BABIPENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Sektor Telekomunikasi Seluler di Indonesia merupakan salah satu
sektor yang menjadi tumpuan hidup sebagian masyarakat Indonesia.
Sektor ini dapat memenuhi kebutuhan telekomunikasi antar
masyarakat, menciptakan lapangan kerja, menciptakan pendapatan, dan
menghasilkan pajak serta retribusi untuk proses pembangunan.
Hal ini sudah diatur dalam PMB 4 Menteri tentang Pedoman
Pembangunan Menara Bersama bahwa menara telekomunikasi yang akan
atau telah dibangun, lokasinnya harus sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan/atau rencana detail tata ruang wilayah
kabupaten/kota. Selain itu diatur juga oleh Perkominfo No. 2 Tahun
2008, bahwa pemerintah daerah harus menyusun pengaturan penempatan
lokasi menara sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang
berlaku.
Pemerintah daerah dalam menyusun pengaturan penempatan menara
sebagaimana dimaksud pada Perkominfo No. 2 Tahun 2008 ayat (1)
harus mempertimbangkan aspek-aspek teknis dalam penyelenggaraan
telekomunikasi dan prinsip-prinsip penggunaan menara bersama. Dan
tidak lupa adannya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
No. 28 Tahun 2009 terdapat
dalam Pasal 109 tentang Retribusi Jasa Umum dimana objek
retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Kebutuhan masyarakat terhadap sektor telekomunikasi terutama
telekomunikasi seluler harus dioptimalkan dalam hal cakupan sinyal
telekomunikasi dalam rangka untuk memperluas atau menambah
kapasitas jaringan telekomunikasi.
Untuk memperluas atau menambah kapasitas jaringan yang dilakukan
pada umumnya adalah penambahan lokasi penempatan BTS (Base
Transceiver Station) atau yang lebih dikenal dengan nama Site.
Dimana BTS berfungsi untuk menjembatani perangkat komunikasi
pengguna jaringan menuju jaringan lain. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut pada tahap awal para operator atau pemilik proyek harus
melakukan survey site.
Survei site merupakan tahapan awal dari suatu rencana
pembangunan jaringan telekomunikasi yang merupakan hal penting
dalam proses pembangunan dan sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan untuk proses selanjutnya. Survei ini untuk mendapatkan
lokasi yang terdekat dengan nominal koordinat yang ada dalam desain
jaringan.
Salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung yang belum ada
jaringan seluler telekomunikasi adalah di Kecamatan Pacet. Jumlah
kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung adalah sebanyak 31
kecamatan. Kecamatan Pacet merupakan salah satu kecamatan yang ada
di Kabupaten Bandung dengan luas wilayah
6.853,70 ha. Luas wilayah Kabupaten Bandung sendiri adalah
176.234,67 ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 3.2
15.548 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 1.638. 623 jiwa (50,96%) dan
perempuan 1.576.925 Jiwa (49,04%), (BPS, 2011).
Lingkup pekerjaan untuk memperluas atau menambah kapasitas
jaringan (survei site) tersebut salah satunya adalah Line of Sight
(LoS) Survey. Dalam upaya untuk membangun jaringan LoS Survey
tersebut, diperlukan kajian yang komprehensif agar tidak terjadi
kerugian baik dari sisi pemberi kerja (PT. Indosat) maupun sisi
pelaksana kerja (PT. Ervina).
Kerugian yang dirasakan/diterima pemberi kerja (PT. Indosat),
biasanya terlepas dari tidak tepatnya spesifikasi barang/bahan yang
digunakan oleh pelaksana kerja dan lokasi yang tidak sesuai dengan
titik koordinat. Akibatnya hasil pekerjaan yang tidak optimal
dantempat LoS Survey yang tidak mengena terhadap konsumen yang
membutuhkan jaringan tersebut atau tidak tepat sasaran.
Dari sisi pelaksana pekerjaan, apakah pekerjaan yang
dilaksanakan tersebut memberikan profit maksimal, atau sebaliknya
justru rugi, dikarenakan tanpa perhitungan biaya yang realistis,
yaitu tidak menggunakan metode yang logis/umum yang hanya di
kira-kira, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada
dana yang telah dianggarkan/diberikan oleh pemberi kerja (PT.
Indosat).
Disamping dari kedua hal tersebut, perlu juga dilihat dari sisi
konsumen (masyarakat), dengan dibangunnya jaringan/proyek itu
apakah masyarakat merasa diuntungkan atau sebaliknya, yaitu merasa
terganggu dengan dibangunnya jaringan tersebut.
Dengan latar belakang tersebut, penulis akan mengkaji dari
berbagai kelayakan diantranya yaitu kelayakan lokasi, kelayakan
finansial dan kelayakan ekonomi. Kelayakan lokasi bertujuan untuk
melihat kelayakan lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat untuk
pembangunan Site, sehingga pembangunan Site akan lebih terarah,
sesuai dengan RTRW dan titik koordinat serta memberikan manfaat
yang besar bagi masyarakat disekitar Site.
Kelayakan finansial bertujuan untuk melihat kelayakan secara
finansial pembangunan Site. Kriteria kelayakan finansial yang
digunakan yaitu NPV, IRR dan B/C Ratio. Fokus kajian kelayakan
finansial yaitu biaya yang akan dikeluarkan PT. Ervina untuk
melakukan pekerjaan LoS Survey apakan harga yang ditawarkan oleh
pihak operator selaku pihak yang memberi pekerjaan bisa diterima
oleh PT. Ervina selaku pihak yang menerima pekerjaan atau
tidak.
Sedangkan kelayakan ekonomi dalam penelitian ini yaitu bertujuan
untuk melihat dampak secara ekonomi dari adanya pembangunan Site.
Sehingga dengan adanya pembangunan Site, diharapkan dapat
memberikan manfaat atau dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat
seperti adanya peningkatakan perekonomian masyarakat, penyerapan
tenaga kerja dan dampak ekonomi lainnya.
Adapun manfaat lain yang bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar
Kecamatan Pacet adalah bisa dengan leluasa menggunakan perangkat
telepon seluler karena jaringannya sudah tersedia, karena dijaman
serba teknologi ini, perangkat telepon seluler sudah bukan menjadi
barang yang langka atau mewah karena semua lapisan masyarakat perlu
akan komunikasi khususnnya untuk di Desa Lembur Awi, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Bandung.
Dengan adannya pembangunan infrastruktur yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan maka tentunya akan meningkatkan perekonomian di
daerah tersebut. Selain itu, menara-menara yang dibangun di daerah
Pacet ini dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat pada umumnya
supaya bisa memanfaatkan teknologi yang ada dan juga dapat
meningkatkan perekonomian dengan contoh adanya komunikasi yang
dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian.
Maka berdasarkan Latar Belakang tersebut, penulis sangat
tertarik untuk meneliti kelayakan investasi LoS Survey pada Site
Lembur Awi di Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung yang akan penulis
tuangkan dalam sebuah skripsi dengan judul Analisis Kelayakan
Investasi Site Lembur Awi Dengan Line Of Sight (LoS) Survey Di Desa
Maruyung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada Latar Belakang, maka masalah yang
diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dijadikan pertimbangan dalam pembangunan BTS di Site
Lembur Awi?
2. Bagaimana kelayakan Pembangunan Site Lembur Awi dilihat dari
kelayakan finansial (NPV, IRR dan B/C Ratio)?
3. Bagaimana kelayakan Pembangunan Site Lembur Awi dilihat dari
kelayakan ekonomi?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui yang dijadikan pertimbangan dalam
pembangunan BTS di Site Lembur Awi.
2. Untuk mengetahui kelayakan Pembangunan Site Lembur Awi
dilihat dari kelayakan finansial (NPV, IRR dan B/C Ratio).
3. Untuk mengetahui kelayakan Pembangunan Site Lembur Awi
dilihat dari kelayakan ekonomi.
1.4Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya
yaitu:
1. Untuk Kepentingan Penulis
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh
penulis selama dibangku perkuliahan dan menambah ilmu pengetahuan
serta pengalaman mengenai kelayakan investasi pada suatu proyek
guna mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja, melalui
pengolahan data dan kunjungan langsung ke tempat yang dijadikan
objek penelitian dalam penelitian ini. Selain itu kegunanaan
penelitian ini juga sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Program Sarjana (S1) pada Program Studi Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan Bandung.
2. Untuk Kepentingan Akademis
Dapat digunakan sebagai bahan informasi agar dapat digunakan
untuk studi-studi selanjutnya dalam pengembangan ilmu ekonomi.
3. Untuk Kepentingan PT. Ervina
Dapat memberikan informasi kelayakan proyek pendirian Site
Lembur Awi yang akan dilaksanakan oleh PT. Ervina selaku penerima
kerja dari pemberi kerjaan (PT. Indosat). Sehingga hasil dari
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi PT.
Ervina dalam melakukan pengambilan keputusan yang berkaitan den gan
masalah yang ada dalam penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Kajian Pustaka
2.1.1 LoS (Line ofSight)
Dengan banyaknya operator, wilayah Indonesia sekarang banyak
dijumpai tower-tower Base Transceiver Station (BTS). Pembangunan
BTS sendiri diatas permukaan bumi erat kaitannya dengan bidang
Geodesi. Tingkat keberhasilan pencarian lokasi BTS yang tepat agar
mencapai Line of Sight (LoS) dengan lokasi titik BTS yang lain
dapat ditentukan dengan keakuratan melakukan survei topografi yang
meliputi survei GPS dan penggunaan study map.
10
Pada pembangunan BTS melibatkan sumber daya manusia dari
berbagai disiplin ilmu. Pada awal pembangunan BTS, langkah pertama
yang ditempuh adalah melakukan pemilihan tempat atau lokasi dimana
BTS tersebut dibangun, melakukan desain RBS (Radio Base System),
melakukan desain transmisi, yang kemudian setelah semuanya tidak
mengalami kendala dari proses perizinan dari pemerintah daerah dan
masyarakat terkait, maka tower BTS dapat dibangun.
Line of Sight (LoS) ini dapat diartikan kondisi tampak pandang
antar BTS tanpa adanya obyek penghalang (obstacle) dari jalur
sinyal BTS. Pada proses desain RBS dan desain transmisi perlu
adanya integrasi dari jaringan yang telah ada.
Salah satu syarat BTS dapat terintegrasi dengan sempurna dengan
jaringan yang telah ada yaitu kondisi Line of Sight (LoS) suatu BTS
dengan BTS lain yang telah terintegrasi. Untuk dapat mengetahui
obstacle di jalur BTS sangat mudah dilakukan dengan survei
topografi dengan metode survei GPS.
Daerah Fresnel (Fresnel Zone), meskipun ada obstacle namun bila
dikatakan tidak mengganggu sinyal antar BTS harus tidak masuk dalam
Daerah Fresnel (Fresnel Zone) sinyal BTS.
Daerah Fresnel adalah area atau zona dari ERP (Effective
Radiated Power) atau dapat dikatakan bahwa Daerah Fresnel adalah
area dimana sinyal dari antena microwave BTS terdistribusi secara
efektif. Daerah Fresnel harus bersih dari segala obstacle. Daerah
Fresnel dapat digambarkan dan dirumuskan seperti pada gambar
dibawah ini:
Kondisi dari Daerah Fresnel yang dapat dikatakan LoS digambarkan
sebagai berikut:
Kondisi Daerah Fresnel yang Dikatakan LoS
Faktor kelengkungan bumi, pembangunan tower BTS diatas
permukaaan bumi erat kaitannya dengan faktor kelengkungan bumi.
Karena pada kenyataannya bahwa bumi ini berbentuk bulat ellips
sehingga jarak dua titik akan berpengaruh dengan faktor
kelengkungan bumi. Berikut persamaan untuk mendapatkan faktor
kelengkungan bumi:
Pada jarak tetentu tinggi sinyal langsung yang merambat dari
pemancar ke penerima dapat dihitung. Selain itu tinggi obstacle
maksimum yang dapat menghalangi perambatan sinyal pada tempat
tersebut dapat dihitung. Untuk
perhitungan-perhitungan tersebut dapat menggunakan gambar profil
lintasan berikut ini:
Keterangan:
hm = Faktor kelengkungan bumi
k= koefisien kelengkungan bumi= jarak tower 1 dengan
obstacle
= jarak tower2 dengan obstacle
Hc= tinggi bebas obstacle
Hs= tinggi obstacle diatas permukaan air rata-rata
H1= tinggi tower BTS pemancar (m)
H2= tinggi tower BTS penerima (m)
a=jari-jari kelengkungan bumi = 6370 km
rf= radius Daerah Fresnel
Dari gambar diatas diperoleh rumus sebagai berikut:
Untuk daerah tampak pandang (LoS) persyaratan yang harus
terpenuhi adalah Hc rf2.1.1.1 Line ofSight (LoS) Survey
Survei LoS bertujuan untuk memverifikasi posisi dari suatu tower
BTS dilapangan yang telah didesain sedemikian rupa sehingga posisi
tower tersebut dapat terkoneksi dari desain jaringanyang telah ada.
Survei ini dilakukan untuk merekomendasikan tempat (site) kandidat
posisi tower yang lain yang menjadi alternatif link jaringan
utamanya.
Seorang surveyor LoS dalam melakukan pekerjaanya seperti menaiki
tower BTS ataupun memanjat atau menaiki sesuatu untuk mendapatkan
posisi tertinggi, hendaknya memakai pakaian yang aman dan tertutup
untuk mencegah terjadinya luka gores, sepatu untuk memanjat,
proteksi dari sinar matahari, perlangkapan memanjat, dan yang
penting saat menaiki tower sebelumnya minum air secukupnya untuk
mencegah kekeringan di atas tower. Sedangkan perlengkapan yang
harus ada saat mengerjakan survei LoS yaitu:
1. GPS (Global Positioning System) untuk mencari posisi titik
tower BTS yang akan disurvei. Untuk keperluan survei ini biasa
menggunakan GPS tipe handheld.
2. Kompas, untuk menentukan arah dari dari jaringan yang telah
didesain.
3. Clinometer dan Altimeter, untuk menentukkan ketinggian posisi
tower diatas permukaan bumi.
4. Binocular dan kamera, digunakan untuk memastikan dan
mendokumentasikan pandangan arah (far end dan near end) dari posisi
tower yang disurvei dengan posisi tower yang telah didesain atau
yang telah ada.
Sebelum melakukan survei LoS hendaknya harus memastikan
informasi posisi tower BTS yang akan disurvei lengkap dengan
jaringan posisi tower lain yang telah didesain atau yang telah
ada.
Dalam melakukan survei LoS, langkah-langkah yang dilakukan
diantaranya yaitu:
1. Memverivikasi dan mengkonfirmasikan posisi tower BTS yang
benar yang telah di desain untuk disurvei.
2. Melakukan study map sebelum melakukan survei ke lapangan.
3. Memasukan semua data koordinat posisi tower BTS yang didesain
dan posisi jaringan yang ada ke dalam GPS.
4. Menandai (marking) dengan GPS apa saja yang memungkinkan
dianggap sebagai obstacle selama melakukan survei pada jalur sinyal
dari BTS ke BTS jaringannya.
5. Jika memungkinkan untuk setiap jarak 20 m dilakukan penandaan
ketinggian bumi (marking terrain) sepanjang jalur sinyal BTS ke BTS
jaringannya untuk mendapatkan gambaran ketinggian bumi (path
profile).
6. Setelah mendapatkan posisi tower yang dicari, bila telah ada
tower yang berdiri, naiki tower sesuai kebutuhan ketinggiannya
kemudian dengan menggunakan binocular dan kompas untuk memastikan
daerah bebas obstacle (Clearance area) dari arah tower
jaringannya.
7. Jika belum terbangun tower, maka dicari posisi yang tinggi
dan gunakan kompas dan binocular untuk memastikan clearance
area.
8. Selanjutnya membuat laporan mengenai kondisi dari posisi
tower BTS yang disurvei lengkap dengan data lapangannya.
9. Dengan data lapangan tersebut (posisi GPS, path profile, dan
clearance area) digunakan untuk penentuan LoS sehingga tinggi
antena microwave BTS dapat ditentukan.
2.1.1.2 Study Map
Dari penjelasan sebelumnya, penentuan LoS BTS supaya
terintegrasi dengan jaringan yang telah ada memerlukan survei
lokasi. Penentuan posisi lokasi tower BTS diatas muka bumi dapat
dicari dengan melakukan survei lewat peta topografi yang ada (study
map).
Peta ini dapat berupa peta rupa bumi baik berupa hardcopy maupun
sofcopy. Peta topografi memuat informasi mengenai keadaan permukaan
bumi beserta informasi ketinggiannya menggunakan garis kontur.
Dengan melakukan study map ini penentuan posisi lokasi BTS dapat
diketahui daerah tersebut sesuai atau tidak dengan kebutuhan dalam
pembangunan BTS. Selanjutnya, dengan peta ini pula dapat dicari
beda tinggi lokasi titik BTS
dengan titik BTS lainnya beserta apa yang ada diatas permukaan
bumi. Dengan begitu path profile dari jalur sinyal antar BTS dapat
dicari sehingga posisi lokasi yang akan dibangun memang sesuai
dengan desain RBS atau desain transmisinya.
Tujuan pokok dari study map untuk mendapatkan path profile dari
ketinggian dipermukaan bumi kemudian ditambah dengan ketinggian
obyekobyek dibumi yang didapat dengan survei GPS. Dengan data-data
tersebut penentuan LoS lewat ketinggian antenna BTS dapat
diketahui.
GPS terdiri dari 3 segmen: Segmen angkasa, kontrol/pengendali,
dan pengguna., dimana :Segmen angkasa: terdiri dari 24 satelit yang
beroperasi dalam 6 orbit pada ketinggian 20.200 km dan inklinasi 55
derajat dengan periode 12 jam (satelit akan kembali ke titik yang
sama dalam 12 jam). Satelit tersebut memutari orbitnya sehingga
minimal ada 6 satelit yang dapat dipantau pada titik manapun di
bumi ini. Satelit tersebut mengirimkan posisi dan waktu kepada
pengguna seluruh dunia.
Pada sisi pengguna dibutuhkan penerima GPS (selanjutnya kita
sebut perangkat GPS) yang biasanya terdiri dari penerima, prosesor,
dan antena, sehingga memungkinkan kita dimanapun kita berada di
muka bumi ini (tanah, laut, dan udara) dapat menerima sin yal dari
satelit GPS dan kemudian menghitung posisi, kecepatan dan
waktu.
Gambar 2.11Sistem Penentuan Posisi Global, GPS(Abidin,
Hasanuddin Z, 2000)
Dengan adanya GPS, survei posisi tower BTS beserta posisi BTS
lain yang jadi jaringannya dapat dilakukan dengan mudah. Dengan
sistem yang ada pada GPS meliputi penanda posisi obyek bumi, input
peta, dan tracking rute, penentuan LoS BTS dapat dilakukan.
Prosedur dalam melakukan survei GPS untuk menentukanLoS BTS
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Memasukan koordinat posisi tower BTS beserta posisi
jaringannya
2. Melakukan tracking rute sepanjang jalur sinyal BTS dan
jaringannya
3. Menandai obyek-obyek yang dianggap sebagai obstacle sinyal
BTS seperti tower sutet PLN, cerobong pabrik, gedung yang tinggi,
atau tower BTS dari operator yang lain
4. Melakukan Download hasil data GPS kemudian sinkronkan dengan
hasil data study map
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, penentuan LoS BTS
dapat dikoreksi dan direkomendasikan sehingga dapat membantu dalam
penentuan Link Budget dari desain jaringan.
Hasil Tracking GPS disinkronkan degan peta digital pada
Pathloss
2.1.1.4 Penentuan Tinggi Antena BTS
Dalam menentukan tinggi tower agar BTS dapat dikatakan line of
sight (LoS), yang harus dilakukan adalah ketentuan mengenai
koefisien faktor kelengkungan bumi (k), dimana biasanya yang
dipakai k = 4/3 serta harus mengikuti kaedah kondisi LoS.
Dengan software tertentu seperti Pathloss, Global Mapper,
ataupun Radio
survei GPS seperti penjelasan diatas dimasukkan dalam software
tersebut maka
dapat dikalkulasikan tinggi antena yang dianggap LoS pada
jaringannya.
Hasil Simulasi Penentuan Tinggi Antena pada Pathloss
Berdasarkan dari penjelasan diatas, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. BTS sebagai pemancar dan penerima sinyal dalam pembangunannya
memerlukan survei untuk mendapatkan integrasi dari desain jaringan
yang dibuat ataupun dari desain jaringan yang telah ada.
2. Survei yang dilakukan adalah untuk menentukan Line of Sight
(LoS) sehingga BTS yang akan dibangun benar-benar dapat beroperasi
sesuai dengan kebutuhan link yang telah didesain.
3. Survei LoS survei dapat dilakukan dengan melakukan survei
topografi meliputi survei GPS dan study map.
4. Dengan keakuratan peta dan survei GPS yang baik dan benar
maka akan memudahkan dalam memverifikasi dan merekomendasi posisi
suatu tower BTS telah LoS terhadap jaringannya.
5. Dengan survei topografi diatas dapat dihasilkan pula
ketinggian antena
2.2.1 Investasi
2.2.1.1 Pengertian Investasi
Secara umum, investasi adalah penanaman modal (baik modal tetap
maupun modal tidak tetap) yang digunakan dalam proses produksi
untuk memperoleh keuntungan suatu perusahaan. Menurut Halim (2005)
investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada
saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa
mendatang.
Sedangkan menurut Moeljadi (2006), investasi merupakan suatu
tindakan melepaskan dana saat sekarang dengan harapan untuk dapat
menghasilkan arus dana masa datang dengan jumlah yang lebih besar
dari dana yang dilepaskan pada saat investasi awal (initial
investment).
2.2.1.2 Ruang Lingkup Investasi
Menurut Moeljadi (2006), ditinjau dari segi ruang lingkup
usahanya, investasi dapat dibagi menjadi dua yakni:
1. Investasi pada aktiva nyata (real assets atau real
investment), misalnya untuk pendirian pabrik-pabrik, pendirian
hotel/restoran, dan lain-lain.
2. Investasi pada aktiva keuangan (financial assets atau
financial investment), seperti pembelian surat-surat berharga, baik
berupa saham maupun obligasi.
Sedan gkan jika ditinjau dari segi kepastian memperoleh
keuntungan, investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Investasi yang bebas risiko (free risk investment)
Investasi yang bebas risiko adalah investasi yang akan
memperoleh keuntungan secara pasti, seperti pembelian obligasi
(investment in bonds), sebab obligasi akan memberikan jasa bunga
yang pasti kepada pemiliknya tanpa memperhatikan apakah perusahan
yang mengeluarkan obligasi itu mampu memperoleh keuntungan atau
tidak.
b Investasi yang berisiko (risk investment)
Investasi yang berisiko adalah investasi yang ditujukkan bagi
pembelian saham biasa (investment real assets). Dikatakan demikain
karena investasi dibidang aktiva nyata mempunyai EBIT anggaran bisa
berfluktuasi, artinya untung dan bisajuga rugi (Moeljadi,
2006).
2.2.2 Cash Flow
2.2.2.1 Pengertian Cash Flow
Setiap usulan pengeluaran modal selalu mengandung dua macam
aliran kas yaitu aliran kas keluar netto (net outflow of cash)
yaitu yang diperlukan untuk investasi baru dan aliran kas masuk
netto tahunan (net annual inflow of cash) yaitu sebagai hasil dari
investasi baru tersebut, sering pula disebut net cash procceds atau
procceds.
Menurut Moeljadi (2006), Pengertian cash flow mencakup seluruh
arus uang tunai, sehingga bila dihubungkan dengan pajak terdapat
istilah after tax cash flow. Didalam cash flow sendiri terdapat
istilah cash inflow yang artinya arus kas masuk dan cash outflow
yang artinya arus kas keluar. Sedangkan untuk kelebihan cash inflow
diatas cash outflow maka disebut dengan net cash inflow.
Seringkali istilah cash inflow dan cash outflow tidak digunakan,
tetapi yang digunakan hanya cash flow yang menyatakan bahwa cash
inflow disebut dengan positive cash flow dan cash out flow disebut
dengan negatif cash flow.
Dengan demikian apabila cash flow telah dikenakan pajak, maka
disebut dengan after tax cash flow.
2.2.2.2 Perhitungan Cash Flow
Menurut Moeljadi (2006), untuk menghitung cash flow dalam suatu
perusahaan, sering digunakan infomasi keuangan (financial
information) yang terdapat dalam laporan perhitungan rugi/laba
(income statement).
Menurut Sudana (2010), penilaian suatu usulan investasi
didasarkan pada arus kas setelah pajak, bukan didasarkan pada laba
akuntansi. Arus kas yang dipakai dalam melakukan evaluasi
suatuusulan investasi adalah arus kas yang relevan untuk proyek
yang di evaluasi. Arus kas yang relevan untuk suatu proyek adalah
perubahan arus kas perusahaan dimasa yang akan datang, yang teradi
sebagai akibat langsung dari keputusan untuk melaksanakan proyek
tersebut.
Arus kas rele van diartikan sebagai perubahan arus kas
perusahaan sehingga disebut dengan incremental cash flow yaitu
perbedaan antara arus kas perusahaan di masa yang akan datang
dengan adanya proyek dan arus kas perusahaan tanpa adanya
proyek.
Dalam mengestimasi arus kas yang relevan untuk suatu proyek, ada
beberapa hal perlu diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan.
Menurut Sudana (2010), hal-hal yang perlu diperhatikan tersebut
diantaranya yaitu:
1. Sunk Costs
Biaya yang telah terjadi dan tidak bisa dialihkan, oleh karena
itu tidakdapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
investasi. Biaya
tersebut tidak bisa dirubah dengan adanya keputusan menerima
atau menolak suatu proyek yang dibuat sekarang.
2. Opprotunity Cost
Biaya biasaanya diakitkan dengan pengeluaran yang dilakukan
secara tunai. Opportunity cost sedikti berbeda yaitu merupakan
manfaat yang dikorbankan jika suatu investasi dilaksanakan.
3. Side Effect
Produk baru bersifat subtitusi atau komplementer terhadap produk
lama, dapat menimbulkan efek samping (side effct) yang baik maupun
buruk terhadap arus kas perusahaan dimasa yang akan datang. Dampak
negatif terhadap arus kas perusahaan dari produklama sebagai akibat
dari diperkenalkan produk baru disebut dengan erosion.
4. Net Working Capital
Biasanya suatu proyek membutuhkan investasi dalam modal kerja
bersih (selisih aktiva lancar dengan utang lancar) sebagai tambahan
atas investasi pada aktiva tetap. Perusahaan menyediakan modal
kerja tersebut pada awal investasi, dengan demikian menambah arus
kas untuk investasi awal dan memperoleh kembali pada saat investasi
berakhir sehingga menambah arus kas pada saat proyek berakhir.
5. Financing Cost
Dalam menganalisis suatu proyek investasi, tidak memperhitungkan
bungayang dibayar atau biaya pendanaan lainnya seperti deviden
ataupembayaran pokok pinjaman, karena yang penting dipertimbangkan
adalah
arus kas yang dihasilkan oleh aktiva dari proyek. Bunga yang
dibayarkan sebagai contoh, merupakan komponen arus kasa untuk
kreditor, bukan arus kas dari aktiva. Secara umum tujuan evaluasi
suatu proyek adalah untuk membandingkan arus kas dari suatu proyek
dengan biaya yang dikeluarkan untuk proyek tersebut guna
mengestimasi NPV. Arus kas secara umum dapat dikeleompokan menjadi
: initial outflow,operational cash flow dan terminal cash
inflow.
Moeljadi (2006) juga menambahkan bahwa cash flow suatu proyek
terdiri dari 3 macam yakni:
1. Initial investment
2. Incemental cash flow
3. Terminal cash flow
1. Initial Investment
Menurut Moeljadi (2006), initial investment meliputi seluruh
cash flow outlay yang digunkan untuk membeli aktiva yang akan
digunakan dalam operasional yang terdiri atas:
b Harga pokok aktiva (cost of asset)
c Biaya instalasi (instalation cost)
d Hasil penjualan aktiva lama (proceeds from sale of old)
e Pajak penjualan aktiva lama (asset taxes on sale of old
asset)
Ada empat kemungkinan dalam penjualan aktiva lama, yaitu:
1) Penjualan aktiva lama> initial cost
2) Penjualan aktiva lama> initial buku, tapi < initial
cost
3) Penjualan aktiva lama sebesar nilai bukunya
4) Penjualan aktiva lama < nilai bukunya (Moeljadi, 2006)
Sedangkan menurut Sudana (2010), initial cash uutflow
(pengeluaran kas awal) merupakan pengeluaran kas untuk membiayai
proyek selama dalam proses perencanaan kontruksi, sampai dengan
proyek siap untuk dioperasikan. Jumlah kas yang dikeluarkan
merupakan besarnya investasi awal untuk proyek tersebut.
Macam-macam pengeluaran untuk investasi awal diantaranya yaitu
sebagai berikut;
Harga beli tanah untuk lokasi proyek
Biaya mendirikan bangunan
Harga beli mesin
Biaya pemasangan
Biaya percoban, dan lain sebagainya
Dalam kasus investasi penggantian harus pula diperhitungkan arus
kas yang berasal dari penjualan aktiva yang lama dan pengaruh pajak
yang timbul karena adanya pengakuan laba atau kerugian. Disamping
pengeluaran kas yang berkaitan dengan perencanaan, kontruksi proyek
sampai dengan proyek siap dioperasikan, pengelauran kas untuk
membiayai modal kerja yang diperlukan akan menambah pengelauran kas
awal berkaitan dengan proyek tersebut.
2. Incremental Cash flow
Incremental cash flow bagi suatu proyek adalah tambahan after
tax cash flow yang diperoleh dari tambahan penerimaan atau yang
berasal dari penghematan tunai (cash saving) dalam biaya oprasional
(Moeljadi, 2006).
Sedangkan menurut Sudanan (2010), jika proyek mulai dioperasikan
maka akan terjadi peneriman kas dari hasil penjualan dan juga
terjadi pengeluaran kas untuk membiayai kegiatan operasi
perusahaan. Arus kas operasi yang diperhitungkan adalah arus kas
bersih selama proyek investasi dioperasikan. Besar kecilnya arus
kas masuk yang berasal dari operasi dihitung atas dasar setelah
pajak (net cash inflow) dengan rumus sebagai berikut:
a. Net Cash Inflow (NCF) = EBIT (1-Tax) + Depreciation
b. Net Cash Inflow (NCF) = EAT + Depreciation + (1-Tax) Interset
Keterangan :
EBIT = Earning Before Interest and Taxes
EAT = Earning After Taxes
Penilaian investasi sesungguhnya didasarkan pada incremental
cash flow yaitu tambahan arus kas yang diperoleh dari selisih
antara arus kas dan investasi baru serta arus kas tanpa investasi
baru. Dengan demikian rumus dapat dimodifikasi menjadi:
b. Net Cash Inflow (NCF) = EAT + Depreciation + (1-Tax) Interest
3. Terminal cash flow
Terminal cash flow meliputi dua macam yakni nilai residu dari
aktiva proyek dan pengembalian modal kerja (recapture of working
cap itaal funds) (Moeljadi, 2006).
Menurut Sudana (2010), Terminal Cash Flow (Arus kas pada akhir
umur proyek) merupakan arus kas masuk yang terjadi pada akhir masa
pengoperasian proyek. Arus kas masuk ini dapat berasal dari nilai
sisa penjualan aktiva pada akhir umur proyek dan dari pengembalian
modal kerja yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dioperasikan.
Perhitungan arus kas yang berasal dar i nilai sisa aktiva proyek
perlu memperhitungkan hasil penjualan aktiva tersebut, dan pengaruh
pajak sebagai akibat dari adanya pengakuan laba atau rugi atas
penjualan aktiva.
2.2.2.3 Perhitungan Cash Flow dengan Memperhatikan Bunga
Dalam menilai apakah suatu usul investasi layak (feasible) atau
tidak, masalah sumber dana (source of funds) belum dipertimbangkan
sehingga pengeluaran bunga (interest expense) tidak diperhitungkan.
Artinya dana yang digunakan seluruhnya adalah modal sendiri (equity
financing). Apabila dalam perhitungan cash flow out
mempertimbangkan pengeluaran bunga sekaligus karena selain modal
sendiri juga digunakan modal berasal dari utang (mixed financing),
maka masalah penghematan pajak (tax saving) harus diperhitungkan
juga. Hal ini sering disebut sebagai penghematan pajak akibat
pengeluaran bunga (interest tax shield) atau proceeds (Moeljadi,
2006). Menurut Moeljadi (2006),
apabila dana yang digunakan seluruhnya berasal dari modal
sendiri, maka proceeds dihitung sebagai berikut:
Proceeds = EAT + Penyusutan
Sedangkan apabila dalam perhitungan proceeds sekaligus
mempertimbangkan aspek pendanaan, dimana dana yang digunakan
terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman, maka perhitungan
proceeds sebagai berikut:
Proceeds = EAT + Penyusutan + (1-t)iL Dimana:
EAT = Earning After Tax
T = tarifpajak (tax rate)
i =(tingkat bunga pinjaman)
L = besarnya hutang
2.2.3 Kriteria Penilaian Investasi
2.2.3.1 Metode Kriteria Penilaian Investasi
Menurut Moeljadi (2006), setiap usulan investasi perlu mendapat
penilain terlebih dahulu baik ditinjau dari aspek ekonomi, teknis,
pemasaran maupun aspek keuangannya. Dari aspek keuangan, suatu
usulan investasi akan dinilai dengan menggunakan berbagai metode,
apakah akan menguntungkan atau tidak. Metode
yang dapat digunakan yakni : (1) payback periods, (2) accounting
rate of return, (3) net present value, (4) internal rate of return,
dan (5) profitability index.1. Payback PeriodsMetode ini menujukkan
jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal yang
digunakan pada investasi awal (initial investment). Apabila payback
itu lebih pendek dari umur proyek, maka usul investasi tersebut
dapat diterima. Akan tetapi apabila payback lebih panjang dari umur
proyek, maka usul investasi tersebut terpaksa ditolak (Moeljadi,
2006).Menurut Sudana (2010), Payback Periods adalah periode yang
diperlukan untuk menutup kembali seluruh investasi awal yang
dikeluarkan dengan menggunakan arus kas masuk yang diperoleh dari
proyek tersebut. Jika proyek bersifat mutually exclusive, maka
proyek yang dipilih adalah proyek yang mempunyai payback periods
yang paling pendek.Metodepaybackperiods mempunyai beberapa
kelemahan yaitu : Tidak mempertimbangkan semua cash flow. Tidak
mempertimbangkan konsep nilai waktu uang.Payback dapat dihitung
dengan cara membagi initial investment dengan proceeds tahunan
sebagai berikut :Initial investemnt costMenurut Moeljadi (2006),
kriteria payback ini pada dasarnya mudah dihitung karena hanya
menjumlahkan proceeds tiap tahun hingga mencukupi nilai initial
investment. Dibalik itu, metode tersebut mempunyai dua kelemahan
yang paling mendasar, yakni :1. Tidak memperhatikan jumlah proceeds
setelah masa payback2. Mengabaikan nilai waktu uangSedangkan
menurut Juniar (2010), metode payback period adalah metode yang
menghitung seberapa cepat investasi yang dilakukan bisa
kembali.Namun kelemahan yang ada pada payback periods dapat diatasi
dengan menerapkan metode Discounted Payback Periods (DPBP) (Sudana,
2010).2. Accounting Rate of Return (ARR)Menurut Moeljadi (2006),
metode ARR (Accounting Rate of Return) ini mengukur profitabilitas
suatu investasi dari segi akuntansi konvensional. Caranya dengan
membagi EAT dengan initial investment, baik total investment mupun
average investment.EATARR =
Initial InvestmentApabila yang digunakan bukan rate of return
terhadap initial investment, melainkan rate of return terhadap
average investment, maka ARR dihitung sebagai berikut :ARR
=EAT38
Average Investment
Menurut Juniar (2010), metode ini menggunakan angka keuntungan
menurut akuntansi dan dibandingkan dengan rata-rata nilai
investasi.Kelemahan metode ini tidak memperhatikan nilai waktu uang
dan cenderung menggunakan data akuntansi dari data cash flow.
Sedangkan kebaikannya terletak pada kemudahan untuk dihitung, dimen
gerti, dan hasilnya memiliki tingkat profitabilitas (Moeljadi,
2006).3. Net Present Value (NPV)Menurut Juniar (2010), metode
Internal Rate of Return (IRR) adalah metode yang menunjukkan
tingkat bunga yang menyamakan present value pengeluaran dengan
present value penerimaan. Decision rule dari metode ini adalah
investasi dapat dilaksanakan jika IRR lebih besar dari tingkat
bunga yang dipandang layak. Pada perhitungan IRR dalam analisis ini
mengacu pada perhitungan net present value (NPV).Menurut Moeljadi
(2006), net present value (NPV) suatu proyek adalah selisih dari
present value (PV) of proceeds dengan PV of initial investment :
(1) selama umur ekonomisnya berada pada discount rate tertentu.
Discount rate yang digunakan untuk NPV ini adalah cost of capital
(minimum required rate of return).Mengingat NPV ini merupakan
selisih antara PV of proceeds dan PV ofjika NPV positif, maka
usulan proyek tersebut harus ditolak, akan tetapi apabila NPV
positif, maka usulan proyek tersebut diterima. Usulan proyek akan
diterima apabila NPV = 0.Menurut Sudana (2010), Net Present Value,
merupakan metode yang didasarkan pada arus kas yang didiskonto
(discounted cash flow). Implementasi dari metode ini, pertama harus
dihitung nilai sekarang dari arus kas masuk bersih yang diharapkan
dari sautu proyek investasi, didiskonto dengan biaya modal,
kemudian dikurangi dengan investasi awal dari proyek tersebut.
Secara sistematis perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut
:NCF1NCF2NPV =+ + NMI \ T (1+k)1+ (1+k)2(1+k)n)AMenurut kriteria
NPV, suatu usulan proyek investasi dinyatakan layak diterima jika
nilai NPV 0, apabila NPV < 0 maka usulan proyek investasi tidak
layak dilaksanakan. Jika proyek bersifat mutually exclusive, maka
proyek yang dipilihadalah proyek yang mempunyai NPV paling besar
(Sudana, 2010).Proyek mempunyai NPV = 0 tidak berarti proyek
tersebut hanya mencapai break event point (BEP), melainkan proyek
tersebut masih memperoleh laba, hanya saja laba yang diperoleh
habis dipergunakan untuk : Membayar bunga kepada kreditor yang
telah meminjamkan dana untuk membiayai proyek tersebut. Membayar
semua keuntungan yang diharapkan (dividen) kepada pemegang saham
yang telah menginvestasikan dananya pada proyek tersebut.
Membayar investasi awal dari proyek tersebut
NPV = 0 menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari proyek
tersebut tidak ada yang dipakai untuk meningkatkan nilai
perusahaan, sebaliknya jika NPV > 0, berarti nilai perusahaan
akan meningkat sebesar NPV proyek yang bersangkutan. Dengan
demikian, metode NPV merupakan metode yang hasil penilaiannya
selalu konsisten dengan tujuan perusahaanyaitu untuk memaksimalkan
nilai perusahaan (Sudana, 2010).
4. Internal Rate ofReturn (IRR)
Menurut Juniar (2010), perhitungan IRR menggunakan cara trial
and error dan interpolasi. Dimana sisi kanan dan kiri harus
seimbang.
Pada waktu menghitung NPV, discount rate yang digunakan adalah
miminum required rate of return, atau sebesar cost of capital.
Menurut Moeljadi (2006), dalam metode internal rate of return
(IRR), yang dihitung adalah tingkat bunga (interest rate) yang
dapat menyamakan PV of cash inflow dengan PV of ivestment, baik
initial investment maupun working capital investment.
Sedangkan menurut Sudana (2010), internal rate of return (IRR)
merupakan tingkat diskonto (disount rate) yang menghasilkan NPV =
0. Secara sistematis, perhitungan IRR dapat dirumuskan dalam
persamaan sebagai berikut:
() +
() + +()n =
Dari rumus diatas, data yang telah diketahui adalah arus kas
bersih dan investasi awal, sedangkan IRR nya dapat dihitung dengan
cara coba-coba (trial and error), jika arus kas tiap tahunnya tidak
sama. Menurut metode IRR, suatu proyek dinyatakan layak untuk
diterima jika IRR cost of capital dan jika sebaliknya, proyek tidak
layak untuk diterima.
Apabila besarnya arus kas bersih setelah pajak yang diperkirakan
dihasilkan dari suatu usulan investasi adalah sama setiap tahunnya,
maka perhitungan IRR dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
NPV =
()
= [
]
()
Hasil bagi I/NCF merupakan nilai present value interest factor
annuity (PVIFA) yang ada pada tabel present value annuity, sehingga
menggunakan tabel tersebut dapat diketahui besarnya IRR.
Jika tingkat bunga atau IRR itu melebihi required rate of
return, maka usulan proyek tersebut dapat diterima, karena akan
menghasilkan NPV>0. Dikatakan demikian karena apabila NPV>0
berarti PV of cash inflow > PV of cash
outflow, artinya proyek itu menguntungkan ditinjau dari aspek
finansial. Dengan demikian, IRR menghitung tingkat bunga yang dapat
menghasilkan :PV of cash inflow = PV of Invsetment AtauPV of
investment PV of cash inflow = 0Yang dihitung dalam IRR adalah
nilai r, karena dalam menghitung NPV nilai r ini ditentukan lebih
dahulu. Untuk menghitung nila r hanya dapat dilakukan dengan
prinsip trial and error, yakni dengan mencari dua tingkat yang
masingmasing dapat menghasilkan PV cash inflow sedikit diatas dan
dibawah nilai investasi (Moeljadi, 2006).5. Probability
IndexMenurut Moeljadi (2006), probability Index (PI) adalah rasio
antara PV of cash inflow dan PV of investment. Jika PI > 1
berarti PV of cash inflow > PV of investment sehingga NPV > 0
dan usulan proyek itu layak diterima. Dengan demikian, PI dapat
dihitung sebagai berikut:Probability Index =PV of
InvestmentSedangkan menurut Juniar (2010), metode ini menunjukkan
perbandingan present value kas masuk dengan present value kas
keluar.5. Benefit Cost Ratio
Menurut Moeljadi (2006), kriteria penilaian investasi selain
menggunakan kelima penilaian investasi diatas (Payback Periods,
ARR, NPV, IRR, PI), kriteria penilaian investasi dapat dilakukan
dengan menggunakan Benefit Cost ratio (B/C Ratio) dan Net Benefit
Cost ratio (Net B/C Ratio), semuanya mirip dengan profitability
index karena B/C itu dihitung dengan cara membagi PV of benefit
dengan PV of cost proyek tersebut. Teknik analisis B/C Ratio
digunakan untuk membandingkan antara keuntungan bersih yang telah
di discount positif dengan net benefit yang telah di discount
negatif.
Rumus untuk menghitung Net B-C Ratio adalah:
Jika nilai Net B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu) maka proyek
tersebut layak untuk dilaksanakan sebaliknya jika B/C Ratio kurang
dari 1 (satu) berarti proyek tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan.
Dalam usulan suatu proyek yang cukup besar, sering diminta agar
analisis proyek itu bukan hanya ditinjau dari aspek keuangan, akan
tetapi juga dari aspek ekonomi dan sosial. Apalagi jika proyek itu
akan dibiayai oleh pemerintah ataupun badan-badan lain, maka
analisis harus lengkap baik menyangkut sosioekonoi maupun keuangan.
Dan bukan hanya menyangkut fit dan cost dalam bentuk keuangan
(finansial), melainkan ada perhitungan-perhitungan tentang
economic benefit ataupun social benefit dan ada economic cost
ataupun social cost (Moeljadi, 2006).
2.2.3.2 Pemilihan Metode Penilaian Investasi
Menurut Moeljadi (2006), dalam keadaan normal, kriteria
penerimaan investasi antara lain (1) payback periods yang pendek,
(2) ARR yang tinggi, (3) NPV yang postif yang besar, (4) IRR yang
tinggi, dan (5) PI yang tinggi. Namun dalam pola cash flow yang
tidak normal, metode-metode tersebut sering memberikan keputusan
yang berlawanan, terutama pada waktu menilai dua proyek atau lebih
yang bersifat mutually exclsuive, sehingga diperlukan pemilihan
metode penilaian investasi yang efektif.
a. Metode Payback Periods dan Accounting Rate ofReturn
Merode payback periods mempunyai berbagai kelemahan dan
kebaikan, begitu juga dengan metode accounting rate of return
(ARR). Dengan metode payback, perhitungannya sangat mudah dan
sederhana, tetapi kelemahannya terletak pada (1) diabaikannya the
time value of money, (2) tidak memperhatikan besar cash inflow
setelah masa payback periods, (3) metode ini bukan merupakan ukuran
keuntunga melainkan ukuran kecepatan pengembalian investasi.
Sedangkan dalam metode accounting rate of return, selain
mengabaikan the time value of money, metode ini tidak memperhatikan
panjang pendeknya umur proyek, namun hanya menitikberatkan pada
accounting approach yang berarti bukan cash flow approach
(Moeljadi, 2006).
b. Metode NPV dan Profitability Index
Dalam menilai satu usulan proyek biasanya kriteria net present
value (NPV) dan profitability Index (PT) selalu memberikan
keputusan yang serah, sebab pada waktu NPV>0, maka pasti PT>
1. Artinya, apabila NPV menyatakan dapat menerima suatu usulan
proyek tersebut. Akan tetapi, apabila kedua metode ini digunakan
untuk menilai dua usulan proyek atau lebih, mungkin sekali kedunaya
akan memberikan keputuusan yang berbeda.
Kedua metode ini memberikan keputusan berbeda karena yang
digunkan dalam NPV adalah nilai absolut, sedangkan pada PT
digunakan nilai rasio, dimana rasio ini tidak memperhatikan skala
investasi. Berbeda jika kedua proyek mempunyai skala investasi yang
sama, maka kedua metode akan memberikan keputusan yang sama
(Moeljadi, 2006).
c. Metode NPV dan IRR
Menurut Moeljadi (2006), dalam keadaan normal, metode NPV dan
TRR pasti akan memberikan keputusan yang searah. Untuk kasus
tertentu, misalnya ketika pola cash flow suatu proyek tidak normal,
maka kedua metode itu bisa memberikan keputusan yang berbeda.
Apabila pola cash flow tidak normal, mungkin akan terjadi apa yang
disebut dengan TRR ganda (multiplier TRR).
Metode NPV dianggap lebih baik dibandingkan dengan metode
lainnya, karena NPV tidak akan memberikan keputusan yang bimbang
atau mendua (ambiguous) seperti halnya TRR. Dalam praktiknya TRR
sering digunakan karen tidak perlu menetapkan terlebih dahulu
berapa required rate of return, sedangkan
kesulitan karena dalam NPV ialah penentuan terlebih dahulu
reuired rate of return yang akan digunakan. Penentuan reuqired rate
of return cukup sulit karena adanya faktor risiko, dimana semakin
besar risiko suatu proyek, maka tingkat keuntungan (required rate
of return) yang diminta oleh pemilik dana juga semakin tinggi
(Moeljadi, 2006)
Dalam praktek, sering terjadi kekeliruan karena discount rate
yang digunakan untuk menghitung NPV suatu studi kelayakan adalah
tingkat bunga, bukan tingkat keuntungan yang diisyaratkan (required
rate of return). Dikatakan keliru karena required rate of return
itu bukan hanya sekedar tingkat bunga melainkan lebih besar
daripada tingkat bunga. Jika discount rate itu persis sama besarnya
dengan tingkat suku bunga, maka lebih baik pemilik dana itu datang
ke pasar uang untuk membeli surat berharga yang bebas risiko atau
mendepositokan uangnya dibank tertentu yang akan menghasilkan
return sebesar tingkat bunga (Moeljadi, 2006)
Menurut Moeljadi (2006), metode NPV dan IRR memberikan keputusan
berbeda dalam memilih dua usulan proyek. Hal itu dapat terjadi
karena beberapa sebab antara lain skala investasi, usia proyek,
pola cash flow, dan discount rate. Metode NPV lebih baik
dibandingkan dengan IRR karena NPV selalu konsisten dalam
memberikan keputusan dalam kelayakan suatu usulan proyek, baik
untuk menilai satu proyek maupun dua proyek yang mutually
exclusive. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan timbulnya
perbedan keputusan antara NPV dan IRR ialah discont rate yang
digunakan.
Dalam IRR, tingkat pengganda (discount rate) bagi cash flow pada
masing-masing tahun adakah tingkat bunga yang sama dengan IRR itu
sendiri, sedangkan discount rate yang digunakan dalam menghitung
NPV adalah required rate of return. Dengan demikian, perbedaannya
terletak pada tingkat pengganda pada penginvestasian kembali
(reinvestment rate) bagi cash flow (Moeljadi, 2006).
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Burhanuddin R. (2006) dengan
judul Studi Kelayakan Pendirian Rumah Potong Hewan Di Kabupaten
Kutai Timur yang bertujuan untuk menggambarkan kemungkinan
pembangunan rumah potong hewan ternak di Kabupaten Kutai Timur yang
didasarkan pada pendekatan finansial dan lingkunganyang
mengungkapkan bahwa rumah potong hewan ternak benar-benar layak.
Menurut pengukuran dan penilaian dari sisi keuangan seperti NPV,
IRR dan B/C rasio menunjukkan bahwa rumah potong hewan diterima
secara signifikan dan layak untuk dilaksanakan. Begitu juga jika
dilihat dari penilaian dari sisi diluar keuangan, pendirian rumah
potong hewan dapat dikategorikan layak.
Penelitian yang dilakukan oleh Asrid Juniar (2010) dengan judul
Studi Kelayakan Pendirian Pabrik Air Minum Dalam Kemasan PDAM
Kabupaten Hulu Sungai Utara Ditinjau Dari Aspek Keuangan yang
bertujuan untuk mencari keuntungan yang diterima dari adanya
pendirian PDAM. Penelitian yang digunakan dengan menggunakan NPV,
ARR, Payback Period dan Probability
Index. Hasil penelitian menunjukan bahwa proyek pendirian PDAM
dengan menggunakan NPV, ARR, PP dan PI, layak untuk dilaksanakan
dan tingkat pengembalian proyek relatif cepat.
2.3. Kerangka Pemikiran
Sektor telekomunikasi Seluler merupakan salah satu sektor yang
menjadi tumpuan hidup sebagian masyarakat Indonesia dan memberikan
banyak manfaat bagi penggunanya dan telah menjadi kebutuhan hidup
masyarakat. Kebutuhan masyarakat terhadap sektor telekomunikasi
terutama telekomunikasi seluler harus dioptimalkan dalam hal
cakupan sinyal telekomunikasi dalam rangka untuk memperluas atau
menambah kapasitas jaringan telekomunikasi. Hal itu dapat dilakukan
dengan cara penambahan lokasi penempatan BTS (Base Transceiver
Station) atau yang lebih dikenal dengan nama Site.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pada tahap awal para operator
atau pemilik proyek harus melakukan survey site. Survey site
merupakan tahapan awal dari suatu rencana pembangunan jaringan
telekomunikasi yang merupakan hal penting dalam proses pembangunan
dan sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan untuk proses
selanjutnya. Survey ini untuk mendapatkan lokasi yang terdekat
dengan nominal koordinat yang ada dalam desain jaringan. Salah satu
kecamatan di Kabupaten Bandung yang belum ada jaringan seluler
telekomunikasi adalah di Kecamatan Pacet.
Dengan demikian, adanya pembangunan Site di daerah tersebut
masyarakat sekitar Kecamatan Pacet dapat dengan leluasa
menggunakan
perangkat telepon seluler dan mengakses teknologi internet.
Sehingga dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat dan meningkatkan
pertumbuhan perekonomian masyarakat sekitar.
Untuk melihat kelayakan pendirian Site digunakan berbagai jenis
kelayakan, diantaranya yaitu kelayakan lokasi, kelayakan finansial
dan kelayakan ekonomi. Kelayakan lokasi bertujuan untuk melihat
kelayakan lokasi yang akan dijadikan tempat untuk pembangunan Site.
Sehingga lokasi yang akan dijadikan lokasi untuk pembangunan Site
sesuai dengan kebutuhan. Jika lokasi telah dinyatakan layak, maka
pembangunan Site di daerah tersebut dapat dilaksanakan.
Kelayakan finansial bertujuan untuk melihat layak atau tidak
pendirian Site jika dilihat dari sisi finansial guna menghindari
tingkat kerugian yang dialami oleh pemberi maupun penerima kerja.
Kriteria kelayakan finansial yang digunakan yaitu NPV, IRR dan B/C
Ratio. Jika secara finansial pendirian Site tersebut tidak layak
untuk dilaksanakan baik dengan menggunakan perhitungan NPV, IRR dan
B/C Ratio, maka akan kembali lagi ke perhitungan NPV, IRR dan B/C
Ratio. Pengembalian ini dimaksudkan untuk menghitung dan mengoreksi
kembali hal yang membuat perhitungan secara finansial menjadi tidak
layak, sampai perhitungan tersebut benar-benar menghasilkan hasil
yang layak dari sisi finansial (NPV, IRR, B/C ratio). Jika secara
finansial pendirian Site dinyatakan layak, maka pembangunan Site
dapat dilaksanakan karena pembangunan Site memberikan
keuntungan.
Sedangkan kelayakan ekonomi bertujuan untuk melihat dampak
ekonomi akibat adanya pembangunan Site. Dampak ekonomi tersebut
seperti adanya
BTS (Base Transceiver Station) merupakan tower pemancar dan
penerima sinyal yang menghubungkan ponsel satu dengan yang lainnya
lewat jaringan telekomunikasi. Dilihat dari fungsinya, pembangunan
BTS berkaitan dengan area pelayanan dari suatu operator. Jadi jika
suatu operator memiliki banyak BTS yang tersebar di wilayah maka
area coverage sinyalnya semakin luas sehingga pelayanan operator
dapat sampai menyentuh setiap pelosok wilayah.
Gambar 2.3Line ofSight III
rf
= radius Daerah Fresnel
Gambar 2.5Daerah Fresnel
Keterangan:
= jarak tower 1 dengan obstacle
= jarak tower2 dengan obstacle
d3
= jarak tower 1 dengan radius
Daerah Fresnel
= jarak tower2 dengan radius
Daerah Fresnel
d = jarak dua tower BTS
= panjang gelombang
f= frekuensi antenna tower BTS
d4
d1
d2
12
Gambar 2.6
Gambar 2.7Profil Lintasan
d1
d2
Gambar 2.8
Peta Lokasi Secara DigitalDengan Menggunakan Satelit
Penggunaan peta digital seperti foto udara ataupun citra satelit
akan lebih sangat membantu. Karena dengan software tertentu (global
mapper, Radio mobile, Pathloss) dapat dicari langsungpath profile
dari dua posisi BTS.
Gambar 2.9Peta Digital SRTM
20
2.1.1.3 Survei GPS
Survei Topografi yang sangat penting dalam penentuan LoS suatu
BTS yaitu survei GPS. Survei GPS ini merupakan survei yang
dilakukan untuk memverivikasi dan mengidentifikasi posisi tower BTS
dilapangan.
GPS (Global Positioning System) merupakan sistem navigasi
satelit yang dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika
Serikat. GPS memungkinkan kita mengetahui posisi geografis kita
(lintang, bujur, dan ketinggian diatas permukaan bumi).
Path Profile dengan Pathloss
Gambar 2.10
Gambar 2.12
h3
=h
obstacle
+ clearance
Gambar 2.13
Perencanaan Tinggi Antenna
Tinggi koreksi antena dapat menggunakan persamaan berikut
ini:
Dimana clearance = 0,6F + h
corrected
Maka tinggi obstacle maksimum agar kondisi dikatakan LoS,
maka
Gambar 2.15
Proses Penentuan Tinggi Antena pada Pathloss
Gambar 2.14
microwave BTS yang diperlukan.
/ =
()
PV of Cash Inflow
peningkatan perekonomian masyarakat, peningkatan pendapatan
perkapita, penyerapan tenaga kerja, dan dampak ekonomi lainnya.
Jika secara ekonomi, pembangunan Site telah dinyatakan layak, maka
pendirian Site dapat
dilaksanakan.
sebagai berikut:
KelayakanLokasi
KelayakanFinansial
KelayakanEkonomi
Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan
Net Present Value(NPV)
Internal Rate ofReturn (IRR)
B/C Ratio
Line ofSight (LoS)Survey
Layak
Layak
LayakTidak
Tidak
Tidak
Site LemburAwi