Page 1
FORMULASI SEDIAAN LOTION EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG
DAYAK (Eleutherine americana Merr.)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari
Oleh:
DEVI WIDIYA PANGESTI
D1A181696
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL – GHIFARI
BANDUNG
2020
Page 3
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas hasil skripsi yang berjudul “FORMULASI SEDIAAN LOTION
EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG DAYAK (Eleutherine americana
Merr.)” yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program
pendidikan tingkat strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Al-Ghifari, Bandung.
Dalam penyusunan hasil skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Bapak Dr. H. Didin Muhafidin, S.I.P., M.Si. Selaku Rektor Universitas Al
Ghifari Bandung.
2. Bapak Ardian Baitariza, M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari.
3. Ibu Ginayanti Hadisoebroto,M.Si.,Apt. Selaku Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari.
4. Bapak Ardian Baitariza, M. Si., Apt. Selaku pembimbing I dan Bapak
Kusdi Hartono, S.Si,M.M.Kes Selaku pembimbing II, yang selalu
membimbing, member motivasi, member dukungan, dan mendampingi
hingga selesainya skripsi ini.
5. Bapak dan ibu dosen program studi farmasi fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan AlamUniversitas Al-Ghifari.
6. Orang tua terhebat, Bapak Joko sarwono dan Ibu Raden hasliyati, serta
keluarga yang telah memberikan do’a, restu, dukungan moral dan materil.
7. Teman seperjuangan, adik- adik saya dan orang yang selalu mendukung
saya imam satria, yang telah membantu memberi semangat dalam bentuk
Page 4
iii
fikiran, kekompakan dan pengalaman terbaiknya hingga selesainya skripsi
ini.
8. Teman-teman kos ranca endah terimakasih atas semangat dan
kebersamaannya selama ini, serta kekompakan yang terjalin antara kita.
9. Teman-teman dekat saya selama di bandung yang telah menghibur dan
memberi masukan dan support.
10. Teman-teman Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari khususnya konversi Pontianak
reguler, terimakasih untuk kebersamaannya, motivasi, dan semangat
selama ini.
11. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan, untuk itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan dari skripsi ini. Harapan dari penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi dan pembaca.
Bandung, Februari 2020
Penulis
Page 5
iv
ABSTRAK
Umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.). merupakan salah satu
tanaman yang memiliki potensi sebagai antoksidan atau penangkal radikal bebas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar ekstrak umbi bawang
dayak yang efektif sebagai antioksidan dengan pengujian menggunakan alat
Spektrofotometri UV-VIS dan yang kedua melihat formula yang mana yang stabil
dalam evaluasi fisik maupun kimia selama 1 bulan. Selain itu dilakukan uji KLT
untuk mengetahui kandungan ekstrak dari sediaan lotion sebagai antioksidan.
Lotion dibuat dengan 3 formula dengan variasi konsentrasi madu yang berbeda-
beda. Pada formula I madu 6%, formula II madu 8% dan formula III madu 10% .
Madu kegunaannya sebagai humectan pengganti gliserin. Evaluasi sediaan
meliputi uji stabilitas uji organoleptis , homogenitas, pH, daya sebar , viskositas,
iritasi, hedonik, dan tipe emulsi. Aktivitas antioksidan ekstrak umbi bawang
dayak didapat nilai lC50 sebesar 2,55 ppm. Jadi kategori ini termasuk antioksidan
sangat kuat. Hasil uji stabilitas sediaan lotion yang stabil, baik dan banyak di
suka ada pada formula I yaitu dengan uji organoleptis didapatkan bau khas oleum
rosae, bentuk setengah padat, warna cokelat muda, uj pH yang didapat 6,4, uji
daya sebar 5,7 cm Uji viskositas 3600 cP, uji iritasi tidak menimbulkan iritasi , uji
hedonik yang suka 90%, kurang suka 10%, tidak suka 0%, dan uji tipe emulsi
termasuk tipe M/A. Terakhir yaitu hasil uji evaluasi KLT pada ekstrak umbi
bawang dayak dan sediaan lotion ekstrak umbi bawang dayak yaitu dengan nilai
Rf ekstrak etanol umbi bawang dayak 0.5,0.7,0.8 dan sediaan lotion formula I, II
dan III nilai nya sama yaitu Rf 0.5. hasil pengujian KLT membuktikan bahwa
sediaan lotion ekstrak etanol umbi bawang dayak masih mengandung senyawa
antioksidan.
Kata kunci : Umbi Bawang ( Eleutherine americana Merr.), Ekstrak, Lotion.
Page 6
v
ABSTRACT
Dayak onion bulbs (Eleutherine Americana Merr.). is one of the plants that have
potential as an antioxidant or free radical antidote. This study aims to find out
how much Dayak bulb extract is effective as an antioxidant by testing using a UV-
VIS spectrophotometry and the second to see which formula is stable in physical
and chemical evaluation for 1 month. In addition, TLC tests were performed to
determine the extract content of the lotion preparations as antioxidants. Lotion is
made with 3 formulas with varying concentrations of honey. In formula I, honey
6%, formula II honey 8% and formula III honey 10%. Honey is used as a
substitute for humectan glycerin. Evaluation of preparations includes stability
tests of organoleptic tests, homogeneity, pH, dispersibility, viscosity, irritation,
hedonics, and emulsion types. The antioxidant activity of Dayak onion tubers
extract obtained lC50 value of 2.55 ppm. So this category includes very strong
antioxidants. The stability test results of lotion preparations that are stable, good
and much preferred are in formula I, namely the organoleptic test found a
distinctive odor of oleum rosae, semi-solid form, light brown color, pH test
obtained 6.4, test spread of 5.7 cm Viscosity test 3600 cP, irritation test does not
cause irritation, hedonic test likes 90%, dislikes 10%, dislikes 0%, and emulsion
type tests include type M / A. Finally, the results of the TLC evaluation test on
Dayak bulb extract and dayak bulb extract lotion preparation were with the Rf
value of Dayak bulb ethanol extract 0.5,0.7,0.8 and lotion formula I, II and III
lotions were the same, namely Rf 0.5. TLC test results prove that the ethanol
extract of Dayak onion tubers still contains antioxidant compounds.
Keywords : Onion Bulbs (Eleutherine americana Merr.), Extract, Lotion.
Page 7
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Umbi Bawang Dayak .............................................................................. 4 2.1.1 Taksonomi Umbi Bawang Dayak................................................... 4
2.1.2 Morfologi Umbi Bawang Dayak ................................................... 5 2.1.3 Kandungan Kimia Umbi Bawang Dayak ....................................... 6 2.1.4 Manfaat Umbi Bawang Dayak …………………………..………...7 2.2 Pembuatan Simplisia ............................................................................ 7 2.3 Metode Pemisahan ................................................................................. 9 2.3.1 Maserasi ....................................................................................... 9 2.3.2 Ekstraksi ....................................................................................... 10 2.4 Skrining Fitokimia .............................................................................. 11 2.5 Radikal Bebas .................................................................................... 14 2.6 Antioksidan ........................................................................................ 14 2.7 Aktifitas Antioksidan Dengan Metode DPPH ..................................... 15
2.8 lC50 (Inhibition Concentration 50) ....................................................... 16 2.9 Spektrofotometri UV-Vis ................................................................... 17 2.10 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .......................................................... 18 2.11 Kulit .................................................................................................... 19 2.12 Lotion .................................................................................................. 21 2.13 Monografi Bahan ................................................................................. 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 30
3.1 Alat Penelitian ....................................................................................... 30 3.2 Bahan Penelitian .................................................................................... 30 3.3 Waktu dan Tempat ................................................................................ 30
Page 8
vii
3.4 Metode Penelitian ................................................................................... 31 3.4.1 Pengumpulan Sampel ................................................................... 31
3.4.2 Determinasi ................................................................................. 31 3.4.3 Pembuatan Simplisia Umbi Bawang Dayak .................................. 31 3.4.4 Penetapan Kadar Air Simplisia .................................................... 32 3.4.5 Penetapan Susut Pengeringan ....................................................... 32 3.4.6 Pembuatan Ekstrak Umbi Bawang Dayak ..................................... 32
3.4.7 Skrining Fitokimia ....................................................................... 33 3.4.8 Uji Antiksidan .............................................................................. 34
3.5 Rancangan Formula ............................................................................... 37 3.5.1 Prosedur Pembuatan lotion Ekstrak Bawang Dayak ....................... 37 3.5.2 Evaluasi Sediaan Lotion ................................................................. 38 3.5.2.1 Uji Stabilitas Lotion .................................................................... 38 3.5.2.2 Uji Organoleptis .......................................................................... 38
3.5.2.3 Uji Homogenitas ......................................................................... 38 3.5.2.4 Uji pH ......................................................................................... 39 3.5.2.5 Uji Daya Sebar ............................................................................ 39
3.5.2.6 Uji Viskositas ............................................................................. 39 3.5.2.7 Uji Hedonik ................................................................................ 40 3.5.2.8 Uji Iritasi ..................................................................................... 40 3.5.2.9 Uji Tipe Emulsi ........................................................................... 41 3.5.2.10 Evaluasi Sediaan dengan KLT ................................................... 41 3.5.2.11 Analisis Dara ............................................................................ 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 43 4.1 Determinasi .......................................................................................... 43 4.2 Penyiapan Umbi Bawang Dayak ............................................................. 43 4.3 Penetapan Kadar Air ............................................................................... 44 4.4 Penetapan Susut Pengeringan ................................................................. 45
4.5 Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak ...................................................... 45 4.6 Skrining Fitokimia .................................................................................. 46 4.7 Uji Antioksidan ..................................................................................... 46 4.8 Hasil Evalusai Stabilitas Lotion .............................................................. 51 4.8.1 Uji Organoleptis ............................................................................ 51 4.8.2 Uji Homogenitas ........................................................................... 52 4.8.3 Uji Penetapan pH .......................................................................... 53 4.8.4 Uji Daya Sebar .............................................................................. 55 4.8.5 Uji Viskositas ............................................................................... 57 4.8.6 Uji Iritasi ...................................................................................... 58
4.8.7 Uji Hedonik .................................................................................. 59 4.8.8 Uji Tipe Emulsi ............................................................................ 61
4.8.9 Evaluasi Sediaan Uji KLT ............................................................. 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 64
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 64 5.2 Saran ..................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 65
Page 9
viii
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Gambar Halaman Gambar 2.1 Umbi Bawang Dayak ............................................................................ 4
Gambar 2.2 Reaksi DPPH dengan Senyawa Antioksidan ........................................ 16 Gambar 2.3 Skema Spektrofotometri UV-Vis .......................................................... 17 Gambar 2.4 Struktur Kulit ....................................................................................... 19 Gambar 4.1 Panjang Gelombang Maksimum DPPH ................................................ 47 Gambar 4.2 Hasil KLT pada Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak .......................... 62 Grafik 4.1 Kurva Baku Regresi Linier % Vitamin C .............................................. 48 Grafik 4.2 Kurva Baku Regresi Linier % Ekstrak ................................................... 49 Grafik 4.3 Uji pH ................................................................................................... 53 Grafik 4.4 Uji Daya Sebar ...................................................................................... 55 Grafik 4.5 Uji Viskositas ....................................................................................... 57 Grafik 4.6 Hedonik ............................................................................................... 59
Page 10
ix
DAFTAR TABEL Tabel Halaman
Tabel 3.1 Formula Lotion ........................................................................................ 37 Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia ......................................................................... 46 Tabel 4.2 Hasil Panjang Gelombang Maksimum DPPH ........................................... 47 Tabel 4.3 Kategori Nilai lC50 sebagai Antioksidan .................................................. 48 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Absorbansi Vitamin C ................................................. 48
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Absorbansi Ekstrak ...................................................... 49 Tabel 4.6 Data Hasil Pengamatan Uji Organoleptis ................................................. 51 Tabel 4.7 Data Hasil Pengamatan Uji Homogenitas ............................................... 52 Tabel 4.8 Data Hasil Pengamatan Uji pH ................................................................ 53 Tabel 4.9 Data Hasil Pengamatan Daya Sebar .......................................................... 55 Tabel 4.10 Data Hasil Pengamatan Uji Viskositas ……….. .................................... 47 Tabel 4.11 Data Hasil Pengamatan Uji Iritasi .......................................................... 58 Tabel 4.12 Data Hasil Pengamatan Hedonik ............................................................ 59 Tabel 4.13 Data Hasil Pengamatan Uji Tipe Emulsi ................................................ 61
Page 11
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Hasil Data Determinasi Tanaman ......................................................... 67 Lampiran 2. Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 68 Lampiran 3. Simplisia Umbi Bawang Dayak ........................................................... 69 Lampiran 4. Hasil Karateristik Simplisia ................................................................. 71 Lampiran 5. Hasil Skrining Fitokimia ...................................................................... 72
Lampiran 6. Perhitungan Vitamin C Uji Antioksidan ............................................... 73 Lampiran 7. Perhitungan Uji Antioksidan Ekstrak ................................................... 75 Lampiran 8. Pembuatan Lotion .............................................................................. 77 Lampiran 9. Hasil Evaluasi Stabilitas ....................................................................... 79 Lampiran 10. Data Jumlah Uji Hedonik ................................................................. 82 Lampiran 11. Perhitungan Formula Lotion .............................................................. 83
Page 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ yang melapisi seluruh permukaan tubuh makhluk
hidup dan mempunyai fungsi untuk melindungi dari pengaruh luar. Kerusakan
kulit akan mengganggu kesehatan manusia maupun penampilan sehingga kulit
perlu dijaga dan dilindungi kesehatannya. Salah satu yang dapat menyebabkan
kerusakan kulit adalah radikal bebas yang berupa sinar ultra violet. Dalam kondisi
yang berlebih, sinar UV dapat menimbulkan beberapa masalah terhadap kulit,
mulai dari kulit kemerahan, pigmentasi, bahkan dalam waktu lama menyebabkan
resiko kanker dapat juga menyebabkan penuaan dini. Oleh karena itulah
diperlukan penangkal ancaman bahaya radikal bebas yang dapat menimbulkan
kerusakan pada kulit. Diperlukan antioksidan yang berfungsi untuk
menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron dari
radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai. Antioksidan
mampu bertindak sebagai penyumbang radikal hidrogen atau dapat bertindak
sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi
pembentukan radikal bebas (Redha, 2010; Sitorus et al., 2013).
Salah satu tumbuhan yang mengandung antioksidan adalah Umbi bawang
dayak (Eleutherine americana Merr.) merupakan tanaman khas Kalimantan
Tengah yang berasal dari Amerika tropis. Senyawa bioaktif seperti fenol,
flavonoid, tanin, glikosida, steroid, alkaloid terdapat pada bawang dayak
1
Page 13
2
(Mustika, 2011). Secara empiris, umbi bawang dayak dikenal memiliki
khasiat untuk mengatasi bisul atau penyakit kulit. Cara penggunaannya yaitu
dengan menempelkan parutan umbi bawang dayak pada daerah yang luka
(Galingging, 2009).
Oleh karena itu, dibuat dalam sediaan Lotion . Lotion merupakan salah
satu bentuk sediaan farmasi banyak digunakan pada kulit sebagai pelindung dan
pengobatan karena sifat bahan-bahannya (Ansel,1989). Tipe emulsi minyak/air
(M/A) digunakan dalam kosmetik lotion, karena memberikan penampakan yang
menarik dan mudah dibersihkan (Banker,1979 dan Martin,1976). Pada penelitian
sebelumnya gliserin banyak digunakan sebagai bahan humectan pada formula
lotion. Formula lotion kali ini ditambahkan pelembab alami yaitu Madu sebagai
pengganti dari gliserin yang mempunyai sifat sangat higroskopis menyebabkan
madu dapat menyerap sekresi lemak dari kulit, disamping mengandung senyawa
inhibine yang dapat bekerja sebagai desinfektan (Winarno,1982).
1.2 Identifikasi Masalah
1. Berapa dosis ekstrak etanol umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.)
yang efektif sebagai antioksidan?
2. Bagaimana formula lotion yang baik berdasarkan evaluasi fisik dan kimia ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dosis ektrak etanol umbi bawang dayak (Eleutherine americana
Merr.) yang efektif sebagai antioksidan.
Page 14
3
2. Mengetahui formula lotion ektrak etanol umbi bawang dayak (Eleutherine
americana Merr.) yang baik berdasarkan evaluasi secara fisik maupun kimia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa ekstrak
etanol umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) dapat bermanfaat
sebagai antioksidan dan dapat dibuat dalam bentuk sediaan lotion.
Page 15
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umbi Bawang Dayak
2.1.1 Taksonomi Umbi Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.)
Adapun taksonomi tanaman umbi bawang dayak diklasifikasikan sebagai
berikut:
(a) (b)
Gambar 2.1
Umbi Bawang Dayak
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Liliopsida (monocots)
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Eleutherine
Species :Eleutherine americana Merr. (Bawang Dayak)
4
Page 16
5
2.1.2 Morfologi Bawang Dayak Umbi Bawang Dayak
A. Daun
Tanaman bawang dayak mempunyai daun berbentuk pita, ujung dan
pangkal runcing warna hijau rata (Backer, 1965; Heyne, 1987). Daunnya ada dua
macam, yaitu yang sempurna berbentuk pita dengan ujungnya runcing, sedang
daun-daun lainnya berbentuk menyerupai batang. Letak daun berpasangan dengan
komposisi daun bersirip ganda. Tipe pertulangan daun sejajar dengan tepi daun
rata dan bentuk daun berbentuk pita berbentuk garis (Kloppenburg, 1988). Daun
bawang dayak merupakan tipe daun tunggal seperti pita dengan ujung dan
pangkal runcing tepi rata atau tidak bergerigi berwarna hijau (Galingging, 2007).
B. Umbi
Tanaman bawang dayak berupa terna semusim yang merumpun sangat
kuat. Tanaman ini merupakan rumpun-rumpun besar, dan memiliki tinggi 20-50
cm. Umbi dibawah tanah berbentuk bulat telur memanjang dan berwarna merah
(Backer, 1965; Heyne, 1987). Umbi pada tumbuhan bawang dayak umumnya
berbentuk lonjong, bulat telur, tidak berbau sama sekali. Umbi dapat dikonsumsi
setelah usia 6 bulan, dengan tinggi 20 - 40 cm, lebar 1,5 - 3 cm.
C. Akar
Tanaman bawang dayak mempunyai akar serabut. Akar bawang dayak
berwarna coklat muda (Backer, 1965; Heyne, 1987).
Page 17
6
D. Bunga
Tanaman bawang dayak mempunyai bunga berupa bunga tunggal,
warnanya putih, terdapat pada ketiak-ketiak daun atas, dalam rumpun-rumpun
bunga yang terdiri dari 4 sampai 10 bunga. Bunganya mekar menjelang sore, jam
5 sampai jam 7 sore dan kemudian menutup kembali (Becker, 1968). Bunga ± 40
cm, bentuk silindris, kelopak terdiri dari dua daun kelopak, hijau kekuningan,
mahkota terdiri dari empat daun mahkota, lepas, panjang ± 5 mm, putih, benang
sari empat, kepala sari kuning, putik bentuk jarum, panjang ± 4 mm, putih
kekuningan (Backer, 1965; Heyne).
E. Buah
Tanaman bawang dayak mempunyai buah kotak berbentuk jorong dengan
bagian ujungnya berlekuk. Bila masak merekah menjadi 3 rongga yang berisi
banyak biji (LIPI, 1978).
F. Biji
Tanaman bawang dayak mempunyai bentuk biji bundar telur atau hampir
bujur sangkar. Warna biji coklat danhampir mendekati warna hitam (LIPI, 1978).
2.1.3 Kandungan Kimia Umbi Bawang Dayak
Umbi bawang dayak terdapat kandungan kimia yang berupa senyawa
aktif. Kandungan senyawa aktif yang ada pada bawang dayak selanjutnya disebut
sebagai metabolit sekunder. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam
bawang dayak berasal dari golongan naftokuinon dan turunannya seperti
eleutherine, eleuhterinon, eleutherol, dan elecanin. Dari senyawa metabolit
Page 18
7
sekunder yang terdapat pada bawang dayak, kemudian dilakukan penapisan secara
fitokimia untuk mengetahui jenis-jenis bahan kimia yang terkandung dalam
senyawa metabolit sekunder yang ada pada bawang dayak. Dari penelitian
yang dilakukan, kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada umbi bawang
dayak yaitu alkaloid, fenolik, glikosida, steroid, flavonoid, dan tanin
(Hidayah dkk.2015).
2.1.4 Manfaat Tanaman Umbi Bawang Dayak
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mengkonsumsi bawang dayak.
Secara empiris, manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan bawang
dayak yakni : radang usus, disentri, bisul, penyakit kuning, diabetes militus,
hipertensi, dan dapat menurunkan kolestrol (Rosa, 2013). Manfaat bawang dayak
secara empiris tersebut, kemudian dilakukan pengujian secara ilmiah. Hasil dari
pengujian secara ilmiah yang dilakukan terhadap manfaat empiris bawang dayak
diantaranya didapatkan hasil :
1. Sebagai antimikrobial
2. Sebagai antidiabetes
3. Sebagai antihipertensi
2.2 Pembuatan Simplisia
Cara pembuatan simplisia ada beberapa tahapan yaitu baham baku, sortasi
basah, perajangan,pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan
serta pemeriksaan mutu.
A. Pengumpulan Bahan Baku
Page 19
8
Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia
jika dibandingkan dengan tanaman budidaya, karena simplisia yang dihasilkan
mutunya tidak tetap maka dari itu perlu adanya beberapa tahap sebelum pemilihan
tanaman liar yang dilakukan sebelum pembuatan simplisia yaitu :
1. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen harus tepat tidak boleh
berbeda-beda. Karena akan berpengaruh terhadap pada kadar senyawa aktif.
2. Jenis (Spesies) yang dipanen harus diperhatikan, sehingga simplisia yang
diperoleh sama.
3. Lingkungan tempat tumbuh tidak boleh berbeda-beda karena akan
mempengaruhi senyawa aktif yang dikandung oleh simplisia tersebut.
B. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat
dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun , akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.
C.Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian harus dilakukan dengan air bersih
misalnya air dari mata air dan air PAM. Dilakukan sebanyak 3 kali agar jumlah
mikroba yang awal dan yang setelah dicuci berkurang setengahnya dari jumlah
awal.
Page 20
9
D. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang akan
dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu
pengeringan air.
E.Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
2.3 Metode Pemisahan
2.3.1 Maserasi
Maserasi adalah salah satu jenis ekstraksi yang menggunakan suhu
ruangan dengan menggunakan pelarut yang kemudian dikocok atau diaduk
berkali –kali. Prinsip dari metode maserasi adalah pelarut yang digunakan
dalam proses maserasi akan menembus ke dalam rongga sel tumbuhan yang
akan diekstrak, sehingga zat aktif yang terdapat dalam rongga sel tersebut akan
larut ke dalam pelarut. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi
kelarutan zat aktif di dalam sel, maka larutan terpekat akan di desak keluar se.
Oleh karena itu, pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan
pengaruh terhadap keefektifan proses maserasi dengan memperhatikan
kelarutan senyawa pada bahan alam yang akan dimaserasi terhadap pelarut
yang akan digunakan
Page 21
10
Tahapan yang dilakukan dalam proses maserasi yakni dengan menempatkan
simplisia yang akan dimaserasi kedalam bejana atau wadah yang bermulut
lebar bersama dengan larutan penyaring yang akan digunakan, kemudian
menutup dengan rapat bejana yang digunakan kemudian mengocok-kocokkannya
berulangulang. Pengocokan yang dilakukan bertujuan agar pelarut masuk kedalam
seluruh permukaan simplisia . Bila dalam proses maserasi tidak dilakukan
pengocokan akan menyebabkan turunnya perpindahan zat aktif. Kekurangan dari
metode maserasi yakni dalam proses pengerjaannya maserasi membutuhkan
waktu yang lama dan penyaringan yang dihasilkan kurang sempuna. Sedangkan
keuntungan yang diperoleh dari proses maserasi yakni merupakan metode
ekstraksi yang tidak memerlukan pemanasan dan jumlah pelarut yang digunakan
lebih sedikit ( Sukardi dkk. 2014).
2.3.2 Ekstrasi
Ekstraksi merupakan suatu cara penyarian bahan aktif dari simplisia nabati
dan simplisia hewani dengan menggunakan pelarut organik dan anorganik dengan
cara yang sesuai. Jenis ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang
diisolasi (Harborne, 1996).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan
Page 22
11
mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya
dipekatkan secara destilasi dengan pengurangan tekanan agar bahan sesedikit
mungkin terkena panas.
2.4 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia (Uji Fitokimia) terhadap kandungan senyawa metabolit
sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian mengenai
tumbuhan obat atau dalam hal pencarian senyawa aktif baru yang berasal dari
bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintetis obat-obat baru atau
menjadi senyawa aktif tertentu. Oleh karena, metode uji fitokimia harus
merupakan yang terandalkan. Metode uji fitokimia yang banyak digunakan adalah
metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di laboratorium
(Iskandar,2012) .
1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling
sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar
atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik (Lenny, 2006).
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu macam senyawa fenol yang penting.
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang diproduksi oleh
tanaman dan ditemukan dalam bentuk nun glikosiliasi (aglycone) atau
sebagai senyawa yang melekat pada molekul gula (glikosida) (Lago dkk. 2014).
Page 23
12
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon. Pada tumbuhan,
flavonoid dapat ditemukan pada bagian akar, daun, buah, dan kulit luar
batang ( Lumbessy dkk.,2013).
Flavonoid mempunyai kerangka yang terdiri dari satu cincin aromatik A,
satu cincin aromatic B, dan mempunyai cincin tengah yang berbentuk
heterosiklik yang mengandung oksigen. Bentuk cincin tengah yang ada pada
kerangka flavonoid dijadikan dasar dalam pembagian flavonoid kedalam
sub-sub kelompoknya (Kristiani dan Halim 2014).
Secara garis besar, senyawa flavonoid dibagi menjadi 3 kelompok
yakni antosianin, flavonon dan flavonol, dan isoflavon (Pambudi dkk. 2014).
Bedasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh IUPAC, senyawa flavonoid
dibagi dalam 3 garis besar yakni flavonone atau flavonoid, isoflavonoid, dan
neoflavonoid (Batari, 2007). Setiap kelompok besar flavonoid mempunyai
struktur kimianya tersendiri. Struktur kimia dari ketiga jenis flavonoid yakni
flavonone memiliki struktur kimia 2-phenyl- benzopirone (Heneczkowski dkk.
2001), isoflavonoid atau isoflavonon mempunyai struktur 3-phenyl-chromen-4-
one (Tapas dkk 2008), dan neoflavonoid mempunyai struktur 4-benzopyrans
(Grotewold, 2006). Beragam manfaat dapat diperoleh dari pemanfaatan
senyawa flavonoid dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat penggunaan
flavonoid dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia yakni antiinflamasi,
antioksidan, antikanker, antihipertensi, mengurangi penyakit jantung dan
stroke (Latifah, 2015).
Page 24
13
3. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks dengan berat molekul
tinggi yang dihasilkan terutama oleh tanaman, hewan laut tingkat rendah dan
beberapa bakteri. Saponin larut dalam air tetapi tidak larut dalam eter (Sirait,
2007).
4. Fenol
Senyawa fenol merupakan kelas utama antioksidan yang berada dalam
tumbuh-tumbuhan. Kandungan senyawa fenolat banyak diketahui
sebagaiterminator radikal bebas dan pada umumnya kandungan senyawa fenolat
berkorelasi positif terhadap aktivitas antiradikal (Marinova dan Batcharov, 2011).
5. Terpenoid
Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan
dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri.
Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik
5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai gugus pada siklik tertentu (Lenny,
2006).
6. Steroid
Steroid merupakan salah satu kelompok senyawa lipid yang dapat
dianggap sebagai derivat dari senyawa perhidroksiklopentano fenantrena, yang
terdiri dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana yang terikat
pada ujung salah satu cincin sikloheksana tersebut (Poedjiadi, 1994).
Page 25
14
2.5 Radikal Bebas
Radikal bebas yang berupa sinar ultraviolet adalah salah satu penyebab
dari kerusakan kulit. Dalam kondisi yang berlebih, sinar UV dapat
menimbulkan beberapa masalah terhadap kulit, mulai dari kulit kemerahan,
pigmentasi, bahkan dalam waktu lama menyebabkan resiko kanker. Radikal
bebas yang dihasilkan akan menyebabkan kerusakan DNA, yang berdampak
pada proliferasi sel secara terus menerus sehingga menjadi awal terbentuknya
kanker (Sari,2015). Diperlukan antioksidan yang berfungsi untuk
menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron dari
radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai. Antioksidan
mampu bertindak sebagai penyumbang radikal hidrogen atau dapat bertindak
sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi
pembentukan radikal bebas (Redha, 2010; Sitorus et al., 2013).
2.6 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang berfungsi sebagai senyawa
reduktan/ pemberi elektron, mempunyai berat molekul kecil, tetapi mampu
mencegah terbentuknya radikal bebas sehingga mampu menginaktivasi
berkembangnya reaksi oksidasi (Marsetya 2009). Antioksidan merupakan
senyawa yang berfungsi untuk pelindung tubuh dari kerusakan yang
disebabkan oleh spesies oksigen reaktif, sebagai senyawa yang mampu
menghambat terjadinya proses peroksidase lipid pada makanan, dan sebagai
senyawa yang mampu menghambat penyakit degeneratif ( Sunardi 2007)
Page 26
15
2.7 Aktifitas Antioksidan Dengan Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl)
DPPH merupakan suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak
stabil dengan absorbansi kuat pada panjang gelombang 516 nm bewarna ungu
gelap. Apabila DPPH bereaksi dengan senyawa antioksidan maka warna berubah
menjadi kuning lemah. Perubahan warna tersebut diukur dengan spektrofotometer
dan diplotkan terhadap konsentrasi (Reynertson., 2007)
Metode DPPH didasarkan pada perubahan warna radikal DPPH.
Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi antara radikal bebas DPPH
dengan suatu atom hidrogen yang dilepaskan senyawa yang terkandung dalam
bahan uji membentuk senyawa 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl yang bewarna
kuning. Absorbansi yang diukur adalah absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak
bereaksi dengan senyawa antioksidan (Josephy, 1997)
Prinsip pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah
mengukur daya peredaman sampel (ekstrak) terhadap radikal bebas DPPH. DPPH
akan bereaksi dengan atom hidrogen dari senyawa peredaman radikal bebas
membentuk DPPH yang lebih stabil. Senyawa peredaman radikal bebas yang
bereaksi dengan DPPH akan menjadi radikal baru yang lebih stabil atau senyawa
bukan radikal (Hapsari, 2017). Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa
antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :
Page 27
16
Gambar 2.2
Reaksi DPPH dengan Senyawa Antioksidan
2.8 lC50 (Inhibition Concentration 50)
lC50 merupakan suatu bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel
yang mampu menghambat suatu radikal sebesar 50% ( Molyneux,2004). Aktivitas
antioksidan ditanyakan sangat kuat apabila nilai lC50 > 50µl/ mL, kuat apabila
nilai lC50 > 50µl/ mL, sedang apabila lC50 100-150µl/ mL, dan lemah bila lC50
bernilai 151-200 µl/ mL.(Blois,2005)
Aktifitas antioksidan dinyatakan dengan persen (%). Nilai 0% berarti
larutan tidak mempunyai aktifitas antioksidan (peredam radikal bebas ). Nilai
100% berarti peredaman radikal bebas total (Windono et al.,2001). Persen
aktivitas antioksidan diperoleh dari data pengukuran absorbansi pada variasi
konsentrasi sampel. % aktivitas antioksidan yang didapat dari berbagai
konsentrasi sampel dibuat persamaan regresi linier.
Sebagai aksis (Sumbu X) adalah konsentrasi sampel dan % aktivitas
antioksidan sebagai ordinat (Sumbu Y). Y= aX+b. Nilai lC50 dihitung pada saat %
aktivitas antioksidan sebesar 50%, yaitu konsentrasi larutan yang mampu
memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (Cahyana et al.,2002)
DPPH( Purple) DPPH (Yellow)
Page 28
17
2.9 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan suatu metode pengukuran energi radiasi
atau intensitas sinar yang terserap oleh larutan. Spektrofotometri UV -Vis adalah
salah satu bentuk spektrofotometri absorbsi. Pada cara ini, cahaya atau
gelombang cahaya elektromagnetik (sinar UV-Vis) berinteraksi dengan zat
dan dilakukan pengukuran besarnya cahaya (gelombang elektromagnetik)
yang diabsorbsi. Berdasarkan panjang gelombang spektrofotometer dibagi
dua yaitu spektrofotometer ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm,
digunakan untuk senyawa yang tidak berwarna dan spektrofotometri visibel
(sinar tampak) dengan panjang gelombang 400-800 nm, digunakan untuk
senyawa yang berwarna Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber
cahaya, monokromator, kuvet untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus
(amplifier) dan alat ukur atau alat pencatat (recorder) Suatu skema
sederhana spektrofotometer UV-Vis (Ganjar dan Rohman, 2010) ditunjukkan
oleh gambar berikut:
Gambar 2.3
Skema Spektrofotometri UV-Vis
Page 29
18
Fungsi masing-masing bagian :
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan
berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis. Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar
cahaya.
3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel-UV, Vis dan UV-Vis
menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa
atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas
yang lebih baik.
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik.
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik
yang berasal dari detector (Marham, 2009).
2.10 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu proses pemisahan dimana
fase diam berbentuk zat padat dan fase geraknya berbentuk zat cair. KLT
merupakan metode kromatografi paling sederhana yang banyak digunakan.
Bahan serta alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pemisahan dan
analisis sampel dengan metode kromatografi lapis tipis cukup sederhana
yakni sebuah bejana tertutup yang berisi lempeng dan pelarut. Dengan
menggunakan instrumen komersial yang tersedia dan melakukan optimasi
Page 30
19
mode, pemisahan yang efisien dan yang akurat dapat didapatkan (Wulandari,
2011).Sebelum melaksanakan preparasi pada sampel terlebih dahulu
ditentukan jenis sampel yang akan diteliti serta sifat fisika kimia analit yang akan
dianalisis. Pada preparasi sampel semisolid yaitu dilakukan dengan cara
penghancuran sampel dengan cara ditumbuk. Kemudian sampel yang telah
hancur diekstraksi dengan pelarut yang dapat melarutkan analit dengan cara
manual. Pemisahan sisa (ampas) dengan larutan pengekstrak sebaiknya
dilakukan sebelum dingin karena dikhawatirkan analit terjebak kembali ke
dalam sampel semisolid.
2.11 Kulit
Gambar 2.4
Struktur Kulit (Perdanakusuma,2007)
Kulit adalah organ terbesar tubuh, yang beratnya ± 4,5 kg, menutupi area
seluas ± 1,67 m2 pada pria dengan berat badan ± 75 kg. (Goeswin agoes, 2015)
Menurut anief (1997), kulit terdiri dari tiga lapisan utama dari atas ke bawah
yaitu:
Page 31
20
Epidermis yaitu bagian permukaan kulit yang dapat dilihat dan terdiri atas
5 lapisan. Lapisan atas merupakan lapisan tanduk (stratum corneum) yang
mengandung sel-sel kulit yang selalu terkelupas dan mati. Stratum corneum
paling tebal terletak pada telapak kaki dan paling tipis pada pelupuk mata, pipi
dan dahi. Dibawah lapisan tanduk terdapat 3 lapisan, seperti :
a.Lapisan sawar (stratum lucidum) yang jelas dapat diperlihatkan hanya pada
telapak kaki dan telapak tangan.
b.Lapisan sel granular (lapisan seperti butir) yang berpartisipasi aktif dalam
proses keratinisasi.
c.Lapisan sel berduri (stratum spinosum), dan lapisan sel basal (stratum
germinativum). Keduanya biasa disebut lapisan malpigi. Lapisan ini adalah
lapisan yang paling dalam dari epidermis dan berfungsi membentuk kapisan baru
yang menyusun epidermis.
Dermis, yaitu lapisan jaringan ikat yang terletak langsung dibawah lapisan
dermis dan merupakan bagian terbesar dari kulit. Lapisan dermis berupa anyaman
serat-serat besar yang saling mengikat, terdiri dari serat kolagen dan serat elastic
yang menunjang kekenyalan tubuh. Dalam lapisan ini terdapat folikel rambut
(kantung rambut), pembuluh darah ujung saraf, kelenjar keringat dan kelenjar
minyak atau kelenjar sebaceus. Cairan yang keluar dari kelenjar ini menjaga agar
keratin dari lapisan paling luar menjadi lembut dan lentur.
Subkutan, yaitu lapisan yang mengandung lemak dengan tebal yang
berbeda-beda tergantung dari tubuh masing-masing orang.Merurut (Keen
Page 32
21
achroni,2012) Fungsi utama kulit yang sangat penting bagi tubuh. Berikut ini
adalah fungsi-fungsi dari kulit :
1.Fungsi perlindungan atau proteksi, yaitu kulit berfungsi melindungi bagian
dalam tubuh dari kontak langsung lingkungan luar, misalnya bahan-bahan kimia,
paparan sinar matahari, polusi, bakteri, dan jamur yang dapat menyebabkan
infeksi, serta kerusakan akibat gesekan, tekanan, dan tarikan.
2.Mengeluarkan zat-zat tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh. Sisa
metabolisme ini dikeluarkan bersama dengan keringat.
3.Mengatur suhu tubuh.
4.Menyimpan kelebihan lemak.
5.Sebagai indra peraba yang memungkinkan otak merasakan sejumlah rasa,
seperti panas, dingin, sakit, dan beragam tekstur.
6.Tempat pembuatan vitamin D sangat diperlukan tubuh untuk pembentukan dan
pemeliharaan kesehatan tulang.
7.Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial.
2.12 Lotion
Lotion adalah bentuk sediaan setengah padat yang diaplikasikan pada
tubuh, mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai dan diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air (Voigt R., 1995). Lotion umumnya mudah menyebar rata
dan untuk lotion tipe minyak dalam air (M/A) lebih mudal dibersihkan atau
dicuci dengan air. Emulsi M/A merupakan tipe lotion yang paling banyak
Page 33
22
digunakan untuk penggunaan dermatologi topikal karena memiliki kualitas
absorbsi yang sangat baik dan dapat diformulasikan menjadi produk kosmetik
yang elegan.
Lotion merupakan sediaan kosmetik yang paling luas dipergunakan saat
ini, karena fungsinya sebagai pelembut dan pelican kulit dan juga kontinyu,
fleksibel, pada kulit serta mengurangi rehidrasi pada stratum
corneum.Keuntungan dari sediaan lotion yaitu praktis dalam penggunaannya.
Sedangkan kerugian lotion yaitu kestabilan rendah, pada saatpenyimpanan
kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cracking, flokulasi-deflokulasi)
terutama jika terjadi fluktuasi/perubahan temperatur (Balsam dan Sarigan, 1972).
Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang secara nyata menurunkan
tegangan antar muka dan secara bersamaan membentuk lapisan kental disekitar
tetes-tetes terdispersi.Pada umumnya emulgator yang digunakan dalam produk
lotion agar tidak terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air.
Emollient adalah bahan-bahan yang melembutkan kulit dan melicinkan
kulit, mencegah atau menghilangkan kekeringan.Bahan-bahan yang memberikan
efek emollient pada kulit adalah lanolin dan derivatnya, sterol, fosfolipid
hidrokarbon, asam lemak seperti asam stearat, ester asam lemak seperti gliseril,
monostearat, dan lemak alkohol seperti setil serta stearil alkohol.Emollient dalam
fase minyak biasanya 5-15% dari total emulsi (Ash dan Michael, 1977).
Humektan ditambahkan ke dalam lotion untuk mencegah penguapan air
dari produk dan kulit.Humektan yang sering digunakan dalam lotion yaitu
gliserol, propilenglikol, dan sorbitol. Pada formulasi ini humectan yang digunakan
Page 34
23
adalah madu. Salah satu bahan alami yang kaya manfaat. Madu adalah cairan
manis yang dihasilkan oleh lebah berasal dari berbagai sumber nektar. Madu
dipercaya memiliki banyak manfaat di dunia kedokteran seperti efek
antimikroba yang dapat menyembuhkan luka dan jerawat, antiseptik, anti-
inflamasi dan dapat bertindak sebagai covering agent. Madu sebagai bahan
alami dapat igunakan sebagai pelembap karena memiliki sifat humektan,
emolien dan antioksidan. Madu bersifat higroskopis yaitu mudah menyerap air
dari udara sekitarnya karena itu dapat digunakan sebagai humektan dan
membantu mempertahankan hidrasi kulit. Selain itu, madu memelihara jaringan
epitel internal dan memperlancar sirkulasi sehingga mencegah kulit kering.
2.13 Monografi Bahan
1. Triethanolamine
Nama resmi : Triethanolamine
Nama lain : TEA
Rumus Molekul : C6H15NO3
Pemerian :Cairan kental tidak berwarna hingga kuning
pucat, bau lemah mirip amoniak
Kelarutan : Larut dalam aceton, carbon tetrachlorid,
metanol dan air, larut dalam 24 bagian
Benzen, dalam 63 bagian Ethyl eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Emulgator
pH : 10,5.
Range : 2-4% (HOPE ed. 6, Hal. 754).
Page 35
24
2. Paraffin Cair
Pemerian : Warna tidak berwarna, rasa tidak berasa,
bau tidak berbau (saat dingin), bentuk
minyak cair kental.
Kelarutan : Larut dalam aseton, benzen, kloroform,
karbon difulsida eter, dan petroleum eter,
tidak bercampur dengan minyak menguap
dan lemak padat, praktis tidak larut dalam
etanol 95%, gliserin dan air.
Titik lebur : 50oC – 57oC
Titik beku : Antara 47oC – 65oC.
Stabilitas : Mengalami oksidasi ketika dipanaskan dan
saat terkena cahaya, reaksi oksidasi
membenrtuk senyawa peroksida yang
merubah katalis untuk reaksi oksidasi
selanjutnya, hasil oksidasi berupa aldehid
dan asam organik yang akan merubah rasa
serta bau.
Inkompatibilitas :Inkompatilbil dengan bahan yang dapat
mengoksidasi (oksidator kuat)
Range : 1-20%(Rowe, Sheskey dan Quinn, HOPE,
2009, Hal.591 dan FI ed.III hal. 475).
Page 36
25
3. Asam Stearat
Pemerian : Zat padat keras atau serbuk putih/
kekuningan, agak mengkilat.
Kelarutan : Mudah larut dalam benzena, karbon
tetraklorida, kloroform dan eter. Larut dalam
etanol (95%), heksana dan propilen glikol,
praktis tidak larut dalam air
Fungsi : Emulgator, solubilizing agent
Obat TakTercampurkan : Asam stearat tidak kompatibel dengan
kebanyakan logam hidroksida.
Stabilitas :Asam stearat merupakan bahan yang stabil.
Titik Leleh : 3830C.
Titik Didih : 69-700C
Range : 2-20% (HOPE6th , HaL. 697)
4. Setil Alkohol
Pemerian : Warna putih, rasa lemah, bau khas, bentuk
granul, berbentuk kubus.
Kelarutan : Larut dengan adanya peningkatan
temperatur, praktis tidak larut air, praktis
tidak larut dalam etanol 95%.
Stabilitas : Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya,
dan air tidak dapat tengik.
Inkompatibilitas :Ketidak campuran dengan bahan
pengoksida yang kuat
Page 37
26
Range : 2-5% (Rowe, Sheskey dan Quinn, HOPE,
Hal. 130).
5. Metil Paraben
Nama resmi : Methylis Parabenum
Nama lain : Metil paraben, nipagin M
Rumus Molekul : C8H8O3
Berat Molekul : 152,15
Pemerian :Serbuk hablur putih, hampir tidak berbau,
tidakmempunyai rasa, kemudian agak
membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol 95% P
dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut
dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pengawet.
Range : 0,02% - 0,3%.
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba metal paraben dan
paraben lainnya sangat berkurang dengan
adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat
80, sebagai akibat dari miselisasi. Namun
propilen glikol 10% telah terbukti
mempotensiasi aktivitas antimikroba dari
paraben dengan adanya surfaktan nonionic
Page 38
27
dan mencegah interaksi antara metal paraben
dan polisorbat (Rowe, 2009: FI IV, Hal :
551).
6. Propil Paraben
Nama resmi : Propylis Parabenum
Nama lain : Propil paraben, nipasol
Rumus Molekul : C10H12O3
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak
berasa.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam
3,5 bagian etanol 95%, dalam 3 bagian
aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan
dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut
dalam alkil hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pengawet
Range : 0,01% - 0,6%
Inkompatibilitas : Dikurangi surfaktan hasil micellization,
dan menyerap jernih platik, dan visicle, Mg
silikat, Mg trisilicate(Rowe,2009;FI IV, Hal:
173).
Page 39
28
7. Aquadest
Nama resmi : Aqua Destilata
Nama lain : Air suling
Berat Molekul : 18,02
Rumus Molekul : H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai fase air (FI III, Hal : 96).
8. Madu (Mel depuratum, purified honey)
Pemberiaan : Warna bening, kuning pucat atau coklat
kekuningan,Bau bau enak khas,
Rasa manis Penampilan, cairan kental
seperti sirup.
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Bobot jenis : 1,35-1,36
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Humectan
9. Oleum Rosae (Minyak Mawar)
Monografi Oleum Rosae (DepKes RI, 1995)
Pemberian : Cairan tidak berwarna atau kuning, bau
menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada
Page 40
29
suhu 25o C kental, dan jika didinginkan
perlahan-lahan berubah menjadi massa
hablur bening yang jika dipanaskan
mudah melebur
Kelarutan : Larut dalam kloroform
Penggunaan : Sebagai pemberi aroma pada sediaan krim
Minyak mawar adalah minyak atsiri yang
diperoleh dengan penyulingan uap bunga
segar Rosa gallica L., Rosa damascena
Miller, Rosa alba L., dan varietas Rosa
lainnya (DepKes RI, 1995).
Page 41
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan
laboratorium, spektrofotometer UV-Visibel , rotary evaporator , dry cabinet ,
viscometer BrookField , Homogenezer, waterbath, hot plate, blender,pH
meter,dan Sinar UV 254 (KLT).
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan yang
digunakan untuk formulasi (umbi bawang dayak , alkohol 96% , madu,
triethanolamine(TEA),parafin cair, asam stearat, setil alkohol, metil paraben,
propil paraben, oleum rosae dan aquadest), bahan untuk pengujian antioksian
(DPPH, vitamin C, methanol),bahan untuk pengujian skrining fitokimia (pereaksi
mayer, pereaksi dragendroff, HCL 2 N, FeCl3 1%), bahan yang digunakan untuk
KLT ( slika gel GF 245, butanol, asam asetat).
3.3 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium teknologi farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-
Ghifari Bandung, penelitian juga dilakukan di Fakultas Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA) , Universitas Tanjungpura Pontianak dan Penelitian dilakukan pada
bulan Juni - Desember 2019.
30
Page 42
31
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Pengumpulan Sampel
Umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) yang digunakan
dipanen dari perkebunan di Jalan Purnajaya I, RT/RW : 04/06, Siantan Hilir,
Kecamatan Pontianak Utara, Provinsi Kalimantan Barat, pada bulan Juli 2019.
Kriteria bawang dayak yang digunakan adalah yang telah berumur 3-4 bulan
pasca tanam atau yang sudah mengeluarkan bunga. Umbi berbentuk bulat telur
memanjang, berwarna merah, terdiri dari ± 5 lapisan, dengan panjang ± 5 cm dan
diameter ± 3 cm. Umbi bawang dayak yang memenuhi kriteria, kemudian
dilakukan dilakukan tahap selanjutnya.
3.4.2 Determinasi
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Tanjungpura Pontianak. Bahan yang di determinasi adalah tumbuhan
Umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) mulai dari akar, batang, daun
dan umbi dengan tujuan untuk menentukan dan memastikan suatu spesies
tumbuhan dengan tepat yaitu Eleutherine americana Merr.
3.4.3 Pembuatan Simplisia Umbi Bawang Dayak
Pengumpulan sampel umbi bawang dayak, disortasi basah, kemudian
ditimbang sebanyak 6 kg, kemudian umbi bawang dayak yang telah di sortasi
basah dicuci dengan air mengalir hingga bersih, dan dilakukan proses perajangan,
Kemudian umbi bawang dayak di keringkan menggunakan dry cabinet pada suhu
40°-45°C sampai kering, umbi bawang dayak yang sudah kering kemudian
Page 43
32
dilakukan sortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing yang tertinggal
sampai diperoleh simplisia umbi bawang dayak.
3.4.4 Penetapan Kadar Air Simplisia
Penentuan kadar air ditentukan dengan alat Moisture Balance untuk
mengetahui kandungan air dalam simplisia. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan
ke dalam alat Moisture Balance yang telah disiapkan pada suhu 105°C selama 10
menit. Kadar yang tertera pada Moisture Balance kemudia dicatat
(Wiendarlina.,dkk 2018)
3.4.5 Penetapan Susut Pengeringan
Sebanyak 2 gram simplisia dimasukkan ke dalam cawan yang sudah
ditara, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C ditimbang setiap
30 menit sampai bobot tidak berkurang. Bobot akhir dicatat dan dihitung susut
pengeringannya (Depkes RI, 2008).
Susut pengeringan dihitung dengan rumus :
3.4.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
Simplisia umbi bawang dayak yang telah kering kemudian diserbukan
dengan cara di blender hingga halus. Serbuk halus kemudian diekstraksi dengan
metode maserasi. Meserasi dilakukan dengan pelarut etanol 96%. Simplisia
direndam oleh etanol 96% selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah 24 jam,
filtrat disaring dari ampas kemudian ditambah lagi etanol 96% lakukan selama 3
hari. Setelah selesai 3 hari, ekstrak cair yang sudah terkumpul disatukan dalam
wadah tertutup, kemudian diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator dan
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 x 100%
Page 44
33
waterbath hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh dihitung
rendemennya dengan rumus :
Randemen= Berat Ekstrak Kental
Berat Simplisia x 100%
3.4.7 Skrining Fitokimia
Skrining Fitokimia dilakukan terhadap esktrak etanol batang Umbi
bawang dayak ( Eleutherine americana Merr.) untuk memeriksa adanya
metabolit sekunder. Secara umum senyawa ini meliputi flavonoid, saponin,
tannin, alkaloid dan steroid/ triterpenoid.
1. Pemeriksaan Alkaloid
Larutan ekstrak sebanyak 3 mL ditambah 1 mL HCl 2 N dan 6 mL
aquades, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan
disaring. Sebanyak 3 tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji, kemudian diperiksa
adanya senyawa alkaloid dengan menambahkan pereaksi Meyer dan Dragendroff
masing-masing sebanyak 2 tetes. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan putih dengan pereaksi Meyer dan endapan merah dengan pereaksi
Dragendorff (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989 dalam Isnindar
2014).
2. Pemeriksaan Flavonoid
Larutan ekstrak sebanyak 2 mL ditambah dengan sedikit serbuk seng atau
magnesium dan 2 mL HCl 2 N. Senyawa flavonoid akan menimbulkan warna
jingga sampai merah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989 dalam
Isnindar 2014).
Page 45
34
3. Pemeriksaan Saponin
Larutan ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan 10 mL aquades dan dikocok
kuat selama 10 menit. Hasil dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil
selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada
penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1989 dalam Isnindar 2014).
4. Pemeriksaan Terpenoid dan Steroid
Sebanyak 1 mL larutan ekstrak kental diuapkan sampai kering,kemudian
ditambah dengan pereaksi Lieberman-Burchad. Jika warna berubah menjadi biru
atau ungu, menandakan adanya senyawa steroid. Jika warna berubah menjadi
merah, menunjukkan adanya senyawa terpenoid (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1989 dalam Isnindar 2014).
5. Pemeriksaan Fenol
Sebanyak 2 mL ekstrak ditambahkan dengan 10 mL aquades lalu
dididihkan selama 10 menit dalam tangas air mendidih. Larutan kemudian
disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3 1%. Terjadinya warna
hijau-biru menunjukkan adanya fenolat (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1989 dalam Isnindar 2014).
3.4.8 Uji Antioksidan
1. Pembuatan Larutan Vitamin C
Sebanyak 4 mg DPPH dilarutkan dengan metanol dalam l takar sampai
100 mL sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 40 ppm. Larutan dijaga
Page 46
35
pada suhu rendah dan terlindungi dari cahaya untuk segera digunakan (Molyneux,
2004)
2. Pembuatan Larutan Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
Dibuat larutan sampel konsentrasi 1000 ppm dengan menimbang 100 mg
sampel ekstrak etanol 96% bawang dayak sehingga dilarutkan dalam 100 mL
(Kartika sari, dkk., 2018)
3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH
Sebanyak 2 mL larutan DPPH 40 ppm ditambahkan 1 mL methanol
kemudian didiamkan selama 20 menit. Sebagai blanko digunakan 3 mL metanol,
Kemudian dilakukan pengukuran gelombang 400-800 nm. Panjang gelombang
maksimum ditunjukkan dari absorbansi tertinggi yang digunakan untuk
perhitungan % inhibisi % inhibisi DPPH larutan dibuat sebanyak tiga kali
pengulangan (Saptarini dan Herawati)
4. Uji Aktifitas Antioksidan
Larutan standar berupa vitamin C dengan konsentrasi 2,4, 6 ,8 dan 10
ppm. Konsentrasi sampel uji berupa larutan ekstrak umbi bawang dayak dibuat
dengan berbagai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, 25 ppm. Sebanyak 1,5 mL larutan
standar atau sampel ditambahakan 1,5 mL larutan DPPH. Kemudian diinkubasi
selama 20 menit. Blanko berupa 3 mL pelarut larutan sampel. Absorbansi diukur
menggunakan spektrofotometri UV sinar tampak pada panjang gelombang
maksimum (Sarker dan Nahar, 2007)
Page 47
36
5. Perhitungan LC50 dengan Kurva Regresi Linier
Persen aktivitas antioksidan diperoleh dari data pengukuran absorbansi pada
variasi konsentrasi ekstrak dan vitamin C. Aktivitas antioksidan dihitung dengan
rumus :
Keterangan :
A kontrol = Absorbansi yang tidak mengandung sampel
A sampel = Absorbansi yang mengandung sampel
Persen inhibisi aktivitas antioksidan dari berbagai konsentrasi ekstrak dan
vitamin C dibuat persamaan regresi linier. Aksis (sumbu x) adalah konsentrasi
sampel dan ordinat (sumbu y) adalah persen inhibisi aktivitas antioksidan,
sehingga y= ax+b.Nilai LC50 dihitung ketika persen aktivitas antioksidan sebesar
50% yaitu konsentrasi larutan yang mampu memberikan peredaman DPPH
sebesar 50% (Molyneux, 2004)
% 𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =𝐴 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑜𝑟𝑙−𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐴 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 x 100%
Page 48
37
3.5 Rancangan Formula
Tabel 3.1
Formula Lotion Ekstrak Etanol Umbi Baang Dayak
BAHAN
FORMULA %
RANGE (%)
F1 F2 F3
Ekstrak umbi bawang dayak 4,5 4,5 4,5 -
Madu 6 8 10 -
TEA 2 2 2 2-4
Paraffin Cair 6 6 6 1-20
Asam stearat 4 4 4 2-20
Setil alcohol 4 4 4 2-5
Propil paraben 0,2 0,2 0,2 0,01-0,6
Metil paraben 0,2 0,2 0,2 0,02-0,3
Oleum rosae 1 1 1 1
Aquadest ad 100 100 100 -
Keterangan : (-) = Tidak ada
3.5.1 Prosedur Pembuatan lotion Ekstrak Bawang Dayak
Siapkan alat dan bahan telebih dahulu, semua bahan ditimbang sesuai
dengan kebutuhan. Pertama fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut
setil alkohol, asam stearat, paraffin cair dan propil paraben diatas penangas air.
Kemudian Fase air dibuat dengan melarutkan metil paraben dengan air panas
hingga larut, tambahkan TEA dan madu aduk ad homogen. Kemudian
dicampurkan antara fase minyak dan fase air dimasukkan ke dalam beaker glass
dan dipertahankan pada suhu 70oC dan dibawah beaker glass diletakkan hot plate.
Kemudian terakhir Lotion dibuat dengan pengadukan spontan dengan diaduk
menggunakan homogenezer hingga homogen dan dingin. Kemudian tambahkan
Page 49
38
ekstrak umbi bawang dayak sedikit demi sedikit dan tambahkan sisa dari aquades
sedikit demi sedikit dan terakhir diberikan pewangi yaitu oleum rosae setelah itu
diaduk sampai homogen. Setelah sediaan Lotion jadi dilakukan uji evaluasi
stabilitas sediaan antara lain uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji
viskositas, uji daya sebar , uji kesukaan, uji iritasi, uji tipe emulsi.
3.5.2 Evaluasi Sediaan Lotion
Evaluasi ini meliputi uji stabilitas yaitu uji organoleptis, uji pH, uji
homogenitas, uji daya sebar, uji viskositas, uji iritasi, uji tipe emulsi dan uji
kesukaan dan uji KLT.
3.5.2.1 Uji Stabilitas Lotion
Lotion disimpan pada suhu tinngi (±40°C) yang disimpan selama 4
minggu kemudian dilakukan pengamatan organoleptis, pengukuran pH,
homogenitas, viskositas, dan daya sebar tiap satu minggu, yang dilakukan pada
minggu ke-0 hingga minggu ke-4.(Ramington,1995, dalam Legifani M, 2018)
3.5.2.2 Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan cara melihat Pengamatan secara
langsung bentuk, warna, dan bau dari lotion. (Anggraini,2017)
3.5.2.3 Uji Homogenitas
Sampel lotion dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain
yang cocok, sediaan tersebut harus menunjukkan susunan yang homogen dan
tidak terlihat adanya partikel kasar. (Anggraini,2017)
Page 50
39
3.5.2.4 Uji pH
Evaluasi pH sediaan lotion menggunakann alat pH meter. 1 gram
sediaan yang akan diperiksa dan diencerkan dengan air suling hingga 10 mL.
Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, jarum pH meter
dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukkan
jarum pH meter dicatat. Lotion memenuhi syarat pH produk pelembab kulit
jika berkisar antara 4,5-8,0. (Depkes RI, 1995) dan (Anggraini,2017)
3.5.2.5 Uji Daya Sebar
Sebanyak 1 gram sediaan lotion diletakkan dengan hati – hati diatas kaca
berukuran 20 x 20 cm. Kemudian diletakkan kaca penutup dibiarkan selama 1
menit kemudian diukur diameternya. Beban seberat 50 g ditambahkan diatasnya
dan dibiarkan selama 1 menit kemudian diukur diameternya. Beban seberat 100 g
diatasnya dibiarkan selama 1 menit kemudian diukur diameternya. Persyaratan
daya sebar yaitu antara 5 - 7 cm (Garg et al., 2002)
3.5.2.6 Uji Viskositas
Lotion sebanyak 25 gram dimasukkan ke dalam wadah, lalu dipasang
spindle nomor 64 dan pastikan bahwa rotor terendam dalam sediaan uji. Alat
viscometer BrookField dinyalakan dan dipastikan bahwa spindle nomor 64
dapat berputar. Diamati jarum penunjuk dari viskosimeter yang mengarah ke
angka pada skala viskositas untuk spindle nomor 64 yang tersedia, dengan
kecepatan 30 rpm. Ketika jarum menunjukkan ke arah yang stabil, maka angka
itulah merupakan viskositasnya (Zulkarnain,2013). Nilai viskositas menurut SNI
16-4399-1996 adalah berkisar antara 2000-50000 cP untuk sediaan lotion.
Page 51
40
3.5.2.7 Uji Hedonik
Uji kesukaan adalah metode yang digunakan untuk mengukur tingkat
kesukaan terhadap suatu produk dengan menggunakan lembar penilian. Parameter
yang diujikan berupa warna (kenampakan), aroma, dan bentuk dari lotion
(setyaningsih 2010). Menurut badan standar nasional(2011),(Ditjen POM,1985)
Ciri-ciri panelis yang digunakan pada uji hedonik yaitu :
1. Tertarik pada uji organoleptis sensori dan mau berpartisipasi
2. Konsisten dalam mengambil keputusan
3. Berbadan sehat (bebas dari penyakit THT, tidak buta warna serta
ganguan psikologis )
4. Dari usia 17-25 tahun (Dewasa)
5. Yang sering menggunakan lotion
Penilaian sampel yang diuji berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Setiap
panelis diminta untuk mengoleskan lotion yang dibuat dengan berbagai
konsentrasi ektrak umbi bawang dayak pada kulit badan atau tangan. Kemudian
panelis mengisi kuisoner yang telah disediakan ( BSN 2011 )
3.5.2.8 Uji Iritasi
Sebanyak 0,1 g krim ditimbang, dioleskan pada kulit lengan bagian dalam
dengan ukuran 2x2 cm, kemudian ditutupi dengan kain kasa dan plester. Setelah
itu dilihat gejala yang ditimbulkan setelah 24 jam pemakaian. Uji iritasi ini
dilakukan untuk masing-masing formula pada para panelis. (Depkes RI, 1982)
Page 52
41
3.5.2.9 Uji Tipe Emulsi
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa cara uji untuk tipe emulsi yaitu :
1.Uji ini dilakukan untuk mengetahui tipe minyak dalam air (M/A) atau air
dalam minyak (A/M) pada lotion yang dibuat (Swastika NSP,A.,2013).
Kertas saring ditetesi lotion yang telah dibuat , jika kertas saring terjadi
noda minyak berarti lotion tipe M/A, tetapi jika basah berarti tipe A/M.
2. Dalam penelitian ini tipe emulsi ditentukan dengan cara pengenceran.
Dimana dilakukan uji tipe emulsi untuk mengetahui apakah lotion tersebut
mempunyai fase a/m atau m/a (Febrina, 2007). Uji tipe emulsi dilakukan
dengan menggunakan salah satu metode yaitu metode pengenceran, yaitu
10 g larutkan dengan 10 ml air dan aduk dalam 10 menit dan amati.
Apabila fase minyak pada fase luar termasuk tipe A/M dan apabila
tercampur secara merata adalah fase M/A.
3.Pengujian ini dilakukan dengan metode pewarnaan dengan cara
melarutkan metilen biru dengan aquadest kemudian lotion dicampurkan
kedalam larutan tersebut dan diamati keseragaman warnanya. Jika
pewarna larut dalam fase luar maka akan terdispersi seragam pada emulsi
M/A .
3.5.2.10 Evaluasi Sediaan Secara Kualitatif Menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)
Evaluasi sediaan lotion yang mengandung ekstrak etanol umbi bawang
dayak secara kualitatif dilakukan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).Fase diam : Silika GF254, Fase gerak : butanol:asam asetat:air (4:1:5).
Ekstrak etanol umbi bawang dayak dan sediaan lotion ekstrak etanol umbi
Page 53
42
bawang dayak formula I,II dan III dilarutkan dengan menggunakan etanol
secukupnya kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan ukuran 2 cm x 10 pada
jarak 1 cm dari tepi bawah menggunakan pipa kapiler. Dibuat fase gerak dengan
mencampurkan butanol 1,2 mL,asam asetat 0,3 mL dan air 1,5 mL dimasukkan ke
dalm chamber dan didiamkan selama 1 jam. Setelah itu dimasukkan plat KLT .
pemisahan ekstrak etanol umbi bawang dayang dideteksi di bawah lampu UV 254
nm kemudian dilakukan penampakan bercak. Dihitung nilai Rf dengan rumus :
Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘
Nilai Rf yang baik adalah berkisar antara 0,2-0,8. (Saputri 2014).
3.5.2.11 Analisa Data
Data hasil pengamatan evaluasi sediaan lotion akan berupa tabel dan
diagram kemudian dijabarkan dalam bentuk narasi.
Page 54
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Tanaman Umbi Bawang Dayak
Pada awal pembuatan lotion yang pertama harus dilakukan adalah
Determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui jenis tanaman yang
diteliti, yang dilihat dari suku dan spesies yang sama. Determinasi dilakukan
terhadap tanaman utuh yaitu akar, batang, daun dan umbi pada tanaman umbi
bawang dayak. Determinasi dilakukan di Laboraturium MIPA Biologi Universitas
Tanjung Pura, Berdasarkan hasil determinasi diperoleh kepastian bahwa umbi
bawang dayak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanaman umbi
bawang dayak yang menunjukkan spesies dari umbi bawang dayak (Eleutherine
americana Merr.). Hasil Determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.
4.2 Penyiapan Umbi Bawang Dayak
Pada penelitian ini tanaman umbi bawang dayak yang segar diambil,
kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya misalnya seperti tanah yang masih melekat pada tanaman
tersebut yang membawa bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi,
oleh karena itu pembersihan umbi bawang dayak dari tanah yang terikut dapat
mengurangi jumlah mikroba awal. Selanjutnya dilakukan pencucian tujuan dari
pencucian umbi bawang dayak ini untuk menghilangkan tanah dan pengotor
lainnya yang melekat pada umbi bawang dayak, pencucian ini dilakukan sebanyak
3 kali dengan air bersih yang mengalir. Selanjutnya dilakukan perajangan tujuan
perajangan untuk mempermudah proses pengeringan, semakin tipis bahan yang
43
Page 55
44
akan dikeringkan semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu
penegringan. Selanjutnya yaitu tahap pengeringan tujuan pengeringan untuk
mendapatkan simplisia dari umbi bawang dayak agar tidak terjadi kerusakan
selama waktu penyimpanan yang lebih lama pengeringan umbi bawang dayak ini
menggunakan pengeringan dry cabinet dengan suhu 40°C selama 24 jam. Setelah
pengeringan dilakukan sortasi kering tujuan sortasi kering untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering umbi
bawang dayak. Hasil randemen simplisia yang di dapat pada bawang dayak ini
adalah 44,16 %.
Kemudian terakhir simplisia umbi bawang dayak dihaluskan
menggunakan blender untuk memperkecil ukuran partikel, semakin kecil ukuran
partikel maka akan memperbesar luas permukaan simplisia yang kontak langsung
dengan pelarut sehingga penarikan zat aktif akan lebih optimal.
4.3 Penetapan Kadar Air
Penentuan kadar air bertujuan untuk mengukur kandungan air yang
terkandung dalam simplisia, dan memberi batasan minimal rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan. Dilakukan dengan menggunakan alat
moisture balance dengan berat simplisia sebanyak 1 gram selama 10 menit pada
suhu 105°C. Diperoleh hasil kadar air simplisia umbi bawang dayak sebesar 2,4
% hal ini telah memenuhi syarat kadar air yang telah ditetapkan bahwa kadar air
untuk simplisia umbi < 10% .
Page 56
45
4.4 Penetapan Susut Pengeringan
Tujuan penetapan susut pengeringan yaitu untuk memberikan batasan
maksimal atau rentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
Penetapan susut pengeringan dari simplisia umbi bawang dayak hasil yang
diperoleh yaitu 9 %.
4.5 Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan senyawa dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah maserasi. Metode maserasi dilakukan tanpa pemanasan
sehingga diharapkan zat aktif tidak rusak karena, pada umbi bawang dayak
memiliki kandungan antioksidan yang tidak tahan akan pemanasan. Maserasi
merupakan metode ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam
sampel yang telah halus kedalam suatu pelarut dan dalam jangka waktu tertentu.
Proses awal yang dilakukan dengan cara merendam simplisia yang dibuat dalam
bentuk serbuk umbi bawang dayak setelah itu, dilakukan proses maserasi selama
3x24 jam yang artinya setiap 1x24 jam perendaman akan diganti dengan pelarut
yang baru selama tiga hari berturut-turut menggunakan pelarut etanol 96%.
Setelah itu didapatkan maserat dari umbi bawang dayak sebanyak 3,5 L dan
dipekatkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 40°C. Setelah
dipekatkan menggunakan rotary evaporator selama 1x24 jam diperoleh ekstrak
cair. Kemudian dipekatkan untuk memperoleh ekstrak kental di atas waterbath
dengan suhu 40-60°C hingga kental. Diperoleh hasil ekstraksi dari umbi bawang
dayak sebanyak 123,40 gr dan randemen ekstrak sebesar 4,4% Adapun hasil dari
Page 57
46
ekstrak umbi bawang dayak ini yaitu bentuknya cairan kental, warna coklat-
kemerahan, bau khas dan rasa tidak beras
4.6 Skiring Fitokimia Ekstrak Umbi Bawang Dayak
Tabel 4.1
Hasil Skrining Fitokimia
Golongan Ektrak Umbi Bawang Dayak
Alkaloid +
Flavonoid +
Saponin +
Terpenoid +
Steroid -
Fenol +
Keterangan:
(-) = tidak mengandung golongan senyawa metabolit sekunder
(+) = mengandung golongan senyawa metabolit sekunder
Skrining fitokimia merupakan suatu tahap pemeriksaan awal untuk
mendeteksi keberadaan metabolit sekunder yang terdapat pada suatu bahan
alam. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol umbi bawang dayak dengan etanol
96%, Metabolit sekunder yang diperoleh dari ekstrak etanol umbi bawang dayak
yaitu berupa senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid dan fenolik.
Senyawa yang memberikan hasil negatif adalah steroid ini kemungkinan
senyawa metabolit sekunder tidak ikut terekstraksi oleh pelarut sehingga
mendapatkan hasil yang negatif.
4.7 Uji Antioksidan Ekstrak Umbi Bawang Dayak
1. Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Hasil penentuan panjang gelombang maksimum larutan DPPH rentang
400-800 nm, dengan konsentrasi DPPH sebesar 40 ppm. Sebanyak 4 mg DPPH
ditimbang dan dilarutkan dengan menggunakan pelarut metanol sampai tanda
Page 58
47
batas di dalam labu ukur 100 ml, diperoleh panjang gelombang maksimum
517,5nm.
Tabel 4.2
Hasil Panjang Gelombang Maksimum DPPH
Konsentrasi (ppm) Absorbansi Panjang gelombang (nm)
40 0,91 517,5
Gambar 4.1
Panjang Gelombang Maksimum DPPH
2. Uji Aktifitas Antioksidan
Pengukuran antioksidan dengan metode DPPH ditandai dengan adanya
perubahan warna dari ungu kekuningan setelah diinkubasi selama 20 menit.
Perubahan ini terjadi karena adanya senyawa yang memberikan atom hidrogen
kepada radikal bebas DPPH sehingga tereduksi menjadi DPPH (2,2-difenil-1-
pikrihidrazil). Pembanding yang digunakan adalah vitamin C, karena vitamin C
memiliki sifat antioksidan sehingga mengalami perubahan warna menjadi ungu
pudar kekuningan setelah diinkubasi selama 20 menit.
Hasil dari metode DPPH adalah “konsentrasi efesien”atau yang biasa juga
dinyatakan sebagai nilai lC50, didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang
menyebabkan hilangnya dari aktifitas DPPH (Molyneux,2004)
Page 59
48
0
20
40
60
80
100
2 ppm 4 ppm 6 ppm 8 ppm 10 ppm
%In
hib
is
Konsentrasi (ppm)
Vitamin C
%…
y = 5.928x + 35.63
R2 = 0.985
Tabel 4.3
Kategori Nilai lC50 sebagai Antioksidan
No Kategori Konsentrasi (ppm)
1 Sangat Kuat < 50
2 Kuat 50-100
3 Sedang 101-150
4 Lemah 151-200
5 Sangat Lemah >200
Tabel 4.4
Hasil Perhitungan Absorbansi Vitamin C Kosentrasi
(ppm)
A1
A2 A3 Rata-rata % Inhibisi
2 0,502 0,501 0,503 0,502 44,83
4 0,352 0,351 0,353 0,352 61,31
6 0.236 0,237 0,235 0,236 74,06
8 0,161 0,165 0,164 0,163 82,08
10 1,054 0,056 0,061 0,057 93,73
Grafik 4.1
Kurva Baku Regresi Linier % Aktivitas Antioksidan Vitamin C terhadap
DPPH
Page 60
49
Grafik 4.3 menunjukkan bahwa regresi linier dari Vitamin C y= 5.928 x +
35.63 dan R2 = 0,985, diperoleh lC50 2,42 ppm. Ini menunjukkan bahwa untuk
menangkap radikal sebesar 50% diperlukan kadar vitamin C sebesar 2,42 ppm.
Nilai lC50 menunjukkan vitamin C memiliki aktivitas antioksidan kategori sangat
kuat.
Tabel 4.5
Hasil Perhitungan Absorbansi Ekstrak Umbi Bawang Dayak
Kosentrasi
(ppm)
A1
A2 A3 Rata-rata % Inhibisi
5 0,362 0,372 0,364 0,4 52
10 0,295 0,264 0,295 0,3 64
15 0,188 0,177 0,173 0,2 76
20 0,136 0,129 0,133 0,15 82
25 0,017 0,094 0,092 0,1 88
Grafik 4.2
Kurva Baku Regresi Linier % Aktivitas Antioksidan Ekstrak terhadap
DPPH
y = 1.8x + 45.5R² = 0.98
0
20
40
60
80
100
0 5 10 15 20 25 30
% Im
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Ekstrak Bawang Dayak
Y-Values
Linear (Y-Values)
Page 61
50
Grafik 4.5 menunjukkan bahwa regresi linier dari Vitamin C y= 1.8 x +
0.98 dan R2 = 0,98, diperoleh lC50 2,55 ppm. Ini menunjukkan bahwa untuk
menangkap radikal sebesar 50% diperlukan kadar ekstrak umbi bawang dayak
sebesar 2,55 ppm. Nilai lC50 menunjukkan ekstrak umbi bawang dayak memiliki
aktivitas antioksidan kategori sangat kuat.
Aktivitas antioksidan dapat dilihat dari penurunan absorbansi hal ini
disebabkan karena adanya interaksi antara larutan sampel dengan larutan DPPH
(Molyneux,2004). Aktivitas antioksidan ditentukan oleh adanya senyawa
fitokimia yang terdapat pada ekstrak umbi bawang dayak diantaranya adalah
alkaloid, flavonoid, saponin,terpenoid dan fenolik yang memiliki aktivitas
antioksidan. Alkaloid bertindak sebagai penyumbang hidrogen dan mereduksi
radikal DPPH sehingga radikal DPPH yang sebelumnya reaktif menjadi lebih
stabil (Zulkhairi dkk., 2008). Flavonoid berperan sebagai penangkap radikal bebas
karena mengandung gugus hidroksil. Flavonoid bersifat reduktor, dapat bertindak
sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006). Saponin berperan
sebagai antioksidan. Terpenoid berperan sebagai penangkal radikal yang baik
diakibatkan karena adanya gugus –OH pada kerangka dasar terpenoid. Dari
penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi bawang dayak
memiliki aktifitas antioksidan.
Page 62
51
4.8 Evaluasi Stabilitas Lotion Ekstrak Umbi Bawang Dayak
4.8.1 Uji Organoleptis
Tabel 4.6
Data Hasil Pengamatan Evaluasi Secara Organoleptis
Formula Uji Hari ke-
0 7 14 21 28
F I Bau Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Bentuk Semi padat Semi padat Semi padat Semi padat Semi padat
Warna Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
F II Bau Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Bentuk Semi padat Semi padat Semi padat Semi padat Semi padat
Warna Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
FIII Bau Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Khas
oleum
rosae
Bentuk Setegah
padat
Setengah
padat
Setengah
padat
Setengah
padat
Setengah
padat
Warna Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
Cokelat
muda
Ekstrak etanol umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.)
diformulasikan menjadi sediaan lotion sebagai antioksidan. Basis lotion terdiri
dari dua fase yaitu fase minyak dan fase air dapat bercampur dengan adanya
penambahan bahan pengemulsi (elmugator). Stabilitas lotion ekstrak etanol
umbi bawang dayak dilakukan dengan uji stabilitas sediaan lotion yang diamati
pada suhu 40°C selama 28 hari (1 bulan) dengan parameter yang diamati yaitu
organoleptis (bau,warna dan bentuk ), pH, homogenitas, daya sebar dan viskositas
lotion. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 4.6).
Pada hari ke 0- 28 bau dari oleum rosae masih tercium kuat pada basis
formula I,II dan III. Warna yang dihasilkan pada ketiga basis formula lotion ini
adalah bewarna cokelat muda karena pengaruh dari ekstrak etanol umbi bawang
Page 63
52
dayak sehingga mempengaruhi warna yang dibuat pada basis awal setelah
dicampurkan ekstrak etanol umbi bawang dayak. Untuk bentuk yang dihasilkan
pada basis dari ketiga formula lotion ini berbeda-beda karena dipengaruhi oleh
konsentrasi oleh madu dan air yang diberikan untuk formula yang cair sediannya
ada terdapat pada lotion formula III dan untuk lotion yang sediaannya setengah
padat terdapat pada formula I dan II . Hal ini karena penambahan madu dan air
pada lotion formula III lebih banyak dari formula I dan formula II.
4.8.2 Uji Homogenitas
Tabel 4.7
Data Hasil Pengamatan Evaluasi Homogenitas
Formula Suhu Hari ke -
40°C 0 7 14 21 28
F I
F II
F III
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
Pengamatan terhadap homogenitas lotion dapat dilihat pada (Tabel 4.7)
dan hasil nya menunjukan jika ketiga formula lotion menunjukkan struktur
yang homogen pada suhu 40°C selama 28 hari masa penyimpanan. Dikatakan
Homogenitas ditandai dengan tidak adanya partikel kasar atau gumpalan
partikel ketika lotion dioleskan di permukaan kaca objek. Pengujian
homogenitas ini bertujuan untuk menunjukkan adanya zat aktif yang tersebar
merata apabila dioleskan pada permukaan kulit, Sehingga ini dikatakan bahwa zat
aktif pada ketiga formula tersebut dapat menyebar secara merata dan memiliki
homogenitas yang baik. Lotion yang baik adalah lotion yang memiliki massa yang
homogen, karena jika tidak homogen maka lotion tersebut dapat dikatakan tidak
stabil dan jika pada lotion terdapat bahan-bahan padat yang tidak terdispersi maka
dapat berpengaruh pada saat penggunaannya. Hasil yang didapatkan formula
Page 64
53
lotion I,II dan III memiliki sediaan lotion yang homogen jadi saat diaplikasikan
ke kulit tidak terdapat partikel kasar atau penggumpalan dari bahan-bahan yang
sudah ditambahakan pada lotion jadi, baik untuk diaplikasikan ke kulit.
4.8.3 Uji pH
Tabel 4.8
Data Hasil Pengamatan Evaluasi pH
Formula Suhu Hari ke -
40°C 0 7 14 21 28
F I
F II
F III
6.4
6.5
6.7
6.4
6.5
6.7
6.4
6.5
6.7
6.4
6.5
6.8
6.4
6.7
6.9
Grafik 4.3
Uji pH Lotion Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
Hasil yang didapat pada hari ke 0- 28 hari dengan suhu 40°C dapat dilihat
pada (Tabel 4.8) didapatkan pH yang berbeda setiap formula dari formula I
,formula II ,formula III. Pada hari ke 21-28 hari pH formula II dan III mengalami
kenaikan pH tetapi masih di dalam rentang pH range sediaan kulit 4,5 -8,0.
Sedangkan untuk formula I tidak ada mengalami perubahan pH dari hari ke 0-28
hari. Kestabilan pH menjadi syarat suatu sediaan lotion dianggap baik. pH
Sediaan topikal untuk lotion dipersyaratkan berada dalam range 4,5 -8,0. Bila
6
6.2
6.4
6.6
6.8
7
0 7 14 21 28
4.5
-8.0
Hari ke-
Uji pH
Formula I
Formula II
Formula III
Page 65
54
pH sediaan berada di luar interval pH kulit di bawah pH 4,5 maka ada
kecenderungan formula dapat mengiritasi kulit karena bersifat asam, sedangkan
apabila lotion memiliki pH di atas 8,0 (basa) maka memiliki kecenderungan dapat
menyebabkan kulit menjadi cepat kering serta dapat mempengaruhi elastisitas
kulit (Izzati, 2014).
Kestabilan pH akan membantu menghindari atau mencegah kerusakan
produk selama penyimpanan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai pH
dalam lotion supaya tidak berbahaya saat digunakan pada kulit dan juga tidak
akan mengiritasi kulit. Nilai pH merupakan nilai yang dapat menunjukkan
derajat keasaman suatu sediaan yang dapat diketahui melalui suatu indikator.
Menurut Tranggono (2010). Kulit memiliki mantel asam yang berfungsi
melindungi kulit dari bakteri dan jamur. Pemakaian produk kecantikan yang
memiliki pH yang jauh berbeda dengan pH fisiologis kulit akan merusak
kulit serta menimbulkan iritasi kulit. Penting untuk kita menggunakan pelembab
dengan kadar pH yang netral dan juga mengaplikasikan banyak pelembab untuk
mengembalikan keseimbangan pH kulit dilihat dari formula I,II,dan III pH yang
tidak ada perubahannya berada di formula I. perubahan pH ini bisa dipengaruhi
oleh suhu yang terlalu panas dan penyimpanan yang cukup lama sehingga
menyebabkan perubahan pada pH pada formula II dan formula III.
Page 66
55
4.8.4 Uji Daya Sebar
Tabel 4.9
Data Hasil Pengamatan Evaluasi Daya Sebar
Formula Hari ke -
0 7 14 21 28
F I
F II
F III
5,05
6,02
6,01
5,38
6,04
6,70
6,03
6,06
7.04
6,06
7,00
7.08
6,05
7,08
7,04
Grafik 4.4
Uji Daya Sebar Lotion Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
Hasil dari uji daya sebar dapat dilihat pada (Tabel 4.9) Tujuan dari
pengujian daya sebar yaitu untuk mengetahui kualitas lotion yang dapat menyebar
pada kulit dan dengan cepat pula memberikan efek terapinya di kulit .
Berdasarkan hasil daya sebar yang didapatkan dapat dilihat bahwa ketiga formula
masuk dalam range untuk daya sebar yaitu 5-7 cm.
Untuk beban yang digunakan dalam daya sebar ini menggunakan beban
0,50 dan 100 semakin besar beban yang ditimpa maka akan semakin luas
penyebarannya begitu juga sebaliknya jika semakin kecil beban maka semakin
kecil juga luas yang didapatkan. Untuk formula I rata-rata daya sebar untuk beban
0, 50 dan 100 memiliki nilai diameter sebesar 5,7 cm, formula II rata-rata daya
0
2
4
6
8
0 7 14 21 28
5-7
cm
Hari ke-
Uji Daya Sebar
Formula I
Formula II
Formula III
Page 67
56
sebar untuk beban 0,50 dan 100 memiliki nilai diameter sebesar 6,4 cm dan
formula III memiliki rata-rata daya sebar dengan beban 0,50 dan 100 memiliki
nilai diameter sebesar 6,7 cm.
Pertambahan luas daya sebar menggambarkan konsistensi dari lotion ,
konsistensi sediaan yang baik akan memberikan kenyamanan terhadap panelis
karena lotion dapat menempel pada kulit. Lotion yang baik akan menghasilkan
penyebaran yang besar pada kulit saat dioleskan sehingga efek yang diinginkan
bisa tercapai.
Dapat dilihat dari bentuk sediaan, apabila bentuk sediaan cair tidak akan
memberikan efek yang diinginkan. Karena, pada saat dioleskan pada kulit sediaan
lotion tidak akan bisa menempel di bagian kulit dengan tahan lama secara
sempurna, maka dari itu bentuk sediaan sangat mempengaruhi pada saat dioleskan
ke kulit. Untuk sediaan setengah padat seperti pada formula I dan II pada saat
dioleskan di kulit penyebarannya akan baik karena pada sediaan lotion yang ada
di pasaran bentuknya sama seperti formula I dan II sehingga dioleskan di kulit
efeknya akan bisa tercapai menempel di kulit dengan lama.
Pada formula III sediaan lotion terlalu cair sehingga apabila dioleskan
pada kulit sediaan tidak akan menyerap pada bagian kulit. Formula yang dilihat
dari nilai viskositas lotion nya tinggi dan daya sebarnya berbanding baik dengan
viskositas ada pada formula I dan II. Pengujian daya sebar menunjukan bahwa
formula I, II dan III, memiliki daya sebar yang berbeda. Daya sebar dapat
berpengaruh terhadap kulit jika kualitas penyebaran tidak baik, maka akan
memberikan efek terapi pada kulit tidak maksimal. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa formula I, II dan III memiliki daya sebar yang sesuai kriteria setelah di
Page 68
57
rata-rata daya sebar pada setiap formula masih masuk range 5-7 cm. tetapi untuk
formula yang baik ada pada formula I.
4.8.5 Uji Viskositas
Tabel 4.10
Data Hasil Pengamatan Evaluasi Uji Viskositas
Formula suhu Hari ke-
0 7 14 21 28
F I 40 °C 3600 cP 3600 cP 3600 cP 3600 cP 3600 cP
F II 3400 cP 3400 cP 3400 cP 3400 cP 3400 cP
F III 3200 cP 3200 cP 3200 cP 3200 cP 3200 cP
Gambar 4.5
Grafik Uji Viskositas Lotion Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
Hasil pengujian viskositas terhadap lotion dapat dilihat pada (Tabel 4.10)
Tujuan pengujian viskositas yaitu untuk mengetahui kekentalan dari suatu
sediaan.Viskositas sediaan lotion diukur menggunakan viscometer BrookField.
dengan ‘’spindle’’ no 4 (64). Hasil pengukuran viskositas pada minggu ke 0-28
hari pada suhu 40°C masing-masing lotion tidak mengalami perubahan pada
3000
3200
3400
3600
3800
0 7 14 21 28
20
00
-50
00
0 c
P
Hari ke-
Uji Viskositas
Formula I
Formula II
Formula III
Page 69
58
nilai viskositas yang diukur pada ketiga formula, di dapat hasil formula I yaitu
3600 cP, formula II yaitu 3400 cP, formula III yaitu 3200 cP. Pada pembuatan
lotion perbedaan konsentrasi pemberian madu bisa berpengaruh terhadap
viskositas karena pada formula I viskositas untuk sediaan lotion yang dihasilkan
tinggi dan bentuk sediannya setengah padat sedangkan untuk formula II
bentuknya sama dengan formula I yaitu setengah padat dan viskositas yang
dihasilkan juga tinggi, untuk formula III bentuk sediannya cair sehingga
viskositas yang dihasilkan lebih rendah. Viskositas berhubungan dengan daya
sebar sehinggga dapat dilihat bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi
madu maka akan berpengaruh terhadap daya sebar yang dihasilkan dan
penyebarannya akan semakin besar jika, semakin rendah konsentrasi penambahan
madu maka daya sebar yang dihasilkan akan semakin kecil. Nilai viskositas tinggi
mempengaruhi tingkat keketanlan suatu zat.
4.8.6 Uji Iritasi
Tabel 4.11
Data Hasil Pengamatan Evaluasi Uji Iritasi
Formula Uji Iritasi
F I
F II
F III
-
-
-
Keterangan :
(-) = tidak terjadi iritasi
(+) = terjadi iritasi
Hasil dari uji iritasi dapat dilihat pada (Tabel 4.11) Pengujian iritasi
dilakukan kepada sukarelawan . Sukarelawan yang berusia 17-25(dewasa). Pada
formula I, II dan formula III tidak terjadi iritasi pada sukarelawan .Semua
formula lotion tidak mengakibatkan iritasi pada kulit sukarelawan, karena
tidak menimbulkan eritema, papula, vesikula dan edema pada kulit. Pengujian
Page 70
59
langsung dilakukan ke kulit tubuh manusia dikarenakan diharapkan sediaan
lotion ini dapat diaplikasikan kepada manusia jika sudah terbukti tidak memiliki
efek iritasi pada kulit
4.8.7 Uji Hedonik
Tabel 4.12
Data Hasil Pengamatan Evaluasi Uji Hedonik
Grafik 4.6
Uji Hedonik Lotion Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
Ekstrak umbi bawang dayak yang bersifat memekatkan warna dari sediaan
pada setiap formula karna penambahan ekstak umbi bawang dayak yang
digunakan sama yaitu 4,5%. Parameter aroma juga merupakan parameter yang
sering dipertimbangkan oleh konsumen dalam pemilihan lotion. Semakin
kental sediaan maka semakin suka para panelis untuk mencoba sediaan tersebut
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Formula I Formula II Formula III
suka
kurang suka
tidak suka
Formula Suka Kurang Suka Tidak suka Total
F I
F II
F III
90%
75%
0%
10%
20%
45%
0%
1%
55%
20(100%)
20(100%)
20(100%)
Page 71
60
karena semakin cair sediaan akan sulit menyebar pada kulit sehingga tidak
melekat pada kulit dan efek yang diinginkan tidak ada hasil.
Berdasarkan hasil (Tabel 4.12) pengamatan untuk uji hedonik dapat
diketahui bahwa sebagian besar lebih banyak disukai oleh para panelis adalah
formula I untuk formula III kurang disukai ini karena pada formula III sediaan
lotion terlalu cair sehingga para panelis lebih menyukai pada formula I saja dan
formula II yang juga disukai oleh para panelis karena bentuknya sama dengan
formula I tidak cair. Hasil penilaian semua panelis yang sudah melihat dan
mencoba sediaan lotion dari ekstrak umbi bawang dayak, dapat dilihat hasil uji
hedonik yang sudah diujikan kepada panelis bahwa yang banyak tidak disukai
adalah warna, karena pada ekstrak umbi bawang dayak warnanya coklat tidak
bewarna merah sehingga pada saat dicampurkan dengan sediaan lotion berubah
menjadi warna coklat muda dan penambahan bahan-bahan tambahan lainnya juga
mempengaruhi warna dari sediaan lotion tersebut. Dan bau dari sediaan lotion itu
tidak menyerupai bau umbi bwang dayak asli tetapi ditambahkan oleh pewangi
oleum rosae (minyak mawar) penambahan pewangi ini untuk menambahkan dari
wangi untuk sediaan lotion, karena apabila tidak ditambahkan pewangi maka
baunya akan menyerupai bau ekstrak umbi bawang dayak yang mungkin banyak
tidak disukai para panelis .
Dari ketiga formula lotion tersebut yang banyak disukai oleh para panelis
adalah formula I karena sediaanya semi padat dan tidak terlalu cair seperti pada
formula ke III. Panelis lebih menyukai lotion dengan tekstur yang padat sehingga
dapat menyerap pada kulit dan efek yang diinginkan bisa tercapai .
Page 72
61
4.8.8 Uji Tipe Emulsi
Tabel 4.13
Data Hasil Pengamatan Evaluasi Uji Tipe Emulsi Metode kertas Saring,
Metylin Blue dan Pengenceran
Formula Uji Tipe Emulsi Kertas Saring, Metylin Blue dan
Pengenceran
Basis lotion Lotion umbi bawang dayak
F I
F II
F III
M/A
M/A
M/A
M/A
M/A
M/A
Pada pengujian tipe emulsi ini dilakukan pada 2 sampel yaitu pertama
menggunkan basis dan ekstak umbi bawang dayak. Uji tipe emulsi ini tujuannya
untuk membuktikan lotion termasuk tipe emulsi M/A atau A/M secara sederhana.
Hasilnya dapat dilihat pada (Tabel 4.13) Berdasarkan hasil yang
didapatkan dari ketiga formula tersebut evaluasi tipe emulsi dengan metode
pengenceran dengan air dibuktikan bahwa lotion tersebut memiliki tipe M/A
minyak dalam air yang tercampur secara merata. Hal ini disebabkan karena
jumlah fase terdispersi (minyak/lemak) yang digunakan dalam lotion lebih kecil
dari fase pendispersi (fase air) sehingga fase minyak akan terdispersi merata ke
dalam fase air dan membentuk emulsi minyak dalam air dengan bantuan
elmulgator.
Metode yang kedua untuk membuktikan tipe emulsi ini adalah metode
yang sederhana yang menggunakan kertas saring . Pada kertas saring ditetesi
lotion yang telah dibuat dan kemudian diamati, jika kertas saring terdapat bercak
noda minyak maka krim bertipe M/A , sebaliknya jika pada kertas saring basah
merata berarti lotion tipe A/M.
Page 73
62
Ketiga yaitu metode pewarnaan menggunakan metylin blue. Berdasarkan
hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada masing-masing lotion terbentuk
warna biru yang merata dan ini menunjukkan bahwa lotion tersebut merupakan
tipe emulsi minyak dalam air M/A dan tidak terjadi perubahan tipe emulsi. Tipe
emulsi minyak dalam air M/A memiliki keuntungan yang mudah dicuci dengan
air, pelepasan obatnya juga baik karena jika digunakan pada kulit maka akan
terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam
air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit, maka pada krim
lotion formula I , II dan III merupakan tipe formula M/A yang lebih banyak
digunakan sebagai basis obat yang dapat tercuci dengan air untuk tujuan kosmetik
umum (Lachman,1994).
Dari hasil pengujian tipe emulsi dengan 3 metode yaitu kertas saring,
pengenceran dan pewarnaan dengan metylin blue dapat dilihat bahwa formula I,
II dan III mendapatkan hasil bahwa sediaan lotion merupakan tipe M/A sesuai
dengan yang diinginkan, karena sediaan tipe M/A.
4.8.9 Evaluasi Sediaan Secara Kualitatif Menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT)
Gambar 4.2
Hasil Uji KLT pada Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak dan Formula I,II
dan III
Eks. FI F II FIII
Page 74
63
Dengan menggunakan eluen butanol/ asam asetat/ air (1,2:0,3:1,5) Fase
diam : Silika GF254, Fase gerak : butanol:asam asetat:air (1,2:0,3:1,5) pada
ekstrak etanol umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) dan sediaan
lotion yang mengandung ekstrak umbi bawang dayak ditemukan noda plat
KLT yang terpisah dengan baik. Hal ini berarti bahwa senyawa pada ekstrak
etanol umbi bawang dayak bersifat polar, karena butanol dan asam asetat adalah
pelarut polar, sehingga dengan pelarut ini senyawa-senyawa yang polar dan semi
non polar dapat terpisahkan pada plat KLT setelah dilakukan elusidasi. dilakukan
pengamatan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk melihat adanya
senyawa antioksidan yang ada pada ekstrak etanol umbi bawang dayak masih ada
atau tidak perubahan sebelum dan sesudah dilakukan formulasi.
Hasil kromatografi lapis tipis diamati menggunakan UV 254nm, dari
hasil yang didapat dari Dari kromatogram diatas didapatkan pola bercak dan
jarak yang sama dari sediaan lotion dan ekstrak etanol umbi bawang dayak
Hal ini menunjukan tidak adanya perubahan senyawa setelah dan sebelum
ekstrak umbi bawang dayak di formulasi, bercak ini menunjukkan senyawa
aktif dari senyawa antioksidan ekstrak umbi bawang dayak karena memberikan
reaksi positif dengan penampak warna kuning setelah dilihat dari sinar UV
254nm, berflourensensi biru. Eluen ini menghasilkan spot noda dengan nilai Rf
0.5,0.7,0.8, pada ekstrak etanol umbi bawang dayak dan pada formulasi I, II, dan
III nilai Rf sama yaitu 0,5 . Faktor–faktor yang dapat menyebabkan nilai Rf
bervariasi adalah jenis ruang, dimensi, arah aliran fase gerak, sifat dan
ukuran lempeng, dan metode persiapan kromatografi lapis tipis sebelumnya.
Page 75
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari lotion ekstrak etanol umbi bawang dayak
(Eleutherine americana Merr.) dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak umbi bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) memiliki aktifitas
antioksidan dengan nilai lC50 sebesar 2,55 ppm.
2. Formula lotion ekstrak etanol umbi bawang dayak(Eleutherine americana
Merr.) mempunyai stabilitas yang baik terdapat pada formula I yaitu dengan uji
organoleptis didapatkan bau khas oleum rosae, bentuk setengah padat, warna
cokelat muda, uj pH yang didapat 6,4, uji daya sebar 5,7 cm, Uji viskositas 3600
cP, uji iritasi tidak menimbulkan iritasi , uji hedonik dengan kategori( suka 90%,
kurang suka 10%, tidak suka 0%) dan uji tipe emulsi termasuk tipe M/A.
5.2 Saran
Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji
stabilitas yang lebih lama dengan suhu yang berbeda agar mengetahui seberapa
tahan formula lotion ini bertahan dengan baik.
64
Page 76
65
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.Hal.168-169.
Banker, G.S dan N.R Anderson. 1986. The Theory and Practice of Indrustrial
Pharmacy. Lea and Febinger. Philadelphia.
Becker C.A., and R. C. Bachuizen van den brink. 1968. Flora Of Java
(Spermatophytes only). Volume III Angiospermae, Famili 191-238,
Addenda et Corrigen Da General Index To Volumes I-III, Wolter-
Noordhoftt N.V, Groningen, The Netherlands. hal 150.
Departemen Kesehatan RI, 1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Ditjen POM
Depkes RI. Jakarta. Hal.19-20.
Depkes RI. 1982. Formularium kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Garg, A., A. Deepika, S. Garg, and A. K. Singla., 2002., Spreading of Semisolid
Formulation. USA. Pharmaceutical Tecnology. Pp. 84-104.
Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan.
Jawi, I. M., Suprapta, N. D., dan Sutirtayasa, I. W. P., 2007, Efek
Antioksidan Ekstrak Umbi Ubijalar Ungu ( Ipomoiea batatas L)
terhadap Hati Setelah Aktivitas Fisik Maksimal dengan Melihat
Kadar AST dan ALT Darah pada Mencit, Dexa Media, 20 (3) 65-71.
Karlina, C. Y., Ibrahim, M., & Trimulyono, G. (2013). Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Lentera Bio, 2(1), 87-93.
Kuntorini, E. M. dan Astuti, M. D., 2010, Penentuan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine
americana Merr.),Sains dan Terapan Kimia, 4 (1) 15-22.
Mangunwardoyo, W. I. B. O. W. O., Cahyaningsih, E., &Usia, T. E. P. Y. (2009).
Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba Herba Meniran
(Phyllanthus niruri L.). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7(2), 57-
63.
Mustika N. 2011. Kapasitas Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine
palmifolia) dalam Bentuk Segar, Simplisia dan Keripik, Pada Pelarut
Non Polar, Semi Polar dan Polar. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Molyneux, P., 2004., The use of the stable free radical diphenyl picrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity., Songklanakarin Journal
Science Technology., 26(2) : 211-219.
Page 77
66
Redha, A., 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidan, dan Peranannya
dalam Sistem Biologis, Jurnal Belian, 9 (2):196-202
Saptarini, M. N., Herawati, I. E., 2015., Comparative Antioxidant Activity on the
Ficusbenjamina and Anona reticulate Leaves. International Journal of
Public Health Science (IJPHS), VOL.IV., NO. 1., Bandung., Hal 21-26.
Saputri IK. 2014. aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kelapa sawit
(Elais guineensis Jacq) dan fraksi-fraksinya terhadap Pseudomonas
aeruginosa serta profil KLT. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sarker, SD., & Nahar, L., 2007., Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi Bahan
Alam Organik, Alam dan Umum., diterjemahkan oleh Rohman, A.,.
Yogyakarta., Penerbit Pustaka Pelajar., Hal 518-521.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. Bogor : IPB Press.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 164399. 1996. Sediaan Tabir Surya. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional
Sukardi., Adhi PP., Maimunah HP., dan Arie FM. 2014. Ektrak Minyak
Atsiri Bunga Melati ( Jasminum sambac) dengan Menggunakan
Metode Maserasi dengan Uji Pendahuluan PEF(Pulsed Electric
Field)(Kajian Besar Tegangan dan Jarak Katoda Anoda). Jurnal UB
Swastika NSP, A, Mufrod, Purwanto. 2013.Aktifitas Antioksidan Krim Ekstrak
Sari Buah Tomat ( Solanum lycopersicum L.) Faculty of Pharmacy :
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Indonesia
Voigt R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soewandhi
SS, Mathilda B, Widianto. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
1995.8.
Wulansari, D. dan Chairul, 2011, Penapisan Aktivitas Antioksidan dan
Beberapa Tumbuhan Obat Indonesia Menggunakan Radikal 2,2-
Diphenyl-1 Picrylhydrazyl (DPPH), Majalah Obat Tradisional, 16 (1)
22 – 2
Yusuf, H. 2009. Pengaruh Naungan dan Tekstur Tanah terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine americana
Merr.). Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Zulkarnain,K. 2013. Stabilitas Fisik Sediaan Lotion O/W Dan W/O
Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Tabir Surya Dan Uji Iritasi
Primer Pada Kelinci.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Page 78
67
LAMPIRAN I
HASIL DETERMINASI
Page 79
68
LAMPIRAN II
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Umbi bawang dayak 1. Pengumpulan bahan
2. Sortasi basah
3. Pencucian
4. Perajangan
5.Pengeringan
6.Sortasi kering
7.Penyimpanan Simplisia
Ditimbang dan
dihaluskan
Serbuk simplisia
Ekstraksi
Penetapan susut
penegeringan
Penetapan kadar air Skrining fitokimia
Ekstrak cair
Dimaserasi
dengan
etanol 96%
Ekstrak kental
Uji antioksidan
Pembuatan lotion
Evaluasi uji stabilitas
Hasil
Page 80
69
LAMPIRAN III
SIMPLISIA UMBI BAWANG DAYAK
Pemilihan Bahan Baku Sortasi Basah
Penimbangan simplisia basah Pencucian
Perajangan Pengeringan
Sortasi kering Hasil penimbangan simplisia kering
Page 81
70
Proses Pembuatan Serbuk Penimbangan hasil serbuk
Hasil serbuk Hasil maserat hari ke -1
Hasil maserat hari ke -2 Hasil maserat hari ke -3
Pemekatan ekstrak dengan rotary
evaporator Hasil ekstrak kental umbi bawang
dayak
Page 82
71
LAMPIRAN IV
HASIL KARAKTERISTIK SIMPLISIA
1. Penetapan Kadar Air
2. Penetepan Susut Pengeringan
Proses penetapan kadar air Hasil penetapan kadar air
Berat Simplisi
Proses susut pengeringan
Hasil susut pengeringan
Page 83
72
LAMPIRAN V
HASIL SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG
DAYAK
Hasil skrining fitokimia
Fenol
Hasil skrining fitokimia
Saponin
Hasil skrining fitokimia
Flavonoid
Hasil skrining fitokimia
Terpenoid Hasil skrining fitokimia
Alkaloid pereaksi Mayer
Page 84
73
LAMPIRAN VI
PERHITUNGAN LARUTAN INDUK DAN LARUTAN SAMPEL
VITAMIN C
Persen Inhibisi %
2 ppm : 0,91−0,502
0,91 x 100% = 44,83%
4 ppm : 0,91−0,353
0,91 x 100% = 61,31%
Larutan induk vitamin C
4 mg
100 mL=
4 mg
0,1 L = 40 ppm
Konsentrasi 2 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 40 ppm = 10 mL x 2 ppm
VI =10 mL x 2 ppm
40 ppm = 0,5 mL
Konsentrasi 4 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 40 ppm = 10 mL x 4 ppm
VI =10 mL x 4 ppm
40 ppm = 1 mL
Konsentrasi 6 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 40 ppm = 10 mL x 6 ppm
VI =10 mL x 6 ppm
40 ppm = 1,5 mL
Konsentrasi 8 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 40 ppm = 10 mL x 8 ppm
VI =10 mL x 8 ppm
40 ppm = 8 mL
Konsentrasi 10 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 40 ppm = 10 mL x 8 ppm
VI =10 mL x 10 ppm
40 ppm = 2,5 mL
Page 85
74
6 ppm : 0,91−0,236
0,91 x 100% = 74,06%
8 ppm : 0,91−0,163
0,91 x 100% = 82,08%
10 ppm : 0,91−0,057
0,91 x 100% = 93,73%
Perhitungan LC50
Y = 5,928 x + 35,63
50 = 5,928 x + 35,63
X =50−35,63
5,928 = 2,42 ppm
Page 86
75
LAMPIRAN VII
PERHITUNGAN LARUTAN INDUK DAN LARUTAN SAMPEL
EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG DAYAK
Persen Inhibisi %
5 ppm : 0,83−0,4
0,83 x 100% = 52%
10 ppm : 0,83−0,3
0,83 x 100% = 64 %
Larutan induk Ekstrak etanol
umbi bawang dayak
100 mg
100 mL=
100 mg
0,1 L = 1000 ppm
Konsentrasi 5 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 1000 ppm = 10 mL x 5 ppm
VI =10 mL x 5 ppm
1000 ppm = 0,05 mL
Konsentrasi 10 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 1000 ppm = 10 mL x 10 ppm
VI =10 mL x 10 ppm
1000 ppm = 0,1 mL
Konsentrasi 15 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 1000 ppm = 10 mL x 15 ppm
VI =10 mL x 15 ppm
1000 ppm = 0,15 mL
Konsentrasi 20 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 1000 ppm = 10 mL x 20 ppm
VI =10 mL x 20 ppm
1000 ppm = 0,2 mL
Konsentrasi 25 ppm
VI x NI = V2 x N2 VI x 1000 ppm = 10 mL x 25 ppm
VI =10 mL x 25 ppm
1000 ppm = 0,25 mL
Page 87
76
15 ppm : 0,83−0,2
0,83 x 100% = 76%
20 ppm : 0,83−0,15
0,83 x 100% = 82%
25 ppm : 0,83−0,1
0,83 x 100% = 88%
Perhitungan LC50
Y = 1,8 x + 45,5
50 = 1,8 x + 45,5
X =50−45,5
1,8 = 2,55 ppm
Page 88
77
LAMPIRAN VIII
PEMBUATAN LOTION EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG DAYAK
Fase air Tea, madu, metal
paraben yang sudah
dicampurkan
Fase minyak setil alkohol,
asam stearat, paraffin
cair,dan propil paraben yang
sudah dicampurkan
Hasil pencampuran antara
fase air dan minyak menjadi
basis lotion
Pengadukan di atas hot plate
dengan suhu dipertahankan
70°C
Dilanjutkan pengadukan
menggunakan homogenizer
dengan pengadukan spontan
Hasil setelah pencampuran
ekstrak etanol umbi bawang
dayak
Page 89
78
Formula I dengan konsentrasi madu 6%
R I R II R III
Formula II dengan konsentrasi madu 8%
R I R II R III
Formula III dengan konsentrasi madu 10%
R I R II R III
Page 90
79
LAMPIRAN IX
HASIL EVALUASI UJI STABILITAS LOTION EKSTRAK ETANOL
UMBI BAWANG DAYAK
1. Hasil Uji Organoleptis
2. Hasil Uji Homogenitas
3. Hasil Uji pH
4. Hasil Uji Daya Sebar
Beban 0 gram Beban 50 gram Beban 100 gram
Page 91
80
5. Hasil Uji Viskositas
6. Hasil Uji Iritasi
7. Hasil Uji Tipe Emulsi
Kertas saring Pengenceran
dengan aquadest
Pengenceran
dengan metylin blue
Page 92
81
LAMPIRAN X
HASIL UJI HEDONIIK
Formula Uji Hedonik
Keterangan (%) Total
Suka Kurang
Suka
Tidak
Suka
I
Warna
18 2 0
20
Aroma
Bentuk
Kelembutan
II
Warna
15 4 1
20
Aroma
Bentuk
Kelembutan
III
Warna
0 9 11
20
Aroma
Bentuk
Kelembutan
Perhitungan persentase (%) :
Formula I :
Suka = 18
20 x 100% = 90%
Kurang Suka = 2
20 x 100% = 10%
Tidak suka = 0
20 x 100% = 0%
Formula II :
Suka = 15
20 x 100% =75 %
Kurang Suka = 4
20 x 100% = 20%
Tidak suka = 1
20 x 100% = 5 %
Page 93
82
Formula III :
Suka = 0
20 x 100% = 0%
Kurang Suka = 9
20 x 100% = 45%
Tidak suka = 11
20 x 100% = 55%
Page 94
83
LAMPIRAN XI
PERHITUNGAN LOTION
Formula I :
1. Ekstrak umbi bawang dayak = 4,5
100 𝑥 100 % = 4,5 𝑔
2. Madu = 6
100 𝑥 100 % = 6 𝑔
3. TEA = 2
100 𝑥 100 % = 2𝑔
4. Asam stearat = 4
100 𝑥 100 % = 4 𝑔
5. Setil alkohol = 4
100 𝑥 100 % = 4 𝑔
6. Paraffin cair = 6
100 𝑥 100 % = 6 𝑔
7. Propil paraben = 0,02
100 𝑥 100 % = 0,02 𝑔
8. Metil paraben = 0,02
100 𝑥 100 % = 0,02 𝑔
9. Oleum rosae = 1
100 𝑥 100 % = 1 𝑔
10. Aquadest ad 100 gr = 100 – (4,5 +6 + 2 + 4 + 4 + 6 +
0,02+0,02+1)g=72,46 gr
Page 95
84
Formula II :
1. Ekstrak umbi bawang dayak = 4,5
100 𝑥 100 % = 4,5 𝑔
2. Madu = 8
100 𝑥 100 % = 8 𝑔
3. TEA = 2
100 𝑥 100 % = 2𝑔
4. Asam stearat = 4
100 𝑥 100 % = 4 𝑔
5. Setil alkohol = 4
100 𝑥 100 % = 4 𝑔
6. Paraffin cair = 6
100 𝑥 100 % = 6 𝑔
7. Propil paraben = 0,02
100 𝑥 100 % = 0,02 𝑔
8. Metil paraben = 0,02
100 𝑥 100 % = 0,02 𝑔
9. Oleum rosae = 1
100 𝑥 100 % = 1 𝑔
10. Aquadest ad 100 gr = 100 – (4,5 +8 + 2 + 4 + 4 + 6 +0,02+0,02+1)g=
70,46gr
Page 96
85
Formula III :
1. Ekstrak umbi bawang dayak = 4,5
100 𝑥 100 % = 4,5 𝑔
2. Madu = 10
100 𝑥 100 % = 8 𝑔
3. TEA = 2
100 𝑥 100 % = 2𝑔
4. Asam stearat = 4
100 𝑥 100 % = 4 𝑔
5. Setil alkohol = 4
100 𝑥 100 % = 4 𝑔
6. Paraffin cair = 6
100 𝑥 100 % = 6 𝑔
7. Propil paraben = 0,02
100 𝑥 100 % = 0,02 𝑔
8. Metil paraben = 0,02
100 𝑥 100 % = 0,02 𝑔
9. Oleum rosae = 1
100 𝑥 100 % = 1 𝑔
10. Aquadest ad 100 gr = 100 – (4,5 +10 + 2 + 4 + 4 + 6 +0,02+0,02+1)g=
68,46gr