www.futurumcorfinan.com Page 1 Analisa Kuantitatif : Leasing atau Membeli Bagian 1: Dalam Pasar Kapital Sempurna - Tidak Ada Bedanya Pendahuluan Perlu dipahami pertama-tama bahwa dalam suatu pasar kapital yang sempurna (perfect capital market), berlaku: Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Analisa Kuantitatif : Leasing atau Membeli
Bagian 1: Dalam Pasar Kapital Sempurna - Tidak Ada Bedanya
Pendahuluan
Perlu dipahami pertama-tama bahwa dalam suatu pasar kapital yang sempurna (perfect
capital market), berlaku:
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
biaya untuk me-leasing suatu barang = (akan sama dengan)
biaya untuk membeli barang tersebut (+)
menjual kembali aset tersebut pada harga pasar wajar aset bekas
Tulisan ini akan menjelaskan mengapa ini terjadi.
Leasing adalah kata yang umum terdengar dimana perusahaan melakukan leasing atas
peralatan, alat berat, mesin-mesin industri maupun kendaraan.
Menurut International Accounting Standard 171 mengenai Leases, disebutkan bahwa:
Sewa (a lease) adalah suatu perjanjian dimana Lessor memberikan kepada Lessee hak
untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya,
Lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada Lessor.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan tanggal 29 September 2006:
Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun
sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna
Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan
barang modal dengan pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan (Lessor).
Dari kedua definisi yang ditemukan tersebut terdapat perbedaan yang signifikan terkait
bagaimana melihat leasing. IAS 17 lebih menekankan adanya pemberian hak untuk
menggunakan suatu aset atau barang (the right to use an asset) oleh pihak Lessor (sebagai
pemilik aset atau barang kepada pihak Lessee selama jangka waktu tertentu, dimana
selama jangka waktu tertentu tersebut, pihak Lessee melakukan pembayaran kepada pihak
Lessor. Penekanannya pada hak untuk menggunakan, dan bukan pada pengalihan barang
atau aset itu sendiri2.
1
2013 International Financial Reporting Standards. Red Book. Part A. London: 2013. IFRS Foundation. Halaman A718. 2 Walaupun di sini, penulis tidak akan membahasnya lebih lanjut, pengertian yang diberikan IAS 17
agak mendekati pemahaman seperti pembayaran royalti untuk penggunaan hak kekayaan intelektual. Lihat juga pengertian royalti dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dalam penjelasan Angka 4 Pasal 4 Ayat (1) huruf h.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan, penekanannya lebih pada kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal, jadi leasing adalah bentuk pembiayaan atau pendanaan, suatu pemahaman
yang banyak ditemukan di buku-buku corporate finance.
Damodaran (1999)3 menyebutkan terkait sewa operasi dari sudut keuangan atau finansial
sebagai berikut:
In finance, our view of all leases, operating as well as capital, is colored by whether the
lease payment represents a commitment similar to interest payments on debt. If the answer
is in the affirmative, leasing becomes an alternative to borrowing and buying the assets,
and lease payments……
If operating lease expenses are to be considered financing expenses….
(catatan: bagian yang diberi penebalan adalah untuk tujuan penekanan).
Dari kalimat di atas, leasing dilihat sebagai suatu alternatif pendanaan untuk pembelian aset.
Disebutkan sebagai alternatif, karena perusahaan bisa juga memperoleh pinjaman dari bank
dan menggunakan dana pinjaman tersebut untuk membeli aset yang bersangkutan, yang
akan menjadi jaminan atas fasilitas pinjaman bank ini. Hal ini kemudian banyak
mengakibatkan timbulnya argumen bahwa leasing lebih baik dari bentuk pendanaan bank,
argumen mana banyak disebut sebagai “leasing preserving capital” atau “leasing provides
100% financing”, yaitu leasing memungkinkan perusahaan untuk dapat menggunakan kas
yang ada guna keperluan lain4. Pendanaan dari bank pada umumnya tidak dapat mencapai
100%, misalnya ditentukan 70% dari nilai likuidasi aset, sehingga kemungkinan besar,
perusahaan perlu mendanai menggunakan kas internal lebih dari 30%. Namun demikian,
argumen dari sudut pandang corporate finance tidak memperoleh dukungan, bahkan
merupakan alasan yang buruk (bad reason) untuk lebih memilih alternatif leasing
dibandingkan memperoleh fasilitas pinjaman dari bank untuk pembelian aset5. Hal ini akan
penulis elaborasi lebih lanjut dalam artikel-artikel berikutnya.
3 Damodaran, Aswath. Dealing with Operating Leases in Valuation. 1999. Halaman 8. Dapat diakses
pada papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id. 4 Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ke-2. England: Pearson Education
Limited. 2011. Bab 25: Leasing. Halaman 841. 5 Ross, Stephen A; Randolph W. Westerfield, dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi Ketujuh.
New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Bab 21: Leasing. Halaman 610.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Sebelum melangkah ke analisa kuantitatif atas pilihan leasing atau beli, akan disinggung
secara singkat pengertian pasar kapital yang sempurna yang menjadi latar belakang analisa
ini.
Secara singkat, pasar kapital yang sempurna adalah suatu pasar dimana tidak terdapat
kemungkinan kesempatan arbitrage. Kesempatan arbitrage akan terjadi pada saat kegiatan
membeli dan menjual suatu efek sekuritas secara bersamaan yang dilakukan pada dua
harga yang berbeda pada pasar yang berbeda, akan memberikan keuntungan tanpa adanya
resiko. Kesempatan arbitrage ini seringkali terhalang karena adanya biaya-biaya transaksi.
(Sumber: Nasdaq.com).
Dalam bahasa corporate finance yang lebih teoritis, Fama dan Miller (1972)6 memerikan
asumsi-asumsi terkait dengan pasar kapital yang sempurna, sebagai berikut.
1. Tidak terdapat biaya transaksi (misalnya biaya broker, biaya pajak pengalihan, dan
lain-lain) terkait dengan pembelian, penjualan atau penerbitan efek sekuritas. Efek
sekuritas juga dapat dipecah-pecah hingga tak terbatas. Dengan demikian, pasar
kapital atau pasar modal bersifat frictionless.
2. Semua partisipan dalam pasar modal memiliki akses yang sama dan tanpa biaya
terhadap informasi terkait harga yang ada dan hal-hal lainnya yang relevan dari semua
efek sekuritas.
3. Semua partisipan adalah price-taker. Tidak ada seorangpun yang dapat
mempengaruhi kondisi keseimbangan atau ekuilibrium pada saat melakukan transaksi
atas efek sekuritas. Para pembeli dan penjual, atau penerbit efek sekuritas,
mengambil harga efek sekuritas sebagaimana adanya (given), yaitu mereka dapat dan
akan bertindak seakan-akan aktivitas mereka dalam pasar tidak mempunyai dampak
yang dapat ditelusuri atas harga yang terjadi.
4. Para investor tidak membeda-bedakan penerbit efek sekuritas apakah merupakan
perusahaan/korporasi atau perorangan.
5. Kesepakatan keuangan yang tersedia bagi perusahaan-perusahaan akan sama
tersedia bagi individual. Para individual dan perusahaan-perusahaan dengan demikian
dapat memperoleh pinjaman atau meminjamkan pada tingkat bunga yang sama.
6 Fama, Eugene F., dan Merton H. Miller. The Theory of Finance. Illinois: Dryden Press. 1972.
Halaman 21.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
Dalam pasar kapital yang sempurna inilah, semua pihak lessor, bank atau lembaga
pembiayaan lainnya melakukan persaingan atau kompetisi satu sama lain untuk dapat
mengadakan transaksi leasing dengan pihak Lessee.
Analisa Kuantitatif: Leasing
Seumpama suatu perusahaan membutuhkan suatu truk untuk divisi operasionalnya. Di sini
dipertimbangkan apakah truk tersebut akan dibeli atau di-leasing saja.
Terdapat beberapa pertimbangan yang diperlukan untuk analisa:
Harga beli truk baru pada saat ini, tentunya ini merupakan harga pasar truk tersebut.
Jangka waktu perjanjian leasing.
Harga jual atau harga pasar truk tersebut pada akhir perjanjian leasing. Di sini
diasumsikan bahwa truk akan dikembalikan ke pihak Lessor pada akhir perjanjian
leasing atau periode leasing.
Di sini, diberi contoh:
Harga beli truk baru: Rp 500 juta.
Jangka waktu perjanjian leasing: 5 tahun.
Harga jual truk pada akhir periode leasing: diperkirakan harga pasarnya Rp100 juta,
ini dikenal sebagai nilai sisa atau nilai residual truk.
Setiap bulan pihak Lessee perlu membayar leasing, maka dapat digambarkan sebagai
berikut:
Dalam pasar kapital yang kompetitif, jumlah pembayaran leasing setiap bulan akan
sedemikian rupa sehingga Net Present Value (NPV – Nilai Tunai Neto) dari transaksi di atas
akan sama dengan NIHIL, atau dengan kata lain, pihak Lessor akan mencapai titik impas
(break-even) pada:
www.futurumcorfinan.com
Page 6
Persamaan (1)
NPV (Pembayaran Leasing) =
Harga Beli – Present Value /Nilai Tunai (Nilai Sisa)
Dari formula di atas, dapat dikatakan bahwa jumlah pembayaran leasing akan tergantung
pada:
(i). harga beli aset barang saat ini;
(ii). nilai residu atau nilai sisa truk [bekas] pada akhir periode leasing; dan
(iii). tingkat diskonto yang tepat untuk arus kas.
Menggunakan contoh di atas, dapat dihitung jumlah pembayaran leasing setiap bulan
sebagai berikut.
Dengan asumsi bahwa tidak terdapat resiko bahwa pihak Lessee akan wanprestasi (default)
atas pembayaran leasing, sehingga tidak terdapat resiko atas arus kas leasing7, maka dapat
digunakan tingkat bunga bebas resiko (risk-free rate), saat ini diasumsikan sebesar 12%
Annual Percentage Rate (APR) dengan compounding setiap bulan. Jumlah pembayaran
leasing setiap bulan untuk 5 tahun dalam pasar kapital sempurna adalah sebagai berikut.
Tingkat diskonto per bulan:
APR 12% dengan compounding bulanan = 12%/12 bulan = 1% per bulan.
NPV (Pembayaran Leasing) = Harga Beli – PV (Nilai Sisa)
PV (Pembayaran Leasing Bulanan) = Rp 500 juta - [Rp 100 juta/ ((1+1%) ^608)]
PV (Pembayaran Leasing):
Dengan PV (Pembayaran Leasing) = Rp 444.955.038, maka berapa pembayaran leasing
setiap bulan?
7 Dalam pasar kapital yang sempurna, terdapat “perfect certainty” (kepastian yang sempurna),
dimana terdapat jaminan yang lengkap bagi setiap investor terkait program investasi di masa depan dan laba yang akan diperoleh dari setiap perusahaan. Hal ini disebutkan dalam tulisan Smriti Chand, diakses tanggal 7 November 2013 pada http://www.yourarticlelibrary.com/business/what-is-the-basic-assumption-given-by-merton-miller-for-perfect-capital-markets/1543/ 8 Angka 60 = 12 bulan (dalam 1 tahun) x 5 tahun periode perjanjian leasing.
CF (pembayaran leasing setiap bulan) = Rp 9.799.781.
Analisa Kuantitatif: Membeli
Sebagai alternatif leasing, tentu saja, pihak perusahaan memiliki opsi untuk membeli truk
yang bersangkutan. Pertanyaan yang terkait, darimana uangnya untuk membeli truk
tersebut. Karena leasing dari sudut pandang corporate finance adalah bentuk pendanaan
(financing), maka secara logika, kita perlu membandingkan hal yang sama, yaitu
perusahaan memperoleh pinjaman untuk mendanai pembelian truk tersebut. Di sini, pihak
perusahaan akan memperoleh fasilitas pinjaman, misalnya dari bank untuk jangka waktu
pinjaman 5 tahun, dan menggunakan dana pinjaman tersebut untuk membeli truk yang
diperlukan.
9 Gitman, Lawrence J. dan Chad J. Zutter. Principles of Managerial Finance. Boston: Prentice Hall.
2012. Edisi ke-13. Bab 5: Time Value of Money, bagian : Finding The Present Value of an Ordinary Annuity. Halaman 173. 10
Ini dikenal sebagai Payment in Advance, yaitu pengaturan sistem pembayaran leasing yang dilakukan di muka. Misalnya, kontrak dilakukan pada tanggal 1 September 2013, maka pada tanggal 1 September 2013 tersebut juga dilakukan pembayaran yang pertama. Ada juga pengaturan pembayaran leasing yang dilakukan di belakang tanggal kontrak leasing. Misalnya, kontrak leasing disepakati pada tanggal 1 September 2013 dengan pembayaran dilakukan setiap bulan, maka pembayaran pertama leasing adalah pada tanggal 1 Oktober 2013. Soekadi, Eddy P. Mekanisme Leasing. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1987. Halaman 88.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Arus kas pihak perusahaan dapat digambarkan sebagai berikut jika melakukan pembelian
truk dengan dana dari pinjaman bank.
Dalam pasar yang kompetitif, berlaku
Persamaan (2)
PV (Pinjaman berikut bunganya) = Harga Beli Truk
Coba kita bandingkan dengan persamaan (1) kita sebelumnya, dimana dalam konteks
leasing di pasar kapital sempurna:
Persamaan (1)
NPV (Pembayaran Leasing) = Harga Beli – PV (Nilai Sisa)
Apa perbedaan yang tampak dari Persamaan (1) dan Persamaan (2)?
Dalam Persamaan (1), selisih harga beli truk dan nilai kini dari nilai sisa, merupakan
depreciable cost, atau harga perolehan truk yang dapat disusutkan. Jadi sejalan dengan ini,
dalam transaksi leasing, pihak perusahaan memperoleh pendanaan untuk jumlah
depreciable cost, atau jumlah yang dapat disusutkan selama periode leasing, dan bukan
seluruh harga beli truk. Mengapa demikian, karena dalam leasing, ada unsur nilai sisa truk
pada akhir jangka waktu perjanjian leasing yang perlu diperhitungkan pula. Pihak Lessee
tahu betul bahwa perusahaan hanya dapat menggunakan truk tersebut selama 5 tahun,
dan sesudah itu, perlu mengembalikannya kepada pihak Lessor, dan pihak Lessor, masih
dapat menjualnya apabila pada akhir jangka waktu perjanjian leasing, truk tersebut memiliki
nilai pasar untuk truk bekas. Pihak Lessee tentunya tidak akan mau, nilai pasar truk bekas
tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang jumlah pembayaran leasing, karena hasil
penjualan truk bekas bagaimanapun akan masuk rekening bank pihak Lessor. Sebagai
alternatif, tentu saja, pihak Lessee, dimungkinkan untuk membeli truk bekas tersebut pada
akhir jangka waktu perjanjian leasing, pada harga estimasi atau perkiraan harga pasar truk
bekas, misalnya dalam hal ini, menggunakan ilustrasi yang sama, sebesar Rp 100 juta.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Dalam Persamaan (2), tampak jelas, bahwa pendanaan dari bank adalah untuk seluruh
harga beli truk. Karena truk tersebut dibeli oleh pihak perusahaan, maka pihak perusahaan
tidak hanya dapat menggunakan truk tersebut selama 5 tahun, tetapi periode-periode
sesudah lima tahun, termasuk juga memutuskan untuk menjual truk tersebut pada akhir
tahun ke-5, sebagai truk bekas, dimana harga perkiraan untuk truk bekas adalah sebesar
Rp 100 juta.
Analisa Kuantitatif: Membeli vs Leasing
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan 2 (dua) hal:
Pertama,
Dalam skenario pihak perusahaan membeli truk dengan menggunakan dana fasilitas
pinjaman dari bank, karena jenis pendanaan ini mencakup seluruh harga beli truk, maka
jumlah cicilan pelunasan pinjaman bank akan lebih tinggi dari jumlah pembayaran leasing
periodik. Karena pihak perusahaan dimungkinkan untuk menggunakan truk tersebut untuk
jangka waktu lebih panjang dari jangka waktu perjanjian leasing, maka secara logika,
biayanya akan lebih tinggi.
Kedua,
Dalam pasar kapital yang sempurna, keputusan membeli atau leasing akan sama saja
biayanya. Mengapa? Perbedaan yang mencolok adalah perkiraan harga truk bekas pada
akhir tahun ke-5 perjanjian leasing. Begitu harga sisa truk bekas dimasukkan dalam analisa,
maka berdasarkan Hukum Satu Harga (The Law of One Price)11, total biaya untuk
memperoleh truk baik dengan membeli atau leasing, akan sama. Apabila hal ini dituangkan
dalam bentuk persamaan:
PV (Pembayaran Leasing) + PV (Nilai Sisa) =
PV (Pembayaran Pinjaman, baik Pokok Pinjaman maupun Bunganya)12
11
Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ke-2. England: Pearson Education Limited. 2011. Bab 3: Arbitrage and Financial Decision Making. Halaman 64. Hukum Satu Harga menyatakan bahwa: if equivalent investment opportunities trade simultaneously in different competitive markets, then they must trade for the same price in both markets. (terjemahan bebas: jika kesempatan investasi yang ekivalen diperdagangkan secara simultan dalam pasar-pasar kompetitif yang berbeda, maka kesempatan-kesempatan investasi itu mesti diperdagangkan dengan harga yang sama dalam kedua pasar tersebut.) 12
PV [Pinjaman – dari bank, dalam ilustrasi] = PV [Pelunasan Pinjaman Pokok] + PV [Pelunasan Cicilan Bunga], jika pinjaman dinilai secara wajar (fairly priced).
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Apa artinya persamaan di atas?
Dalam pasar kapital yang sempurna, biaya untuk leasing truk, dan kemudian memutuskan
untuk membeli truk bekas, akan sama dengan biaya untuk memperoleh fasilitas pinjaman
dari bank (atau lembaga keuangan lainnya, atau pihak ketiga lainnya) untuk keperluan
membeli truk yang bersangkutan. Apabila kita masukkan angka-angka dari ilustrasi di atas,
maka ini dengan mudah dibuktikan:
PV (Pembayaran Leasing) + PV (Nilai Sisa) =
PV (Pembayaran Pinjaman, baik Pokok Pinjaman maupun Bunganya)
PV (Pembayaran Leasing) = Rp 444.955.038
PV (Nilai Sisa) = Rp 100 juta/ [(1+1%) ^60] = Rp 55.044.962
Total dari kedua PV di atas adalah Rp 500 juta yang merupakan PV (Pembayaran Pinjaman
baik Pokok Pinjaman maupun Bunganya).
Kita akan menggunakan contoh yang sama dengan contoh sebelumnya, namun sekarang,
pihak perusahaan mempertimbangkan untuk membeli truk itu saja, dengan memperoleh
fasilitas pinjaman dari pihak bank dengan fasilitas pinjaman sebesar Rp 500 juta, yang akan
dicicil setiap bulan selama 5 tahun dalam jumlah yang sama.
Asumsi-asumsi yang kita pakai akan tetap sama, yaitu:
Pasar kapital sempurna
Tingkat bunga bebas resiko yang digunakan sebagai tingkat diskonto arus kas
leasing, karena tidak ada kemungkinan resiko wanprestasi, artinya semua arus kas
yang terjadi adalah bebas resiko dari wanprestasi. Menggunakan tingkat bunga
yang sama, 1% per bulan (12% APR dengan compounding bulanan dibagi 12 bulan).
Cicilan pertama untuk pelunasan pinjaman bank dilakukan 1 bulan sesudah
perjanjian pinjaman, suatu praktik yang umum ditemukan pada pembayaran
pinjaman bank.
Konsep ini kurang lebih sama pemahamannya dalam perhitungan nilai obligasi jangka panjang. Lihat ilustrasi dalam “Valuation of Long-term Bonds” dalam buku: Kieso, Donald E., Jerry Weygandt, dan Terry Warfield. Intermediate Accounting. Edisi ke-14. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2012.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Dengan menggunakan rumus Annuitas yang sama,
PV (Harga Beli Truk) adalah Rp 500 juta.
Cicilan pinjaman bank setiap bulan dihitung sebagai berikut.
CF cicilan setiap bulan = PV (Harga Beli Truk) / [(1/1%) x [1- (1/ ((1+1%) ^60))]
CF cicilan setiap bulan = Rp 500.000.000 / 44, 96
CF cicilan setiap bulan = Rp 11.122.224.
Dibandingkan dengan jumlah pembayaran leasing setiap bulan yaitu sebesar Rp 9.799.781,
maka jumlah cicilan pembayaran pinjaman bank lebih tinggi sekitar 13, 5%.
Perlu diperhatikan di atas bahwa dalam contoh ilustrasi di atas, kita mengasumsikan bahwa
pada akhir jangka waktu perjanjian leasing, pihak Lessee diwajibkan untuk mengembalikan
truk tersebut kepada pihak Lessor. Apakah ada pilihan lain yang tersedia bagi pihak
Lessee? Tentu saja ada13. Namun perlu dicermati, apakah ini HAK OPSI atau KEWAJIBAN.
HAK OPSI berarti pihak Lessee bisa memutuskan untuk meng-exercise atau menjalankan
opsi tersebut atau tidak. Jadi di sini, keputusan ada di tangan pihak Lessee, dan pihak
Lessor hanya menunggu keputusan yang diambil oleh pihak Lessee. Dalam perjanjian
leasing, pihak Lessee dengan hak opsi akan dapat membeli barang tersebut pada akhir
13
Contino, Richard M., ESQ. The Complete Equipment Leasing Handbook: A Deal Maker’s Guide with Forms, Checklists, and Worksheets. New York: American Management Association. 2002. Halaman 14. Disebutkan bahwa salah satu keunggulan leasing adalah memungkinkan pembiayaan yang fleksibel. The ability to obtain flexible financing is an important reason why companies lease equipment. Prospective lessees have the ability to structure the terms and conditions of a lease arrangement to address their specific business needs. For example, lease arrangements can be structured with a variety of lessee options, such as fair market or fixed price equipment purchase options, fair market or fixed price lease term renewal options, early termination options, equipment upgrade options, and sublease options. Leases can be set up with varying rent payment structures, such as low/high or high/low rent payments and skipped rent payments during industry down cycles, as well as varying rent periodicity such as payments monthly, quarterly, semiannually or annually, in advance or arrears. Master lease arrangements are available, which permit equipment delivered at varying times in the future to be simply added to an existing lease contract. Leases can include equipment maintenance and repair.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
perjanjian leasing14. Besarnya harga barang tersebut adalah sesuai dengan isi kesepakatan
terkait nilai sisa barang dengan pihak Lessor.
Penentuan opsi yang tersedia ataupun kewajiban pihak Lessee akan ditentukan pada saat
kesepakatan leasing dilakukan. Pada akhir perjanjian leasing, pihak Lessee dapat diberikan
hak Opsi Beli (Buyout/Purchase Options). Di sini tersedia beberapa hak opsi bagi pihak
Lessee untuk membeli barang yang di-leasing, termasuk15:
Fair Market Value Purchase Option. Ini sesuai dengan kata “opsi” berarti pihak
Lessee memegang hak opsi untuk apakah akan memutuskan membeli aset tersebut
pada harga pasar wajar aset (bekas). Tentunya ini harga ini akan ditentukan pada
saat berakhirnya perjanjian leasing.
Untuk tipe aset tertentu, penentuan harga pasar wajar aset bekas tidak dengan
mudah ditentukan, karena kemungkinan saja tidak terdapat pasar yang tersedia atau
diperlukan waktu untuk mencari calon pembeli yang berminat. Bisa juga di sini diatur
dalam perjanjian leasing terkait prosedur yang disepakati mengenai bagaimana
penentuan harga pasar wajar untuk aset bekas antara pihak Lessee atau pihak
Lessor, termasuk apakah pihak penilai independen akan dilibatkan untuk penentuan
harga pasar wajar aset tersebut.
Fair Market Value Purchase, tanpa kata “Option”.
Ini berarti bahwa pihak Lessee memiliki kewajiban untuk membeli aset tersebut pada
nilai pasar wajar yang akan ditentukan kemudian, yaitu pada akhir perjanjian leasing.
Jadi di sini, pihak Lessee tidak memiliki pilihan kecuali membeli aset tersebut.
10% Option. Berarti penawaran yang ada adalah bahwa pihak Lessee memegang
hak opsi untuk memutuskan membeli aset tersebut sebesar 10% dari harga beli awal
aset tersebut.
10% Option merupakan bagian dari apa yang dapat disebut sebagai “fixed price
14
Apabila pihak Lessee tidak menggunakan hak opsi ini maka pihak Lessee bisa juga melakukan perjanjian leasing tahap kedua atas barang yang sama. Seandainya pihak Lessee tidak mau untuk memperpanjang perjanjian leasing dengan kontrak tahap kedua, maka pihak Lessee wajib untuk mengembalikan barang tersebut kepada pihak Lessor. 15
Giddy, Prof. Ian. Equipment Leasing. New York University. Diakses pada tanggal 4 November 2013. http://people.stern.nyu.edu/igiddy/leasing.htm
www.futurumcorfinan.com
Page 13
lease”16, dimana penentuan harga tetap dapat mengacu penggunaan “persentase”
tertentu atau “harga” tertentu yang telah ditentukan pada awal kesepakatan leasing,
atau nilai sisa yang telah disetujui bersama17.
Mengingat bahwa ini adalah suatu “opsi” artinya pada akhir jangka waktu leasing,
pihak Lessee belum tentu akan menjalankan hak opsi tersebut. Salah satu
pertimbangan pihak Lessee tentunya adalah membandingkan “harga tetap yang
ditentukan atau disetujui bersama di muka” dengan “harga pasar wajar” aset. Apabila
harga pasar aset lebih tinggi, pihak Lessee, hanya dengan pertimbangan harga dan
faktor-faktor lainnya dianggap sama, kemungkinan besar akan membeli aset tersebut
pada harga tetap yang telah ditentukan atau disepakati bersama di awal perjanjian
leasing. Bagaimana kalau harga pasar lebih rendah? Pihak Lessee kemungkinan
besar tidak akan meng-exercise hak opsi yang ada, dan memilih membeli (kalau
memang bermaksud akan tetap menggunakan aset tersebut) tidak dari pihak Lessor,
tapi pergi ke pasar aset bekas, dimana harga pasarnya lebih rendah.
Dari sudut pandang pihak Lessor, ada 2 hal yang dapat dilakukan:
mengingat pihak Lessee memiliki hak opsi untuk “walk away” dengan tidak meng-
exercise hak opsi tersebut, tentunya hak opsi ini dapat merupakan “kerugian”
(disadvantage) bagi pihak Lessor, maka besar kemungkinan pihak Lessor akan
mengenakan jumlah pembayaran leasing yang lebih tinggi sebagai kompensasi
karena opsi demikian memiliki nilai bagi pihak Lessee. Prinsip “there is no such
free lunch” (tidak ada makan siang yang gratis) tampaknya berlaku di sini.
Menawarkan ke pihak Lessee untuk mengambil aset tersebut pada harga mana
yang lebih rendah “nilai pasar wajar” atau “harga tetap yang ditetapkan di awal
perjanjian leasing”. Ini dikenal sebagai “fair market value cap lease”. Ini jelas
memberikan kemudahan kepada pihak Lessee, karena kalau nilai pasar wajar
aset tersebut lebih rendah pada akhir perjanjian leasing dibandingkan dengan
harga tetap yang ditetapkan di awal, maka pihak Lessee tidak perlu susah-susah
mencari aset bekas yang sama di pasar aset bekas, tapi bisa langsung
membelinya dari pihak Lessor.
10% Put. Hal ini berarti bahwa pada akhir perjanjian leasing, pihak Lessee
16
Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ke-2. England: Pearson Education Limited. 2011. Bab 25: Leasing. Halaman 826. 17
Soekadi, Eddy P. Mekanisme Leasing. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1987. Halaman 83.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
berkewajiban untuk membeli aset [bekas] tersebut sebesar 10% dari harga beli awal
aset tersebut.
$1 (atau Rp1,-) Buyout. Pihak Lessee dapat membeli aset tersebut dengan nilai beli
sebesar US$ 1 (satu USD) atau Rp 1, - pada akhir periode leasing, dan dengan
demikian, hak kepemilikan atas aset tersebut akan beralih dari pihak Lessor ke pihak
Lessee.
$1/Rp1,- buyout umumnya akan memenuhi persyaratan untuk diperlakukan sebagai
“capital lease” atau “finance lease” dalam akuntansi untuk leasing 18 , dimana
kepemilikan atas aset yang di-lease akan beralih dari pihak Lessor ke pihak Lessee
mengingat aset yang dialihkan praktis hanya dihargai US$ 1 atau Rp1,-, dan secara
logika, aset tersebut praktis “diberikan” kepada pihak Lessee. Tetapi apakah ini
memang benar-benar “diberikan dengan harga super murah”? Tentunya tidak.
Mengingat bahwa secara efektif, pihak Lessee akan memiliki aset tersebut dengan
harga hanya US$ 1 atau Rp1,-, pihak Lessor tentunya akan memperhitungkannya
dalam jumlah pembayaran leasing periodik.
Ingat kembali Persamaan (1) di atas, dimana praktis, PV (Nilai Sisa) akan mendekati
nol, maka PV (Pembayaran Leasing) = PV (Harga Beli). Dengan kata lain, perjanjian
leasing dengan US$1/Rp1, - buyout akan sama saja artinya dengan mendanai
pembelian aset dengan memperoleh fasilitas pinjaman dari bank, lembaga keuangan
atau pihak ketiga lainnya. Ini juga salah satu alasan mengapa US$1/Rp1,- buyout
akan mengharuskan pihak Lessee mencatat aset yang di-lease sebagai aset dalam
neraca pihak Lessee dengan entri kreditnya ke Hutang Leasing (lihat IAS 17 tentang
Leasing atau Exposure Draft (ED) PSAK 30 tentang Sewa terkait penerapan standar
akuntansi untuk sewa atau leasing19).
Di samping itu, ini juga berarti kemungkinan besar, jangka waktu perjanjian leasing
akan mendekati usia ekonomis aset yang bersangkutan. Misalnya, diketahui estimasi
usia ekonomis aset adalah 10 tahun, maka perjanjian leasing dengan US$1/Rp1,-
18
International Accounting Standards (IAS) 17 “Leases” atau US Statement of Financial Accounting Standards No. 13 “Accounting for Leases” (ASC 840). 19
Dalam ED PSAK 30 (2011) digunakan istilah “sewa pembiayaan” untuk finance lease, yaitu sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh resiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan. Terkait pengakuan awal pada laporan keuangan pihak Lessee terkait finance lease, IAS 17 mengharuskan pihak Lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
buyout, akan diatur sedemikian rupa mendekati 10 tahun, sehingga pada akhir
jangka waktu perjanjian leasing, praktis, aset tersebut akan memiliki nilai ekonomis
yang relatif rendah sekali.
Terkait nilai sisa atau nilai residu pada akhir perjanjian leasing, ada yang dijamin dan ada
yang tidak dijamin oleh pihak Lessee atau pihak ketiga lainnya yang tidak terkait dengan
pihak Lessee atau pihak Lessor20.
Contoh di bawah ini bisa memberikan gambaran bagaimana pengaruh dari masing-masing
hak opsi pada pihak Lessee pada akhir perjanjian leasing terhadap jumlah pembayaran
leasing setiap bulan.
Dengan menggunakan contoh ilustrasi yang sama seperti di atas, dengan variasinya:
i. Fair market value purchase option.
ii. US$1/Rp1,- buyout option.
iii. Harga tetap yang memperbolehkan pihak Lessee membeli truk tersebut pada akhir
jangka waktu perjanjian leasing pada harga Rp 80 juta, yaitu nilai sisa yang
disepakati bersama.
Di sini akan dicontohkan bagaimana perhitungan jumlah pembayaran leasing setiap bulan.
i. Dengan adanya hak opsi untuk membeli truk tersebut pada akhir tahun ke-5,
misalnya harga pasar wajar truk tersebut adalah Rp 100 juta, maka dalam hal ini,
jumlah pembayaran leasing untuk truk setiap bulan, akan sama dengan perhitungan
yang telah kita lakukan pada contoh pertama, yaitu sebesar Rp 9.799.781 setiap
bulan.
Perlu diperhatikan di sini, bahwa harga pasar wajar truk tersebut sebesar Rp 100
juta dimana pihak Lessee memiliki hak opsi untuk beli atau tidak, dari pihak Lessor,
terlepas hak opsi ini dijalankan oleh pihak Lessee atau tidak, pihak Lessor tetap
dapat memperoleh uangnya:
20 Nilai residu yang dijamin menurut ED PSAK 30 (2011) atau IAS 17 adalah:
(a) bagi pihak Lessee, bagian dari nilai residu yang dijamin oleh pihak Lessee atau pihak terkait dengan pihak Lessee (jumlah jaminan adalah jumlah maksimum yang dalam kondisi apapun dapat menjadi yang terutang); dan
(b) bagi pihak Lessor, bagian nilai residu yang dijamin oleh pihak Lessee atau pihak ketiga, yang tidak terkait dengan pihak Lessor, yang secara finansial memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban atas jaminan tersebut.
Nilai residu tidak dijamin adalah bagian dari nilai residu aset sewaan yang nilai realisasinya tidak dapat dipastikan atau dijamin semata-mata oleh suatu pihak terkait dengan pihak Lessor.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
baik jika hak opsi ini dijalankan oleh pihak Lessee, berarti akan diterima Rp
100 juta dari pihak Lessee, atau
kalau hak opsi tidak dijalankan, maka pihak Lessor dapat menjualnya di
pasar truk bekas.
Karena jumlah Rp 100 juta ini tetap akan diterima oleh pihak Lessor, maka terlepas
hak opsi ini diambil atau tidak, jumlah pembayaran leasing di atas sebesar
Rp 9.799.781 tidak akan terpengaruh.
ii. Dalam US$1/Rp1,- buyout, praktis, pihak Lessee kemungkinan besar akan
mengambil truk bersangkutan pada harga US$1 atau Rp1,-. Jumlah ini tidak berarti
banyak bagi pihak Lessor, karena secara praktis, truk tersebut secara ekonomis
telah beralih kepada pihak Lessee selama jangka waktu perjanjian leasing. Karena
telah dialihkan secara ekonomis, maka pihak Lessor akan memperhitungkan
pendanaan leasing truk tersebut pada harga beli truk yaitu sebesar Rp 500 juta.
Menggunakan rumus Annuitas, dapat ditentukan jumlah pembayaran leasing setiap
bulan:
CF (pembayaran leasing setiap bulan) =
Rp 500 juta / [1 + 1/1% x (1- 1/((1+1%)^59))]
CF (pembayaran leasing setiap bulan) = Rp 500 juta/45.40
CF (pembayaran leasing setiap bulan) = Rp 11.012.103
Jumlah pembayaran leasing setiap bulan ini Rp 11.012.103 jelas lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil perhitungan kita di atas untuk nilai sisa truk bekas pada
nilai pasar wajar sebesar Rp 100 juta, yaitu dimana pembayaran leasing sebesar Rp
9.799.781. Hal ini mudah dipahami, mengingat, pihak Lessor tidak akan menerima
apapun pada akhir jangka waktu perjanjian leasing, artinya truk tersebut praktis tidak
memiliki nilai komersial atau nilai ekonomis yang berarti, jadi pastinya, pihak Lessor
akan memperhitungkannya dalam jumlah pembayaran leasing setiap bulan yang
lebih tinggi.
iii. Nilai sisa merupakan harga tetap yang memperbolehkan pihak Lessee membeli truk
tersebut pada akhir jangka waktu leasing pada harga Rp 80 juta.
Apakah pihak Lessee akan meng-exercise hak opsi ini atau tidak, akan tergantung
pada harga pasar wajar truk bekas pada akhir perjanjian leasing. Seumpama, harga
pasar wajar truk bekas adalah Rp 100 juta, dengan asumsi faktor-faktor penentu
www.futurumcorfinan.com
Page 17
pengambilan keputusan lainnya adalah sama, maka dapat diperkirakan bahwa pihak
Lessee akan meng-exercise hak opsi tersebut.
Dari pihak Lessor, besar kemungkinan mereka sudah dapat memperkirakan harga
perkiraan truk bekas pada akhir perjanjian leasing, misalnya berdasarkan
pengalaman yang sudah dimiliki oleh pihak Lessor atau dari informasi lainnya yang
dikumpulkan oleh pihak Lessor dari dealer truk. Mengapa bagi pihak Lessor,
informasi ini penting? Tentunya pihak Lessor akan memperhitungkan arti hak opsi ini
bagi pihak Lessee. Seumpama, hak opsi tersebut memiliki nilai karena harga tetap
yang ditawarkan ke pihak Lessee akan lebih rendah dari harga pasar wajar truk
bekas, maka pihak Lessor akan memasukkan unsur hak opsi yang bernilai ini ke
dalam perhitungan jumlah pembayaran leasing setiap bulan.
Apabila hak opsi ini kemungkinan besar akan di-exercise, perhitungan pembayaran
leasing setiap bulan akan menjadi sebagai berikut.
PV (Pembayaran Leasing) = Rp 500 juta – [Rp 80 juta / ((1+1%)^60)]
PV (Pembayaran Leasing) = Rp 500 juta – [Rp 80 juta / 1,1817]
PV (Pembayaran Leasing) = Rp 455.964.031
CF (Pembayaran leasing setiap bulan) menggunakan rumus Annuitas:
CF (Pembayaran leasing setiap bulan) = Rp 455.964.031 / [1+ 1/1% x (1-
1/((1+1%)^59))) = Rp 455.964.031/ 45,40 = Rp 10.042.246.
Apabila kita bandingkan ketiga opsi yang ada, maka tampak bahwa prinsip “there is
no such free lunch in this world”, bahwa tidak ada makan siang yang gratis di dunia
ini tergambar, pada waktu pihak Lessee memiliki hak opsi untuk membeli truk pada
akhir perjanjian leasing selain nilai pasar wajarnya, maka jumlah pembayaran leasing
setiap bulan akan lebih tinggi, sebagaimana diringkaskan di bawah ini.