FLOATING DRUG DELIVERY SYSTEMPendahuluanAda beberapa metode yang
digunakan untuk membuat sediaan obat lepas lambat, salah satunya
adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung.
Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut
Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS). GRDDS memiliki
beberapa Keuntungan diantaranya adalah mampu meningkatkan
bioavailabilitas, dapat mengurangi obat yang terbuang dengan
sia-sia, dapat meningkatkan kelarutan obat yang kurang larut pada
lingkungan pH yang tinggi. GRDDS juga dapat memperbaiki
pengontrolan penghantaran obat yang memiliki jendela terapeutik
sempit, dan absorbsinya yang baik di lambung. Ada beberapa hal yang
dapat meningkatkan waktu tinggal di lambung yaitu meliputi: sistem
penghantaran bioadhesive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem
penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan
karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran dengan
mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung
(Gohel, Mehta, Dave, & Bariya, 2004).
Floating System, sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh
Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang
kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal
di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang
dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT
(Gastro Retentive Time) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat
di dalam plasma(Chawla, 2003).Defenisi floating drug delivery
system.
Floating drug delivery systems (FDDS) merupakan formulasi
sediaan obat yang memiliki berat jenis lebih kecil dibandingkan
dengan cairan lambung. Sistem ini dapat mengapung dalam jangka
waktu yang lama (3-4 Jam) di perut tanpa mempengaruhi tingkat
pengosongan lambung. Obat akan mengapung di dalam lambung sehingga
waktu retensinya di dalam lambung akan semakin lama. Obat akan
dilepaskan secara perlahan-lahan di dalam lambung. Akibatnya GRT
meningkat dan fluktuasi konsentrasi obat plasma dapat dikontrol
lebih baik (Maheta, Patel, Patel, & Patel, 2014).
Gambar . Classification of gastroretentive drug delivery systems
(Chawla, 2003).
Mekanisme Floating SystemPada saat sistem mengambang di isi
lambung terjadi, maka obat dilepaskan perlahan pada tingkat yang
diinginkan dari sistem. Setelah pelepasan obat, sistem residual
dikosongkan dari lambung. Namun, selain kandungan lambung minimal
yang diperlukan untuk memungkinkan pencapaian yang tepat dari
prinsip retensi apung, tingkat gaya apung minimal juga diperlukan
untuk menjaga bentuk sediaan apung di permukaan makanan. Untuk
mengukur kinetika gaya apung, dibutuhkan sebuah alat untuk
penentuan bobot yang dihasilkan. Alat tersebut beroperasi dengan
mengukur secara terus menerus gaya yang ekevalen dengan F sebagai
fungsi dari waktu yang dibutuhkan untuk menjaga benda/obat sampai
benar-benar tenggelam kedalam cairan (Maheta et al., 2014),
(Timmermans & Mos, 1990).Secara skematis alat tersebut bekerja
Seperti ditunjukkan dalam Gambar. Dimana pada bagian (1) melakukan
fungsi ganda menjaga benda uji (2) di dalam media cairan yang
dipilih (3) transmisi gaya F yang bekerja/bereaksi, baik ke atas
atau ke bawah (4), menuju ke modul pengukuran elektromagnetik (5)
yang terhubung di bagian bawahnya(Timmermans & Mos, 1990).F = F
buoyancy - F gravity = (Df - Ds) gv Dimana ;
F = total vertical force /total gaya vertikal
Df = fluid densit / densitas cairan
Ds = object density / densitas objek (obat)
v = volume dan,
g = acceleration due to gravity
Gambar. Mekanisme Floating System(Maheta et al.,
2014).Pendekatan Untuk Desain Berbagai Bentuk Sedian Floating
Untuk merancang sediaan floating ada dua pendekatan yang dapat
digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan
tunggal (seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah
pendekatan sistem bentuk sediaan jamak (seperti granul atau
mikrosfer). Bentuk Sediaan TunggalSistem yang seimbang secara
hidrodinamis (Hydrodynamically Balance Systems = HBS) yang dapat
berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu
tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di lambung)
dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20-75%
b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau
kapsul. Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat,
hidrokoloid (20-75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu
lain yang diperlukan (pada umumnya proses pencampuran ini diikuti
dengan proses granulasi), selanjutnya granul dicetak menjadi tablet
atau diisikan ke dalam kapsul.
Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet
atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang.
Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang
maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan
lambung. Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam
lambung. Karena mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam
lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus.
Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan
membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak
dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan
aktif obat dari system terapung itu ke dalam cairan lambung.
Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki
kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang
memiliki tempat absorpsi.
khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam
lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus
memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus
bertahan dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan
melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan.
Sistem HBS ini telah berhasil dikembangkan pada klordiazepoksid
hidroklorida. Obat ini merupakan contoh klasik obat yang memiliki
masalah kelarutan. Pada pH 3 kelarutannya 4000 kali lebih besar
dibandingkan pada pH 6. Kapsul klordiazepoksid hidroklorida yang
dibuat dengan sistem HBS memiliki kadar dalam darah yang setara
dengan kadar dalam darah dari 3x10 mg kapsul klordiazepoksid
hidroklorida komersial biasa.
Beberapa polimer dan kombinasi polimer dengan teknik pembuatan
granulasi basah telah digunakan untuk menghasilkan tablet yang
dapat mengapung. Pada HBS dapat ditambahkan komponen pembentuk gas,
seperti golongan garam karbonat. Garam karbonat bila berkontak
dengan cairan lambung yang asam akan melepaskan gas karbondioksida
yang akan terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang. Hal ini
akan mempercepat waktu mulai mengapung. Pada HBS yang ditambahkan
komponen pembentuk gas maka komposisi hidrokoloidnya dapat
dikurangi hingga tinggal 10-20%.
Sistem HBS ini dapat dikembangkan dalam bentuk tablet lapis
tunggal , tablet lapis dua atau tiga. Yang et. al., telah
mengembangkan tablet tiga lapis tidak simetris yang memiliki
kemampuan mengapung untuk memperpanjang waktu tinggal di dalam
lambung dari tiga jenis obat yaitu tetrasiklin, metronidazol dan
garam bismut untuk menangani tukak lambung yang disebabkan oleh
Helicobacter pylori. Sebagai polimer yang mengatur kecepatan
pelepasan obat digunakan HPMC dan polietilenoksid.
Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang
dari tablet tiga lapis itu. Sistem ini dapat dijelaskan sebagai
berikut. Tablet dibuat menjadi 3 lapis (seperti tablet Decolgen
yang ada di pasaran). Lapis pertama berisi garam bismut yang
diformulasikan untuk pelepasan segera. Tetrasiklin dan metronidazol
berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti.
yang pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi
komponen pembentuk gas. Efek mengapung disebabkan oleh lapisan
pembentuk gas yang terdiri dari natrium bikarbonat : kalsium
karbonat (1:2). Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada
komponen pembentuk gas bereaksi dengan asam lambung membentuk
karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan segera, lapis
pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera
terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua,
hidrokoloidnya akan mengembang. Adanya karbondioksida yang
terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang menyebabkan sistem
menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan menjadi
gel penghalang pelepasan tetrasiklin dan metronidazol ke dalam
cairan lambung, sehingga pelepasannya dikatakan diperlambat.
Hasil pengujian in vitro menunjukkan pelepasan diperlambat dari
tetrasiklin dan metronidazol dapat dicapai dalam 6-8 jam dan selama
itu tablet tetap berada dalam keadaan terapung. Kemampuan
memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung ini meningkatkan
efektivitas tetrasiklin dan metronidazol.
Formulasi sediaan tunggal mengalami masalah seperti saling
menempel atau terhambat dalam saluran cerna yang mungkin memiliki
potensi bahaya yang dapat mengiritasi saluran cerna. Sistem ini
tidak layak dan irreproducible dan memperlambat waktu tinggal dalam
lambung jika diberikan secara oral.
Bentuk Sediaan JamakAdapun tujuan merancang bentuk sediaan jamak
adalah untuk mengembangkan suatu formulasi yang handal yang
memiliki semua keuntungan dan mengurangi kerugian dari bentuk
sediaan tunggal
Sediaan jamak ini dapat berupa granul atau mikrosfer yang
mengandung komponen polimer yang dapat mengembang saat berkontak
dengan cairan lambung sehingga membentuk koloid penghalang yang
mengendalikan kecepatan penetrasi cairan ke dalam sistem dan
kecepatan pelepasan obat dari sistem sediaan. Adanya udara yang
terperangkap dalam polimer yang mengembang akan menurunkan bobot
jenis sehingga mikrosfer dapat mengapung.Bentuk sediaan jamak yang
sudah dikembangkan saat ini adalah mikrosfer yang menggunakan resin
akrilat, Eudragit, polietilenoksid, dan selulosa asetat. Selain itu
juga sudah dikembangkan cangkang polistiren, balon polikarbonat dan
granul menggunakan Gelucire
Sistem ini prospektif diterapkan, tetapi belum adanya industri
yang membuatnya (bahkan di luar negeri). Salah satu kemungkinan
yang besar adalah karena penelitian ini pada umumnya dipatenkan.
Dan masa paten itu umumnya 15-20 tahun. Jadi sebelum masa paten itu
kadaluarsa, sistem yang dipatentkan itu tidak boleh ditiru.
Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi
variabilitas pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping
(konsentrasi obat meningkat sehingga menghasilkan toksisitas
obat).
Bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi FDDS
Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi
FDDS adalah sebagai berikut:
1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau
non-ionik seperti gom hidrofilik, modifikasi derivat selulosa.
Misalnya : Akasia, pektin, kitosan, agar, kasein, bentonit, veegum,
HPMC (K4M, K100M dan K15M), gom gellan (Gelrite), Na CMC, MC,
HPC.
Bahan matriks yang paling sering digunakan adalah hydroxypropyl
methylcellulose (HPMC) merupakan turunan selulosa yang bersifat
hidrofilik yang dapat mengendalikan pelepasan kandungan obat
didalamnya ke dalam medium pelarut. HPMC dapat membentuk lapisan
hidrogel yang kental di sekeliling sediaan setelah kontak dengan
cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik lepasnya
obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang
dapat terjadi dengan mekanisme erosi dan difusi.
2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert
memiliki berat jenis kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi
sifat hidrofilik dari formulasi dan sebaliknya dapat meningkatkan
keterapungan. Misalnya : Beeswax (Cera), asam lemak, lemak alkohol
rantai panjang, Gelucires 39/01 dan 43/01.
3. Bahan effervescent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat,
diNatrium Glisin Karbonat, Sitroglisin.4. Meningkatkan kecepatan
pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol5. Memperlambat kecepatan
pelepasan (5% - 60%) Misalnya : Dikalsium phospat, talk, magnesium
stearat6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya
etil selulosa7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen
(Accurel MP 1000).Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat
FloatingBanyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan
FDDS karena adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi
rasio HPMC / carbopol dan penambahan Mg Stearat menentukan sifat
floating. Penambahan Mg Stearat dapat meningkatkan sifat floating
secara signfikan. Namun jumlah hidroksi propil metilselulosa yang
tinggi tidak mempengaruhi kemampuan mengapung secara signifikan.
Rasio HPMC : Carbopol lebih tinggi menunjukkan sifat floating lebih
baik.
Formulasi floating menggunakan polimer yang mengembang seperti
HPMC dan HPC tidak menunjukkan reprodusibiltas pada pelepasan dan
waktu tinggal karena pembengkakan sangat bergantung pada isi
lambung dan osmolaritas medium dan formulasi tertentu diamati akan
tenggelam pada medium disolusi setelah waktu tertentu. Lag time
floating pada formulasi tersebut = 9 30 menit. Kemampuan
pembentukan gel dan kekuatan gel polisakarida bervariasi dari batch
ke batch karena variasi pada panjang rantai dan tingkat substitusi
dan situasi ini diperburuk pada formulasi effervescent dengan
gangguan dari struktur gel melalui evolusi CO2 . Pembentuk gel
bereaksi sangat sensitif terhadap perbedaan osmolaritas media
pelepasan, dengan peningkatan pelepasan.
Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu
Mikrokristalin selulosa (MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada
sifat floating dari tablet bersalut. Tablet yang mengandung laktosa
mengapung lebih cepat daripada tablet yang mengandung kalsium
pospat (pengisi anorganik). Hal ini dapat dijelaskan karena tablet
yang mengandung laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm3
pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet yang mengandung dikalsium
pospat memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm3 pada kekerasan 30
N).
Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan
menunjukkan aktivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat
pada inti tablet selama penyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut
dengan uptake air yang lebih tinggi dan kemampuan desintegrasi,
mengakibatkan robeknya penyalutan dan desintegrasi tablet, CO2
tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui lapisan film
yang robek, sehingga floating tidak terjadi.
Klasifikasi Floating Drug Delivery SystemKlasifikasi floating
drug delivery system dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok
yaitu system Non-effervescent Floating dan effervescent system.
system Non-effervescent Floating, pada sistem ini dibagi menjadi 4
subtipe yaitu sedangkan effervescent system ini dibagi lagi menjadi
2 system yaitu gas generating system dan volatile liquid containing
system.
Gambar. Skema klasifikasi floating drug delivery system
Sistem Effervescent
Gambar . Sistem Effervescent. sediaan oral dari FDDS (A),
prinsip kerja dari FDDS secara effervescent (B).
Sistem ini menggunakan matrik dari polimer yang mengembang
seperti metilselulosa dan polisakarida seperti kitosan. Bahan
effervescent yaitu: NaHCO3, asam tartrat dan asam sitrat. Matriks
yang mengandung air yang berubah menjadi gas pada suhu tubuh.
Diformulasikan sedemikian rupa sehingga ketika matriks kontak
dengan isi asam lambung, CO2 dilepaskan dan gas diperangkap dalam
hidrokoloid gel yang mengembang yang menyebabkan bentuk sediaan
akan terapung. Lapisan effervescent dibagi dalam 2 lapisan untuk
mencegah kontak langsung antara NaHCO3 (lapisan dalam) dan asam
tartrat (lapisan luar). Saat sistem dimasukkan dalam larutan buffer
pada suhu 37 oC, mulanya akan tenggelam dalam larutan kemudian
membentuk pil yang mengembang seperti balon (densitas, 1 g/ml).
a) Volatile liquid containing systems:Gastro Retentive Time dari
sistem penghantaran obat dapat dipertahankan dengan
menambahkan/membuat suatu inflatable chamber, yang berisi cairan
(seperti eter, siklopentana), yang bersifat gasifies pada suhu
tubuh sehingga menyebabkan peradangan ruangan di perut. Perangkat
ini juga dapat terdiri dari plug bio-erodible terdiri dari PVA,
Polyethylene, dan lain-lain, yang larut secara bertahap dan
menyebabkan inflatable chamber untuk melepaskan gas dan hancur
setelah pada waktu yang telah ditetapkan untuk sehingga
memungkinkan pembuangan secara spontan inflatable systems dari
perut.
Intragastric floating gastrointestinal drug delivery system
Sistem ini dapat dibuat mengapung di perut, karena ruang
mengambang, dibuat vacum atau di isi dengan udara atau gas
(harmless gas), sementara reservoir obat dikemas dalam kompartemen
berpori mikro.
Inflatable gastrointestinal delivery systemDalam sistem ini
dibuat sebuah inflatable chamber, yang berisi eter cair yang
gasifies pada suhu tubuh menyebabkan chamber untuk inflatable di
perut. Sistem ini dibuat dengan memuat ruangan dengan reservoir
obat, yang dapat membuat obat diresapi matriks polimer, dari
encapsulated gelatin. Setelah pemberian oral, kapsul larut sehingga
melepaskan reservoir obat bersama-sama dengan inflatable chamber.
inflatable chamber otomatis mengembang dan mempertahankan reservoir
obat di dalam cairan lambung.b) Gas generating systemsDalam reaksi
effervescent sistem ini terjadi antara garam karbonat / bikarbonat
dengan asam sitrat / tartrat sehingga menghasilkan gasCO2, yang
akan terperangkap dalam matriks gel dari sistem. Sehingga
menurunkan berat jenis dan membuatnya mengapung di atas cairan
lambung.1) Floating pills.
Sistem ini terdiri dari dua lapisan, lapisan bagian dalam yang
berisi effervescent sodium bikarbonat dan asam tartrat, dibagian
luar merupakan membran polimer swellable. Lapisan dalam ini dibagi
lagi menjadi dua sub lapisan untuk menghindari kontak fisik antara
natrium bikarbonat dan asam tartaric. Bila pil ini direndam dalam
larutan buffer pada suhu 37 C, itu akan settles down (turun) di
bagian bawah dan larutan buffer masuk ke dalam lapisan effervescent
melalui membran swellable luar. Pil akan membengkak atau balon, ini
terjadi karena dihasikannya karbon dioksida, akibat reaksi antara
antara natrium bikarbonat dan asam tartaric. Karbon dioksida yang
dihasilkan terperangkap dalam sistem penghantaran sehingga membuat
sistem ini mengambang. Sistem ini dapat mengapung sepenuhnya dalam
waktu 10 menit dan memiliki kemampuan floating independen terhadap
pH, viskositas menengah dan obat dilepaskan secara terkendali.
2) Floating capsules.Floating kapsul/kapsul mengambang disusun
dengan mengisi campuran natrium alginat dan natrium bikarbonat,
pengapungan dapat terjadi karena karbon dioksida yang dihasilkan
terjebak dalam jaringan gel hidrat yang terpapar dengan lingkungan
asam.
3) Floating systems with ion exchange resins.Sistem ini
diformulasikan dengan menggunakan resin penukar ion yang sarat
bikarbonat. Yaitu campuran beads/manik-manik dengan larutan natrium
bikarbonat. beads / butiran-butiran dimuat dan dilapisi dengan
membran semi permeabel untuk menghindari kehilangan karbon dioksida
secara tiba-tiba. Setelah terjadi kontak dengan isi lambung,
kemudia terjadi pertukaran ion klorida dan bikarbonat yang akan
menghasilkan karbon dioksida sehingga membawa beads/
butiran-butiran ke arah atas dari isi lambung dan memproduksi
floating layer /lapisan yang mengambang dari resin beards, yang
akan melepaskan obat pada waktu yang telah ditentukan.
4) Tablet.a) Intragastric single layer floating tablets or
Hydrodynamically Balanced system
Formulasi ini memiliki densiti massal yang lebih rendah dari
cairan lambung dan dengan demikian akan mengapung di perut, yang
dapat meningkatkan tingkat pengosongan lambung dalam waktu lama.
Formulasi sistem ini erat kaitannya dengan pencampuran gas (CO2)
yang dihasilkan oleh agen dan obat dalam tablet matriks. Obat akan
dilepaskan secara perlahan sesuai dengan rate yang diinginkan dari
floating system dan residual dikosongkan dari perut setelah rilis
lengkap obat. Hal ini menyebabkan peningkatan waktu tinggal lambung
dan kontrol yang lebih baik.b) Bi-layer tablet
Tablet bilayer juga dapat dibuat dengan satu lapisan matriks
pembentuk gas dan lapisan kedua dengan obat untuk efek rilis
berkelanjutan nya.
c) Triple layer tablet
Tablet lapisan triple juga memiliki lapisan pertama swellable
yang mengapung, lapisan kedua lapisan yang dapat pelepasan
berkelanjutan dua obat dan lapisan ketiga, lapisan yang dapat
melarutkan dengan cepat.
System Non-effervescent FloatingSystem ini menggunakan pembentuk
gel atau selulosa yang mengembang tipe hidrokoloid, polisakarida
dan polimer pembentuk matrik seperti: polikarbonat, poliakrilat,
polimetakrilat dan polistiren. Metode formulasi yaitu pencampuran
obat dengan hidrokoloid pembentuk gel. Setelah pemberian oral
bentuk sediaan ini mengembang saat kontak dengan cairan lambung dan
mempertahankan bentuk integritas relatif dan densitas tetap < 1
dalam permukaan luar barier gelatin. Udara yang terperangkap dalam
polimer yang mengembang menyebabkan bentuk sediaan mengapung.
Selain itu, struktur gel bertindak sebagai reservoir untuk
pelepasan obat berkelanjutan (Sustained release) karena obat secara
perlahan dilepaskan oleh difusi terkontrol melalui penghalang
(barier) gelatin.
Sistem Non-effervescent ini dapat dibagi dalam 4 sub-type :1.
Sistem Barier Gel Koloid
Sistem mengandung obat dengan hidrokoloid pembentuk gel yang
dimaksudkan untuk mempertahankan keterapungan sediaan dalam isi
lambung. Sistem ini memperpanjang GRT dan memaksimalkan jumlah obat
yang mencapai tapak absorbsinya dalam bentuk larutan yang siap
diabsorbsi.Sistem ini menggabungkan satu atau lebih selulosa tipe
hidrokoloid pembentuk gel yg sangat larut seperti hidroksipropil
selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropilmetilselulosa
(HPMC), polisakarida dan polimer pembentuk matriks seperti
policarbofil, poliakrilat dan polistiren. Saat kontak dengan cairan
lambung, hidrokoloid pada sistem berhidrasi dan membentuk barier
gel koloid disekitar permukaannya.
Gambar 3.1 Pelepasan dengan sistem hidrokoloid2. Sistem
Kompartment Mikropori
Gambar. Gas filled floatation chamberTeknologi ini berdasarkan
pada enkapsulasi reservoir obat di dalam kompartment mikropori
dengan pori disepanjang dinding atas dan bawah. Dinding
disekeliling kompartment reservoir obat sepenuhnya ditutup untuk
mencegah adanya kontak langsung permukaan lambung dengan obat yang
tak terlarut.Pada lambung, floatation chamber mengandung udara yang
terperangkap menyebabkan sistem mengapung di atas isi lambung.
Cairan lambung masuk melalui celah, melarutkan obat dan membawa
obat yang larut untuk melanjutkan transport obat di usus untuk
diabsorbsi.
3. Butiran Alginat (Alginate Beads)
Bentuk sediaan floating unit ganda telah dikembangkan dari
kalsium alginat beku kering. Tetesan bulat dengan diameter 2,5 mm
dapat dibuat dengan cara meneteskan larutan Natrium Alginat ke
dalam larutan Kalsium Klorida encer, menyebabkan pengendapan
Kalsium Alginat.
Tetesan kemudian dipisahkan, membeku cepat pada nitrogen cair
dan dibekukeringkan pa -40 oC selama 24 jam, menyebabkan
pembentukan sistem pori, yang dapat mempertahankan kekuatan
mengapung selama 12 jam. Tetesan floating ini memberikan waktu
tinggal yg lebih panjang lebih dari 5,5 jam. Dibandingkan dengan
Non-floating beads memiliki waktu tinggal dalam lambung lebih
singkat dengan onset waktu pengosongan lambung sekitar 1 jam.
4. Mikrosfer Berongga (Hollow microspheres /Microbaloons)
Gambar . Pembuatan floating microspheresMikrosfer berongga diisi
dengan obat pada bagian polimer luar dibuat dengan cara metode baru
difusi pelarut emulsi. Larutan obat dengan etanol/ diklorometan dan
polimer akrilik enterik dituangkan ke dalam larutan agitasi
(teraduk konstan) Polivinilalkohol (PVA), dimana suhunya diatur
40oC.
Fase gas dihasilkan pada tetesan/ droplet polimer yang
terdispersi oleh evaporasi dari pembentukan diklorometan dan rongga
dalam pada mikrosfer polimer dengan obat. Mikrobaloon mengapung
secara kontinyu pada permukaan media disolusi asam yang mengandung
surfaktan selama lebih dari 12 jam.Evaluasi Floating Drug Delivery
System
Berbagai parameter yang perlu dievaluasi pengaruhnya terhadap
formulasi gastroretensive floating terutama dapat dikategorikan ke
dalam kelas yang berbeda sebagai berikut :
1. Parameter fisik : ukuran diameter, flexibilitas dan BJ2.
Parameter kontrol : Waktu floating, dissolusi, specific gravity,
keseragaman kandungan dan kekerasan dan friabilitas (jika
tablet).3. Parameter geometrik : Bentuk4. Parameter fisiologi :
Usia, jenis kelamin, postur tubuh dan makanan5. Tes keterapungan
dan pelepasan obat secara invitro dilakukan pada cairan lambung dan
usus buatan, suhu konstan pada 37oC. Pada prakteknya waktu floating
ditentukan oleh alat disentrigator USP mengandung 900 ml 0,1 N HCl
sebagai medium percobaan dipertahankan suhu pada 37oC. Waktu yang
dibutuhkan sediaan HBS untuk mengapung disebut floatation time.6.
Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat disolusi USP. Sampel
diambil secara periodik dari medium disolusi, diisi ulang dengan
medium baru volume yang sama setiap kali, dan dianalisa isi obatnya
setelah pengenceran yang tepat.6.1. Uji disolusi modifikasi menurut
BP (1993) / USP (1990)
Dayung diletakkan pada permukaan medium disolusi. Hasil yang
diperoleh menunjukkan profil pelepasan disolusi biphasic
reproducible saat kecepatan dayung ditingkatkan dari 70 menjadi 100
rpm dan pH medium disolusi bervariasi dari 6,0 8,0.
6.2. Uji Disolusi modifikasi menurut Gohel (2004)
Uji disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk sediaan
floating system berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari segi
alat maupun lamanya proses disolusi. Salah satu metode disolusi
untuk sediaan floating yang sangat baik, seperti yang
dipublikasikan oleh Gohel et al., 2004. Dalam uji disolusi floating
ini, digunakan gelas beker yang dimodifikasi dengan menambahkan
suatu saluran tempat sampling yang menempel pada dasar bekerglass.
Medium yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dilambung baik pH,
jumlah cairan maupun kecepatan motilitas lambung (Gohel et al.,
2004).
Gambar Desain alat disolusi untuk floating (Gohel et al.,
2004).
Cara kerja uji disolusi menurut Gohel adalah sebagai berikut
:
Tablet dimasukkan ke dalam Bekerglass (dimodifikasi untuk
disolusi seperti pada Gambar 4.1), yang berisi media disolusi
larutan HCl pH 3,0 sebanyak 100 mL suhu diatur pada 370,5.C.
Stirrer dijalankan dengan kecepatan pengadukan 50 rpm selama 5 jam.
Larutan disampling sebanyak 5,0 mL pada waktu tertentu. Kadar
ditetapkan dengan metode spektrofotometri.7. Uji Floating
Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara
visual, dengan cara tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang
berisi larutan HCl pH 3,0 kemudian diamati sifat pengembangan dan
pengapungannya selama 5 jam.
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam
ke-0
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam
ke-3
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam
ke-5
Pada awal pengujian, tablet ke empat formula belum mengapung
(tenggelam) karena baru terjadi proses penetrasi air ke dalam
tablet,yang selanjutnya matriks akan mengembang. Bersamaan dengan
pengembangan matriks, juga terjadi gas yang dihasilkan dari reaksi
asam sitrat dan natrium karbonat yang akan membantu proses
pengapungan tablet.
Pada jam ke tiga terlihat tablet pada semua mengembang dan
mengapung. Sampai jam ke 5 (5 jam pengamatan), tablet dari formula
I dan II kembali tenggelam, hal ini kemungkinan karena jumlah
matriksnya kurang sehingga proses pengapungan tidak dapat
berlangsung lebih lama.8. Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat
floating
Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating digunakan
keranjang stainless steel dihubungkan dengan tali logam dan
digantungkan pada neraca elektronik asartorius. Benda yang
mengapung dimasukkan pada affixed penangas air yang ditutup untuk
mencegah penguapan air. Gaya mengapung ke atas diukur dengan neraca
dan data ditransmisikan pada PC melalui interfase RS232C
menggunakan program sarto wedge.
Medium uji untuk mengukur kinetika floating menggunakan cairan
lambung buatan (pH 1,2) 900 ml suhu dipertahankan pada 37oC, data
diambil pada interval waktu 30 detik; baseline dicatat dan dibagi
dari tiap pengukuran. Keranjang disolusi memiliki penyangga pada
bagian dasarnya untuk mengukur gaya ke bawah.
9. Berat jenis FDDS
Berat jenis FDDS dapat ditentukan dengan metode pemindahan
menggunakan benzen analitik sebagai media pengganti. BJ awal
(Bentuk kering) dari sediaan dan perubahan kekuatan floating dengan
waktu harus ditandai sebelum perbandingan in vivo antara Unit
Floating (F) dan unit non floating (NF). Selanjutnya optimalisasi
formulasi floating harus segera direalisasi dalam hal stabilitas
dan daya tahan kekuatan floating yang dihasilkan, sehingga
menghindari variasi dalam kemampuan floating yang mungkin terjadi
selama studi in vivo.10. Uji berat resultan
Alat ukur in vitro telah disusun untuk menentukan kemampuan
floating yang sebenarnya dari sediaan yg mengapung sebagai fungsi
dari waktu. Uji ini mengukur gaya ekivalen dengan gaya F yang
dibutuhkan untuk menjaga objek benar-benar tenggelam dalam cairan.
Gaya ini menentukan berat resultan dari objek ketika tenggelam dan
dapat digunakan untuk mengukur kemampuan mengapungnya atau
tak-mengapung.
Besar dan arah gaya dan berat resultan sesuai dengan jumlah
vektorial dari keterapungan (F apung) dan gaya gravitasi (F grav)
yang bekerja pada objek seperti pada persamaan :F = F apung F
grav
F = d f g V d s g V = ( d f d s ) gVF = (d f M / V) gV
Dimana;F = gaya vertikal total (berat resultan objek)
g = percepatan gravitasi d f = densitas fluida
d s = densitas objekM = massa objek
V = Volume objek
Gambar. Pengaruh berat resultan selama proses pengapungan pada
sediaan FDDS.Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan
ke atas dan objek itu mampu mengambang. Sedangkan berat resultan
(-) berarti bahwa gaya F ke bawah dan benda tenggelam.
Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari
(+) terhadap nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk
sediaan dari kondisi floating ke non floating. Perpotongan garis
pada sumbu waktu sesuai dengan waktu floating bentuk sediaan.11.
Metode - Scintigraphy
Pada studi invivo sediaan floating yang tertahan di lambung
biasanya ditentukan dengan gamma scntigraphy atau roentgenography.
Penelitian dilakukan pada subjek manusia muda dan sehat, baik
dilakukan pada kondisi berpuasa atau tidak menggunakan sediaan
floating dan non-floating (kontrol). - Scintigraphy merupakan
metode evaluasi FDDS yang modern untuk mengevaluasi formulasi
gastroretentive pada sukarelawan sehat. Emisi radioisotop
dicampurkan ke dalam CR-DFs (Cathoda Ray direction Finder).
Sejumlah isotop stabil mis. 152 Sm dicampurkan ke dalam DF selama
pembuatan. Metode ini digunakan untuk membantu memantau lokasi
bentuk sediaan dalam GIT dan dapat memprediksi dan menghubungkan
waktu pengosongan lambung dan lintasan bentuk sediaan pada GIT.
Kelemahan dari metode ini dapat berupa pasien terkena radiasi
pengion, terbatasnya informasi topografi, teknik resolusi rendah,
pemakaiannya sulit dan persiapan radiofarmasinya mahal.12.
RadiologyMetode ini sebagai evaluasi preklinis dari
gastroretentivity. Lebih unggul dibandingkan - Scintigraphy karena
lebih sederhana dan lebih murah. Bahan pengkontras biasanya
digunakan Barium sulfat.
13. Gastroscopy
Endoskopi oral menggunakan fiberoptic dan video. Digunakan untuk
memeriksa secara visual efek memperlambat waktu tinggal FDDS dalam
lambung.
14. Ultrasonography (USG)
Gelombang ultrasonik merefleksikan secara substansial perbedaan
suara melalui permukaan dan menampilkan organ perut. Karakterisasi
meliputi penilaian lokasi intragastrik dari hidrogel, penetrasi
pelarut ke dalam gel dan interaksi antara dinding lambung dan FDDS
selama peristalsis.
15. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Peralatan yang bernilai pada
penelitian GIT untuk menganalisis pengosongan lambung, motilitas
dan distribusi intragastrik bahan makanan dan model obat.
Keuntungan alat ini dapat berupa kontras jaringan lunak tinggi,
resolusi spasial dan temporal yang tinggi, dan tidak menimbulkan
radiasiAPLIKASI FDDS
FDDS menawarkan aplikasi untuk obat yang memiliki
bioavalabilitas rendah karena sempitnya daerah absorbsi pada bagian
atas GIT. FDDS mempertahankan bentuk sediaan pada tapak absorbsi
dan juga meningkatkan bioavailabilitas. Dapat diringkas sebagai
berikut :
1. Sustained drug delivery
Sistem HBS tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan
karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama. Masalah
waktu tinggal di lambung yang singkat dihadapi dengan formulasi CR
oral maka dapat diatasi dengan sistem ini. Sistem ini memiliki bulk
density < 1 , sehingga sistem ini dapat mengapung pada isi
lambung. Sistem ini ukurannya relatif besar sehingga tidak dapat
melewati pilorus.
Misalnya kapsul floating SR nikardipin hidroklorida dikembangkan
dan dievaluasi secara in vivo. Formulasi dibandingkan dengan
sediaan kapsul MICARD yg tersedia di pasaran dengan menggunakan
kelinci. Kurva konsentrasi plasma dengan waktu pada pemberian
kapsul floating SR menunjukkan durasi yang lebh lama (16 Jam)
dibandingkan dengan kapsul MICARD konvensional (8
Jam).2. Penyampaian Obat Pada Tapak Khusus
Sistem ini sangat menguntungkan untuk obat yang khusus
diabsorbsi dari lambung atau bagian proksimal usus halus, seperti
Riboflavin dan furosemid.
Misalnya furosemid terutama diabsorbsi dari lambung diikuti oleh
duodenum. Telah dilaporkan bahwa sediaan floating monolitik dengan
waktu tinggal di lambung yg lama dikembangkan dan bioavailabilitas
meningkat. Pada sediaan tablet floating AUC diperoleh sekitar 1,8 x
daripada tablet furosemid konvensional.
3. Peningkatan Absorbsi
Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi
khusus dari bagian atas GIT adalah kandidat potensial untuk
diformulasikan sebagai FDDS sehingga memaksimalkan absorbsinya.
Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan
bioavailabilitas yg signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan
tablet LASIX yang tersedia di pasaran (33,4%) dan produk salut
enterik LASIX-long (29,5%).
Keuntungan FDDS
1. Sistem Gastroretentive menguntungkan untuk obat yang
diabsorbsi di lambung Misal : Garam Fero, Antasida2. Formulasi HBS
berguna untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang
dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.3.
Pemberian sediaan floating seperti tablet atau kapsul yang dapat
memperpanjang pelepasan obat akan mengakibatkan disolusi obat pada
cairan lambung. Sediaan tersebut melarut dalam cairan lambung
sesuai untuk absorbsi pada usus halus setelah pengosongan isi
lambung. Sehingga diharapkan obat akan sepenuhnya diabsorbsi dari
sediaan floating jika tetap dalam bentuk larutan bahkan pada pH
basa dari usus.4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu
tinggal obat yang singkat seperti keadaan diare, absorbsi obat yang
sedikit diharapkan. Pada keadaan seperti ini mungkin menguntungkan
untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada lambung untuk
mendapatkan respon yang lebih baik.
Kelemahan FDDS :
1. Sistem Floating tidak layak untuk obat-obatan yang memiliki
masalah dalam kelarutan atau stabilitas pada GIT.
2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk
penyampaian obat mengapung dan tersalut dengan baik.3. Obat yang
diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami
metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.4. Beberapa
obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada
mukosa lambung.
Sediaan FDDSTabel 1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan
FDDS berdasarkan tipe bentuk sediaanTipe Bentuk SediaanObat yang
digunakan pada formulasi sediaan FDDS
TabletChlorpheniramine maleate, Theophylline, Furosemide,
Ciprofloxacin, Captopril, Acetylsalicylic acid, Nimodipine,
Amoxycillin trihydrate, Verapamil HCI, Isosorbide di nitrate,
Sotalol, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Ampicillin,
Cinnarazine, Diltiazem, Florouracil, Piretanide,
Prednisolone,Riboflavin- 5`Phosphate.
KapsulNicardipine, L-Dopa dan benserazide, chlordizepoxide
HCI,
Furosemide, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Asam
Urodeoksikolat
MikrosferVerapamil, Aspirin, Griseofulvin, and
p-nitroanilline,
Ketoprofen, Tranilast, Ibuprofen, Terfenadine
GranulIndomethacin, Diclofenac sodium, Prednisolone
FilmCinnarizine
Tabel 2. Sediaan FDDS yang ada di pasaranNama ObatTipe Bentuk
Sediaan / IsiKeterangan
MadoparHBS
(PropalHBS)Floating capsule / Levodopa dan benserazidFloating CR
capsules
ValreleaseFloating capsule, DiazepamFloating Capsules
TopalkanFloating Antacid, aluminum dan magnesium
mixtureEffervescent floating liquid
Alginate preparation
Amalgate Float
CoatFloating antacid Floating
gelFloating dosage form
ConvironFerrous SulphateColloidal gel forming FDDS
Cifran ODCiprofloxacine (1 gm)Gas generating floating form
CytotechMisoprostol (100 mcg/200 mcg)Misoprostol (100 mcg/200
mcg)
Liquid
GavisconeCampuran alginatMenekan gastro esophageal
reflux dan meringankan hati terbakar
KESIMPULANDari uraian mengenai Floating Drug Delivery System
maka dapat disimpulkan bahwa FDDS merupakan sediaan yang potensial
untuk menahan retensi lambung, hal ini disebabkan karena floating
system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki
kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di lambung
untuk beberapa waktu sehingga menyebabkan antara lain:
1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama
dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama.
2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki
bioavailabilitas yang rendah.
3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal
ataupun obat yang diabsorbsi di lambung seperti antasida.4.
Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya)
yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding
lambung.Referensi
Chawla, G. (2003). A means to address regional variability in
intestinal drug absorption. Pharm tech, 27, 5068.
Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., & Bariya, N. H.
(2004). A More Relevant Dissolution Method for Evaluation of a
Floating Drug Delivery System. dissolutiontech, 11, 2226.
Maheta, H., Patel, M., Patel, K., & Patel, M. (2014).
Review: An Overview on Floating Drug Delivery System. PharmaTutor,
2(3), 6171.
Timmermans, J., & Mos, A. J. (1990). How well do floating
dosage forms float? International Journal of Pharmaceutics, 62(23),
207216. doi:10.1016/0378-5173(90)90234-U
Gambar. skematis dari alat linear force transmitter device (FTD)
ADDIN ZOTERO_ITEM CSL_CITATION
{"citationID":"V3iBCuMl","properties":{"formattedCitation":"{\\rtf
(Timmermans & Mo\\uc0\\u235{}s,
1990)}","plainCitation":"(Timmermans & Mos,
1990)"},"citationItems":[{"id":881,"uris":["http://zotero.org/users/local/ohRgVohG/items/982N2IGK"],"uri":["http://zotero.org/users/local/ohRgVohG/items/982N2IGK"],"itemData":{"id":881,"type":"article-journal","multi":{"main":{},"_keys":{}},"title":"How
well do floating dosage forms
float?","container-title":"International Journal of
Pharmaceutics","page":"207-216","volume":"62","issue":"23","source":"ScienceDirect","abstract":"Peroral
floating dosage forms have up to now been used and prescribed
without having achieved any determination of their real floating
capabilities versus time. Using a novel in vitro resultant-weight
measuring system, the authors present different examples of
floating-force kinetics obtained from polymeric matrix floating
forms, amongst which several are marketed products and others have
undergone in vivo experiments conducted on human volunteers. The
floating curves are showing that the bulk density of a dosage form
is not the most appropriate parameter for describing its buoyancy
capabilities. These capabilities are, however, perfectly
represented and monitored by resultant-weight measurements. Results
also indicate that the magnitude of floating strength may vary as a
function of time and usually decreases after immersion of the
dosage form into the fluid consequently to the evolution of its
hydrodynamical equilibrium. To prevent drawbacks of unforeseeable
floating capability variations during in vivo studies, the authors
suggest optimization of dosage form formulations to be realised
with respect to the significance level, the stability and
durability of the floating forces
produced.","DOI":"10.1016/0378-5173(90)90234-U","ISSN":"0378-5173","journalAbbreviation":"International
Journal of
Pharmaceutics","author":[{"family":"Timmermans","given":"J.","isInstitution":"","multi":{"_lst":[],"_key":{},"main":false}},{"family":"Mos","given":"A.
J.","isInstitution":"","multi":{"_lst":[],"_key":{},"main":false}}],"issued":{"date-parts":[["1990",7,31]]},"accessed":{"date-parts":[["2014",5,7]]}}}],"schema":"https://github.com/citation-style-language/schema/raw/master/csl-citation.json"}
(Timmermans & Mos, 1990).