i GAMBARAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BADUTA (6-23 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ABELI KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi OLEH : SUTRYANI NIM. P00331016056 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI PRODI D-III GIZI 2019
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
GAMBARAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BADUTA
(6-23 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ABELI
KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI
TUGAS AKHIR
Disusun sebagai salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Gizi
OLEH :
SUTRYANI
NIM. P00331016056
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI D-III GIZI
2019
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran
Kejadian Stunting Pada Anak Baduta ( 6 – 23 Bulan) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari” dapat penulis ajukan.
Proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati perjalanan
panjang dalam penyusunan yang tentunya tidak lepas dari bantuan moril dan
material pihak lain. Karena itu sudah sepatutnya penulis dengan segala
kerendahan dan keiklasan hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Askrening SKM, M Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari
2. Ibu Sri Yunanci V,G, SST,MPH selaku Ketua Jurusan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kendari dan pembimbing pendamping yang telah
ihklas berbagi ilmu guna membantu penulis dalam penyususnan proposal
karya tulis ilmiah ini.
3. Ibu Euis Nurlela, S.Gz, M, Kes selaku Ketua Prodi D-III Gizi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kendari
4. Ibu Dr. Suriana Koro, SP, M, Kes selaku pembimbing utama yang
senantiasa memberikan masukan dan bimbingan guna keberhasilan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
5. Seluruh dosen pengajar dan staf Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari
iv
6. Rekan-rekan mahasiswi Alih Jenjang Poltekes Jurusan Gizi angkatan 2016
yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih teristimewa penulis persembahkan kepada
kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm.H.Rongahina dan Ibunda
HJ.Djanuati yang telah memberikan kasih sayang dan doa restu,
sehingga dengan ridho Allah SWT, penulis sukses menyelesaikan kuliah
pada poltekes Jurusan Gizi Kendari. Tak lupa pula untuk Suami Tercinta
Suwartono, SE dan untuk anak anakku tersayang Andra Hardiyanto,
SH, Aken Camala, Akbar Ryandana kalian adalah motivator dan
pengabdian terbaikku.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
proposal ini. Atas kritik dan saran, penulis ucapkan terima kasih.
Kendari, Agustus 2019
Penulis
v
GAMBARAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BADUTA
( 6 – 23 Bulan) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ABELI
KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI
RINGKASAN
Sutryani
di bawah bimbingan Suriana koro dan sri Yunanci
Latar belakang: Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator status gizi
kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka
panjang. Stunting merupakan salah satu masalah terbesar di Indonesia yang belum
teratasi sepenuhnya. Di provinsi Sulawesi Tenggara, dari 100 Balita, terdapat 12
Balita kurus, 30 Balita stunting (kerdil) dan 5 Balita yang mengalami kegemukan.
Penelitian ini bertujuan utntuk mengetahui gambaran kejadian stunting pada anak
baduta ( 6 – 23 bulan) di wilayah kerja puskesmas abeli kecamatan abeli kota
kendari.
Metode: Metode yang digunakan dalam survey penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan dilaksanakan pada bulan
Juni 2019 di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Sampel yang digunakan sebanyak
65 orang anak baduta. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling.
Hasil : kejadian stunting pada anak Baduta (6-23 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Abeli sebanyak 16 orang anak (24,6%), berat badan lahir rendah
(BBLR) dengan kejadian stunting sebanyak 6 anak (9,2%), tinggi badan ibu
dengan kejadian stunting sebanyak 25 ibu yang kategori pendek ( 38,5% ) dan
penyakit infeksi dengan kejadian stunting sebanyak 14 anak (21,5%) yang
menderta ISPA dan 18 anak (27,7%) yang menderita Diare
Penelitian ini menyarankan Perlu adanya program yang terintegrasi dan
multisektoral untuk menanggulangi kejadian stunting pada baduta dan perlu
adanya edukasi kepada masyarakat khususnya ibu baduta terkait jenis makanan
yang baik untuk pertumbuhan anak.
Kata kunci : stunting, BBLR, Tinggi badan ibu, ISPA, Diare, Baduta
Daftar bacaan : 37 ( 1997 – 2018)
vi
DESCRIPTION OF INCIDENCE STUNTING IN CHILDREN UNDER
TWO YEARS (6 - 23 Months) IN WORKING AREA OF
PUBLIC HEALTH CENTER ABELI DISTRICT ABELI
KENDARI CITY
ABSTRACT
Sutriani
supervised by Suriana Koro and Sri Yunanci V.G
Back ground: Stunting or short is one indicator of chronic nutritional status that
illustrates stunted growth due to long-term malnutrition. Stunting is one of the
biggest problems in Indonesia that has not been completely resolved. In Southeast
Sulawesi province, out of 100 under five years, there are 12 underweight, 30
stunted and 5 overweight. This study aims to determine the description of the
incidence of stunting in children under two years (6 - 23 months) in the work area
of Abeli Public Health Center, Abeli District, Kendari City.
Method : The method used in this research survey is a descriptive research
method with a quantitative approach and do in June 2019 in Abeli District,
Kendari City. The sample used was 65 children under two years. The sampling
technique used was purposive sampling.
Result: the incidence of stunting in children under two years (6-23 months) in the
working area of Abeli Public Health Center as many as 16 children (24.6%), low
birth weight (LBW) with stunting as many as 6 children (9.2%), maternal height
with stunting as many as 25 mothers in the short category (38.5%) and infectious
diseases with stunting as many as 14 children (21.5%) ISPA and 18 children
(27.7%) diarrhea.
This research recommended the need for an integrated and multisectoral program
to tackle the incidence of stunting in under two years and the need for education to
the community especially mothers related to the type of good food for growing
children.
Keywordd: Stunting, low birth weight, maternal height, ISPA, diarrhea, under
two years
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH ...................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka ................................................................................. 8
B. Kerangka Teori ................................................................................ 18
C. Kerangka Konsep ............................................................................ 19
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................... 20
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 20
C. Populasi dan Sampel....................................................................... 20
D. Variabel Penelitian ......................................................................... 21
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................. 21
F. Analisa Dan Cara Penyajian Data .................................................. 22
G. Definisi Operasional ....................................................................... 22
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................. 25
B. Pembahasan ..................................................................................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 40
B. Saran ................................................................................................ 40
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul tabel Halaman
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Di
Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Tahun 2018
Karakteristik Responden
Karakerietik Sampel Penelitian
Distribusi Sampel Menurut Status Gizi Sampel Tenggara
Distribusi Sampel Menurut BBLR Sampel
Distribusi Sampel Menurut tinggi badan ibu Sampel
Distribusi Sampel Menurut penyakit ISPA Sampel
Distribusi Sampel Menurut penyakit diare Sampel
Distribusi Gambaran BBLR Dengan Kejadian Stunting
Distribusi Gambaran Tinggi Badan Ibu Dengan Kejadian
Stunting
Distribusi Gambaran ISPA Dengan Kejadian Stunting
Distribusi Gambaran Diare Dengan Kejadian Stunting
26
27
28
29
29
29
30
30
31
31
32
32
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Daftar Gambar Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Kerangka Teori Penelitian
Kerangka Konsep
18
19
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator status gizi kronis
yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka
panjang. Stunting di negara berkembang terjadi pada masa anak dibawah lima
tahun, faktor penyebab stunting pada anak disebabkan tiga hal yaitu asupan zat
gizi, penyakit infeksi serta interaksi ibu dan anak yang ketiganya sangat
ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan dalam keluarga.
Disebutkan juga bahwa beberapa penyebab stunting pada masa balita, pada
negara berkembang faktor utamanya adalah tidak cukupnya asupan makanan,
infeksi dan berat badan waktu lahir (Atmarita 2004).
Ada dua faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita
yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Kejadian stunting secara langsung
dipengaruhi oleh pola makan dan adanya penyakit infeksi, sedangkan penyebab
tidak langsungnya adalah ketersediaan pangan, status gizi ibu saat hamil,
pemberian ASI eksklusif, status imunisasi, pendidikan orang tua, pekerjaan ibu
dan status ekonomi keluarga ( Bappenas RI, 2013).
2
Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat
perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam
kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit
tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan dan
risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO,
2010).
Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat
perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam
kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit
tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan dan
risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO,
2010).
Data WHO 2017, untuk dunia anak balita yang menderita status gizi
buruk dengan prevalensi stunting sebanyak 151 juta anak atau 22%. sedangkan .
Tahun 2017 di Indonesia stunting 29.6% (WHO,2017).
WHO (World Health Organization) menetapkan batas toleransi stunting
(bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan
balita. Sementara, di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah
3
penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori
sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Ini juga yang mengakibatkan
WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi buruk.
Hasil penelitian Koro, S (2015) di kabupaten Timor Tengah Selatan
menemukan ada 1416 anak yang stunting dengan prevalensi stunting (total)
adalah 40,7%.. Sementara hasil Pemantauan Status Gizi (PSG,2017) untuk
Provinsi Sulawesi Tenggara diperoleh angka prevalensi stunting sebanyak
36,4%.
Stunting merupakan salah satu masalah terbesar di Indonesia yang belum
teratasi sepenuhnya. Di provinsi Sulawesi Tenggara, dari 100 Balita, terdapat 12
Balita kurus, 30 Balita stunting (kerdil) dan 5 Balita yang mengalami
kegemukan. Hasil PSG tahun 2016 diperoleh prevalensi balita menurut indeks
TB/U menunjukkan bahwa prevalensi balita pendek (stunting) di Indonesia
masih cukup tinggi yaitu sebesar 27,5%, dan meningkat pada tahun 2017
sebanyak 29,6%. . Hal ini menunjukkan bahwa jumlah balita pendek dan sangat
pendek lebih dari sepertiga jumlah total balita di Indonesia. Sementara batas Non
Public Health Problem yang ditolerir oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO 2017)
untuk kejadian stunting hanya 20 persen atau seperlima dari jumlah total balita
4
di suatu Negara. Oleh karena itu perlu dilakukan penangan yang serius terkait
masalah ini.
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG 2017) Provinsi Sulawesi Tenggara
menempati urutan ke-6 dari 20 provinsi yang memiliki prevalensi melebihi
angka nasional yaitu 36,4%., dimana prevalensi balita (usia 24-59 bulan)
stunting sebesar 36,4%. Angka ini lebih tinggi dari pada prevalensi nasional
yaitu 29,6%. Sedangkan prevalensi baduta (usia 0-23 bulan) stunting di
Sulawesi Tenggara adalah 25%. Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan angka
nasional yaitu 20,1%, sementara prevalensi stunting Kecamatan Abeli tahun
2018 hasil dari PSG 2018 sebanyak 8,28%.
Anak yang memiliki status gizi pendek atau sangat pendek (stunting)
berdasarkan pengukuran tinggi badan terhadap umur (TB/U) yang sangat rendah
dibanding standar WHO mempunyai resiko kehilangan tingkat kecerdasan atau
intelligence quotient (IQ) sebesar 10-15 poin.
Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan
dengan adanya proses perubahan patologis. Pertumbuhan fisik berhubungan
dengan genetik dan faktor lingkungan.Tinggi badan orang tua dapat
berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak. Tinggi badan anak memiliki
5
hubungan yang signifikan dengan tinggi badan ibu (Cameron et al 2005,victoria
et al 2008). Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kejadian stunting antara
lain rendahnya pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian makan anak
seperti MP ASI.
Menurut Ramli et al. (2009) yang melakukan penelitian tentang faktor
risiko stunting di Maluku menyatakan bahwa faktor risiko stunting pada anak
adalah usia anak, jenis kelamin dan rendahnya status sosial ekonomi. Sementara
menurut Koro, S (2015) jenis kelamin, tinggi badan ibu, paritas, jarak kelahiran
dan penyakit infeksi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting di kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi NTT.
Hasil penelitian Kusumawati, 2015, faktor yang mempengaruhi stunting
antara lain sebagian besar karena anak mengalami penyakit infeksi, anak
memiliki panjang badan yang rendah ketika lahir, pemberian makanan tambahan
yang tidak sesuai menurut usia disertai dengan konsistensi makanannya dan
anak yang mengalami berat lahir yang rendah pada saat dilahirkan.
Masa baduta disebut sebagai ‘masa kritis’. Salah satu indikator masa kritis
adalah ketika anak lahir dengan BBLR. Prevalensi BBLR nasional sebesar
11,1%, Besarnya prevalensi BBLR dapat disebabkan oleh bebe-rapa faktor
6
risiko. Hasil penelitan Ernawati et al, menemukan 9,5% bayi dengan berat badan
lahir rendah dan 22% di antaranya mengalami stunting. Menurut Soekirman dan
United Nations Children’s Emergency Fund (UNICEF), status gizi rendah secara
langsung dapat dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang rendah maupun keganasan
penyakit infeksi. Jika tidak ditanggulangi, kondisi ini akan berlanjut hingga anak
tumbuh menjadi remaja.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
tentang kejadian stunting pada anak usia baduta (6 – 23 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Abeli Kota Kendari’
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah Bagaimana gambaran kejadian stunting pada anak Baduta (6-23
bulan) di wilayah kerja Puskesmas Abeli.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui gambaran kejadian stunting pada anak Baduta (6-23
bulan) di wilayah kerja Puskesmas Abeli.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kejadian stunting pada anak Baduta (6-23 bulan) di wilayah
kerja Puskesmas Abeli.
7
b. Mengetahui gambaran berat badan lahir rendah (BBLR) dengan
kejadian stunting pada anak Baduta (6-23 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Abeli.
c. Mengetahui gambaran tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada
anak Baduta (6-23 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Abeli.
d. Mengetahui gambaran penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada
anak Baduta (6-23 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Abeli.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Pengembangan ilmu
a. Sebagai salah satu sumber pengembangan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan upaya pencegahan dan perbaikan status gizi pada anak
balita khususnya stunting serta menurunkan risiko kematian dan
kesakitan pada anak 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Abeli.
b. Sebagai salah satu referensi untuk studi lebih lanjut bagi para peneliti
yang tertarik dengan faktor yang berhubungan dengan stunting pada
anak baduta.
2. Manfaat Aplikasi
Merupakan salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan,
perencanaan serta pelaksana program dan instansi terkait lainnya dalam
upaya menanggulangi masalah stunting di wilayah kerja Puskesmas Abeli.
.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pusaka
1. Tinjauan tentang Stunting
Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan
dengan adanya proses perubahan patologis. Pertumbuhan fisik berhubungan
dengan genetik dan faktor lingkungan.Tinggi badan orang tua dapat
berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak. Tinggi badan anak memiliki
hubungan yang signifikan dengan tinggi badan ibu (WHO,2005).
Anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi di
Indonesia yang belum terselesaikan. Dampak yang ditimbulkan dari
terjadinya stunting diantaranya adalah terjadinya peningkatan morbiditas
dan mortalitas dan juga masalah perkembangan anak. Selain itu dampak
jangka panjang yang dapat terjadi pada saat dewasa adalah meningkatnya
risiko terjadinya obesitas, resistensi insulin, dan juga diabetes gestational
yang dapat memicu terjadinya penyakit tidak menular atau Non
Communicable Disease (NCD), (WHO,2013)
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi
lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi
berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan
(Infodatin, 2016)
9
Anak usia batita memerlukan perhatian khusus dalam konsumsi
makanan. Masa batita anak mengalami penurunan laju pertumbuhan dan
sering mengalami penurunan nafsu makan. Perhatian pada makanan lebih
rendah dibanding masa sebelumnya. Anak mulai dapat memilih antara suka
dan tidak suka terhadap makanan, sehingga diperlukan perhatian khusus
dalam pemberian makanan.4 Pemenuhan asupan yang sesuai dengan
kebutuhan diperlukan agar anak tetap berada dalam pertumbuhan yang
normal (Kusumawati E, Rahardjo S, Sari HP, 2015).
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek menurut umur
hingga melampaui defisit -2 SB dibawah median standar panjang atau tinggi
badan menurut umur.2 telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek,
bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai usia
2 tahun. Apabila dihitung dari sejak hari pertama kehamilan, kelahiran bayi
sampai anak usia 2 tahun merupakan periode 1000 hari pertama kehidupan
manusia, disebut sebagai window opportunity (WHO,2013).
Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator status gizi kronis
yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka
panjang. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak, pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi
badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted
10
(pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Z-score untuk kategori
pendek adalah -3 SD sampai dengan <-2 SD dan sangat pendek adalah <-3
SD.( Kemenkes. 2010).
Indeks PB/U merupakan indikator yang tepat guna untuk mengukur
riwayat kekurangan gizi di masa lampau, dengan cara mengukur tinggi
badan seorang anak dibanding anak-anak lain seumur, setelah periode
kekurangan gizi berjalan beberapa waktu. Berbeda dengan BB/U, PB/U
bereaksi lebih lambat terhadap perubahan masukan zat gizi, khususnya
energi, protein, kalsium atau seng.( Aritonang I. 2011)
2. Tinjauan Umum Tentang Berat Badan Lahir Rendah
Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) juga dapat menjadi faktor
risiko.Kondisi BBLR merupakan indikator kesehatan masyarakat karena
keterkaitannya dengan angka kematian dan kesakitan. Bayi dengan BBLR
dapat mengalami hambatan pertumbuhan. Kondisi BBLR terjadi karena
janin mengalami kekurangan gizi selama dalam kandungan..(Lestari,
Restika Indah. 2016).
Penelitian di Libya pada anak dibawah lima tahun menunjukkan
bahwa BBLR merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian stunting.
Selain itu, penelitian yang dilakukan di Indonesia pada anak usia 1-2 tahun
menunjukkan bahwa riwayat BBLR merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya stunting (Taguri, A.E.,2009)
11
Faktor yang mempengaruhi kejadian stunting antara lain berat badan
lahir, panjang badan lahir, usia kehamilan dan pola asuh ibu. Defisiensi
energi kronis atau anemia selama kehamilan dapat menyebabkan ibu
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.6 Tingginya angka BBLR
diperkirakan menjadi penyebab tingginya kejadian stunting di Indonesia
(Koro,S.2015)
Penelitian di Malawi dengan desain kohort menunjukkan bahwa berat
badan lahir rendah merupakan prediktor terkuat kejadian stunting pada
balita usia 12 bulan (Espo M., T, Kulmala, K. Maleta, T. Cullinan, M-L
Salin, P Ashorn. 2002). Pertumbuhan linier bayi berat lahir rendah dengan
usia kehamilan ≥37 minggu (disebut bayi IUGR) lebih lambat daripada bayi
normal. Namun, pertumbuhan bayi BBLR prematur (usia kehamilan <37
minggu) dalam lingkungan yang mendukung akan tumbuh lebih baik
daripada bayi IUGR, jika berat lahir bayi sesuai dengan usia kehamilan.(
Rosha BC, Putri DSK, Putri IYS,2013).
Penelitian di Tangerang dengan desian kohort menunjukkan bayi yang
lahir prematur memiliki risiko 2 kali lebih besar dibanding bayi yang lahir
normal untuk menjadi stunting pada usia 6-12 bulan. (Rahayu LS,
Sofyaningsih M,2011). Penelitian di Libya yang menyimpulkan bahwa berat
badan lahir rendah mempengaruhi kejadian stunting pada anak usia 1-2
tahun (p<0.05, OR=1.58). Hal ini dikarenakan tingginya pengaruh berat
badan lahir terhadap kejadian stunting terjadi pada usia 6 bulan awal,
12
kemudian menurun hingga usia 24 bulan. Jika pada 6 bulan awal balita
dapat mengejar pertumbuhan, maka besar kemungkinan balita tersebut dapat
tumbuh secara normal (Taguri, A.E.,2009)
Besar risiko bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah untuk
menjadi stunting pada usia 6-12 bulan adalah 3,6 kali dibanding bayi yang
lahir dengan berat badan lahir normal. Bayi dengan riwayat berat badan
lahir rendah menunjukkan terjadinya retardasi pertumbuhan di dalam uterus
baik akut maupun kronis dan lebih berisiko mengalami gangguan
pertumbuhan di masa anak-anak karena lebih rentan terhadap penyakit
infeksi, seperti diare (Picauly I,Toy SM. 2013)
Walaupun secara statistik hasil penelitian ini menyebutkan bahwa
berat badan lahir rendah bukan merupakan faktor risiko stunting, tetapi bayi
yang lahir dengan berat badan lahir rendah cukup mempengaruhi kejadian
stunting (OR=3,28). Oleh karena itu, orang tua yang memiliki anak dengan
berat badan lahir rendah harus lebih sadar akan kejadian stunting.
Penelitian di Tangerang menunjukkan bahwa bayi yang lahir prematur
berisiko 2 kali pada usia 6-12 bulan untuk mengalami stunting. Hasil
penelitian ini menunjukkan usia kehamilan merupakan faktor risiko
kejadian stunting balita usia 12 bulan. Pertumbuhan pada bayi prematur
mengalami keterlambatan dikarenakan usia kehamilan yang singkat dan
adanya retardasi pertumbuhan linear di dalam kandungan.
13
Bayi yang lahir cukup bulan apabila asupan gizinya kurang juga akan
mengalami growth faltering. Hal ini akan bertambah berat jika ditambah
dengan paparan penyakit infeksi.8 Sebaliknya, bayi prematur yang
mengalami growth faltering jika diberikan dukungan asupan gizi yang
adekuat maka pola pertumbuhan normal dapat terkejar (catch up).
Di negara berkembang bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) lebih
cenderung mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri yang terjadi karena
buruknya gizi ibu dan meningkatnya angka infeksi dibandingkan dengan
negara maju.( Kiely JL,Yu S, Rowley DL,2013)
Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari normal (<2500gram)
mungkin masih memiliki panjang badan normal pada waktu dilahirkan.
Stunting baru akan terjadi beberapa bulan kemudian, walaupun hal ini
sering tidak disadari oleh orang tua. Orang tua baru mengetahui anaknya
stunting setelah anaknya mulai bergaul dengan teman-temannya, sehingga
terlihat anak lebih pendek dibandingkan temannya. Oleh karena itu anak
yang lahir dengan berat badan kurang dibawah normal harus diwaspadai
akan menjadi stunting. Semakin awal dilakukan penangulangan malnutrisi,
maka akan semakin kecil resiko menjadi stunting ( Kiely JL,Yu S, Rowley
DL,2013).
Bagi perempuan yang lahir dengan berat rendah, memiliki risiko besar
untuk menjadi ibu yang stunted akan cenderung melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah sepeti dirinya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu stunted
14
tersebut akan menjadi perempuan dewasa yang stunted juga, dan akan
membentuk siklus sama seperti sebelumnya ( Kiely JL,Yu S, Rowley
DL,2013).
Semua kelompok lahir berisiko terhadap stunting hingga usia 12
bulan, dengan risiko terbesar pada kelompok anak IUGR (Intra Uterine
Growth Retardation) dan risiko terkecil pada kelompok anak normal. Pada
kelompok IUGR berkontribusi terhadap siklus intergenerasi yang
disebabkan oleh tingkat ekonomi rendah, penyakit dan defisiensi zat gizi.
Hal tersebut menunjukan bahwa, ibu dengan gizi kurang sejak awal sampai
dengan akhir kehamilan akan melahirkan BBLR, yang kedepannya akan
menjadi anak stunting (Anugraheni HS,2012.).
Peneliti lain menyatakan berat badan lahir dengan status gizi rendah di
kabupaten dan kotamadya Sumedang, propinsi Jawa Barat menyimpulkan
bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai risiko KEP 10,2
kali dibandingkan dengan berat bayi lahir normal. Dalam penelitian lain,
berat lahir rendah telah diketahui berkorelasi dengan stunting. Dalam
analisis multivariant tunggal variabel berat lahir rendah dapat bertahan, hal
ini menunjukan bahwa berat lahir rendah memiliki efek yang besar terhadap
stunting. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, efek dari berat lahir
rendah terhadap kesehatan anak adalah faktor yang paling relevan untuk
kelangsungan hidup anak (Meilyasari, F. & Isnawati, M, 2014)
15
3. Tinjauan tentang Tinggi Badan Ibu
Tinggi badan selain ditentukan oleh faktor genetik juga ditentukan
oleh status gizi sewaktu masa kanak-kanak. Keadaan ini dapat diartikan
bahwa gangguan gizi waktu kanak-kanak pengaruhnya sangat jauh, yaitu
produk kehamilan (Nurhadi 2006).
Tinggi badan orang tua juga berkaitan dengan kejadian stunting, ibu
yang pendek emiliki kemungkinan melahirkan bayi yang pendek pula. Hasil
penelitian Zottarelli (2007) di Egypt menunjukkan bahwa anak yang lahir
dari ibu yang tinggi badan <150 cm memiliki risiko lebih tinggi untuk
tumbuh menjadi stunting. Penelitian Nasikhah (2012) bahwa tinggi badan
ibu dan tinggi badan ayah merupakan faktor risiko kejadian stunting pada
balita 24-36 bulan. Hasil penelitian serupa yang dilakukan Rahayu (2012)
menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari ibu atau ayah pendek
berisiko menjadi stunting. Begitu pula penelitian yang dilakukan NA, Amin,
Julia,M. (2014), yang memperoleh ada hubungan tinggi badan ibu dengan
kejadian stunting pada balita usia 6 – 23 bulan.
Penelitian yang bertujuan untuk melihat faktor risiko terjadinya
pertumbuhan yang lambat pada anak baru masuk sekolah di Amerika Latin,
ditemukan faktor genetik yaitu tinggi badan ayah dan tinggi badan ibu
sedikitnya memberikan dampak terhadap laju pertumbuhan anak, selain
riwayat malnutrisi, panjang badan lahir dan kondisi rumah yang tidak
hygienis sebagai faktor risiko utama (Amigo et al. 2001).
16
Faktor konstitusional sebagai determinan stunting adalah tinggi badan
ibu, jenis kelamin dan berat badan lahir (Adair et al. 1997). Tinggi badan
orang tua sebagai penyebab terjadinya perawakan pendek pada anak
ditemukan sebanyak 58,6% (Strufaldi et al. 2005).
4. Riwayat Penyakit Infeksi
Anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki peluang
mengalami stunting (Picauly & Toy 2013). Penyakit infeksi pada anak-anak
antara lain ISPA dan diare. Penyakit ISPA didefinisikan sebagai suatu
penyakit infeksi pada hidung, telinga, tenggorokan (pharynx), trachea,
bronchioli dan paru-paru yang kurang dari dua minggu (14 hari) dengan
tanda dan gejala dapat berupa batuk dan atau pilek dan atau batuk pilek dan
atau sesak nafas karena hidung tersumbat dengan atau tanpa demam,
batasan waktu 14 hari diambil menunjukkan berlangsungnya proses akut,
meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan diare didefinisikan sebagai suatu
penyakit yang ditandai dengan bercak cair lebih dari tiga kali sehari
(Darmadi, 2008).
Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah
tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan
cara memutuskan rantai penularannya. diharapkan kejadian penularan
penyakit infeksi dapat ditekan seminimal mungkin (Darmadi, 2008).
17
Penyakit infeksi berkaitan dengan kejadian penyakit menular terutama
diare, cacingan dan penyakit pernafasan akut (ISPA), dimana faktor ini
banyak terkait dengan mutu pelayanan kesehatan dasar khusunya imunisasi,
kualitas lingkungan hidup serta perilaku hidup sehat. Kualitas lingkungan
hidup seperti ketersediaan air bersih, sarana sanitasi lingkungan serta
perilaku hidup sehat seperti kebiasaan cuci tangan pakai sabun, buang air
besar dijamban, tidak merokok, sirkulasi udara dalam rumah dan sebagainya
(Abas 2012 dalam Marfina, 2014).
Hasil penelitian Arifin (2012), diperoleh nilai p value=0,021, yang
berarti ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian
stunting. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,2 (CI 95% ; 1,126-4,612)
artinya bahwa anak balita dengan riwayat penyakit infeksi mempunyai
risiko 2,2 kali lebih besar terkena stunting dibandingkan anak balita yang
tidak mempunyai riwayat penyakit infeksi.
Hal ini serupa dengan hasil penelitian Nashikhah & Margawati
(2012), yang memperoleh riwayat diare akut merupakan faktor risiko
kejadian stunting (p=0,011) dan nilai OR=2,29 (CI 95% ; 1,69-3,09) dimana
balita yang sering mengalami diare akut berisiko 2,3 kali lebih besar
menjadi stunting. Begitu pula hasil penelitian Priyono.DP, Sulistiyani
(2015) yang memperoleh ada hubungan penyakit infeksi dengan kejadian
stunting anak balita usia 12 -36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Randu
Agung.
18
B. Kerangka Teori
1. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
(sumber: UNICEF,1990 Dalam BAPPENAS, 2011: Anisa, 2012 dalam Trihono, 2015 )
Karakteristik Keluarga:
Pendidikan Orang TuaPekerjaan Orang Tua
Status Ekonomi Keluarga
Karaktersitik Anak:
Usia
Jenis kelamin
Berat lahir
Panjang Lahir
Konsumsi Makanan:
Asupan Energi
Asupan Protein
Status Infeksi
Diare
Ispa
Stunting
(Malnutrisi Kronik)
Faktor genetik
-Tinggi badan oran
tua
- Berat badan orang
tua
Ketersedian dan pola
konsumsi Rumah
Tangga
-Pola Asuh
-Pemberian
ASI/MP-ASI
Pelayanan
Kesehatan
Status Imunisasi
19
2. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian adalah sebegai berikut:
Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Variabel terikat
: Variabel bebas
Stunting
(Malnutrisi Kronik)
Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR)
Tinggi Badan Ibu
Penyakit Infeksi:
- ISPA
- Diare
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam survey penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif,dimana hal tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi pada suatu
wilayah ( Suryabrata, 2013). Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data deskriptif mengenai
variabel dependen utama yaitu, status gizi stunting, serta variabel independen,
yaitu Berat badan lahir rendah(BBLR), tinggi badan ibu dan penyakit infeksi.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Puskesmas Abeli selama sebulan
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak baduta (6 – 23
bulan) yang ada di wilayah Puskesmas Abeli
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive untuk usia serta
keluarga yang memenuhi kriteria : merupakan keluarga lengkap yang
mempunyai anak usia dibawah dua tahun (0-23 bulan) dan bersedia untuk
dijadikan sampel serta tidak menumpang hidup pada orang tua atau keluarga
lainnya, selanjutnya baduta yang terpilih dilakukan secara random sampling.
21
Responden dalam penelitian ini adalah semua ibu yang anaknya terpilih jadi
sampel.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
Variable Terikat yaitu status gizi anak stunting usia 6 – 23 bulan
2. Variabel Bebas
Variabel bebas yaitu BBLR, tinggi badan ibu dan penyakit infeksi
E. Jenis dan cara Pengumpulan Data
1. Jenis data
Data dalam penelitan ini adalah data primer dan data sekunder.
Dimana data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung
terhadap responden berdasarkan pertanyaan yang telah tersedia, sedangkan
data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di Puskesmas
Abeli dan instansi kesehatan terkait lainnya.
2. Cara pengumpulan data
Data primer pengumpulannya melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder pengumpulannya dengan
cara melihat dokumen Puskesmas
a. Data status gizi anak diperoleh dengan memakai metode antropometri
yang meliputi pengukuran berat badan dan panjang badan/tinggi badan.
Berat badan diukur dengan menggunakan dacin (salter balance scale)
dengan ukuran terkecil 0,1kg. Panjang badan/tinggi badan, anak yang
22
belum bisa berdiri diukur dengan memakai papan pengukur(length
board) sedangkan tinggi badan ibu diukur dengan memakai alat
microtoice dengan skala 0,1 cm. Indikator penentuan status gizi anak
baduta digunakan indeks PB/U.
b. Data penyakit infeksi diperoleh dengan menanyakan langsung kepada
ibu atau pengasuh anak dengan menggunakan lembar pertanyaan atau
kuesioner sedangkan data berat lahir anak diperoleh dari buku
KIA/KMS anak.
F. Analisis dan Penyajian Data
1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil penelitian
dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi menghasilkan distribusi dan
presentasi dari tiap variabel yang diteliti.
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk narasi dan tabel.
G. Definisi Operasional
1. Anak Baduta adalah anak usia 6 sampai 23 bulan laki-laki atau perempuan.
2. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya
malnutrisi asupan zat gizi kronis ditunjukkan dengan nilai Z-score tinggi
badan menurut umur (TB/U atau PB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD)