4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan satu kesatuan dari suatu unit pengolahan kompleks yang difungsikan untuk mengolah limbah cair hasil samping dari proses produksi suatu industri. Keberadaan IPAL dalam suatu industri seharusnya merupakan satu komponen penting yang tidak dapat diabaikan. Berdasarkan UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 6(1) menyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”. Hal ini harus diperhatikan sebab limbah cair buangan proses dari suatu industri kimia khususnya, pasti memiliki nilai parameter pencemaran yang jauh melebihi baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya. Dalam industri, limbah adalah hal yang tidak dapat dihindari dari proses produksi. Limbah yang dihasilkan oleh suatu industri umumnya berwujud padat, cair, dan gas. Limbah dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya (Hazardous Waste) atau sering disebut dengan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan limbah tidak berbahaya (Non-Hazardous Waste). IPAL umumnya tidak digunakan untuk mengolah limbah B3. Hal ini dikarenakan Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah domestik di daerah Bandung (Sumber: www.balebandung.com)
23
Embed
Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan satu kesatuan dari suatu unit
pengolahan kompleks yang difungsikan untuk mengolah limbah cair hasil samping dari
proses produksi suatu industri. Keberadaan IPAL dalam suatu industri seharusnya merupakan
satu komponen penting yang tidak dapat diabaikan. Berdasarkan UU No. 29 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 6(1) menyatakan bahwa
“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah
dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”. Hal ini harus diperhatikan
sebab limbah cair buangan proses dari suatu industri kimia khususnya, pasti memiliki nilai
parameter pencemaran yang jauh melebihi baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi
Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.
Dalam industri, limbah adalah hal yang tidak dapat dihindari dari proses produksi.
Limbah yang dihasilkan oleh suatu industri umumnya berwujud padat, cair, dan gas. Limbah
dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya (Hazardous Waste) atau sering disebut dengan
limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan limbah tidak berbahaya (Non-Hazardous
Waste). IPAL umumnya tidak digunakan untuk mengolah limbah B3. Hal ini dikarenakan
Gambar 2.1 Salah satu IPAL untuk pengolahan air limbah domestik di daerah Bandung
(Sumber: www.balebandung.com)
3
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
IPAL merupakan langkah-langkah pengolahan general dimana terbagi dalam tiga metode
yaitu metode fisik, kimia, dan biologi.
2.1.1 Unit-unit Pengolahan dalam IPAL
Secara umum, unit-unit yang terdapat pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
mencakup tiga metode pengolahan air limbah yaitu metode pengolahan secara fisika, metode
pengolahan secara kimiawi, dan metode pengolahan secara biologis. Ketiga metode
pengolahan tersebut harus mampu untuk menurunkan kadar zat pencemar dalam air limbah.
Oleh sebab itu, umumnya IPAL memiliki spesifikasi tersendiri bagi air bakunya. IPAL biasa
dikategorikan berdasarkan air bakunya, misalnya IPAL yang dirancang untuk mengolah air
limbah industri makanan, IPAL yang dirancang untuk mengolah air limbah industri
pelapisan logam, dan sebagainya. Dengan mengategorikan IPAL berdasarkan air bakunya,
IPAL berarti dikategorikan juga berdasarkan zat-zat pencemar yang terdapat dalam air
bakunya. Bagi IPAL yang dirancang untuk mengolah air limbah industri makanan, IPAL
tersebut berarti harus mampu untuk menurunkan kandungan organik yang tinggi hingga
mencapai baku mutu yang telah ditetapkan. Sebagai contoh IPAL yang dirancang untuk
mengolah air limbah industri pangan, maka IPAL tersebut harus dapat menerima air baku
dengan kandungan BOD minimal 2000 mg O2/L. Begitu juga dengan IPAL yang dirancang
untuk mengolah air limbah industri pengolahan logam, maka IPAL tersebut harus terdapat
unit pengurangan kandungan logam dalam air limbahnya.
Secara garis besar, unit-unit pengolahan yang terdapat dalam IPAL mencakup unit-
unit pengolahan sebagai berikut.
a. Unit Ekualisasi
Gambar 2.2 Unit ekualisasi skala industri (Sumber: dok. AKAR IMPEX PVT Ltd.)
4
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
Pada unit ekualisasi, air limbah akan ditampung sementara dalam satu tangki guna
menyamakan laju alir pada proses pengolahan seanjutnya. Unit ekualisasi
diterapkan sebab umumnya air limbah yang keluar dari hasil proses tidak
memiliki laju alir yang menentu, sehingga dalam IPAL yang bersistem kerja
kontinyu akan kesulitan dalam proses pengolahannya karena sistem kontinyu
harus memiliki laju alir air baku yang tetap. Pada unit ini juga umumnya terdapat
bar screen yang difungsikan untuk menangkap partikel-partikel besar yang
memungkinkan akan mengganggu proses pengolahan.
b. Unit Sedimentasi
Pada unit sedimetasi, air limbah yang mengandung partikel-partikel mudah
terendapkan (settleable solid) akan terendapkan terlebih dahulu pada unit ini.
Padatan ini merupakan padatan tersuspensi yang memiliki ukuran leih dari 100
nm, hal ini memungkinkan padatan tersuspensi akan terendapkan walaupun hanya
dengan gaya gravitasi atau tanpa dengan tambahan bahan kimia pendukung. Unit
sedimentasi akan menjebak padatan tersuspensi sehingga air limbah keluarannya
hanya mengandung padatan koloid yang stabil.
c. Unit Koagulasi – Flokulasi
Unit ini sering juga disebut dengan unit pengolahan secara kimiawi karena dalam
pengolahannya dilakukan penambahan bahan kimia pendukung untuk
memungkinkan terjadinya pengolahan air limbah. Dalam unit koagulasi –
flokulasi, umumnya terdapat juga unit netralisasi. Unit netralisasi digunakan
sebagai unit pengatur pH air limbah. Pengaturan pH air limbah ini guna
Gambar 2.3 Unit sedimentasi dengan jenis Lamella Clarifier (Sumber: www.erosioncontrol.co.nz)
5
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
mendukung kondisi operasi pada unit koagulasi, dimana koagulan yang digunakan
memiliki kondisi operasi tersendiri untuk mendukung pengolahannya, sehingga
pH dari air limbah dapat dikondisikan sesuai dengan koagulan yang digunakan.
Pada unit ini juga umumnya mencakup unit sedimentasi, dimana unit sedimentasi
bertujuan untuk mengendapkan flok-flok yang telah terbentuk. Keluaran dari unit
ini akan menghasilkan air limbah yang sudah memiliki kekeruhan rendah.
d. Unit Aerasi
Unit aerasi biasa disebut dengan unit pengolahan secara biologis. Aerasi yang
dilakukan pada unit ini digunakan sebagai asupan oksigen bagi mikroba-mikroba
yang memecah senyawa organik dalam air limbah, sehingga zat-zat pencemar
organik dapat berkurang. Unit aerasi umumnya mencakup unit clarifier yang
digunakan untuk menangkap biomassa yang terbawa aliran air baku. Unit clarifier
merupakan unit pengendapan yang tergabung dalam unit pengolahan secara
biologis. Dalam unit clarifier umumnya terdapat pompa yang difungsikan untuk
recovery sludge pada bagian bawah tangkinya. Hal ini disebabkan karena sludge
yang terendapkan pada unit clarifier dianggap masih memiliki mikroba hidup
sehingga dapat dikembalikan ke proses aerasi.
2.2 Jartest
Jartest merupakan serangkaian percobaan simulasi dari proses koagulasi dan flokulasi
yang digunakan untuk menurunkan kadar padatan tersuspensi dalam suatu pengolahan air
limbah (Satterfield, 2004) . Tujuan dari dilakukannya jartest adalah untuk menentukan
Gambar 2.4 Unit aerasi skala industri (Sumber: web.deu.edu.tr)
6
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
kondisi optimum operasi dari proses koagulasi dan flokulasi. Umumnya, jartest dilakukan
pada skala laboratorium dan hasil dari percobaannya digunakan sebagai penentuan dosis
optimum pada proses pengolahan air limbah yang sebenarnya atau dengan kata lain untuk
diterapkan pada IPAL.
Jartest memungkinkan seseorang untuk dapat menentukan kondisi paling ideal untuk
melakukan proses koagulasi dan flokulasi. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan nilai dosis
optimum koagulan sebagai bahan kimia pendukung. Pengujian jartest umumnya didukung
dengan pengujian menggunakan kerucut imhoff yang digunakan untuk mengetahui jumlah
flok yang terbentuk. Namun, pada beberapa percobaan memungkinkan pengujian tanpa
menggunakan kerucut imhoff, melainkan hanya dengan mengukur kekeruhannya.
Gambar 2.5 Salah satu contoh alat pengujian jartest dengan 6 (enam) gelas percobaan.
(Sumber: dok. SigmaScientificGlassCompany)
Gambar 2.6 Pengujian Jartest menggunakan kerucut imhoff untuk mengetahui volume flok yang terbentuk.
(Sumber: dok. Penulis)
7
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
Pengujian jartest dilakukan dengan memvariasikan dosis koagulan dalam beberapa gelas
kimia yang berisi air limbah dengan volume yang sama. Dalam menentukan variasi dosis
koagulan, umumnya digunakan literatur agar variasi dosis yang digunakan tidak terlalu jauh
dari kebutuhan atau dengan kata lain untuk meminimalkan terjadinya error. Pada prosesnya,
pengujian jartest dilakukan dengan menghadap pada literatur, misalnya dalam penentuan
kondisi operasi pengadukan baik pada pengadukan cepat maupun pada pengadukan lambat.
Pengadukan cepat umumnya berlangsung selama 1-5 menit, sedangkan pengadukan lambat
umumnya berlangsung selama 10-40 menit (Said, 2017).
Perolehan data dilakukan terhadap jumlah volume endapan yang terbentuk dan/ atau
nilai kekeruhan yang diambil pada jarak waktu tertentu. Jumlah endapan dan nilai kekeruhan
ini kemudian akan menjadi parameter yang dilakukan perbandingan dengan dosis-dosis lain
yang dilakukan pengujian, dimana endapan yang paling banyak terbentuk dan/ atau
kekeruhan yang paling rendah per waktu tertentu, dianggap sebagai penggunaan dosis
koagulan yang paling optimum untuk limbah yang dijadikan sampel pengujian.
Menurut Zane Satterfield (2004) dalam jurnalnya yang berjudul “Jar Testing”,
mengatakan bahwa pengujian jartest dapat diringkas sebagai berikut.
Untuk setiap sampel air yang dilakukan pengujian, sejumlah gelas pengujian diisi
dengan jumlah sampel yang sama tiap gelasnya.
Setiap gelas pengujian diberikan perlakuan pemberian dosis koagulan yang berbeda-
beda.
Selain dosis, pengujian menggunakan jartest juga dapat dilakukan untuk mengetahui
parameter lain seperti pengujian terhadap jenis koagulan yang berbeda, kecepatan
pengadukan, waktu pengadukan, dan lain-lain.
Hasil penentuan dosis optimum dapat diperoleh dengan membandingkan kualitas
akhir dari sampel-sampel yang dilakukan pengujian dengan melakukan variasi dosis
koagulan.
2.3 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid menggunakan senyawa kimia yang
disebut koagulan, sedangkan flokulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikel pada
proses koagulasi menggunakan senyawa polimer oraganik yang disebut flokulan. Menurut
Burton, dkk (2003) dalam Metcalf & Eddy, Inc. Wastewater Engineering: Fourth Edition
8
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
proses koagulasi dan flokulasi akan selalu berdampingan. Koagulasi juga merupakan proses
penambahan koagulan dan pengadukan cepat (Richards,1996). Proses koagulasi dan flokulasi
dapat mengurangi kandungan padatan tersuspensi dan koloid (Degremont, 1991). Istilah
koagulasi menjelaskan adanya proses kimia dan proses mekanik. Proses koagulasi terdiri dari
dua proses yang dapat diamati yaitu sebagai berikut.
1. Pengadukan cepat yang berfungsi untuk meratakan penyebaran zat kimia yang
ditambahkan ke dalam air
2. Flokulasi sebagai penggumpalan partikel kecil, dan membutuhkan waktu yang
lebih lama
Menururt Frank L. Spellman (2014) dalam Water and Wastewater Treatment Plant
Operations mengatakan bahwa, flokulasi merupakan proses fisika dengan pengadukan lambat
terhadap air yang telah dikoagulasi untuk meningkatkan probabilitas tumbukan antar partikel,
sedangkan Reynolds, dkk., (1996) dalam Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering menyatakan, flokulasi adalah pengadukan lambat atau agitasi ringan untuk
mengumpulkan partikel yang tidak stabil dan membentuk flok dari pengendapan cepat.
Tabel 2.1 Efisiensi Penurunan BOD dan TSS
Proses BOD (%) TSS (%)
Tanpa Bahan Kimia 25-40 50-70
Dengan Penambahan Bahan Kimia 50-80 80-90
(Sumber: Burton, dkk., 2003)
2.3.1 Koloid dan Padatan Tersuspensi
2.3.1.1 Koloid
Koloid merupakan partikel yang ditemukan pada air, dimana koloid memiliki
permukaan yang bermuatan negatif, ukuran partikel koloid yaitu 0.01 µm sampai 1 µm
(Burton, dkk., 2003). Koloid dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna pada air
(Degremont, 1991). Partikel koloid tidak dapat mengendap dengan sendirinya dan factor
permukaan yang sangat mempengaruhi, sehingga memerlukan suatu zat kimia pendukung
proses yaitu koagulan dan flokulan yang dapat memabntu memperbesar ukuran koloid supaya
dapat mengendap (Burton, dkk., 2004).
9
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
2.3.1.2 Padatan tersuspensi dan Zat terlarut
Padatan tersuspensi adalah partikel yang berasal dari mineral (pasir, lanau, tanah liat
dan lain-lain), atau berasal dari zat organik seperti hasil penguraian oleh tumbuhan dan
hewan, padatan terseuspensi juga terdapat mikroorganisme seperti bakteri, planton, alga dan
virus, padatan tersuspensi dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna pada air (Degremont,
1991). Ukuran padatan tersuspensi umumnya lebih besar dari 1 µm dan dapat dihilangkan
dengan sedimentasi secara gravitasi (Burton, dkk., 2003). Sedangkan zat terlarut adalah
semua senyawa yang larut dalam air, memiliki ukuran kurang dari beberapa nanometer,
umumnya zat ini berupa ion positif dan ion negatif termasuk juga gas terlarut seperti oksigen,
karbondioksida, hidrogen sulfit dan lain-lain (Said, 2017).
2.3.1.3 Stabilitas Koloid
Dispersi koloid dalam air merupakan partikel-partikel bebas yang tertahan dalam air,
dalam bentuk suspensi. Hal ini disebabkan oleh ukuran partikel yang sangat halus. Faktor
yang paling mempengaruhi stabilitas koloid dalam air adalah ukuran partikelnya. Untuk
partikel koloid, rasio luas permukaan partikel terhadap berat sangat besar, sehingga efek
permukaan misalnya gaya tolak menolak elektrostatik dan juga hidrasi menjadi lebih
dominan (Said, 2017). Beberapa contoh waktu pengendapan untuk berbagai jenis partikel
dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.2 Waktu Pengendapan Berbagai Jenis Partikel pada Ketinggian 1 Meter
Dimensi Partikel Tipe Partikel
Waktu
Pengendapan
Luas
Spesifik mm µm Å
10 104 108 Kerikil 1 detik 6.102
1 103 107 Pasir 10 detik 6.103
10-1 102 106 Pasir Halus 2 menit 6.104
10-2 10 105 Lempung 2 jam 6.105
10-3 1 104 Bakteri 8 hari 6.106
10-4 10-1 103 Koloid 2 tahun 6.107
10-5 10-2 102 Koloid/ Terlarut 20 tahun 6.108
10-6 10-3 101 Koloid/ Terlarut 200 tahun 6.109
(Sumber: Degremont, 1991)
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat diketahui bahwa semakin kecil ukuran
partikel maka luas spesifiknya akan semakin besar.
10
Laporan Tugas Akhir Uji Kinerja Unit Koagulasi Dan Flokulasi Pada IPAL Skala Pilot Di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri
2.3.2 Bahan Kimia Pendukung Proses Koagulasi – Flokulasi
2.3.2.1 Koagulan
Koagulan merupakan zat yang digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel
padat tersuspensi, zat warna, koloid dan lain-lain. Pemilihan zat koagulan harus didasarkan
pada pertimbangan seperti jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku,
metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan (Said, 2017).
a. Alumunium sulfat
Alum merupakan bahan koagulan yang banyak digunakan, dikarenakan harganya
yang murah (Burton, dkk., 2003). Garam alumunium sulfat jika ditambahkan ke dalam air
dengan mudah akan bereaksi dengan HCO-3 menghasilkan alumunium hidroksida yang
mempunyai muatan positif. Dengan adanya alumunium hidroksida yang bermuatan positif,
maka partikel yang bermuatan negatif pada limbah akan terikat dan ukuran partikel semakin
lama akan meningkat.
Tawas mampu mengendapkan zat-zat organik lebih cepat dibandingkan dengan
koagulan Poly Aluminium Cloride (PAC) dan Ferric Chloride (FeCl3.6H2O) (Nurlina,dkk
2015). Berikut adalah reaksi alumunium sulfat dengan kapur dan sodium karbonat.