HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 1 TOPIK 1 : DESAIN PONDASI PELAT FLEKSIBEL Dalam prosedur pendesainan pondasi pelat, distribusi tekanan sentuh di bawah dasar pondasi tentunya harus diketahui terlebih dahulu sebelum menghitung momen lentur, gaya geser, dan estimasi penurunan akibat pemampatan lapisan tanah di sekitar pondasi. Distribusi tekanan sentuh ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain eksentrisitas beban, besarnya gaya momen yang bekerja, kekakuan struktur pondasi, hubungan antara karateristik tegangan-deformasi serta tingkat kekasaran dasar pondasi (Gambar 1). Gambar 1. Kekakuan pondasi pelat dan tekanan sentuh yang dihasilkan.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 1
TOPIK 1 : DESAIN PONDASI PELAT FLEKSIBEL
Dalam prosedur pendesainan pondasi pelat, distribusi tekanan sentuh di bawah dasar
pondasi tentunya harus diketahui terlebih dahulu sebelum menghitung momen
lentur, gaya geser, dan estimasi penurunan akibat pemampatan lapisan tanah di
sekitar pondasi. Distribusi tekanan sentuh ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain eksentrisitas beban, besarnya gaya momen yang bekerja, kekakuan struktur
pondasi, hubungan antara karateristik tegangan-deformasi serta tingkat kekasaran
dasar pondasi (Gambar 1).
Gambar 1. Kekakuan pondasi pelat dan tekanan sentuh yang dihasilkan.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 2
Winkler memperkenalkan konsep reaksi subgrade pada aplikasi mekanika pada tahun
1867. Dalam teori reaksi subgrade, penyederhanaan prosedur dengan asumsi bahwa
penurunan (s) dari sembarang elemen yang mengalami pembebanan sepenuhnya
tidak bergantung pada beban yang bekerja pada elemen yang bersebelahan tentunya
berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Sehingga intensitas tekanan p pada elemen
tersebut bukan merupakan tekanan sentuh yang sebenarnya, namun hanya tekanan
sentuh fiktif yang seterusnya disebut dengan reaksi subgrade.
ks = p/s
dengan,
ks = koefisien reaksi subgrade atau spring constant (kN/m3)
p = reaksi subgrade (kN/m2)
s = penurunan (m)
Gambar 2. Koefisien reaksi subgrade (ks) hanya berlaku pada daerah elastis.
Penyederhanaan hubungan antara karateristik tegangan-deformasi dari subgrade dan
tekanan sentuh yang sebenarnya pada dasar pondasi dan mengkompensasi kesalahan
akibat asumsi-asumsi dengan suatu faktor keamanan yang cukup merupakan
pendekatan praktis dalam pendesainan sebuah pondasi (Terzaghi,1996).
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 3
Sehingga dapat dikatakan bahwa koefisien reaksi subgrade bukan merupakan
properti tanah namun respon yang diberikan oleh tanah akibat pembebanan di atas
tanah.
Reaksi Subgrade pada Pondasi Pelat Sangat Kaku
Menurut Bowles (1997) dalam prakteknya sangatlah sulit membuat pondasi pelat
yang benar-benar kaku dengan distribusi reaksi subgrade (p) pada dasar pondasi
harus bersifat planar, dikarenakan pondasi yang kaku tetap rata saat mengalami
penurunan. Pondasi yang kaku harus memenuhi persyaratan keseimbangan bahwa
reaksi subgrade total sama dengan jumlah beban vertikal yang bekerja pada subgrade
dan momen beban vertikal terhadap sembarang titik sama dengan momen reaksi
subgrade total terhadap titik tersebut. Distribusi reaksi subgrade pada dasar pondasi
pelat yang kaku tidak bergantung pada derajat kompresibilitas subgrade. Kenyataan
ini memudahkan penjelasan perbedaan reaksi subgrade dan tekanan sentuh yang
sebenarnya. Jika beban resultan Q pada pondasi pelat setempat tersebut bekerja pada
titik berat pelat pondasi dengan luasan A, reaksi subgrade tersebar secara seragam
pada dasar pondasi tersebut sebesar Q/A di setiap titik. Namun pada distribusi
tekanan sentuh yang sebenarnya pada dasar pondasi yang sama mungkin sama sekali
tidak seragam. Distribusi tersebut bergantung pada karakteristik tegangan deformasi
dari subrade pada intensitas beban tersebut. Pada pondasi pelat yang sangat kaku,
karena distribusi reaksi subgradenya sederhana maka perhitungan dapat dilakukan
dengan analisis struktur konvensional seperti pada Gambar 3.
Untuk pendekatan praktis, asumsi distribusi linear reaksi subgrade dapat digunakan
dalam pendesainan pondasi pelat setempat. Namun demikian pada kasus seperti
dimensi pondasi yang relatif panjang atau lebar dan ketebalan pelat yang relatif tipis
tentunya harus dianalisis dengan pendekatan pondasi pelat yang fleksibel.
Reaksi Subgrade pada Pondasi Pelat Fleksibel
Pada pondasi pelat yang fleksibel, distribusi reaksi subgrade bergantung pada
besarnya nilai ks dan kekakuan lentur pondasinya. Fleksibilitas pelat berpengaruh pada
berkurangnya penurunan mulai dari pusat ke arah tepi pondasi, sehingga reaksi
subgrade juga berkurang mulai dari maksimum di bagian tengah sampai minimum
pada daerah tepinya. Jika pondasi pelat sangat fleksibel, bagian tepi pondasi
kemungkinan naik dan reaksi subgrade di bawah bagian luar pelat dapat menjadi nol.
Jika beban resultan Q pada pondasi pelat setempat tersebut bekerja pada titik berat
pelat pondasi dengan luasan A, maka jumlah reaksi subgrade pada dasar pondasi
tersebut harus sama dengan beban resultan Q ditambah berat sendiri pelat pondasi
(Wpelat) seperti persamaan di bawah ini.
Q + Wpelat = ∫ p dA + ∫ s.ks dA
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 4
Sedangkan untuk beban garis (Q) tertentu dan lebar pelat (B) tertentu, momen lentur
maksimum dalam pelat yang fleksibel tersebut jauh lebih kecil dari pada momen
lentur maksimum pada pelat yang kaku. Reaksi subgrade pada dasar pondasi yang
relatif fleksibel dapat dihitung dengan teori beams in elastic foundation atau model
analitiknya kadangkala disebut Winkler foundation.
Gambar 3. Reaksi subgrade pada pelat yang sangat kaku.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 5
Dalam penentuan nilai ks seperti pada Tabel 1 sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain, lebar, bentuk, kedalaman pelat pondasi, dan karakteristik aplikasi
pembebanan. Sebenarnya tidak ada nilai ks yang tunggal meskipun faktor yang
berpengaruh dalam penentuan nilai ks dapat didefinisikan, hal ini mengingat
hubungan antara karateristik tegangan-deformasi bersifat non-linear. Untuk itu
menurut Coduto (1994) analisis beams in elastic foundation hanya dapat
mememberikan estimasi cukup reliabel untuk tegangan lentur pada pelat pondasi dan
beda penurunan namun bukan untuk total penurunannya.
Tabel 1. Kisaran nilai koefisien reaksi subgrade atau spring constant (ks)
(Bowles, 1997)
Jenis Tanah ks (kN/m3)
Loose sand 4800 - 16000
Medium dense sand 9600 - 80000
Dense sand 64000 - 128000
Clayey medium dense sand 32000 - 80000
Silty medium dense sand 24000 - 48000
Clayey soil:
qa < 200 kPa 12000 - 24000
200 < qa < 800 kPa 24000 - 48000
qa > 800 kPa > 48 000
Untuk pendekatan nilai ks, Bowles (1997) menyarankan nilai ks ditentukan dari
kapasitas dukung ijin tanah (qa) dengan rumus, ks= 40 x SF x qa ; jika faktor aman (SF)
diambil 3 maka nilai ks= 120 x qa.
Model Pondasi Pelat Fleksibel dalam Metode Elemen Hingga
Dalam Ulrich (1995) disebutkan bahwa analisis metode elemen hingga (FEM)
berdasarkan teori plate bending dengan pelat pondasi didukung oleh tanah yang
dimodelkan sebagai Winkler springs. Pondasi pelat dimodelkan sebagai mesh elemen
diskrit yang saling berhubungan satu sama lain pada tiap titik node, dan Winkler
springs digunakan untuk sebagai permodelan respon tanah pada setiap titik nodenya.
Winkler spring berperilaku sebagai pegas yang bekerja satu arah yakni pegas tekan
saja. Jika selama analisis, akibat beban atau bentuk pondasi pelat menyebabkan pegas
bekerja menahan tarik, maka pegas tersebut harus di hilangkan dan struktur pondasi
pelat dianalisis kembali tanpa pegas tarik. Proses analisis kembali terus dilakukan
hingga seluruh pegas berperilaku tekan dan pondasi pelat dalam kondisi stabil.
Beberapa asumsi dasar dalam penggunaan FEM dalam pendesainan pondasi pelat,
• Pondasi pelat berperilaku sebagai anisotropik atau isotopik, homogen, solid
elastik dalam keseimbangan.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 6
• Reaksi subgrade adalah vektor vertikal dan proporsional dengan penurunan
dari tiap titik nodenya.
• Reaksi subgrade (p) sama dengan spring constant (ks) pada suatu node
dikalikan penurunan (s) pada node tersebut.
Hasil analisis pondasi pelat dengan FEM adalah penurunan, momen lentur, dan reaksi
subgrade.
Pendekatan Praktis dalam Pendesaian Pondasi Pelat
Disebutkan dalam Aeberhard et. al (1990), dalam pendekatan yang konvensional
langkah yang dilakukan dalam pendesainan struktur pondasi pelat adalah :
• Struktur atas dimodelkan dengan tumpuan jepit dan dianalisis terpisah dengan
struktur pondasinya.
• Reaksi tumpuan berdasarkan hasil analisis struktur pada struktur atas
kemudian diaplikasikan pada struktur pondasi sebagai beban pondasi.
Berdasarkan nilai momen lentur dan beban aksial yang bekerja pada pondasi
maka dapat dihitung dimensi pondasi yang diperlukan.
Beberapa metode dalam penentuan tekanan sentuh di bawah dasar pondasi dapat
dikelompokkan menjadi metode distribusi linear tekanan sentuh, metode pondasi
elastik yang sederhana dan yang lebih maju. Untuk pondasi yang relatif kecil atau
pondasi yang kaku, metode distribusi linear tekanan sentuh merupakan
penyederhanaan yang sesuai. Sedangkan untuk pondasi yang relatif besar atau
fleksibel, metode pondasi elastik lebih sesuai untuk digunakan. Disebut dengan
metode sederhana pondasi elastik karena penggunaan nilai spring constant (ks) rata-
rata dalam perhitungannya. Pada metode pondasi elastik yang lebih maju,
penggunaan nilai spring constant (ks) yang bervariasi di sepanjang pondasi dalam
perhitungannya. Menurut Ulrich (1995), hal ini disebabkan penggunaan spring
constant (ks) yang seragam dalam desain pondasi pelat merupakan penyederhanaan
yang berlebihan dari tekanan sentuh di bawah dasar pondasi yang akan
menyebabkan kesalahan dalam desain.
Metode yang lebih rumit dalam penentuan tekanan sentuh di bawah dasar pondasi
pelat adalah dengan mempertimbangkan kesesuaian antara penurunan pondasi dan
deformasi yang terjadi pada struktur atas sebagai bentuk dari interaksi tanah-struktur
(soil –structure interaction).
Menurut Lopes (2000), kekurangan dari model Winkler adalah penurunan hanya
terjadi pada titik-titik di bawah dasar pondasi yang mengalami pembebanan pondasi
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 7
sehingga terjadi diskontinuitas penurunan. Pada kenyataannya, tanah di luar area
pondasi bereaksi bersama-sama dengan tanah di bawah dasar pondasi yang akan
menyebabkan deformasi pondasi pelat yang dibebani oleh beban merata akan
berbentuk garis lengkung tanpa menunjukkan diskontinuitas penurunan. Sehingga
untuk memperhitungkan peningkatan kekakuan tanah di bawah dasar pondasi,
disarankan kekakuan spring pada tepi pondasi ditingkatkan.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 8
Contoh 1.
Seperti pada kasus pada Gambar 3, sebuah pondasi pelat setempat 1,4 x 1,6 m
dibebani oleh beban tanpa faktor Pz = 300 kN, Mx = 50 kN.m dan My = 25 kN.m.
Hitunglah reaksi subgrade yang terjadi di bawah dasar pondasi jika ketebalan pelat 30
cm, mutu beton f’c=19 MPa, rasio poison (υ)=0,2 dan kapasitas dukung ijin tanah (qa) =
265 kN/m2.
Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700√f’c = 4700 x √19 = 20486,825 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan
nilai ks=120.qa = 120 x 265 = 31800 kN/m3.
Nilai ks masing-masing joint pada elemen mesh 0,10 x 0,10 m pada Gambar 4,
Pada joint tengah = 31800 x 0,12 = 318 kN/m (mis. joint 17 s/d 29, 32 s/d 44)
Pada joint tepi = 31800 x 0,12 / 2 = 159 kN/m (mis. joint 2 s/d 15)
Pada joint ujung pondasi = 31800 x 0,12 / 4 = 79,5 kN/m (joint 1,15,241, dan 255)
Hasil perhitungan dengan software SAP2000 menghasilkan reaksi subgrade seperti
pada Gambar 5.
Gambar 4. Penomoran joint dengan mesh 10x10 cm.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 9
Gambar 5. Pembebanan pondasi pelat setempat dan reaksi subgrade yang terjadi.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 10
Contoh 2.
Sebuah pondasi pelat menerus seperti pada Gambar 6 memiliki dua kolom dengan
jarak antar kolom 3,00 meter dan dimensi pelat pondasi 2,00 x 5,00 m. Balok rib
berukuran 25 x 60 dan ketebalan pelat adalah 15 cm. Beban yang bekerja pada
pondasi adalah beban mati (DL) Pz = 300 kN dan beban hidup (LL) Pz = 65 kN.
Hitunglah reaksi subgrade yang terjadi di bawah dasar pondasi dan momen yang
bekerja pada pelat menerus jika mutu beton f’c=19 MPa, rasio poison (υ)=0,2 dan kapasitas dukung ijin tanah (qa) = 100 kN/m2. Berat sendiri pondasi menerus masuk ke
beban mati (DL).
Gambar 6. Struktur pondasi pelat menerus.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 11
Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700√f’c = 4700 x √19 = 20486,825 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan
nilai ks=120.qa = 120 x 100 = 12000 kN/m3.
Nilai ks masing-masing joint pada elemen mesh 0,50 x 0,50 m :
Pada joint tengah = 12000 x 0,52 = 3000 kN/m
Pada joint tepi = 12000 x 0,52 / 2 = 1500 kN/m
Pada joint ujung pondasi = 12000 x 0,52 / 4 = 750 kN/m
Gambar 7. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 12
Mumin=-8,482 kN.m/m’ ; Muaks= +127,929 kN.m/m’
Mumin=-1,623 kN.m/m’ ; Muaks= +95,333 kN.m/m’
Gambar 8. Momen M11 dan M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 13
Gambar 9. Diagram (a) momen dan (b) geser untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL (kN-m).
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 14
Contoh 3.
Pondasi pelat pada struktur tower air tiap kolomnya direncanakan dibebani oleh
beban mati (DL) Pz = 150 kN dan beban hidup (LL) Pz = 15 kN. Mutu beton f’c=25 MPa,
rasio poison (υ)=0,2, mutu baja tulangan ulir fy=400 MPa, dan mutu baja tulangan polos fyv=240 MPa. Berat sendiri pondasi masuk ke beban mati (DL).
Gambar 10. Desain pondasi pelat pada tower air.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 15
Jika diketahui kapasitas dukung ijin tanah (qa) = 50 kN/m2, hitunglah reaksi subgrade
dan gaya dalam yang terjadi akibat kombinasi beban mati (DL) dan beban hidup (LL).
Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700√f’c = 4700 x √25 = 23500 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan
nilai ks=120.qa = 120 x 50 = 6000 kN/m3.
Nilai ks masing-masing joint pada elemen mesh 0,25 x 0,25 m :
Pada joint tengah = 6000 x 0,252 = 375 kN/m
Pada joint tepi = 6000 x 0,252 / 2 = 187,5 kN/m
Pada joint ujung pondasi = 6000 x 0,252 / 4 = 93,75 kN/m
Gambar 11. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 16
Gambar 12. Momen M11 dan M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 17
Contoh 4.
Pondasi pelat setempat 1,2 x1,2 m direncanakan dibebani oleh beban mati (DL) Pz =
75 kN dan beban hidup (LL) Pz = 25 kN. Dimensi kolom 0,2x0,2 m dan ketebalan pelat
0,2 m. Mutu beton f’c=20 MPa, rasio poison (υ)=0,2, mutu baja tulangan ulir fy =400 MPa, dan mutu baja tulangan polos fy=240 MPa. Berat sendiri pondasi tidak
diperhitungakan dalam kombinasi pembebanan. Jika diketahui kapasitas dukung ijin
tanah (qa) = 100 kN/m2, desainlah penulangan pondasinya dan chek kekuatan pondasi
terhadap geser lentur dan geser pons.
Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700√f’c = 4700 x √20 = 21019 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan
nilai ks=120.qa = 120 x 100 = 12000 kN/m3.
Nilai ks masing-masing joint pada elemen mesh 0,1 x 0,1 m :
Pada joint tengah = 12000 x 0,12 = 120 kN/m
Pada joint tepi = 12000 x 0,12 / 2 = 60 kN/m
Pada joint ujung pondasi = 12000 x 0,12 / 4 = 30 kN/m
Gambar 13. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 18
Kapasitas dukung tanah
Beban pondasi pelat harus dirancang untuk menahan beban terfaktor (mis. dari
kombinasi beban 1,2.DL + 1,6.LL) dan reaksi tanah yang diakibatkannya. Luas bidang
dasar pondasi pelat atau jumlah penempatan tiang pancang harus ditetapkan
berdasarkan gaya dan momen tidak terfaktor (mis. dari kombinasi beban DL + LL)
yang disalurkan oleh pondasi pada tanah atau tiang pancang dan berdasarkan
tekanan tanah ijin atau kapasitas tiang ijin yang ditentukan berdasarkan prinsip
mekanika tanah.
Berdasarkan hasil analisis struktur besarnya penurunan (s) pada titik pusat pondasi
pelat setempat untuk kombinasi DL+LL adalah -0,00586 m, sehingga reaksi subgrade
yang terjadi adalah p = ks .s = 12000 x 0,00586 = 70,32 kN/m2 < qa (= 100 kN/m2)
(aman).
Perhitungan Penulangan Pondasi Pelat Setempat
Besarnya momen terfaktor maksimum untuk sebuah pondasi pelat setempat harus
dihitung dengan membuat potongan bidang vertikal pada pondasi tersebut dan
menghitung momen dari semua gaya yang bekerja pada satu sisi dari bidang pondasi
pelat setempat yang dipotong oleh bidang vertikal tersebut. Penampang kritis untuk
perhitungan momen terletak pada muka kolom, pedestal atau dinding.
Momen terfaktor arah x dan y (Mu11 dan Mu22) adalah sama untuk beban dan bentuk
pelat pondasi yang simetris sehingga momen maksimum yang terjadi pada pelat
pondasi di penampang kritis muka kolom adalah Mu = +16,875 kN.m/m’ (Gambar 14)
Langkah perhitungan penulangan tunggal pada pelat pondasi adalah sebagai berikut,
Dimensi kolom (B’ x L’) = 200 x 200 mm,
tebal pelat (th) = 200 mm, diamter tulangan ∅10 mm,