LAPORAN KASUS BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO FOURNIER’S GANGRENE Oleh : A. Arief Munandar (G 501 08 013) Pembimbing: dr. Roberthy D. Maelissa, Sp. B DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS PADA BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO 2014
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
FOURNIER’S GANGRENE
Oleh :
A. Arief Munandar
(G 501 08 013)
Pembimbing:
dr. Roberthy D. Maelissa, Sp. B
DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS PADA
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2014
PENDAHULUAN
Fournier gangren merupakan suatu gangren pada skrotum atau uvula yang
disebabkan oleh bakteri anaerob yang merupakan strain streptococcus beta
hemolitikus. Penyakit ini adalah bentuk dari fascitis nekrotikan yang terdapat di
sekitar genitalia eksterna. Fournier gangren merupakan kegawatdaruratan bedah
karena onsetnya berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi
gangren yang luas dan menyebabkan septikemia. Fournier gangren pertama kali
ditemukan pada tahun 1883, oleh ahli penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred
Fournier mendapatkan dimana 5 laki-laki muda yang sebelumnya sehat menderita
gangren dengan cepat progresif pada penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas.
Penyakit ini yang kemudian dikenal sebagai Fournier gangren, didefinisikan
sebagai fasciitis nekrotikans pada daerah perineum perianal atau genital. Penyakit
ini kebanyakan terjadi pada penderita usia 40-70 tahun dengan faktor resiko
keadaan umum yang kurang baik seperti gizi buruk, penggunaaan imunosupresan,
alkohol dan diabetes melitus.1, 2,4
Fournier gangren relatif jarang, namun sangat progresif kejadian yang
tepat dari penyakit ini tidak diketahui. Dalam artikel penelitian Fournier gangren
pada tahun 2013, Benjelloun et al. terdapat sekitar 50 kasus infeksi yang
dilaporkan dalam rekam medis RS Universitas Hassan II Maroko sejak Januari
2003-Desember 2009. Dari 50 pasien, 12 pasien meninggal dan 28 pasien dapat
bertahan hidup, dimana angka mortalitas 24%. Terdapat 44 orang laki-laki dan 5
orang perempuan. Jenis kelamin tidak berkaitan dengan angka mortalitas. Sumber
infeksi 72% kasus dapat diidentifikasi, dan sumber infeksi yang paling sering
adalah melalui anorektal. Diabetes Mellitus merupakan faktor penyulit tersering.3
Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat disebabkan oleh drainase yang
lebih baik dari daerah perineum melalui cairan vagina. Pria yang berhubungan
seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang lebih tinggi, terutama untuk
infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). 3,4
Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin,
tetapi penyebab Fournier gangren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari
jumlah kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal (13-
50%), saluran urogenital (17-87%), sedang yang lain dari trauma lokal atau
infeksi kulit di sekitar alat kelamin.1
Penyebab Fournier gangren pada anorektal termasuk abses perianal abses
perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan perforasi usus yang terjadi karena
cedera kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit radang usus,
divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran urogenital, penyebab Fournier
gangren mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral, cedera uretra, cedera
iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra, epididimitis, orkitis, atau
infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien dengan penggunaan jangka
panjang kateter uretra). Sedangkan pada dermatologi, penyebabnya termasuk
supuratif hidradenitis, ulserasi karena tekanan skrotum, dan trauma.
Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada pasien lumpuh
menyebabkan peningkatan risiko. Terkadang akibat trauma, post operasi dan
adanya benda asing juga dapat menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis
aborsi, atau abses pada kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat
dicurigai sebagai penyebab Fournier gangren. Pada pria, anal seks dapat
meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan Fournier gangren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis,
omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.1,3,5
Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba
dengan rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan
Bacteroides adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya adalah
sebagai berikut: 6
� Gram-negative
• E. coli
• Klebsiella pneumoniae
• Pseudomonas aeruginosa
• Proteus mirabilis
• Enterobacteria
� Gram-positive
• Staphylococcus aureus
• Beta Hemolytic Streptococcus
• Streptococcus faecalis
• Staphylococcus epidermidis
� Anaerobes
• Peptococcus
• Fusobacterium
• Clostridium perfringens
� Mycobacteria
Mycobacterium tuberculosis
� Yeasts
Candida albican
Infeksi adalah suatu ketidakseimbangan antara imunitas host, yang sering
terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dengan virulensi dari
mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi mencetuskan untuk masuknya
mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang menurun memberikan
lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi mikroorganisme
menyebabkann penyebaran penyakit yang cepat.3,5
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya
Fournier gangren. Pada akhirnya, suatu thromboangitis obliterative berkembang
menyebabkan kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian
berlanjut iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Infeksi fasia perineum (fasia
colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau
ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles
melekat pada perineum dan posterior diafragma urogenitalia dan lateral dari
ramus pubis, sehingga membatasi perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis
jarang, karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian
memiliki suplai darah terpisah dari infeksi lokal.4,6
Keterlibatan polimikroba diperlukan untuk menciptakan sinergi produksi enzim
yang menyebabkan penyebaran Fournier gangren. Sebagai contoh, salah satu
mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang diperlukan untuk menyebabkan
koagulasi dari pembuluh darah. Trombosis pembuluh darah ini dapat mengurangi
suplai darah lokal dengan demikian suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang.
Hipoksia jaringan yang dihasilkan memungkinkan pertumbuhan fakultatif anaerob
dan organisme mikroaerofilik. Mikroorganisme lain kemudian dapat
menghasilkan enzim (misalnya, lesithinase, kolagenase) yang menyebabkan
kerusakan dari fasia, sehingga memicu perluasan cepat infeksi.4,5,6
Setiap kondisi yang menekan imunitas seluler dapat mempengaruhi
terjadinya Fournier gangren, seperti:7
• Diabetes mellitus
• Malnutrisi
• Alkoholisme
• Usia lanjut
• Penyakit vaskular
panggul
• Keganasan
• Sistemic Lupus
Eritematous
• Obesitas
• Infeksi HIV
• Terapi kortikosteroid
jangka panjang
Untuk mendiagnosis Fournier gangren dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan klinis biasanya
didapatkan:5,7
• Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
• Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada
kulit di atasnya yang disertai pruritus
• Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
• Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
• Gangren dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka
Gambar 1. Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit.
7
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis
adalah pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, fungsi hati, gula
darah, analisa gas darah dan kultur darah. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
jika diagnosis masih meragukan. Tetapi hal ini tidak boleh menunda terapi
pembedahan. Gambaran foto polos pada Fournier gangren dapat menunjukkan
adanya gas dalam jaringan lunak yang ditandai dengan gambaran hiperlusen.6,7,8
Gambar 2. Pada foto polos radoiografi anteroposterior menunjukkan tanda radiolusen (panah) dalam jaringan lunak yang melapisi daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai
emfisema subkutan.7
Dengan modalitas CT-scan dapat membantu pada pasien yang diagnosis
tidak jelas atau sulit untuk menetukan luasnya penyakit. CT-scan memiliki
kekhususan yang lebih besar untuk mengevaluasi penyakit dibandinkan foto polos
radiografi, USG, atau pemeriksaan fisik. CT-scan dapat digunakan dalam
diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi penyebaran gangren, akumulasi
cairan,abses, emfisema subkutan dan perluasannya. CT-scan juga tidak hanya
membantu mengevaluasi struktur perineum yang dapat terlibat oleh Fournier
gangren, tetapi membantu menilai retroperitoneum yang dapat menyebar pada
penyakit ini. CT-scan dapat mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum
krepitasi terdeteksi.6,7,8
Gambaran USG pada Fournier gangren dinding
skrotum menebal mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili gas
dalam dinding skrotum.7,8
Gambar 3. Gambaran kantong udara pada rektum (panah).7
Gambar 4. Akumulasi cairan sepanjang plana fasia (panah).7
Prinsip terapi pada Fournier gangren ada terapi suportif memperbaiki
keadaan umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan
Fournier gangren melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk
diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala
sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi segera dengan cairan
maupun transfusi untuk memulihkan perfusi organ normal harus lebih
diutamakan daripada prosedur diagnostik.3,6,8
Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi
antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus,
Enterobacteriaceae organisme, dan anaerob. Triple terapi kini direkomendasikan.
Cefalosporin generasi ketiga atau aminoglikosida, ditambah penisilin dan
metronidazole. Klindamisin dapat digunakan untuk menekan produksi toksin dan
memodulasi produksi sitokin. Panduan terbaru merekomendasikan golongan
Karbapenem (imipenem, meropenem, ertapenem).6,8
Debridemen pada jaringan nekrosis harus segera dilakukan. Kadang-
kadang perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan
melakukan kolostomi. Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau
perlu pemasangan pipa drainase.3,8
Gambar 5. Post debridemen dengan pipa drainase.3
Pemberian terapi topikal dapat dilakukan dengan sodium hipoklorat
0,025% dengan cara irigasi, larutan Dakin, hidrogen peroksida dapat mereduksi
angka morbiditas dan mortalitas. Terapi hiperbarik oksigen telah digunakan
sebagai tambahan dalam pengobatan Fournier gangren. Hiperbarik oksigen dapat
meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki efek
penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari hipoksik yang
dibebaskan, yang secara langsung dapat menjadi toksik terhadap bakteri anaerob.
Aktifitas fibroblast dapat meningkat dengan angiogenesis yang dapat
mempercepat penyembuhan luka.6,7,8
Rekonstruksi bedah dapat dilakukan, teknik yang digunakan tergantung
besar luka. Penjahitan primer dapat dilakukan terutama dikulit yang lentur seperti
pada skrotum, jika luka yang cukup besar dapat dilakukan skin graft.7,8
Komplikasi dari Fournier’s gangren berkaitan dengan sepsis. Sepsis
mungkin terjadi karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Multi Organ Dysfunction Failure merupakan
konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya
melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis
acalculous, dan cedera serebrovaskular . Komplikasi akhir meliputi:6
� Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
� Infertilitas
� Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut
� Imobilisasi dengan kontraktur yang lama
� Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan depresi
dismorfik
� Lymphodema dari kaki untuk debridement panggul akibat
thrombophlebitis.
Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi biasanya baik. Skrotum
memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah infeksi dan
terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan keterlibatan
penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan parut
pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi
gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis. Fournier
Gangrene Severity Index (FGSI) biasanya dapat digunakan untuk menilai
prognosis angka mortalitas. Terdapat 9 parameter yang digunakan dengan tiap
parameter digradasi dari 0-4. Beberapa literatur menunjukkan skor >9
menunjukkan angka mortalitas 75%, skor <9 menunjukkan angka survival 78%.
Tabel 1. Parameter Fournier Gangrene Severity Index
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. SA
• Umur : 35 tahun
• Jenis Kelamin : Pria
• Alamat : Mamboro
• Tgl msk : 07 Januari 2014
• RM : 01 98 29
• Ruangan : Nangka
• Rumah sakit : RSD Madani
• Dokter ruangan : dr. Roberthy D. Maelisa Sp.B
ANAMNESA
Keluhan utama:
Nyeri pada bagian pantat
Anamnesis terpimpin:
Keluhan dialami sejak 6 hari SMRS, awalnya terdapat benjolan kecil yang
terasa gatal dan nyeri serta dirasakan terus menerus disekitar lubang pantat dan
belakang kantong zakar.. Dua hari kemudian benjolan semakin membesar hingga
sekitar anus. Pada perawatan hari pertama benjolan pecah dan mengeluarkan
nanah kadang disertai darah dengan bau yang tidak enak. Setelah itu luka pasien
terus membesar dan melebar sekitar lubang pantat. Pasien riwayat perokok dan
sudah berhenti 8 bulan terakhir. Pasien tidak pernah konsumsi minuman
beralkohol. Riwayat demam (+), susah BAB akibat nyeri dan luka pada sekitar
lubang anus, BAK lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Sering batuk dan sesak, Diabetes Mellitus (-), Hipertensi disangkal
Riwayat Pengobatan :
Sering mengkonsumsi salbutamol® dan deksamethason ® 3 bulan terakhir
Riwayat Trauma :
Tidak ada
Riwayat Keluarga :
Tidak ada keluarga yg menderita keluhan yg sama
Riwayat Alergi :
Obat (-), Makanan (-)
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Gizi obese
Sakit berat
Compos mentis
TANDA VITAL
Tekana Darah : 150/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 22 x/menit, thorakoabdominal
Suhu : 36,7°C
KEPALA
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
LEHER
Massa tumor (-)
Nyeri tekan (-)
Deviasi trakea (-)
Pembesaran Kelenjar getah bening (-)
DVS: R-2 cmH2O
THORAKS
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, sikatriks (-)
Palpasi : Massa (-), NT (-), vocal fremitus normal
Perkusi : Sonor; Batas paru-hepar setinggi SIC VI
Auskultasi : BP: vesikuler
BT: Rh -/-
Wh -/-
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : Bunyi jantung I/II, murni, reguler
ABDOMEN
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi : Massa (-), NT (-), defans muskular (-)
GENITALIA
Tidak ada kelaianan
PERINEUM DAN PERIANAL
Inspeksi : abses (+), eritema (+), ulkus(+), pus(+), darah (+), jaringan
nekrotik (+)
Palpasi : NT (+) Ukuran ulkus 10 x 5 cm, berongga
EKSTREMITAS
Edema (-)
Akral teraba hangat (+|+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (8 Januari 2014)
RBC : 4.20 x 1012/L (3.6 - 6.5)
WBC : 15,4 x 109/L (5 - 10) (↑)
Hb : 13.1 g/dL (12 - 18)
Hct : 38 % (35 - 52)
Plt : 298x109/L (150 - 450)
CT : 8` (5-11)
BT : 2` (1-3)
Kimia Darah
GDS : 103 mg/dL (70-115)
RESUME
Tn. SA, 35 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perineum.
Keluhan dialami sejak 6 hari SMRS, awalnya terdapat benjolan kecil dengan
pruritus dan nyeri yang dirasakan terus menerus di area perianal dan belakang
skrotum . Dua hari kemudian benjolan semakin membesar hingga perianal. Pada
perawatan hari pertama benjolan pecah dan mengeluarkan pus kadang disertai
darah dengan bau yang tidak enak. Setelah itu ulkus terus membesar dan melebar
sekitar perianal. Riwayat demam (+), susah BAB akibat nyeri dan luka pada
sekitar lubang anus. Riwayat penggunaan kortikosteroid sejak 3 bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status presens: sakit berat/gizi
obese/composmentis. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan, tekanan darah:
150/100 mmHg, nadi 88x/mnt, pernapasan 22x/mnt, dan suhu: 36,7°C. Pada
pemeriksaan perineum ditemukan ulkus regio perianal dengan jaringan nekrotik
(+), eritema (+), pus (+), nyeri tekan (+).
Berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka penderita
didiagnosis menderita Fournier’s gangrene
DIAGNOSA KERJA
Fournier’s gangrene
DIAGNOSA BANDING
Abses perianal
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
Bedrest
Rawat Luka
Personal hygiene
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 1g/ 12 jam/ IV
Inf. Metronidazol 500 mg/ 8
jam / IV
Ketorolac 3% 1 amp/ 8 jam /
IV
Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ IV
Operatif:
Debridement + Nekrotomi
LAPORAN OPERASI (09/01/2014)
1. Pukul 12.15 WITA operasi dimulai
2. Pasien dengan posisi litotomi dalam general anastesi dilakukan
tindakan aseptik.
3. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
4. Mencuci luka dengan NaCl + mengeluarkan jaringan nekrotik �
debridement + nekrotomi
5. Kompres hemolok
6. Pukul 13.30 WITA debridement selesai.
FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan penyakit Instruksi dokter
10/01/14
Post Op I
11/01/14
Post Op II
D/S :
Fournier’s gangrene
KU: lemah, composmentis
Pemeriksaan fisik:
Abses perianal (+) tepi
erytema (+), jaringan
nekrotik (-), Pus (-), luka
basah (+) darah (-), NT (+)
D/S :
Fournier’s gangrene
(Pasien meninggal dunia)
R/
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 1g/ 12 jam/ IV
Inf. Metronidazol 500 mg/ 8 jam /
IV
Ketorolac 3% 1 amp/ 8 jam / IV
Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ IV
Rawat Luka
DISKUSI
Diagnosis Fournier’s gangrene pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien
datang dengan keluhan nyeri pada bejolan yang terdapat pada regio perianal dan
belakang skrotum dengan permukaan kulit eritema dan kadang disertai dengan
pruritus. Gejala lain yang dapat ditemukan pada pasien adalah adanya demam
yang semakin mendekatkan pada gejala klinis pada Fournier,s gangrene. Dari
anamnesis juga didapatkan riwayat penggunakan obat-obat imunosupresan dalam
jangka waktu yang lama akibat pasien juga sering mengalami sesak sehingga
pasien harus mengkonsumsi obat golongan steroid, dimana obat ini memiliki efek
dalam menekan sistem imunitas. Seperti yang diketahui suatu infeksi dapat terjadi
jika terjadi ketidakseimbangan antara imunitas host dengan faktor virulensi
sehingga penurunan imunitas dapat mempermudah pajanan infeksi dari
mikroorganisme. Adanya obesitas pada pasien juga menjadi faktor predisposisi,
pada pasien dengan obsitas memiliki respon humoral yang kurang baik terhadap
infeksi.
Dalam anamnesis pasien tidak dapat ditentukan penyebab pasti dari
infeksi, namun dapat diperkirakan infeksi perianal dapat bersumber dari abses
perirektal diperburuk dengan hygiene yang kurang pada daerah perineum. Pada
pemeriksaan fisik regio perineum ditemukan ulkus dengan besar 10 x 5 cm,
berongga, tepi eritem dengan bau yang menyengat serta khas sebagai Fournier’s
gangren. Pada pemeriksaan penunjang, darah rutin, didapatkan leukositosis yang
menandakan adanya infeksi sistemik. Untuk mengetahui etiologi mikroba pada
pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur dari pasien guna uji resistensi
antibiotik.
Penatalaksanaan segera yang dilakukan yaitu pemberian antibiotik guna
mengeradikasi bakteri penyebab gangren dengan menggunakan cefalosporin
spektrum luas dan metronidazole yang memiliki efek baik terhadap bakteri
anaerob.
Pada hari perawatan kedua dilakukan debridemen dan nekrotomi pada
ulkus. Didapatkan pus yang keluar dari ulkus disertai dengan perdarahan, ulkus
dicuci dengan NaCl 0,9% setelah itu dikompres dengan menggunakan larutan
Hemolok® sebagai antiseptik dan desinfektan. Luka dibiarkan tetap terbuka agar
oksigenasi berlangsung baik guna mencegah perkembangan bakteri anaerob.
Pasien juga direncanakan untuk dilakukan divesi feses dengan melakukan
kolostomi agar proses devekasi dapat berlangsung.
Pada perawatan hari pertama post debridement dan nekrotomi terlihat luka
masih basah, dengan pus minimal, tanpa jaringan nekrosis dan tidak ada lagi bau
menyengat. Pada perawatan hari kedua pos debridement dan nekrotomi pasien
meninggal dunia akibat kondisi pasien yang tiba-tiba memburuk, dimana mungkin
disebabkan akibat sepsis yang diderita pasien sehingga menyebabkan Multiple
Organ Dysfunction Syndrome.
DOKUMENTASI KASUS
Gambar 6. Ulkus perawatan hari pertama
Gambar 7. Debridemen dan nekrotomi
Gambar 8. Ulkus perawatan hari pertama post debridemen dan nekrotomi