-
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai
bagian dari tugas akademis di Program Studi Muamalat (Ekonomi
Islam) Fakultas
Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Shalawat beriring salam semoga tercurah baginda Rasulullah SAW,
yang
telah memperjuangkan agama Islam dan keselamatan kaum muslimin
serta
memberikan tuntunan kepada umat manusia menuju akhlakul karimah.
Pembawa
syariat bagi seluruh manusia dalam setiap ruang dan waktu hingga
akhir zaman.
Penulis berharap skripsi ini dapat memenuhi persyaratan guna
memperoleh
gelar sarjana (S1) dalam bidang Ekonomi Islam dari Fakultas
Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dibalik kekurangan dan keterbatasannya, penulis merasa sangat
bahagia atas
terselesaikannya skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini
tentunya ada banyak
kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi. Namun berkat
semangat dan bantuan
dari berbagai pihak, maka segala kesulitan tersebut dapat
teratasi. Kebahagiaan tak
ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat
mempersembahkan yang terbaik
i
-
kepada orang tua, keluarga, khususnya kepada Almarhumah Ibunda
Lilis Masripah
tercinta. Semoga segala amal dan perbuatannya diterima disisi
Allah SWT.
Akhirnya penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada
pihak-pihak yang telah berjasa dalam penyelesaiian skripsi ini,
yaitu:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan
Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Muamalat
(Ekonomi
Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH, selaku Sekretaris Program
Studi
Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Asep Saepuddin Jahar, MA, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing
Akademik dan
juga sebagai Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas segala
saran,
masukan, arahan serta bimbingannya sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas ilmu yang telah
diberikan.
6. Pimpinan dan Staff Tabung Wakaf Indonesia, khususnya Ibu
Fadilannisa,
selaku Staff Divisi Fundraising yang telah banyak membantu
penulis dalam
mencari dan mengumpulkan data untuk penyelesaian skripsi
ini.
ii
-
7. Orang tua tercinta Ayahanda Usep BS dan Ibunda Almarhumah
Lilis
Masripah. Salam sujud penulis haturkan atas kesabaran,
keikhlasan, perhatian
dan cinta dan kasih sayang yang tak pernah pudar serta doa yang
tak hentin-
hentinya kepada Allah SWT. Senantiasa agar penulis meraih
kesuksesan
belajar dan prestasi gemilang, juga atas perjuangan mereka yang
telah
mendidik dan mengayomi serta mengajarkan makna kehidupan. Dan
juga
kepada seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan
dorongan dan
dukungan moril maupun materil.
8. Dwi Lis Widarti, someone special bagi penulis, terima kasih
atas dorongan
semangat dan motivasinya sehingga terselesaikannya skripsi
ini.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan, Perbankan Syariah angkatan
2005,
khusunya kelas B. terima kasih atas persahabatan yang terjalin
dan dorongan
semangat yang diberikan. Khusunya kepada Erik Lesmana, Zainal
Arifin,
terima kasih atas printer-nya. Abdul Fatah, Arif Hamdan, Sapar,
Naidy, Iyoe,
Faaiz, Syukri dan seluruh teman-teman yang tidak bisa penulis
sebutkan satu
persatu.
10. Teman-teman alumni, Imam Syafii, Rizal Anshor, Febri
Kasrilla, Bayu
Musthafa Arief dan Hambali. Dan juga seluruh tema-teman IKAPDH
dan
SEMARI yang tidak dapat penilis sebutkan satu persatu, terima
kasih atas
dorongan semangat, kritik dan sarannya.
iii
-
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan Bapak, Ibu, dan
saudara semua
dengan pahala yang berlipat ganda.
Jazaa Kumullah Khairan Katsiraa.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta , 16 Oktober 2010 M 8 Dzulka’dah 1431 H
Penulis
iv
-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… v
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………… 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 6
D. Metode Penelitian …………………………………………….. 7
E. Teknik Penulisan ………………………………………………. 9
F. Studi Terdahulu ………………………………………………. 9
G. Sistematika Penulisan ………………………………………… 11
BAB II : KONSEP WAKAF PRODUKTIF……………………………… 13
A. Wakaf Produktif Dalam Perspektif Fiqih …………………….. 13
1. Pengertian Wakaf Produktif ………………………………. 13
a. Wakaf …………………………………………………. 13
b. Produktif ………………………………………………. 15
c. Wakaf Produktif ………………………………………. 16
2. Dasar Hukum Wakaf …………………………………….... 18
3. Manfaat Wakaf Produktif …………………………………. 21
B. Profesionalitas Nazhir Dalam Wakaf Produktif ………..……...
25
a. Pengertian Nazhir ……………………………………..…... 25
v
-
b. Syarat Nazhir …………………………………………..….. 27
c. Fungsi dan Tugas Nazhir …………………………….….… 30
d. Pengangkatan Dan Pemberhentian Nazhir ……………..…. 31
C. Pandangan Ulama Tentang Wakaf Produktif ……………….… 35
1. Mazhab Hanafi ……………………………………………. 36
2. Mazhab Maliki ……………………………………………. 38
3. Mazhab Syafi’I ……………………………………………. 38
4. Mazhab Hambali ………………………………………….. 39
5. Mazhab Lain ………………………………………………. 40
6. Sayyid Sabiq ………………………………………………. 41
BAB III : SISTEM ORGANISASI TABUNG WAKAF INDONESIA…... 43
A. Gambaran Tabung Wakaf Indonesia ………………………….. 43
1. Latara Belakang …………………………………………… 43
2. Bentuk Dan Badan Hukum Tabung Wakaf Indonesia ……. 44
3. Visi Dan Misi Tabung Wakaf Indonesia ………………….. 44
4. Struktur Organisasi Tabung Wakaf Indonesia ……………. 45
5. Program Wakaf Produktif Dan Sosial TWI ………………. 46
a. Zamrud Waqf Foodcourt ……………………………… 46
b. Depok Waqf Junction / Rumah Cahaya ………………. 47
c. Countrywood Waqf Junction …………………………. 48
d. Layanan Kesehatan Cuma-Cuma ………………….….. 50
vi
-
vii
e. SMART Ekselensia Indonesia ……………………….... 51
f. Rumah Cahaya ………………………………………… 52
6. Peran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia di Masyarakat … 53
a. Pendekatan Produktif …………………………………. 54
b. Pendekatan Non Produktif ……………………………. 55
7. Sistem Pengelolaan Wakaf Dalam Tinjauan TWI ………… 54
B. Nazhir Dan Pengembangan Wakaf …………………………… 55
C. Tabung Wakaf Indonesia Dan Wakaf Produktif ……………… 59
BAB IV : MANAJEMEN WAKAF PRODUKTIF DAN PERAN
NAZHIR..........................................................................................
63
A. Peran Nazhir Tabung Wakaf Indonesia Dalam Penghimpunan
Wakaf Produktif …………………………………………….… 63
B. Peran Nazhir Tabung Wakaf Indonesia Dalam Penambahan Aset
Wakaf Produktif …………………..…………………………... 79
BAB V : PENUTUP………………………………………………………... 92
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 92
B. Saran …………………………………………………………... 93
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 94
LAMPIRAN
-
PROFESIONALISME NAZHIR DALAM PEMELIHARAAN DAN
PENGEMBANGAN ASET-ASET WAKAF PRODUKTIF (Analisa Terhadap Peran
Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf Pada
Tabung Wakaf Indonesia)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
SADAR RUKMANA NIM: 105046101611
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI
ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1430 H/2010 M
-
PROFESIONALISME NAZHIR DALAM PEMELIHARAAN DAN
PENGEMBANGAN ASET-ASET WAKAF PRODUKTIF (Analisa Terhadap Peran
Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf Pada
Tabung Wakaf Indonesia)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
SADAR RUKMANA NIM. 105046101611
Pembimbing
ASEP SAEPUDDIN JAHAR, MA, P.hD. NIP. 196912161996031001
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI
ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1430 H/2010 M
-
ABSTRAKSI
Sadar Rukmana, 105046101611, “Profesionalisme Nazhir Dalam
Pemeliharaan Dan Pengembangan Aset-Aset Wakaf Produktif” (Analisa
Terhadap Peran Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf Pada Tabung Wakaf
Indonesia), program strata 1 (S1), Konsentrasi Perbankan Syariah,
Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Tumbuh dan berkembangnya lembaga pengelolaan wakaf yang
menghimpun, mengelola dan menyalurkan hasilnya merupakan kabar yang
sangat menggembirakan, terlebih setelah diterbitkannya
undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf dan didukung dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf yang dikelola
secara produktif. Namun ironisnya, banyak harta wakaf yang belum
dikelola secara maksimal. Dikarenakan masih banyaknya nazhir atau
lembaga wakaf yang belum profesional dalam menghimpun, mengelola
dan menyalurkan hasil wakaf. Sehingga sasaran dan tujuan wakaf
belum tercapai.
Berdasarkan fakta diatas maka penulis tertarik untuk membahas
tentang peran nazhir profesional dalam penghimpunan dan proses
penambahan aset wakaf produktif pada Tabung Wakaf Indonesia (TWI).
Penelitain ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu
penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data-data
yang ada serta studi kepustakaan dari beberapa literatur lalu
dianalisis lebih lanjut kemudian diambil suatu kesimpulan.
Kesimpulan penelitian ini adalah: Pertama, Peran nazhir
profesional pada TWI sangatlah berperan dan berpengaruh terhadap
proses penghimpunan harta benda wakaf. Terbukti harta yang
terhimpun mengalami peningkatan, yakni pada tahun 2005 dana yang
terhimpun sebesar Rp. 517.059.594, tahun 2006 sebesar Rp.
1.036.593.691, tahun 2007 sebesar Rp. 1.178.316.674, tahun 2008
sebesar Rp. 2.024.290.436, dan tahun 2009 sebesar Rp. 1.296.952.980
(mengalami penurunan dari tahun 2008). Sehingga total keseluruhan
sebesar Rp. 6.053.213.375. Kedua, Peran nazhir profesional dalam
proses penambahan aset wakaf sangat berpengaruh. Terbukti surplus
yang diperoleh dari hasil investasi dan usaha s/d April 2010
sebesar Rp. 54.229.289 ditambah dengan penerimaan wakaf per 2 Juni
2010 sebesar Rp. 16.338.740.659. Jadi, total keseluruhan adalah Rp.
16.392.969.948.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut data yang ada di Departemen Agama Republik Indonesia
sampai
Oktober 2007, tanah wakaf yang ada di Indonesia berjumlah
366.595 lokasi,
dengan luas tanah 2.686.536,565,68 M2.1 Apabila jumlah tanah
wakaf di
Indonesia ini dihubungkan dengan Negara yang saat ini sedang
menghadapi
berbagai krisis termasuk krisis ekonomi, sebenarnya jumlah tanah
wakaf tersebut
merupakan suatu potensi sumber daya ekonomi untuk lebih
dikembangkan guna
membantu menyelesaikan krisis ekonomi. Sayangnya tanah wakaf
yang
jumlahnya begitu banyak, pada umumnya pemanfaatannya masih
bersifat
konsumtif dan belum dikelola secara produktif.
Akan tetapi data mengenai jumlah seluruh aset wakaf yang
sebenarnya di
Indonesia belum diketahui secara akurat. Ini mengingat data-data
tentang aset
wakaf di Indonesia tidak terkoordinir dengan baik dan terpusat
di institusi yang
professional.2
Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara
produktif
dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi
pihak-pihak
yang memerlukan termasuk fakir miskin. Pemanfaatan tersebut
dilihat dari segi
1 Profil Badan Wakaf Indonesia periode 2007-2010 Badan Wakaf
Indonesia 2008, h.7. 2 Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia
Direktorat Pengembangan Zakat dan
Wakaf Direktorat Jenderal bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan haji tahun 2006, h.60.
-
2
sosial khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif,
tetapi
dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi
masyarakat.
Apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas
tanpa diimbangi
dengan wakaf produktif, maka wakaf sebagai salah satu sarana
untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan
dapat
terealisasi secara optimal.3
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa, salah satu kendala
atau
hambatan yang dihadapi dalam pengelolaan dan pemberdayaan harta
benda
wakaf sehingga menjadikannya produktif adalah kurang maksimalnya
peran
nadzir.4 Namun demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yang
ingin
melestarikan manfaat dari hasil harta wakaf, maka keberadaan
nadzir profesional
sangat di butuhkan, bahkan menempati pada peran sentral. Sebab
di pundak
nadzirlah tanggung jawab dan kewajiban memelihara, menjaga
dan
mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat dari
wakaf kepada
sasaran wakaf.
Memang terlalu banyak contoh pengelolaan harta wakaf yang
dikelola
oleh nadzir yang sebenarnya tidak mempunyai kemampuan memadai,
sehingga
harta wakaf tidak berfungsi secara maksimal, bahkan sering
membebani dan tidak
memberi manfaat sama sekali kepada sasaran wakaf. Untuk
itulah
profesionalisme nadzir menjadi ukuran yang paling penting dalam
pengelolaan
3 Profil badan Wakaf Indonesia, h.8. 4 Perkembangan Pengelolaan
Wakaf di Indonesia Direktorat Pemberdayaan Wakaf
Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam tahun 2006, h.48.
-
3
wakaf jenis wakaf apapun. Kualifikasi profesionalisme nadzir
wakaf di Indonesia
masih tergolong tradisional yang kebanyakan mereka menjadi
nadzir lebih karena
kepercayaan dari masyarakat, sedangkan kemampuan manajerial
dalam
mengelola wakaf masih sangat lemah.5
Sedemikian pentingnya kedudukan nazhir dalam perwakafan,
sehingga
berfungsi tidaknya wakaf bagi mauquf ‘alaih sangat bergantung
pada nazhir
wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nazhir mempunyai
kekuasaan
mutlak terhadap harta yang diamanahkan kepadanya.6
Pada umumnya, para ulama telah bersepakat bahwa kekuasaan
nazhir
wakaf hanya terbatas pada pengelolaannya wakaf untuk
dimanfaatkan sesuai
dengan tujuan wakaf yang dikehendaki wakif.
Asaf A.A. Fyzee berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Dr.
Uswatun
Hasanah bahwa kewajiban nazhir adalah mengerjakan segala sesuatu
yang layak
untuk mengelola dan menjaga harta. Sebagai pengawas wakaf,
nazhir dapat
memperkerjakan beberapa wakil atau pembantu untuk
menyelenggarakan urusan-
urusan yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Oleh karena
itu, nazhir
dapat berupa nazhir perseorangan, organisasi, maupun badan
hukum.
Nazhir yang berkewajiban mengawasi dan memelihara wakaf tidak
boleh
menjual, menggadaikan, atau menyewakan harta wakaf kecuali
diizinkan oleh
5 Ibid, h.49. 6 Fiqih Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf
Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama RI 2006. h. 69.
-
4
pengadilan. Ketentuan ini sesuai dengan masalah kewarisan dalam
kekuasaan
kehakiman yang memiliki wewenang untuk mengontrol kegiatan
nazhir.7
Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif, yang
pertama
harus dilakukan adalah perlunya pembentukan suatu badan atau
lembaga yang
khusus mengelola wakaf. Struktur organisasi yang baik dan modern
itu jika
seluruh potensi kelembagaan berjalan sebagaimana mestinya dan
ada mekanisme
kontrol yang baik.8
Selain itu juga memiliki standar operasional pengelolaan wakaf
yang baik.
Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan wakaf
adalah batasan
atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf agar menghasilkan
sesuatu yang
lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak.9
Pada saat ini pengelolaan wakaf secara produktif telah diatur
dengan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 43 ayat 2 tentang Wakaf
dan
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.10 Sistem pengelolaan
dan
pengembangan wakaf dalam UU tersebut diatur pada Bab V yaitu
tentang
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.
7 Ibid, h. 70. 8 Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggraan haji
Departemen Agama, Paradigma Baru
Wakaf di Indonesia, 2004, h.106. 9 Ibid, 107. 10 Undang-Undang
Nomor 41 Tentang Wakaf Dan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 Tentang Pelaksanaanya, Departemen Agama Dirjen
Bimbingan Masyarakat Islam Tahun 2007.
-
5
Dalam UU tersebut juga diatur mengenai kewajiban nazhir, prinsip
yang
digunakan serta pelaksanaan pengelolaannya.
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
sesuai
dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya (Pasal 42 Bab V).
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir
sebagaimana di maksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan
prinsip
syariah (Pasal 43 ayat 1).
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan secara produktif (Pasal 43
ayat 2).11
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan mengkaji
tentang
profesionalisme nazhir dalam mengelola dan megembangkan wakaf
yang
dilakukan secara produktif di Tabung Wakaf Indonesia. Maka
penulis mengambil
judul “Profesionalisme Nazhir Dalam Pemeliharaan Dan
Pengembangan Aset-
Aset Wakaf Produktif (Analisa Terhadap Peran Nazhir Dalam
Pengelolaan
Wakaf Pada Tabung Wakaf Indonesia).
B. Pembatasan Dan Perumusah Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak melebar dan lebih
terarah,
maka penulis membatasi pembahasan ini hanya pada bagaimana
profesionalitas nazhir dalam penghimpunan dan pengembangan
aset-aset
11 Ibid. H.22.
-
6
wakaf yang ada, sehingga aset wakaf tersebut dapat bertambah
hasilnya dan
menjadi lebih produktif lalu hasilnya dapat disalurkan kepada
yang
membutuhkan sesuai dengan peruntukan dan tujuan wakaf.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimanakah peran profesionalisme nazhir dalam penghimpunan
aset
wakaf produktif pada Tabung Wakaf Indonesia?
b. Bagaimanakah peran profesionalisme nazhir dalam penambahan
aset
wakaf produktif pada Tabung Wakaf Indonesia?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui seberapa besar peran profesionalisme nazhir
dalam
penghimpunan aset wakaf produktif pada Tabung Wakaf
Indonesia.
b. Mengetahui peran profesionalisme nazhir dalam penambahan aset
wakaf
produktif pada Tabung Wakaf Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
1). Sebagai tambahan literatur terutama yang berkaitan dengan
masalah
wakaf khususnya wakaf produktif.
2). Sebagai kontribusi pemikiran bagi lembaga pengelola
wakaf
umumnya, dan khususnya lembaga yang mengelola wakaf
produktif.
-
7
3). Menambah wawasan keilmuan ekonomi Islam tentang ekonomi
kerakyatan melalui wakaf.
4). Bagi penulis, diharapkan dapat menambah dan memberikan
pengetahuan lebih mengenai wakaf serta mengkaji dan
mengembangkan penelitian tentang wakaf, khususnya wakaf
produktif.
b. Manfaat Praktis
Agar dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
wakaf
yang sejauh ini belum mengenal betul apa itu wakaf. Sehingga
harta wakaf
itu dapat dimaksimalkan dan menjadikannya produktif.
D. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu
metode
penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis dari
sumber-
sumber yang diperoleh. Lalu dianalisis lebih lanjut kemudian
diambil suatu
kesimpulan. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor
seperti yang
dikutip oleh Lexy J. Maleong yaitu sebagai prosedur penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.12
12 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian kualitatif, Bandung: PT
Remaja Rosda karya,
2000, cet. Ke-11, h.3.
-
8
2. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Tabung Wakaf Indonesia, yang
berlokasi
di Komplek Perkantoran Margaguna No. 11, Jl. Radio Dalam Raya,
Jakarta
Selatan. Telp. 021 7211035. E-mail: [email protected],
Website:
www.tabungwakaf.com.
3. Sumber Data
Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari
responden
melalui wawancara dengan pihak yang menjadi objek penelitian
dalam hal ini
adalah Tabung Wakaf Indonesia yaitu dengan Staff Fundraising
Ibu
Fadilannisa. Data skunder, yaitu merupakan sumber data pendukung
yang
diperoleh melalui penelitian kepustakaan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a). Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan (Library Research) yaitu metode yang
digunakan
untuk mengumpulkan data dan menganalisis data-data dari
literatur yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, jurnal,
majalah,
artikel dan lain-lain.
b). Studi Lapangan
Studi lapangan (Field Research) yaitu metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan (hasil
mailto:[email protected]
-
9
wawancara). Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan salah
seorang
Staff Divisi Fundraising TWI yaitu Ibu Fadilannisa. Dengan
mengangkat
isu yaitu peran nazhir dalam pengelolaan wakaf yang dilakukan
TWI.
5. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis
Deskriptif yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis
membaca,
memepelajari, memahami dan kemudian menguraikan semua data
yang
diperoleh lalu membuat analisa-analisa komprehensif sesuai
dengan rumusan
masalah dan tujuan penelitian.
E. Teknik penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini
merujuk
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum
UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.
F. Studi Terdahulu
Penulis Arifin, Mahasiswa Program Studi Peradilan Agama,
Jurusan Al Ahwal Syahsiyah, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006
judul Efektivitas Nazir Dalam Pengelolaan Dan Pemanfaatan
Harta Wakaf (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Tapak
-
10
Sunan Condet Balekambang Jakarta Timur)
Jenis Penelitian Penelitian menggunakan metode Kualitatif,
menggunakan
penelitian lapangan (field research) dengan cara:
observasi, wawancaran dan dokumentasi.
Hasil Penelitian 1. Sistem pengelolaan harta wakaf di Pondok
Pesantren
Tapak Sunan masih menggunakan sistem lama
(tradisional) dengan kata lain belum menggunakan
sistem modern yang dapat mengefektifkan dan
memberdayakan harta wakaf yang ada saat ini agar
lebih produktif. Hal ini terlihat dengan hasil yang
dicapai dari harta wakaf yang dikelola saat ini belum
maksimal.
2. Pengelolaan harta wakaf di Pondok Pesantren Tapak
Sunan sudah efektif, karena sudah sesuai dengan
tujuan wakif ketika mewakafkan hartanya. Akan tetapi
hasilnya belum dapat diberikan secara maksimal
kepada yang membutuhkan, seperti fakir miskin, anak
terlantar, orang jompo dan lain sebagainya,
dikarenakan masih minimnya hasil produktif yang
didapat oleh Pondok Pesantren Tapak Sunan.
3. Meskipun hasilnya belum dapat dibagikan secara
-
11
optimal, namun harta wakaf yang dikelola sudah dapat
dirasakan manfaatnya oleh para santri, guru, pengurus,
dan masyarakat sektar. Khususnya dari segi
pendidikan, karena memang tujuan wakif mewakafkan
hartanya untuk pengembngan ilmu dan pembinaan
umat.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini
adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini berisi latar
belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat
penelitian, metode penelitian, teknik penulisan, studi terdahulu
dan
sistematika penulisan.
BAB II KONSEP WAKAF PRODUKTIF DAN PROFESIONALITAS
NAZHIR. Bab ini membahas tentang wakaf produktif dalam
perspektif fikih, pengertian wakaf produktif, dasar hukum
wakaf
produktif, manfaat wakaf produktif, profesionalitas nazhir
dalam
pengelolaan wakaf produktif, pengertian nazhir, syarat nazhir,
fungsi
-
12
dan tugas nazhir, pengangkatan dan pemberhentian nazhir dan
pandangan ulama tentang wakaf produktif.
BAB III SISTEM ORGANISASI TABUNG WAKAF INDONESIA. Bab
ini membahas tentang gambaran lembaga Tabung Wakaf
Indonesia,
nazhir dan pengembangan wakaf dan Tabung Wakaf Indonesia dan
wakaf produktif.
BAB IV MANAJEMEN WAKAF PRODUKTIF DAN PERAN NAZHIR.
Pada bab ini membahas tentang peran profesionalisme nazhir
Tabung
Wakaf Indonesia dalam penghimpunan aset wakaf produktif dan
peran
profesionalisme nazhir Tabung Wakaf Indonesia dalam
penambahan
hasil wakaf produktif.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi tentang
kesimpulan dan saran dari penulis.
-
13
BAB II
KONSEP WAKAF PRODUKTIF DAN PROFESIONALITAS NAZHIR
A. Wakaf Produktif Dalam Perspektif Fikih
1. Pengertian Wakaf Produktif
a. Wakaf
Menurut bahasa, wakaf berasal dari kata bahasa arab Waqafa
yang
berarti menahan atau berhenti ditempat.1 Kata waqafa – yaqifu –
waqfan
sama artinya dengan habasa – yahbisu – tahbisan. 2 Sedangkan
secara
syara’ bahwa wakaf berarti menahan harta dan memberikan
manfaatnya
dijalan Allah.3
Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan
dan
semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf. Dikatakan
menahan,
juga karena manfaat dan hasilnya ditahan dan dilarang bagi siapa
pun selain
dari orang-orang yang termasuk berhak atas wakaf tersebut.4
Dalam bukunya, Mustafa Edwin Nasution mengatakan bahwa wakaf
berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya)
kepada
1 Farid Wadjdy, dan Mursyid. Wakaf dan kesejahteraan umat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.h.33
2 Fiqih Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyaraakt Islam Departemen Agama RI, Jakarta:
2006, h. 1
3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, Jilid
4, Cet. Pertama Mei 2006, h.423.
4 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, Penerjemah :
Muhyiddin Mas Rida, Jakarta: Khalifa, 2005, h. 45.
-
14
seseorang atau nazhir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan
maupun
lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai dengan
syariat
Islam.5
Secara term arti wakaf juga dikemukakan sebagai berikut:
اهللا سبيل في ونافعه وصرف المال حبس اي الثمراة وتسبيل االصل حبس
: الشرعي وفي
Artinya : Wakaf menurut syara’ yaitu menahan zatnya (asal) dan
memperguanakan hasilnya, yakni menahan benda dan mempergunakan
manfaatnya di jalan Allah.6
Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan” atau “larangan”.
Sehingga kata Waqf (Jama’ : Auquf) digunakan dalam Islam untuk
maksud
“pemilikan dan pemeliharaan” harta benda tertentu untuk
kemanfaatan
sosial tertentu yang ditetapkan dengan maksud mencegah
penggunaan harta
wakaf tersebut di luar tujuan khusus yang telah ditetapkan
tersebut.
Dalam perspektif ekonomi, wakaf dapat didefinisikan sebagai
pengalihan dana (aset lainnya) dari keperluan konsumsi dan
menginvestasikannya ke dalam aset produktif yang
menghasilkan
pendapatan untuk konsumsi di masa yang akan datang baik oleh
individual
atau pun kelompok.7
Dr. Mundzir Qahf mendefinisikan dengan bahasa kontemporer
“wakaf adalah penahanan harta, baik muabbad (untuk selamanya)
atau
5 Mustafa Edwin Nasution, Dkk, Pengenalan Ekslusif Ekonomi
Islam,
Jakarta:Kencana, 2007, h. 215 6 Suparman Usman, Hukum Perwakafan
di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press,
1999, h. 23 7 Farid Wadjdy, dan Mursyid. Wakaf dan kesejahteraan
umat. h. 29-30
-
15
muaqqat (sementara), untuk dimanfaatkan, baik harta tersebut
maupun
hasilnya, secara berulang-ulang untuk suatu tujuan kemaslahatan
umum atau
khusus”.
Dalam bagian lain Qahaf mengistilahkan “ wakaf dalam artian
umum
dan menurut pengertian realitasnya adalah menempatkan harta dan
aset
produktif terpisah dari tasharruf (pengelolaan) pemilikannya
secara
langsung terhadap harta tersebut serta mengkhususkan hasil
atau
manfaatnya untuk tujuan kebijakan tertentu, baik yang bersifat
perorangan,
sosial, keagamaan maupun kepentingan umum.
Sedangkan dalam redaksi Undang-Undang Wakaf No. 41 Tahun
2004 Bab I pasal I huruf a, menyebutkan sebagai berikut: “Wakaf
adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.8
b. Produktif
Produktif (kata sifat yang berasal dari kata product) bisa
diartikan
sebagai proses operasi untuk menghasilkan barang atau jasa
yang
maksimum dengan modal yang minimum.9 Sedangkan kata produktif
dalam
8 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan
Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaanya, h. 3. 9 Sadono
Sukirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta: PT Raja
Grafindo
Persada 1997, cet ke-7, h. 202.
-
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sesuatu yang banyak
mendatangkan
hasil.10
c. Wakaf produktif
Wakaf produktif, yaitu wakaf yang bisa mendatangkan hasil
atau
pertambahan nilai. Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti
harus
menghasilkan karena wakaf dapat memenuhi tujuannya jika
telah
menghasilkan dimana hasilnya dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukannya
(mauquf alaih). wakaf produktif dalam arti mendatangkan aspek
ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat.11
Munculnya Undang-Undang Nomor 41 tentang Wakaf adalah titik
terang perwakafan di Indonesia. Menurut undang-undang ini secara
tersurat
telah membagi harta benda wakaf kepada benda wakaf bergerak dan
tidak
bergerak. Benda tidak bergerak meliputi tanah, bangunan,
tanaman, satuan
rumah susun dan lain-lain. Sedangkan benda wakaf bergerak
meliputi uang,
logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan
intelektual, hak
sewa dan lain sebagainya.12 Adapun nazhir wajib mengelola
dan
mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi
dan
peruntukannya. Jadi menurut undang-undang ini secara tersirat
arti
produktif adalah pengelolalaan harta wakaf sehingga dapat
memproduksi
10 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai
Pustaka, 1988, h. 702. 11 Pkesinteraktif.com, diakses tanggal 10
agustus 2010 12 Undang-Undang nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 16, h. 11
-
17
sesuai untuk mencapai tujuan wakaf, baik benda tidak bergerak
maupun
benda bergerak.
Wakaf produktif yang dipelopori Badan Wakaf Indonesia adalah
menciptakan aset wakaf yang benilai ekonomi, termasuk
dicanangkannya
Gerakan Nasional Wakaf Uang oleh Presiden Republik Indonesia
pada
tanggal 8 Januari 2010. Wakaf uang sebagai fungsi komoditi
selain fungsi
nilai tukar, standar nilai, alat saving adalah untuk
dikembangkan dan
hasilnya disalurkan untuk memenuhi peruntukannya
Wakaf produktif, berarti bahwa wakaf yang ada memperoleh
prioritas
utama ditujukan pada upaya yang lebih menghasilkan.13
Wakaf juga kerap diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak
seperti tanah dan bangunan. Di antara benda bergerak yang
ramai
diperbincangkan adalah wakaf yang dikenal dengan istilah cash
waqf. Cash
waqf diterjemahkan dengan wakaf tunai atau wakaf uang. Ialah
wakaf yang
dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan
hukum
dalam bentuk uang tunai.14
13 http://one.indoskripsi.com, diakses tanggal 21 Juli 2010. 14
Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Direktorat Pemberdayaan Wakaf,
Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI ,
Jakarta,:2008, h.1.
http://one.indoskripsi.com/
-
18
2. Dasar Hukum Wakaf
a. Al Qur’an
Wakaf tidak secara tegas dan jelas disebutkan dalam Al Quran,
namun
ada beberapa ayat yang dipandang sebagai landasan dalam
perwakafan.
Berikut dalil yang menjadi dasar disyariatkannya wakaf:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS : Al Hajj : 77)
☺
⌧
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa
saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS
: Ali Imran : 92)
☺⌧
☺
-
19
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus
biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia
kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS : Al Baqarah : 261).15
⌦ “Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS : Al An’am
: 165).
b. Hadits
انقطع ادم ابن مات اذا : قال وسلم اهللا صلى اهللا رسول ان هريرة
ابى عن
يدعوله صالح ولد او , به ينتفع علم او , جارية صدقة : ثالث من اال
عمله
.)مسلم رواه(“Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda : Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka
putuslah amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya” (HR.
Muslim).
, بخيبر ارضا اصاب الخّطاب بن عمر اّن عنهما اهللا رضى عمر ابن
عن
إّنى , اهللا رسول يا : فقال , فيها يستْامره وسّلم عليه اهللا
صّلى الّنبي فاتى
15 Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI, Fiqih
Wakaf (Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama, 2006), h.11.
-
20
“Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh
sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah
untuk memohon petunjuk. Umar berkata : Ya Rasulullah, saya
mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadakau? Rasulullah menjawab : Bila kamu suka, kamu tahan
(pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar
melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak diwariskan dan tidak juga
dihibahkan. Berkata Ibnu Umar : Umar menyedekahkannya kepada
orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu
sabil atau tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang
menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan
cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk
harta” (HR. Muslim). Dalam sebuah hadits lain disebutkan :
التى سهم الماائه ان وسلم عليه اهللا صلى للنبي عمر قال : قال عمر
ابي عن
اللنبى فقال, بها اتصدق ان قداردت منها الى اعجب قط هاال اصب لم
بخيبر
)مسلم و البخاري رواه (ثمرتها وسبل اصلها احبسى : وسلم عليه اهللا
صلىDari Ibnu Umar, Ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi
Muhammad saw, saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar, saya
belum pernah mendapatkan harta yang paling saya kagumi seperti itu,
tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi saw, mengatakan kepada
Umar : tahanlah (jangan di jual, hibah atau wariskan) asal (pokok)
dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah. (HR. Bukhari dan
Muslim).16
16 Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di
Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2008, h.19
-
21
3. Manfaat Wakaf Produktif
Hasil pengelolaan dana wakaf produktif dapat dimanfaatkan
secara
lebih luas dalam rangka kesejahteraan masyarakat banyak. Jika
selama ini
aspek kesejahteraan masyarakat kurang atau bahkan tidak
tertangani secara
memadai oleh pemerintah, dana-dana yang dihasilkan dari
pengelolaan wakaf
produktif dapat membantu meringankan tugas-tugas negara, minimal
untuk
kalangan umat Islam sendiri. Lebih-lebih kondisi riil umat Islam
Indonesia
yang menduduki jumlah mayoritas sampai saat ini masih jauh dari
sejahtera.17
Oleh karena itu dana-dana segar yang didapatkan dari hasil
pemberdayaan wakaf produktif tersebut tidak hanya untuk
kepentingan yang
selalu terkait dengan ibadah secara sempit seperti bangunan
masjid, musalla,
makam, pondok pesantren dan lain-lain, tapi juga bisa
dimanfaatkan untuk
kepentingan sosial yang lebih luas dan menyeluruh. Pemahaman
lama yang
menempatkan pemanfaatan dari benda wakaf hanya untuk ibadah yang
bersifat
formil harus sudah ditinggalkan. Karena aspek kesejahteraan itu
sendiri
memiliki variable yang sangat luas. Variabel-variabel tersebut
meliputi
17 Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Direktorat
Pemberdayaan
Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen
Agama RI tahun 2008, h. 71
-
22
pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan pengembangan ekonomi
melalui
pemberdayaan usaha kecil dan menengah.
Sebagai suatu lembaga keagamaan, di samping berfungsi
sebagai
ibadah kepada Allah, wakaf juga berfungsi sosial. Dalam
fungsinya sebagai
ibadah, wakaf diharapkan menjadi bekal bagi kehidupan wakif
(pemberi
wakaf) dihari akhirat karena pahalanya akan terus menerus
mengalir selama
harta wakaf itu dimanfaatkan.
Adapun dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset yang
sangat
bernilai dalam pembangunan. Peranannya dalam pemerataan
kesejahteraan di
kalangan umat dan penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu
sasaran
wakaf.
Dengan demikian, jika wakaf dikelola dengan baik maka akan
sangat
menunjang pembangunan, baik di bidang ekonomi, agama, sosial,
budaya,
politik maupun pertahanan keamanan. Di berbagai negara yang
perwakafannya
sudah berkembang dengan baik, wakaf merupakan salah satu pilar
ekonomi
yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Negara yang sangat berpengalaman dalam mengembangkan wakaf,
antara lain Mesir dan Turki. Wakaf di Mesir dikelola oleh Badan
Wakaf Mesir
yang berada di bawah Wizaratul Auqaf. Salah satu di antara
kemajuan yang
telah dicapai oleh Badan Wakaf Mesir adalah berperannya harta
wakaf dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat. Pengelolaannya dilakukan dengan
cara
-
23
menginvestasikan harta wakaf di bank Islam dan berbagai
perusahaan, seperti
perusahaan besi dan baja. Dengan dikembangkannya wakaf secara
produktif,
wakaf di Mesir dapat dijadikan salah satu lembaga yang
diandalkan
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Di samping Mesir, masih ada beberapa negara yang mengelola
wakaf
secara produktif, salah satunya adalah Turki. Di Turki, wakaf
dikelola oleh
Direktorat Jenderal Wakaf. Dalam mengembangkan wakaf,
pengelola
melakukan investasi di berbagai perusahaan, antara lain: Ayvalik
and Aydem
Olive Oil Corporation; Tasdelen Healthy Water Corporation; Auqaf
Guraba
Hospital; Taksim Hotel (Sheraton); Turkish Is Bank; Aydin
Textile Industry;
Black Sea Copper Industry; Contruction and Export/Import
Corporation;
Turkish Auqaf Bank.18
Hasil pengelolaan wakaf itu kemudian dimanfaatkan untuk
kepentingan
pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan
kepentingan sosial
lainnya.
Sementara di Indonesia, saat ini kemiskinan dan pengangguran
masih
menjadi masalah yang belum terselesaikan. Walaupun pemerintah
telah
menerapkan berbagai kebijakan, namun kebijakan pemerintah itu
belum
mampu mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan merupakan persoalan
yang
18 Uswatun Hasanah, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat,
http://republika.co.id:8080/berita/52971/wakaf_untuk_kesejahteraan_umat,
Diakses Tanggal 10 Agustus 2010
-
24
menakutkan, yang dapat merajalela dan berpengaruh kepada sistem
kehidupan
yang lebih makro, sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus
dilenyapkan.
Kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat sebenarnya tidak
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi
merupakan
tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Untuk
menghadapi
masalah kemiskinan tersebut, sebenarnya dalam Islam ada beberapa
lembaga
yang potensial untuk dikembangkan untuk mengatasi kemiskinan,
salah satu di
antaranya adalah wakaf. Untuk menghadapi masalah kemiskinan
tersebut,
sebagaimana pengalaman Mesir dan Turki sudah seharusnya kita
mengembangkan wakaf produktif.
Sudah selayaknya bangsa Indonesia umumnya dan umat Islam
khususnya menyambut baik kehadiran Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004
tentang Wakaf karena Benda wakaf yang diatur dalam undang-undang
tentang
wakaf ini tidak dibatasi benda tidak bergerak saja, melainkan
juga benda-benda
bergerak lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam
termasuk wakaf
uang dan surat berharga.
Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari manfaat wakaf
ini,
diantaranya: Pertama, harta benda yang diwakafkan dapat tetap
terpelihara dan
terjamin kelangsungannya. Tidak perlu khawatir barangnya hilang
atau pindah
-
25
tangan karena secara prinsip barang wakaf tidak tidak boleh
ditassarrufkan,
apakah itu dalam bentuk menjual, dihibahkan atau
diwariskan.19
Kedua, pahala dan keuntungan bagi si wakif akan tetap
mengalir
walaupun suatu ketika ia telah meninggal dunia, selagi benda
wakaf itu masih
ada dan dimanfaatkan. Ketiga, manfaat wakaf merupakan salah satu
sumber
dana yang sangat penting manfaatnya bagi kehidupan agama dan
umat.
Jadi, manfaat dari hasil wakaf yang dapat dirasakan oleh mauquf
alaih
adalah tersedianya berbagai sarana yang dihasilkan dari hasil
pengelolaan
wakaf, di antaranya adalah pada bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang
pelayanan sosial dan bidang pengembangan usaha kecil dan
menengah.
B. Profesionalitas Nazhir Dalam Wakaf Produktif
1. Konsep Nazhir
a. Pengertian Nazhir
Meskipun dalam fikih tradisional para ulama tidak memasukkan
nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun nazhir merupakan
unsur yang
sangat penting karena berkembang tidaknya suatu perwakafan
sangat
ditentukan nazhir.
Nazhir berasal dari kata bahasa Arab nadzaro – yandzuru –
nadzron
yang mempunyai arti menjaga, memelihara, mengelola dan
mengawasi.
19 Abdul Halim, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Jakarta:Ciputat
Press, 2005, h.40
-
26
Adapun nazhir adalah isim fa’il dari kata nazoro yang kemudian
dapat
diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pengawas atau
penjaga.20
Sedangkan nazhir wakaf atau bisa disebut nazhir adalah orang
atau
pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas harta wakaf,
baik
mengurus, mengembangkan, memelihara, dan mendistribusikan
hasilnya
kepada orang yang berhak menerimanya.
Muhammad Daud Ali dalam bukunya “Sistem Ekonomi Islam, Zakat
dan Wakaf” mengatakan bahwa nazhir wakaf adalah orang atau badan
yang
memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf
sebaik-
baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya.21
Dengan demikian, nazhir berarti orang yag berhak untuk
bertindak
atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya dan
mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak
menerimanya.
Nazhir mengerjakan segala kemungkinan harta itu tumbuh dengan
baik dan
kekal.
20 Mustafa Edwin Nasution, Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai; Inovasi
Financial
Islam, Peluang Dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Umat, (Jakarta: PSTTI-UI, 2006), h. 63
21 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf,
Jakarta:UI-Press, 2006, h. 91
-
27
Adapun pengertian nazhir dalam redaksi Undang-Undang Nomor
41
Tahun 2004 tentang wakaf, adalah pihak yang menerima harta benda
wakaf
dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan
peruntukannya.22
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas,
tampak
bahwa nazhir sebagai pihak yang bertugas memelihara dan
mengurusi wakaf
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam perwakafan,
sehingga
berfungsi tidaknya benda wakaf tergantung dari nazhir itu
sendiri. Oleh
karena itu, agar benda atau harta wakaf dapat berfungsi
sebagaimana
mestinya maka harta itu harus dijaga dan dikembangkan sesuai
dengan
manfaatnya.
b. Syarat Nazhir
Pada dasarnya, siapapun dapat menjadi nazhir asalkan orang
itu
cakap dalam melakukan tindakan hukum. Namun, mengingat tujuan
wakaf
ialah menjadikan harta wakaf sebagai sumber dana yang produktif
tentu saja
memerlukan nazhir yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya
secara
profesional dan bertanggungjawab. Adapun syarat-syarat nazhir,
baik
perseorangan, organisasi maupun badan hukum adalah sebagai
berikut:
1. Perseorangan
22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan
Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya, Departemen Agama,
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Tahun 2007, h. 3
-
28
Perseorangan hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi
persyaratan:
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani, dan
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum23
2. Organisasi
Organisasi hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi
persyaratan:
a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi
persyaratan
nazhir perseorangan, dan
b. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.24
3. Badan Hukum
Badan hukum hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi
persyaratan:
23 Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi Dan
Keuangan
Syariah Kontemporer, h.240 24 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf , Departemen Agama,
Jakarta, h. 67
-
29
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nazhir perseorangan
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku, dan
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.25
Selain syarat-syarat pribadi sebagai nazhir, nazhir profesional
juga
harus memiliki syarat-syarat berikut:
1. Syarat Moral
a. Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan
syariah
maupun perundang-undangan negara RI.
b. Jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam
proses
pengelolaan dan pentassarrufan kepada sasaran wakaf.
c. Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha.
d. Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan.
e. Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual.
2. Syarat Manajemen
a. Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam
leadership.
b. Visioner.
25 Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi Dan
Keuangan
Syariah Kontemporer, h.241
-
30
c. Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial
dan
pemberdayaan.
d. Profesional dalam bidang pengelolaan harta.
e. Ada masa bakti nazhir.
f. Memiliki program kerja yang jelas.
3. Syarat Bisnis
a. Mempunyai keinginan.
b. Mempunyai pengalaman dan atau siap untuk dimagangkan.
c. Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana
layaknya
enterpreneur.26
c. Fungsi Dan Tugas Nazhir
Dalam UU Nomor 41 tentang Wakaf Pasal 9, Nazhir meliputi
perseorangan, organisasi atau badan hukum. Tugasnya, mengelola
dan
mengembangkan wakaf sesuai dengan peruntukannya, yaitu
berkenaan
dengan melakukan pengadministrasian harta benda wakaf; mengelola
dan
mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi
dan
26 Direktorat pemberdayaan wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat
Islam, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Tahun 2006, h. 52
-
31
peruntukannya; mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
melaporkan
pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.27
Tugas nazhir yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan
ini membutuhkan kemampuan yang sesuai dengan potensi dan
peruntukan
wakaf. Dalam hal pengadministrasian menuntut kecakapan hukum
dari
seorang nazhir, tugas pengelolaan dan pengembangan menuntut
keterampilan
(skill) dan kemampuan menejerial nazhir untuk mencapai tujuan
wakaf,
sedangkan pengawasan dan pelaporan menuntut kemampuan audit
dari
seorang nazhir agar dapat menghitung dan mengkalkulasi hasil
pengelolaan
harta wakaf.28
Dengan kata lain, nazhir berkewajiban menjalankan
pengelolaan
resiko (manajemen resiko) terhadap harta benda wakaf yang
dipercayakan
wakif kepadanya. Manajemen resiko merupakan pilar penting dalam
tata
kelola organisasi yang baik atau Good Corporate Governanace,
yang mutlak
harus diterapkan dalam pelaksanaan Badan Wakaf Indonesia.29
Nazhir mempunyai tugas :
1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan,
fungsi dan peruntukkannya
27 HM. Cholis Nafis, Menggagas Nazhir Wakaf Yang Profesinal,
AntarNews.com,
Diakses Tanggal 10 Agustus 2010. 28 Ibid.
29 Republika Online, Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf
Produktif, diakses tanggal 9 juni 2010.
-
32
3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf
Indonesia30
Dalam melaksanakan tugas, nazhir memperoleh pembinaan dari
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. Dalam rangka pembinaan,
nazhir harus
terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.31
d. Pengangkatan Dan Pemberhentian Nazhir
Pengangkatan nazhir merupakan suatu yang sangat penting
dalam
perwakafan walaupun para Ulama tidak menjadikan nazhir sebagai
rukun
dalam wakaf, namun pengangkatan nazhir itu perlu supaya harta
wakaf dapat
terjaga dengan baik. Oleh karena itu, maka di dalam sistem
perwakafan di
Indonesia dijelaskan dan ditentukan posisi nazhir sebagai
pemelihara dan
pengurus benda wakaf atau harta wakaf dan Undang-Undang wakaf
juga
menjadikan bahwa nazhir merupakan salah satu unsur penting
dan
perwakafan dianggap tidak sah apabila tidak ada nazhir.
Dalam Undang-Undang wakaf dijelaskan bahwa pengangkatan dan
pemberhentian nazhir ada perbedaan antara nazhir perseorangan,
organisasi
dan badan hukum.
Dalam pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa nazhir perseorangan
ditunjuk
oleh wakif dengan memenuhi persyaratan menurut undang-undang.32
Nazhir
30 Bab 1 pasal 11 Undang-Undang No. 41 tentang Wakaf, Departemen
Agama
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2007, h.9. 31
Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi Dan
Keuangan
Syariah Kontemporer, Universitas Muhammadiyyah Surakarta,
Surakarta: 2008, h.241
-
33
perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri paling
sedikit 3
(tiga) orang, dan salah seorang diangkat menjadi nazhir. Nazhir
perseorangan
itu harus didaftarkan pada menteri yang bersangkutan dan BWI
melalui
Kantor Urusan Agama setempat. Jika di daerah itu tidak terdapat
Kantor
Urusan Agama, maka pendaftaran dilakukan melalui Kantor Urusan
Agama
terdekat atau Kantor Departemen Agama atau perwakilan Badan
Wakaf
Indonesia di Provinsi/Kabupaten/Kota.
Salah seorang dari nazhir perseorangan tersebut harus
bertempat
tinggal di kecamatan atau daerah dimana harta wakaf berada. Hal
ini
dimaksudkan agar harta wakaf itu dapat lebih terkontrol oleh
nazhir.
Kemudian berhentinya nazhir perseorangan dari kedudukannya
adalah disebabkan apabila: meninggal dunia, berhalangan tetap
pada daerah
dimana harta wakaf berada, mengundurkan diri dan/atau
diberhentikan oleh
BWI. Berhentinya salah seorang nazhir perseorangan tidak
mengakibatkan
berhenti pula nazhir perseorangan lainnya dalam melaksanakan
tugasnya
sebagai nazhir.
Untuk nazhir organisasi, pengangkatannya harus didaftarkan
terlebih
dahulu pada Menteri yang bersangkutan dan BWI melalui Kantor
Urusan
Agama setempat. Syarat menjadi nazhir organisasi adalah harus
bergerak di
bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan
Islam.
32 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan
Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya,
Departemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Tahun 2007, h. 64.
-
34
Adapun pengurus organisasi itu harus memenuhi syarat sebagaimana
nazhir
perseorangan dan salah seorang pengurus organisasi tersebut
harus juga
berdomisili di Kabupaten/Kota tempat harta wakaf berada.33
Nazhir organisasi berhenti, bubar atau dibubarkan adalah
sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan.
Apabila
salah seorang nazhir yang diangkat oleh nazhir organisasi
meninggal dunia,
mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan
kedudukannya
sebagai nazhir, maka nazhir yang bersangkutan harus diganti.
Adapun prosedur penggantiannya adalah organisasi itu harus
melaporkannya kepada KUA setempat atau KUA terdekat untuk
selanjutnya
diteruskan kepada BWI dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh)
hari sejak kejadian tersebut.
Kemudian nazhir badan hukum. Dalam pendirian dan
pengangkatannya harus didaftarkan terlebih dahulu pada Menteri
yang
bersangkutan dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat atau
yang
terdekat. Nazhir badan hukum juga harus bergerak dibidang
sosial,
pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam. Syarat dari
pengurus
nazhir badan hukum juga harus memenuhi sebagaimana persayaratan
nazhir
perseorangan dan juga salah seorang dari pengurus itu harus
berdomisili di
Kabupaten/Kota dimana harta wakaf itu berada.
33 Ibid, h. 66.
-
35
Nazhir badan hukum dapat diberhentikan apabila dakal kurun
waktu
1 (satu) tahun sejak Akta Ikrar Wakaf (AIW) tidak melaksanakan
tugasnya,
artinya nazhir itu tidak mengurus dan mengelola harta wakaf
yang
diserahkan wakif, maka kepala KUA baik atas inisiatif sendiri
maupun atas
usul wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI
untuk
pemberhentian dan penggantian nazhir.34
Nazhir profesional harus membuat laporan secara berkala
kepada
Menteri yang bersangkutan dan BWI mengenai kegiatan perwakafan
yang
dilakukannya. Adapun masa bakti nazhir adalah 5 (lima) tahun dan
dapat
diangkat kembali. Untuk pengangkatan kembali nazhir itu
dilakukan oleh
BWI, dengan ketentuan adalah apabila yang bersangkutan telah
melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya
sesuai
dengan ketetntuan prinsip syariah dan peraturan
perundang-undangan.
C. Pandangan Ulama Tentang Wakaf Produktif
Secara tekstual, penjelasan tentang wakaf tidak terdapat dalam
Al Quran
dan as-Sunnah, namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam
dua sumber
hukum Islam tersebut. Di dalam Al Quran sering menyatakan konsep
wakaf
dengan ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq) demi
kepentingan
34 Ibid, h. 69.
-
36
umum. Sedangkan dalam hadits sering kita temui ungkapan wakaf
dengan
ungkapan habs (tahan).
Semua ungkapan yang ada di Al Quran dan al Hadits senada dengan
arti
wakaf ialah penahanan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa
musnah
seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta dimaksudkan
untuk
mendapatkan keridhaan Allah SWT. Benda yang diwakafkan harus
bersifat tahan
lama dan tidak mudah musnah. Harta yang diwakafkan kemudian
menjadi milik
Allah, dan berhenti dari peredaran (transaksi) dengan tidak
boleh diperjual
belikan, tidak boleh diwariskan dan tidak boleh
dihibahkan.35
Wakaf menurut para Ulama Imam Mazhab merupakan suatu
perbuatan
sunnat untuk tujuan kebaikan, seperti membantu pembangunan
sektor keagamaan
baik pembangunan segi material maupun untuk pembangunan
spiritual.
Sebagiamana halnya zakat, wakaf merupakan income dana umat Islam
yang
sangat potensial bila dikembangkan. Sebagai contoh Mesir telah
berhasil
memprogram wakaf sejak seribu tahun yang lalu.
Bagi ulama Imam Mazhab, persoalan wakaf mereka sepakat
mengatakan
bahwa itu termasuk amal jariyah.36 Namun yang menjadi polemik
mereka dan
pengikutnya adalah permasalahan pemahaman terhadap wakaf itu
sendiri. Apakah
harta wakaf yang telah diberikan si wakif masih menjadi miliknya
atau lepas
35 Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Departemen Agama
RI Dirjen
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf ,
Jakarta 2006. H.31-32 36 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di
Indonesia, Ciputat Press, Ciputat: 2005, h.
74.
-
37
seketika saat ia menyerahkan kepada mauquf ‘alaih (penerima
wakaf)? Seperti
permasalahan ini, kita coba melihat pokok-pokok yang menjadi
sisi perbedaan
bagi mereka dari pendapat masing-masing mereka ini.
Sebagai bahan komperatif, perlu dikemukakan pendapat
masing-masing
Imam Mazhab sekitar persoalan wakaf, sehingga memperjelas
prinsip yang
mereka pakai. Berikut ini diuraikan masing-masing pendapat imam
mazhab :
1. Mazhab Hanafi
Menurut pendapat Abu Hanifah maka harta yang telah
diwakafkan
menurut mazhab ini tetap berada pada milik wakif dan boleh
ditarik kembali
oleh si wakif. Jadi harta itu tidak berpindah hak milik, hanya
hasil manfaatnya
yang diperuntukkan pada tujuan wakaf. Dalam hal ini Imam Abu
Hanifah
memberikan pengecualian pada tiga hal, yakni wakaf masjid, wakaf
yang
ditentukan keputusan Pengadilan dan wakaf wasiat. Selain tiga
hal tersebut
yang dilepaskan hanya hasil manfaatnya saja bukan benda itu
secara utuh.37
Terhadap wakaf masjid, yaitu apabila seseorang mewakafkan
hartanya
untuk kepentingan masjid, atau seseorang membuat pembangunan
dan
diwakafkan untuk masjid, maka status wakaf di dalam masalah ini
ada.
Karena diwakafkan seseorang untuk masjid, maka secara spontan
itu
berpindah menjadi milik Allah dan tanggallah kekuasaan si wakif
dalam kasus
ini.
37 Ibid, h. 75
-
38
Wakaf yang ditentukan keputusan pengadilan, yaitu bila terjadi
suatu
sengketa tentang harta wakaf yang tak dapat ditarik lagi oleh
orang yang
mewakafkannya atau ahli warisnya. Kalau pengadilan memutuskan
bahwa
harta itu menjadi harta wakaf. Terangkatlah khilafiyah setelah
adanya putusan
hakim.
Abu Hanifah menjelaskan, dengan diwakafkannya suatu harta
bukan
berarti menjadi suatu keharusan untuk lepasnya pemilikan wakif,
oleh sebab
itu bolehlah rujuk dan mengambil kembali wakaf itu. Boleh pula
menjualnya,
karena menurut Abu Hanifah bahwa wakaf sama halnya dengan
barang
pinjaman dan sebagiamana halnya dalam soal pinjam-meminjam, si
pemilik
tetap memiliki, boleh menjual dan memintanya kembali, seperti
‘ariyah.38
Argumentasi lain yang dijadikan Abu Hanifah sebagai alasan
bahwa
harta wakaf yang telah diwakafkan tetap menjadi milik wakif
dengan
menganalogikan dan menyamakannya dengan Sa’ibah seperti yang
terdapat
dalam surat Al-Maidah ayat 103, dan ini sangat dilarang Allah
SWT. Kedua
argumen inilah menurut Abu Hanifah bahwa wakaf sebagai akad
tabarru’.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Malik berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan
harta
yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut
mencegah
wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya
atas harta
38 Ibid, h. 76
-
39
tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban
menyedekahkan
manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.39
Menurut interpretasi Malikiyah, tidak terputus hak si wakif
terhadap
harta yang diwakafkannya. Yang terputus itu hanyalah dalam hal
bertasarruf.
3. Mazhab Syafi’i
Menurut Syafi’i, harta yang diwakafkan terlepas dari si wakif
atau
menjadi milik Allah dan berarti menahan harta untuk
selama-lamanya.
Menurutnya juga, wakaf tidak boleh ditentukan jangka
waktunya,
sebagaimana yang dibolehkan Maliki. Disyaratkan benda yang tahan
lama dan
tidak cepat habisnya. Alasannya ialah hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu
Umar tentang tanah di Khaibar. Imam Syafi’i memahami tidakan
Umar
mensedeqahkan hartanya dengan tidak menjual, mewariskan dan
menghibahkan, juga sebagai Hadits karena Nabi melihat tindakan
Umar itu
dan Rasulullah ketika itu hanya diam. Maka diamnya Rasul dapat
ditetapkan
sebagai hadis taqriry, walaupun telah didahului oleh hadis
qauly.
Syafi’i juga tidak membolehkan harta wakaf itu untuk di
sedekahkan,
dijual, diwariskan dan dihibahkan.40
4. Mazhab Hambali
Menurut Ahmad bin Hanbal, wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif. Wakif tidak boleh melakukan
apa saja
39 Fiqif Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat
Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama RI, jakarta: 2006, h. 2. 40
Ibid, h. 77
-
40
terhadap harta yang diwakafkan. Harta wakaf tidak dapat
diwariskan dan
wakif tidak dapat melarang mauquf ‘alaih dalam hal penyaluran
hasil wakaf
selama disalurkan sesuai tujuannya.
Selanjutnya Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa wakaf terjadi
karena dua hal. Pertama, karena kebiasaan (perbuatan) bahwa dia
itu dapat
dikatakan mewakafkan hartanya. Seperti seseorang mendirikan
mesjid,
kemudian mengizinkan orang shalat di dalamnya secara spontanitas
bahwa ia
telah mewakafkan hartanya itu menurut kebiasaan (‘urf). Walaupun
secara
lisan ia tidak menyebutkannya, dapat dikatakan wakaf karena
sudah
kebiasaan.
Kedua, dengan lisan baik dengan jelas (sarih) atau tidak. Atau
ia
memakai kata-kata habastu, wakaftu, sabaltu, tasadaqtu, abdadtu,
harramtu.
Bila menggunakan kalimat seperti ini maka ia harus mengiringinya
dengan
niat wakaf. Bila telah jelas seseorang mewakafkan hartanya, maka
si wakif
tidak mempunyai kekuasaan bertindak atas benda itu dan juga
menurut
Hambali tidak bisa menariknya kembali. Hambali menyatakan, benda
yang
diwakafkan itu harus benda yang dapat dijual, walaupun setelah
jadi wakaf
tidak boleh dijual dan harus benda yang kekal zatnya karena
wakaf bukan
untuk waktu tertentu, tapi buat selama-lamanya.
5. Mazhab Lain
-
41
Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari
segi
kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik
mauquf ‘alaih,
maskipun mauquf ‘alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan
atas benda
wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.41
Dari beberapa definisi yang dipaparkan oleh para ulama, wakaf
dapat
diartikan melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan
wakif kepada
mauquf ‘alaih dan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu
kebajikan
(sosial) yang mana harta wakaf tersebut dilarang menjualnya,
menghibahkannya, dan mewariskannya atau lain sebagainya.
Menukar dan mengganti benda wakaf, dalam penalaran ulama,
terdapat perbedaan antara benda wakaf yang berbentuk masjid dan
bukan
masjid. Yang bukan mesjid dibedakan lagi menjadi benda bergerak
dan benda
tidak bergerak. Terhadap benda wakaf yang berbetuk masjid,
selain Ibn
Taimiyyah dan sebagian Hanabalah sepakat menyatakan
terlarang
menjualnya. Sementara terhadap benda wakaf yang tidak berupa
mesjid,
selain mazhab Syafi'iyah membolehkan menukarnya, apabila
tindakan
demikian memang benar-benar sangat diperlukan.42
41 Fiqih wakaf, (Jakarta, Direkorat Pemberdayaan Wakaf
Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2006),
cet-4, h.2 42 Candra Boy Seroza, Wakaf Dalam Pandangan Ulama Fikih
Dan Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia, dari
http://one.indoskripsi.com, diakses tanggal 9 juni 2010.
http://one.indoskripsi.com/
-
42
Namun mereka berbeda dalam menentukan persyaratannya. Ulama
Hanafiyah membolehkan penukaran benda wakaf tersebut dalam tiga
hal:
Pertama, apabila wakif memberi isyarat akan kebolehan menukar
tersebut
ketika ikrar. Kedua, apabila benda wakaf itu tidak dapat lagi
dipertahankan.
Ketiga, jika kegunaan benda pengganti wakaf itu lebih besar dan
lebih
bermanfaat.
Ulama Malikiyah juga menentukan tiga syarat, yaitu: Pertama,
wakif
ketika ikrar mensyaratkan kebolehan ditukar atau dijual. Kedua,
benda wakaf
itu berupa benda bergerak dan kondisinya tidak seusai lagi
dengan tujuan
semula diwakafkan. Ketiga, apabila benda wakaf pengganti
dibutuhkan untuk
kepentingan umum, seperti pembangunan mesjid, jalan raya dan
sebagainya.43
6. Sayyid Sabiq
Tidak sah mewakafkan barang yang rusak dengan pemanfaatannya
seperti, lilin, makanan, uang dan sesuatu yang cepat rusak
seperti, bau-bauan
dan tumbuh-tumbuhan aromatik. Juga tidak diperbolehkan
mewakafkan
sesuatu yang tidak boleh dijual belikan seperti, barang
tanggungan, anjing,
babi dan binatang buas lainnya.44
43 Ibid.
44 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, Jilid
4, Cet. Pertama Mei 2006, h.423.
-
43
Adapun sesuatu yang sah untuk diwakafkan aialah tanah,
perabot
yang bisa dipindahkan, mushaf, kitab, senjata dan
binatang.45
45 Ini merupakan mazhab mayoritas ulama Abu Hanifah, Abu Yusuf
dan satu
riwayat dari Malik berpendapat bahwa tidak sah mewakafkan suatu
binatang.
-
43
BAB III
SISTEM ORGANISASI TABUNG WAKAF INDONESIA
A. Gambaran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia
1. Latar Belakang
Pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan
secara terus menerus menurut kita untuk mencari alternatif
solusi yang dapat
mendorongnya lebih cepat. Salah satu alternatif solusi itu
adalah mobilisasi
dan optimalisasi peran wakaf secara efektif dan
professional.
Tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga amil zakat,
terlebih
setelah lahinya UU tentang zakat dan UU tentang wakaf,
membuktikan bahwa
peran dan potensi umat dalam pembangunan sangatlah potensial.
Demikian
juga dengan keberadaan lembaga wakaf.
Oleh karenanya, secara pasti dibutuhkan peran nazhir wakaf
yang
amanah dan professional sehingga penghimpunan, pengelolaan
dan
pengalokasian dana wakaf menjadi optimal. Meski saat ini
kebutuhan akan
adanya nazhir wakaf masih belum mendapat perhatian utama dari
umat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada tanggal 14 Juli
2005,
Dompet Dhuafa mendirikan Tabung Wakaf Indonesia yang berperan
dalam
memberikan sosialisasi, edukasi, dan advokasi wakaf, serta
mengelola harta
wakaf dari masyarakat maupun institusi.1
1 Tabungwakaf.com, diakses tanggal o4 agustus 2010.
-
44
2. Bentuk dan Badan Hukum Tabung Wakaf Indonesia
Sesuai dengan UU RI No. 41 tahun 2004, Tabung Wakaf
Indonesia
(adalah nazhir wakaf) berbentuk badan hukum, dan karenanya
persyaratan
yang akan dipenuhi adalah:
a. Pengurus badan hukum Tabung Wakaf Indonesia ini memenuhi
persyaratan sebagai nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud
pada
pasal 9 (1) UU wakaf no. 41 tahun 2004.
b. Badan hukum ini adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk
sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Badan hukum ini bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan
dan atau keagamaan Islam.
d. Tabung Wakaf Indonesia merupakan badan unit atau badan otonom
dari
dan dengan landasan badan hukum Dompet Dhuafa Republika,
sebagai
sebuah badan yayasan yang telah kredibel dan memenuhi
persyaratan
sebagai nazhir wakaf sebagaiamana dimaksud UU wakaf
tersebut.2
3. Visi dan Misi Tabung Wakaf Indonesia
Visi
Menjadi lembaga wakaf berorientasi global yang mampu
menjadikan
wakaf sebagai salah satu pilar kebangkitan ekonomi umat yang
berbasiskan
sistem ekonomi berkeadilan.
2 Dompet Dhuafa Republika, Profil Tabung Wakaf Indonesia,
(Jakarta : Tabung
Wakaf Indonesia, 2006)
-
45
Misi
Mendorong pertumbuhan ekonomi umat serta optimalisasi peran
wakaf
dalam sektor sosial dan ekonomi produktif.3
4. Struktur Organisasi Tabung Wakaf Indonesia
PRESIDEN DIREKTUR DOMPET DHUAFA
DEWAN PEMBINA DEWAN SYARIAH
DIREKTUR TWI
PROGRAM & GRANT MANAGEMENT FUNDRAISING
SUPPORTING HRD, GA, legal & Finance
STAFF STAFF STAFF
3 Tabungwakaf.com
-
46
Dewan Syariah : Prof. KH. M. Amin Suma Bobby Herwibowo Izzudin
Abdul Manaf, Lc. MA Dewan Pembina : Parni Hadi Eri Sudewo S.
Sinansari Ecip Didin Hafidhuddin Rahmad Riyadi Haidar Bagir Houtman
Z. Arifin Erry Riyana Hardjapamekas Presiden direktur Dompet dhuafa
: Ismail A. Said Direktur Tabung Wakaf Indonesia : Veldy V. Armita
Manager Program & Grant Management : Hendra Jatnika Manager
Fundraising : Noviati Endang Mustaqimah Manager Keuangan : Mekar
Susestyojati Manager HRD & Legal : Destria Merryana A.4
5. Program Wakaf Produktif dan Program Sosial TWI
Terdapat enam buah program wakaf produktif dan program sosial
yang
dicanangkan oleh Tabung Wakaf Indonesia, diantaranya ialah:
a. Zamrud Waqf Foodcourt5
Dengan program ini, TWI ingin membuka ruang usaha bagi para
pedagang kecil, sekalugus mendayagunakan harta wakaf. Jadi, ada
dua
manfaat yang didapat dari program ini. Pertama, para pedagang
kecil
4 Brosur Tabung Wakaf Indonesia, Terdapat Juga Dalam Website
Tabungwakaf.com. 5 Tabungwakaf.com, tanggal 4 Agustus 2010
-
47
memperoleh ruang usaha yang strategis dan baik. Kedua, harta
wakaf
yang diamanahkan oleh para wakif kepada TWI akan
mendatangkan
surplus. Surplus inilah yang nantinya disalurkan untuk mereka
yang
membutuhkan. Dengan demikian aset wakaf ini akan
menghasilkan
manfaat yang lestari, dan pahala yang abadi. Pembangunan
foodcourt,
selain memanfaatkan aset Dompet Dhuafa yang masih ‘tidur’, juga
dalam
rangka membina pedagang kecil agar tak menajdi ‘gelandangan di
negeri
sendiri’.
Foodcourt sendiri bukan sekedar nama. Sesuai namanya, diatas
lahan tersebut akan disediakan tempat parkir dengan kapasitas
4-5 buah
mobil dan 15-20 motor. Juga disediakan mushalla dan toilet yang
terjaga
kebersihannya. Adapun lokasi Zamrud Foodcourt ini terletak di
RT. 000
RW. 00, Cimuning – Mustika Jaya Kota Bekasi, luas tanah 252
meter
persegi.
b. Depok Waqf Junction / Rumah Cahaya
Depok Waqf Junction (DWJ) berlokasi di Jl. Keadilan,
Kecamatan
Sukmajaya-Depok, di atas tanah wakaf dari Bapak Agus Murdianto.
6
Awalnya Depok Waqf Junction adalah perpustakaan bertajuk
Rumah Cahaya (Rumah baCA dan mengHAsilkan karYA) yang
membuka
program pelatihan menulis untuk masyarakat. Oleh TWI, Rumah
Cahaya
ini dipugar menjadi dua lantai dan dikombinasikan dengan aset
properti.
6 Brosur Tabung Wakaf Indonesia
-
48
Lantai pertama dipugar menjadi 3 buah toko yang akan
disewakan.
Sedangkan lantai kedua diperuntukkan untuk ruang perpustakaan
dan
pelatihan menulis.
Hasil sewa dari lantai pertama atau yang disebut surplus
wakaf
dari DWJ akan disalurkan untuk pendanaan program sosial di
perpustakan
Rumah Cahaya serta program pendidikan untuk kaum dhuafa.7
c. Countrywood Waqf Junction
Countrywood Waqf Junction (CWJ) adalah sebuah wahana niaga
sekaligus kegiatan sosial dan merupakan kawasan ekonomi terpadu
yang
akan didirikan di atas tanah wakaf dari Ibu Eni Nuraeni. CWJ
terdiri dari
area komersial dan area sosial.
Area komersial berupa pertokoan, foodcourt, serta lahan
parkir.
Sedangkan area sosial berupa mushalla, playground, serta lahan
terbuka
untuk berjualan para pedagang kaki lima.
Masyarakat yang dibidik untuk menikmatinya adalah kalangan
menegah bawah. Keluarga yang ingin rekreasi, tanpa takut
segalanya
dikomersilkan. CWJ adalah amanah dari seorang wakif tanah
kepada
Tabung Wakaf Indonesia.
Keuntungan dari kegiatan produktif di CWJ ini, akan menjadi
sedekah jariyah yang akan disalurkan sesuai dengan amanat para
wakif
7 Ibid,
-
49
untuk program kesehatan, pendidikan berkualitas untuk kaum
dhuafa,
Smart Ekselensia Indonesia dan program pemberdayaan dhuafa
lainnya.
Sesuai dengan konsep wakaf Rasulullah SAW, yang menghendaki
agar benda wakaf pun menghasilkan surplus, maka wahana niaga
diharapkan sebagai ‘mesin uang’ untuk operasional kegiatan
sosial, yang
bisa berbentuk bantuan biaya pendidikan, kesehatan, dapur umum,
atau
santunan sosial lainnya. Penyaluran surplus niaga ini langsung
dilakukan
langsung oleh TWI ataupun melalui jejaring yayasan Dompet
Dhuafa
lainnya.
Salah satu program rutin yang diselenggarakan di CWJ Tabung
Wakaf Indonesia-Dompet Dhuafa adalah pasar Sabtu-Ahad bagi PKL
dan
UKM, dengan tanpa dipungut biaya sewa, dan terbuka untuk setiap
orang.
Program ini akan dikelola bersama Baitul Mal Nusantara (BMN)
dan
menjadi bagian dari Festifal Hari Pasaran Nusantara (HPN) yang
telah
berlangsung di kota-kota Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta.
Pembangunan CWJ Dompet Dhuafa merupakan wujud dari visi
dan misi TWI Dompet Dhuafa untuk menjadikan gerakan wakaf
produktif
dan wakaf terpadu sebagai pilar pemerataan kesejahteraan
masyarakat.
CWJ ini berada di Jl. Menjangan Raya, RT. 001/03, Pondok
Ranji
– Ciputat Timur, Kabupaten Tangerang. Dengan luas tanah : 845 m2
.
-
50
d. Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC)8
Melihat tingginya kebutuhan kaum dhuafa akan layanan
kesehatan
yang bermutu dan memadai, Tabung Wakaf Indonesia menyalurkan
surplus wakaf untuk program kesehatan dengan bekerja sama
dengan
layanan kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa Republika.
LKC merupakan klinik kesehatan yang diperuntukkan khusus
untuk kaum dhuafa. Sejak awal berdirinya tahun 2004 hingga saat
ini,
LKC telah membiayai secara penuh layanan kesehatan kepada
62.000
member yang berasal dari kaum dhuafa secara gratis.
Ke depan TWI juga menyalurkan surplus wakaf untuk Rumah
Sehat Terpadu (RST). RST merupakan model pelayanan kesehatan
masyarakat dhuafa terpadu, dengan fasilitas yang lengkap dan
memadai.
Program kesehatan kaum dhuafa ini berupa mini rumah sakit
dengan pelayanan 24 jam.
1) Unit gawat darurat
2) Rawat jalan
3) Apotek
4) Rawat inap
5) Poli gigi
6) Poli kandungan
7) Dokter spesialis
8 Brosur Tabung wakaf indonesia
-
51
8) Konsultasi gizi
9) Aksi luar gedung
10) Bina ruhani pasien
LKC ini beralamat di Ciputat Mega Mall Blok D-01 Jl. Ir. H.
Juanda No. 34 Ciputat Tangerang.
e. SMART Ekselensia Indonesia (SMART EI)
Untuk program pendidikan, TWI mengalirkan manfaat wakaf
kepada SMART Ekselensia Indonesia (SMART EI). SMART EI
merupakan sekolah akselerasi SMP dan SMA yang ditempuh selama
5
tahun. Siswa yang bersekolah disini adalah hasil seleksi dari
seluruh
Indonesia. Mereka yang lolos seleksi adalah anak-anak yang
cerdas dari
keluarga dhuafa.
SMART EI telah tercatat sebagai lembaga pendidikan yang tak
kalah dengan sekolah unggulan yang ada.9 Sekolah ini juga
dirancang
secara khusus untuk menampung anak dari kaum dhuafa yang
mempunyai
potensi.
SMART EI juga memiliki beberapa keuggulan lain yaitu,
memadukan sistem kurikulum Islam dan umum, dan target alumni
SMART EI adalah mendapatkan beasiswa kedalam dan luar
negeri.
9 Ibid
-
52
f. Rumah Cahaya
Rumah Cahaya atau Rumah Baca ini merupakan perpustakaan
sekaligus pusat berkarya tulis. Tabung Wakaf Indonesia
mengalokasikan
surplus wakaf ini salah satunya untuk menjaga keberlangsungan
Rumah
Baca. Dan dari sini anak-anak yang tidak mampu bisa menikmati
bacaan
berkualitas sekaligus mengasah kemampuan sastranya.
Rumah cahaya sendiri sebelumnya merupakan aset sosial,
dimana
di dalamnya masyarakat difasilitasi untuk gemar membaca dan
dilatih
untuk mengahsilkan karya. Dengan konsep wakaf terpadu yang
digulirkan
TWI, kini Rumah Cahaya bertransformasi menjadi Depok Waqf
Junction
(DWJ). DWJ terdiri dari aset sosial dan aset produktif. Aset
sosial yakni
Rumah Baca posisinya berada di lantai 2, sementara aset
produktif berupa
properti sarana niaga yang siap disewakan kepada
masyarakat.10
Rumah Baca sendiri masih akan dikelola bersama Forum Lingkar
Pena (FLP). FLP inilah yang akan memanfaatkan gedung lantai
dua
Rumanh Cahaya untuk kegiatan baca dan pelatihan menulis
untuk
masyarakat.
Secara ekonomi. Lokasi DWJ sesungguhnya sangat strategis,
dikelilingi oleh perumahan (arah Timur dan Barat), 10 meter dari
arah
Jalan Keadilan (sebelah Timur), 250 meter dari arah Pasar
Tradisional
Musi (Barat), serta banyaknya sekolah seperti SMU 2 Depok, SMU
Budi
10 Majalah wakaf Tabung Wakaf Indonesia, Edisi 05, Tahun III,
1431 H, h. 11
-
53
Utomo, SMU Yapemri, dan SMP 03 Depok. Bagi masyarakat,
khususnya
warga Depok, yang tertarik dan membutuhkan tempat untuk usaha,
boleh
menjenguk kondisi DWJ. Ada tiga toko yang akan disewakan. Dua
toko
seluas 4x5 m2 yang menghadap Jl. Musi Raya, dan satu toko seluas
8x10
m2 yang menghadap Jl. Keadilan.11
Persyaratan untuk menyewa sangat mudah. Selain setuju dengan
harga sewa,ada hal-hal yang harus dipatuhi antara lain: usaha
tidak boleh
berbau atau bertujuan maksiat, tidak melanggar hukum atau
merugikan
orang lain.
Dan Rumah Cahaya ini berlokasi di Jl. Keadilan, Kecamatan
Sukmajaya-Depok.12
6. Peran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia di Masyarakat
Hadirnya Tabung Wakaf Indonesia (TWI), merupakan fase penting
dari
pelayanan yang dilakukan lewat institusi-institusi otonom yang
lahir dari
Dompet Dhuafa. Sejumlah institusi otonom yang terpilih dalam dua
karakter
kelembagaan, yakni yang sosial (charity) maupun yang produktif,
pada tahap
penguatannya setidaknya sampai kurun lima tahun mendatang,
memerlukan
dukungan finansial yang tidak kecil. Maka TWI hadir mewadahi
segenap
ikhtiar penggalangan dana wakaf tunai yang peruntukkannya
terarah pada
penguatan lembaga otonom maupun jejaring Dompet Dhuafa.
11 Ibid. 12 Ibid.
-
54
Pada perjalanannya hingga saat ini, seluruh lembaga otonom
maupun
jejaring tersebut memang dapat berjalan dengan simultan karena
suntikan
dana yang diperoleh tidak hanya dari pemasukan zakat, infak dan
shadaqah
yang selama ini juga dikembangkan oleh Dompet Dhuafa pada
momen-
momen Ramadhan, namun dana itu juga didapat dari wakaf tunai
hasil
peneglolaan dan pengembangan TWI selama ini. Sehingga semakin
banyak
dana wakaf tunai yang diperoleh TWI, maka dengan sendirinya akan
semakin
bertambah pula para dhuafa yang dapat terberdayakan melalui
program-
program sosial pemberdayaannya.
7. Sistem Pengelolaan Wakaf Dalam Tinjauan TWI
Dalam melakukan kewajibannya selaku nazhir, Tabung Wakaf
Indonesia harus melakukan pengelolaan dan pengembangan atas
harta benda
wakaf yang dihimpunnya sesuai denga fungsi, tujuan dan
peruntukannya
dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu bahwa nazhir wajib
mengelola dan
mengembangkan harta wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya.13 Dimana pengelolaan yang dilakukan oleh Tabung
Wakaf
Indonesia berdasarkan dua pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan produktif
Yaitu pengelolaan harta benda wakaf untuk hal-hal yang
bersifat
produktif dan menghasilkan keuntungan. Diatur dalam pasal 43
ayat 2
13 Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 42 BAB V UU RI No. 41
tahun
2004 tentang wakaf.
-
55
bahwa pengelolaan harta benda wakaf dilakukan secara produktif.
Contoh
: pembuatan rumah sakit komersial dari dana wakaf, keuntungan
dari
rumah sakit sepenuhnya untuk kegiatan kemaslahatan umat.
2. Pendekatan non produktif
Yaitu pengelolaan