Page 1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan referat ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dr.R,suhana Sp. OT dan juga teman teman
sejawat Kepaniteraan Ilmu Bedah serta orang tua yang telah membantu dan memberi
dorongan dalam menyelesaikan referat ini.
Referat ini berjudul “penanganan fraktur tertutup dan terbuka” dan merupakan
persyaratan dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSPAU Dr Esnawan
Antariksa Halim Jakarta. Semoga Referat ini bermanfaat serta dapat membantu sebagai bahan
informasi bagi rekan – rekan yang membutuhkan dan dapat dipergunakan dengan semestinya.
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
menyusun referat ini, baik mengenai informasi yang dicantumkan ataupunmengenai
penggunaan bahasa Indonesia yang belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
kami harapkan demi kemajuan proses pembelajaran ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami
untuk menyusun referat ini. Semoga Referat ini berguna bagi kita semua.
Jakarta 19 januari 2012
Penyusun
1
Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................3
BAB II FRAKTUR................................................................................................................. 4
II.1. DEFINISI......................................................................................................................... 4
II.2. KLASIFIKASI..................................................................................................................4
II.3. ETIOLOGI........................................................................................................................8
II.4. DIAGNOSIS.................................................................................................................... 8
II.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................................................10
II.6. KOMPLIKASI FRAKTUR.............................................................................................10
II.7. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR....................................................................10
II.8. TUJUAN PENGOBATAN FRAKTUR...........................................................................14
II.9. KOMPLIKASI FRAKTUR TERBUKA..........................................................................16
II.10.PENCEGAHAN FRAKTUR..........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
2
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai
dipusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkandekade
ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab frakturterbanyak adalah
karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini,selainmenyebabkan fraktur, menurut
WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar
korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi
kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur.
Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali
untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang
tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi
untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang
yang terkilir.
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan.
Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan
dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.
3
Page 4
BAB II
fraktur
II.1. DEFINISI
tulang atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet. Diskontinuitas tulang yang disebabkan
oleh gaya yang melebihi Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur elastisitas
tulang.
Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya
tertembus maka disebut fraktur terbuka,Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan
garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai
dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan
kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur
terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat.
Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau
metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses
patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal
saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu
menimbulkan fraktur.
II.2. Klasifikasi
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
A.Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
B. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut
R. Gustillo), yaitu:
4
Page 5
b.1. Derajat I :
i. Luka <1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
iv. Kontaminasi minimal
b.2. Derajat II :
i. Laserasi >1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
iii. Fraktur kominutif sedang
iv. Kontaminasi sedang
b.3. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:
i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif.
iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.
5
Page 6
Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau
bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan
pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas atau
pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada yang
terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan dengan
lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks tulang
sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak –
anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen biasanya
tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini
relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak.
Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi
karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling
6
Page 7
banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter –
Harris :
a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis
sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis ,
prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian
secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik
meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui
tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan
pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan
lanjut adalah tinggi.
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Gambar 1. a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan,
prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis ,
prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian
secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik
meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui
tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan
pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan
lanjut adalah tinggi.
Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang
7
Page 8
Fraktur tertutup fraktur terbuka
Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang Transversal
I II III IV
Ket: gambar I:patahan transversal
Gambar II:patahan spiral
Gambar III:patahan obliq
Gambar IV:patahan segmental
8
Page 9
II.3 Etiologi
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur:
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan, dan densitas tulang.
II.4.Diagnosis
I. Riwayat
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan
kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok,
riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
II. Pemeriksaan Fisik
A. Inspeksi / Look
Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak
Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo
B. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada
daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera,
daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi Neurovaskularisasi bagian distal fraktur
meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi
C. Gerakan / Moving
D. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvis Sedangkan pada
pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah
pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra
dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.
1. Manifestasi klinis:
9
Page 10
1). Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2). Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
3). Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4). Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5). Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa
hari setelah cedera
II.5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test,
dan urinalisa.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
I .2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak
terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :
1. Alignman : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut
2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)
3. Aposisi : hubungan ujung fragmen satu dengan lainnya
10
Page 11
4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal
II.6. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan
fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli
lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan
apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur
tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union Komplikasi
sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau
pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir
dengan degenerasi
Pada Jaringan lunak
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
2. Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu
diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.
Pada OtotTerputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini
terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan
11
Page 12
tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus.
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti
spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau
manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah
tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan
torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas
maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini
disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. Apabila iskhemi dalam
6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang
nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan
disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri),
Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut nadi hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson).
Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.
b. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.Pada pemeriksaan
Terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan
radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif
selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi Lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting
(12-16 minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
12
Page 13
1. Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi
untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
2. Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi
palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga
sinovial yang berisi cairan, prosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan
imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai
implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang
(fraktur patologis).
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan
refraktur atau osteotomi koreksi .
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur
tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union).
Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi
tulang berupa osteoporosis dan atropi otot
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga
terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan
tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif
dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada
penderita dengan kekakuan sendi menetap.
II.7. Stadium Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :
Pembentukan hematom
Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum sehingga timbul
hematom.
Organisasi
13
Page 14
Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom disertai dengan
infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan darah diubah menjadi
jaringan granulasi fibroblastik vaskular.
Kalus sementara
Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan jaringan osteoid dalam jaringan
granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari metaplasia fibroblas dan jaringan osteoid
ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam
bentuk spikula ireguler .dan trabekula, mengalami mineralisasi membentuk kalus sementara.
Tulang baru yang tidak teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara sebagian besar
lengkap pada sekitar hari kedua puluh lima.
Kalus definitif
Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang yang teratur
dengan susunan havers – kalus definitif.
Remodeling
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling akibat pembentukan
tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif lambat
dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus yang berlebihan dipindahkan,
dan gambaran serta struktur semula dari tulang tersusun kembali.
II.8.Tujuan Pengobatan fraktur :
1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Terbuka : Indikasi :
1. Reposisi tertutup gagal
2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
reposisi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode dalam reposisi adalah reposisi tertutup, traksi dan reposisi
terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
14
Page 15
Reposisi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF
1. Gips ( plester cast)
2. Traksi
Indikasi :
· Pemendekan (shortening)
· Fraktur unstabel : oblique, spiral
· Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
Imobilisasi fraktur, setelah fraktur di reposisi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di
pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinue, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat
dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka adalah
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat,di kamar operasi dan setelah operasi
4. Segera dilakukan debridemen dan irigasi yang baik
15
Page 16
5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak lainnya
Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur terbuka
1. Pembersihan luka
Hal ini dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk
mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus,lemak,fasia,otot dan fragmen-fragmen yang lepas
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau reduksi terbuka dengan
fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan II sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya
kecelakaan),maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan apabila penutupan
membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan
drainasi isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan
kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat
sebelum,pada saat dan sesudah tindakan operasi.
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita
yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang
belum,dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin.
16
Page 17
II.9 Komplikasi Fraktur Terbuka
Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan,karena iatrogenik atau oleh karena tindakan
pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama,yaitu penekanan lokal, traksi
yang berlebihan dan infeksi. Komplikasi oleh akibat tindakan pengobatan (iatrogenik)
umumnya dapat dicegah.
1. Perdarahan, syok septik sampai kematian
2. Septikemia,toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. Tetanus
4. Gangren
5. Perdarahan sekunder
6. Osteomielitis kronik
7. Delayed union
8. Nonunion dan malunion
9. Kekakuan sendi
10.Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama
Ada lima tujuan pengobatan fraktur:
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan
sendi,mencegah atrofi otot,adhesi dan kekakuan sendi,mecegah terjadinya komplikasi seperti
dekubitus,trombosis vena,infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan fraktur. Sejak
awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan dan
pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara isometrik
(latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur serta isotonik yaitu
latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung.
II.10.Pencegahan Fraktur
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur
disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada
dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
17
Page 18
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan,
terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang
cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan
memakai alat pelindung diri.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari
terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada
penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang
DAFTAR PUSTAKA
1. Lavy CBD, Barrett DS. Ortopedi dan fraktur sistem apley. 7th ed. Alih bahasa Edi
Nugroho. Jakarta : Widya Medika, 1995 : 225-7
2. Kumala P, dkk. Kamus saku kedokteran dorland. 25th ed. Dyah Nuswantari, eds. Jakarta :
EGC, 1998 : 413
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, eds. Kapita selekta kedokteran.
Jilid 2. 3th ed. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2000 : 4-9:267-73:371-96
4. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta :
EGC, 1987 : 221-55
5. Bank’s P. Fraktur mandibula. Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 2
6. London PS. The anatomy of injury and its surgical implication. Oxford : Butterworth-
Heinemana Ltd, 1991 : 5-6
18
Page 19
7. Obuekwe ON, Ojo MA, Akpata O, Etetafia M. Maksilofacial trauma due to road traffic
accident in benin city, Nigeria. Annals Of African Medicine, Vol 2(2) : 2003 : 58-63
8. Nealon TF Jr. Nealon WH. Keterampilan pokok ilmu bedah. 4th ed. Alih Bahasa. Irene
Winata Brahm U. Pendit. Jakarta : EGC, 1996 : 114-24
9. Soepardi EA, Iskandar N, eds. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorokan
kepala leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2001 : 201-8
10. Eliastam M, Sternbach GL, Blesler MJ. Penuntun kedaruratan medis. 5th ed. Alih
Bahasa. Hunardja Santasa. Jakarta : EGC, 1998 : 11-2: 69-70: 137-8.
19