post-Apartheid South Africa. UMI Number: 3432627
Lawrence, M., Fraser, H., Woods, C., McCall, J. (2011). Secondary Prevention Of Stroke And Transient Ischaemic Attack. Nursing Standard. 26, 9, 41-46
Lindsay, M. P., Gubitz G., Bayley M., Phillips S. (2012). Canadian Best Practice Recommendations For Stroke Care Fourth Edition. [Dikutip pada 21 April 2013]. Tersedia di URL : www.strokebestpractices.ca
McEvoy, Claire T., Norman Temple and Jayne V Woodside. (2012). Vegetarian Diets, Low-Meat Diets and Health: A Review. Public Health Nutrition: 15(12), 2287–2294
Mulyatsih, Enny dan Airiza Ahmad. (2008). Stroke: Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke di Rumah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
National Stroke Association. (2012). STARS - Steps Against Recurrent Stroke. [dikutip pada 24 Desember 2012]. Terdapat di URL: http://www.stroke.org/site/PageServer?pagename=stars
National Stroke Association. (2013). Caregivers and Families. [dikutip pada 31 Maret 2013]. Terdapat di URL: http://www.stroke.org/site/PageServer?pagename=care
National Stroke Foundation. (2007). Clinical Guidelines for Acute Stroke Management. [dikutip pada 15 Maret 2013]. Terdapat di URL www.nhmrc.gov.au/publications.
Nichol, James., Elizabeth A. Thompson and Alison Shaw. (2011). Beliefs, Decision-Making, and Dialogue About Complementary and Alternative Medicine (CAM) Within Families Using CAM: A Qualitative Study. The Journal of Alternative and Complementary Medicine, Volume 17, Number 2, pp. 117–125 DOI: 10.1089/acm.2010.0171
Nguyen, Long T., Roger B. Davis., Ted J. Kaptchuk and Russell S. Phillips. (2010). Use of Complementary and Alternative Medicine and Self-Rated Health Status: Results from a National Survey. J Gen Intern Med, 26(4):399–404 doi: 10.1007/s11606-010-1542-3
O’Carroll, Ronan., Jennifer Whittaker., Barbara Hamilton., Marie Johnston., Cathie Sudlow., Martin Dennis. (2010). Predictors of Adherence to Secondary Preventive Medication in Stroke Patients. Ann Behav Med, (2011) 41:383–390 doi 10.1007/s12160-010-9257-6
Pinzon, Rizaldy. (2012). Mengapa Pasien Stroke Datang Terlambat ke Rumah Sakit?. Jurnal Medicinus Volume 25, Nomor 1. Edition April 2012
Quain, Debbi A., et al. (2008). Improving access to acute stroke therapies: a controlled trial of organized pre-hospital and emergency care. MJA Volume 189 Number 8
Sacco, Ralph L., et al. (2006). Guidelines for Prevention of Stroke in Patients With Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack. Stroke, 37:577-617 [dikutip pada 19 Desember 2013]. Terdapat di URL: http://stroke.ahajournals.org/content/37/2/577.full
Saleha, Qoriah., Hartoyo., Dwi Hastuti. (2002). Manajemen Sumberdaya Keluarga: Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur. [dikutip pada 20 November 2013]. Tersedia di URL : ikk.fema.ipb.ac.id
Schaber, Patricia Louise. (2004). Family Decision Making: Examining the Decision Context, Process, and Outcome when Employees are Offered Long Term Care Insurance. United State of America
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. (2008). Management of Patients With Stroke or TIA: Assessment, Investigation, Immediate Management and Secondary Prevention. ISBN: 978 1 905813 40 7
Setiadi. (2007). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Setiadi, Nugroho J. (2003). Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana: Bogor
Shang, Ty Tiesong., Dileep R. Yavagal., Jose G. Romano., Ralph L. Sacco. (2012). Acute Stroke Evaluation and Management. In: Roos, Karen L. Emergency Neurology (pp. 154 - 171). New York: Springer
Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Smith, Wade S., Joey D. English., S. Claiborne Johnston. (2012). Cerebrovascular Diseases. In: Longo, Dan L., Dennis L. Kasper., J. Larry Jameson., Anthony S. Fauci., Stephen L. Hauser., Joseph loscalzo. Harrison’s Principles Of Internal Medicine (18th pp 3270 - 3299). USA: McGraw-Hill
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC
Stanhope, Marcia., Jeanette Lancaster. (2004). Community & Public Health Nursing (6th ed., 132-133). United States of America: Elsevier Mosby
Syamsi, Ibnu. (1995). Pengambilan Keputusan dan System Informasi. Jakarta: Bumi Aksara
Taylor, Shelley E. (2006). Health Psychology 6th ed. America: McGraw Hill
Teanu, Aurora Dragomiri., Constanta Mihaescu-Pintia. (2010). Decision Makers’ Perception Of The Relevance Of Health Information In Romania. Romanian Journal of Bioethics, Vol. 8, No. 4
Thompson, Vetta L Sanders., Cavazos-Rehg P., Jupka K., Caito N., Gratzke J., Tate KY., Deshpande A., Kreuter MW. (2008). Evidential Preferences: Cultural Appropriateness Strategies in Health Communications. Health Educ Res,23:549-559
Thompson, Vetta L Sanders. (2012). Making decisions in a complex information environment: evidential preference and information we trust. BMC Medical Informatics and Decision Making, doi:10.1186/1472-6947-13-S3-S7
Wainwright, Susan Flannery., Katherine F. Shepard., Laurinda B. Harman., James Stephens. (2011). Factors That Influence the Clinical Decision Making of Novice and Experienced Physical Therapists. American Physical Therapy Association Vol. 91
West, Richard dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi ed 3. Jakarta: Salemba Humanika
Williams, Jane., Lin Perry., Carolin Watkins. (2010). Acute Stroke Nursing. United Kingdom: Wiley-Blackwell
Wiszniewska, Malgorzata et al. (2011). Knowledge of Risk Factors and Stroke Symptoms Among Nonstroke Patient. Eur Neurol 2012;67:220–225 doi: 10.1159/000335569
World Health Organization. (2005). WHO STEPS Stroke Manual: the WHO STEPwise approach to stroke surveillance / Noncommunicable Diseases and Mental Health. [dikutip pada 5 Maret 2013]. Tersedia di URL : http://www.who.int/chp/steps/Stroke/en/
World Health Organization. (2006). Neurological Disorders : Public Health Challenges. pp 151-162. Switzerland: WHO Press
World Health Organization. (2013). STEPwise approach to stroke surveillance. [dikutip pada 5 Januari 2013]. Tersedia di URL : http://www.who.int/chp/steps/stroke/en/
Yayasan Stroke Indonesia. (2011). Sekilas Tentang Stroke. [dikutip pada 19 Desember 2013]. Tersedia di URL: http://www.yastroki.or.id/berita.php
Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al, Medical Surgical Nursing: Assessment And Management Of Clinical Problem (8th ed., pp. 1459-1484). United States of America: Elsevier Mosby