1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan tujuan pembangunan nasional bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Maka pemerintah terus berupaya membangun pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Pendidikan pada dasarnya berlangsung dalam bentuk belajar mengajar yang melibatkan dua pihak yaitu guru dan siswa dengan tujuan yang sama dalam rangka mencerdaskan siswa. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik yang dalam hal ini menjadi tanggung jawab guru sebagai pendidik. FMIPA Universitas Negeri Makassar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan tujuan pembangunan
nasional bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Maka pemerintah terus
berupaya membangun pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui
pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana
pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya.
Pendidikan pada dasarnya berlangsung dalam bentuk belajar mengajar
yang melibatkan dua pihak yaitu guru dan siswa dengan tujuan yang sama dalam
rangka mencerdaskan siswa. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,
kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti
berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada
bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik
yang dalam hal ini menjadi tanggung jawab guru sebagai pendidik.
Upaya yang telah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar
pada mata pelajaran Fisika belum mencapai hasil yang maksimal, hal ini
dibuktikan dengan masih rendahnya perolehan nilai siswa pada ulangan semester
ganjil di kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku Kabupaten Mamuju. Masih
rendahnya hasil belajar tersebut disebabkan berbagai faktor yang terlibat langsung
dalam proses pembelajaran diantaranya faktor guru, siswa, metode mengajar,
media pembelajaran, sarana dan prasarana pendidikan yang digunakan maupun
materi pelajaran serta motivasi belajar fisika siswa yang masih kurang.
Selama ini antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran fisika di sekolah
tidak seperti mengikuti pelajaran lainnya. Pelajaran fisika dianggap sulit karena
mereka banyak menjumpai persamaan matematis sehingga diidentikkan dengan
FMIPA Universitas Negeri Makassar1
2
angka dan rumus. Bagi kebanyakan siswa, konsep dan prinsip fisika menjadi sulit
dipahami dan dicerna oleh mereka. Hal ini berdampak pada rendahnya motivasi
siswa untuk belajar fisika. Masalah ini merupakan salah satu masalah umum yang
kerap dijumpai oleh para guru fisika di sekolah.
Ketidaksukaan pada pelajaran fisika dapat berujung pada kecemasan belajar
dan dapat berdampak pula pada sikap siswa terhadap guru fisikanya. Tidak sedikit
guru fisika yang kurang mendapat simpati dari para muridnya karena
ketidakberhasilan siswa dalam belajar fisika. Nilai yang buruk dalam berbagai tes
fisika seperti Ujian Nasional menempatkan guru sebagai penyebab kegagalan di
mata siswa dan orang tua. Sikap siswa akan sangat berbeda pada guru yang
notabene mengajarkan mata pelajaran favoritnya dibandingkan guru fisikanya.
Mata pelajaran fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran kadang-kadang siswa tidak
mengerti apa yang dijelaskan oleh guru dan ingin mengetahui lebih lanjut apa
yang sebenarnya terjadi. Misalnya bagaimana gerak molekul-molekul satu benda
jika benda tersebut dipanaskan ? Bagaimana cara kerja dongkrak hidrolik ? Atau
bagaimana sebuah pesawat bisa terbang ?, mereka tidak mengerti jika hanya
membayangkannya dan tidak melihatnya secara langsung. Sehingga dibutuhkan
media pembelajaran untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan menarik
perhatian siswa untuk belajar.
Keadaan kelas XI IPA 1 di SMA Negeri I Kalukku Kabupaten Mamuju
yang umumnya selalu diajar dengan model pembelajaran langsung khususnya
metode ceramah menunjukkan bahwa siswa kurang bersemangat dalam menerima
pelajaran dan menimbulkan kejenuhan siswa. Ketika belajar di dalam kelas, siswa
mengetahui apa yang dijelaskan oleh guru namun apabila keluar dari proses
belajar mengajar, kurang sekali pengetahuan yang diberikan oleh guru yang
membekas di benak mereka. Disamping hal tersebut, banyak gangguan dalam
kelas ketika pembelajaran berlangsung, perhatian siswa juga rendah karena dalam
proses belajar-mengajar siswa terkadang mengantuk, disamping dipaksa
menerima materi dari penjelasan guru juga disebabkan karena jam pelajaran fisika
FMIPA Universitas Negeri Makassar
3
setelah jam pelajaran olahraga. Hal-hal tersebut di ataslah yang menyebabkan bila
diberikan tes hasil belajar oleh guru, hasilnya rendah.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka perlu dilakukan perbaikan
dalam kegiatan pembelajaran agar motivasi belajar siswa meningkat dan secara
tidak langsung juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Masalah-masalah
dalam proses pembelajaran seperti kejenuhan dan kurangnya semangat siswa,
gangguan dalam kelas, serta perhatian siswa yang rendah karena mengantuk perlu
segera diatasi. Untuk masalah pelajaran fisika setelah jam pelajaran olahraga yang
menyebabkan kebanyakan siswa merasa capek dan mengantuk, tidak mungkin
memindahkan jam pelajaran fisika ke jam pelajaran lain karena akan mengganggu
jadwal pelajaran lain. Oleh karena itu harus diberikan solusi terhadap masalah-
masalah di atas. Salah satu solusi pemecahannya adalah dengan penggunaan
media dalam pembelajaran. Media yang digunakan dapat menarik perhatian siswa
untuk semangat belajar. Media banyak macamnya, salah satunya adalah media
animasi, yang merupakan salah satu contoh pemanfaatan teknologi dalam
menunjang proses pendidikan. Media ini dapat meningkatkan semangat dan
perhatian siswa untuk belajar, sehingga gangguan dalam kelas dapat
diminimalisir, demikian juga bagi siswa yang mengantuk, akan membuat mereka
tergerak untuk memperhatikan pelajaran. Serta penggunaan animasi ini dapat
menanamkan konsep dan pemaknaan yang sama dalam otak siswa dibandingkan
dengan media lain seperti gambar.
Menurut Utami (2007), animasi menjadi pilihan untuk menunjang proses
belajar yang menyenangkan dan menarik bagi siswa dan juga memperkuat
motivasi, dan juga untuk menanamkan pemahaman pada siswa tentang materi
yang diajarkan. Animasi yang pada dasarnya adalah rangkaian gambar yang
membentuk sebuah gerakan memiliki keunggulan dibanding media lain seperti
gambar statis atau teks. Animasi untuk menarik perhatian siswa dan memperkuat
motivasi, biasanya berupa tulisan atau gambar yang bergerak-gerak, animasi yang
lucu, aneh yang sekiranya akan menarik perhatian siswa. Keunggulan animasi
dalam hal ini gambar yang bergerak adalah kemampuannya untuk menjelaskan
suatu kejadian secara sistematis dalam tiap waktu perubahan. Hal ini sangat
FMIPA Universitas Negeri Makassar
4
membantu dalam menjelaskan prosedur dan urutan kejadian. Animasi gambar dan
tulisan dibuat dengan bantuan program microsoft powerpoint dan macromedia
flash.
Berdasarkan dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berkaitan dengan penggunaan media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar khususnya media animasi sebagai sumber penyampai informasi
kepada siswa. Adapun judul penelitian ini adalah ” Pengaruh Penggunaan
Media Animasi Terhadap Motivasi Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Kalukku”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah,
1. Seberapa besar motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Kalukku Kab. Mamuju yang diajar dengan menggunakan media animasi?
2. Seberapa besar motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Kalukku Kab. Mamuju yang diajar tanpa menggunakan media animasi?
3. Apakah terdapat perbedaan besar motivasi belajar fisika antara siswa yang
diajar dengan menggunakan media animasi dengan siswa yang diajar tanpa
menggunakan media animasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri
1 Kalukku Kab. Mamuju yang diajar dengan menggunakan media animasi.
2. Untuk mengetahui motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri
1 Kalukku Kab. Mamuju yang diajar tanpa menggunakan media animasi.
3. Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar fisika antara siswa yang
diajar dengan menggunakan media animasi dengan siswa yang diajar tanpa
menggunakan media animasi.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
5
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang penggunaan media animasi ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
a. Siswa akan lebih memahami konsep dari mata pelajaran fisika.
b. Dapat dijadikan sebagai motivasi belajar siswa dalam pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi Guru
a. Menambah kreativitas guru.
b. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk meningkatkan keterampilan
dasar mengajar khususnya keterampilan menggunakan komputer.
c. Dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pemilihan
penggunaan media pembelajaran di kelas.
3. Bagi Sekolah
a. Menambah referensi untuk media pembelajaran yang dapat ditindak
lanjuti bagi bidang studi lainnya.
b. Sebagai wadah penyaluran gagasan pengembangan media
pembelajaran, serta diharapkan dapat memberi pemahaman yang
lebih baik tentang media animasi.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas ( SMA)
a. Pengertian Fisika
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan
teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang
mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada
manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan
berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.
Definisi ini memberi pengertian bahwa sains merupakan cabang
pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan
biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif,
yang melibatkan aplikasi penelaran matematis dan analisis data terhadap gejala-
gejala alam. Jadi, fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang
dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan
melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.
Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai
mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain
memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan
sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk
memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran
fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta
didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan
untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu dan teknologi.
FMIPA Universitas Negeri Makassar6
7
b. Tujuan Mata Pelajaran Fisika
Mata pelajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
a. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan
dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Allah swt.
b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan
dapat bekerjasama dengan orang lain.
c. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah,
mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan
merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara
lisan dan tertulis
d. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik
secara kualitatif maupun kuantitatif
e. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal
untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Ruang Lingkup Fisika
Mata pelajaran Fisika di SMA/MA merupakan pengkhususan IPA di
SMP/MTs yang menekankan pada fenomena alam dan pengukurannya dengan
perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum
Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep
dasar gelombang elektromagnetik
2. Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi,
gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum,
momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika
FMIPA Universitas Negeri Makassar
8
3. Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial
dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi
elektromagnetik dan arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi
benda hitam, teori atom, relativitas, radioaktivitas.
2. Belajar
Belajar merupakan suatu proses atau suatu kegiatan dan bukan suatu hasil
atau tujuan dengan kata lain belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas
daripada itu, yakni mengalami, maka pada akhirnya terjadi suatu perubahan pada
diri seseorang. Perubahan itu dapat berupa pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan tingkah laku, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek
lain yang ada pada individu yang belajar.
Pengertian lain tentang belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar
adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis dan seterusnya.
Selanjutnya konsep belajar menurut Abdul Haling (2007) dapat diartikan secara
luas dan secara sempit. Secara luas, belajar diartikan sebagai kegiatan psikofisik
menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Secara sempit, belajar diartikan sebagai
usaha penguasaan materi pelajaran.
Uno (2006), mengungkapkan bahwa belajar adalah pemerolehan
pemahaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap
suatu objek (pengetahuan), atau melalui sesuatu penguatan (reinforcement) dalam
bentuk pengalaman terhadap suatu objek yang ada dalam lingkungan belajar.
Terdapat tiga ciri yang tampak dari orang yang mempelajari suatu objek
(pengetahuan) tertentu, yaitu (1) adanya objek (pengetahuan, sikap atau
keterampilan) yang menjadi tujuan untuk dikuasai; (2) terjadinya proses, berupa
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya atau sumber belajar (orang,
media, dan sebagainya), baik melalui pengalaman kangsung atau belajar
berpartisipasi dengan membuat sesuatu maupun pengalaman pengganti; (3)
terjadinya perubahan perilaku baru sebagai akibat mempelajari suatu objek
(pengetahuan) tertentu.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
9
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan
memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Degeng dan Miarso (Haling, 2007 : 14) mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sistematik dimana
setiap kompenen saling berpengaruh. Dalam prosesnya terdapat kegiatan memilih,
menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran
yang diinginkan.
Menurut Sudjana (Mulki, 2008 : 10) bahwa pembelajaran adalah proses
yang diatur sedemikian rupa menurut langkah tertentu agar pelaksanaannya
mencapai hasil yang memuaskan. Pembelajaran pada dasarnya merupakan
kegiatan yang dilaksanakan secara terencana pada setiap tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran, serta pembelajaran tindak
lanjut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
upaya, cara, perbuatan yang dilaksanakan secara terencana pada tiap tahapannya
agar pelaksanaannya mencapai hasil yang memuaskan dalam aktivitas belajar.
4. Media Pembelajaran
Heinich (Santyasa, 2007) mengemukakan kata media merupakan bentuk
jamak dari kata medium. Medium dapat Didefinisikan sebagai perantara atau
pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media
merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Berdasarkan definisi tersebut,
dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi.
Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru
(komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan
tujuan pembelajaran. Jadi, Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat
merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar
untuk mencapai tujuan belajar.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
10
Nurhayati dan Sappe (2004) mengemukakan bahwa fungsi media
pembelajaran diantaranya :
a. Memperjelas dan memperkaya/melengkapi informasi yang diberikan
secara verbal.
b. Meningkatkan motivasi dan efisiensi penyampaian informasi.
c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian informasi.
d. Menambah variasi penyajian materi.
e. Pemilihan media yang tepat akan menimbulkan semangat, gairah, dan
mencegah kebosanan siswa untuk belajar.
f. Kemudahan materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga tidak
mudah dilupakan siswa.
g. Memberi pengalaman yang lebih konkrit bagi hal yang mungkin abstrak.
h. Meningkatkan keingintahuan (curiousity) siswa dan
i. Memberikan stimulus dan mendorong respon siswa.
Dalam hal menggunakan media pengajaran, seorang guru tidak memilih
media semaunya, tetapi hendaknya memperhatikan beberapa kriteria berikut :
a) Dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran yang dipilih atas
dasar tujuan-tujuan pembelajaran.
b) Mendukung isi materi pelajaran, artinya bahan pengajaran yang sifatnya
fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media
agar lebih mudah dipahami siswa.
c) Kemudahan memperoleh media artinya media yang diperlukan mudah
diperoleh guru.
d) Keterampilan guru dalam menggunakannya artinya apapun jenis media
yang digunakan maka guru terampil menggunakannya dalam proses
pengajaran.
e) Tersedia waktu untuk menggunakannya sehingga media tersebut dapat
bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
f) Sesuai dengan taraf berpikir siswa sehingga makna yang terkandung di
dalamnya dapat dipahami oleh siswa.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
11
Media pembelajaran diartikan juga sebagai sarana untuk menyampaikan
isi/materi pembelajaran. Sarana yang dimaksud dapat berupa perangkat keras
maupun perangkat lunak. Sarana pembelajaran yang berupa perangkat keras
antara lain adalah papan tulis, penggaris, jangka, timbangan, dan kartu permainan
bilangan. Sedangkan contoh sarana yang dikategorikan sebagai perangkat lunak
antara lain adalah lembar kerja siswa, lembar tugas, petunjuk permainan
matematika, dan program-program komputer.
Terdapat enam jenis dasar dari media pembelajaran menurut Heinich dan
Molenda (Supriyatna, 2009) yaitu:
1. Teks, merupakan elemen dasar bagi menyampaikan suatu informasi yang
mempunyai berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya memberi
daya tarik dalam penyampaian informasi.
2. Media Audio, membantu menyampaikan materi dengan lebih berkesan.
Jenis audio termasuk suara latar, musik, atau rekaman suara dan lainnya.
3. Media Visual, media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan
visual seperti gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster,
papan buletin dan lainnya.
4. Media Proyeksi Gerak, termasuk di dalamnya film gerak, film gelang,
program TV, video kaset (CD, VCD, atau DVD)
5. Benda-benda tiruan/miniatur, seperti benda-benda tiga dimensi yang
dapat disentuh dan diraba oleh siswa. Media ini dibuat untuk mengatasi
keterbatasan baik obyek maupun situasi sehingga proses pembelajaran
tetap berjalan dengan baik.
6. Manusia, termasuk di dalamnya guru, siswa, atau pakar/ahli di
bidang/materi tertentu.
5. Animasi
Animasi merupakan gerakan objek maupun teks yang diatur sedemikian
rupa sehingga kelihatan menarik dan kelihatan lebih hidup. Menurut Utami
(2007), animasi adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah gerakan. Salah
satu keunggulan animasi adalah kemampuannya untuk menjelaskan suatu
FMIPA Universitas Negeri Makassar
12
kejadian secara sistematis dalam tiap waktu perubahan. Hal ini sangat membantu
dalam menjelaskan prosedur dan urutan kejadian.
Prinsip dari animasi adalah mewujudkan ilusi bagi pergerakan dengan
memaparkan atau menampilkan satu urutan gambar yang berubah sedikit demi
sedikit pada kecepatan yang tinggi atau dapat disimpulkan animasi merupakan
objek diam yang diproyeksikan menjadi bergerak sehingga kelihatan hidup.
Animasi merupakan salah satu media pembelajaran yang berbasis komputer yang
bertujuan untuk memaksimalkan efek visual dan memberikan interaksi
berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat.
Utami (2007) menyatakan ada tiga jenis format animasi, yaitu:
a. Animasi tanpa sistem kontrol, animasi ini hanya memberikan gambaran
kejadian sebenarnya (behavioural realism), tanpa ada kontrol sistem, bisa
jadi animasi terlalu cepat, pengguna tidak memiliki waktu yang cukup
untuk memperhatikan detil tertentu karena tidak ada fasilitas untuk pause
dan zoom in.
b. Animasi dengan sistem kontrol, animasi ini dilengkapi dengan tombol
kontrol, untuk menyesuaikan animasi dengan kapasitas pemrosesan
informasi mereka. Namun kekurangannya, terletak pada pengetahuan awal
atas materi yang dipelajari menyebabkan murid tidak tahu mana bagian
yang penting dan harus diperhatikan guna memahami materi dan yang
tidak.
c. Animasi manipulasi langsung (Direct-manipulation Animation (DMA)).
DMA menyediakan fasilitas untuk pengguna berinteraksi langsung dengan
control navigasi (misal tombol dan slider). Pengguna bebas untuk
menentukan arah perhatian dan dapat diulang.
Sebagai media ilmu pengetahuan, animasi memiliki kemampuan untuk
dapat memaparkan sesuatu yang rumit atau komplek untuk dijelaskan dengan
hanya gambar dan kata-kata saja. Dengan kemampuan ini maka animasi dapat
digunakan untuk menjelaskan suatu materi yang secara nyata tidak dapat terlihat
oleh mata, dengan cara melakukan visualisasi maka materi yang dijelaskan dapat
tergambarkan.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
13
Animasi mempunyai peranan yang tersendiri dalam bidang pendidikan
khususnya untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran. Berikut
merupakan kelebihan animasi apabila digunakan dalam bidang pendidikan:
1. Animasi mampu menyampaikan sesuatu konsep yang kompleks secara
visual dan dinamik.
2. Animasi digital mampu menarik perhatian pelajar dengan mudah. Animasi
mampu menyampaikan suatu pesan dengan lebih baik dibanding
penggunaan media yang lain.
3. Animasi digital juga dapat digunakan untuk membantu menyediakan
pembelajaran secara maya.
4. Animasi mampu menawarkan satu media pembelajaran yang lebih
menyenangkan. Animasi mampu menarik perhatian, meningkatkan
motivasi serta merangsang pemikiran pelajar yang lebih berkesan.
5. Persembahan secara visual dan dinamik yang disediakan oleh teknologi
animasi mampu memudahkan dalam proses penerapan konsep atau pun
demonstrasi.
Adapun kelemahan dari media animasi ialah membutuhkan peralatan yang
khusus. Materi dan bahan yang ada dalam animasi sulit untuk dirubah jika
sewaktu-waktu terdapat kekeliruan atau informasi yang ada di dalamnya sulit
untuk ditambahkan. Animasi dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa jika
digunakan secara tepat, tetapi sebaliknya animasi juga dapat mengalihkan
perhatian dari substansi materi yang disampaikan ke hiasan animatif yang justru
tidak penting.
Selama ini animasi digunakan dalam media pembelajaran untuk dua alasan.
Pertama, menarik perhatian siswa dan memperkuat motivasi. Animasi jenis ini
biasanya berupa tulisan atau gambar yang bergerak-gerak, animasi yang lucu,
aneh yang sekiranya akan menarik perhatian siswa. Animasi ini biasanya tidak
ada hubungan dengan materi yang akan diberikan kepada murid. Fungsi yang
kedua adalah sebagai sarana untuk memberikan pemahaman kepada murid atas
materi yang akan diberikan (Utami, 2007). Untuk menjalankan animasi
FMIPA Universitas Negeri Makassar
14
diperlukan program khusus (Software) salah satunya adalah program macromedia
flash.
6. Motivasi Belajar
Menurut McDonald (Hamalik, 2001) motivasi adalah perubahan energi
dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan
reaksi untuk mencapai tujuan.
Huitt, W. (2001) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status
internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang
mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai
suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt,
yaitu: 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada
perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku
seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan
berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.
Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian motivasi adalah
suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu
perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa
sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang
ditimbulkan motif tersebut.
Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004 :
2) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan,
atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni : (1) faktor pendorong
atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, (2) tujuan yang ingin
dicapai, (3) strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan tersebut. (Sunarto, 2008)
Pada pokoknya motivasi dapat dibagi menjadi dua jenis : (1) motivasi
instrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang
tercakup di dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan
murid. Motivasi ini sering disebut juga disebut motivasi murni. Motivasi instrinsik
FMIPA Universitas Negeri Makassar
15
adalah motivasi yang hidup di dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar
yang fungsional. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-
faktor dari luar situasi belajar, seperti angka kredit, ijazah, hadiah, hukuman,
sarkasme dan persaingan.
Siswa pada dasarnya termotivasi untuk melakukan suatu aktivitas untuk
dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran, atau merasa
kebutuhannya terpenuhi. Ada juga siswa yang termotivasi melaksanakan belajar
dalam rangka memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dari luar
dirinya sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau pujian guru (Marx Lepper:
1988).
Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan
respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis
yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan
dari aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan
pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan
menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa
juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin
tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu
topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah
aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.
Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang
berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004)
Menurut Hermine Marshall motivasi belajar adalah kebermaknaan, nilai,
dan keuntungan-keuntungan kegiatan belajar belajar tersebut cukup menarik bagi
siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Pendapat lain motivasi belajar itu
ditandai oleh jangka panjang, kualitas keterlibatan di dalam pelajaran dan
kesanggupan untuk melakukan proses belajar ( Carole Ames: 1990). (Sunarto,
2008)
FMIPA Universitas Negeri Makassar
16
Dari uraian di atas jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya
kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Jadi, fungsi motivasi itu
meliputi berikut ini.
a) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi
maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.
b) Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan
kepencapaian tujuan yang diinginkan.
c) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi
mobil. Besar kecilnya motivasi menentukan cepat atau lambatnya suatu
pekerjaan.
Menurut Uno (2006), indikator motivasi belajar yang menungkinkan
seorang siswa dapat belajar dengan baik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
d. Adanya penghargaan dalam belajar
e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif.
B. KERANGKA PIKIR
Kelengkapan sarana yang mencakup segala peralatan dan perlengkapan
belajar merupakan hal yang sangat penting bagi seorang guru dalam
melaksanakan kegiatan mengajar di kelas. Salah satu sarana belajar yang sangat
mendukung bagi guru adalah media pengajaran yang disesuaikan dengan metode
pengajaran yang akan diterapkannya.
Media animasi dapat digunakan sebagai alternatif penyajian materi
pelajaran untuk menghindari rasa bosan yang dimiliki oleh siswa akibat metode
pengajaran yang monoton (tanpa variasi), sehingga perhatian siswa terhadap
pelajaran dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Media Pembelajaran
Pembelajaran menggunakan media animasi.(Kelas Eksperimen)
Pembelajaran tanpa menggunakan media animasi.(Kelas Kontrol)
Motivasi belajar fisika siswa tinggi Motivasi belajar fisika siswa rendah
Motivasi Belajar Fisika
Pembelajaran Fisika
17
Dengan penggunaan media atau alat bantu pengajaran yang berupa media
animasi dapat memberi pengaruh besar terhadap motivasi belajar siswa. Kerangka
pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan alur pikir sebagai berikut :
Alur Kerangka Pikir
C. HIPOTESIS
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir, maka dirumuskan
hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
FMIPA Universitas Negeri Makassar
18
”Terdapat perbedaan motivasi belajar fisika, antara siswa yang diajar
dengan menggunakan media animasi dengan siswa yang diajar tanpa
menggunakan media animasi”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari 2 variabel yaitu:
a. Variabel bebas, yaitu media animasi
b. Variabel terikat, yaitu motivasi belajar fisika siswa
2. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan “Post
Test Only Control Group Design”. Adapun desain penelitianya digambarkan
sebagai berikut:
R X O1
R - O2
(Arikunto, S. 2002:82)
Dimana:
R X O1 : Sekelompok siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku dipilih secara
acak dan diberi perlakuan berupa pengajaran fisika dengan
menggunakan media animasi kemudian dilakukan observasi untuk
mengetahui motivasi belajar fisika siswa.
R - O2 : Sekelompok siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku yang dipilih
secara acak dan diberi perlakuan pengajaran fisika dengan metode
FMIPA Universitas Negeri Makassar
19
ceramah tanpa menggunakan media animasi kemudian dilakukan
observasi untuk mengetahui motivasi belajar fisika siswa.
B. Defenisi Operasional Variabel
Variabel yang dilibatkan dalam penelitian secara operasional didefenisikan
sebagai berikut:
a. Media Animasi yaitu suatu media yang mengarah kepada suatu proses
yang menjadikan suatu objek baik berupa gambar maupun tulisan atau
informasi yang ada hubungannya dengan materi yang diajarkan, agar
kelihatan hidup atau bergerak yang memerlukan program khusus
(software) dalam bentuk program macromedia flash dan microsoft power
point, yang ditayangkan dengan bantuan LCD, proyektor dan dioperasikan
dengan menggunakan komputer (laptop).
b. Motivasi belajar fisika dalam penelitian ini adalah skor total yang
diperoleh melalui pengisian angket motivasi belajar fisika oleh siswa kelas
XI IPA SMA Negeri 1 Kalukku, dengan indikator berupa minat,
relevansi, harapan berhasil, kepuasan, keuletan dan ketekunan siswa.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Subjek populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 1 Kalukku tahun ajaran 2010/2011, yang terdiri dari 2 kelas dengan
jumlah populasi 79 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
“Random Sampling”. Dari hasil pegacakan terpilih sebagai kelas eksperimen
adalah kelas XI IPA I dengan jumlah siswa 39 orang dan yang terpilih sebagai
FMIPA Universitas Negeri Makassar
18
20
kelas kontrol adalah kelas XI IPA 2 dengan jumlah siswa 40 orang, jadi jumlah
sampel seluruhnya adalah 79 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa tes sikap siswa.
Instrumen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian dilakukan melalui 3 tahapan,
yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti mengurus izin penelitian ke pihak SMA Negeri I
Kalukku sekaligus melakukan observasi. Selanjutnya menyiapkan
perangkat pengajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran serta
menyiapkan bahan presentasi yang akan digunakan. Contoh Rencana
Pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran.
2. Tahap Pelaksanaan Proses Belajar-Mengajar
Pada tahap ini mulai dilaksanakan proses belajar-mengajar pada kelas
sampel sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan. Proses mengajar
dilakukan sendiri oleh peneliti. Memilih dua kelas sebagai sampel, yakni
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi
pembelajaran dengan menggunakan media animasi, sedangkan kelas
kontrol diberi pembelajaran dengan metode ceramah. Hal ini
dilaksanakan selama 1 bulan.
3. Tahap Akhir
Tahap akhir kegiatan ini adalah berupa pemberian tes motivasi belajar
siswa yang telah disetujui oleh pembimbing. Selanjutnya menganalisis
hasil tersebut, membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis data serta
menuliskan hasil penelitian.
Untuk instrumen motivasi belajar siswa digunakan skala likert dengan
terlebih dahulu ditentukan bobot tiap alternatif pilihan jawaban untuk setiap item
pernyataan dengan cara:
Skoring
FMIPA Universitas Negeri Makassar
21
Skoring dimaksudkan sebagai pemberian skor pada tiap butir item
instrumen yang digunakan pada penelitian ini. Untuk motivasi belajar
fisika siswa diberi skor berdasarkan skala pembobotan tiap alternatif
pilihan butir soal. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabulasi
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan berdasarkan
interval tertentu, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.
Pengelompokan dalam interval skor hasil didasarkan pada rentangan skor
yang diperoleh dari hasil tes, sehingga lebar kelas dan jumlah kelas
interval dapat ditentukan. Dalam hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
dalam analisis selanjutnya.
E. Teknik Analisa Data
Pengolahan data dilakukan melalui dua tahapan, yakni tahap pertama
dengan analisis statistik deskriptif dan tahap kedua adalah analisis statistik
inferensial. Kedua tahap tersebut di atas dikemukakan secara terperinci sebagai
berikut:
1. Analisis Statistik Deskriptif.
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk menyajikan atau mengungkapkan
karakteristik distribusi skor motivasi belajar fisika siswa. Hasil tersebut
ditampilkan dalam bentuk skor tertinggi, skor terendah, skor rata-rata, dan standar
deviasi. selanjutnya digunakan analisis taksiran rata-rata untuk memperoleh
gambaran tentang skor motivasi belajar fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan media animasi maupun yang tidak menggunakan media animasi.
Persamaan yang digunakan adalah:
Χ̄−t pS√n √ N−n
n−1<μ< Χ̄+t p
S√n √ N−n
n−1
(Sudjana, 1992 : 203)
dengan :
Χ̄ = rata – rata total skor responden
S = standar deviasi
FMIPA Universitas Negeri Makassar
22
N = jumlah populasi
n = jumlah sampel
tp = nilai t diperoleh dari daftar distribusi student dengan p =
12 (1 +γ ) dan
dk = n – 1
2. Analisis Inferensial
Untuk keperluan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian dasar-dasar analisis statistik yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Pengujian Normalitas
Untuk pengujian normalitas dalam penelitian ini digunakan uji Chi-
Kuadrat yang bertujuan untuk mengetahui data yang diteliti, apakah data
yang diperoleh dari responden berdistibusi normal atau tidak dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
χhitung2 =∑
i=1
k (Oi−Ei )2
Ei
(Sudjana, 1992 : 273)
dengan :
χ2 = Chi-Kuadrat
k = banyaknya kelas interval.
Oi = frekuensi pengamatan
Ei = frekuensi harapan
Kriteria Pengujian :
Apabila χ2
hitung < χ2tabel dengan dk = (k – 3) pada taraf signifikan α =
0,05, maka data dikatakan berdistribusi normal.
b. Pengujian Homogenitas
Untuk pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunkan uji-F
dengan rumus :
FMIPA Universitas Negeri Makassar
23
F=Varians terbesarVarians terkecil
(Sudjana, 1992 : 250)
Kriteria Pengujian :
Homogen jika Fhitung < Ftabel diperoleh dari distribusi F dengan derajat
kebebasan masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut pada
taraf nyata α = 0,05.
c. Pengujian Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis ini digunakan uji dua pihak yaitu:
H0 : 1 = 2
H1 : 1 ≠ 2
(Sudjana, 1992: 239)
Keterangan:
1 = skor rata-rata motivasi belajar fisika siswa yang diberi pembelajaran
menggunakan media animasi
2 = skor rata-rata motivasi belajar fisika yang diberi pembelajaran tanpa
menggunakan media animasi
Statistik uji yang digunakan adalah uji-t dengan persamaan:
t=X̄1−X̄2
S √ 1n1
+1n2
(Sudjana, 1992: 239)
dimana:
S2=(n1−1 )2 S1+(n2−1 )2 S2
n1+n2−2
(Sudjana, 1992: 239)
Keterangan:
FMIPA Universitas Negeri Makassar
24
X̄1 = rata-rata skor responden kelas eksperimen I
X̄ 2= rata-rata skor responden kelas eksperimen II
S1 = standar deviasi kelas eksperimen I
S2 = standar deviasi kelas eksperimen II
n1 = banyaknya responden kelas eksperimen I
n2 = banyaknya responden kelas eksperimen II
Kriteria pengujian:Terima H0 jika -t(1−1
2α )(n1 + n2−2)
t t(1−1
2α )(n1 + n2−2)
dan
untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Deskriptif.
1. Gambaran umum data skor motivasi belajar untuk kelas eksperimen.
Berdasarkan sampel yang diteliti, diperoleh bahwa motivasi belajar fisika
siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku yang diajar pada kelas eksperimen
menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai adalah 137 dari skor maksimum
(160) yang mungkin diperoleh, skor terendah adalah 98 dari skor minimum (40),
sedangkan skor rata-rata yang dicapai adalah 114 atau 71,3% dari skor total (160)
yang mungkin dicapai, dengan standar deviasi 10,3. Hasil analisis taksiran rata-
rata skor sikap siswa menunjukkan bahwa skor rata-rata populasi berada pada
interval dengan batas 111,63 sampai 116,37. Analisis selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran.
2. Gambaran umum data skor motivasi belajar untuk kelas Kontrol.
Untuk siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku yang diajar pada kelas
kontrol menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai adalah 132 dari skor
maksimum (160) yang mungkin diperoleh, skor terendah adalah 91 dari skor
minimum (40), sedangkan skor rata-rata yang dicapai adalah 109 atau 68,1% dari
skor total (160) yang mungkin dicapai, dengan standar deviasi 9,84. Hasil analisis
taksiran rata-rata skor sikap siswa menunjukkan bahwa skor rata-rata populasi
FMIPA Universitas Negeri Makassar
25
berada pada interval dengan batas 105,80 sampai 110,20. Analisis selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran.
Dari hasil analisis statistik deskriptif diperoleh nilai taksiran rata-rata
antara kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol tidak sama. Hal ini
menunjukkan bahwa motivasi belajar fisika siswa antara siswa yang diberi
pembelajaran menggunakan media animasi pada kelas eksperimen dengan siswa
yang diberi pembelajaran tanpa menggunakan media animasi pada kelas kontrol
berbeda. Agar lebih jelasnya, maka berikut merupakan data yang dibuat dalam
bentuk tabel.
Tabel 1. Statistik skor motivasi belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol
siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kalukku
StatistikNilai Statistik
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Ukuran sampel
Skor tertinggi
Skor terendah
Rentang skor
Skor rata-rata
Standar deviasi
39
137
98
39
114
10,3
40
132
91
41
108
9,8
Sedangkan tabulasi dan grafik untuk skor motivasi belajar secara
keseluruhan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi persentase motivasi belajar fisika siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol .
Sangat
TermotivasiTermotivasi
Tidak
Termotivasi
Sangat Tidak
Termotivasi
Kelas
Eksperimen7.7% 82.1% 10.3% 0.0%
Kelas
Kontrol2.5% 72.5% 25.0% 0.0%
FMIPA Universitas Negeri Makassar
24
26
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
7.7
82.1
10.3
0.02.5
72.5
25.0
0.0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Gambar 1. Histogram persentase motivasi belajar siswa dalam pelajaran
fisika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol .
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa jumlah persentase responden
paling banyak ada pada kategori termotivasi dimana pada kelas eksperimen
sebanyak 82,1% dan pada kelas kontrol sebanyak 72,5% hal ini menunjukkan
bahwa motivasi siswa dalam pelajaran fisika pada kelas eksperimen lebih tinggi
dari pada motivasi siswa pada kelas kontrol, walaupun perbedaanya tidak terlalu
besar.
Selanjutnya hasil penelitian ini dipilah berdasarkan indikator-indikator
motivasi belajar siswa dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan grafik sebagai
berikut:
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Sangat termotivasi Termotivasi Tidak Termotivasi Sangat Tidak Termotivasi
27
1. Minat belajar fisika siswa
Tabel 3. Distribusi persentase minat belajar fisika pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol
Sangat Berminat Berminat Tidak Berminat Sangat Tidak
Berminat
Kelas
Eksperimen 10.3 % 76.9% 12.8% 0.0%
Kelas
Kontrol5.0% 65.0% 30.0% 0.0%
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
10.3
76.9
12.8
0.05.0
65.0
30.0
0.0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Gambar 2. Histogram persentase minat belajar siswa fisika kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa presentasi jumlah responden
yang paling besar ada pada kategori berminat dimana pada kelas eksperimen
sebanyak 76,9% sedangkan pada kelas kontrol 65,0% hal ini menandakan bahwa
pada indikator minat belajar siswa pada kelas eksperimen lebih besar dari pada
minat belajar siswa pada kelas kontrol.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Sangat berminat berminat Tidak berminatSangat Tidak berminat
Persentase (%)
28
2. Relevansi
Tabel 4. Distribusi persentase relevansi pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Sangat Relevan Relevan Tidak RelevanSangat Tidak
Relevan
Kelas
Eksperimen 2.6% 56.4% 41.0 % 0.0%
Kelas
Kontrol 2.5% 45.0% 52.5 % 0.0%
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
2.6
56.4
41.0
0.02.5
45.0
52.5
0.0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Gambar 3. Histogram persentase relevansi pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa jumlah persentasi paling
banyak terdapat pada kategori relevan dimana pada kelas eksperimen sebanyak
56,4% sedangkan pada kelas kontrol sebayak 45.0% hal ini menandakan bahwa
rata-rata siswa pada kelas eksperimen lebih bersikap relevan dibandingkan dengan
siswa pada kelas kontrol
3. Harapan berhasil siswa dalam pelajaran fisika
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Sangat relevan relevan Tidak relevan Sangat Tidak relevan
Persentase (%)
29
Tabel 5. Distribusi persentase harapan berhasil siswa dalam pelajaran fisika
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Sangat Besar Besar Kecil Sangat Kecil
Kelas
Eksperimen20.5% 71.8% 7.7% 0.0%
Kelas
Kontrol12.5% 80.0% 7.5% 0.0%
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
20.5
71.8
7.7
0.0
12.5
80.0
7.5
0.0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Gambar 4. Histogram persentase harapan berhasil siswa dalam pelajaran
fisika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa jumlah persentase responden
paling banyak ada pada kategori besar dimana pada kelas eksperimen sebanyak
71,8% dan pada kelas kontrol sebanyak 80,0 % hal ini menunjukkan bahwa
harapan untuk berhasil siswa pada kelas kontrol lebih besar dari pada sikap siswa
pada kelas eksperimen.
4. Kepuasan siswa dalam pelajar fisika
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Sangat besar Besar Kecil Sangat Kecil
Persentase (%)
30
Tabel 6. Distribusi persentase kepuasan siswa dalam pelajaran fisika pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol .
Sangat Puas Puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas
Kelas
Eksperimen5.1% 84.6% 10.3% 0.0%
Kelas
Kontrol10.0% 65.0% 25.0% 0.0%
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
5.1
84.6
10.3
0.0
10.0
65.0
25.0
0.0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Gambar 5. Histogram persentase kepuasan siswa dalam pelajaran fisika
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol .
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa jumlah persentase responden
paling banyak ada pada kategori puas dimana pada kelas eksperimen sebanyak
84,6% dan pada kelas kontrol sebanyak 65,0% hal ini menunjukkan bahwa
kepuasan siswa dalam pelajaran fisika pada kelas eksperimen lebih besar dari
pada sikap siswa pada kelas kontrol.
5. Keuletan siswa dalam pelajaran fisika
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Sangat puas Puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas
Persentase (%)
31
Tabel 7. Distribusi persentase keuletan siswa dalam pelajaran fisika pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol .
Sangat Ulet Ulet Tidak Ulet Sangat Tidak Ulet
Kelas
Eksperimen5.1% 61.5% 33.3% 0.0%
Kelas
Kontrol0.0% 37.5 % 62.5% 0.0%
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
5.1
61.5
33.3
0.00.0
37.5
62.5
0.0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Gambar 6. Histogram persentase keuletan siswa dalam pelajaran fisika
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol .
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa jumlah persentase responden
paling banyak ada pada kategori ulet dimana pada kelas eksperimen sebanyak
84,6% dan pada kelas kontrol sebanyak 37,5% hal ini menunjukkan bahwa
keuletan siswa dalam pelajaran fisika pada kelas eksperimen lebih besar dari pada
sikap siswa pada kelas kontrol.
6. Ketekunan siswa dalam pelajaran fisika
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Sangat ulet Ulet Tidak Ulet Sangat Tidak Ulet
Persentase (%)
32
Tabel 8. Distribusi persentase ketekunan siswa dalam pelajaran fisika pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol .
Sangat Tekun Tekun Tidak Tekun Sangat Tidak Tekun
Kelas
Eksperimen30.8% 66.7% 2.6% 0.0%
Kelas
Kontrol12.5% 77.5% 10.0% 0.0%
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
30.8
66.7
2.60.0
12.5
77.5
10.0
0.0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Gambar 7. Histogram persentase ketekunan siswa dalam pelajaran fisika
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol .
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa jumlah persentase responden
paling banyak ada pada kategori tekun dimana pada kelas eksperimen sebanyak
66,7% dan pada kelas kontrol sebanyak 77,5% hal ini menunjukkan bahwa
ketekunan siswa dalam pelajaran fisika pada kelas eksperimen lebih rendah dari
pada ketekunan siswa pada kelas kontrol.
B. Analisis Inferensial
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Sangat tekun Tekun Tidak Tekun Sangat Tidak Tekun
Persentase (%)
33
Sebelum diuji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini maka terlebih
dahulu dilakukan pengujian dasar-dasar analisis yang merupakan syarat dalam
pemakaian statistik.
Pengujian dasar-dasar analisis meliputi:
1. Pengujian Normalitas Data
Pengujian normalitas data skor motivasi belajar fisika siswa pada kelas
eksperimen, dari hasil perhitungan diperoleh xhitung2 = 5 ,40 sedangkan nilai x tabel
2
pada taraf nyata α = 0,05 dan dk = 6-3 = 3 diperolehx(0 ,95 )(3 )2 = 7 , 81 .
Berdasarkan hasil dan kriteria pengujiannya maka terlihat bahwa xhitung2 < x tabel
2,
dengan demikian data skor sikap siswa bagi siswa kelompok eksperimen berasal
dari populasi yang berdistribusi normal. (Analisis selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran).
Sedangkan pengujian normalitas data skor motivasi belajar fisika siswa
pada kelas kontrol, dari hasil perhitungan diperoleh xhitung2 = 6 , 47 dan pada taraf
nyata α = 0,05 diperoleh x tabel2 (0 , 975 /6−3 ) = 7 , 81 . Berdasarkan hasil dan
kriteria pengujiannya terlihat bahwa xhitung2 < x tabel
2 dengan demikian data skor
sikap siswa kelompok kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi
normal. (Analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).
2. Pengujian Homogenitas Varians
Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1,09 sedangkan untuk taraf nyata
α=0 , 05 , diperoleh F(0,05;39-1;40-1) = F(0,05;35;36) = 1,75. Oleh karena Fhitung = 1,09 <
Ftabel = 1,75, hal ini menunjukkan bahwa data skor motivasi belajar fisika siswa
yang dicapai kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varians yang
homogen pada pada taraf signifikan α = 0,05. (Penyajian selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran).
FMIPA Universitas Negeri Makassar
34
3. Uji Hipotesis
Dari hasil analisis data seperti yang disajikan pada lampiran diperoleh nilai
thitung = 2,70. Sedangkan nilai ttabel dengan derajat kebebasan dk = 77 dan taraf
nyata = 0,05 sebesar 2,00. Berdasarkan kriteria pengujiannya, maka H0 ditolak
yang berarti hipotesis diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
“terdapat perbedaan motivasi belajar fisika antara siswa yang diberi
pembelajaran pada kelas eksperimen dengan pembelajaran pada kelas kontrol
siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku”.
C. Pembahasan
Selama ini animasi digunakan dalam media pembelajaran untuk dua
alasan. Pertama, menarik perhatian siswa dan memperkuat motivasi. Animasi
jenis ini biasanya berupa tulisan atau gambar yang bergerak-gerak, animasi yang
lucu, aneh yang sekiranya akan menarik perhatian siswa. Fungsi yang kedua
adalah sebagai sarana untuk memberikan pemahaman kepada murid atas materi
yang akan diberikan (Utami, 2007).
Berdasarkan hasil analisis statistik secara deskriptif mengungkapkan
bahwa, skor motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku
yang diberi pembelajaran pada kelas eksperimen berbeda dengan siswa yang
diberi pembelajaran pada kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari nilai taksiran
rata-rata yang diperoleh, dimana skor rata-rata populasi kelas eksperimen berada
pada rentang 111,63 sampai 116,37 sedangkan skor rata-rata populasi kelas
kontrol berada pada rentang 105,80 sampai 110,20.
Untuk memperkuat hasil analisis deskriptif di atas, maka dilakukan
analisis statistik inferensial guna membuktikan hipotesis yang diajukan. Dengan
demikian diperoleh hasil analisis yang menggunakan uji-t, secara signifikan
membuktikan H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti, bahwa terdapat perbedaan
dalam hal motivasi belajar fisika antara siswa yang diberi pembelajaran pada
kelas eksperimen dengan siswa yang diberi pembelajaran pada kelas kontrol pada
siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalukku.
Kerangka pikir yang dibangun pada awal penelitian menunjukkan
optimisme peneliti melihat akan adanya perbedaan motivasi belajar fisika siswa
FMIPA Universitas Negeri Makassar
35
yang terbangun pada pembelajaran yang menggunakan media animasi dengan
pembelajaran tanpa menggunakan media animasi yang digunakan di SMA Negeri
I Kalukku. Hal ini terbukti dimana siswa yang diberi perlakuan dengan
menggunakan media animasi memperlihatkan sikap lebih senang belajar fisika,
setiap siswa lebih memperhatikan pelajaran dan lebih berani untuk bertanya. Hal
ini ternyata berimplikasi pada perubahan motivasi belajar siswa. Dan akhirnya
diperoleh bahwa penggunaan media animasi dalam pembelajaran memberikan
hasil berupa motivasi belajar fisika siswa lebih baik dari pada pembelajaran tanpa
menggunakan media animasi.
Menyimak hasil penelitian, dapat dipaparkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan media animasi lebih efektif, karena siswa lebih memperhatikan
pelajaran dan tampilan yang menarik dapat mengurangi kebosanan siswa dalam
belajar fisika. Berbeda halnya pada pembelajaran dengan menggunakan metode
konvensional (ceramah bervariasi) yang cenderung didominasi oleh guru dimana
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya dan siswa menerima informasi
yang disampaikan oleh guru. Akibatnya siswa tidak begitu termotivasi dan
antusiasme siswa agak kurang.
Ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Brophy (Sunarto, 2004) bahwa
siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas
tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya,
motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan
dalam mencapai tujuan belajar tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan media animasi bila diterapkan dengan baik tentunya siswa
akan mendapat peluang yang lebih besar untuk mengetahui lebih banyak tentang
fisika. Dengan demikian, akan tercipta proses belajar yang bermakna yang pada
gilirannya akan diperoleh motivasi untuk belajar fisika yang besar pada siswa.
Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan agar siswa memiliki
motivasi belajar fisika dengan memberikan pembelajaran dengan menggunakan
media animasi khususnya bagi siswa kelas XI IPA I SMA Negeri I Kalukku.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
36
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian data dan pembahasan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Motivasi belajar fisika siswa pada kelas yang diajar menggunakan media
animasi berada pada tingkat termotivasi, sedangkan pada kelas yang diajar tanpa
menggunakan media animasi motivasi belajar fisika siswanya berada pada tingkat
tidak termotivasi.
Terdapat perbedaan motivasi yang signifikan antara kelompok siswa yang
diberi model pembelajaran menggunakan media animasi dengan kelompok siswa
yang diberi pembelajaran tanpa menggunakan media animasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media animasi memberikan
pengaruh yang lebih baik dalam hal memberikan motivasi belajar fisika pada
siswa dibanding pembelajaran tanpa menggunakan media animasi.
B. Saran
Sehubungan dengan kesimpulan hasil penelitian yang dikemukakan di
atas, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini hendaknya bisa menjadi suatu pembelajaran bagi guru
mata pelajaran, khususnya mata pelajaran fisika dalam rangka
meningkatkan motivasi belajar fisika siswa dan hasil belajarnya.
2. Bagi guru mata pelajaran fisika kiranya dapat menggunakan media
animasi pada pokok bahasan yang dianggap sesuai dan tepat menggunakan
pembelajaran ini.
3. Kepada peneliti selanjutnya yang berminat dengan masalah ini, kiranya
dapat melakukan penelitian dengan menambah variabel, sampel penelitian,
membedakan model pembelajaran yang disajikan serta lebih mengontrol
variabel-variabel yang belum dilakukan pada penelitian ini guna
memperoleh hasil yang lebih baik lagi
FMIPA Universitas Negeri Makassar36
37
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. 5 Konsep Penting Motivasi Belajar . http://motivasibelajar. wordpress .com/2008/05/16/3/ . Diakses pada 15 Januari 2011.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Edisi revisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Haling, Abdul. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Nurhayati dan Sappe, W, L. 2004. Stategi Belajar Mengajar. Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Santyasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran. Universitas Pendidikan Ganesha
Sudjana. 1992. Metode Statistika. Tarsito, Bandung
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabet
Persentase Perbandingan skor motivasi belajar fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
Jumlah item soal : 40Skor tertinggi per soal : 4Skor terendah per soal : 1Skor total maximum yang mungkin dicapai : 40x4 = 24Skor total minimum yang mungkin dicapai : 40x1 = 40Banyak kelas : 4 (ditentukan)
Lebar kelas : 160−40
4 =30
Kelas Eksperimen
Skor Frekuensi Persentase (%)
160-131
(Sangat Termotivasi)3 7.7
130-101
(Termotivasi)32 82.1
100-71
(Tidak Termotivasi)4 10.3
70-40
(Sangat Tidak Termotivasi)0 0.0
Jumlah 39 100.0
Kelas Kontrol
Skor Frekuensi Persentase (%)
160-131
(Sangat Termotivasi)1 2.5
130-101
(Termotivasi)29 72.5
100-71
(Tidak Termotivasi)10 25.0
70-40
(Sangat Tidak Termotivasi)0 0.0
Jumlah 40 100.0
FMIPA Universitas Negeri Makassar
96
FMIPA Universitas Negeri Makassar
LAMPIRAN 4 :
PERHITUNGAN STATISTIK
97
Tabulasi Perbandingan Indikator-Indikator Motivasi Belajar Fisika Kelas
c. Tabel Frekuensi Skor Minat Kelas Eksperimen & Kelas Kontrol
Jumlah item soal : 6Skor tertinggi per soal : 4Skor terendah per soal : 1Skor total maximum yang mungkin dicapai : 6x4 = 24Skor total minimum yang mungkin dicapai : 6x1 = 6Banyak kelas : 4 (ditentukan)
Lebar kelas : 24−6
4=4,5 ≈ 5
Kelas Eksperimen
Skor Frekuensi Persentase (%)
25-21(Sangat Berminat)
4 10.3
20-16(Berminat)
30 76.9
15-11(Tidak Berminat)
5 12.8
10-6(Sangat Tidak Berminat)
0 0.0
Jumlah 39 100.0
Kelas Kontrol
Skor Frekuensi Persentase (%)
25-21(Sangat Berminat)
2 5.0
20-16(Berminat)
26 65.0
15-11(Tidak Berminat)
12 30.0
10-6(Sangat Tidak Berminat)
0 0.0
Jumlah 40 100.0
FMIPA Universitas Negeri Makassar
100
2. Relevansia. Tabel Skor Relevansi Kelas Eksperimen
c. Tabel Frekuensi Skor Relevansi Kelas Eksperimen & Kelas Kontrol
Jumlah item soal : 8Skor tertinggi per soal : 4Skor terendah per soal : 1Skor total maximum yang mungkin dicapai : 8x4 = 32Skor total minimum yang mungkin dicapai : 8x1 = 8Banyak kelas : 4 (ditentukan)
Lebar kelas : 32−8
4=6
Kelas Eksperimen
Skor Frekuensi Persentase (%)
32-27(Sangat Relevan)
1 2.6
26-21(Relevan)
22 56.4
20-15(Tidak Relevan)
16 41.0
14-8(Sangat Tidak Relevan)
0 0.0
Jumlah 39 100.0
Kelas Kontrol
Skor Frekuensi Persentase (%)
32-27(Sangat Relevan)
1 2.5
26-21(Relevan)
18 45.0
20-15(Tidak Relevan)
21 52.5
14-8(Sangat Tidak Relevan)
0 0.0
Jumlah 40 100.0
FMIPA Universitas Negeri Makassar
103
3. Harapan untuk Berhasila. Tabel Skor Harapan untuk Berhasil Kelas Eksperimen
c. Tabel Frekuensi Skor Harapan untuk Berhasil Kelas Eksperimen & Kelas Kontrol
Jumlah item soal : 7Skor tertinggi per soal : 4Skor terendah per soal : 1Skor total maximum yang mungkin dicapai : 7x4 = 28Skor total minimum yang mungkin dicapai : 7x1 = 7Banyak kelas : 4 (ditentukan)
Lebar kelas : 28−7
4=5,25≈ 6
Kelas Eksperimen
Skor Frekuensi Persentase (%)
28-23(Sangat Besar)
8 20.5
22-17(Besar)
28 71.8
16-11(Kecil)
3 7.7
10-5(Sangat Kecil)
0 0.0
Jumlah 39 100.0
Kelas Kontrol
Skor Frekuensi Persentase (%)
28-23(Sangat Besar)
5 12.5
22-17(Besar)
32 80.0
16-11(Kecil)
3 7.5
10-5(Sangat Kecil)
0 0.0
Jumlah 40 100.0
FMIPA Universitas Negeri Makassar
106
4. Kepuasana. Tabel Skor Kepuasan Kelas Eksperimen
c. Tabel Frekuensi Skor Kepuasan Kelas Eksperimen & Kelas Kontrol
Jumlah item soal : 6Skor tertinggi per soal : 4Skor terendah per soal : 1Skor total maximum yang mungkin dicapai : 6x4 = 24Skor total minimum yang mungkin dicapai : 6x1 = 6Banyak kelas : 4 (ditentukan)
Lebar kelas : 24−6
4=4,5 ≈ 5
Kelas Eksperimen
Skor Frekuensi Persentase (%)
25-21(Sangat Puas)
2 5.1
20-16(Puas)
33 84.6
15-11(Tidak Puas)
4 10.3
10-6(Sangat Tidak Puas)
0 0.0
Jumlah 39 100.0
Kelas Kontrol
Skor Frekuensi Persentase (%)
25-21(Sangat Puas)
4 10.0
20-16(Puas)
26 65.0
15-11(Tidak Puas)
10 25.0
10-6(Sangat Tidak Puas)
0 0.0
Jumlah 40 100.0
FMIPA Universitas Negeri Makassar
109
5. Keuletana. Tabel Skor Keuletan Kelas Eksperimen
c. Tabel Frekuensi Skor Keuletan Kelas Eksperimen & Kelas Kontrol
Jumlah item soal : 6Skor tertinggi per soal : 4Skor terendah per soal : 1Skor total maximum yang mungkin dicapai : 6x4 = 24Skor total minimum yang mungkin dicapai : 6x1 = 6Banyak kelas : 4 (ditentukan)
Lebar kelas : 24−6
4=4,5 ≈ 5
Kelas Eksperimen
Skor Frekuensi Persentase (%)
25-21(Sangat Ulet)
2 5.1
20-16(Ulet)
24 61.5
15-11(Tidak Ulet)
13 33.3
10-6(Sangat Tidak Ulet)
0 0.0
Jumlah 39 100.0
Kelas Kontrol
Skor Frekuensi Persentase (%)
25-21(Sangat Ulet)
0 0.0
20-16(Ulet)
15 37.5
15-11(Tidak Ulet)
25 62.5
10-6(Sangat Tidak Ulet)
0 0.0
Jumlah 40 100.0
FMIPA Universitas Negeri Makassar
112
6. Ketekunana. Tabel Skor Ketekunan Kelas Eksperimen
c. Tabel Frekuensi Skor Ketekunan Kelas Eksperimen & Kelas Kontrol
Jumlah item soal : 7Skor tertinggi per soal : 4Skor terendah per soal : 1Skor total maximum yang mungkin dicapai : 7x4 = 28Skor total minimum yang mungkin dicapai : 7x1 = 7Banyak kelas : 4 (ditentukan)
Lebar kelas : 28−7
4=5,25≈ 6
Kelas Eksperimen
Skor Frekuensi Persentase (%)
28-23(Sangat Tekun)
12 30.8
22-17(Tekun)
26 66.7
16-11(Tidak Tekun)
1 2.6
10-5(Sangat Tidak Tekun)
0 0.0
Jumlah 39 100.0
Kelas Kontrol
Skor Frekuensi Persentase (%)
28-23(Sangat Tekun)
5 12.5
22-17(Tekun)
31 77.5
16-11(Tidak Tekun)
4 10.0
10-5(Sangat Tidak Tekun)
0 0.0
Jumlah 40 100.0
FMIPA Universitas Negeri Makassar
115
Perhitungan Analisis Taksiran Rata-Rata Motivasi Belajar Fisika Siswa
Kelas Eksperimen
Dengan melihat skor tes motivasi belajar fisika yang dicapai oleh siswa, maka
didapatkan data sebagai berikut:
Skor rata-rata (x̄ ) = 114
Standar Deviasi (S) = 10,3
Jumlah sampel (n) = 39
Analisis taksiran rata-rata :
X̄−t pS√n √ N−n
N−1<μ< X̄+t p
S√n √ N−n
N−1
(Sudjana, 1992 : 203)
dengan P= 1
2( 1 + γ ) ; γ=0 , 95
P=12
( 1 + 0 ,95 ) =0 , 975
dk = n−1=39−1=38
diperoleh tp(0,975;38) = 2,02 (hasil interpolasi)
114−2 ,0210 ,3√39 √79 − 39
79 − 1<μ< 114+ 2 , 02
10 , 3√39 √79 − 39
79 − 1114 − 2 , 37 < μ < 114 + 2 , 37
111 , 63 < μ < 116 , 37
Jadi skor rata-rata populasi kelas Eksperimen adalah berada pada interval
dengan batas 111,63 sampai 116,37
FMIPA Universitas Negeri Makassar
116
Perhitungan Analisis Taksiran Rata-Rata Skor Sikap Siswa Kelas kontrol
Dengan melihat skor tes motivasi belajar fisika yang dicapai oleh siswa, maka
didapatkan data sebagai berikut:
Skor rata-rata (x̄ ) = 108
Standar Deviasi (S) = 9,84
Jumlah sampel (n) = 40
Analisis taksiran rata-rata:
X̄−t pS√n √ N−n
N−1<μ< X̄+t p
S√n √ N−n
N−1
(Sudjana, 1992 : 203)
dengan P= 1
2( 1 + γ ) ; γ=0 , 95
P=12
( 1 + 0 ,95 ) =0 , 975
dk = n−1=40−1=39
diperoleh tp(0,975;39) = 2,02 (hasil interpolasi)
108−2 ,029 , 84√40 √79 − 40
79 − 1<μ< 108 + 2 ,02
9 , 84√40 √79 − 40
79 − 1108 −2 , 20 < μ < 108 + 2, 20
105 ,8 < μ < 110 ,2
Jadi skor rata-rata populasi kelas kontrol adalah berada pada interval
dengan batas 105,80 sampai 110,20
FMIPA Universitas Negeri Makassar
117
Pengujian normalitas data skor motivasi belajar fisika siswa kelas
eksperimen
Harga-Harga yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Rata-Rata (X̄ ) = 114Deviasi Standar (S) = 10,3Skor maksimum = 137Skor minimum = 98Jumlah Sampel (n) = 39Rentang skor (R) = 137 - 98 = 39Banyak Interval Kelas (k) = 1 + 3,3 log. 39 = 6.25≈ 6Lebar Kelas (l) = 39 / 6 = 6,5 = 7
Kelas Interval
Batas Kelas
(x)
Z untuk batas kelas
Z tabelLuas
IntervalEi Oi
( Ei − Oi )2
Ei
94.5 -1.89 0.470695-101 0.0837 3.26 4 0.17
101.5 -1.21 0.3869102-108 0.185 7.22 11 1.99
108.5 -0.53 0.2019109-115 0.1423 5.55 9 2.15
115.5 0.15 0.0596116-122 0.2101 8.19 7 0.17
122.5 0.83 0.2697123-129 0.1635 6.38 5 0.30
129.5 1.50 0.4332130-136 0.0522 2.04 2 0.00
136.5 2.18 0.4854137-142 0.0118 0.46 1 0.63
142.5 2.77 0.4972
Jumlah 39 5.40
Dari hasil perhitungan diatas, di peroleh nilai χhitung2
sebesar 5.40, sedangkan nilai
χ tabel2
pada taraf nyata = 0,05 dan dk = k − 3 = 6 − 3 = 3 , diperoleh χ(0,95 )(3)2
FMIPA Universitas Negeri Makassar
118
.adalah sebesar 7,81. Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa nilai
χhitung2 < χ tabel
2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skor sikap ilmiah siswa
kelas eksperimen berdistribusi normal pada taraf signifikan α = 0,05.
Pengujian normalitas data skor motivasi belajar fisika siswa yang dicapai kelas kontrol
Harga-Harga yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Rata-Rata (X̄ ) = 108Deviasi Standar (S) = 9,84Skor maksimum = 132Skor minimum = 91Jumlah Sampel (n) = 40Rentang skor (R) = 132 – 91 = 41Banyak Interval Kelas (k) = 1 + 3,3 log. 40 = 6,28 ≈ 6Lebar Kelas (l) = 41 / 6 = 6,8 = 7
Kelas Interval
Batas Kelas (x)
Z untuk batas kelas
Z tabelLuas
IntervalEi Oi
( Ei − Oi )2
Ei
89.5 -2.49 0.493690-96 0.0311 1.24 3 2.48
96.5 -1.78 0.462597-103 0.1048 4.19 9 1.51
103.5 -1.07 0.3577104-110 0.2171 8.68 9 0.01
110.5 -0.36 0.1406111-117 0 0.00 13 0.00
117.5 0.36 0.1406118-124 0.2171 8.68 3 2.72
124.5 1.07 0.3577125-131 0.1048 4.19 2 1.15
131.5 1.78 0.4625132-138 0.0311 1.24 1 0.05
138.5 2.49 0.4936Jumlah 40 6.47
Dari hasil perhitungan diatas, di peroleh nilai χhitung2
sebesar 6,47,
sedangkan nilai χ tabel2
pada taraf nyata = 0,05 dan dk = k − 3 = 6 − 3 = 3 ,
diperoleh χ(0,95 )(3)2
.adalah sebesar 7,81
FMIPA Universitas Negeri Makassar
119
Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa nilai χhitung2 < χ tabel
2.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skor sikap ilmiah siswa kelas kontrol
berdistribusi normal pada taraf signifikan α = 0,05.
Pengujian homogenitas data skor motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 1 Kalukku
Adapun harga-harga yang diperlukan sebagai berikut :
a. Kelompok eksperimen
S1 = 10,30
S12 = 106,09
n1 = 39
b. Kelompok kontrol
S2 = 9,84
S22 = 96,8256
n2 = 40
Dengan menggunakan rumus Fhitung sebagai berikut :
Fhitung=var ians terbesarvar ians terkecil
(Sudjana, 1992 : 250)
Diperoleh :
Fhitung=106,0996,8256
=1. 09
Untuk taraf nyata α=0 , 05 , diperoleh F(0,05;39-1;40-1) = F(0,05;32;31) = 1,75 (hasil
interpolasi). Oleh karena Fhitung = 1,09 < Ftabel = 1,75. Jadi dapat disimpulkan bahwa
skor motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kalukku antara
kedua kelompok berasal dari populasi yang homogen.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
120
Pengujian Hipotesis
Dalam pengujian hipotesis ini digunakan uji-t dua pihak dan untuk
pengujian hipotesis tersebut dibutuhkan data sebagai berikut: