FRAKTUR OS NASAL
FRAKTUR OS NASAL
PENDAHULUANFraktur pada tulang hidung merupakan salah satu jenis
fraktur terbuka yang sering terjadi pada manusia akibat dari
benturan langsung pada wajah. Bentuk dan struktur dari hidung yang
menonjol serta rapuh mengakibatkan hidung sangat rentan dan mudah
untuk mengalami fraktur karena benturan, hal inilah yang
menyebabkan fraktur tulang hidung sering terjadi.(1,3,5,6,7)Olah
raga, jatuh kecelakaan dan perkelahian merupakan penyebab benturan
yang paling sering pada sebagian besar fraktur tulang hidung,
dengan konsumsi alkohol menjadi faktor pendukung dalam banyak
kasus. Angka kejadian pada pria sekitar dua kali lebih sering
dibandingkan wanita baik di populasi usia dewasa dan anak-
anak.(1,2,6,7,8)Pada pria, tulang sering dikaitkan dengan trauma
yang disengaja dan lebih umum terjadi pada usia 15-25 tahun
kelompok usia. Pada wanita, fraktur tulang hidung biasanya
merupakan kecelakaan pribadi yang umumnya akibat dari jatuh dan
sering pada pasien diatas usia 60 tahun. Pada anak-anak, kasus yang
sering dilaporkan juga terjadi pada laki-laki dimana kasus fraktur
tulang hidung pada anak-anak kebanyakan adalah hasil cedera yang
berkaitan dengan olahraga dan bermain dari konfrontasi
fisik.(2,6,7)Fraktur nasal menduduki peringkat ketiga dari senua
angka kejadian fraktur yang terjadi pada manusia. Angka kejadian
dari fraktur ini berkisar 40 % dari semua jenis fraktur
tulang.(7,8)Deformitas, pembengkakan, epistaksis dan ekimosis
periorbital memberi kesan ada suatu fraktur tulang hidung,
sedangkan krepitasi tulang dan mobilitas segmen hidung merupakan
tanda diagnostik.(1,2,3,4,4,6,7,8)Meskipun cedera ini sering
terlihat bukan merupakan cedera yang berat dan mengancam jiwa namun
kesalahan dalam menangani trauma hidung dapat menyebabkan masalah
jangka panjang yang signifikan. Deformitas eksternal, obstruksi
tulang hidung, perforasi septum dan komplikasi lainnya (misalnya,
sinusitis kronis) sering muncul dan kadang- kadang memburuk setelah
beberapa bulan atau tahun dari kejadian.(7,8)HIDUNGANATOMI 1.
Hidung bagian luarHidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-
bagiannya yaitu pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung, ala
nasi, kolumela dan rongga hidung (nares anterior).Hidung bagian
luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan. Kerangka
tulang terdiri dari sepasang os nasalis, processus nasalis os
frontalis, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa
pasang tulang rawan yang terdiri dari sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior (kartilago ala mayor) dan tepi anterior
kartilago septum nasi. Kerangka tulang dan tulang rawan ini
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi
untuk pergerakan dari nasal tip ala
nasi.(1,2,3,4,9,10,11,12,13,15)
Gambar 1. Hidung luar (2,3)
2. Hidung bagian dalam
Hidung bagian dalam dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kavum
nasi kiri yang dipisahkan oleh septum nasi. Lubang dari hidung
bagian belakang disebut nares posterior atau koana. Bagian dari
rongga hidung yang letaknya sesuai dengan ala nasi disebut
vetibulum yang dilapisi oleh kulit yang mempunyai kelenjar
keringat, kelenjar sebasea dan rambut- rambut yang disebut
vibrissae.(1,2,3)Rongga hidung dilapisi oleh membran mukosa yang
melekat erat pada periosteum dan perikondrium, sebagian besar
mukosa dan kelenjar keringat serosa dan ditutupi oleh epitel thorax
berlapis semu bersilia.(1,2,3,9)
Gambar 2. Hidung bagian dalam(2,3)Kavum nasi terdiri
dari:(1,2,3,12,13,,15)1. Dasar hidung
Dibentuk oleh prosesus palatine os maxila dan prosesus
horizontal os palatum.2. Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior,
processus frontalis os nasal, os maksila, korpus etmoid, dan korpus
os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina
fibrosa.3. Dinding lateralDinding lateral dibentuk oleh permukaan
dalam processus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka
superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os
palatum dan lamina pterigoides medial. 4. KonkaPada dinding lateral
terdapat 4 buah konka yaitu konka inferior, konka media, konka
superior, dan konka suprema. Konka suprema biasanya rudimenter.
Konka inferior merupakan konka yang terbesar dan merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila. Sedangkan konka media,
superior dan suprema merupakan bagian dari etmoid.5. Meatus
nasi
Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka
inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus inferior terdapat muara ductus nasolacrimalis. Meatus
media terletak diantara konka media terdapat muara sinus maxila,
frontalis dan etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan
ruang antara konka superior dan konka media terdapat sinus etmoid
posterior dan sphenoid.
6. Dinding medial
Dinding medial hidung adalah septum nasi.
Gambar 3. Hidung dalam (2,3)MUKOSA HIDUNG
Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir. Epitel organ
pernapasan yang biasanya berupa epitel toraks bersilia, bertingkat
palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung. Pada ujung
anterior konka dan septum sedikit melampaui os internum masih
dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa silia, lanjutan epitel
kulit vestibulum nasi. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel
menjadi toraks, silia pendek agak ireguler. Sel- sel meatus media
dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia
yang panjang yang tersusun rapi.(1,2,10).
PERDARAHANPendarahan pada hidung berasal dari arteri karotis
interna dan arteri karotis eksterna yang memperdarahi septum dan
dinding lateral hidung.(1,2,3,10,11,12,13,15)1. Pendarahan arteri
karotis interna
Arteri oftalmika yang berasal dari arteri karotis interna
bercabang menjadi arteri etmoidalis anterior dan arteri etmoidalis
posterior masuk ke kavum nasi. Arteri etmoidalis posterior
memperdarahi septum bagian superior posterior dan dinding lateral
hidung.(1,2,3)2. Pendarahan arteri karotis eksterna
Arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis
eksterna kemudian bercabang menjadi arteri sphenopalatina dan
arteri palatina mayor. Arteri sphenopalatina masuk ke dalam rongga
hidung bagian belakang ujung posterior konka medial melalui foramen
sphenopalatina. Di dalam rongga hidung arteri sphenopalatina
bercabang menjadi arteri facialis lalu menjadi arteri labialis
superior.(1,2,3)Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari
cabang- cabang arteri sphenopalatina, arteri etmoid anterior,
arteri labialis superior dan arteri palatine mayor yang disebut
plexus kieselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma
sehingga menjadi sumber pendarahan hidung.(1,2,3)
Gambar 4. System pendarahan hidung(2,3)PERSARAFANBagian
anterosuperior septum nasi mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n. Nasosiliaris yang
berasal dari n. Oftalmicus. Sebagian kecil septum nasi pada bagian
anteroinferior mendapatkan persarafan sensoris dari cabang
maksilaris n. Trigeminus.(1,2,3,4,9,10,11,12,13,15)N. nasopalatina
mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui
foramen sfenopalatina berjalan ke septum bagian superior,
selanjutnya ke bagian anteroinferior dan mencapai palatum durum
melalui kanalis insisivus.(1,2,3,4)Nervus olfaktorius turun melalui
lamina kribiformis dan permukaan bawah bulbus olfaktorius dan
kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfactorius di daerah sepertiga atas hidung.(1,2,3,4)
Gambar 5. System persyarafan hidung(2,3)FISIOLOGI
Fungsi dari hidung adalah: .(1,2,3,5,8,10,11,12,14,15)1.
RespirasiUdara inspirasi masuk ke hidung menuju respirasi melalui
nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian
turun ke nasofaring dan akan mengalami humidifikasi oleh plut
lender.2. Air conditioning of inspired airSuhu udara yang melalui
hidung diatur sehingga berkisar 370C.3. Proteksi saluran nafas
bagian bawahPartikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup
bersama udara akan disaring di hidung oleh rambut (vibrissae) pada
vestibulum nasi, silia dan palut lendir.
4. Indra penghirupHidung bekerja sebagai indra penghidu dan
pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,
konka superior dan sepertiga bagian atas septum5. Vocal
resonansiResonansi penting untuk kualitas suara ketika bicara dan
menyanyi6. Fungsi refleks nasalDebu dan bakteri akan melekat pada
palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin.7. Proses bicaraHidung membantu pembentukan
konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuak
dan palatum mole turun untuk aliran udara.
FRAKTUR OS NASALDEFINISI
Fraktur nasal merupakan fraktur yang terjadi pada bentuk dan
struktur dari hidung akibat dari benturan atau trauma langsung pada
wajah karena hidung merupakan bagian yang paling menonjol serta
rapuh.(1,2,3,4,5,6,7,8)KEKERAPAN DAN ETIOLOGI
Hanya sedikit kekuatan dan benturan yang diperlukan untuk
menimbulkan fraktur tulang hidung yaitu dengan daya kekuatan
sekitar 2-5 kg/cm.(6)Angka kejadian pada pria sekitar dua kali
lebih sering dibandingkan wanita baik di populasi usia dewasa dan
anak-anak. Fraktur tulang hidung terjadi 39-45% dari kasus yang
dilaporkan pada orang dewasa, dan sampai 45% dari cedera pada
anak-anak.(5,6,7)Puncak insidensi terjadi pada rentang 15-30 tahun
dimana pada rentang usia ini mulai berhubungan dengan olahraga
fisik, perkelahian,kecelakaan dan kegiatan
petualangan.(2,3,4,7)PATOFISIOLOGI
Cedera pada hidung baik pada bagian tulang maupun tulang rawan
dapat menimbulkan deformiitas eksternal dan obstuksi jalan
nafas.(1,2,3,4,7,8,9)Memahami mekanisme terjadinya patah tulang
hidung dan bagaimana cedera yang timbul dapat mengenai struktur
penting dari hidung sehingga merubah penampilan dan fungsi hidung
sangat penting untuk diketahui agar perawatan yang sesuai dapat
diberikan.(5,6,7,8,9)Cedera akan benturan ke hidung memiliki bentuk
yang bervariasi tergantung dari faktor- faktor berikut:(3,5,7,8)a.
Usia pasien (fleksibilitas jaringan)b. Besarnya daya benturanc.
Arah benturand. Sifat atau jenis dari objek yang membentur
Benda yang kecil namun membentur hidung dengan kecepatan tinggi
akan menghasilkan cedera yang sama dengan benda yang besar tapi
membentur dengan kecepatan rendah.(3)Cedera jaringan lunak juga
sering terjadi berupa laserasi, ekimosis dan hematoma dari hidung
eksternal atau internal. Cedera patah tulang hidung dapat berupa
kompresi dari rangka (comminution fractures) lebih sering dijumpai
pada pasien yang lebih tua, dislokasi (lebih sering pada dewasa
muda) serta cedera tulang rawan dan patah tulang greenstick pada
anak-anak karena proporsi yang lebih besar dari tulang rawan dan
pergeseran (osifikasi) belum lengkap dari tulang
hidung.(2,3,4,7,8)Tulang hidung yang berada dibawah garis
intercantus lebih tipis dan memiliki proyeksi yang lebih menonjol
pada wajah sehingga lebih mudah mengalami fraktur daripada tulang
dari akar hidung yang lebih tebal diatas garis
tersebut.(1,2,3,7)Benturan dari arah lateral dapat menghasilkan
patah tulang ipsilateral mungkin juga fraktur tulang hidung yang
kontralateral, sehingga menghasilkan penyimpangan yang signifikan
dari seluruh hidung.(3,4,7,8)Trauma hidung lateral paling sering
ditemukan dan dapat menyebabkan fraktur baik salah satu atau kedua
tulang hidung dan hampir selalu bersamaan dengan timbulnya
dislokasi dari septum nasi.(1,2,3,4,5,6,7,8)Trauma pada septum
merupakan salah satu elemen paling penting dari deformitas dan
disfungsi hidung. Bagian tertipis dari septum yang cenderung untuk
paling mudah mengalami fraktur berada di sekitar sudut septum
superior, daerah dorsal tulang rawan kuadran angularis dan bagian
posterior dari lamina perpendikularis os etmoid. Fraktur septum
dapat menimbulkan deviasi septum berbentuk huruf C atau S dan
akhirnya akan menyebabkan bentuk hidung yang asimetris dan
obstruksi jalan nafas.(3,6,7)
Gambar 6. Fraktur hidung (3)KLASIFIKASIKlasifikasi dari fraktur
tulang hidung berdasarkan arah trauma dapat dibagi dua,yaitu:
(1,5,9)1. Trauma lateral Benturan dari arah lateral dapat
menimbulkan depresi tulang hidung unilateral yang searah dengan
arah benturan atau kedua tulang hidung dan septum sehingga
menimbulkan deviasi dari septum.
Trauma lateral dibagi menjadi tiga bidang fraktur, yaitu:
a. Bidang 1 : fraktur yang hanya berbatas pada tulang hidung
ipsilateral, merupakan jenis fraktur yang sering terjadi.b. Bidang
2 : telah melibatkan tulang hidung kontralateral dan septum nasi.c.
Bidang 3 : telah melibatkan prosesus frontalis os maxila.Beberapa
ahli juga membagi trauma lateral berdasarkan tingkat keparahan
deviasi dari pyramid hidung antara lain:
a. Grade 0 : tulang hidung normal.b. Grade 1 : deviasi tulang
hidung kurang dari setengah lebar pangkal hidung.c. Grade 2 :
deviasi tulang hidung sampai pangkal hidung.d. Grade 3 : deviasi
tulang hidung lebih besar dari lebar pangkal hidung.e. Grade 4 :
tulang hidung hampir menyentuh pipi.
Gambar 7. Trauma lateral(5)2. Trauma frontal
Trauma frontal umumnya terjadi akibat daya bentur yang besar
juga terbagi menjadi tiga bidang fraktur yaitu:(1,5)a. Bidang 1 :
fraktur yang timbul hanya terbatas pada tip nasi, septum anterior
atau batas bawah tulang hidung. Fraktur ini kebanyakan tidak
menimbulkan deviasi dari hidung dan bahkan kadang-kadang tidak
terlihat secara kasat mata
b. Bidang 2 : biasanya sudah menimbulkan deformitas yang mudah
dilihat secara kasat mata. Telah melibatkan tulang hidung, dorsum
nasi, dan septum nasi sehingga menimbulkan deviasi serta pelebaran
dorsum nasi. Dinding orbita dan tulang wajah lain belum
terlibat
c. Bidang 3 : biasanya disebabkan oleh benturan yang hebat
sehingga telah melibatkan orbita bahkan meluas daerah tulang wajah
yang lain seperti tulang etmoid dan tulang maksila. Fraktur tulang
hidung berupa communition bersamaan dengan fraktur prosesus frontal
os maksila dan tulang etmoid. Fraktur ini disebut juga fraktur
nasoorbitaetmoid.
Gambar 8. Fraktur Frontal(5)Fraktur tulang hidung dapat juga
diklasifikasikan berdasarkan bentuk fraktur yang timbul pada tulang
hidung yaitu berupa unilateral, bilateral, communited, depressed,
openbook, impacted (telescoped), dan greenstick.(1,2,3)
Gambar 9. Bentuk- bentuk fraktur tulang hidung(1,5)DIAGNOSIS1.
Anamnesis
Mengetahui tentang mekanisme terjadinya trauma pada pasien
sangat berguna untuk menentukan tingkat keparahan penyakit. Akan
sangat menguntungkan mengetahui benda penyebab trauma, arah
datangnya benturan dan besarnya daya bentur yang diterima oleh
hidung. Arah benturan yang berasal dari frontal dapat menyebabkan
depresi dorsum nasi sehingga menghasilkan jenis fraktur yang
impacted, sebaliknya arah benturan yang berasal dari lateral dapat
menyebabkan depresi tulang hidung pada sisi benturan bahkan
kontralateral.(1,2,3,6,7,8,9,13)Pada pasien harus ditanyakan kapan
terjadinya benturan, apakah ada perdarahan dari hidung, perubahan
penciuman, hidung yang berair dan berasa asin atau manis
(kemungkinan kebocoran CSF), apakah ada sumbatan hidung dan apakah
ada perubahan dari bentuk hidung.(1,2,3,4,6,7,8,9)2. Pemeriksaan
fisikKebanyakan fraktur tulang hidung timbul akibat benturan yang
tidak terlalu berat seperti terpukul atau tersikut. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan deviasi dan hidung yang
asimetris, epistaksis, edema, dan ekimosis pada hidung serta
periorbital juga dapat dijumpai ketika pemeriksaan dilakukan
beberapa jam setelah trauma.(1,2,3,4,6,7,8,9,13)Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan pasien dalam keadaan duduk. Hidung harus diperiksa
baik dengan pemeriksaan eksternal maupun internal untuk melihat
adanya deformitas, deviasi atau bentuk yang abnormal. Laserasi,
ekimosis, dan hematoma merupakan tanda adanya fraktur tulang
hidung. Tanda lain yang dapat timbul selain edema pada palpebrae,
kemosis pada sclera, periorbita ekimosis dan subconjunctival
hemorhage. Empisema subkutan juga dapat timbul akibat usaha pasien
untuk mengeluarkan bekuan darah dengan meniup hidung secara
kuat.(1,2,3,4,6,7,8,9,13)
Gambar 10. Nasal Septal Hematom (6)Pemeriksaan internal
dilakukan dengan terlebih dahulu diberikan dekongestan pada mukosa
hidung dan gumpalan darah secara perlahan-lahan dikeluarkan dengan
menggunakan suction. Kemudian diperhatikan apakah ditemukan septum
dislokasi atau septum hematoma.(2,3,5,7,8)
Gambar 11. Septum dislokasi (5)Palpasi bimanual dengan cara
menggunakan elevator di dalam hidung dan jari di bagian luar sangat
berguna untuk menemukan adanya krepitus, depresi tulang dan
mobilitas pada tulang yang merupakan tanda adanya
fraktur.(3,5,6,7,8)Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat
pemeriksaan pasien, yaitu:(1,2,3,4,5,6,7,8,13) Deviasi, depresi,
deformitas Krepitasi dan mobilitas dari fragmen fraktur Spesific
area of tenderness
Pembengkakan pada hidung
Laserasi
Fraktur septum, hematoma, abses Epistaksis
Obstruksi hidung akibat hematoma septum
Perubahan dalam penampilan3. Pemeriksaan radiologis
Walaupun masih dalam perdebatan namun banyak ahli menyatakan
bahwa pemeriksaan radiologis dalam penegakan diagnosis fraktur
tulang hidung tidak diperlukan oleh karena tingkat sensitifitas dan
spesifitasnya yang rendah.(1,2,3,7,9)Delacey et al (1977)
menyimpulkan bahwa pemeriksaan radiologis tidak efektif setelah
melakukan perbandingan antara foto normal dan fraktur tulang
hidung. Mayell et al (1973) menemukan pada 107 pasien dengan
fraktur tulang hidung walaupun dengan hasil foto yang negatif tidak
merubah manajemen penanganan fraktur tulang hidung. Clayton dan
lesser (1986) menemukan bahwa pemeriksaan radiologis tidak begitu
berguna dalam menegakkan diagnosa. Sebuah penelitian prospektif,
yang dilakukan Logan et all (1994) menyimpulkan bahwa pemeriksaan
X-ray tidak efektif.(1,2,5,6,7)Akan tetapi apabila apa kecurigaan
telah terjadi trauma yang berat dan melibatkan fraktur wajah lain
maka perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan.(1,2,6)DIAGNOSA
BANDING
Walaupun fraktur tulang hidung sederhana merupakan fraktur yang
paling sering terjadi diantara fraktur wajah, akan tetapi tetap
harus dibedakan dari fraktur maksilofasial dan nasoetmoid lain yang
lebih berat.(1,2,3,6,8)1. Fraktur nasoetmoid
Melibatkan struktur kompleks nasoetmoid sering menghasilkan
gejala berupa kebocoran cairan serebrospinal
2. Fraktur arkus zigoma
Sering menimbulkan V-Shape deformity dengan tiga garis fraktur
yaitu dua pada kedua ujung dan satu ditengah
3. Fraktur tripoid (zigomatikomaksilaris)
Biasanya melibatkan tulang zygoma,tulang frontal dan tulang
maksila dengan perluasan kearah dasar orbita 4. Fraktur maksila
Lee fort I : meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara
maksila dan palatum
Lee fort II : meliputi tulang hidung dan diteruskan ke tulang
lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita, bagian atas sinus
maksila dan ke arah lamina pterygoid
Lee fort III : suatu fraktur yang memisahkan secara lengkap
antara tulang cranial dengan tulang wajah, garis fraktur berjalan
melewati pangkal hidung, etmofrontal junction, fisura orbitalis
superior, dinding lateral orbita, sutura zygomatifrontal dan sutura
temporozigomatik.PENATALAKSANAAN
Untuk memberikan hasil yang terbaik maka penanganan harus
diberikan dalam 3 jam pertama setelah trauma. Namun jarang sekali
pasien dapat dievaluasi dalam waktu secepat ini karena lebih dari 3
jam edema telah timbul dan dapat menutupi daerah fraktur sehingga
membuat tindakan reduksi tertutup menjadi lebih sulit. Dengan
demikian pasien harus dievaluasi lagi setelah 3-7 hari kemudian
untuk menunggu agar edema hilang.(3,5,6,7,8)Jaringan ikat fibrous
pada daerah fraktur mulai berbentuk pada 10-14 hari setelah trauma,
sehingga manipulasi idealnya dilakukan sebelum hari, namun ada juga
yang menyatakan dapat dilakukan paling lama sampai 3
minggu.(1,2,3,6,7,8)Pilihan penatalaksanaan fraktur tulang hidung
dapat berupa reduksi tertutup atau reduksi
terbuka.(2,3,5,6,8,9,14)Indikasi reduksi tertutup antara lain:
a. Unilateral atau bilateral fraktur dari tulang hidung
b. Fraktur dari septum nasi dengan deviasi kurang dari setengah
lebar pangkal hidung
Indikasi reduksi terbuka antara lain:
a. Fraktur atau dislokasi tulang hidung dan septum yang luas
b. Deviasi pyramid hidung lebih dari setengah lebar pangkal
hidung
c. Fraktur dislokasi septum bagian kaudal
d. Fraktur septum terbuka
e. Deformitas yang menetap setelah dilakukan reduksi
tertutup
Gambar 12. Management of Septal Hematom(6) ANASTESIA
Reduksi fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan anastesi
lokal atau anastesi umum tergantung dari ahli bedah yang melakukan.
Keuntungan anastesi lokal yaitu biaya yang murah, lebih fleksible
untuk perencanaan operasi dan lebih nyaman kepada pasien. Akan
tetapi pada pasien anak-anak, remaja dan pasien yang tidak
kooperatif lebih dianjurkan untuk anastesi
umum.(2,3,5,6,7,8,9)Topikal anastesi yang digunakan bisa berupa
lidocaine 2% dengan 1:100000 adrenalin yang disuntikkan sepanjang
dorsum nasi sebelah lateral dari pyramid hidung dan bagian dasar
dari septum anterior kemudian digunakan tampon kapas yang telah
dibasahi dengan lidocaine 2% dan adrenalin 1:100000 pada rongga
hidung.(2,3,5,6,7,8)TEKNIK OPERASIREDUKSI TERTUTUP
Alat yang digunakan untuk tekhnik antara lain: (6,7,8,9)1. Boies
elevator
2. Asch forceps
3. Walsham forceps
Asch dan walsham forceps didesain untuk mengurangi dan
memperbaiki septum yang mengalami displacement dan tulang hidung
yang impacted. Boeis elevator memiliki ketepatan yang lebih baik
dibandingkan kedua forceps.(5,6,7,8)Prosedur :
1. Sebelum dilakukan manipulasi tulang hidung, terlebih dahulu
dilakukan pengukuran jarak dari lubang hidung sampai sudut
nasofrontal dengan cara menempatkan instrument pada bagian
permukaan kulit dari dinding lateral hidung dan ujung instrument
tepat pada garis interkantus
2. Elevator dimasukkan ke dalam rongga hidung sampai sekitar 1
cm lebih pendek dari jarak yang telah diukur sebelumnya
3. Dengan menggunakan ujung elevator tulang hidung yang fraktur
diangkat dan didorong ke arah anterior dan lateral berlawanan
dengan arah trauma sehingga segmen yang fraktur kembali ke posisi
semula
4. Tangan yang tidak memegang alat dapat digunakan untuk
menjepit tulang hidung agar dapat membentuk kembali ke posisi
tulang hidung seperti semula
5. Jika ditemukan fraktur kontralateral maka dengan menggunakan
ibu jari dilakukan penekanan ke arah medial pada tulang hidung sisi
kontralateral sehingga pyramid hidung dapat dikembalikan ke posisi
semula secara bersamaan
6. Pada kasus dimana segmen fraktur menjadi overlapping dapat
diguanakan Walsham forceps untuk memanipulasi fraktur. Salah satu
lengan forceps dimasukkan ke dalam rongga hidung dan lengan lainnya
berada di bagian luar hidung maka tulang hidung yang fraktur dapat
dijepit dengan forceps dikembalikan ke posisi semula
7. Septum hidung mempunyai peran penting dalam menunjang
struktur hidung oleh karena itu septum merupakan bagian penting
yang juga harus dikoreksi. Hasil yang memuaskan dapat dicapai
dengan menggunakan Asch forceps dimana kedua lengan forceps
dimasukkan pada kedua sisi septum tepat berada di bawah dorsum.
Kemudian septum dijepit dan diangkat sehingga bagian yang
overlapping menjadi lepas dan septum di kembalikan keposisi
semula.Untuk menghindari terjadinya kolaps setelah reduksi tertutup
maka dilakukan pemasangan tampon didalam rongga hidung untuk
menunjang struktur yang fraktur secara internal. Tampon dilumuri
dengan salep antibiotik dan dibuka setelah 3-5 hari.(5,6,7,8)
Gambar 13. Rekonstruksi fraktur nasal (5)Telah banyak studi yang
dilakukan mendukung bahwa reduksi tertutup merupakan modalitas
utama dalam penanganan fraktur tulang hidung. Studi yang dilakukan
Crowther dan Donaughue (1987) menemukan dari 85 orang pasien yang
ditangani dengan reduksi tertutup, 85% menyatakan puas dengan
hasilnya dan hanya 9% yang meminta untuk dilakukan septorinoplasti
dikemudian hari. Illum (1986) juga menemukan total 88 pasien, 91%
menyatakan puas dengan hasilnya.(5,6,7,8)
Gambar 14. Septoplasti (5)REDUKSI TERBUKA
Pada kebanyakan kasus reduksi terbuka biasanya dilakukan karena
adanya fraktur interlocking antara bagian tulang rawan dan bagian
tulang dari septum. Kelainan yang sering ditemukan adalah dislokasi
kartilago quadran angularis dari krista nasalis os maksila atau C
shaped deformity.(5,6,7,8,9)Reduksi septum dilakukan melalui
pendekatan insisi hemitransfiksi pada sisi yang mengalami
dislokasi. Untuk mendapat akses penuh ke daerah fraktur dilakukan
insisi bilateral interkartilago. Kartilago nasalis lateral superior
dilepaskan dari dorsum nasi dan periosteum dilepaskan dari tulang
hidung. Dengan menggunakan Cottle elevator atau Ballenger swivel
knife, tulang rawan yang melengkung dapat di eksisi sehingga tulang
rawan dapat kembali ke posisi semula.(5,6,7,8,9)Pendekatan lain
yang dilakukan untuk reduksi terbuka harus sesuai dengan lokasi
fraktur. Untuk fraktur di daerah sepertiga atas hidung maka
pendekatan open sky dengan insisi pada lengkungan nasofrontal dapat
memberikan akses kepada fraktur hidung comminuted dan kompleks
etmoid. Sedangkan rinotomi lateral dapat digunakan pada fraktur
hidung unilateral. Bicoronal scalp flap merupakan pendekatan yang
baik untuk daerah hidung superior sekaligus fraktur wajah bagian
atas (zygomatik dan sinus frontal). Midfacial degloving juga dapat
digunakan untuk pendekatan fraktur hidung.(5,6,7,8)Setelah garis
fraktur dapat terlihat sempurna dan dikembalikan ke posisi semula
dapat dilanjutkan dengan fiksasi tulang untuk menstabilkan reduksi.
Fiksasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan
menggunakan kawat ukuran kecil (26 atau lebih) pada tulang yang
sebelumnya telah dibor sehingga segmen fraktur dapat distabilkan
kearah maksila atau frontal. Titanium microplates juga dapat
digunakan untuk fiksasi fraktur tulang hidung dan teknik lebih
memberikan keleluasaan dalam fiksasi dibandingkan penggunaan
kawat.(5,6,7,8)KOMPLIKASI(1,6,7,8,9,14)1. Hematoma septum2.
Epistaksis 3. Kebocoran cairan serebrospinal4. Septum deviasi5.
Sinekia6. Obstruksi saluran nafas7. Sinusitis DAFTAR RUJUKAN
1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI.
Hal: 118-122, 199-202.
2. Adams, George L, dkk. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT
(BOIES Fundamentals of Otolaryngology). Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal:
173-188, 509-516.3. Ballenger, John Jacob M.S. Penyakit Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher Jilid 1. Tanggerang: Binarupa
Aksara Publisher. Hal: 1-33.4. Hwang P. H, A. Abdalkhani,
Embriology, Anatomy and Physiology of the Nose and Paranasal
Sinuses in Patricia Bindner. Ballengers Otorhinolaryngology 17 Head
and Neck Surgery. Ajanta Offset and Packagings Limited. India.
2009. Hal: 455-460.5. Ondik M. P, L. Lipinsky, S. Dezfoli, F. G
Fedok, The Treatment of Nasal Fracture. Arch Facial Plast Surgery
Vol 11 (No.5). American Medical Association. America. 2009. Hal:
296-302.
6. Corry J. K, T.Clenney, J. Phelan, Management of Nasal
Fractures. American Family Physician. Florida. 2004. Hal:
1315-1320.
7. Nasal Trauma. Current Otolaringology. The McGraw-Hill
Companies. London. 2007.
8. Bailey, Byron J, Nasal Fractures in Byron Bailey J, Jonas
T.J, Shawn D.N Head & Neck Surgery Otolaryngology Volume 1. 4th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadhelpia USA. 2006.
Hal: 996-1008. 9. Chegar E, Burke. Nasal Fractures in Burke E.
chegar, Sherard A. Tatum Head & Neck Surgery. 4th edition.
2005.10. Lalwani Anil k. current diagnosis and treatment. Anatomy
and Physiology of Nose in Otolaryngology Head and Neck Surgery.
McGraw-hill. London. 2007.11. http://tinjauan pustaka universitas
sumatera utara. Anatomi dan fisiologi hidung.12.
http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal-makalah-20110203.html.13.
http://majiidsumardi.blogspot.com/2011/03/penatalaksanaan-fraktur-nasal.html.14.
http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/18/reposisi-fraktur-nasal/
15.
http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal-makalah-20120803.html
PEMBIMBING : DR. M. TAUFIQ, SP. THT - KL.1