GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : WIDYA OKTALISA NIM. 101000218 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
141
Embed
GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN … OKTALISA.pdfdi wilayah kerja puskesmas Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI
DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN
TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh :
WIDYA OKTALISA NIM. 101000218
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI
DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
WIDYA OKTALISA NIM. 101000218
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
ii
ABSTRAK
Klinik sanitasi merupakan wahana masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan masalah penyakit berbasis lingkungan dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas, bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di wilayah kerja puskesmas Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu yang berjumlah 858 KK. Dari pengambilan sampel secara systematic random sampling, diperoleh sampel sebanyak 90 KK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi yaitu memiliki pengetahuan baik sebesar 52,2%, sikap baik sebesar 44,4%, kepercayaan pada klinik sanitasi baik sebesar 86,7%. Faktor pendukung yaitu menyatakan jika keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi baik sebesar 13,3%, dan sosialisasi klinik sanitasi seluruhnya tidak baik. Faktor pendorong yaitu keberadaan petugas klinik sanitasi menyatakan jika petugas klinik sanitasi baik sebesar 25,6%. Disarankan dalam pelaksanaan klinik sanitasi ini, agar petugas klinik sanitasi meningkatkan sosialisasi dan bersikap aktif ke masyarakat, dan dapat melakukan pemantauan oleh instansi terkait program ini untuk merevitalisasikannya, serta pemerintah untuk dapat memberikan dana yang lebih demi kelancaran sarana dan prasarana.
Kata Kunci : Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Pendorong, Klinik Sanitasi.
iii
ABSTRACT
Sanitation Clinic is the public place for overcome the environmental health problem and disease based on environment with guidance, counseling, and technical help from public health centre workers. Sanitation clinic is not as an independent service unit, but as an integral part of the health centre activities, cooperated by interprogram and intersectoral that is in the working area of public health centre. This research aim to know the description of predisposing, enabling and reinforcing factor on society in utilization of sanitation clinic at Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. The kind of this research is descriptive using of the cross sectional design. The population in this research is the society of Kelurahan Baru Ladang Bambu which amounts to 858 patriarch. Starting at of taking sample according to systematic random sampling, obtained sample as much as 90 patriarch. Result of this research has been shown that predisposing factor on society in utilization of sanitation clinic had good knowledge of 52.2 percent, good attitude of 44.4 percent, good credibility of 86.7 percent. Enabling factor has been shown that if the presence of facilities and infrastructure of sanitation clinic were good of 13,3 percent, and the whole socialization of sanitation clinic was not good. Reinforcing factor has been shown that if the presence of sanitation clinic workers were good of 25.6 percent. Suggested in implementation of this sanitation clinic, in order that increased the socialization by sanitation clinic workers and they should be active to society, and the instance beside of this program could do the monitoring for doing the revitalitation, and for the goverment could giving more budget for the sake of the continuity of facilities and infrastructure. Keywords : Predisposing, Enabling and Reinforing Factor, Sanitation Clinic.
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Widya Oktalisa
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 23 Oktober 1992
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Anak ke : 4 dari 4 bersaudara
Alamat : Jalan Sungai Duku / Kompleks PT.UK No. 45
Pekanbaru, Riau
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1998 - 2004 : SD Negeri 018 Pekanbaru
Tahun 2004 - 2007 : SMP Negeri 4 Pekanbaru
Tahun 2007 - 2010 : SMA Negeri 1 Pekanbaru
Tahun 2010 - Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT ORGANISASI
1. Pers Mahasiswa Suara Universitas Sumatera Utara (Persma Suara USU).
2. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (PEMA FKM USU).
3. Himpunan Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (HMP Kesling FKM USU).
4. Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (HMI Komisariat FKM USU).
v
KATA PENGANTAR
Allhamdulillahhirobbil`alamin, segala puji beserta syukur penulis ucapkan
kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Gambaran Faktor
Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Pada Masyarakat Dalam Pemanfaatan
Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
Kota Medan Tahun 2014”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan moril maupun
spiritual dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini ucapan terimakasih yang
tidak terhingga penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak membantu dalam memberikan pengarahan bagi penulis sejak semester
awal.
3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen
Pembimbing II serta Penguji I yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.
vi
4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai
Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH yang telah bersedia menjadi penguji II pada
seminar proposal dan memberikan masukan serta saran dalam perbaikan
skripsi ini.
6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS yang telah bersedia menjadi penguji
III pada seminar proposal dan telah memberikan masukan dan saran dalam
perbaikan skripsi ini.
7. Ir. Indra Chahaya S, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji II pada sidang
skripsi dan telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan
skripsi ini.
8. Dr. Taufik Ashar, MKM yang telah bersedia menjadi penguji III pada sidang
skripsi dan telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan
skripsi ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan, terima kasih atas
bantuan dan bimbingan serta dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
10. Lurah Baru Ladang Bambu dan Kepala Puskesmas Medan Tuntungan yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
vii
11. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, terima kasih atas doa, kasih
sayang serta dorongannya baik moril maupun materiil selama ini sehingga
dll) terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.
viii
17. Senior dan alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKM USU,
terima kasih karena selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi,
dukungan, dan bantuan. Terima kasih kakanda dan abangda.
18. Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan, Juni 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................................ ii ABSTRACT ........................................................................................................................... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iv KATA PENGANTAR ......................................................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................... 5 1.3.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 6
2.1 Sanitasi Lingkungan .................................................................................. 7 2.2 Penyakit Berbasis Lingkungan .................................................................. 9
2.2.1 Penyakit Berbasis Lingkungan di Kota Medan ............................. 10 2.3. Program Kesehatan Masyarakat ................................................................ 12 2.4. Klinik Sanitasi ........................................................................................... 14 2.5. Tujuan Klinik Sanitasi .............................................................................. 16 2.6. Sasaran Klinik Sanitasi .............................................................................. 17 2.7. Ruang Lingkup Klinik Sanitasi ................................................................. 17 2.8. Strategi Operasional Klinik Sanitasi ......................................................... 18 2.9. Kegiatan Klinik Sanitasi ............................................................................ 19
2.9.1 Alur Kegiatan Program Klinik Sanitasi ......................................... 22 2.10. Sumber Daya Program Klinik Sanitasi ...................................................... 23 2.11. Peran Klinik Sanitasi di Puskesmas ........................................................... 26 2.12. Pelanggan Pelayanan Kesehatan ............................................................... 26 2.13. Mutu Pelayanan Kesehatan ....................................................................... 29
2.14. Perilaku ...................................................................................................... 34 2.15. Teori Lawrence Green ............................................................................... 36 2.16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan .................................................................................................. 41 2.17. Kerangka Konsep ...................................................................................... 42
x
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 43 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 43
3.2.1 Lokasi Penelitian ........................................................................... 43 3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................... 43
3.3. Populasi dan Sampel .................................................................................. 44 3.3.1 Populasi ......................................................................................... 44 3.3.2 Sampel ........................................................................................... 44 3.3.3 Cara Pengambilan Sampel ............................................................. 45
3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 46 3.4.1 Data Primer .................................................................................... 46 3.4.2 Data Sekunder ............................................................................... 46
3.5. Definisi Operasional .................................................................................. 46 3.6 Aspek Pengukuran ..................................................................................... 48 3.7 Teknik Analisa Data .................................................................................. 51
BAB IV. HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 52 4.1.1 Keadaan Demografis Kelurahan Baru Ladang Bambu ................. 52 4.1.2 Sarana Kesehatan di Kelurahan Baru Ladang Bambu .................. 53
4.2. Struktur Organisasi Puskesmas Tuntungan ............................................... 54 4.3. Karakteristik Responden ........................................................................... 55 4.4. Gambaran Faktor Predisposisi ................................................................... 57
4.3.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ...... 57 4.3.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ................. 60 4.3.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 dan Tahun 2012 ............................................................... 50
Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Umur di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................................ 52
Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................... 52
Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 52
Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 53
Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Jumlah Penghasilan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 53
Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Jarak Rumah ke Puskesmas di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ......................................... 54
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................................ 58
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Pengetahuan ........................... 60
Tabel 5.0. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ........................................................................................................... 61
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Sikap Terhadap Klinik Sanitasi ............................................................................................................... 62
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................................ 63
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Kepercayaan Terhadap Klinik Sanitasi .................................................................................................... 63
xiii
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Sarana dan Prasarana Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 65
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ............................................ 67
Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .............................................................. 68
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi .......................................... 70
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Master Data
Lampiran 3. Output SPSS Tentang Distribusi Responden Berdasarkan Indikator
Lampiran 4. Output SPSS Tentang Distribusi Frekuensi Responden
Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM-USU
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian ke Puskesmas dari Dinas Kesehatan Kota Medan
Lampiran 7. Surat Rekomendasi Penelitian ke Kelurahan Baru Ladang Bambu dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan
Lampiran 8. Surat Selesai Penelitian dari Puskesmas Tuntungan
Lampiran 9. Surat Balasan Selesai Penelitian dari Kelurahan Baru Ladang Bambu
Lampiran 10. Contoh Form Rujukan Klinik Sanitasi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan adalah membebaskan penduduk dari penularan atau transmisi penyakit
dengan cara menghilangkan sumber penyakit, melakukan penyehatan lingkungan,
dan meningkatkan perilaku hidup sehat penduduk serta memberikan kekebalan
terhadap serangan penyakit (Achmadi, 2004).
Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan
yang tidak memadai baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup sehat
masyarakat yang masih rendah sehingga mengakibatkan penyakit-penyakit berbasis
lingkungan muncul, seperti: diare, ISPA, malaria, DBD, TBC, yang masih
mendominasi 10 penyakit terbesar puskesmas dan merupakan pola penyakit utama di
Indonesia (Depkes RI, 2001).
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, puskesmas merupakan ujung
tombak yang paling depan di wilayah kerjanya. Salah satu fungsi puskesmas yang
penting adalah mengembangkan dan membina kemandirian masyarakat dalam
memecahkan masalah kesehatan yang timbul, mengembangkan kemampuan dan
kemauan masyarakat baik berupa pemikiran maupun kemampuan yang berupa
sumber daya. Oleh sebab itu diperkenalkan dan dikembangkan suatu alternatif
pemecahan masalah kesehatan lingkungan yaitu klinik sanitasi (Depkes RI, 2001).
Klinik sanitasi sebagai salah satu pelayanan di puskesmas yang
mengintegrasikan antara upaya kuratif, promotif, dan preventif, yang mempunyai
2
peran antara lain sebagai pusat informasi, pusat rujukan fasilitator di bidang
kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan (Depkes RI, 2005).
Klinik sanitasi hanya dilaksanakan di puskesmas yang diperkenalkan dari
konsep Puskesmas Wanasaba Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB pada tahun
1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh beberapa puskesmas di provinsi NTB,
Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan
Selatan, sehingga pada awal tahun 2000 sudah sampai ke seluruh Puskesmas di
Indonesia termasuk Kota Medan (Depkes RI, 2000).
Kegiatan klinik sanitasi ini dibagi menjadi 2 yaitu dalam dan luar gedung, di
antara keduanya kegiatan dalam gedung adalah kegiatan yang utama yang harus
dilakukan sebelum kegiatan luar gedung. Namun sampai sekarang kegiatan ini belum
berjalan optimal, baik dalam maupun luar gedung, hal ini dibuktikan dengan masih
sangat kurangnya kunjungan klien atau pasien.
Gambaran perilaku masyarakat yang kurang mendukung dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas lingkungan sehingga mengakibatkan dampak buruk bagi
kesehatan masyarakat maupun individu. Banyak faktor yang membuat masyarakat
tidak mengunjungi klinik sanitasi. Pada survei pendahuluan di Puskesmas Tuntungan,
diperoleh informasi bahwa klinik sanitasi tidak dimanfaatkan tampak dari jumlah
pengunjung yang nihil. Petugas berpendapat bahwa masyarakat tidak memanfaatkan
klinik sanitasi karena kesadaran masyarakat yang kurang terhadap pentingnya upaya
pencegahan untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan. Masyarakat datang ke
puskesmas hanya sekedar melakukan pengobatan saja.
3
Menurut Notoatmodjo (2003), banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Tim
kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku
tertentu adalah karena alasan pokok, yaitu: pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang
penting sebagai referensi, sumber-sumber daya (resources). Keseluruhan alasan
tersebut menjadi faktor pada masyarakat untuk berperilaku dalam memanfaatkan
klinik sanitasi ini. Beberapa alasan tersebut dipisahkan menjadi 3 faktor utama, yaitu
faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi,
dan demografi; faktor pendukung meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi; serta
faktor pendorong meliputi petugas klinik sanitasi itu sendiri.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryanti (2003) menunjukkan adanya
hambatan mengenai pelaksanaan program klinik sanitasi di puskesmas kota Medan.
Dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan, terdapat 31 puskesmas yang mempunyai
hambatan program klinik sanitasi. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
klinik sanitasi yaitu: 1) pada program klinik sanitasi; 2) pada perencanaan klinik
sanitasi; 3) pada tenaga/sarana klinik sanitasi; 4) pada dana klinik sanitasi; 5) pada
pelaksanaan klinik sanitasi. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa program
klinik sanitasi yang kurang baik (program tidak berjalan) yaitu Puskesmas Medan
Tuntungan (Maryanti, 2003).
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara
berkembang. Di seluruh dunia, 780 juta orang tidak memiliki akses terhadap air
minum dan 2,5 miliar kekurangan sanitasi yang baik. Menurut WHO, diare adalah
penyebab utama kedua kematian pada anak di bawah lima tahun dan morbiditas di
dunia. Secara global, ada hampir 1,7 miliar kasus penyakit diare setiap tahun dan
4
membunuh sekitar 760.000 anak balita setiap tahunnya. Hal ini menimbulkan
masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi
dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional (WHO, 2013).
Pada konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) yang
diselenggarakan oleh World Bank Water Sanitation Program (WSP) pada tahun 2013
terungkap, bahwa Indonesia berada di urutan kedua di dunia sebagai negara dengan
sanitasi buruk. Menurut data yang dipublikasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki toilet dan masih buang air besar
(BAB) sembarangan di sungai, laut, atau di permukaan tanah (Kompas, 2013).
TB Paru juga merupakan penyakit berbasis lingkungan, salah satunya
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi yang erat kaitannya dengan keadaan rumah,
kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang
buruk (Hiswani, 2009). Jumlah kasus baru TB Paru di Indonesia diestimasikan sekitar
450.000 orang setahunnya (Depkes RI, 2013).
Di provinsi Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan, tercatat pada tahun
2012, kasus penyakit berbasis lingkungan seperti pneumonia pada balita berjumlah
22.908 kasus, DBD ada 1.101 kasus dengan jumlah yang meninggal ada 22 kasus.
Prevalensi TB Paru berjumlah 5.266 kasus. Diare dengan estimasi sekitar 941.521
kasus (Dinkes Medan, 2012). Di Puskesmas Medan Tuntungan khususnya, tercatat
kasus TB Paru dengan prevalensi berjumlah 12 kasus, pneumonia dengan estimasi
260 kasus, diare 10.689 kasus, dan DBD berjumlah 35 kasus (Dinkes Medan, 2012).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Gambaran Faktor Predisposisi, Pendukung dan
5
Pendorong Pada Masyarakat Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan
Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2014”.
1.2. Perumusan Masalah
Dinas Kesehatan melalui Puskesmas telah membuat suatu upaya, yaitu
mengadakan suatu klinik sanitasi untuk membantu menangani dalam menekan angka
penyakit berbasis lingkungan yang terjadi. Namun, masyarakat tampak tidak
memanfaatkan klinik sanitasi, terlihat dari keengganan masyarakat untuk berkunjung
ke klinik sanitasi.
Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat yang kurang dalam upaya
pencegahan dan pola pikir masyarakat yang hanya sebatas untuk pengobatan saja.
Selain itu terdapat beberapa faktor lainnya yang ingin diketahui, yaitu faktor
predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi, dan
demografi; faktor pendukung meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi; serta faktor
pendorong meliputi petugas klinik sanitasi. Sehingga peneliti ingin meneliti tentang
bagaimana gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat
dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan
Medan Tuntungan Kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong
pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang
Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui faktor predisposisi pada masyarakat dalam pemanfaatan
klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan, yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
pendidikan, ekonomi, dan demografi.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung pada masyarakat dalam pemanfaatan
klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan, meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi.
3. Untuk mengetahui faktor pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan
klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan, meliputi petugas klinik sanitasi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi puskesmas dan Dinas Kesehatan kota
Medan untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pelaksanaan program
klinik sanitasi dalam hal penanganan masalah penyakit berbasis lingkungan.
2. Menambah pengetahuan peneliti dalam hal sanitasi khususnya program klinik
sanitasi lingkungan secara lebih mendalam.
3. Memberikan masukan aplikatif bagi masyarakat untuk bisa mengoptimalkan
secara maksimal fasilitas yang telah disediakan untuk meningkatkan
kesehatannya melalui klinik sanitasi.
4. Menjadikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca tentang ilmu
kesehatan masyarakat khususnya kesehatan lingkungan tepatnya mengenai
program klinik sanitasi yang ada di puskesmas.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi umumnya mengacu pada penyediaan fasilitas dan jasa untuk
pembuangan yang aman dari urin manusia dan tinja. Sanitasi yang tidak memadai
merupakan penyebab utama penyakit di seluruh dunia dan meningkatkan sanitasi
dikenal memiliki dampak yang menguntungkan yang signifikan terhadap kesehatan
baik di rumah tangga dan di masyarakat. Kata 'sanitasi' juga mengacu pada
pemeliharaan kondisi higienis, melalui layanan seperti pengumpulan sampah dan
pembuangan air limbah (WHO, 2013).
Menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan
lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol
dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta
yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.
Sedangkan menurut Entjang (2000), sanitasi lingkungan adalah pengawasan
lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan
manusia, di mana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan
yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan.
Menurut Hiswani (2003) yang mengutip pendapat Sutomo, sanitasi lingkungan
adalah bagian dari kesehatan masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip
usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat
menimbulkan penyakit melalui kegiatan- kegiatan yang ditujukan untuk :
8
1. Sanitasi air (Water Sanitasi)
2. Sanitasi Makanan (Food Sanitasi)
3. Pembuangan Sampah (Sewage and Excreta disposal).
4. Sanitasi Udara (Air Sanitation)
5. Pengendalian vektor dan binatang pengerat (Vektor and Rodent Controle).
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
menyebutkan antara lain bahwa: (1) kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, (2) kesehatan lingkungan dilaksanakan
terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum
dan lingkungan lainnya, (3) kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, tanah, dan
pendukung (enabling factors), dan faktor pendorong (reinforcing factors).
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor ini meliputi, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi, dan sebagainya yang terwujud dalam pengetahuan, kepercayaan,
sikap, persepsi, keyakinan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk
mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun
tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang malakukan kontak atau pengamatan
terhadap suatu objek tertentu (Mubarok, dkk, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi
37
perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting)
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan tentang hubungan antar jenis lingkungan sangat penting agar
dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu dan tuntas.
Sebagai contoh, apabila terdapat permasalahan menumpuknya sampah di kota-
kota dan diselesaikan dengan mengangkut dan membuangnya di suatu lembah
yang jauh dari pusat kota, maka permasalahan tidak terselesaikan, tetapi hanya
dipindahkan dan timbul masalah lain seperti pencemaran tanah, air, dan udara
bertambahnya jumlah lalat, tikus, bau, pemandangan menjadi tidak nyaman, dan
sebagainya (Soemirat, 1996).
Pengetahuan di dalam domain kognitif ada 6 tingkatan, antara lain: 1) tahu
yaitu mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya; 2) memahami yaitu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikannya dengan benar; 3) aplikasi yaitu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya; 4) analisis
yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis yaitu
kemampuan untuk meletakkan atau meghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru; 6) evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan
justifikasi/penilaian terhadap suatu materi/objek (Notoatmodjo, 2003).
38
b. Sikap
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon
individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya
(Widayatun,T.R, 2009).
Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap
sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman sendiri ataupun dari pengalaman orang
lain. Sikap juga berasal dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat
mengakrabkan kita kepada sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya (ITB,
1992).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: menerima (diartikan bahwa
subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan), merespon
(memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi sikap), menghargai (mengajak orang lain
untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga), dan bertanggung jawab (bertanggung jawab atas segala suatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang memiliki
tingkatan paling tinggi) (Notoatmodjo, 2003).
2. Faktor Pendukung (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup, prasarana, sarana atau fasilitas yang
memungkinkan orang atau masyarakat yang bersangkutan mewujudkan apa yang
diketahui, diyakini, dan disikapinya ke dalam bentuk perilaku (Hartono, 2010).
39
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan untuk
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung
yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
a. Sarana dan Prasarana
Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan adalah
sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan
baik pada tingkat individu maupun masyarakat.
Media atau sarana informasi perlu dipilih dengan cermat mengikuti metode
yang telah ditetapkan. Selain itu juga harus memperhatikan sasaran atau
penerima informasi. Bila penerima informasi tidak bisa membaca misalnya,
komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan (Hartono,
2010).
Dimensi mutu pelayanan kesehatan salah satunya yaitu keterjangkauan atau
akses terhadap pelayanan kesehatan. Keterjangkauan atau akses artinya
pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang
oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa. Akses geografis,
diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi dan
hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat
pelayanan kesehatan (Pohan, 2003).
Ketersediaan fasilitas lain berhubungan dengan image. Pelanggan akan
meyakini benar bahwa institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan memang
memiliki reputasi baik, dapat dipercaya, dan punya nilai (rating) tinggi di bidang
40
pelayanan kesehatan. Kepercayaan ini sudah terbukti dari reputasi pelayanan
yang sudah ditunjukkan selama ini oleh institusi penyedia jasa pelayanan
kesehatan ini (Pohan, 2003).
b. Sosialisasi
Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi
yang jelas tentang apa, siapa, di mana, dan bagaimana pelayanan kesehatan itu
dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan
rumah sakit (Muninjaya, 2012).
3. Faktor Pendorong (reinforcing factors)
Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan referensi
sikap dan perilaku secara umum. Misalnya, perilaku petugas kesehatan dapat
mendorong terbentuknya perilaku (Pieter dan Lumongga, 2010).
Perilaku dapat ditumbuhkan oleh orang yang amat berarti dalam hidup kita.
Bila seseorang amat berarti bagi kita, kita akan mendengarkan petuahnya dan kita
akan berusaha meneladaninya (ITB, 1992).
Konsumen menganggap bahwa pelayanan kesehatan bermutu kalau
pelayanannya dilaksanakan sesuai dengan kepentingan mereka, yaitu manusiawi,
cepat, penuh empati, ramah, dan komunikatif (Muninjaya, 2012).
Faktor-faktor ini yang terwujud meliputi, faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat. Termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat
maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
41
Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien/klien hendaknya memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan informasi atau konseling. Jika
keterampilan ini ternyata belum dimilki, maka harus diselenggarakan program
pelatihan/kursus bagi mereka (Hartono, 2010).
Disimpulkan bahwa perilaku masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari masyarakat yang
bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya
perilaku (Notoatmodjo, 2003).
2.16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut WHO (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan
yaitu:
1. Faktor regional dan residence.
2. Faktor sistem pelayanan yang bersangkutan, antara lain:
a. Tipe organisasi, misalnya rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
b. Kelengkapan program kesehatan
c. Tersedianya tenaga dan fasilitas medis
d. Teraturnya pelayanan
e. Hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan masyarakat
f. Adanya asuransi kesehatan
3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lain
4. Faktor-faktor konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan :
42
a. Faktor sosio demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, dan status
perkawinan.
b. Faktor sosio psikologis yang meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan
kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi kesehatan.
c. Faktor ekonomis meliputi status sosio ekonomis (pendidikan dan
pekerjaan)
(Depkes, 1999).
2.17. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian dari penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
2. Faktor Pendukung - Sarana dan Prasarana - Sosialisasi
3. Faktor Pendorong : - Petugas Klinik Sanitasi
1. Faktor Predisposisi : - (Pengetahuan, Sikap,
Kepercayaan) - Pendidikan - Ekonomi (pekerjaan,
penghasilan) - Demografi (Umur,
Jenis Kelamin)
Klinik sanitasi
43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan langsung oleh peneliti
dalam bentuk kuesioner. Sehingga dapat diketahui gambaran faktor predisposisi,
pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi
tersebut.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan
yaitu di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.
Adapun alasan pemilihan lokasi ini yaitu :
1. Puskesmas Medan Tuntungan merupakan puskesmas yang program klinik
sanitasi dengan kategorik kurang baik di Puskesmas Kota Medan (Maryanti,
2003).
2. Jumlah Kunjungan pasien/klien klinik sanitasi di Puskesmas Medan
Tuntungan tidak ada.
3. Jumlah pengunjung yang dominan mengunjungi Puskesmas Medan
Tuntungan salah satunya adalah berasal dari Kelurahan Baru Ladang Bambu.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2014.
44
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Adapun populasi pada penelitian ini yaitu masyarakat yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Medan Tuntungan, terkhusus pada masyarakat di Kelurahan Baru
Ladang Bambu. Di mana jumlah kunjungan terbanyak ke Puskesmas Medan
Tuntungan itu adalah berasal dari Kelurahan Baru Ladang Bambu. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012, adapun jumlah penduduk yang berada
dalam wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan khususnya di Kelurahan Baru
Ladang Bambu berjumlah 4.767 orang, yang terdiri dari 858 KK (Dinkes Medan,
2012).
Wawancara dilakukan pada kepala rumah tangga ataupun ibu rumah tangga
sebagai perwakilan dari suatu keluarga/rumah tangga yang berada di Kelurahan Baru
Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan.
3.3.2 Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus penentuan jumlah
sampel menurut Slovin, untuk menentukan ukuran sampel minimal (n) pada populasi
tersebut. Adapun rumus Slovin tersebut adalah:
푛 = N
N. d + 1
Keterangan : n = jumlah anggota sampel
N = jumlah anggota populasi
d = tingkat ketelitian (10%)
45
Berdasarkan data pada survei pendahuluan diketahui bahwa jumlah KK pada
Kelurahan Baru Ladang Bambu adalah 858 KK, maka besar sampel yang akan diteliti
adalah :
푛 = N
N. d + 1
푛 = 858
858. (0,1) + 1
푛 = 8589,58
푛 = 89,56 ≈ 90
Dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh sampel jumlah KK di Kelurahan
Baru Ladang Bambu sebesar 90 responden.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
systematic random sampling, yaitu pengambilan sampel dari populasi dengan cara
menarik elemen setiap kelipatan ke n dari populasi tersebut mulai dari urutan yang
dipilih secara random di antara nomer 1 hingga n (Sinulingga, 2011).
Sistem random sampling digunakan karena anggota populasi bersifat homogen,
hal ini berarti setiap anggota populasi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk
diambil sebagai sampel. Pengambilan sampel secara acak sistematis (systematic
sampling). Caranya adalah membagi jumlah anggota populasi dengan perkiraan
jumlah sampel yang digunakan. Pengambilan sampel dengan membuat interval 10
dalam daftar urutan nama-nama KK di Kelurahan Baru Ladang Bambu. Maka
populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen yang mempunyai kelipatan 10.
46
Pengambilan sampel pertama dilakukan secara acak. Interval 10 ini diperoleh dengan
hasil pembagian jumlah populasi dengan jumlah sampel.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
3.4.1 Data Primer
Data yang dikumpulkan secara primer melalui wawancara terpimpin dengan
menggunakan kuesioner secara langsung kepada masyarakat yang mana kuesioner
penelitian tersebut telah disiapkan oleh peneliti.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kota Medan, profil Puskesmas
Medan Tuntungan, dan instansi yang terkait dengan penelitian ini.
3.5. Definisi Operasional
1. Faktor Predisposisi
a. 1. Pengetahuan adalah pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi,
sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan.
2. Sikap adalah reaksi atau respon masyarakat terhadap klinik sanitasi di
puskesmas.
3. Kepercayaan adalah kepercayaan masyarakat dalam pemanfaatan
klinik sanitasi tentang bagaimana klinik sanitasi di puskesmas
dimanfaatkan dan mengapa masyarakat memanfaatkannya.
b. Pendidikan adalah jenjang pendidikan yang dimiliki masyarakat pada
pendidikan formal.
47
c. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sehari-hari di
luar rumah untuk memperoleh penghasilan tetap.
d. Umur adalah usia masyarakat berdasarkan tanggal lahir.
e. Jenis kelamin, dibedakan atas laki-laki dan perempuan.
2. Faktor Pendukung
a. Sarana dan prasarana adalah segala macam fasilitas yang dibutuhkan untuk
kelancaran dalam pelaksanaan klinik sanitasi, seperti ruang klinik sanitasi,
media penyuluhan yang mendukung dan menarik minat masyarakat
berkunjung ke klinik sanitasi di puskesmas, jarak rumah masyarakat ke
puskesmas, serta adanya fasilitas lain yang mempengaruhi minat masyarakat
berkunjung.
b. Sosialisasi adalah segala hal yang dapat mendukung masyarakat untuk
berkunjung ke puskesmas untuk berkonsultasi ke klinik sanitasi. Dapat
berupa penyuluhan tentang klinik sanitasi maupun informasi dalam bentuk
selebaran atau informasi dari mulut ke mulut.
3. Faktor Pendorong
a. Petugas klinik sanitasi adalah pendapat masyarakat mengenai petugas klinik
sanitasi yang bertugas yaitu keramah tamahan petugas klinik sanitasi, sikap
petugas klinik sanitasi dalam berkomunikasi melayani pasien/klien.
48
3.6. Aspek Pengukuran
Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian
sesuai dengan tujuan penelitian yaitu dengan wawancara terpimpin menggunakan
kuesioner. Setiap aspek pengukuran diwakili oleh beberapa pertanyaan. Masing-
masing pertanyaan memiliki bobot nilai. Masing-masing aspek pengukuran terdiri
dari 2 kategori, di mana penentuan kategori diperoleh berdasarkan rata-rata skor
jawaban seluruh responden :
Rata-rata skor =
1. Pengetahuan
Aspek pengukuran pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi, sanitasi,
dan penyakit berbasis lingkungan, diukur melalui 10 pertanyaan dengan
ketentuan sebagai berikut: jika responden menjawab a, maka skor = 0; jika
responden menjawab b, maka skor = 1 dan untuk pertanyaan 1, 6, 8, 9, dan 10.
Jika jawaban responden b namun tidak tercantum pada pilihan, maka skor = 0;
jika responden dapat menyebutkan salah satu atau lebih jawaban dari yang
tercantum pada pilihan, maka skor = 1. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk
aspek pengetahuan yaitu 10. Selanjutnya aspek pengetahuan dikategorikan
menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pengetahuan baik : jika skor di atas rata-rata.
b. Pengetahuan kurang baik : jika skor di bawah rata-rata.
49
2. Sikap
Aspek pengukuran sikap diukur melalui 5 pertanyaan dengan ketentuan yaitu:
jika responden menjawab “Setuju”, maka skor = 1 dan jika responden menjawab
“Tidak Setuju”, maka skor = 0. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek
sikap yaitu 5. Selanjutnya aspek sikap dikategorikan menjadi 2 kategori dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Sikap baik : jika skor di atas rata-rata.
b. Sikap kurang baik : jika skor di bawah rata-rata.
3. Kepercayaan
Aspek pengukuran kepercayaan dalam menggunakan klinik sanitasi diukur
melalui 2 pertanyaan dengan ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Ya”,
maka skor = 1 dan jika responden menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Sehingga
diperoleh skor tertinggi untuk aspek kepercayaan yaitu 2. Selanjutnya aspek
kepercayaan dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kepercayaan baik : jika skor di atas rata-rata.
b. Kepercayaan kurang baik : jika skor di bawah rata-rata.
4. Sarana dan prasarana
Aspek pengukuran sarana dan prasarana meliputi fasilitas klinik sanitasi,
jarak, dan adanya fasilitas lain. Aspek ini diukur melalui 12 pertanyaan dengan
ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 1 dan jika
responden menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Untuk pertanyaan nomor 2, 7, 11,
dan 12, jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 0 dan jika menjawab
“Tidak”, maka skor = 1. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek sarana
50
dan prasarana yaitu 12. Selanjutnya aspek sarana dan prasarana dikategorikan
menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Sarana dan prasarana baik : jika skor di atas rata-rata.
b. Sarana dan prasarana kurang baik : jika skor di bawah rata-rata.
5. Sosialisasi
Aspek pengukuran sosialisasi diukur melalui 3 pertanyaan dengan ketentuan
yaitu: jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 1 dan jika responden
menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk
aspek sosialisasi yaitu 3. Selanjutnya aspek sosialisasi dikategorikan menjadi 2
kategori dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Sosialisasi baik : jika skor di atas rata-rata.
b. Sosialisasi kurang baik : jika skor di bawah rata-rata.
6. Petugas Klinik Sanitasi
Aspek pengukuran petugas klinik sanitasi diukur melalui 5 pertanyaan,
dengan ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 1 dan jika
responden menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Sehingga diperoleh skor tertinggi
untuk aspek petugas klinik sanitasi yaitu 8. Selanjutnya aspek petugas klinik
sanitasi dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Petugas klinik sanitasi baik : jika skor di atas rata-rata.
b. Petugas klinik sanitasi kurang baik : jika skor di bawah rata-rata.
51
3.7. Teknik Analisa Data
Data dianalisis secara deskriptif dengan analisis univariat untuk mengetahui
gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam
pemanfaatan klinik sanitasi. Hasil yang berupa angka-angka akan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
52
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan dengan luas wilayah yaitu adalah 135 Ha yang terbagi dalam 5 (lima)
lingkungan. Letak geografis dan batas-batas wilayah Kelurahan Baru Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Namo Gajah
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Durin Jangak Kec. Pancur Batu
4.1.1 Keadaan Demografis Kelurahan Baru Ladang Bambu
Jumlah penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu mengalami peningkatan
sebanyak 3,1 % pada tahun 2012. Pada Tahun 2011 jumlah penduduk Kelurahan
Baru Ladang Bambu sebanyak 4201 jiwa. Sementara pada tahun 2012 jumlah
penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu adalah sekitar 4299 jiwa.
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 dan Tahun 2012
No. Lingkungan Tahun 2011 Tahun 2012
Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
1. Lingkungan I 172 180 244 389 2. Lingkungan II 200 192 181 245 3. Lingkungan III 497 529 502 465 4. Lingkungan IV 530 535 621 565 5. Lingkungan V 611 755 495 628
Jumlah 2010 2191 2022 2277 Sumber : Profil Kelurahan Baru Ladang Bambu Tahun 2013
53
4.1.2 Sarana Kesehatan Kelurahan Baru Ladang Bambu
Kelurahan Baru Ladang Bambu melaksanakan pelayanan kepada masyarakat di
bidang kesehatan melalui beberapa sarana kesehatan dengan melaksanakan beberapa
kegiatan yang telah dilaksanakan diantaranya :
a. Posyandu
Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki Posyandu sebanyak 4 (empat ) buah
yang berada di lingkungan yang ada di Kelurahan, yaitu :
1. Posyandu Kartini I berada di lingkungan IV yang dibina oleh Badan SOS
dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI).
2. Posyandu Kartini II berada di lingkungan III yang dibina oleh Badan SOS
dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI).
3. Posyandu Kartini III berada di lingkungan V yang dibina oleh Badan SOS
dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI).
4. Posyandu Kartini IV berada di lingkungan I yang dibina oleh Badan SOS
dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI).
b. Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Kelurahan Baru Ladang Bambu telah mendistribusikan Kartu JAMKESMAS
kepada masyarakat Baru Ladang Bambu sebanyak 306 Kepala Keluarga.
c. Puskesmas Pembantu (PUSTU)
Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki 1 (satu) Puskesmas Pembantu. Saat
ini Puskesmas Pembantu tidak memiliki dokter tetap.
54
4.2. Struktur Organisasi Puskesmas Tuntungan
Adapun struktur organisasi yang terdapat di Puskesmas Tuntungan Kecamatan
Medan Tuntungan Kota Medan sebagai berikut:
Sumber : Profil Puskesmas Tuntungan, 2012
KEPALA
PENJAB TATA USAHA/ADM
INVENTARIS
BENDAHARA
WAKOR-I
KIA
DDTKB
LANSIA
KB
P2M/PKPL
ISPA DBD
DIARE Imunisasi Tb Paru
WAKOR-II
SP2TP
KEFARMASIAN
PENGOBATAN
LABORATORIUM
PUSTU LADANG BAMBU
PUSTU MEDAN PERMAI
GIZI
UKS
UKGM
PKM/PSM
Kesling
Kes. Mata PHN
Kes. Jiwa
55
4.3. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dinilai pada penelitian ini adalah umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah penghasilan, dan jarak rumah ke
puskesmas.
Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Umur di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa berdasarkan kelompok umur,
persentase responden terbanyak sebesar 47,8% yaitu pada kelompok umur 35-55
tahun dan responden terendah sebesar 13,3% yaitu pada kelompok umur > 55 tahun.
Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1. Laki-laki 19 21,1 2. Perempuan 71 78,9
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin,
persentase responden terbanyak sebesar 78,9% yaitu perempuan, sedangkan
persentase responden laki-laki sebesar 21,1%.
Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. Tidak sekolah/Tidak tamat SD 2 2,2 2. SD 12 13,3 3. SMP 26 28,9 4. SMA 37 41,1 5. Akademi/Perguruan Tinggi 13 14,4
Total 90 100,0
56
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa berdasarkan tingkat pendidikan,
persentase responden terbanyak sebesar 41,1% yaitu pada tingkat SMA dan
persentase responden terendah sebesar 2,2% yaitu pada tingkat tidak sekolah ataupun
tidak tamat SD.
Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1. Petani 5 5,6 2. Buruh 2 2,2 3. Wiraswasta 31 34,4 4. Pegawai Swasta 9 10,0 5. Ibu Rumah Tangga 41 45,6 6. PNS/Polri/TNI 2 2,2
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jenis pekerjaan,
persentase responden terbanyak sebesar 45,6% yaitu sebagai ibu rumah tangga (IRT),
dan persentase responden terendah sebesar 2,2% yaitu sebagai PNS.
Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Jumlah Penghasilan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jumlah penghasilan,
persentase responden terbanyak sebesar 71,1% yaitu pada penghasilan sebesar Rp
500.000 – Rp 2.000.000 dan terendah sebesar 11,1 % yaitu pada penghasilan sebesar
> Rp 2.000.000.
57
Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Jarak Rumah ke Puskesmas di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Jarak (Km) Jumlah Persentase (%) 1. < 1 19 21,1 2. 1-5 71 78,9
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jarak rumah ke
puskesmas, persentase responden terbanyak sebesar 78,9% yaitu dengan jarak rumah
ke puskesmas sekitar 1-5 Km dan terdapat 21,1% responden memiliki jarak rumah ke
puskesmas <1 Km. Namun, tidak ada responden yang memiliki jarak rumah ke
puskesmas lebih dari 5 Km.
4.4. Gambaran Faktor Predisposisi
Adapun gambaran faktor predisiposisi responden pada masyarakat dalam
pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan tahun 2014 ini meliputi: pengetahuan responden yaitu
pengetahuan tentang klinik sanitasi disertai juga pengetahuan tentang sanitasi
lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan; sikap responden terhadap klinik
sanitasi; dan kepercayaan responden terhadap klinik sanitasi.
4.4.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh
responden terhadap pengetahuan responden dalam pemanfaatan klinik sanitasi di
Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 6.
Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori pengetahuan
baik yaitu > 6 dan kategori pengetahuan kurang baik yaitu ≤ 6.
58
Pengetahuan yaitu pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi, sanitasi
lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan. Adapun distribusi responden menurut
tingkat pengetahuan tentang pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
Jumlah 90 100,0 2. Mengetahui di Puskesmas menyediakan pelayanan untuk
mencegah penyakit berbasis lingkungan : - Tidak - Ya
22 68
24,4 75,6
Jumlah 90 100,0 3 Mengetahui di Puskesmas menyediakan pelayanan untuk
konsultasi tentang sanitasi lingkungan : - Tidak - Ya
50 40
55,6 44,4
Jumlah 90 100,0 4. Tahu darimana sumber air yang baik untuk menunjang
kebutuhan rumah tangga : - Sumur/air hujan/air sungai - PDAM
54 36
60,0 40,0
Jumlah 90 100,0 5. Penyakit DBD dapat menyebabkan kematian :
- Tidak - Ya
6 84
6,7 93,3
Jumlah 90 100,0 6. Tahu cara pencegahan DBD :
- Tidak - Ya
13 77
14,4 85,6
Jumlah 90 100,0 7. Bagaimana pengelolaan sampah yang baik :
- Dibuang ke sungai - Dibuang ke tempat sampah dan diangkut/dibakar
1 89
1,1 98,9
Jumlah 90 100,0
59
Tabel 4.8 (lanjutan) 8. Tahukah apa itu sanitasi lingkungan :
- Tidak - Ya
74 16
82,2 17,8
Jumlah 90 100,0 9. Bagaimana kualitas fisik air bersih yang baik untuk
dikonsumsi : - Tidak - Ya
12 78
13,3 86,7
Jumlah 90 100,0 10. Apakah air bersih yang tidak memenuhi persyaratan
dapat menyebabkan penyakit : - Tidak - Ya
5 85
5,6 94,4
Jumlah 90 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa 93,3% masyarakat tidak “pernah
mendengar tentang klinik sanitasi”, namun responden sebanyak 75,6% “mengetahui
bahwa di puskesmas menyediakan pelayanan untuk mencegah penyakit berbasis
lingkungan”, dan sebanyak 55,6% pula responden tidak “mengetahui bahwa di
puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan”.
Hal ini diperkuat dengan jawaban responden sebanyak 82,2% tidak “mengetahui apa
itu sanitasi lingkungan”.
Meskipun responden banyak yang tidak mengerti tentang sanitasi lingkungan,
namun dominan responden sudah “mengetahui pengelolaan sampah yang baik”, yaitu
sebanyak 98,9% responden mengelola sampah dengan “dibuang ke tempat sampah
dan diangkut atau dibakar”. Sebanyak 86,7% responden juga telah “tahu bagaimana
kualitas air bersih yang baik untuk dikonsumsi”. Namun, sebanyak 60% responden
mengatakan bahwa “sumber air yang baik bagi kebutuhan rumah tangga mereka yaitu
dari sumur”.
60
Sebesar 93,3% responden mengetahui bahwa “penyakit DBD dapat
menyebabkan kematian”, oleh karena itu sebanyak 85,6% responden pula
“mengetahui cara pencegahan DBD”. Serta sebanyak 94,4% responden tahu bahwa
“air bersih yang tidak memenuhi persyaratan dapat menyebabkan penyakit”.
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Pengetahuan
No. Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 43 47,8 2. Baik 47 52,2
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat
pengetahuan yang baik tentang klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit
berbasis lingkungan yaitu dengan persentase sebesar 52,2% dan responden yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang klinik sanitasi, sanitasi
lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan lebih sedikit lagi yaitu dengan
persentase sebesar 47,8%.
4.4.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh
responden terhadap sikap responden dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan
Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 4. Sehingga dari
skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori sikap baik yaitu > 4 dan
kategori sikap kurang baik yaitu ≤ 4.
Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah reaksi atau respon masyarakat
terhadap klinik sanitasi yang meliputi tentang sikap atas keberadaan klinik sanitasi
61
dan sikap untuk berkunjung ke klinik sanitasi. Adapun distribusi responden menurut
indikator sikap tentang pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 5.0. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Sikap Responden Jumlah (n)
Persentase (%)
1. Adanya klinik sanitasi di puskesmas : - Setuju - Tidak Setuju
90 0
100,0
0 Jumlah 90 100,0
2. Mau datang ke klinik sanitasi : - Setuju - Tidak Setuju
64 26
71,1 28,9
Jumlah 90 100,0 3 Klinik sanitasi melakukan upaya pencegahan
penyakit berbasis lingkungan : - Setuju - Tidak Setuju
88 2
97,8 2,2
Jumlah 90 100,0 4. Kita perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi :
- Setuju - Tidak Setuju
78 12
86,7 13,3
Jumlah 90 100,0 5. Kita perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi setelah
berobat di puskesmas : - Setuju - Tidak Setuju
52 38
57,8 42,2
Jumlah 90 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden “setuju” atas
“pengadaan klinik sanitasi” dan “setuju” untuk “mau datang ke klinik sanitasi”
(71,1%). Sebagian besar responden (97,8%) menyatakan “setuju” dengan “upaya
pencegahan penyakit berbasis lingkungan di klinik sanitasi”. Namun, juga terdapat
sebesar 42,2% responden yang “tidak setuju” bahwa “perlu berkonsultasi ke klinik
62
sanitasi setelah berobat di puskesmas”. Padahal, sebesar 86,7% responden
menyatakan “setuju” bahwa “perlunya berkonsultasi ke klinik sanitasi”.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Sikap Terhadap Klinik Sanitasi
No. Sikap Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 50 55,6 2. Baik 40 44,4
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, diketahui bahwa responden yang memiliki sikap
yang baik terhadap klinik sanitasi lebih rendah yaitu dengan persentase sebesar
44,4% dan sikap responden yang kurang baik terhadap klinik sanitasi lebih tinggi
yaitu sebesar 55,6%.
4.4.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh
responden terhadap kepercayaan responden dalam pemanfaatan klinik sanitasi di
Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 1.
Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori kepercayaan
baik yaitu > 1 dan kategori kepercayaan kurang baik yaitu ≤ 1.
Kepercayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepercayaan
masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi tentang bagaimana klinik sanitasi
dimanfaatkan dan mengapa masyarakat memanfaatkannya. Adapun distribusi
responden menurut tingkat kepercayaan dalam pemanfaatan klinik sanitasi dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
63
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Kepercayaan Responden Jumlah (n)
Persentase (%)
1. Klinik sanitasi dapat membantu dalam memahami sanitasi lingkungan :
- Ya - Tidak
82 8
91,1 8,9
Jumlah 90 100,0 2. Klinik sanitasi dapat mencegah penyakit diare,
DBD, gatal-gatal, dan penyakit berbasis lingkungan lainnya :
- Ya - Tidak
81 9
90,0 10,0
Jumlah 90 100,0
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diketahui sebesar 91,1 % responden percaya
bahwa “klinik sanitasi dapat membantu mereka dalam memahami sanitasi
lingkungan” dan sebesar 90% responden percaya bahwa “klinik sanitasi dapat
mencegah penyakit berbasis lingkungan.”
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Kepercayaan Terhadap Klinik Sanitasi
No. Kepercayaan Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 12 13,3 2. Baik 78 86,7
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa responden yang memiliki
kepercayaan yang baik terhadap klinik sanitasi yaitu sebesar 86,7% dan responden
yang memiliki kepercayaan yang kurang baik terhadap klinik sanitasi yaitu hanya
sebesar 13,3% saja.
64
4.5. Gambaran Faktor Pendukung
Adapun gambaran faktor pendukung responden pada masyarakat dalam
pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan tahun 2014 ini dilihat dari keberadaan sarana dan prasarana
klinik sanitasi yang meliputi fasilitas klinik sanitasi, jarak rumah ke puskesmas, serta
adanya keberadaan fasilitas lain; dan sosialisasi terhadap keberadaan klinik sanitasi.
4.5.1 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh
responden terhadap keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi dalam
pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan yaitu berjumlah 5. Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan
bahwa kategori sarana dan prasarana baik yaitu > 5 dan kategori sarana dan prasarana
kurang baik yaitu ≤ 5.
Sarana dan prasarana adalah segala macam fasilitas yang dibutuhkan untuk
kelancaran dalam pelaksanaan klinik sanitasi, seperti ruang klinik sanitasi, media
penyuluhan yang mendukung dan menarik minat masyarakat berkunjung ke klinik
sanitasi di puskesmas, jarak rumah masyarakat ke puskesmas, serta adanya fasilitas
lain yang mempengaruhi minat masyarakat berkunjung. Adapun distribusi responden
menurut indikator keberadaan sarana dan prasarana tentang pemanfaatan klinik
sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
65
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Sarana dan Prasarana Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Tentang Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi Jumlah (n)
Persentase (%)
1. Pernah berkonsultasi di ruang khusus klinik sanitasi : - Tidak - Ya
89 1
98,9 1,1
Jumlah 90 100,0 2. Pernah mendapat konsultasi tentang sanitasi
lingkungan di loket pendaftaran : - Ya - Tidak
2 88
2,2 97,8
Jumlah 90 100,0 3 Petugas menjelaskan disertai dengan media cetak
saat berkonsultasi: - Tidak - Ya
88 2
97,8 2,2
Jumlah 90 100,0 4. Petugas menjelaskan disertai dengan video saat
berkonsultasi : - Tidak - Ya
90 0
100,0 0
Jumlah 90 100,0 5. Petugas menjelaskan disertai dengan buku/majalah
saat berkonsultasi : - Tidak - Ya
85 5
94,4 5,6
90 100,0 6. Petugas menyertai formulir untuk pencatatan dan
pelaporan saat berkonsultasi : - Tidak - Ya
90 0
100,0 0
Jumlah 90 100,0 7. Mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas :
- Ya - Tidak
44 46
48,9 51,1
Jumlah 90 100,0 8. Ketersediaan sarana dalam kegiatan klinik sanitasi
adalah hal yang penting : - Tidak - Ya
10 80
11,1 88,9
Jumlah 90 100,0
66
Tabel 5.4 (lanjutan) 9. Berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi tentang
sanitasi lingkungan : - Tidak - Ya
78 12
86,7 13,3
Jumlah 90 100,0 10. Berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi tentang
penyakit berbasis lingkungan : - Tidak - Ya
71 19
78,9 21,1
Jumlah 90 100,0 11. Berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi tentang
sanitasi lingkungan : - Ya - Tidak
8 82
8,9 91,1
Jumlah 90 100,0 12. Berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi tentang
penyakit berbasis lingkungan : - Ya - Tidak
18 72
20,0 80,0
Jumlah 90 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 98,9% responden menyatakan
“tidak” pada pernyataan “pernah berkonsultasi di ruang khusus klinik sanitasi”.
Selain itu, sebesar 97,8% responden menyatakan “petugas tidak menyertai media
cetak saat berkonsultasi” dan sebesar 94,4% responden menyatakan “petugas tidak
menyertai buku/majalah saat berkonsultasi”. Sebagian besar responden (51,1%)
menyatakan bahwa “tidak mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas”.
Pada tabel 5.4 di atas juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
menyatakan bahwa mereka berkunjung ke puskesmas “tidak” untuk melakukan
konsultasi tentang sanitasi lingkungan (86,7%) dan tentang penyakit berbasis
lingkungan (78,9%). Namun, terdapat sebesar 20% responden menyatakan bahwa
mereka “ke rumah sakit untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan”.
67
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
No. Sarana dan Prasarana Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 78 86,7 2. Baik 12 13,3
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 5.5 di atas, diketahui bahwa responden menyatakan
keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi kurang baik pada persentase tertinggi
yaitu sebesar 86,7% dan hanya 13,3% saja persentase responden yang menyatakan
bahwa keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi baik.
4.5.2 Sosialisasi Klinik Sanitasi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh
responden terhadap sosialisasi klinik sanitasi dalam pemanfaatan klinik sanitasi di
Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu nol. Sehingga,
dapat diketahui bahwa sosialisasi terhadap keberadaan klinik sanitasi seluruhnya
kurang baik.
4.6. Gambaran Faktor Pendorong
Adapun gambaran faktor pendorong responden pada masyarakat dalam
pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan tahun 2014 ini dilihat dari keberadaan petugas klinik sanitasi
meliputi keramah tamahan petugas klinik sanitasi, kesigapan petugas klinik sanitasi,
keaktifan petugas klinik sanitasi, serta penjelasan petugas klinik sanitasi dalam
melayani pasien/klien yang bersifat komunikatif.
68
4.6.1 Petugas Klinik Sanitasi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh
responden terhadap keberadaan petugas klinik sanitasi dalam pemanfaatan klinik
sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu
berjumlah 3. Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori
baik yaitu > 3 dan kategori kurang baik yaitu ≤ 3.
Peugas klinik sanitasi dalam penelitian ini adalah pendapat masyarakat
mengenai petugas klinik sanitasi yang bertugas meliputi keramah-tamahan petugas
klinik sanitasi, sikap petugas klinik sanitasi dalam berkomunikasi melayani
pasien/klien. Adapun distribusi responden menurut indikator keberadaan petugas
klinik sanitasi tentang pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
No. Tentang Petugas Klinik Sanitasi Jumlah (n)
Persentase (%)
1. Petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke rumah : - Tidak - Ya
90 0
100,0
0 Jumlah 90 100,0
2. Pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi :
- Tidak - Ya
81 9
90,0 10,0
Jumlah 90 100,0 3 Pernah mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi
lingkungan dari petugas klinik sanitasi : - Tidak - Ya
Jumlah 90 100,0 5. Mengharapkan petugas klinik sanitasi baik dan
ramah: - Ya - Tidak
69 21
76,7 23,3
Jumlah 90 100,0 6. Mengharapkan petugas klinik sigap :
- Ya - Tidak
31 59
34,4 65,6
Jumlah 90 100,0 7. Mengharapkan petugas klinik sanitasi aktif:
- Ya - Tidak
47 43
52,2 47,8
Jumlah 90 100,0 8. Mengharapkan petugas klinik sanitasi komunikatif :
- Ya - Tidak
17 73
18,9 81,1
Jumlah 90 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan “tidak”
pada pernyataan “petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke rumah”. Selain itu,
sebagian besar responden menyatakan “tidak” pada pernyataan “pernah mendapat
penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi” (90%)
dan “pernah mendapat penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dari petugas klinik
sanitasi” (91,1%).
Pada tabel 5.6 di atas juga dapat dilihat bahwa sebesar 76,7% responden
mengharapkan “petugas klinik sanitasi lebih baik dan ramah” dan sebesar 52,2%
responden mengarapkan “petugas klinik sanitasi lebih aktif”.
70
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
No. Petugas Klinik Sanitasi Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 67 74,4 2. Baik 23 25,6
Total 90 100,0
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, diketahui bahwa responden menyatakan jika
petugas klinik sanitasi kurang baik pada persentase tertinggi yaitu sebesar 74,4% dan
hanya sekitar 25,6% responden yang menyatakan bahwa petugas klinik sanitasi baik.
71
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
5.1.1 Umur
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa kelompok umur terbanyak dari responden
adalah 36-55 tahun yaitu sekitar 47,3% sedangkan paling rendah yaitu pada
kelompok umur di atas 55 tahun yaitu hanya 13,3% saja.
Pada penelitian ini, umur termasuk dalam faktor predisposisi yaitu demografi.
Umur responden memberikan kontribusi besar dari hasil akhir usaha yang lebih
maksimal mengenai perilaku kesehatan yang dilakukan, seperti dalam hal kesadaran
untuk melakukan tindakan pencegahan sebagaimana yang ingin diwujudkan pada
pelayanan klinik sanitasi ini, yaitu meningkatkan derajat masyarakat melalui upaya
preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah, dan terus-
menerus (Depkes RI, 2000).
5.1.2 Jenis Kelamin
Hasil penelitian ini diperoleh 78,9% responden berjenis kelamin perempuan
sedangkan laki-laki sebanyak 21,1%. Pada penelitian ini selain umur, jenis kelamin
termasuk dalam faktor predisposisi, yaitu demografi. Jenis kelamin dikaitkan dengan
status responden di dalam keluarga. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
kebanyakan ibu-ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini. Hal ini sangat erat
kaitannya dengan peran seorang ibu di dalam rumah tangga yaitu sebagai ibu rumah
tangga dan lebih banyak berada di rumah dibanding seorang laki-laki yang berperan
sebagai kepala keluarga dan sering bekerja di luar rumah.
72
Jenis kelamin mendasari suatu peluang besar bagi perempuan untuk
mempunyai waktu yang cukup luang dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki, di
mana laki-laki lebih banyak beraktifitas/bekerja di luar rumah. Sehingga perempuan
memiliki cukup waktu luang untuk datang ke klinik sanitasi dan seharusnya tidak
menjadi kendala bagi mereka untuk berkunjung ke klinik sanitasi.
5.1.3 Pendidikan
Hasil penelitian secara umum dapat dilihat bahwa pendidikan responden pada
Kelurahan Baru Ladang Bambu telah cukup tinggi, yaitu sekitar 41,1% responden
tamat pendidikan menengah yaitu tamat SMA dan responden yang mencapai tingkat
pendidikan tinggi yaitu tamat akademi/perguruan tinggi ada 14,4%, walaupun
terdapat 2,2% responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu tidak
sekolah/tidak tamat SD.
Tingkat pendidikan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat
pendidikan formal yang dimiliki masyarakat di Kelurahan Baru Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan. Pendidikan itu melingkupi proses pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah. Pada penelitian ini, pendidikan masyarakat di Kelurahan
Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan memiliki tingkat pendidikan
yang bervariasi dan ada pula yang sama. Tingkat pendidikan di sini dikategorikan ke
dalam beberapa tingkatan yang meliputi 3 macam yaitu tingkat pendidikan rendah
(tamat SD,SMP), tingkat pendidikan menengah (tamat SMA), dan tingkat pendidikan
tinggi (tamat Akademi/Perguruan Tinggi).
Masyarakat yang mempunyai pendidikan menengah dan akademi/perguruan
tinggi akan lebih memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan lingkungan
73
terutama tentang sanitasi lingkungan dan tentang penyakit berbasis lingkungan.
Karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula
tingkat pemahaman terhadap suatu masalah. Pendidikan merupakan suatu proses atau
kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau
masyarakat, dan bertujuan untuk bertahan hidup termasuk memenuhi kebutuhan
sandangnya (Azwar, 2007).
Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat.
Pendidikan merupakan sarana yang digunakan oleh seorang individu agar nantinya
mendapat pemahaman terkait kesadaran kesehatan. Hasil dari pendidikan terkait
kesehatan adalah dalam bentuk kesadaran kesehatan. Kesadaran adalah keadaan di
mana seseorang dalam keadaan siap dari segi fisik dan pikiran untuk menerima atau
melakukan hal-hal tertentu. Kebanyakan orang menilai apabila seseorang itu
mendapat proses pendidikan yang baik dan mendapat pengetahuan kesehatan yang
cukup maka ia juga akan mempunyai tingkat kesadaran kesehatan yang baik pula.
Tingkat pendidikan juga dapat sebagai penentu daya nalar seseorang untuk
menerima informasi dan mengolahnya serta menanggapi informasi yang diterima itu
dengan baik secara rasional. Pendidikan berpengaruh dalam proses belajar seseorang,
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula seseorang tersebut dalam
menerima informasi.
Hasil studi Widyastuti dan Elisabeth dalam Opangge (2013), dapat disimpulkan
bahwa orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih berorientasi
pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan
74
memiliki status kesehatan yang lebih baik. Semakin rendah pendidikan, maka tingkat
partisipasi masyarakat di bidang kesehatan semakin rendah juga.
5.1.4 Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45,6% responden adalah Ibu Rumah
Tangga (IRT). Selain itu, terdapat 34,4% responden bekerja sebagai wiraswasta
diikuti 10% sebagai pegawai swasta. Sisanya dapat ditemukan 5,6% responden
bekerja sebagai petani, 2,2% sebagai buruh, dan hanya 2,2% bekerja sebagai PNS.
Bekerja sebagai ibu rumah tangga diartikan bahwa responden tersebut tidak
bekerja di luar rumah, namun suami yang bertindak sebagai kepala keluarga yang
bekerja di luar rumah. Sebagian besar responden pada penelitian ini adalah
perempuan (78,9%) yang berperan sebagai ibu rumah tangga. Hal ini mencerminkan
bahwa tingkat pendidikan ibu yang bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga tidak
setinggi ibu yang memiliki pekerjaan di luar rumah di samping bertindak sebagai ibu
rumah tangga di dalam rumah. Sehingga pemahaman mengenai kesehatan dapat
dikatakan tidak setinggi ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Hal ini
berbanding lurus dengan pengetahuan dan kesadaran kesehatan seseorang. Semakin
tinggi pendidikan, maka semakin tinggi pula kesadaran terhadap kesehatan.
Menurut teori Maslow dalam Malayu (2002), jika seseorang yang ingin
memiliki kebutuhan rasa aman dan kenyamanan maka akan melakukan berbagai
upaya untuk mencapainya, salah satu faktornya adalah kecukupan penghasilan dan ini
hanya diperoleh jika mempunyai suatu pekerjaan yang layak.
75
5.1.5 Penghasilan
Tingkat penghasilan dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan yang
didapatkan oleh masyarakat dengan bekerja sehari-hari. Jumlah penghasilan yang
dikategorikan pada penelitian ini yaitu sebagian besar responden berpenghasilan
antara Rp 500.000 – Rp 2.000.000 yaitu sebesar 71,1% di Kelurahan Baru Ladang
Bambu Kecamatan Medan Tuntungan. Penghasilan masyarakat yang terbanyak ini
berasal dari pegawai swasta dan wiraswasta seperti dalam hal perdagangan. Semakin
tinggi penghasilan penduduk, maka semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang
dibelanjakan untuk barang, makanan dan semakin tinggi penghasilan keluarga
semakin baik pula status kesehatannya.
Keadaan ekonomi sangat berperan penting dalam meningkatkan status
kesehatan masyarakat. Penghasilan yang tinggi memungkinkan anggota keluarga
untuk memperoleh suatu yang lebih baik juga dalam kebutuhannya seperti kesehatan,
pendidikan dan sebagainya. Sebaliknya, jika pendapatan rendah maka akan terdapat
hambatan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian penghasilan
sebagai salah satu faktor dalam masyarakat untuk memulai hidup sehat dengan
melakukan perilaku kesehatan yang bersifat mencegah seperti dalam hal
memanfaatkan klinik sanitasi yang ada. Pada penelitian ini, hanya sebagian kecil
responden yang berpenghasilan tinggi (11,1%). Walaupun terdapat sebagian
masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp 2.000.000, akan tetapi kesadaran akan
pentingnya berkonsultasi mengenai kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis
lingkungan di klinik sanitasi masih sangat rendah, sehingga kunjungan ke klinik
sanitasi tetap saja rendah.
76
5.1.6 Jarak Rumah dengan Puskesmas
Jarak merupakan kelengkapan data untuk penguatan atas faktor pendukung
yaitu faktor sarana dan prasarana. Karena jarak dapat mempengaruhi atas keberadaan
fasilitas seperti transportasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa
78,9% responden menyatakan jarak lokasi Puskesmas Medan Tuntungan sebagai
tempat yang menyediakan pelayanan klinik sanitasi dengan tempat tinggal responden
tidak terlalu jauh yaitu sekitar 1-5 Km.
Menurut Pohan (2003), salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan antara
lain yaitu keterjangkauan atau akses terhadap pelayanan kesehatan. Keterjangkauan
atau akses artinya pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak
terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa. Akses
geografis, diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi
dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat
pelayanan kesehatan.
Jarak puskesmas yang tidak terlalu jauh akan membuat masyarakat mudah
dalam menjangkaunya. Kemudahan dalam menjangkau lokasi puskesmas ini
berhubungan dengan faktor ekonomi dalam keluarga. Jika masyarakat memiliki
kendaraan dalam menjangkau lokasi puskesmas sehingga mudah untuk menjangkau
lokasi puskesmas tanpa harus menimbulkan kelelahan, maka hal ini dapat mendorong
minat atau motivasi masyarakat untuk berkunjung ke klinik santasi.
77
5.2. Gambaran Faktor Predisposisi
5.2.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
Pengetahuan pada penelitian ini meliputi pengetahuan masyarakat tentang
klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan. Dari hasil
penelitian tentang pengetahuan responden di Kelurahan Baru Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan dalam pemanfaatan klinik sanitasi menyatakan bahwa
tingkat pengetahuan responden baik yaitu sebanyak 52,2%.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaran
indera manusia, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang program klinik sanitasi dapat
membantu mereka memahami lebih banyak mengenai upaya-upaya pencegahan, apa
yang harus mereka lakukan agar sesuatu yang buruk, misalnya lingkungan yang
buruk, tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan mereka, yaitu berupa penyakit
berbasis lingkungan.
Dalam hal ini, pengetahuan mengenai program klinik sanitasi kurang, yaitu
sebesar 93,3% responden “tidak” pernah mendengar tentang klinik sanitasi. Sehingga
sebesar 55,6% responden menyatakan “tidak” mengetahui jika di puskesmas
menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan. Namun
demikian, dominan responden sudah “mengetahui pengelolaan sampah yang baik”,
yaitu sebanyak 98,9% responden mengelola sampah dengan “dibuang ke tempat
78
sampah dan diangkut atau dibakar”. Selain itu, sebanyak 86,7% responden juga telah
“tahu bagaimana kualitas air bersih yang baik untuk dikonsumsi”, serta sebanyak
94,4% responden tahu bahwa “air bersih yang tidak memenuhi persyaratan dapat
menyebabkan penyakit”.
Menurut Notoatmojdjo (2003) mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang
akan mempengaruhi pengetahuannya. Pendidikan dapat membawa wawasan atau
pengetahuan seseorang. Pendidikan berpengaruh dalam proses belajar seseorang,
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula seseorang tersebut dalam
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung
untuk berusaha memperoleh informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan di mana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Hal ini sebanding dengan tingkat pendidikan responden yang diperoleh dari
penelitian ini, yaitu pendidikan tingkat menengah (tamat SMA) paling tinggi pada
masyarakat di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
sehingga memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang sanitasi lingkungan, dan
penyakit berbasis lingkungan meskipun pengetahuan tentang program klinik sanitasi
masih kurang.
Dalam hal pemanfaaan klinik sanitasi ini, pengetahuan masyarakat berperan
dalam membantu masyarakat untuk memahami lebih dalam mengenai semua hal dan
persoalan yang berhubungan dengan sanitasi dan penyakit yang berbasis lingkungan.
79
Tingginya tingkat pendidikan seseorang berbanding lurus dengan pengetahuan
mereka tentang semua hal yang baik yang berhubungan dengan cara-cara pencegahan
penyakit yang merupakan hal buruk bagi kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan responden yang menyatakan bahwa sebanyak 85,6% responden
mengetahui cara pencegahan penyakit DBD.
Hasil penelitian yang diperoleh pada masyarakat Kelurahan Baru Ladang
Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ini telah menunjukkan bahwa pengetahuan
mereka sudah tergolong baik. Berarti masyarakat sudah mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan lingkungan seperti, upaya pencegahan DBD, cara
pengolahan sampah yang baik, ciri-ciri fisik air bersih seperti apa. Namun dalam hal
ini, pengetahuan masyarakat mengenai klinik sanitasi masih sangat rendah.
Masyarakat mengetahui bahwa di puskesmas menyediakan pelayanan untuk
melakukan pencegahan penyakit berbasis lingkungan dan upaya kesehatan
lingkungan, namun masyarakat tidak mengetahui bahwa di puskesmas mereka dapat
melakukan konsultasi dalam rangka membantu upaya pencegahan mereka melalui
fasilitas klinik sanitasi.
5.2.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
Salah satu faktor predisposisi dalam penelitian ini adalah faktor sikap, yang
diartikan sebagai reaksi atau respon masyarakat terhadap klinik sanitasi di puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa sebagian
besar responden memiliki sikap tidak baik yaitu 55,6%. Namun, walaupun sikap
masyarakat terhadap pemanfaatan klinik sanitasi dominan tidak baik, terdapat 44,4%
80
responden yang menyatakan sikap yang baik. Dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang tidak jauh antara masyarakat yang bersikap baik dan tidak baik.
Studi yang dilakukan Opangge (2013), menyatakan bahwa sikap masyarakat
timbul berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Tingkat pengetahuan yang
tinggi dapat mendorong masyarakat untuk bersikap lebih baik sesuai dengan
pengetahuan yang mereka miliki. Pada penelitian ini, telah dibahas sebelumnya
bahwa sebagian besar responden memiliki pendidikan dan pengetahuan yang baik.
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan responden yang menyatakan “setuju” atas
pegadaan klinik sanitasi (97,8%) dan “setuju” dengan upaya pencegahan penyakit
berbasis lingkungan di klinik sanitasi. Hal ini menjadi suatu pembuktian atas
perbedaan yang tidak jauh antara sikap masyarakat yang baik dan yang kurang baik.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap
berasal dari pengalaman sendiri ataupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo,
2003).
Sikap yang kurang baik pada penelitian ini dimaksudkan sebagai sikap
masyarakat yang tertutup terhadap pemanfaatan klinik sanitasi, sebagai salah satu
upaya masyarakat dalam menangani masalah yang berhubungan dengan sanitasi
lingkungan dan kesehatan lingkungan mereka. Sikap yang tertutup ini merupakan
reaksi atau respon yang muncul yang terbatas pada perhatian masyarakat terhadap
kesehatan lingkungan di sekitar mereka dan kurangnya kesadaran akan manfaat klinik
81
sanitasi yang terjadi pada masyarakat sehingga mengakibatkan kunjungan masyarakat
untuk datang ke klinik sanitasi rendah. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden
yang menyatakan “tidak setuju” bahwa “perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi setelah
berobat di puskesmas (42,2%), padahal sebesar 86,7% responden menyatakan
“setuju” bahwa “perlunya berkonsultasi ke klinik sanitasi”.
Sikap yang kurang baik ini menggambarkan tindakan responden tentang
pemanfaatan klinik sanitasi dikarenakan tidak adanya kesinambungan yang dilakukan
masyarakat antara pengetahuan dan sikap yang mereka miliki dengan tindakan yang
mereka lakukan. Sebagian besar masyarakat tahu dan memahami tentang bahaya dari
penyakit berbasis lingkungan yang sering dialami akan tetapi penyesuaian dengan
adanya tindakan langsung terhadap upaya menanggulangi kejadian penyakit tersebut
masyarakat tidak efektif dalam pelaksanaannya. Seperti mereka enggan berkunjung
untuk berkonsultasi ke klinik sanitasi.
5.2.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan bahwa sebesar 91,1%
responden “percaya” bahwa “klinik sanitasi dapat membantu mereka dalam
memahami sanitasi lingkungan” dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan
lingkungan mereka dan “percaya” bahwa “klinik sanitasi dapat mencegah penyakit
berbasis lingkungan” (90%) yang tidak mereka harapkan. Sehingga, dapat diketahui
dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa 86,7% responden memiliki kepercayaan
yang baik terhadap klinik sanitasi.
Salah satu faktor predisposisi selain pengetahuan dan sikap adalah kepercayaan.
Kepercayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepercayaan masyarakat
82
dalam pemanfaatan klinik sanitasi tentang bagaimana klinik sanitasi di puskesmas
dimanfaatkan dan mengapa masyarakat memanfaatkannya. Kepercayaan responden
terhadap klinik sanitasi ini sejalan dengan tingkat pengetahuan responden yang baik
mengenai kesehatan lingkungan, yang diperoleh dari pembahasan sebelumnya yaitu
tingkat pengetahuan responden baik (52,2%).
Banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu perilaku yang sama
di antara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang
berbeda-beda. Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan
seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena alasan pokok, salah satunya yaitu
kepercayaan (Notoatmodjo, 2003).
Kepercayaan masyarakat yang baik terhadap klinik sanitasi ini dapat
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi.
Masyarakat telah memiliki pengetahuan mengenai sanitasi lingkungan dan kesehatan
lingkungan yang baik, sehingga terciptanya kepercayaan merupakan salah satu hal
yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat yang baik, karena
pengetahuan yang baik menjadi suatu dasar bagi seseorang untuk berpendapat dan
memilih akan suatu hal yang mereka anggap baik dan tidak baik demi kesehatan
mereka. Misalnya, pengetahuan masyarakat yang baik mengenai kesehatan
lingkungan, sehingga masyarakat juga mengetahui dengan baik upaya-upaya
pencegahan penyakit berbasis lingkungan dikarenakan lingkungan yang tidak sehat,
dan dalam hal ini masyarakat akan berpikiran bahwa hal-hal berupa program yang
bertujuan baik dalam upaya-upaya pencegahan, seperti klinik sanitasi ini, maka
mereka pun merasa percaya akan upaya seperti klinik sanitasi ini.
83
Sikap pasien/klien klinik sanitasi kurang baik (55,6%) untuk berpartisipasi
melakukan kunjungan ke klinik sanitasi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
mendukung rendahnya kunjungan ke klinik sanitasi meskipun kepercayaan
masyarakat terhadap klinik sanitasi sudah baik. Adanya hubungan faktor predisposisi
(pengetahuan, kepercayaan, sikap) dengan kunjungan ke klinik sanitasi dalam
penelitian ini sesuai dengan teori Green, dkk (1999), yang mengatakan bahwa faktor-
faktor perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang terwujud dalam
pengetahuan, kepercayaan, sikap. Sehingga meskipun pengetahuan dan kepercayaan
masyarakat telah baik, namun jika masyarakat memiliki sikap yang kurang baik yaitu
dengan bersikap tertutup maka perilaku dalam bentuk tindakan tidak terwujud sesuai
dengan yang diharapkan.
5.3. Gambaran Faktor Pendukung
4.5.3 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi
Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa 86,7% responden menyatakan
bahwa sarana dan prasarana klinik sanitasi kurang baik. Hal ini sesuai hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa sebesar 98,9% responden menyatakan “tidak” pada
pernyataan “pernah berkonsultasi di ruang khusus klinik sanitasi”. Selain itu, sebesar
97,8% responden menyatakan “petugas tidak menyertai media cetak saat
berkonsultasi” dan sebesar 94,4% responden menyatakan “petugas tidak menyertai
buku/majalah saat berkonsultasi”. Dari penjelasan sebelumnya juga diketahui bahwa
jarak tidak menjadi masalah bagi masyarakat, dikarenakan jarak antara rumah
responden dengan puskesmas tidak terlalu jauh yaitu sekitar 1-5 Km. Hal ini juga
84
sesuai dengan pernyataan sebagian besar responden (51,1%) yang menyatakan bahwa
“tidak mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas”.
Faktor pendukung dalam penelitian ini salah satunya yaitu terdapatnya sarana
dan prasarana yang mendukung kegiatan klinik sanitasi. Sarana dan prasarana dalam
penelitian ini diartikan sebagai segala macam fasilitas yang dibutuhkan untuk
kelancaran dalam pelaksanaan klinik sanitasi, seperti ruang klinik sanitasi, media
penyuluhan yang mendukung dan menarik minat masyarakat berkunjung ke klinik
sanitasi di puskesmas, jarak rumah masyarakat ke puskesmas, serta adanya fasilitas
lain yang mempengaruhi minat masyarakat berkunjung.
Sarana dan prasarana adalah segala jenis peralatan yang dimiliki oleh organisasi
dan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mengembang misi
organisasi yang bersangkutan (Siagian, 1993).
Salah satu komponen penting dalam pembangunan kesehatan adalah sarana
kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada
tingkat individu maupun masyarakat. Adapun jenis sarana yang paling utama dalam
klinik sanitasi di puskesmas yang mengacu pada pedoman klinik sanitasi yaitu
adanya ruang klinik sanitasi (Depkes RI, 2000).
Menurut Parasuruman dkk, dalam Muninjaya (2012), menganalisis dimensi
kualitas jasa berdasarkan 5 aspek komponen mutu, salah satu komponennya yaitu
bersifat tangible yaitu mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara
langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik. Dari survei
pendahuluan yang dilakukan sebelumnya di Puskesmas Medan Tuntungan, diketahui
85
bahwa tidak terdapat ruang khusus untuk klinik sanitasi, padahal hal tersebut
merupakan sarana utama yang harus dimiliki.
Hasil penelitian juga diperoleh sebesar 20% responden menyatakan bahwa
mereka “ke rumah sakit untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan”.
Faktor penghasilan atau ekonomi merupakan suatu faktor yang secara tidak langsung
mempengaruhi dalam program kesehatan. Apabila penghasilan yang didapat berlebih,
maka seseorang lebih cenderung untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang lebih
baik, contohnya seperti rumah sakit dengan fasilitas yang ada di lingkungan tempat
tinggalnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat
11,1% responden berpenghasilan di atas Rp 2.000.000,-. Hal ini dapat menjadi salah
satu alasan bagi masyarakat untuk tidak berkunjung ke klinik sanitasi di puskesmas.
Dikarenakan mereka tidak terkendala biaya dan dapat langsung ke fasilitas lain yang
mereka anggap lebih lengkap dan terjamin seperti ke rumah sakit.
Keterbatasan sarana dan prasarana untuk kegiatan klinik sanitasi tentu saja
berpengaruh besar terhadap pelaksanaan klinik sanitasi di puskesmas baik kegiatan di
dalam gedung maupun di luar gedung. Sarana prasarana yang tidak mendukung ini
memungkinkan kegiatan tidak bisa berjalan optimal, sebaliknya bila sarana prasarana
yang dimiliki klinik sanitasi mencukupi sehingga dapat mendukung kegiatan ini,
maka akan menjadi daya tarik untuk menarik minat masyarakat berkunjung ke klinik
sanitasi. Sehingga berpengaruh juga terhadap keberhasilan dan juga pencapaian
program kesehatan lingkungan.
86
4.5.4 Sosialisasi Klinik Sanitasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan jika
sosialisasi atas keberadaan klinik sanitasi di Puskesmas Medan Tuntungan terhadap
masyarakat di Kelurahan Ladang Bambu kurang baik. Hal ini sesuai juga dengan
pernyataan responden tentang pengetahuan yang sebanyak 93,3% menyatakan “tidak
pernah mendengar tentang klinik sanitasi” dan sebanyak 55,6% responden pula “tidak
mengetahui bahwa di puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang
sanitasi lingkungan”.
Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang
jelas tentang apa, siapa, di mana, dan bagaimana pelayanan kesehatan itu
dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan
rumah sakit (Muninjaya, 2012).
Selain sarana dan prasarana, adapun faktor pendukung yang lain dalam penelitan
ini yaitu adanya sosialisasi terhadap keberadaan klinik sanitasi. Sosialisasi dalam
penelitian ini dimaksudkan sebagai segala hal yang dapat mendukung masyarakat
untuk berkunjung ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan
lingkungan mereka ke klinik sanitasi. Hal tersebut dapat berupa penyuluhan tentang
klinik sanitasi maupun informasi dalam bentuk selebaran atau informasi dari mulut ke
mulut.
Walaupun tingkat pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi lingkungan dan
penyakit berbasis lingkungan baik, namun jika sosialisasi terhadap keberadaan klinik
sanitasi ini kurang baik, maka masyarakat menjadi tidak mengetahui apa itu klinik
sanitasi, di mana diadakan, kapan dapat dikunjungi, dan bagaimana
87
memanfaatkannya. Sehingga menyebabkan masyarakat menjadi tidak tahu akan
klinik sanitasi dan hal ini menjadi faktor rendahnya kunjungan masyarakat ke klinik
sanitasi.
Sosialisasi yang baik diberikan oleh pihak puskesmas terhadap klinik sanitasi
akan meningkatkan minat masyarakat untuk berkunjung ke klinik sanitasi. Untuk
meningkatkan kehadiran masyarakat berkunjung ke klinik sanitasi perlu diadakan
sosialisasi mengenai jadwal dan tempat pelaksanaannya serta sosialisasi mengenai
manfaat klinik sanitasi terhadap masyarakat agar masyarakat tahu tentang manfaat
program klinik sanitasi tersebut demi meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya
kesehatan lingkungan mereka.
Pada penelitian ini, pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi masih
rendah. Faktor pengetahuan tentang program klinik sanitasi sangat penting untuk
ditanamkan pada masyarakat dalam hal pemanfaatan klinik sanitasi. Salah satu upaya
untuk meningkatkan pengetahuan dengan memberikan pelaksanaan sosialisasi atau
penyuluhan sebagai sarana pemberian pendidikan guna memberikan pengetahuan dan
kesadaran pada masyarakat akan pentinganya upaya pencegahan melalui himbauan
untuk menjaga kesehatan lingkungan mereka, yang dilakukan tiap kali masyarakat
berkunjung ke puskesmas dan juga dilakukan di luar gedung yaitu kegiatan
pemantauan langsung ke masyarakat.
88
5.4. Gambaran Faktor Pendorong
5.4.1 Petugas Klinik Sanitasi
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Kelurahan Baru Ladang
Bambu Kecamatan Medan Tuntungan, diketahui sebanyak 74,4% responden
menyatakan bahwa pendapat mereka terhadap petugas klinik sanitasi kurang baik.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menyatakan “tidak” pada
pernyataan “petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke rumah”. Selain itu,
sebagian besar responden menyatakan “tidak” pada pernyataan “pernah mendapat
penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi” (90%)
dan “pernah mendapat penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dari petugas klinik
sanitasi” (91,1%).
Menurut Pohan (2003), kunci kerberhasilan suatu organisasi tidak terkecuali
organisasi pelayanan kesehatan seperti puskesmas salah satunya adalah mengetahui
apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggan dan kemudian berupaya
memenuhinya. Pelanggan eksternal adalah orang di luar organisasi pelayanan
kesehatan yang memperoleh pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh organisasi
pelayanan kesehatan. Pelanggan eksternal ini juga termasuk pasien/klien klinik
sanitasi. Salah satu yang hal yang dibutuhkan pelanggan eksternal yaitu mereka
membutuhkan penghargaan dan penghormatan. Mereka semua harus diperlakukan
sebagai manusia yang penting dan terhormat. Sehingga faktor petugas sebagai
pemberi pelayanan sangat berpengaruh terhadap minat pasien/klien untuk
berkunjung.
89
Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan referensi
sikap dan perilaku secara umum. Misalnya, perilaku petugas kesehatan dapat
mendorong terbentuknya perilaku (Pieter dan Lumongga, 2010). Hal yang sama juga
dinyatakan oleh tim kerja dari WHO yang menganalisis bahwa penyebab seseorang
itu berperilaku tertentu adalah karena alasan pokok, salah satunya yaitu referensi
orang penting (Notoatmodjo, 2003).
Mutu barang atau jasa itu bersifat multidimensi, demikian pula dengan mutu
pelayanan kesehatan. Salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan itu antara lain
adalah hubungan antar manusia. Hubungan antar manusia merupakan interaksi antara
pemberi pelayanan kesehatan yaitu dalam hal ini adalah petugas klinik sanitasi,
dengan pasien/klien. Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan
kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian, dll. Pengalaman menunjukkan bahwa
pasien diperlakukan kurang baik, cenderung akan mengabaikan nasehat dan tidak
mau melakukan kunjungan ulang (Pohan, 2003).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 76,7% responden
mengharapkan “petugas klinik sanitasi lebih baik dan ramah” dan sebesar 52,2%
responden mengarapkan “petugas klinik sanitasi lebih aktif”. Perilaku dan sikap
petugas klinik sanitasi dapat mendorong terbentuknya minat masyarakat untuk
berkunjung ke klinik sanitasi. Sikap petugas klinik sanitasi yang baik, ramah, sigap,
aktif, dan komunikatif dalam berkomunikasi melayani pasien/klien dapat menjadi
faktor pendorong/penguat bagi masyarakat untuk berkunjung ke klinik sanitasi.
90
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi dalam pemanfaatan klinik sanitasi yang meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan responden. Diketahui bahwa persentase
responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik tentang klinik sanitasi,
sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan yaitu sebesar 52,2% dan
kurang baik sebesar 47,8%. Persentase responden yang memiliki sikap baik
terhadap klinik sanitasi yaitu sebesar 44,4% dan kurang baik sebesar 55,6%.
Persentase kepercayaan responden yang baik terhadap klinik sanitasi yaitu
sebesar 86,7% dan kurang baik sebesar 13,3%.
2. Faktor pendukung dalam pemanfaatan klinik sanitasi yang meliputi keberadaan
sarana dan prasarana dan sosialisasi terhadap klinik sanitasi. Diketahui bahwa
persentase responden yang menjawab jika keberadaan sarana dan prasarana
klinik sanitasi baik yaitu sebesar 13,3% dan kurang baik lebih tinggi yaitu
sebesar 86,7%. Persentase responden yang menjawab jika sosialisasi terhadap
klinik sanitasi kurang baik yaitu sebesar 100%.
3. Faktor pendorong dalam pemanfaatan klinik sanitasi yang meliputi keberadaan
petugas klinik sanitasi diketahui bahwa persentase responden yang menyatakan
jika petugas klinik sanitasi baik yaitu hanya sebesar 25,6%, sedangkan
91
persentase responden tertinggi yaitu sebesar 74,4% yang menyatakan bahwa
petugas klinik sanitasi kurang baik.
6.2. Saran
1. Kepada petugas klinik sanitasi di Puskesmas Medan Tuntungan agar dapat
berperan dalam meningkatkan sosialisasi yang lebih banyak mengenai klinik
sanitasi kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahuinya dan dapat
memanfaatkannya sesuai yang diharapkan. Serta petugas klinik sanitasi dapat
lebih bersikap aktif dalam menjalankan tugasnya untuk sering berpartisipasi
terjun langsung ke masyarakat.
2. Kepada Dinas Kesehatan agar dapat melakukan revitalisasi terhadap program
klinik sanitasi ini, seperti dengan melakukan pemantauan terhadap jalannya
program ini melalui penerimaan pelaporan mengenai program ini dan
membahasnya dalam rapat evaluasi yang dilakukan. Karena program ini
merupakan suatu program yang sangat bagus jika dijalankan dengan baik untuk
membantu dalam menjaga kesehatan masyarakat khususnya kesehatan
lingkungan.
3. Kepada pemerintah untuk dapat memberikan sumber dana yang lebih untuk
kelancaran sarana dan prasarana dalam mendukung operasional pelaksanaan
program-program kesehatan masyarakat yang ada di puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U, F. 2004. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. PT. Raja Grafindo Persada, Bandung.
______________. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI Press, Jakarta.
______________. 2012. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Azwar, S. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta.
Depkes RI. 1992. Undang-Undang Nomor 23 Tentang Kesehatan. Jakarta.
_________. 2000. Pedoman Teknis Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas. Jakarta.
_________. 2001. Panduan Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas. Jakarta.
_________. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta.
_________. 2005. Rencana Strategi Lingkungan Sehat. Jakarta.
_________. 2013. Semua Orang Berisiko Terkena Malaria. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2285 Diakses pada: 30 Desember 2013.
_________. 2013. Kemenkes Berkomitmen Eliminasi Filariasis dan Kecacingan http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2382 Diakses pada: 30 Desember 2013.
Dinkes Kota Medan. 2012. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2012. Medan.
Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Green W. L., Kreuter W. M., 1999. Health Education Planning : An Education and Ecological Approach, Third Edition. Mc Graw Hill, New York.
Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf. USU Digital Library, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hiswani. 2009. Tuberkulosis merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. http://library.usu.ac.id/download/fkm-hiswani6.pdf. USU Digital Library, Universitas Sumatera Utara, Medan.
ITB. 1992. Pendidikan Kesehatan Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar. Penerbit ITB, Bandung.
Kompas. 2013. Indonesia Negara dengan Sanitasi Terburuk Kedua di Dunia! http://properti.kompas.com/read/2013/10/31/1209048/Indonesia.Negara.dengan.S anitasi.Terburuk.Kedua.di.Dunia. Diakses pada: 11 Maret 2014.
Malayu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Maryanti, E. 2003. Hambatan Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi Lingkungan di Puskesmas Kota Medan. Skripsi, FKM USU, Medan.
Mubarak, Iqbal, dan Wahit. 2009. Sosiologi untuk Keperawatan Pengantar dan Teori. Salemba Medika, Jakarta.
Muninjaya, AA, G. 1999. Manajemen Kesehatan. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
_______________. 2012. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
_____________. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Opangge, H. 2013. Studi Perilaku Masyarakat Tentang Klinik Sanitasi di Puskesmas Limba B Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo. Skripsi, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Pieter dan Lumongga. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Kencana,
Jakarta.
Pohan, I, S. 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Kesaint Blanc, Bekasi.
Siagian, P.S. 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara.
Jakarta.
Sinulingga, S. 2011. Metode Penelitian. USU Press, Medan.
Soemirat, J. 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Widayatun, T, R. 2009. Ilmu Perilaku. CV Agung Seto, Jakarta.
WHO. 2013. Dengue and severe dengue. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ Diakses pada: 18 Februari 2014.
_____. 2013. Diarrhoeal disease. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/index.html Diakses pada: 18 Februari 2014.
_____. 2013. Sanitasi. http://www.who.int/topics/sanitation/en/ Diakses pada: 5 Maret 2014.
KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN
TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2014
No. Kuesioner : Tanggal Kuesioner :
A. Identitas Responden Nama : 1. Umur :
a. 15-35 tahun b. 36-55 tahun c. >55 tahun
2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
3. Pendidikan : a. Tidak sekolah/Tidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA e. Akademi/Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan : a. Petani e. Ibu Rumah Tangga b. Buruh f. PNS/TNI/Polri c. Wiraswasta g. Lainnya: ................. d. Pegawai swasta
5. Jumlah Penghasilan : a. <500.000 b. 500.000-2.000.000 c. >2.000.000
6. Jarak rumah dengan Puskesmas : .............................
B. Pengetahuan 1. Apakah bapak/ibu pernah mendengar mengenai klinik sanitasi?
a. Tidak b. Ya Jawaban ya, dapat menjawab apa itu klinik sanitasi :
1. Pelayanan kesehatan di puskesmas untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan.
2. Pelayanan kesehatan di puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan.
3. Konseling/penyuluhan tentang masalah penyakit berbasis lingkungan di puskesmas.
4. Konseling/penyuluhan tentang sanitasi lingkungan di puskesmas.
2. Apakah bapak/ibu tahu di puskesmas menyediakan pelayanan untuk mencegah penyakit diare, demam berdarah, gatal-gatal, malaria, tbc, dll? a. Tidak b. Ya
3. Apakah bapak/ibu tahu di puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan? a. Tidak b. Ya
4. Menurut bapak/ibu, dari mana sumber air yang baik untuk dapat menunjang kebutuhan rumah tangga? 4 a. Sumur/air hujan/air sungai b. PDAM
5. Menurut bapak/ibu, apakah penyakit demam berdarah dapat menyebabkan
kematian? a. Tidak b. Ya
6. Apakah bapak/ibu mengetahui cara pencegahan penyakit demam berdarah?
a. Tidak b. Ya Jika ya, dapat menjawab apa saja cara pencegahan penyakit demam berdarah:
1. Menguras bak mandi 2. Menutup wadah/bak penampungan air 3. Mengubur barang bekas seperti kaleng 4. Membubuhkan bubuk abate pada bak mandi
7. Menurut bapak/ibu, bagaimana pengelolaan sampah yang baik?
a. Dibuang di sungai b. Dibuang di tempat sampah dan diangkut/dibakar
8. Apakah bapak/ibu tahu apa itu sanitasi lingkungan? a. Tidak b. Ya Jika ya, dapat menjawab apa itu sanitasi lingkungan :
9. Apakah bapak/ibu tahu bagaimana kualitas fisik air bersih yang baik untuk
dikonsumsi? a. Tidak b. Ya Jika ya, dapat menjawab bagaimana kualitas fisik air bersih yang baik untuk dikonsumsi : 1. Tidak keruh 2. Tidak berwarna 3. Tidak berasa 4. Tidak berbau
10. Menurut bapak/ibu, apakah air bersih yang tidak memenuhi persyaratan dapat menyebabkan penyakit? a. Tidak b. Ya Jika ya, sebutkan penyakit apa saja yang disebabkan oleh air yang tidak memenuhi persyaratan: 1. Diare 3. Filariasis/kecacingan
2. Penyakit kulit 4. Polio
Total skor pengetahuan : C. Sikap No. Pertanyaan Setuju Tidak Setuju 1. Apakah bapak/ibu setuju atas pengadaan klinik
sanitasi di puskesmas?
2. Apakah bapak/ibu setuju untuk datang ke klinik sanitasi?
3. Apakah bapak/ibu setuju dengan upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan di klinik sanitasi?
4. Menurut bapak/ibu apakah kita perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi?
5. Apakah bapak/ibu setuju bahwa kita perlu datang ke klinik sanitasi untuk berkonsultasi setelah berobat ke puskesmas?
D. Kepercayaan No. Pertanyaan Ya Tidak 1. Apakah bapak/ibu percaya klinik sanitasi dapat
membantu bapak/ibu dalam memahami sanitasi lingkungan?
2. Apakah bapak/ibu percaya klinik sanitasi dapat mencegah penyakit diare, DBD, gatal-gatal, dll?
E. Sarana dan Prasarana, meliputi fasilitas, jarak, dan adanya fasilitas lain. No. Pertanyaan Ya Tidak 1. Apakah bapak/ibu pernah berkonsultasi di ruang
khusus klinik sanitasi?
2. Pernahkah bapak/ibu mendapat konsultasi tentang sanitasi lingkungan di loket pendaftaran?
3. Ketika bapak/ibu berkonsultasi, apakah petugas menjelaskan disertai dengan media cetak seperti brosur/ poster/ leaflet?
4. Ketika bapak/ibu berkonsultasi, apakah petugas menjelaskan disertai dengan video?
5. Ketika bapak/ibu berkonsultasi, apakah petugas menjelaskan disertai dengan buku/majalah?
6. Saat bapak/ibu berkonsultasi, pernahkah petugas menyertai formulir untuk pencatatan dan pelaporan?
7. Dalam melakukan kunjungan ke klinik sanitasi, apakah bapak/ibu mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas?
8. Menurut bapak/ibu apakah ketersediaan sarana dalam kegiatan klinik sanitasi adalah hal yang penting?
9. Apakah bapak/ibu berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan?
10. Apakah bapak/ibu berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan?
11. Apakah bapak/ibu berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan?
12. Apakah bapak/ibu berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan?
F. Sosialisasi No. Pertanyaan Ya Tidak 1. Pernahkah bapak/ibu mendapatkan penyuluhan tentang
klinik sanitasi?
2. Pernahkah bapak/ibu mendapat informasi tentang klinik sanitasi?
3. Apakah bapak/ibu mendapatkan informasi tentang klinik sanitasi dari petugas puskesmas?
G. Petugas Klinik Sanitasi No. Pertanyaan Ya Tidak 1. Apakah petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke
rumah bapak/ibu?
2. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi di puskesmas?
3. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dari petugas klinik sanitasi di puskesmas?
Keterangan: NK : Nomor Kuesioner j : jarak nm : nama responden P1 : pertanyaan nomor 1 tentang pengetahuan S : jenis kelamin (sex) P2 : pertanyaan nomor 2 tentang pengetahuan d : pendidikan (didik) P3 : pertanyaan nomor 3 tentang pengetahuan k : pekerjaan (kerja) P4 : pertanyaan nomor 4 tentang pengetahuan g : penghasilan (gaji) P5 : pertanyaan nomor 5 tentang pengetahuan
P6 : pertanyaan nomor 6 tentang pengetahuan P7 : pertanyaan nomor 7 tentang pengetahuan P8 : pertanyaan nomor 8 tentang pengetahuan P9 : pertanyaan nomor 9 tentang pengetahuan P10 : pertanyaan nomor 10 tentang pengetahuan TP : total skor pengetahuan S1 : pertanyaan nomor 1 tentang sikap S2 : pertanyaan nomor 2 tentang sikap S3 : pertanyaan nomor 3 tentang sikap S4 : pertanyaan nomor 4 tentang sikap S5 : pertanyaan nomor 5 tentang sikap TS : total skor sikap K1 : pertanyaan nomor 1 tentang kepercayaan K2 : pertanyaan nomor 2 tentang kepercayaan TK : total skor kepercayaan SP1 : pertanyaan nomor 1 tentang sarana dan prasarana SP2 : pertanyaan nomor 2 tentang sarana dan prasarana SP3 : pertanyaan nomor 3 tentang sarana dan prasarana SP4 : pertanyaan nomor 4 tentang sarana dan prasarana SP5 : pertanyaan nomor 5 tentang sarana dan prasarana SP6 : pertanyaan nomor 6 tentang sarana dan prasarana
SP7 : pertanyaan nomor 7 tentang sarana dan prasarana SP8 : pertanyaan nomor 8 tentang sarana dan prasarana SP9 : pertanyaan nomor 9 tentang sarana dan prasarana SP10 : pertanyaan nomor 10 tentang sarana dan prasarana SP11 : pertanyaan nomor 11 tentang sarana dan prasarana SP12 : pertanyaan nomor 12 tentang sarana dan prasarana TSP : total skor sarana dan prasarana Sos1 : pertanyaan nomor 1 tentang sosialisasi Sos2 : pertanyaan nomor 2 tentang sosialisasi Sos3 : pertanyaan nomor 3 tentang sosialisasi Tsos : total skor sosialisasi PKS1 : pertanyaan nomor 1 tentang petugas klinik sanitasi PKS2 : pertanyaan nomor 2 tentang petugas klinik sanitasi PKS3 : pertanyaan nomor 3 tentang petugas klinik sanitasi PKS4 : pertanyaan nomor 4 tentang petugas klinik sanitasi PKS5 : pertanyaan nomor 5 tentang petugas klinik sanitasi PKS6 : pertanyaan nomor 6 tentang petugas klinik sanitasi PKS7 : pertanyaan nomor 7 tentang petugas klinik sanitasi PKS8 : pertanyaan nomor 8 tentang petugas klinik sanitasi TPKS : total skor petugas klinik sanitasi
Lampiran 3
OUTPUT SPSS TENTANG DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN INDIKATOR
A. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
apakah pernah mendengar KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 84 93.3 93.3 93.3
ya 6 6.7 6.7 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah tahu di puskesmas menyediakan layanan untuk mencegah PBL?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 22 24.4 24.4 24.4
ya 68 75.6 75.6 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah tahu di puskesmas menyediakan layanan untuk konsultasi ttg SL?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 50 55.6 55.6 55.6
ya 40 44.4 44.4 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah tahu darimana sumber air yg baik?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid sumur/air hujan/air sungai 54 60.0 60.0 60.0
PDAM 36 40.0 40.0 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah DBD dpt menyebabkan kematian?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 6 6.7 6.7 6.7
ya 84 93.3 93.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah tahu cara pencegahan DBD?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 13 14.4 14.4 14.4
ya 77 85.6 85.6 100.0
Total 90 100.0 100.0
bagaimana pengelolaan sampah yg baik?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid dibuang ke sungai 1 1.1 1.1 1.1
dibuang ke tempat sampah
dan diangkat/diangkut
89 98.9 98.9 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah tahu apa itu SL?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 74 82.2 82.2 82.2
ya 16 17.8 17.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah tahu ciri-ciri fisik air bersih yg baik unt dikonsumsi?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 12 13.3 13.3 13.3
ya 78 86.7 86.7 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah tahu air yg tdk baik dpt menyebabkan penyakit?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 5 5.6 5.6 5.6
ya 85 94.4 94.4 100.0
Total 90 100.0 100.0
B. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
apakah setuju atas pengadaan KS di puskesmas?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid setuju 90 100.0 100.0 100.0
apakah setuju unt dtg ke KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak setuju 26 28.9 28.9 28.9
setuju 64 71.1 71.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah setuju dgn upaya pencegahan PBL di KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak setuju 2 2.2 2.2 2.2
setuju 88 97.8 97.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah perlu konsultasi ke KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak setuju 12 13.3 13.3 13.3
setuju 78 86.7 86.7 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah setuju kita datang ke KS setelah berobat unt konsul?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak setuju 38 42.2 42.2 42.2
setuju 52 57.8 57.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
C. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
apakah percaya KS membantu dlm memahami sanitasi lingk?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 8 8.9 8.9 8.9
ya 82 91.1 91.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah percaya KS dpt mencegah PBL?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 9 10.0 10.0 10.0
ya 81 90.0 90.0 100.0
Total 90 100.0 100.0 D. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Sarana
dan Prasarana Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
apakah pernah konsul di ruang khusus KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 89 98.9 98.9 98.9
ya 1 1.1 1.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
pernah dpt konsultasi ttg sanitasi lingk di loket pendaftaran?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 2 2.2 2.2 2.2
tidak 88 97.8 97.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah petugas menjelaskan disertai dgn media cetak?
pernahkah petuas menyertai dgn formulir pencatatan/pelaporan?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 90 100.0 100.0 100.0
apakah punya masalah dgn jarak?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 44 48.9 48.9 48.9
tidak 46 51.1 51.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah sarana dlm kegiatan KS hal penting?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 10 11.1 11.1 11.1
ya 80 88.9 88.9 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah ke puskesmas unt konsul ttg sanitasi lingk?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 78 86.7 86.7 86.7
ya 12 13.3 13.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah ke puskesmas unt konsul ttg PBL?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 71 78.9 78.9 78.9
ya 19 21.1 21.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah ke RS unt konsul ttg sanitasi lingk?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 8 8.9 8.9 8.9
tidak 82 91.1 91.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah ke RS unt konsul ttg PBL?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 18 20.0 20.0 20.0
tidak 72 80.0 80.0 100.0
Total 90 100.0 100.0 E. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sosialisasi Tentang
Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
pernahkah dpt penyuluhan ttg KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 90 100.0 100.0 100.0
pernahkah dpt info ttg KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 90 100.0 100.0 100.0
apakah dpt info ttg KS dr petugas puskesmas?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 90 100.0 100.0 100.0
F. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
apakah petugas KS pernah berkunjung ke rumah?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 90 100.0 100.0 100.0
apakah pernah dpt penyuluhan ttg PBL dr petugas KS?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 81 90.0 90.0 90.0
ya 9 10.0 10.0 100.0
Total 90 100.0 100.0
apakah pernah dpt penyuluhan ttg sanitasi lingk dr petugas KS?