BAB IPENDAHULUAN
Kesuksesan hasil yang didapat dari prosedur operasi mayor pada
pasien dengan keadaan sakit berat sering memerlukan manajemen yang
handal dari terapi cairan dan elektrolit dan pengenalan awal dan
penanganan komplikasi. Untuk dapat mengerjakan ini, seorang dokter
harus memiliki pengetahuan yang lengkap dari komposisi dan
distribusi cairan dan elektrolit tubuh, penanganan mekanisme
homeostasis normal cairan dan elektrolit, dan cara cara dimana obat
anestesi dan intervensi bedah mempengaruhinya. Dengan mengerti
faktor faktor ini, seorang klinisi daat mencegah sebagian besar
masalah, selain itu, komplikasi yang dapat terjadi dapat secara
akurat dan langsung dikarakterisasi, sehingga penanganan yang tepat
dapat dimulai. Cairan tubuh dan homeostasis dibicarakan dalam tiga
aspek : volume distribusi, osmolalitas, dan komposisi elektrolit.
Mudah untuk menganalisa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
secara bersamaan. Sementara beberapa gangguan klinis hanya meliputi
satu dari variabel ini, beberapa lainnya kompleks. Penanganan dari
gangguan kompleks dapat difasilitasi jika gangguan sederhana yang
mendasari diidentifikasi terlebih dahulu dan selanjutnya dikoreksi
baik satu persatu maupun bersamaan, tergantung dari urgensi masing
masing.Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenasi cairan
normal dan fisiologi elektrolit dan gangguannya.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Cairan Normal dan Fisiologi Elektrolit1. Komposisi Cairan
Tubuha. Distribusi dan volumeRata rata orang dewasa muda pria,
total cairan tubuh membentuk berat badan 60%, sedangkan pada
perempuan 55%. Hal ini mungkin bervariasi pada tiap individu, hal
ini dikarenakan perbedaan pada jaringan adiposa pada seseorang.
Persentase total cairan tubuh berbanding terbalik dengan derajat
obesitas. Juga, dengan bertambahnya usia, ada penurunan yang stabil
pada total cairan tubuh sebagai proporsi berat badan.Tabel 1.
Variasi total cairan tubuh pada orang normal.UsiaJenis KelaminTotal
cairan tubuh (%BB)
0-1 (bln)75.7
1-12 64.5
1-10 (th)61.7
10-16MF58.957,3
17-39MF60.650.2
40-59MF54.746.7
60+MF51.545.5
Total cairan tubuh dibagi menjadi 2 kompartemen fungsional utama
: 55% intraseluler dan 45 % ekstraseluler dari cairan tubuh. Cairan
ekstraseluler terdiri dari 3 komponen yaitu kompartemen
keseimbangan langsung, ruang cairan ekstrasuleler fungsional, dan
ruang keseimbangan sangat lambat. Ekstraseluler dibagi kembali
menjadi plasma dan cairan intersisial. Simpanan dari cairan
ekstraseluler fungsional adalah salah satu prioritas dari mekanisme
homeostasis tubuh. Cairan ekstraseluler lambat seperti CSF,
sinovial, dan cairan intraluminal dari traktus GI. Karena tidak
seimbang dengan plasma, maka kekurangan cairan ini tidak
berpengaruh pada masalah cairan dan gangguan elektrolit.b. Konten
elektrolit1) Cairan ekstraselulerSodium (Na) merupakan komponen
kation utama dan klorida (Cl) merupakan anion utama.2) Cairan
intraselulerPotasium (K) dan Magnesium (Mg) adalah komponen kation
utama dan pospat (PO4) dan sulfat (SO4) merupakan komponen anion
utama.c. Tekanan osmotik, osmolalitas dan tonisitasSangat penting
untuk dimengerti dari mekanisme homeostastis cairan dan elektrolit
adalah fenomena tekanan osmotik, didefinisikan sebagai sifat air
untuk berpindah dari membran semipermeabel dari konsenterasi rendah
ke konsenterasi yang tinggi. Konsenterasi osmotik dapat dilihat
dari unit osmolalitas dan osmolaritas. 1 osmolal zat terlarut
mengandung 1 osmol cairan per kg air, 1 osmolar mengandung 1
osmolal zat terlarut yang cukup untuk memenuhi hasil volume 1
L.Semua zat terlarut yang memiliki osmolalitas yang sama disebut
isosmotik. Sebuah larutan yang isotonic adalah satu yang secara
fisiologis isosmotik dengan cairan sel, ketika digantikan oleh
cairan ekstraseluler, tidak ada perpindahan air masuk ataupun
keluar sel. Cairan isotonis menjaga keseimbangan cairan agar tidak
menembus membran permeabel. Jika terjadi keadaan hipotonik maupun
hipertonik, maka cairan dapat keluar masuk melalui membran
permeabel pada pembuluh darah. Keadaan pengurangan dan kelebihan
volumr yang digunakan klinisi, merujuk kepada volume cairan
ekstraseluler. Ada sedikit perbedaan pada tekanan osmotik antara
cairan intravaskular dan intersisial tergantung konsenterasi yang
lebih tinggi dari protein pada ruang intravskular. Tekanan ini
dinamakan osmotik koloid atau tekanan onkotik. Perbedaan tekanan
ini dapat menyebabkan kehilangan cairan dari kapiler pembuluh
darah. Defisiensi protein atau abnormal permeabilitas kapiler oleh
protein, dapat menurunkan tekanan onkotik.2. Mekanisme homeostatik
normala. Mekanisme ginjal untuk cairan dan elektrolitPemeliharaan
volume dan komposisi lingkungan cairan internal adalah salah satu
fungsi utama ginjal. Saat aliran filtrasi glomerulus mengalir di
tubulus proximal, volume dikurangi sekitar 80% akibat reabsorpsi
aktif sodium dan diikuti reabsorpsi pasif Cl dan air. Sejak air
secara bebas di melintasi tubulus proximal, cairan tubular menjadi
isosmotik dengan plasma. Sekitar 90 % bicarbonat yang diserap di
absorpsi di tubulus proximal setelah berkombinasi dengan ion
hidrogen yang disekresi secara aktif dengan asam carbonat, terakhir
secara langsung karbon dioksida menjadi dehidrasi oleh karbonik
anhidrase, diperlihatkan di brush border dari epitel tubulus
proximal. Secara essensial semua potassium yang diserap secara
aktif di reabsorpsi di tubulus proximal, sama dengan glukosa dan
banyak asam amino. Sedikit penyerapan air dan reabsorpsi elektrolit
di tubulus proximal tetap relatif konstan, meskipun terjadi
perubahan GFR. Fenomena ini dinamakan glomerulo-tubular balance,
diperlihatkan dengan fluktuasi pada GFR yang menyebabkan pergeseran
besar dari keseimbangan sodium.Saat sisa cairan tubular mengalir di
Ansa Henle, 2 kejadian penting terjadi yang secara essensial
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk mengumpulkan dan mencairkan
urin : cairan tubular di asenden lengkung Henle menjadi hipotonic
pada plasma oleh transport aktif sodium (atau mungkin klorida)
melewati epitel tubular, yang secara unik bersifat impermeabel pada
air, dan gradien osmotik dibentuk di medula renal dan papil
interstisium, sebagai hasil langsung dari onfigurasi anatomis
lengkung Henle dan berhubungan dengan kapiler. Cairan tubular pada
tubulus distal merupakan cairan yang hipotonik, ke daerah kortikal
interstitium di sekitarnya. Volumenya sekitar 15% dari inisial
glomerulus filtrat, dan komposisinya sangat terpengaruh oleh volume
atau status osmotik pasien. Atas dasar ini, bagaimanapun,
penanganan cairan tubular bervariatif dan tergantung pada berbagai
mekanisme regulator. Ion sodium dapat direabsorpsi atau di eksresi
, sebagian besar dalam pertukaran potasium. Ion hidrogen disekresi
sesuai kebutuhan, sebagian besar sebagai titrasi asam dan amonium.
Hampir semua air dapat secara pasif di reabsorpsi medula
interstitium hipertonik dari duktus koleduktus, jika pada akhirnya
telah dibuat permeable oleh kerja ADH. Sebaliknya, pada ketiadaan
ADH, epitel duktus koleduktus menjadi impermeabel pada air,
sehingga pada hakekatnya semua air yang mencapai tubulus distal
dieksresikan. Hasil akhir dari proses ini adalah pemeliharaan
volume, osmolalitas, dan komposisi cairan tubuh dalam toleransi
yang sangat dekat, meskipun variabel diet dan beban metabolik
tinggi.b. Pemeliharaan volume cairan extraseluler fungsional
(regulasi sodium)Volume cairan fungsional ekstraseluler merupakan
salah satu parameter pertahanan terbaik dari fisiologi cairan dan
elektrolit, pemeliharaaannya tercapai oleh regulasi eksresi sodium.
Kehilangan volume dimediasi oleh arteri dan kemungkinan
baroreseptor pada atrium kiri mencetuskan retnsi natrium. Saat
natrium ditahan, mekanisme lain memperthankan osmolalitas normal.
Dari semua kemungkinan, ada beberpa mekanisme untuk regulasi
eksresi natrium, hirarkinya belum dapat digambarkan, deskripsi
singkatnya antara lain : Pengeluaran AldosteronPada kemunculan
aldosteron, natrium diganti oleh kalium pada tubulus distal.
Langkah pertama pada proses kompleks ini adalah penghasilan renin
oleh aparatus juxtoglomerular ginjal, kemungkinan sebagai hasil
dari penurunan tekanan perfusi ginjal atau pengurangan pengantaran
natrium ke makula densa dari tubulus distal. Renin memediasi
perubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang akan menuju
paru dan diubah menjadi angiotensin II, nantinya akan mengaktifkan
stimulator untuk menghasilkan aldosteron. Sebagai tambahan,
baroreseptor dari sinus karotis atau kemungkinan dari tempat lain,
dianggap memediasi aldosteron sebagai respon dari kekurangan volume
cairan intravascular dan atau cairan ekstraseluler. Sampai saat
ini, aldosteron masih dipercaya sebagai regulator utama
keseimbangan natrium. Perubahan Filtrasi GlomerulusTelah diketahui
bahwa perubahan filtrasi glomerulus menyebabkan perubahan pada
eksresi natrium. Walaupun perubahan mayor pada GFR mungkin
mempengaruhi eksresi natrium, namun mekanisme ini mungkin tidak
cukup memungkinkan sebagai regulasi keseimbangan natrium.
Redistribusi aliran darah intrarenal Peritubular hidrostatik dan
tekanan onkotikPerubahan fisik dari lingkungan peritubular mungkin
secara signifikan mempengaruhi eksresi natrium. Secara spesifik,
pengurangan tekanan hidrostatik intrakapiler atau peningkatan
tekanan onkotik, seharusnya memfasilitasi reabsorpsi natrium danair
melewati epitel tubular. Teori ini didukung oleh observasi dimana
perpindahan volume dengan cairan koloid bebas pada diuresis yang
lebih besar dibandingkan dengan substitusi plasma. Natriuretic
hormonc. Mempertahankan Osmolalitas (regulasi air)Kontrol dari
volume cairan ekstraseluler dan isnolalitas cairan tubuh dikontrol
oleh ADH. Ketika osmolalitas meningkat, ADH dihasilkan oleh
hipofisis posterior. ADH bekerja di duktus koleduktus dan tubulus
distal membuat keduanya permeabel terhadap air yang dapat berpindah
ke interstitium medula yang hipertonik. Vasa rekta membawa air
kembali ke sirkulasi vena ginjalm pada proses ini, urin yang
dieksresikan menjadi sedikit. Sekresi Adh terus berlanjut hingga
osmolalitas plasma kembali ke nilai normal. Tubulus distal dan
duktus koleduktus menjadi impermeable pada air, akhirnya cairan
tubular mencapai sistem caliceal dengan sedikit atau tidak ada
rabsorbsi air. Hasil akhirnya adalah peningkatan osmolalitas
plasma. Mekanisme oleh peningkatan osmolalitas memicu sekresi ADH
sebagai akibat pengurangan volume intraseluler dari nuklei neuron
hipotalamus supraoptik talamus. Regulasi Non-osmotik dari sekresi
ADHBeberapa faktor non osmotik diketahui menstimulasi atau
menghambat penghasilan ADH, dan beberapa diantaranya penting untuk
homeostasi cairan dari pasien bedah. Terpenting adalah penghasilan
ADH pada respon untuk kontraksi isosmotik air ekstraseluler
dan/atau volume plasma. Beberapa pemakain obat selama anestesi,
termasuk narkotik, barbituratem dan anestesi inhalasi dengan efek
seperti ADH. Nyeri, stres emosional, repirasi tekanan positif, agen
beta adrenergik, seperti proterenol, dan agen kolinergik, seperti
asetilkolin, juga diketahui merangsang sekresi ADH. Regulasi
KaliumPada hakikatnya semua 700mEq kalium di filtrasi setiap hari
oleh glomerulus secara aktiv di tubulus proximal. Di tubulus
distal, kalium muncul menjadi sekresi pasif ke lumen tubular, dalam
pertukaran natrium, selama gradien elekrtik tranepitelial.
Mengikuti pengangkutan kalium, aldosteron memfasilitasi peningkatan
sekresi kalium di tubulus distal. Sekresi potasium pada tubulus
juga meningkat pada keadaan alkalosis. Sebagai tambahan,
peningkatan sekresi kalium tubulus juga dipengaruhi ketika
pengangkutan natrium yang besar diperlihatkan di tubulus distal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal, kesembangan kalium biasanya
dipertahankan dengan baik sampai fungsi ginjal fungsi ginjal
terancam.
3. Dinamika Kesimbangan Larutan dan AirKarena pasien bedah
sering mengalami kehilangan atau kelebihan air dan/atau natrium,
sangat penting untuk menilai dinamika keseimbangan cairan dan
elektrolit pada orang normal sebaik pada pasien dengan penyakit
ginjal dan jantung.a. Keseimbangan cairan dan elektrolit
normalSeorang laki laki dengan berat 70 kg yang sehat dengan diet
terkontrol biasanya akan mengkonsumsi 1500 2000 ml air dan dari 50
150 mEq natrium, kalium, dan klorida. Metabolisme intermediaru
menghasilkan sekitar 300 ml air (terbanyak dari oksidasi), 40 80
mEq asam nonvolatil, dan 30 g urea. Setiap harim ginjal akan
mengeksresikan sekitar 1000 1500 ml air, 200 400 mEq elektrolit, 40
80 mEqasam non volatil, dan 500 mOsm urea.
b. Keseimbangan cairan dan elektrolit pada penyakit ginjal
intrinsikPasien dengan penyakit ginjal kurang dapat mentoleransi
pemasukan air dan natrium yang berlebihan. Mekanisme konsenterasi
urin dipengaruhi sebelum mekanisme pengenceran, sehingga pasien
dengan penyakit ginjal kurang mampu mentoleransi pembatasan air
daripada pasien normal. Kemampuan untuk mengkonsenterasi urin atau
mengeksresikan kelebihan natrium berkurang kira kira pada proporsi
pengurangan GFR. c. Keseimbangan cairan dan elektrolit pada gagal
jantung kongestif dan sirosisPada penyakit tertentu, seperti gagal
jantung kongestif dan sirosis hepatis, dihubungkan dengan volume
ekstrasel yang lebih luas dan kerusakan eksresi natrium dan air.
Pada kasus gagal jantung kongestif, perluasan volume cairan
ekstrasel fungsional kemungkinan besar adalah sebuah mekanisme
kompensasi, di mediasi oleh baroreseptor sinus karotis. Mekanisme
kerusakan natrium pada sirosis hepatis belum spenuhnya dipahami.4.
Efek Anestesi pada Fungsi GinjalPada pasien bedah tanpa penyakit
ginjal, semua anestesi umum secara sementara menurunkan fungsi
ginjal, termasuk aliran urin, GFR, aliran darah renal, dan eksresi
elektrolit. Keadaan ini dan penurunan secara umum fungsi ginjal
dapat dikaitkan beberapa faktor, seperti durasi dan tipe prosedur
bedahm status fisik pasien, terutama pada sistem kardiovaskular dan
ginjal, volume darah preoperatif dan intraoperatif, dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, agen anestesi, dan kedalaman
anestesi. Penurunan fungsi ginjal lebih disebabkan oleh efek
sirkulasi tidak langsung, nervus simpatik, dan sistem endokrin,
daripada efek langsung pada nefron. Beberapa pengaruh anestesi pada
fungsi ginjal antara lain :a. Efek sirkulasi : penurunan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus sebagai konsekuensi dari
depresi kardiovaskular, vasokonstiksi ginjal atau keduanya.b. Efek
sistem nervus simpatis : peningkatan tonus simpatis menyebabkan
penurunan aliran darah ke ginjal.c. Efek endokrin : ADH,
Renin-Angiotensin, Aldosteron12