Page 1
FITOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM Pb DAN Cd
MENGGUNAKAN JERAMI HASIL FERMENTASI
Trichoderma viride YANG DIPAPAR IRADIASI GAMMA
DOSIS 250 GRAY
YULLITA SARI LIYA ANDINI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/ 1436 H
Page 2
FITOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM Pb DAN Cd
MENGGUNAKAN JERAMI HASIL FERMENTASI
Trichoderma viride YANG DIPAPAR IRADIASI GAMMA
DOSIS 250 GRAY
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
YULLITA SARI LIYA ANDINI
1110096000022
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/ 1436 H
Page 3
FITOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM Pb DAN Cd
MENGGUNAKAN JERAMI HASIL FERMENTASI
Trichoderma viride YANG DIPAPAR IRADIASI GAMMA
DOSIS 250 GRAY
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
YULLITA SARI LIYA ANDINI
1110096000022
Menyetujui,
Page 4
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Pb dan Cd
Menggunakan Jerami Hasil Fermentasi Trichoderma viride yang Dipapar
Iradiasi Gamma Dosis 250 Gray” yang ditulis oleh Yullita Sari Liya Andini,
NIM 1110096000022 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang
Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Senin, 19 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Page 5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, April 2015
YULLITA SARI LIYA ANDINI
1110096000022
Page 6
ABSTRAK
YULLITA SARI LIYA ANDINI, Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Pb dan Cd
Menggunakan Jerami Hasil Fermentasi Trichoderma viride yang Dipapar Iradiasi
Gamma Dosis 250 Gray. Dibimbing oleh TRI RETNO DYAH LARASATI dan
HENDRAWATI
Kontaminasi tanah oleh logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) merupakan salah satu
bentuk pencemaran lingkungan yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup.
Kandungan logam berat yang melebihi ambang batas akan masuk kedalam tubuh
baik secara langsung maupun tidak langsung (rantai makanan). Salah satu cara untuk
menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan melakukan fitoremediasi dengan
memanfaatan limbah jerami padi yang difermentasi oleh Trichoderma viride yang
diberikan paparan radiasi sinar gamma dosis 250 Gray. Tujuan dari penelitian ini
untuk melihat pengaruh pemberian Trichoderma viride yang dipapar iradiasi gamma
dosis 250 Gray pada fermentasi jerami padi untuk meningkatkan daya akumulasi
logam Pb dan Cd dalam zona perakaran tanaman jagung manis (Zea mays). Terdapat
tiga tahapan proses dalam penelitian ini, yaitu tahapan SSF (Solid State
Fermentation), Inkorporasi dan Landfarming. Proses fermentasi dilakukan selama 16
hari percobaan. Selanjutnya, hasil dari proses SSF (Solid State Fermentation)
dicampurkan dalam tanah tercemar logam berat dan menunjukkan hasil bahwa
pemberian Trichoderma viride pada proses SSF berpengaruh nyata terhadap nilai pH,
kadar air dan TPC keempat perlakuan sampel. Hasil proses inkorporasi kemudian
diaplikasikan dengan menggunakan tanaman jagung manis (Zea mays). Akumulasi
logam berat pada tanaman jagung di analisa dengan instrumentasi AAS. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa akumulasi logam Pb dalam akar tanaman pada
sampel K sebesar 33.66 mg/kg, sampel A sebesar 26.80 mg/kg, sampel B sebesar
51.47 mg/kg, dan sampel C sebesar 55.70 mg/kg. Sementara serapan logam Cd pada
akar tanaman jagung dalam sampel K menunjukkan serapan Cd sebesar 269.65
mg/kg, sampel A sebesar 445.70 mg/kg, sampel B sebesar 337.17 mg/kg dan sampel
C sebesar 336.72 mg/kg. Proses fitoremediasi ini berlangsung berdasarkan prinsip
fitostabilisasi.
Kata Kunci : Fitoremediasi, Logam timbal (Pb), Logam kadmium (Cd), Trichoderma
viride
Page 7
ABSTRACT
YULLITA SARI LIYA ANDINI, Phytoremediation Soil Contaminated of Pb and Cd
Metal Using Rice Straw Fermented by Trichoderma viride that Exposure 250 Gray
Gamma Irradiation. Dibimbing oleh TRI RETNO DYAH LARASATI dan
HENDRAWATI
Soil contamination by lead (Pb) and cadmium (Cd) is one of environmental pollution
that harmful for living organisms. The heavy metals content that exceed the threshold
will be taken into the body either directly or indirectly (food chain). One way to
resolve this problem is by using phytoremediation with rice straw fermented by
Trichoderma viride that exposure 250 gray of gamma irradiation. The purpose of this
study was to look at the effect of Trichoderma viride were exposed by 250 Gray
gamma irradiation to improve the ability of Pb and Cd accumulation in the root zone
of sweet corn plant (Zea mays). There are three stages in the research process, that is
SSF (Solid State Fermentation), incorporation, and Landfarming. The fermentation
process is doing on 16-days trial. Furthermore, the results of the SSF (Solid State
Fermentation) mixed in soil that has been contaminated with heavy metals showed
that Trichoderma viride which added on SSF showed the real impact on the value of
pH, water content of the four treated samples. Results incorporation process and then
applied with a crop of sweet corn (Zea mays). Accumulation of heavy metals in sweet
corn plant, analyzed by AAS. The measurement results show that the accumulation of
Pb in the roots of plants in the sample K amounted of 33.66 mg/kg, sample A of 26.80
mg/kg, the sample B of 51.47 mg/kg, and sample C of 55.70 mg/kg. While the metals
Cd uptake in the roots of corn plants in the sample K showed Cd uptake of 269.65
mg/kg, the sample A of 445.70 mg/kg, the sample B of 337.17 mg/kg and sample C of
336.72 mg/kg. The phytoremediation process takes place based on the
fitostatbilization principle.
Keywords : Fitoremediation, Lead (Pb), Cadmium (Cd), Trichoderma viride
Page 8
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas
berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Skripsi yang berjudul “Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Pb dan
Cd Menggunakan Jerami Hasil Fermentasi Trichoderma viride yang Dipapar
Iradiasi Gamma Dosis 250 Gray” disusun berdasarkan hasil penelitian di
Laboratorium Lingkungan PAIR-BATAN (Pasar Jumat) sebagai salah satu
persyaratan untuk meraih gelar Strata Satu (S1) Kimia, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari
bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Tri Retno Dyah Larasati, M.Si selaku Pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan, pengetahuan, serta bimbingannya sehingga
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Hendrawati, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan serta meluangkan waktunya untuk membantu
penulisan skripsi ini.
Page 9
ix
3. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Nana Mulyana, S.ST yang banyak memberikan pengarahan, pengetahuan,
serta bantuannya selama penelitian berlangsung, sehingga penulis bisa
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
6. Dr.Thamzil Las dan Isalmi Aziz, M.T selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan masukan dalam skripsi ini.
7. Segenap dosen program studi kimia atas ilmu pengetahuan dan ilmu hidup
yang dengan ikhlas diajarkan kepada penulis.
8. Kedua orang tua tercinta atas segala doa, pengorbanan, nasihat dan
motivasinya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
9. Adikku Danu Setyo Adi Nugroho yang telah menjadi penghibur dan
penyemangat.
10. Andika Abdika yang selalu menjadi penyemangat, selalu memberikan
nasehat, motivasi dan selalu meluangkan waktunya untuk membantu
penulis dalam kondisi apapun.
11. Annisa, Intan, Rizki, Bibah, Ami, Wanda, Susi, Ziah, Mei, Ismi, Reva,
Aulia, Liyana, Kevin, Eliyah, Dewi, Alfi, Lika, Kak Momo, Kak Tata,
Kak Ela, Kak Ayi, Kak Ayu yang selalu memberikan bantuan dan menjadi
teman bercerita, menjadi penyemangat dan penghibur selama ini.
Page 10
x
12. Teman-teman kimia angkatan 2010, 2011 dan 2012 yang senantiasa
memberi dukungan, motivasi dan keceriaan kepada penulis.
13. Pak Wardi, Pak Edi, Pak Dadang, dan Mas Arif yang banyak membantu
selama penelitian berlangsung.
14. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak
langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, April 2015
Penulis
Page 11
xi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3. Pembatasan Masalah ............................................................................ 7
1.4. Hipotesis ............................................................................................... 7
1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
1.6. Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 9
2.1. Jerami Padi ........................................................................................... 9
2.2. Fermentasi ........................................................................................... 13
2.2.1. Fermentasi Substrat Padat atau Solid State Fermentation
(SSF) .......................................................................................... 14
2.2.2. Kelebihan dan Kekurangan SSF ................................................ 16
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi ......................... 16
2.3. Trichoderma viride ............................................................................. 18
2.3.1. Klasifikasi Trichoderma viride .................................................. 18
Page 12
xii
2.3.2. Morfologi Trichoderma viride ................................................... 19
2.3.3. Kegunaan Trichoderma viride ................................................... 20
2.4. Radiasi Sinar Gamma ........................................................................... 22
2.4.1. Sumber Radiasi ........................................................................ 22
2.4.2. Dosis Radiasi ............................................................................ 23
2.4.3. Interaksi Sinar Gamma dengan Materi .................................... 24
2.4.4. Irradiator Gamma Co-60 .......................................................... 24
2.4.5. Aplikasi Radiasi Gamma.......................................................... 26
2.5. Fitoremediasi ........................................................................................ 27
2.6. Logam Berat (Pb dan Cd) .................................................................... 32
2.7. Tanaman Jagung Manis (Zea mays) ..................................................... 34
2.7.1. Klasifikasi Tanaman Jagung (Zea mays) ................................... 34
2.7.2. Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays) .................................... 34
2.5.Instrumentasi AAS ................................................................................ 36
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 40
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 40
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 40
3.3. Rancangan Penelitian ........................................................................... 41
3.4. Prosedur Kerja ...................................................................................... 42
3.4.1. Solid State Fermentation (SSF) .................................................. 42
3.4.1.1. Preparasi Jerami Padi (ONG et al., 2012) ...................... 42
3.4.1.2. Preparasi Kultur dan Iradiasi Gamma ............................ 42
3.4.1.3. Preparasi Inokulan Fungi (Manpreet, 2005) ................... 42
Page 13
xiii
3.4.1.4. Penentuan Kemampuan Ikat Air atau Water Holding
Capacity (WHC) (Ahn, 2009) ......................................... 43
3.4.1.5. Fermentasi Jerami Padi dengan Metode SSF ................. 43
3.4.2. Proses Landfarming .................................................................... 44
3.4.2.1. Penyiapan Media Tanam ................................................ 44
3.4.2.2. Penyiapan Tanaman Model ........................................... 45
3.4.2.3. Pemanenan ..................................................................... 46
3.4.2.4. Pengeringan ................................................................... 46
3.4.3. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) ........................ 46
3.4.4. Penentuan Viabilitas Fungi (Nakagiri, 2005) ............................. 46
3.4.5. Uji Aktivitas Enzim Selulase (Miller, 1972) .............................. 47
3.4.6. Pengukuran pH ........................................................................... 48
3.4.7. Penentuan Kadar Air (BSN 1992) .............................................. 48
3.4.8. Kadar Abu dan Bahan Organik (BSN 1992) .............................. 49
3.4.9. Penentuan Total Nitrogen (Kjehldal, 1883) ............................... 49
3.4.10. Penentuan Kadar C Organik (Walkley dan Black, 1934) ......... 50
3.4.11. Analisa Instrumentasi (Darmono, 1995) .................................. 51
3.4.11.1. Destruksi ................................................................... 51
3.4.11.2. Pembuatan larutan standar ......................................... 51
3.4.11.3. Pengukuran Pb dan Cd dengan Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA) ................................................ 52
3.5 . Analisis Data ........................................................................................ 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 54
4.1. Analisis Kualitas Proses SSF dan Inkorporasi ..................................... 56
Page 14
xiv
4.1.1. Analisis pH .................................................................................. 56
4.1.2. Analisis Kadar Air....................................................................... 59
4.1.3. Analisis Kadar Abu ..................................................................... 63
4.1.4. Analisis Kadar Bahan Organik.................................................... 67
4.1.5. Analisis Aktivitas Enzim ............................................................ 70
4.1.6. Analisis TPC (Total Plate Counting) .......................................... 74
4.1.7. Analisis Rasio C/N ...................................................................... 78
4.2. Aplikasi Hasil Remediasi (Landfarming) ............................................ 81
4.2.1. Tinggi Tanaman Jagung .............................................................. 81
4.2.2. Bobot Kering Tanaman Jagung ................................................... 83
4.2.3. Serapan Logam Berat .................................................................. 85
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 95
LAMPIRAN ............................................................................................... 104
Page 15
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jerami Padi ............................................................................ 9
Gambar 2. Struktur Selulosa ................................................................... 10
Gambar 3. Struktur Xilan dan Struktur Glukomannan............................ 11
Gambar 4. Satuan Penyusun Lignin ........................................................ 12
Gambar 5. Proses Pemecahan Kompleks Lignoselulosa......................... 14
Gambar 6. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase ............. 15
Gambar 7. Trichoderma viride ................................................................ 20
Gambar 8. Irradiator Gamma Chamber 4000A ....................................... 26
Gambar 9. Tanaman Jagung Manis (Zea mays) ...................................... 36
Gambar 10. Skema Umum Komponen pada alat SSA .............................. 38
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Pengukuran pH sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0
Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada
tahapan Solid State Fermentation selama 16 hari fermentasi.
Pengukuran pH sampel K (Tanah dengan cemaran logam),
A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering
tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran
logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride 250 Gy)
pada tahapan Inkorporasi selama 28 hari………………
Pengukuran Kadar Air sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0
Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada
tahapan Solid State Fermentation selama 16 hari
fermentasi…………………………………………………..
56
58
60
Page 16
xvi
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Pengukuran Kadar Air sampel K (Tanah dengan cemaran
logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
250 Gy) pada tahapan Inkorporasi selama 28 hari…... 62
Pengukuran Kadar Abu sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0
Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada
tahapan Solid State Fermentation selama 16 hari
fermentasi…………………………………………………...
....
65
Pengukuran Kadar Air sampel K (Tanah dengan cemaran
logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
250 Gy) pada tahapan Inkorporasi selama 28 hari ……… 66
Pengukuran Kadar Bahan Organik sampel J1 (Kontrol
perlakuan tanpa Trichoderma viride), J2 (Jerami dan
Trichoderma viride 0 Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma
viride 250 Gy) pada tahapan Solid State Fermentation
selama 16 hari fermentasi…………………………………... 68
Pengukuran Kadar Bahan Organik sampel K (Tanah
dengan cemaran logam), A (Tanah cemaran logam dengan
tambahan jerami kering tanpa fermentasi), B (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Inkorporasi
selama 28 hari……………………………………………… 69
Pengukuran Aktivitas Enzim sampel J1 (Kontrol perlakuan
tanpa Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma
viride 0 Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy)
pada tahapan Solid State Fermentation selama 16 hari
fermentasi…………………………………………………
….
72
Page 17
xvii
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
Gambar 25.
Pengukuran Aktivitas Enzim sampel K (Tanah dengan
cemaran logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan
jerami kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam
dengan jerami SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
250 Gy) pada tahapan Inkorporasi selama 28
hari………………………………………………………….. 73
Pengukuran TPC Fungi sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0
Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada
tahapan Solid State Fermentation selama 16 hari fermentasi..
75
Pengukuran TPC Fungi sampel K (Tanah dengan cemaran
logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
250 Gy) pada tahapan Inkorporasi selama 28
hari…………………………………………………………
………..…. 76
Pengukuran TPC Bakteri sampel K (Tanah dengan cemaran
logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
250 Gy) pada tahapan Inkorporasi selama 28 hari…… 77
Pengukuran Rasio C/N sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0
Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada
tahapan Solid State Fermentation H-0 dan H-16
fermentasi…………………………………………………….
79
80
Pengukuran Rasio C/N sampel K (Tanah dengan cemaran
logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
250 Gy) pada H-0 dan H-28 tahapan
Inkorporasi……………………………………….…………
………………………….
Page 18
xviii
Gambar 26.
Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
DAFTAR LAMPIRAN
Pengukuran Tinggi Tanaman Jagung sampel K (Tanah
dengan cemaran logam), A (Tanah cemaran logam dengan
tambahan jerami kering tanpa fermentasi), B (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 250 Gy) selama 28 hari………………… 82
Pengukuran Bobot Kering Tanaman Jagung sampel K
(Tanah dengan cemaran logam), A (Tanah cemaran logam
dengan tambahan jerami kering tanpa fermentasi), B (Tanah
cemaran logam dengan jerami SSF dan Trichoderma viride
0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Inkorporasi
selama 28 hari………………………………………………. 84
Pengukuran Serapan Logam Pb sampel K (Tanah dengan
cemaran logam), A (Tanah dengan tambahan jerami kering
tanpa fermentasi), B (Tanah dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 250 Gy)………………………………… 87
Pengukuran Serapan Logam Cd sampel K (Tanah dengan
cemaran logam), A (Tanah dengan tambahan jerami kering
tanpa fermentasi), B (Tanah dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah dengan jerami SSF
dan Trichoderma viride 250 Gy)…………………………… 90
Page 19
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perlakuan Sampel .......................................................................... 41
Tabel 2. Hasil Analisa Proses Solid State Fermentation (SSF) ................... 55
Tabel 3. Hasil Analisa Proses Inkorporasi .................................................. 55
Tabel 4. Hasil Analisa Proses Landfarming ................................................ 55
Page 20
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ........................................................... 104
Lampiran 2. Lampiran Hasil Pengukuran .................................................. 105
Lampiran 3. Lampiran Data Perhitungan ................................................... 112
Lampiran 4. Lampiran Uji ANOVA ......................................................... 115
Lampiran 5. Lampiran Dokumentasi Kegiatan .......................................... 139
Page 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mendukung kesejahteraan
Indonesia. Setiap tahunnya, Indonesia mengalami penurunan kualitas hasil pertanian.
Menurunnya kualitas hasil pertanian disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya
dikarenakan adanya kontaminasi logam berat dalam tanah pertanian yang dapat
membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari
tanah yang tercemar logam berat tersebut (Subowo et al., 1999). Logam berat
merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi. Beberapa unsur logam berat
seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg), arsen (As) dan alumunium (Al)
tidak mempunyai fungsi biologis bagi manusia. Logam-logam tersebut sangat
berbahaya walaupun dalam jumlah yang relatif kecil dan menyebabkan keracunan
(toksik) pada makhluk hidup. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya
tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur
kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman yang sensitif terhadap logam
berat tertentu (Darmono, 1995).
Logam timbal (Pb) yang mencemari tanah dapat berasal dari kegiatan industri
pembuatan lempengan baterai, aki, bahan peledak, pateri, pembungkus kabel,
pigmen, cat anti karat, pelapisan logam, serta penggunaan pupuk fosfat dalam bidang
Page 22
2
pertanian (Juhaeti dkk, 2004). Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ
tanaman, yaitu daun, batang, dan akar umbi-umbian seperti bawang merah.
Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh
toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan (Nopriani, 2011).
Logam berat kadmium (Cd) terdapat dalam tanah secara alami dengan
kandungan rata-rata rendah yaitu 0,4 mg/kg tanah. Kandungan Cd pada tanah bebas
polusi adalah 0,06-1,00 mg/kg tanah. Peningkatan kandungan Cd dapat berasal dari
asap kendaraan bermotor dan pupuk fosfat yang terakumulasi di tanah. Akumulasi
dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan kandungan Cd dalam tanah dan
tanaman yang sedang tumbuh. Kadmium sangat membahayakan kesehatan karena
pengaruh racun akut dari unsur tersebut sangat buruk. Di antara penderita yang
keracunan kadmium mengalami tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kerusakan
jaringan testikular, dan kerusakan sel-sel jaringan darah merah (Subowo et al.,
1999).
Masalah kontaminasi logam berat dapat diatasi dengan proses remediasi atau
pemulihan lahan yang tercemar dengan menggunakan tanaman sebagai agen
remediasinya. Fitoremediasi salah satu metode remediasi dengan mengandalkan pada
peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan
mengimobilisasi bahan pencemar logam berat. Tanaman mempunyai kemampuan
mengakumulasi logam berat yang bersifat esensial untuk pertumbuhan dan
perkembangan (Hardiani, 2009).
Page 23
3
Menurut Chaney et al (1995), fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian
polutan yang dimediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan, dan
tumbuhan air. Pencucian bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi
polutan ke bentuk yang tidak berbahaya. Terdapat beberapa prinsip fitoremediasi
yang sudah digunakan secara komersial maupun masih dalam taraf riset yaitu prinsip
berlandaskan pada kemampuan mengakumulasi kontaminan (phytoextraction) atau
pada kemampuan menyerap dan mentranspirasi air dari dalam tanah (creation of
hydraulic barriers). Kemampuan akar menyerap kontaminan dari air tanah
(rhizofiltration) dan kemampuan tumbuhan dalam memetabolisme kontaminan di
dalam jaringan (phytotransformation) juga digunakan dalam strategi fitoremediasi.
Fitoremediasi juga berlandaskan pada kemampuan tumbuhan dalam menstimulasi
aktivitas biodegradasi oleh mikroba yang berasosiasi dengan akar (phytostimulation)
dan imobilisasi kontaminan di dalam tanah oleh eksudat dari akar (phytostabilization)
serta kemampuan tumbuhan dalam menyerap logam dari dalam tanah dalam jumlah
besar dan secara ekonomis digunakan untuk meremediasi tanah yang bermasalah
(phytomining).
Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian tanaman padi yang jumlahnya
melimpah di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik pada periode 2009-2012
terjadi peningkatan produksi padi rata-rata 1,73% pertahun dan pada tahun 2012
dihasilkan 3.101.455 ton padi. Banyaknya produksi padi disetiap tahunnya,
menunjukkan pula terjadinya peningkatan limbah jerami padi. Limbah jerami padi ini
Page 24
4
belum dimanfaatkan secara optimal, selama ini jerami padi dimanfaatkan oleh petani
sebagai pakan ternak sekitar 22%, pupuk kompos sekitar 20-29% dan sisanya dibakar
untuk menghindari penumpukkan (Ikhsan dkk, 2009).
Saha (2004) menyatakan bahwa komponen terbesar penyusun jerami padi
adalah selulosa (35-50%), hemiselulosa (20-35%), dan lignin (10-25%). Bahan
organik yang paling banyak dihasilkan dalam pertanian tanaman padi ini merupakan
sumber bahan organik tanah yang potensial, relatif murah, dan mudah didapat
(Suhartatik dkk., 2001). Namun, pemanfaatan jerami padi memiliki beberapa kendala,
diantaranya dikarenakan rendahnya nilai kecernaan jerami padi yang disebabkan oleh
lignifikasi dinding sel tanaman. Lignin tersebut merupakan bagian dari dinding sel
tanaman yang terbentuk pada waktu penebalan dinding sekunder (Jung, 1989).
Sebagai limbah tanaman tua, jerami padi juga telah mengalami lignifikasi lanjut
sehingga menyebabkan terjadinya ikatan kompleks antara lignin, selulosa,
hemiselulosa dan lignoselulosa (Eun et al., 2006). Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas jerami padi adalah dengan memecah ikatan
kompleks lignoselulosa baik secara kimia, fisika, biologi maupun kombinasinya
(Doyle et al., 1986).
Pemanfaatan mikroorganisme yang memiliki sifat lignoselulolitik dapat
digunakan untuk memecah ikatan pada kompleks lignoselulosa melalui cara
fermentasi. Metode fermentasi yang sudah umum digunakan adalah Sub Merged
Fermentation (SMF) atau fermentasi media cair. Tetapi, biaya yang mahal serta
Page 25
5
rendahnya enzim yang dihasilkan menjadi masalah utama dalam aplikasinya (Kang et
al., 2004). Metode fermentasi lain yang dapat menjadi alternatif adalah fermentasi
substrat padat atau Solid State Fermentation (SSF). SSF merupakan sebuah metode
yang potensial untuk memproduksi enzim dengan biaya yang murah serta pengaturan
operasi yang lebih sederhana (Singhania, 2009). Jenis mikroorganisme penghasil
enzim selulase yang biasa digunakan pada proses SSF antara lain genus Trichoderma,
Aspergillus, dan Penicillium (Frazier dan Westhoff, 1998). Kapang Trichoderma
viride mempunyai sifat selulolitik dan menghasilkan enzim selulase yang dapat
merombak selulosa menjadi selubiosa hingga akhirnya menjadi glukosa (Mandels
dan Reese, 1957).
Pemakaian dosis iradiasi dapat digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan
mikroba yang bermanfaat (Siagian, 1980). Mutasi akibat iradiasi dapat memperbaiki
cendawan terinduksi untuk menghasilkan enzim yang lebih banyak daripada sebelum
diiradiasi (Lydia dkk, 1994). Paparan iradiasi gamma pada dosis 250 Gray
berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering miselia Trichoderma viride sekitar
16,2% (Afify et al., 2012). Biomassa sel mikroba baik hidup atau mati memiliki
kemampuan untuk menyerap logam berat (Ann Won Chew et al., 2012). Pada
penelitian ini digunakan dosis iradiasi 250 Gray yang didasarkan pada hasil orientasi
dosis iradiasi Trichoderma viride yang dilakukan oleh kelompok lingkungan PAIR-
BATAN sebelumnya. Hasil dari orientasi dosis menunjukkan iradiasi gamma pada
dosis 250 Gy dapat meningkatkan kemampuan fungi Trichoderma viride dalam
Page 26
6
menghasilkan enzim selulase dan mampu mereduksi ion Pb2+
dan Cd2+
pada medium
cair dengan optimal (Mulyana dkk, 2014)
Dalam penelitian ini dilakukan fitoremediasi lahan tercemar logam Pb dan Cd
dengan memanfaatkan limbah jerami padi sebagai substrat padat menggunakan
metode Solid State Fermentation (SSF) dan Trichoderma viride yang diiradiasi sinar
gamma dosis 250 Gray. Proses fitoremediasi kemudian di aplikasikan dengan
menggunakan tanaman jagung manis (Zea mays) sebagai tanaman indikator. Kadar
serapan logam Pb dan Cd pada tanaman jagung manis kemudian diukur dengan
menggunakan spektrofotometri serapan atom (SSA).
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Apakah iradiasi gamma dosis 250 Gray dapat meningkatkan kemampuan
Trichoderma viride pada proses solid state fermentation jerami padi yang
digunakan sebagai stimulan dalam proses fitoremediasi lahan tercemar logam Pb
dan Cd?
2. Apakah pemberian Trichoderma viride yang dipapar iradiasi gamma dosis 250 Gy
pada proses solid state fermentation jerami padi dapat meningkatkan kemampuan
akumulasi logam Pb dan Cd pada daerah perakaran tanaman jagung manis (Zea
mays)?
Page 27
7
1.3. Pembatasan Masalah
Parameter yang diamati adalah pengaruh dari Trichoderma viride yang
dipapar iradiasi gamma dosis 250 Gray terhadap nilai pH, kadar air, kadar abu, kadar
bahan organik, aktivitas enzim, TPC fungi dan bakteri, rasio C/N, tinggi tanaman,
bobot kering tanaman, kadar logam Pb dan Cd.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Iradiasi gamma dosis 250 Gray mampu meningkatkan kemampuan Trichoderma
viride pada proses solid state fermentation jerami padi yang digunakan sebagai
stimulan dalam proses fitoremediasi lahan tercemar logam Pb dan Cd
2. Pemberian Trichoderma viride yang dipapar iradiasi gamma dosis 250 Gy pada
proses solid state fermentation jerami padi dapat meningkatkan kemampuan
akumulasi logam Pb dan Cd pada daerah perakaran tanaman jagung manis (Zea
mays)
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh iradiasi gamma dosis 250 Gray dalam meningkatkan
kemampuan Trichoderma viride pada proses solid state fermentation jerami padi
Page 28
8
yang digunakan sebagai stimulan dalam proses fitoremediasi lahan tercemar logam
Pb dan Cd.
2. Pemberian Trichoderma viride yang dipapar iradiasi gamma dosis 250 Gy pada
proses solid state fermentation jerami padi dapat meningkatkan kemampuan
akumulasi logam Pb dan Cd pada daerah perakaran tanaman jagung manis (Zea
mays)
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah kepada
masyarakat tentang pengaruh iradiasi gamma dosis 250 Gray dalam meningkatkan
kemampuan Trichoderma viride pada proses solid state fermentation jerami padi
yang digunakan sebagai stimulan dalam proses fitoremediasi lahan tercemar logam
Pb dan Cd dan mengetahui pengaruh pemberian Trichoderma viride yang dipapar
iradiasi gamma dosis 250 Gy pada proses solid state fermentation jerami padi dalam
meningkatkan kemampuan akumulasi logam Pb dan Cd pada daerah perakaran
tanaman jagung manis (Zea mays)
Page 29
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jerami Padi
Jerami padi yang merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan
selulosa cukup tinggi (Juliano, 1985). Menurut Saha (2004) komponen terbesar
penyusun jerami padi adalah selulosa (35-50%), hemiselulosa (20-35%) dan lignin
(10-25%) dan zat lain penyusun jerami padi. Selulosa dan hemiselulosa merupakan
senyawa yang bernilai ekonomis jika dikonversi menjadi gula-gula sederhana. Gula
hasil konversi tersebut selanjutnya dapat difermentasi untuk menghasilkan produk-
produk bioteknologi seperti bioetanol, asam glutamat, asam sitrat dan lainnya. Jerami
padi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Jerami Padi
Selulosa merupakan polimer yang tersusun dari unit-unit ß-1,4-glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan ß-1,4-D-glikosida. Selulosa merupakan polisakarida yang
terdiri atas satuan-satuan dan mempunyai massa molekul relatif yang sangat tinggi,
Page 30
10
tersusun dari 2.000-3.000 glukosa. Rumus molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Sifat
fisik selulosa adalah zat yang padat, kuat, berwarna putih, dan tidak larut dalam
alkohol dan eter. Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Selulosa (Sixta, 2006)
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai berat molekul lebih
kecil daripada selulosa. Berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun atas glukosa,
hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Lima gula netral, yaitu
glukosa, mannosa, dan galaktosa (heksosan) serta xilosa dan arabinosa (pentosan)
merupakan konstituen utama hemiselulosa (Fengel dan Wegener, 1995). Berbeda
dari selulosa yang merupakan homopolisakarida dengan monomer glukosa dan
derajat polimerisasi yang tinggi (10.000–14.000 unit), rantai utama hemiselulosa
dapat terdiri atas hanya satu jenis monomer (homopolimer), seperti xilan, atau terdiri
atas dua jenis atau lebih monomer (heteropolimer), seperti glukomannan yang
merupakan hemiselulosa dominan pada graminiceae dan tumbuhan (Gambar 3).
Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut
dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya.
Hemiselulosa juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil
Page 31
11
hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis
hemiselulosa akan menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya (Winarno,
1984).
Gambar 3. (a) Struktur xilan, dan (b) Struktur glukomannan (Sixta, 2006)
Lignin merupakan zat organik yang memiliki polimer banyak dan merupakan
hal yang penting dalam dunia tumbuhan. Lignin tersusun atas jaringan polimer
fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa dan hemiselulosa sehingga menjadi
sangat kuat (Sun dan Cheng, 2002). Lignin merupakan salah satu bagian yang
berbentuk kayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji, bagian serabut kasar,
akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan
suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen (Hari Hartadi,
1983).
Page 32
12
Lignin memegang peranan penting dalam siklus karbon sebagai senyawa
aromatik yang banyak terdapat di alam, dan merupakan matriks pelindung di sekitar
mikrofibril selulosa pada dinding sel tanaman. Kebanyakan lignin mengandung
struktur aromatik nonfenolik yang tahan terhadap oksidasi enzimatik, dan kandungan
minor dari lignin merupakan struktur fenolik (Srebotnik et al., 1998). Satuan
penyusun lignin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Satuan Penyusun Lignin (Sixta, 2006)
Pemanfaatan substrat jerami padi sebagai media fermentasi yang banyak
mengandung selulosa untuk pertumbuhaan mikroorganisme memiliki prospek yang
baik karena memberikan alternatif biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan
pembuatan enzim dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik sebagai media
pertumbuhan mikroorganisme. Produksi enzim selulase dengan menggunakan
substrat jerami padi yang mengandung selulosa ini juga akan menghasilkan produk-
produk lain yang berguna bagi manusia seperti glukosa, etanol, protein sel tunggal
dan lain-lain (Darwis dan Sukara, 1990).
Page 33
13
Enzim selulase sendiri sangat penting perannya dalam hidrolisis selulosa
untuk menghasilkan glukosa, yang laku dipasaran dan dibutuhkan untuk berbagai
keperluan baik untuk keperluan pembuatan zat-zat kimia yang lain yang bernilai
ekonomis lebih tinggi seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik, maupun
digunakan sebagai sumber karbon perusahaan mikroba untuk produksi enzim dan
antibiotik (Gunam et al., 2004).
2.2. Fermentasi
Istilah fermentasi berasal dari bahasa latin yaitu ferverve yang berarti
mendidih yang digunakan untuk menggambarkan penampakan menarik dari sari
anggur yang terfermentasi (Sa’id, 1987). Fermentasi sering didefenisikan sebagai
proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa
memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama
adalah karbohidrat sedangkan asam amino dapat difermentasikan oleh beberapa
jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Sedangkan menurut Saono (1974) fermentasi
adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme (jasad
renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya, sehingga
terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu.
Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap
bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula
sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan
enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang
Page 34
14
sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Satiamihardja, 1989). Winarno (1995)
menyatakan bahwa pada proses fermentasi mikroba akan membutuhkan sejumlah
energi untuk pertumbuhannya dan perkembangbiakannya akan diperoleh melalui
perombakan zat makanan didalam substrat. Perubahan kimia yang terjadi di dalam
substrat diakibatkan oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut yang
meliputi perubahan molekul kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak
menjadi molekul yang mudah dicerna. Proses pemecahan kompleks lignoselulosa
pada jerami dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Pemecahan Kompleks Lignoselulosa (Mosier et al. 2005)
2.2.1. Fermentasi Substrat Padat atau Solid State Fermentation (SSF)
Fermentasi substrat padat adalah suatu jenis fermentasi di mana terjadi
degradasi komponen kimia padat oleh mikroba yang ditandai dengan tidak adanya air
bebas dalam sistem fermentasi tersebut. Dalam hal ini media berfungsi sebagai
sumber karbon, nitrogen maupun energi. Fermentasi media (substrat) padat
mempunyai kandungan nutrien per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per
volume dapat lebih besar (Dharma, 1992). Poses SSF menghasilkan produk yang
Page 35
15
lebih baik jika menggunakan fungi. Secara khas fungi tumbuh di alam pada media
padat seperti kayu, benih, batang, akar serta bagian kering dari komponen binatang
seperti kulit dan tulang pada kelembaban yang rendah (Heseltine, 1977).
Pada fermentasi substrat padat, terjadi proses pemecahan kompleks lignin dan
selulosa dari substrat menjadi komponen gula yang lebih sederhana. Kapang
Trichoderma viride mempunyai sifat selulolitik dan menghasilkan enzim selulase
yang dapat merombak selulosa menjadi selubiosa hingga akhirnya menjadi glukosa
(Mandels dan Reese, 1957). Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase (Miyamoto, 1997)
Page 36
16
2.2.2. Kelebihan dan Kekurangan SSF
Menurut Dharma (1992), fermentasi substrat padat dengan memanfaatkan
kapang atau fungi mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
1. Medium yang digunakan relatif sedehana
2. Ruangan yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil, karena air yang
digunakan sedikit
3. Inokulan dapat disiapkan secara sederhana
4. Kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat alaminya
5. Aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel
substrat
6. Produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah
Fermentasi substrat padat selain memiliki kelebihan juga memiliki beberapa
kekurangan antara lain memiliki keterbatasan jenis mikroba yang dapat digunakan,
membutuhkan jumlah spora inokulum yang cukup besar, dan pengaturan kadar air
yang optimum untuk pertumbuhan mikroba (Satiawihardja, 1989).
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
Proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Kadar Air
Mikroba tidak akan tumbuh tanpa adanya air. Air bertindak sebagai pelarut
dan sebagian besar aktivitas metabolik dalam sel dilakukan dalam lingkungan air. Air
Page 37
17
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan
kelangsungan proses fermentasi (Saono, 1976).
2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan petunjuk aktivitas ion H dalam suatu
larutan. Pada proses fermentasi, pH sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan
mikroba, dan berhubungan erat dengan suhu. Menurut Fardiaz (1989), jika suhu naik,
pH optimum untuk pertumbuhan juga naik. pH untuk penggunaan Trichoderma,
Sporotrichum, dan Aspergillus lebih stabil di antara pH 4 sampai 7 (Raimbault,
1988).
3. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi pertumbuhan
mikroba. Masing-masing mikroba mempunyai suhu optimum, minimum, dan
maksimum untuk pertumbuhannya. Suhu akan berpengaruh terhadap ukuran sel, dan
komposisi kimia sel (Shurtleff dan Aoyagi, 1979)
4. Lama Inkubasi
Lama inkubasi berkaitan erat dengan waktu yang dapat digunakan oleh
mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dalam medium fermentasi. Semakin
lama waktu fermentasi maka semakin banyak kandungan zat yang digunakan kapang
untuk hidupnya sehingga kandungan zat makanan yang tersisa akan semakin sedikit
(Mishra et al., 2013)
Page 38
18
5. Dosis Inokulum
Dosis inokulum yang digunakan menentukan panjang pendeknya waktu
inkubasi untuk mendapatkan hasil fermentasi yang baik. Inokulum mengandung
spora yang pada saat pertumbuhannnya menghasilkan enzim yang dapat menguraikan
substrat menjadi komponen yang lebih sederhana, lebih mudah larut serta
menghasilkan flavor dan aroma yang khas. Semakin banyak jumlah spora yang
dihasilkan maka laju pertumbuhan akan semakin cepat (Bishop dan Slack, 1987).
6. Konsentrasi Substrat dan Nutrien
Pertumbuhan fungi akan optimum jika nutrient yang diperlukan dan kondisi
media sesuai. Semua mikroba memerlukan nutrient dasar untuk kehidupan dan
pertumbuhannya yaitu sebagai sebagai sumber karbon, nitrogen, energi, serta faktor
pertumbuhan lainnya seperti vitamin dan mineral (Fardiaz, 1992).
2.3. Trichoderma viride
2.3.1. Klasifikasi Trichoderma viride
Klasifikasi jamur Trichoderma viride menurut Alexopoulus dan Mims (1979)
adalah sebagai berikut ini :
Kingdom : Fungi
Divisi : Amastigomycota
Subdivisi : Deuteromycotina
Klas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Species : Trichoderma viride
Page 39
19
2.3.2. Morfologi Trichoderma viride
Trichoderma mempunyai koloni yang berwarna hijau muda sampai hijau tua.
Konidia kapang tersebut bulat dan tersusun seperti buah anggur. Tingkat
pertumbuhannya cepat sehingga dalam empat atau lima hari koloninya sudah
memenuhi cawan petri. Trichoderma termasuk kapang yang mudah ditemukan
diberbagai substrat tanah. Trichoderma umum ditemukan sebagai komponen yang
dominan pada mikroflora tanah terutama lapisan humus hutan maupun pertanian.
Trichoderma merupakan biokontrol jamur fitopatogen genus tersebut menghasilkan
enzim-enzim yang mampu melisiskan dinding sel jamur, seperti kitinase dan
glukanase.
Susunan sel kapang Trichoderma viride bersel banyak berderet membentuk
benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat,
dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya
dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora, karena
sifatnya inilah Trichoderma dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi
(Alexopoulus dan Mims, 1979). Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan
terlihat putih bersih dan bermiselium kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki
warna hijau kekuningan (Larry, 1977). Kapang ini memiliki bagian yang khas antara
lain miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat, dan cabang yang
paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang berbentuk
verticillate. Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang bentuknya menyerupai
botol (fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal maupun berkelompok. Konidianya
Page 40
20
berwarna hijau cerah bergerombol membentuk menjadi seperti bola dan berkas-
berkas hifa terlihat menonjol jelas diantara konidia spora (Frazier dan Westhoff,
1981). Trichoderma berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di
ujung fialida atau cabang dari hifa (Gambar 7).
Protoplasma merupakan bagian keseluruhan sel yang telah terpisah dari
dinding sel, atau dihasilkan dari degradasi dinding sel. Keberadaan dinding sel telah
menghambat terjadinya perubahan komposisi protoplas secara genetik dan
sitokinesis. Isolasi protoplas sangat diperlukan untuk memperbaiki kualitas strain
maupun perkawinan interspesies (Pederby, 1976).
Gambar 7. Trichoderma viride (Wikipedia.org)
2.3.3. Kegunaan Trichoderma viride
Trichoderma viride adalah salah satu jenis jamur yang bersifat selulolitik
karena dapat menghasilkan selulase. Judoamidjojo dkk (1990), menyatakan bahwa
banyak kapang yang bersifat selulolitik tetapi tidak banyak yang menghasilkan enzim
selulase yang cukup banyak untuk dapat dipakai secara langsung tanpa sel bagi usaha
Page 41
21
dan skala besar. Menurut Wood (1985), Trichoderma viride merupakan
mikroorganisme yang mampu menghancurkan selulosa tingkat tinggi dan memiliki
kemampuan untuk mensintesis beberapa faktor esensial untuk melarutkan berbagai
selulosa yang terikat kuat dengan ikatan hidrogen. Menurut Mandels (1982),
Trichoderma viride merupakan jamur yang potensial memproduksi selulase dalam
jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa.
Beberapa isolat kapang selulolitik seperti Aspergillus sp, Penicillium sp,
Trichoderma viride, Trichoderma spiralis dan Chatomium sp, telah diketahui efisien
dalam mendekomposisikan jerami dan sisa tanaman lainnya (Gaur, 1981). Kapang
Trichoderma viride dilaporkan mempunyai sifat selulolitik. Trichoderma viride telah
dimanfaatkan untuk mengisolasi xylooligosaccharida dari bronjong sawit (Salina et
al., 2008), memfermentasi limbah agroindustri (Prayitno, 2008.), memfermentasi
janggel jagung sebagai pakan alternatif pada musim kemarau (Rohaeni dkk, 2006).
Kapang Trichoderma viride juga digunakan untuk meningkatkan nilai
manfaat jerami padi melalui fermentasi, karena jamur ini mempunyai sifat selulolitik
dan mengeluarkan enzim selulase yang dapat merobak selulosa menjadi selubiosa
hingga akhirnya menjadi glukosa (Mandels dan Reese., 1957). Pada penelitian ini
dilakukan proses fermentasi jerami dengan menggunakan Trichoderma viride sebagai
bioaktivator untuk melakukan proses fermentasi jerami padi berdasarkan metode
solid state fermentation (SSF).
Page 42
22
2.4. Radiasi Sinar Gamma
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk
panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber energi.
Radiasi dengan tingkat energi yang terukur atau diketahui dosisnya disebut iradiasi.
Iradiasi dengan energi yang tinggi dapat mengadakan reaksi dengan obyek yang
dikenai dengan cara ionisasi, yaitu dihasilkannya ion-ion dalam bahan yang ditembus
oleh energi tersebut (BATAN, 2009). Selain itu radiasi dapat diartikan sebagai suatu
pancaran energi yang berpindah melalui partikel-partikel yang bergerak dalam ruang
atau melalui gerak gelombang cahaya. Iradiasi yang terjadi akibat peluruhan inti atom
dapat berupa partikel alfa, beta, dan sinar gamma (Sinaga, 2000). Sinar gamma akan
dipilih sebagai fokus pembahasan. Sinar gamma merupakan salah satu contoh radiasi
ionisasi karena sinar gamma dapat menghasilkan ion ketika berinteraksi dengan
materi lain yang ditumbuknya (ANL, 2005).
2.4.1. Sumber Radiasi
Sumber radiasi terdiri atas sumber radiasi alam (radium, radon, kobalt-60,
cesium-137, dan stronsium-90) dan sumber radiasi buatan (sinar x, akselerator Van de
Graaf, betatron, siklotron, berkas elektron, dan reaktor nuklir) (Spinks and Woods,
1976).
Isotop Cobalt-60 merupakan radioisotop buatan yang diproduksi dengan
mengiradiasi logam murni Cobalt-59 dengan neutron dalam suatu reaktor nuklir.
Co59
+ n Co60
+ γ ( σ = 36 barn)
Page 43
23
Cobalt-60 yang dihasilkan bersifat labil sehingga akan meluruh menuju keadaan
stabil sebagai Ni-60 dengan dua macam energi, yaitu 1,17 MeV dan 1,33 MeV
dengan energi total 2,5 MeV. Disamping itu Cobalt-60 mempunyai sifat tidak larut
dalam air sehingga dapat digunakan iradiator yang menggunakan air sebagai perisai
radiasi (BATAN, 2008).
2.4.2. Dosis Radiasi
Dosis adalah kuantisasi dari proses yang ditinjau sebagai akibat dari radiasi
yang mengenai suatu materi. Salah satu satuan yang sering digunakan untuk
menyatakan dosis radiasi adalah dosis serap, yaitu dosis yang digunakan untuk
menyatakan energi yang diserap per satuan massa jaringan. Dosis ini penting karena
kerusakan akibat radiasi bergantung pada penyerapan energi radiasi dan sebanding
dengan konsentrasi rata-rata energi yang diserap oleh jaringan yang terkena radiasi
tersebut. Berdasarkan sistem internasional, satuan untuk dosis serap ini adalah gray
(Gy). Satu gray didefinisikan sebagai dosis radiasi yang diserap dalam satu joule (J)
per kilogram (kg). Jadi, 1 Gy = 1 J/kg. Secara universal, gray berlaku untuk dosimetri
semua jenis radiasi ionisasi, termasuk radiasi eksternal seperti sinar gamma, neutron,
dan partikel bermuatan, maupun radiasi internal seperti radionuklida yang terdeposit
di dalam tubuh. Selain itu, gray juga berlaku untuk semua jenis bahan yang dikenai
oleh radiasi (Cember dan Johnson, 2009). Alat yang digunakan untuk mengukur
besarnya dosis radiasi adalah dosimeter. Dosimeter yang umum digunakan adalah
Page 44
24
Fricke yaitu dosimeter yang mampu mengukur dosis sinar gamma antara 40 – 400
Gy. Pengukuran diluar selang dosis tersebut dilakukan kalibrasi (Ismachin, 1988).
2.4.3. Interaksi Sinar Gamma dengan Materi
Sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dalam
bentuk partikel-partikel berenergi atau disebut foton (Donnel and Sangser, 1969).
Interaksinya dengan materi tergantung pada energi dan materinya sendiri. Jika sinar
gamma menembus materi, maka akan mengalami penyerapan oleh interaksi dengan
atom-atom dari bahan penyerap yaitu efek fotolistrik, hamburan Compton dan
produksi pasangan ion. Ketiga proses tersebut melepaskan elektron yang selanjutnya
dapat mengionisasi atom-atom lain dalam bahan. Ionisasi tersebut akan menghasilkan
spesi oksigen reaktif di antaranya adalah radikal superoksida (O-2
), radikal hidroksil
(OH.), dan hydrogen peroksida (H2O2) (Salter dan Hewitt, 1992).
2.4.4. Irradiator Gamma Co-60
Irradiator adalah alat yang digunakan untuk mengiradiasi suatu bahan, yaitu
dengan cara penyinaran. BATAN pertama kali memanfaatkan fasilitas iradiasi untuk
penelitian dalah pada tahun 1968. Fasilitas iradiasi tersebut oleh pabrikannya diberi
nama Gamma Cell 220 AECL, yaitu suatu fasilitas iradiasi gamma dengan zat
radioaktif Co-60 sebagai sumber radiasinya. Berdasarkan kategori yang ditetapkan
oleh IAEA, Gamma Cell termasuk iradiator gamma kategori I. Gamma Cell 220
AECL digunakan untuk iradiasi sampel yang dimensinya tidak terlalu besar, karena
Page 45
25
volume tempat meletakkan sampel sangat terbatas. Sampel–sampel yang tepat untuk
diiradiasi adalah benih tanaman, serangga, dan bebijian.
Untuk mengembangkan penelitian yang memanfaatkan radiasi, BATAN
memfasilitasi kebutuhan tersebut melalui pengadaan iradiator gamma kedua pada
tahun 1978. Oleh pabrikannya, iradiator gamma ini diberi nama Panoramic Batch
Irradiator (disingkat Panbit Irradiator) atau Iradiator Panorama Serbaguna yang
disingkat menjadi IRPASENA. Menurut kategori IAEA, IRPASENA termasuk
kategori II. Pertama kali dipasang aktivitas IRPASENA adalah 75 Ci dengan sumber
radiasi Co-60. Desainnya memungkinkan untuk meletakkan sampel penelitian di
sekitar sumber radiasi dengan jarak, posisi, dan volume yang bervariasi. Iradiator ini
dilengkapi dengan katrol yang fungsinya untuk mengangkat dan menurunkan sumber
radiasi. Pada meja lifter terdapat dua jenis rak sumber ini digunakan untuk tempat
unit kotak yang masing-masing unit kotak bisa memuat lima batang pensil Cobalt-60.
Pada tahun 1983 BATAN mendapat bantuan fasilitas iradiasi gamma yang
penggunaannya khusus untuk penelitian bahan latex. Karena itu, iradiator gamma
tersebut diberi nama Latex Irradiator atau Iradiator Karet Alam yang disingkat
menjadi IRKA. Berdasarkan desain dan konstruksinya, IRKA dikategorikan sebagai
iradiator gamma kategori IV. Dibandingkan dengan Gamma Cell dan IRPASENA,
IRKA memiliki aktivitas paling besar. Karena pemanfaatan IRKA untuk iradiasi latex
tidak dilakukan terus–menerus secara kontinu, maka untuk efisiensi sumber radiasi
yang digunakan telah dilakukan modifikasi pada ruang iradiasi. Modifikasi
dimaksudkan agar sampel penelitian yang dapat diiradiasi tidak hanya latex, tetapi
Page 46
26
juga sampel penelitian lain. Dengan memanfaatkan hasil penelitian, selain untuk
penelitian pengembangan teknologi radiasi, IRKA telah digunakan untuk pengawetan
dan sterilisasi produk industri dalam skala introduksi hingga saat ini.
Pada tahun 1993 berupa iradiator gamma kategori I yang berasal dari BARC,
India dan diberi nama Gamma Chamber 4000A. Dalam penelitian ini digunakan
Iradiator gamma Chamber 4000A untuk iradiasi kultur fungi Trichoderma viride.
Sesuai dengan namanya, Chamber 4000A memiliki volume atau ruang iradiasi
sebesar 4 liter (4000 cc). Pengoperasian Gamma Chamber 4000A sama dengan
pengoperasian Gamma Cell 220 AECL (BATAN, 2008). Irradiator gamma chamber
4000A dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Irradiator Gamma Chamber 4000A (BATAN, 2008)
2.4.5. Aplikasi Radiasi Gamma
Iradiasi gamma dosis rendah berpengaruh terhadap percepatan aktivitas enzim
oleh mikroba (Chakravarty et al., 2001). Trichoderma harzinum, Trichoderma viride
dan Trichoderma knongii yang diiradiasi gamma pada dosis 500 Gray dapat
Page 47
27
memproduksi exo-enzim yang sangat aktif sehingga mampu menurunkan
pertumbuhan patogen dengan persentase tertinggi (Haggag et al., 2002). Paparan
iradiasi gamma pada dosis 250 Gray berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering
miselia Trichoderma harzinum dan Trichoderma viridie masing-masing sekitar
22,8% dan 16,2% (Afify et al., 2012). Ketika populasi mikroba dipapar dengan
iradiasi gamma dosis rendah, hanya sebagian sel yang akan mengalami kerusakan
atau kematian. Peningkatan dosis iradiasi akan menurunkan jumlah organisme hidup
secara eksponensial (Moussa, 2003).
2.5. Fitoremediasi
Penerapan teknologi fitoremediasi menggunakan tumbuhan sebagai agensia
pembersih lingkungan bukanlah hal yang baru. Sejak lama kita telah mengenal
manfaat tumbuhan sebagai pengusir zat beracun dari udara, sehingga adanya
tumbuhan dianggap sebagai penyegar udara di sekitarnya. Dengan semakin dipahami
fisiologi dan genetika dari tumbuhan, maka pemanfaatan tumbuhan sebagai agensia
pembersih lingkungan dapat makin diperluas cakupannya dan diperhitungkan
manfaatnya dari segi rekayasa serta nilai ekonominya (Priyanto dan Prayitno, 2006).
Istilah fitoremediasi berasal dari kata phytoremediation. Kata ini sendiri
tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton yaitu
tumbuhan dan remediation yang berasal dari kata Latin remedium yang berarti
menyembuhkan. Dengan demikian fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan,
mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan pencemar, karena
Page 48
28
tanaman mempunyai kemampuan menyerap logam-logam berat dan mineral yang
tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fitochelator (Udiharto, 1992). Konsep
pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi tanah terkontaminasi
bahan pencemar adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah.
Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik juga unsur
logam (As,Cd,Cr,Hg,Pb,Zn,Ni dan Cu) dalam bentuk padat, cair dan gas (Salt et al.,
1996).
Pada remediasi lahan tercemar, tumbuhan mempunyai kemampuan untuk
menahan substansi toksik dengan cara biokimia dan fisiologisnya serta menahan
substansi non nutritif organik yang dilakukan pada permukaan akar. Bahan pencemar
tersebut akan dimetabolisme atau diimobolisasi melalui sejumlah proses termasuk
reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis. Mekanisme fisiologi fitoremediasi
dibagi menjadi (Salt et al., 1996) :
1. Fitoekstraksi, yaitu penyerapan polutan logam di dalam tanah oleh akar tumbuhan,
dan mengakumulasikan senyawa polutan tersebut ke bagian tumbuhan (akar,
batang, daun)
2. Fitodegradasi, yaitu pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk
mendegradasi senyawa organik yang memanfaatkan enzim dehalogenase dan
oksigenase di dalam jaringan tumbuhan.
3. Rhizofiltrasi, yaitu pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap dan
mengakumulasikan bahan pencemar, terutama logam berat, dari permukaan air
atau aliran air yang terkontaminasi limbah.
Page 49
29
4. Fitostabilisasi, yaitu penggunaan jenis tumbuhan tertentu untuk mengimobilisasi
bahan pencemar dalam lingkungan di daerah rhizosfer tanah dan permukaan air,
melalui absorpsi dan akumulasi oleh akar.
5. Fitovolatilisasi, yaitu pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan bahan pencemar,
atau pemanfaatan tumbuhan untuk memindahkan bahan pencemar dari udara.
Terjadi ketika tanaman menyerap logam berat, polutan di degradasi, dan kemudian
melepaskannya ke udara lewat daun.
Menurut Corseuil & Moreno (2000), mekanisme tumbuhan dalam
menghadapi bahan pencemar beracun adalah :
1. Penghindaran (escape) fenologis, yaitu pengaruh yang terjadi pada tanaman
musiman, tanaman dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada musim yang cocok.
2. Ekslusi, yaitu tanaman dapat mengenal ion yang bersifat toksik dan mencegah
penyerapan sehingga tidak mengalami keracunan.
3. Penanggulangan (ameliorasi), yaitu tanaman mengabsorpsi ion tersebut, tetapi
berusaha meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukan khelat
(chelation), pengenceran, lokalisasi atau bahkan ekskresi.
4. Toleransi, yaitu tanaman dapat mengembangkan sistem metabolit yang dapat
berfungsi pada konsentrasi toksik tertentu dengan bantuan enzim.
Hubungan mineralisasi dan tanaman telah diakui sejak abad pertengahan,
namun tidak sampai menganalisis jaringan tanaman untuk mengetahui konsentrasi
logam dalam jaringan (Memon et al., 2001). Interaksi tanaman dan tanah merupakan
hubungan ekosistem mikro di sekitar akar tanaman yang ditandai oleh perbedaan
Page 50
30
kondisis fisik, kimia dan biologis. Larutan air tanah yang mengandung mineral
diambil melalui akar ke seluruh bagian tanaman melalui proses penyerapan air oleh
tanaman (Robinson et al., 2003). Beberapa tanaman telah menunjukkan pola respon
terhadap kehadiran konsentrasi logam yang tinggi dalam tanah. Kebanyakan tanaman
sensitif terhadap konsentrasi logam yang tinggi dan sebagian lain mengalami
resistensi, toleransi, dan akumulasi dalam jaringan akar hingga ke seluruh bagian
tanaman seperti tunas, bunga, batang, dan daun (Barcelo et al., 1994). Tanaman
hiperakumulator secara efisien mengekstrak logam dari dalam tanah kemudian
ditranslokasikan ke seluruh jaringan tanaman. Setelah masa pertumbuhan cukup,
tanaman dipanen dan selanjutnya dikeringkan (Anderson et al., 1999). Tanaman yang
ideal untuk fitoremediasi harus memiliki produktivitas biomassa yang tinggi,
toleransi yang tinggi, dan kapasitas akumulasi konsentrasi yang tinggi dari
kontaminan. Tanaman cukup mampu untuk menyerap kontaminan dalam konsentrasi
tinggi tanpa kerusakan yang lebih besar untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini tidak
hanya untuk membersihkan tanah tetapi juga air. Penyerapan dan akumulasi
kontaminan tergantung pada sifat dan jenis tanaman (Rija, 2000).
Ada tiga kemungkinan mekanisme yang terjadi dalam proses fitostabilisasi,
yaitu reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan pengikatan bahan organik ke dalam
bagian lignin tanaman. Untuk meningkatkan kemampuan penyerapan logam-logam
oleh akar, akhir-akhir ini juga dicoba tanaman yang perakarannya bersimbiosis
dengan mikoriza. Mikoriza adalah sejenis jamur yang hidup dalam jaringan akar
tanaman, dengan miselium yang tumbuh keluar akar. Miselium mikoriza telah
Page 51
31
diketahui dapat berfungsi seperti akar, sehingga adanya mikoriza akan meningkatkan
penyerapan air dan logam-logam dari dalam tanah. Mikoriza dapat bersimbiosis
dengan tanaman semusim seperti jagung atau dengan tanaman keras seperti pinus.
Setelah tanaman hiperakumulator menyerap logam berat dalam jumlah besar,
tanaman menjadi jenuh oleh polutan. Logam yang disimpan di bagian trubus, dapat
dipanen dan dilebur untuk mengambil kembali logam (metal recycle), atau dibuang
sebagai limbah B3. Proses ini dilakukan berulangkali sampai mencapai di bawah
ambang batas aman. Dalam berbagai kasus, pengambilan kembali logam disebut
sebagai phytomining (penambangan menggunakan tanaman), yaitu untuk mengambil
logam-logam tertentu melalui proses fitoekstraksi. Logam-logam yang berhasil
diambil oleh tanaman hiperakumulator seperti Cu, Pb, dan Cd. Tanaman yang telah
jenuh dilebur untuk memisahkan logam dengan bahan lain. Dengan demikian logam-
logam yang masih mempunyai nilai ekonomi dapat dipergunakan kembali.
Kemampuan tanaman dalam mengakumulasi logam berat dapat diprediksi
dari nilai Bioconcentration Factor (BCF) dan Translocation Factor (TF). Menurut
Ghosh dan Singh (2005), Bioconcentration Factor merupakan kemampuan tanaman
untuk mengakumulasi logam berat tertentu sebagai tanggapan terhadap konsentrasi
logam tersebut di dalam suatu substrat. Bioconcentration Factor (BCF) ditentukan
oleh rasio logam di akar dengan yang terdapat di dalam tanah. Nilai BCF >1
menunjukkan spesies tersebut potensial sebagai akumulator. Translocation Factor
menurut Smith dalam Sharma et al., (2010) adalah rasio konsentrasi logam pada
Page 52
32
bagian pucuk terhadap bagian akar, menunjukkan kemampuan transfer logam dari
akar ke pucuk tanaman.
2.6. Logam Berat (Pb dan Cd)
Menurut Palar (2004), logam berat masih termasuk golongan logam dengan
kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari
pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam
tubuh organisme hidup. Secara umum karakteristik logam berat antara lain memiliki
berat jenis lebih dari 5 gram/cm3, mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta
unsur-unsur lantanida dan aktinida, mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada
organisme hidup.
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun,
batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah
ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-
1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan
pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi
(Anonymous, 1998 dalam Charlena, 2004). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada
saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini
logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas
pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka
akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Timbal merupakan logam berat yang
sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan
Page 53
33
dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal dalam tubuh manusia berasal dari
makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan.
Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologik, hemetotoksik dan
mempengaruhi kerja ginjal. Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat
ditoleransi dalam seminggu dengan takaran 50 mg/kg berat badan untuk dewasa dan
25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan
tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,53
ppm.
Logam berat Kadmium (Cd) terdapat dalam tanah secara alami dengan
kandungan rata-rata rendah yaitu 0,4 mg/kg tanah. Pada tanah yang bebas polusi
kandungannya adalah 0,06-1,00 mg/kg tanah. Peningkatan kandungan kadmium
dapat berasal dari asap kendaraan bermotor dan pupuk fosfat yang terakumulasi di
tanah. Pada umumnya tanaman menyerap hanya sedikit (1-5%) larutan kadmium
yang ditambahkan ke dalam tanah. Akumulasi dalam jangka waktu lama dapat
meningkatkan kandungan kadmium dalam tanah dan tanaman yang sedang tumbuh.
Sayuran mengakumulasi kadmium lebih banyak dibandingkan tanaman pangan yang
lain. Kadmium sangat membahayakan kesehatan karena pengaruh racun akut dari
unsur tersebut sangat buruk. Di antara penderita yang keracunan kadmium mengalami
tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kerusakan jaringan testikular, dan kerusakan
sel-sel jaringan darah merah (Subowo et al., 1999).
Pencemaran logam berat dalam tanah pada konsentrasi tinggi, juga dapat
dikendalikan menggunakan prinsip fitostabilisasi. Polutan diakumulasi oleh akar,
Page 54
34
kemudian dijerap di permukaan akar atau diendapkan dan diakumulasi di daerah
perakaran (rhizosfer). Hal ini akan mengurangi atau mencegah mobilitas kontaminan,
sehingga mencegah migrasinya ke dalam air bawah tanah atau ke udara. Selain itu
dapat mengurangi masuknya logam berat ke dalam rantai makanan. Teknik ini dapat
digunakan untuk reklamasi menggunakan tanaman. Tanaman-tanaman yang toleran
dapat ditanam untuk mencegah meluasnya pencemaran oleh karena terjadinya erosi
atau pelindihan.
2.7. Tanaman Jagung Manis (Zea mays)
2.7.1. Klasifikasi Tanaman Jagung Manis (Zea mays)
Menurut Tjitrosoepomo, 1991 tanaman jagung dalam tata nama atau
sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
2.7.2. Morfologi Tanaman Jagung Manis (Zea mays)
Jagung manis mempunyai ciri-ciri yaitu biji yang masih muda bercahaya dan
berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak dan kering akan
menjadi kering dan berkeriput. Kandungan protein dan lemak di dalam biji jagung
manis lebih tinggi daripada jagung biasa. Untuk membedakan jagung manis dan
Page 55
35
jagung biasa, pada umumnya jagung manis berambut putih sedangkan jagung biasa
berambut merah. Umur jagung manis antara 60-70 hari, namun pada dataran tinggi
yaitu 400 meter di atas permukaan laut atau lebih, biasanya bias mencapai 80 hari
(Aak, 2010).
Tanaman jagung manis agak pendek. Secara fisik atau morfologi bunga jantan
berwarna putih, mengandung kadar gula lebih banyak dalam endospermnya. Umur
tanaman lebih pendek dan memiliki tongkol yang lebih kecil serta dapat dipanen
umur 60-70 hari. Jagung manis dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan syarat
drainase baik serta persediaan humus dan pupuk tercukupi. Keasaman tanah yang
baik untuk pertumbuhan adalah 5.5-7.0 (alkali). Jagung manis merupakan salah satu
komoditas pertanian yang disukai oleh masyarakat karena rasanya yang enak,
mengandung karbohidrat, protein dan vitamin yang tinggi serta kandungan lemak
yang rendah. Jagung manis mengandung kadar gula, vitamin A dan C yang lebih
tinggi dibanding jagung biasa, serta memiliki kadar lemak yang lebih rendah
dibanding jagung biasa (Iskandar, 2007).
Diantara beberapa varietas tanaman jagung memiliki jumlah daun rata-rata
12-18 helai. Varietas yang dewasa dengan cepat mempunyai daun yang lebih sedikit
dibandingkan varietas yang dewasa dengan lambat yang mempunyai banyak daun.
Panjang daun berkisar antara 30-150 cm dan lebar daun dapat mencapai 15 cm.
beberapa varietas mempunyai kecenderungan untuk tumbuh dengan cepat.
Kecenderungan ini tergantung pada kondisi iklim dan jenis tanah (Berger, 1962 ).
Page 56
36
Gambar 9. Tanaman Jagung Manis (Zea mays)
Dalam penelitian ini, pemanfaatan tanaman jagung digunakan karena tanaman
jagung merupakan tanaman hiperakumulator yang memiliki kemampuan sangat baik
dalam hal menyerap logam berat. Selain itu tanaman jagung dapat bersimbiosis
sangat baik dengan mikoriza dan biofertilizer. Menurut Fitriatin et al., (2003) bahwa
pemberian bakteri pelarut fosfat dengan mikoriza dapat meningkatkan derajat infeksi
akar tanaman jagung. Mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena
dapat meningkatkan penyerapan nutrisi oleh tanaman.
2.8. Instrumentasi AAS
Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang
pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap
oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah
Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara
kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000).
Page 57
37
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel
yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari :
1. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorpsi.
2. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial
dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan :
............................................ (1)
Dimana : Io : Intensitas sumber sinar
It : Intensitas sinar yang diteruskan
e : Absortivitas molar
b : Panjang medium
c : Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A : Absorbansi
Dari persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya
berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day dan Underwood, 1989). Pada alat
SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang menghasilkan atom-atom
gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu sistem optik untuk pengukuran sinyal.
Suatu skema umum dari instrumentasi SSA dapat dilihat pada Gambar 10.
Page 58
38
Gambar 10. Skema Umum Komponen pada Alat SSA (Haswel, 1991)
Komponen utama dari spektrometer serapan atom terdiri dari, sumber radiasi,
atomizer, monokromator dan detektor :
1. Sumber radiasi
Sumber radiasi yang paling banyak digunakan untuk spektrometer serapan
atom adalah hollow cathode lamp. Katoda terbuat dari unsur yang akan ditentukan
atau permukaannya dilapisi unsur yang akan dianalisa dan anodanya dibuat dari
tungsten, nikel atau wolfram. Kedua elektroda ditempatkan dalam kaca dari silika
atau kuarsa yang diisi gas mulia, neon atau argon dengan tekanan rendah, tetapi
neon lebih banyak digunakan karena mempunyai intensitas pancaran yang tinggi.
Bila lampu katoda dihubungkan dengan arus listrik maka akan terjadi
peristiwa ionisasi dari argon atau neon. Energi yang terbentuk akan naik dan akan
menembak permukaan logam katoda, akibatnya logam tersebut akan keluar
Page 59
39
sebagai uap atom. Uap logam ini akan bertubrukkan dengan molekul gas argon
atau neon menjadi atom-atom yang tereksitasi (tidak stabil) dan akan kembali
ketingkat dasar untuk menjadi stabil (Ilyas, 2007).
2. Atomizer
Atomizer berfungsi untuk menghasilkan atom-atom dengan menggunakan alat
pembakaran dan pengabut. Cara kerja alat ini adalah dengan merubah sampel yang
berupa larutan menjadi butiran-butiran halus yang dikenal dengan istilah
pengabutan. Butiran halus yang terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam nyala.
Alat pembakaran dan pengabutan ini merupakan satu kesatuan.
3. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi yang tidak diserap oleh
populasi atom (yang berasal dari lampu katoda) dari radiasi-radiasi lain yang tidak
diperlukan dan akan mengganggu pengukuran intensitas radiasi yang diperlukan.
Monokromator terdiri dari celah masuk, kolimator berupa (lensa atau cermin) dan
pemfokus sinar yang keluar dari celah (Jatim, 1978).
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mendeteksi radiasi gelombang elektromagnetik yang
akan diukur dengan mengubahnya menjadii arus listrik untuk dapat diukur.
Detektor ini terdiri dari tabung pelipat ganda foton.
Page 60
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2014 di
Laboratorium Lingkungan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga
Nuklir Nasional (PAIR-BATAN), Lebak Bulus, Jakarta Selatan dan Laboratorium
Lingkungan, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencacah (copper
mekanik), autoklaf (Wisd), Laminar air flow (Panasonic), inkubator (Heraeus),
furnace (Pyrolabo), oven (Memmert), timbangan analitik (Acculab), desikator
(Sanplatec), bunsen, cawan petri, erlenmeyer (Pyrex), tabung reaksi (Schott
duran), botol kultur, gelas ukur, corong, cawan porselen, vortex (Bohemia), ose,
gunting, spatula, micropipet, microtube, tip pipet, sealer, pH meter, kertas pH,
spektrofotometer UV-VIS (Hitachi), spektrofotometer AAS (Hitachi).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah jerami padi
(batang) varietas Sidenuk dari sawah pembibitan padi unggul pertanian PAIR-
BATAN, isolat Trichoderma viride (TV) yang diperoleh dari koleksi kultur
mikroorganisme fungsional terpilih di Kelompok Lingkungan (PAIR-BATAN),
molase 5%, urea 5%, Potato Dextrose Broth (PDB), Potato Dextrose Agar
(PDA), larutan dinitrosalisilat (DNS), larutan carboxymethylcellulose (CMC),
Page 61
41
buffer sitrat pH 5, larutan fisiologis (NaCl 0,85%), alkohol 70%, larutan
Pb(NO3)2, larutan 3Cd(SO4).8H2O, akuades dan benih jagung (Zea mays. varietas
Bisi 2).
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan menggunakan 2 faktor
dan 4 ulangan, faktor pertama yaitu sampel tanah, cemaran logam dan tanaman,
faktor kedua yaitu perlakuan jerami padi. Tabel perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan Sampel
Keterangan :
K (kontrol) : Tanah kontaminasi logam dan tanaman indikator
A : Tanah kontaminasi logam, tanaman indikator dan jerami tanpa SSF
B : Tanah kontaminasi logam, tanaman indikator dan jerami hasil SSF
dengan dosis iradiasi 0 Gray
C : Tanah kontaminasi logam, tanaman indikator dan jerami hasil SSF
dengan dosis iradiasi 250 Gray
Sampel Tanah
+Cemaran Logam
+Tanaman
Perlakuan Jerami
Jerami Kering
Tanpa SSF
Jerami SSF
0 Gray
Jerami SSF
250 Gray
K (Kontrol) - - -
A √ - -
B - √ -
C - - √
Page 62
42
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Solid State Fermentation (SSF)
3.4.1.1. Preparasi Jerami Padi (Ong et al., 2012)
Jerami padi dicacah dan dikeringkan kemudian dihaluskan menggunakan
copper mekanik kemudian diayak sampai diperoleh ukuran serbuk jerami sekitar
0.36-1.00 mm.
3.4.1.2. Preparasi Kultur dan Iradiasi Gamma
Kultur Trichoderma viride murni dikultivasi dalam 25 mL Potato
Dextrose Broth (PDB) menggunakan shaker mekanis pada 150 rpm dan suhu
ruang sekitar 28-32oC selama 24 jam. Biakan Trichoderma viride hasil kultivasi
sebelumnya dikultivasikan dalam media Potato Dextrosa Agar (PDA) dalam
cawan petri kemudian disebar merata dan diinkubasi selama 3 hari. Hasil tumbuh
fungi Trichoderma viride dimasukkan dalam media agar miring untuk kemudian
dilakukan proses iradiasi. Kultur Trichoderma viride dalam agar miring dipapar
dengan iradiasi gamma dosis 250 Gray. Proses iradiasi gamma dosis 250 Gray
dilakukan selama 36 menit dengan menggunakan fasilitas iradiator Gamma
Chamber 4000A di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir
Nasional.
3.4.1.3. Preparasi Inokulan Fungi (Manpreet, 2005)
Kultur Trichoderma viride 0 Gy dan 250 Gy dikultivasi dalam 25 mL
Potato Dextrose Broth (PDB) menggunakan shaker mekanis pada 150 rpm dan
suhu ruang sekitar 28-32oC selama 4 hari. Sebanyak 7,5 mL kultur fungi
disubkulturkan dalam 67,5 mL medium yang mengandung media PDB (24 g/L),
Page 63
43
glukosa (3 g/L), pepton (6 g/L) dan yeast extract (12 g/L). Subkultur fungi ini
diaduk menggunakan shaker mekanis pada 100 rpm dan suhu ruang sekitar 28-
32oC selama 24 jam kemudian digunakan sebagai bioaktivator pada proses
fermentasi jerami padi.
3.4.1.4. Penentuan Kemampuan Ikat Air atau Water Holding Capacity
(WHC) (Ahn, 2009)
Pengukuran WHC didasarkan pada kemampuan jerami padi dalam
mengikat air sebelum dilakukan proses fermentasi sehingga kadar air dapat dijaga.
Kadar air ditentukan melalui pemanasan di dalam oven pada suhu 105oC selama
24 jam (MCi). Sampel yang sudah diketahui kadar airnya kemudian ditimbang
(Wi) dan diletakkan ke dalam gelas beaker. Setelah perendaman di dalam air
selama 3 jam, kelebihan air ditiriskan menggunakan kertas saring Whatman No 2.
Sampel yang telah jenuh air kemudian ditimbang (Ws). Jumlah air yang tersimpan
dibagi berat kering sampel dan dihitung sebagai %WHC.
.............................................................. (2)
Keterangan:
WHC : Water Holding Capacity (%)
MCi : Kadar air sampel (%)
Wi : Berat sampel yang telah diketahui kadar airnya (gram)
Ws : Berat sampel yang telah jenuh air (gram)
3.4.1.5. Fermentasi Jerami Padi dengan Metode SSF
Proses fermentasi dilakukan dengan membuat starter terlebih dahulu.
Starter pertama, dibuat dengan mencampurkan molase 5% sebanyak 75 gram,
H2SO4 10% sebanyak 37,5 gram, kemudian diberikan penambahan inokulan
Trichoderma viride yang diiradiasi dengan dosis 250 Gy dan ditambahkan
Page 64
44
aquades sampai batas volume 5 L. Starter kedua, dibuat perlakuan yang sama
dengan sebelumnya, hanya saja dengan penambahan inokulan Trichoderma viride
tanpa radiasi (0 Gy). Kedua starter tersebut kemudian dimasukkan kedalam
masing-masing kantong plastik yang berisi 1500 g tepung jerami dan diaduk
secara merata. Selanjutnya dibuat kontrol perlakuan untuk proses SSF (Solid State
Fermentasi) ini dengan prosedur dan komposisi bahan yang sama, namun tanpa
penambahan inokulan fungi. Media fermentasi ditutup rapat dan disimpan pada
suhu 28-32oC selama 16 hari. Sampel diambil sebanyak ± 10 g (untuk evaluasi
hari ke-0). Evaluasi sampel (sampling) dilakukan setiap 4 hari sekali selama 16
hari, parameter yang diukur yaitu meliputi nilai pH, kadar air, kadar abu, kadar
bahan organik, total fungi dan aktivitas enzim. Evaluasi kadar C-organik dan total
Nitrogen dilakukan pada hari ke-0 dan ke-16. Setelah proses fermentasi berakhir,
jerami hasil SSF (Solid State Fermentasi) dicampurkan pada tanah yang telah
diberikan cemaran logam Pb dan Cd untuk dilanjutkan ke tahap inkorporasi
selama 28 hari.
3.4.2. Proses Landfarming
3.4.2.1. Persiapan Media Tanam
Tanah gambut diambil dari sekitar komplek PAIR-BATAN, Pasar Jumat,
Jakarta Selatan, tanah kemudian dibersihkan dari sisa-sisa akar dan jaringan
tanaman yang berukuran besar lalu digerai selama 2 hari. Tanah kemudian
ditimbang sebanyak 1,8 kg, dan dimasukkan ke kantong plastik, kemudian
diinkubasi selama 2 minggu. Tanah kemudian dicemari oleh pencemar buatan Pb
Page 65
45
dan Cd dengan konsentrasi 250 ppm pada setiap kantong tanah. Cara pembuatan
larutan induk Pb dan Cd buatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Pembuatan larutan Pb
Dilarutkan 25,6762 gram Pb(NO3)2 dalam 3000 mL akuades
2) Pembuatan larutan Cd
Dilarutkan 25,4247 gram 3Cd(SO4).8H2O dalam 3000 mL akuades
Pemberian kontaminan dilakukan dengan cara memberikan 50 mL larutan Pb dan
50 mL larutan Cd kemudian dimasukan ke dalam labu erlenmayer dan
ditambahkan dengan akuades sebanyak 200 mL. Larutan campuran Pb dan Cd
kemudian secara merata disiram ke masing-masing plastik berisi tanah, diaduk
secara merata dan didiamkan ± 30 menit agar homogen di dalam tanah. Setelah
homogen, kantong tanah ditutup/diikat dan disimpan ditempat yang aman. Tanah
yang telah tercemar logam akan diberikan penambahan jerami kering dan jerami
hasil fermentasi untuk proses Inkorporasi. Setelah proses Inkorporasi 28 hari
selanjutnya dilakukan penanaman pada tanah cemaran.
3.4.2.2. Persiapan Tanaman Model
Tahap penanaman ini dilakukan dengan cara menambahkan benih tanaman
jagung manis (Zea mays) ke dalam pot yang berisi tanah yang telah dicemari
logam Pb dan Cd (tanah dari tahapan inkorporasi). Dilakukan proses penyiraman
secukupnya setiap pagi hari. Pada proses penanaman ini dilakukan pengamatan
terhadap pertumbuhan tanaman dari hari ke-0, 7, 14, 21 dan ke-28 setelah tanam.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dan melihat tampilan
fisik tanaman jagung manis (Zea mays).
Page 66
46
3.4.2.3. Pemanenan
Tanaman dipanen ketika mencapai usia 28 hari setelah tanam. Pemanenan
dilakukan dengan cara menumpahkan isi pot dan memisahkan bagian tanaman
dari tanah.
3.4.2.4. Pengeringan
Setelah dipanen, akar dipisahkan dari tajuk, dicuci bersih, diangin-
anginkan, ditimbang, dan dikeringkan dalam oven selama 48 jam pada suhu 70oC.
Kemudian didinginkan dalam desikator sebelum ditimbang kembali sebagai bobot
kering tanaman.
3.4.3. Pembuatan Media PDA dan TSA
Media Potato Dextrose Agar (PDA) ditimbang sebanyak 39 g kemudian
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, selanjutnya ditambahkan akuades
sebanyak 1000 mL dan sterilisasi menggunakan autoklaf 121oC selama 15 menit.
Sebanyak 40 gr Tryptone Soya Agar (TSA) dilarutkan dalam 1 liter akuades lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Lalu media disterilkan dalam autoklaf dengan
suhu 121oC selama 15 menit.
3.4.4. Penentuan Viabilitas Fungi (Nakagiri, 2005)
Perhitungan total fungi dilakukan dengan cara sampel ditimbang sebanyak
5 gram dan ditambahkan 45 mL NaCl 0,85% selanjutnya dihomogenkan
menggunakan shaker selama 15 menit. Sampel diambil sebanyak 0,1 mL dan
dimasukkan kedalam mikrotube yang berisi 0,9 mL NaCl 0,85% dan dilakukan
Page 67
47
pengenceran dari 102 sampai 10
7. Selanjutnya pada pengenceran 10
7 diambil
sebanyak 0,1 mL kedalam media PDA dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2-3
hari. Perhitungan total fungi dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC).
3.4.5. Uji Aktivitas Enzim Selulase (Miller, 1972)
Kedalam 1 gram sampel ditambahkan 6 mL larutan buffer sitrat (0,1 M,
pH 5) yang steril kemudian dikocok menggunakan shaker mekanis pada 200 rpm
selama 1 jam. Pemisahan fraksi padatan dan supernatan dilakukan dengan
sentrifuse pada 13000 rpm selama 5 menit. Supernatan disimpan pada 4oC
sebelum digunakan pada penentuan aktivitas enzim.
Sebanyak 500 μL substrat berupa carboxymethylcellulose (CMC)
ditambah dengan 500 μL enzim ekstrak kasar kemudian divortex dan diinkubasi
dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 30oC. setelah itu, larutan diambil
sebanyak 500 μL dan ditambah dengan 500 μL DNS, dipanaskan dalam air
mendidih sampai berubah warna kemudian didinginkan. Setelah didinginkan,
larutan ditambahkan 5 mL akuades. Aktifitas enzim diukur menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm dengan glukosa sebagai
larutan standarnya.
Aktivitas Enzim Selulase (U/g) = ................ (3)
Keterangan :
fp : faktor pengenceran
Abs : absorbansi sampel
a : slope pada kurva standar glukosa
0,37 : standar internasional (1 unit enzim mampu menghasilkan 0,37 g glukosa)
Page 68
48
3.4.6. Pengukuran pH (AOAC, 2005)
Pengukuran pH dilakukan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 2-3 g
dan ditambahkan aquadest 10-15 mL, selanjutnya dihomogenkan menggunakan
shaker mekanis selama 15 menit dan diukur menggunakan pH meter. Kalibrasi
pH meter dengan menggunakan buffer pH 7.
3.4.7. Penentuan Kadar Air (BSN 1992)
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air
yang terdapat dalam suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis
kadar air adalah cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam.
Cawan kemudian diletakkan ke dalam desikator (± 15 menit) dan dibiarkan
sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel seberat 2-3 g ditimbang ke dalam
cawan tersebut. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 105°C selama 24 jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan
dibiarkan sampai dingin (10 menit) kemudian ditimbang hingga memperoleh
bobot yang tetap. Perhitungan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus:
× 100 % …………………………………………… (4)
Keterangan:
A : Berat cawan kosong (g)
B : Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C : Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)
Page 69
49
3.4.8. Kadar Abu dan Bahan Organik (BSN 1992)
Analisis bahan organik dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan organik
yang terdapat pada suatu bahan. Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan di
dalam oven bersuhu sekitar 105°C selama 1 jam. Cawan porselen kemudian
dimasukkan ke dalam desikator 1 jam dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak
2-3 g ditimbang ke dalam cawan porselen. Cawan yang berisi sampel dimasukkan
ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 24 jam dan dimasukkan ke dalam
furnace dengan suhu 550°C hingga mencapai pengabuan sempurna (5-6 jam).
Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai dingin kemudian
ditimbang hingga memperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar abu dapat
dilakukan menggunakan rumus:
× 100% ............................................................. (5)
Keterangan:
A : Berat cawan kosong (g)
B : Berat cawan dengan sampel (g)
C : Berat cawan dengan sampel yang sudah diabukan (g)
Bahan organik dapat dihitung dengan rumus :
............................................... (6)
3.4.9. Penentuan Total Nitrogen (Kjeldahl, 1883)
Sebanyak 100 mg sampel ditimbang ke dalam labu kjeldahl 100 mL.
Ditambahkan 1 gram katalis selenium dan 10 mL H2SO4 pekat melaui pinggir
labu kemudian dipanaskan secara bertahap mulai dari suhu rendah hingga
mendidih sampai tidak ada uap yang terbentuk. Apabila sudah tidak ada uap,
Page 70
50
larutan didinginkan dan ditambahkan 10 mL akuades. Setelah itu larutan
dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditepatkan hingga tanda batas.
Selanjutnya, larutan dipipet sebanyak 5 mL lalu ditambahkan NaOH 30%, dan
didestilasi. Ammonia yang terdestilasi ditampung dalam 5 mL asam borat 4%
yang telah ditambah indikator conway. Larutan tersebut kemudian ditambahkan
indikator fenolftalein dan dititrasi dengan HCl 0.01 N lalu ditentukan kadar
nitrogennnya.
…………………………….....(7)
Keterangan:
fp : faktor pengenceran
3.4.10. Penentuan Kadar C Organik (Walkley dan Black, 1934)
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu
ditambahkan 10 mL K2Cr2O7 1 N dan 20 mL H2SO4 pekat sambil digoyang dan
dibiarkan sampai dingin. Setelah itu diencerkan sampai 250 mL dengan akuades
dan ditambahkan 6-7 tetes feroin 0,025 M. setelah itu, larutan dititrasi dengan
FeSO4 0.5 N sampai berubah warna menjadi merah anggur.
..(8)
Keterangan:
0.003 : valensi Cr yang teroksidasi dalam gram
f : 0.77 (77% C yang dapat teroksidasi)
Page 71
51
3.4.11. Analisa Instrumentasi (Darmono, 1995)
3.4.11.1. Dekstruksi
Sampel (akar, batang, tajuk tanaman jagung) terlebih dahulu didekstruksi
dengan cara akar yang telah kering ditimbang dan dihaluskan. Dimasukkan ke
dalam botol BOD kemudian disimpan di freezer selama 60 menit. Selanjutnya di
tambahkan 15 mL HNO3 65%, 5 ml H2SO4 95% (proses ini berlangsung dalam
lemari asam) dan 15 mL KMnO4 5% (menunggu 15 menit sampai warna KMnO4
stabil). Di masukkan ke oven dengan suhu 60oC selama 2 jam, dinginkan pada
suhu ruang. Selanjutnya di tambahkan 5 mL K2S2O 5% dan diamkan selama satu
malam. Setelah itu ditambahkan 6 mL NH2OH.HCl 10 % (didiamkan selama 5
menit dan sekali-kali dihomogenkan). Disaring dengan kertas saring Whatman No
42, filtrat hasil penyaringan dimasukan kedalam labu takar 100 mL dan
dicukupkan volumenya hingga tanda batas.
3.4.11.2. Pembuatan Deret larutan standar
Sebanyak 5 mL larutan baku (Pb dan Cd 1000 ppm) dimasukkan dalam
labu ukur 50 mL dan diimpitkan dengan akuades. Selanjutnya 5 mL dari larutan
Pb dan Cd 100 ppm tersebut, diimpitkn kembali dengan akuades dalam labu 50
mL. Kemudian dengan perlakuan sama larutan Pb dan Cd 10 ppm dibuat menjadi
1 ppm (1000 ppb). Pembuatan larutan standar 0; 10 ; 20; 30; 40; 50; 75; dan 100
ppb dan sebagai blanko digunakan larutan 0 ppb. Larutan baku 1000 ppb dipipet
ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing 0; 1; 2; 3; 4; 5; 7,5 dan 10 mL yang
kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas.
Page 72
52
3.4.11.3. Pengukuran Pb dan Cd dengan Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA)
Penentuan Pb dan Cd dalam sampel dilakukan dengan SSA menggunakan
metode Cold Vapor secara kurva kalibrasi dengan mengukur absorban dari larutan
standar dan larutan sampel hasil dekstruksi. Sebanyak 100 mL dari masing-
masing larutan standar ditambahkan 10 mL asam sulfat 10 N dan 5 mL larutan
SnCl2 kemudian diukur dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 283,3 nm (Pb) dan panjang gelombang 288,8 nm (Cd) tanpa nyala
(flameless) menggunakan hybrid vapour generator. Sebanyak 50 mL larutan
sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya
hingga tanda batas dengan akuades. Sampel yang telah siap diuji diperlakukan
serupa dengan perlakuan larutan standar yakni ditambahkan 10 mL asam sulfat 10
N dan 5 mL larutan SnCl2 kemudian diukur dengan alat AAS. Kadar Pb dan Cd
dalam sampel ditentukan menggunakan kurva kalibrasi yang telah dibuat
sebelumnya.
3.5. Analisis Data
Hasil pada penelitian ini diolah menggunakan uji Analysis Of Varience
(ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan dari setiap
perlakuan. Bila berdasarkan uji ANOVA terdapat perbedaan yang nyata dari
perlakuan, maka akan dilanjutkan uji Duncan (α=0.05), dibantu dengan program
SPSS 20 secara visual data meliputi parameter yang diamati, yang disajikan dalam
Page 73
53
bentuk kurva menggunakan program Microsoft Excel 2010. Pengujian hipotesis
berdasarkan pada ketetapan Ho dan H1 :
H0 : Penambahan Trichoderma viride yang dipapar iradiasi gamma dosis 250 Gy
tidak berpengaruh nyata terhadap parameter x*)
H1 : Penambahan Trichoderma viride yang dipapar iradiasi gamma dosis 250 Gy
berpengaruh nyata terhadap parameter x *)
Jika p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika p > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
*) Keterangan :
Parameter x yaitu pH, kadar air, kadar abu, kadar bahan organik, TPC fungi dan
bakteri, rasio C/N, aktivitas enzim, tinggi tanaman, perhitungan kadar logam Pb
dan Cd.
Page 74
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, telah dilakukan proses fitoremediasi lahan tercemar
logam Pb dan Cd dengan menggunakan metode SSF (Solid State Fermentation) yang
dikembangkan oleh kelompok lingkungan PAIR-BATAN. Terdapat tiga tahapan
proses dalam penelitian ini, yaitu tahapan SSF (Solid State Fermentation),
Inkorporasi, dan Landfarming. Bahan baku substrat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jerami padi. Proses fermentasi dilakukan selama 16 hari percobaan.
Selanjutnya, hasil dari proses SSF (Solid State Fermentation) dicampurkan dalam
tanah yang telah dicemari logam berat. Hasil proses inkorporasi kemudian
diaplikasikan dengan menggunakan tanaman jagung manis (Zea mays). Penambahan
jerami hasil SSF (Solid State Fermentation) oleh Trichoderma viride yang dipapar
iradiasi gamma dosis 250 Gray diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
akumulasi logam Pb dan Cd pada daerah perakaran tanaman jagung manis (Zea
mays). Pengujian kadar logam Pb dan Cd dilakukan dengan menggunakan
Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Parameter yang diamati selama masa evaluasi adalah nilai pH, kadar air, kadar
abu, kadar bahan organik, aktivitas enzim, TPC (Total Plate Counting), dan rasio
C/N. Selain itu juga dilakukan pengukuran tinggi tanaman jagung, bobot kering
tanaman jagung, dan serapan logam Pb dan Cd pada tanaman jagung manis.
Page 75
55
Berdasarkan hasil pengukuran selama masa evaluasi, secara garis besar data
pengamatan ketiga tahapan penelitian dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :
Tabel 2. Hasil Analisa Proses Solid State Fermentation (SSF)
Parameter Kontrol
(J1)
Jerami SSF
0 Gy
(J2)
Jerami SSF
250 Gy
(J3)
pH
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
KBO (%)
Aktivitas Enzim (U/g)
TPC (cfu/g)
Rasio C/N
8.76
77.58
32.33
71.00
5.73
8.67
5.07
8.78
77.14
34.34
65.66
7.82
8.94
3.24
8.85
77.06
32.97
67.03
8.30
8.83
4.35
Tabel 3. Hasil Analisa Proses Inkorporasi
Parameter K A B C
pH
Kadar Air (%)
KadarAbu (%)
KBO (%)
Aktivitas Enzim (U/g)
TPC Fungi (cfu/g)
TPC Bakteri (cfu/g)
Rasio C/N
7.34
30.03
88.94
11.06
0.51
6.45
8.40
0.97
7.27
31.60
84.06
15.94
0.55
8.35
6.46
12.27
7.52
41.54
84.86
15.14
0.85
6.53
8.98
2.97
7.50
40.39
80.81
19.19
0.88
7.60
8.77
15.99
Tabel 4. Hasil Analisa Proses Landfarming ParameterPp Parameter Parameter K A B C
Tinggi Tanaman (cm) 42.83 44.98 56.88 59.88
Bobot Kering (g) 0.98 1.58 2.92 2.48
Logam Pb (mg/kg)
-Akar
-Tajuk
33.66
4.13
26.80
1.80
51.47
0.86
55.70
0.97
Logam Cd (mg/kg)
-Akar
-Tajuk
269.65
59.51
445.70
72.25
337.17
96.06
336.72
84.05
Page 76
56
Gambar 11. Pengukuran pH sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa Trichoderma
viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0 Gy), J3 (Jerami dan
Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Solid State
Fermentation selama 16 hari fermentasi.
4.1. Analisis Kualitas Proses SSF dan Inkorporasi
4.1.2. Analisis pH
Nilai pH merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme dalam proses fermentasi. Secara umum, berdasarkan pengukuran
yang dilakukan setiap empat hari sekali pada tahap SSF, menunjukkan kisaran pH
sekitar 6.88-8.85 (dapat dilihat pada lampiran 2). Kenaikan pH menunjukkan adanya
aktivitas mikroorganisme yang terjadi dikarenakan adanya pelepasan ammonia dari
substrat oleh fungi, sehingga sebagian besar bahan-bahan organik yang merupakan
senyawa protein akan melepaskan OH- sebagai hasil dekomposisinya (Astri dkk,
2008). Penurunan nilai pH disebabkan karena adanya produksi asam-asam organik.
Hal ini didukung dengan pendapat Yuniarsih (2009) bahwa hasil dari proses
fermentasi anaerob adalah asam piruvat, yang kemudian akan dirubah menjadi asam
asetat, etanol, dan CO2.
Page 77
57
Selama 16 hari fermentasi (Gambar 11), sampel J1 menunjukkan nilai pH
kisaran 7.93-8.76, sampel J2 menunjukkan nilai pH yang berkisar pada angka 7.84-
8.78 dan pada sampel J3 memiliki nilai pH kisaran angka 6.88-8.85, dimana pada
awal fermentasi nilai pH rendah dikarenakan mikroorganisme mengeluarkan asam-
asam organik dalam metabolismennya yang berguna untuk membantu pemecahan
komponen substrat. Setelah pemecahan substrat berjalan dengan baik, maka substrat
akan melepaskan OH-
sebagai hasil degradasinya. Organisme pengurai atau
dekomposer umumnya menghendaki pH yang mendekati basa (Buckman dan Brady,
1982). Pada nilai pH tersebut zat-zat makanan bagi fungi akan lebih mudah larut
dalam air dan kerja enzim selulase yang dihasilkan oleh fungi menjadi maksimal. pH
optimum untuk proses penguraian bahan organik menurut Sutanto (2002) antara 5 - 8.
Hasil statistik ANOVA pada proses SSF (lampiran 4A) menujukkan bahwa
rata-rata pH diantara ketiga sampel memiliki nilai signifikan 0.000 atau (P < 0.05),
selanjutnya dijelaskan dengan adanya uji Duncan yang menjelaskan bahwa terdapat
nilai beda nyata diantara ketiga sampel. Dengan demikian, penambahan Trichoderma
viride yang dipapar sinar gamma dosis 250 Gy memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai pH di awal dan di akhir perlakuan pada tahapan SSF.
Pada tahap inkorporasi, nilai pH pada keempat sampel tanah menujukkan
kisaran angka 7.23-7.95 (dapat dilihat pada lampiran 2). Nilai pH tanah digunakan
sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat menunjukkan ketersediaan
hara dalam tanah tersebut. Pada umumnya unsur hara makro mudah diserap akar
Page 78
58
tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur
hara mudah larut dalam air. Ketersediaan unsur hara Mg dan Ca dalam tanah pada pH
7.0 – 8.5, sedangkan untuk ketersediaan N pada pH 6.0 – 8.0 (Hanafiah, 2012).
Peningkatan pH tanah juga terjadi apabila bahan organik yang ditambahkan telah
terdekomposisi dengan baik, karena bahan organik yang telah termineralisasi akan
melepaskan mineralnya yang berupa kation-kation basa (Mg+, K
+, Ca
+). Nilai pH
akan mempengaruhi kemampuan fungi dalam menjaga kelangsungan aktivitas-
aktivitas seluler, transport membran sel, dan keseimbangan reaksi yang dikatalis
enzim-enzimnya (Suntoro, 2003).
Gambar 12. Pengukuran pH sampel K (Tanah dengan cemaran logam), A
(Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering tanpa
fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan
Inkorporasi selama 28 hari.
Page 79
59
Pada Gambar 12, pengukuran nilai pH pada keempat perlakuan sampel
mengalami kenaikan dan penurunan angka sesuai dengan bertambahnya waktu
fermentasi. Sampel K memiliki nilai pH kisaran 7.26-7.50, sampel A memiliki nilai
pH kisaran 7.23-7.68, sampel B memiliki nilai pH kisaran 7.46-7.83 dan sampel C
memiliki nilai pH kisaran 7.50-7.95. Nilai pH ini cukup ideal untuk menyediakan
unsur hara makro bagi tanah. Hasil statistik ANOVA tahapan inkorporasi (lampiran
2A) menunjukkan rata-rata pH diantara keempat sampel memiliki nilai signifikan
0.000 atau (P < 0.05), selanjutnya diperjelas dengan uji Duncan yang menerangkan
bahwa adanya beda nyata diantara keempat sampel. Dengan demikian, pemberian
Trichoderma viride yang dipapar iradiasi sinar gamma dosis 250 Gray pada
fermentasi jerami memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai pH di awal
dan di akhir perlakuan pada tahapan inkorporasi.
4.1.2. Analisis Kadar Air
Kadar air merupakan parameter yang penting untuk mendukung aktivitas
metabolik dari mikroorganisme. Kelembaban berkisar antara 50-80% kapasitas
penyangga air merupakan kelembaban ideal untuk berlangsungnya aktivitas mikroba
(Santosa, 1999). Kelembaban yang cukup tinggi mengakibatkan degradasi bakteri
optimal karena terpenuhinya nutrien dalam substrat. Sedangkan kelembaban yang
rendah akan mendorong terjadinya sporulasi yang lebih awal, sehingga pertumbuhan
Page 80
60
miselium akan terhenti yang selanjutnya akan berpengaruh pada produksi selulase
(Khrisna, 2005).
Hasil pengukuran kadar air ketiga sampel SSF menunjukkan kisaran angka
74.53%-77.58%, secara umum terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya
waktu. Namun, kadar air yang terlalu tinggi dengan ketersediaan oksigen yang tidak
ada, akan mengakibatkan proses dekomposisi kurang sempurna sehingga
menghasilkan senyawa lain berupa asam-asam organik (sitrat, malat, malonat) yang
akan mengubah sifat tanah menjadi asam atau pH menurun. Sebagaimana diketahui
organisme pengurai atau dekomposer umumnya menghendaki pH yang mendekati
basa (Buckman et al, 1982).
Gambar 13. Pengukuran Kadar Air sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0 Gy), J3
(Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Solid State
Fermentation selama 16 hari fermentasi.
Page 81
61
Gambar 13 menunjukkan nilai kadar air ketiga sampel perlakuan SSF, dimana
pada sampel J1 nilai kadar air meningkat dari 74.53%-77.58%, sampel J2 memiliki
nilai kadar air kisaran 74.73%-77.14% dan mengalami penurunan pada hari ke-8, hal
ini dikarenakan pemanfaatan air yang masih kurang optimal oleh aktivitas
mikroorganisme sampel tersebut. Sampel J3 menunjukkan nilai kadar air sebesar
74.73%-77.06%. Hal ini menunjukkan nilai kadar air dari ketiga sampel perlakuan
fermentasi cukup ideal untuk menyediakan habitat yang baik dalam mendukung
aktivitas mikroorganisme. Kadar air yang cukup akan meningkatkan kelarutan nutrien
dalam substrat. Nutrien-nutrien tersebut yang nantinya akan digunakan untuk
menunjang kelangsungan hidup mikroorganisme. Berdasarkan hasil analisis ragam
(ANOVA) kadar air SSF (lampiran 2B) menunjukkan bahwa rata-rata kadar air dari
ketiga sampel memiliki nilai signifikan 0.076 atau (P > 0.05) memperlihatkan bahwa
rata-rata kadar air dari ketiga sampel fermentasi tidak memiliki perbedaan yang
nyata. Dengan demikian penambahan Trichoderma viride yang dipapar radiasi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air pada proses fermentasi jerami
(SSF).
Pada proses inkorporasi, air dalam tanah berperan sebagai pelarut dan agen
pengikat antar partikel-partikel tanah, yang selanjutnya berpengaruh terhadap
stabilitas struktur dan kekuatan tanah. Air juga berperan sebagai agen pengangkut zat
terlarut dan suspensi yang terlibat dalam perkembangan tanah dan degradasi bahan
organik dalam tanah. Kadar air keempat sampel perlakuan menunjukkan nilai sebesar
Page 82
62
Gambar 14. Pengukuran Kadar Air sampel K (Tanah dengan cemaran logam), A
(Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering tanpa
fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Inkorporasi
selama 28 hari.
28.77%-43.05% (dapat dilihat pada lampiran 2). Gambar 14 memperlihatkan
pengukuran kadar air inkorporasi selama 28 hari, sampel K memiliki nilai kadar air
berkisar antara 28.77%-40.41%, sampel A memiliki nilai kadar air kisaran 29.58%-
31.60%, sampel B memiliki nilai kadar air kisaran 40.34%-42.98%, dan sampel C
memiliki nilai kadar air kisaran 40.39%-43.05%. Penurunan kadar air terjadi untuk
setiap proses yang disebabkan adanya perubahan senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana (Melati et al., 2010).
Nilai kadar air proses inkorporasi ini terlihat lebih rendah dibandingkan
dengan proses fermentasi sebelumnya, hal ini dikarenakan tanah tidak berkontak
langsung dengan udara sehingga terjadi kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen
Page 83
63
mendorong mikroorganisme melakukan aktivitasnya dalam kondisi anaerob. Pada
keadaan ini aktivitas mikroorganisme dalam tanah akan mengalami penurunan dalam
mendegradasi bahan-bahan organik dan konsumsi air oleh mikroorganisme semakin
meningkat. Rendahnya kadar air akan menurunkan daya kerja pengangkutan zat-zat
terlarut dan suspensi yang terurai didalam tanah. Pada proses ini, terlihat tumbuhnya
jamur dan tercium bau tengik serta tanah berubah menjadi kehitaman. Hal ini diduga
karena terjadi pembusukan dan berlanjutnya proses fermentasi akibat adanya
hubungan antara kadar air dan degradasi bahan organik dalam kondisi anaerob.
Menurut Buckman et al, (1982) warna tanah yang berubah karena ketersediaan
oksigen yang berkurang.
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk rata-rata kadar air pada proses
inkorporasi keempat sampel perlakuan memiliki nilai signifikan 0.001 atau (P<0.05)
yang dilanjutkan dengan uji Duncan yang memperlihatkan perbedaan nyata diantara
keempat sampel perlakuan (dapat dilihat dalam lampiran 2B). Dengan demikian
jerami hasil fermentasi Trichoderma viride yang dipapar radiasi pada jerami
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kadar air pada proses
inkorporasi.
4.1.3. Analisis Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik yang berasal dari residu pembakaran suatu
bahan organik dimana kadar abu suatu bahan tergantung dari bahan dan metode
Page 84
64
pengabuan yang digunakan (Sudarmadji dkk, 1996). Kadar abu digunakan untuk
menentukan adanya kandungan mineral pada suatu bahan organik. Pada penelitian
ini, kadar abu dianalisis menggunakan metode gravimetri. Analisis gravimetri
merupakan metode untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari
hasil reaksi setelah bahan yang dihasilkan diperlakukan pada pereaksi tertentu
(Widodo dkk, 2010). Peningkatan kadar abu disebabkan oleh adanya proses
mineralisasi. Dalam proses mineralisasi, metabolisme mikroba menyebabkan
mineral-mineral hara tanaman terlepas dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta
hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil (Mulyohardjo, 1998).
Menurut hasil pengamatan, rata-rata nilai kadar abu pada sampel J2 dan J3
mengalami pengikatan dari hari ke-0 hingga hari ke-16. Dari hasil perhitungan pada
ketiga sampel fermentasi (Gambar 15), kadar abu dari ketiga sampel perlakuan
menunjukkan nilai 20.78%-34.34%. Sampel J1 menunjukkan nilai kadar abu sebesar
20.79%-32.33%, sampel J2 menunjukkan nilai kadar abu sebesar 27.73%-34.34%
dan sampel J3 menunjukkan nilai kadar abu sebesar 24.06%-32.97%. Pada ketiga
perlakuan, rata-rata kadar abu pada awal fermentasi menunjukkan angka yang rendah,
hal ini menunjukkan bahwa pada awal fermentasi proses mineralisasi belum berjalan
dengan baik. Namun dengan bertambahnya waktu fermentasi terjadi kenaikan kadar
abu yang disebabkan proses mineralisasi yang lebih baik dari sebelumnya dan kadar
abu akan menurun kembali seiring dengan ketersediaan bahan organik dalam sampel.
Berdasarkan pengukuran tersebut menunjukkan bahwa proses mineralisasi belum
Page 85
65
berjalan sempurna dan akan masih berlanjut. Proses mineralisasi ini terjadi ketika
mikroba memanfaatkan bahan organik yang tersedia dalam media. Mineral tersebut
dapat berupa garam organik, garam anorganik, atau dalam bentuk senyawa kompleks
yang bersifat organik (Mulyohardjo, 1998).
Data pengamatan kadar abu proses SSF menunjukkan rata-rata nilai kadar abu
akhir diantara ketiga perlakuan fermentasi memiliki nilai probabilitas (signifikan)
sebesar 0.329 atau (P>0.05) yang menyatakan bahwa rata-rata kadar abu pada ketiga
perlakuan fermentasi tidak memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini memnujukkan
bahwa penambahan Trichoderma viride hasil paparan radiasi sinar gamma tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar abu pada proses fermentasi
jerami (SSF).
Gambar 15. Pengukuran Kadar Abu sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0 Gy), J3
(Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Solid State
Fermentation selama 16 hari fermentasi.
Page 86
66
Pada tahap inkorporasi, kadar abu pada keempat sampel perlakuan
menunjukkan kadar abu sebesar 83.60%-88.93%. Pada Gambar 16, sampel K
menunjukkan nilai kadar abu sebesar 85.05%-89.05%, sampel A menunjukkan nilai
kadar abu sebesar 84.20%-85.62%, sampel B menunjukkan nilai kadar abu sebesar
83.61%-85.48% dan sampel C menunjukkan nilai kadar abu sebesar 80.81%-85.26%.
Hasil pengamatan kadar abu keempat sampel inkorporasi menunjukkan bahwa
proses mineralisasi pada keempat sampel perlakuan berjalan cukup maksimal. Pada
proses ini mikroba telah memanfaatkan media (substrat) dengan maksimal, sehingga
kadar abu yang diperoleh meningkat dibandingkan dengan tahap sebelumnya.
Gambar 16. Pengukuran Kadar Abu sampel K (Tanah dengan cemaran logam), A
(Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering tanpa
fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Inkorporasi
selama 28 hari.
Page 87
67
Semakin tinggi kadar abu menandakan bahwa semakin tinggi pula kandungan
mineral yang terdapat dalam sampel. Rata-rata kadar abu pada sampel K lebih tinggi
dibandingkan dengan ketiga sampel lainnya, hal ini menunjukkan proses mineralisasi
pada sampel K meningkat seiring dengan banyaknya ketersediaan bahan organik
yang terdapat pada sampel. Pada sampel A, B dan C menunjukkan bahwa proses
mineralisasi sudah stabil dan cenderung menurun karena ketersediaan bahan organik
yang menurun juga.
Analisis ragam (ANOVA) pada rata-rata nilai kadar abu akhir proses
inkorporasi, keempat sampel memiliki nilai probabilitas (signifikan) yang
menujukkan angka 0.209 atau (P>0.5) dimana artinya penambahan Trichoderma
viride pada fermentasi jerami tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai
kadar abu pada keempat sampel proses inkorporasi.
4.1.4. Analisis Kadar Bahan Organik
Bahan organik adalah semua bahan organik di dalam tanah baik yang mati
maupun yang hidup walaupun organisme hidup (biomassa tanah) hanya
menyumbang kurang dari 5% dari total bahan organik. Jumlah dan sifat bahan
organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu
menetapkan arah proses pembentukan tanah. Bahan organik menentukan komposisi
dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah, keseimbangan panas, konsistensi,
Page 88
68
kerapatan partikel, kerapatan isi, sumber hara, pemantap agregat, karakteristik air,
dan aktivitas organisme tanah (Mukhlis, 2007).
Pada proses fermentasi jerami selama 16 hari (Gambar 17), kadar bahan
organik pada sampel mengalami penurunan. Sampel J1 menurun sebesar 8.21%,
sampel J2 menurun sebesar 6.62%, dan sampel J3 menurun sebesar 8.92%.
Penurunan dengan angka terbesar ditunjukkan oleh sampel J3, dimana pada sampel
diberikan penambahan Trichoderma viride hasil paparan sinar gamma dosis 250 Gy.
Dari hasil tersebut menujukkan proses degradasi terbesar terjadi oleh karena
aktivitas mikroba dengan cara mengkonsumsi senyawa organik dan menguraikannya
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga kadar bahan organik yang
Gambar 17. Pengukuran Kadar Bahan Organik sampel J1 (Kontrol perlakuan
tanpa Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0
Gy), J3 (Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Solid
State Fermentation selama 16 hari fermentasi.
Page 89
69
diperoleh menujukkan penurunan angka menjadi semakin berkurang. Menurut Saha
(2004) jerami padi merupakan bahan organik yang mengandung komponen penyusun
berupa 35-50% selulosa, 20-35% hemiselulosa, dan 10-25% lignin.
Pada tahapan inkorporasi, selama proses 28 hari menujukkan hasil kenaikan
dan penurunan kadar bahan organik yang beragam. Sampel K mengalami penurunan
nilai kadar bahan organik sebesar 3.88%, sampel A mengalami kenaikan 0.35%,
sampel C mengalami kenaikan sebesar 0.62% dan sampel C mengalami kenaikan
kadar bahan organik sebesar 4.28% (Gambar 18).
Penurunan kadar bahan organik terjadi karena proses degradasi oleh mikroba
masih berlangsung pada sampel K, sedangkan pada sampel A, B, C mengalami
Gambar 18. Pengukuran Kadar Bahan Organik sampel K (Tanah dengan
cemaran logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam
dengan jerami SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan
Inkorporasi selama 28 hari.
Page 90
70
kenaikan kadar bahan organik dikarenakan masih terdapatnya komponen organik
yang harus dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi, sehingga dalam
tahap ini aktivitas mikroba masih berlanjut. Sisa - sisa komponen yang lambat
terdekomposisi akan terus menyediakan energi untuk kelangsungan hidup
mikroorganisme selanjutnya (Hakim dkk, 1986). Sisa-sisa komponen yang lambat
terdegradasi adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah,
termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan
organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Stevenson,
1994).
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan nilai probabilitas (signifikan)
rata-rata kadar bahan organik pada keempat perlakuan sampel inkorporasi sebesar
0.209 atau (P>0.05), maka nilai rata-rata kadar bahan organik pada keempat sampel
perlakuan inkorporasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan maksud lain
bahwa penambahan Trichoderma viride pada fermentasi jerami tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar bahan organik pada keempat sampel
perlakuan.
4.1.5. Analisis Aktivitas Enzim
Aktivitas enzim merupakan indikator efektivitas kerja enzim oleh
mikroorganisme. Pada proses ini pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan
menggunakan metode DNS dan CMCase (uji aktivitas enzim menggunakan substrat
Page 91
71
Carboxymethyl cellulose). CMC adalah selulosa murni yang dapat larut atau selulosa
amorf yang lebih mudah terhidrolisis dibandingkan jika selulosa yang diambil dari
alam yang masih berikatan dengan lignin dan hemiselulosa serta masih memiliki
struktur kristalin (tidak larut) yang tinggi. Larutan DNS dengan komponen utamanya
asam 3,5-dinitrosalisilat yang berwarna kuning akan mengalami reduksi menjadi
asam 3-amino-5-nitrosalisilat. Reaksi reduksi pada gugus nitro dikarenakan adanya
gula pereduksi yang merupakan hasil hidrolisis substrat oleh enzim selulase (Miller,
1959)
Dari hasil pengamatan aktivitas enzim pada proses fermentasi jerami (Gambar
19), menujukkan bahwa nilai rata-rata aktivitas enzim tertinggi sebesar 8.30 U/g yang
diperoleh pada sampel J3 dengan lama fermentasi 16 hari. Sedangkan untuk nilai
rata-rata terendah diperoleh pada sampel J1 (kontrol) dengan angka 5.73 U/g dengan
lama fermentasi 16 hari. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya substrat dan
semakin lamanya waktu fermentasi menyebabkan hidrolisis substrat oleh
Trichoderma viride cenderung meningkat, sehingga enzim selulase yang dihasilkan
akan semakin banyak. Namun proses fermentasi yang terlalu lama akan menyebabkan
penggunan enzim selulase untuk proses hidrolisis maka aktivitas enzimnya semakin
menurun. Hal ini juga diperkuat dari penelitian Gautam (2011) bahwa aktivitas akan
mengalami kenaikan pada awal namun akan mulai mengalami penurunan setelah hari
ke-8. Pada sampel J1 tanpa adanya penambahan Trichoderma viride mengalami
penurunan aktivitas enzim setelah hari ke-8, hal ini dikarenakan kondisi
Page 92
72
mikroorganisme di dalam sampel yang tidak menentu. Sampel J2 tetap mengalami
kenaikan pada hari ke-12 dan kemudian menurun pada hari ke-16. Sedangkan pada
sampel J3 mampu bertahan dan produksi enzim masih berjalan sehingga mengalami
kenaikan yang konstan sampai hari ke-16. Pengaruh paparan iradiasi gamma dosis
250 Gray pada Trichoderma viride mampu meningkatkan kemampuan koloni untuk
meningkatkan produksi enzim selulase untuk mendegradasi bahan-bahan organik
(Lydia et al., 1994).
Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) menunjukkan nilai probabilitas
(signifikan) sebesar 0.329 atau (P>0.05), maka nilai rata-rata enzim selulase pada
ketiga perlakuan tidak menujukkan perbedaan yang nyata. Dengan kata lain,
penambahan Trichoderma viride hasil paparan iradiasi sinar gamma dosis 250 Gray
Gambar 19. Pengukuran Aktivitas Enzim sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0 Gy), J3
(Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Solid State
Fermentation selama 16 hari fermentasi.
Page 93
73
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim dari ketiga
perlakuan fermentasi.
Pada tahapan inkorporasi ini nilai rata-rata aktivitas enzim pada evaluasi hari
ke-28 menujukkan nilai penurunan dari tahapan sebelumnya (Gambar 20), yaitu
untuk sampel K nilai rata-rata aktivitas enzim sebesar 0.51 U/g, sampel A sebesar
0.55 U/g, sampel B sebesar 0.84 U/g dan sampel C sebesar 0.87 U/g.
Nilai rata-rata aktivitas enzim tertinggi terdapat pada sampel C, dimana pada
sampel ini telah ditambahkan jerami hasil fermentasi Trichoderma viride yang
dipapar iradiasi gamma dosis 250 Gy. Pada tahapan inkorporasi nilai rata-rata
Gambar 20. Pengukuran Aktivitas Enzim sampel K (Tanah dengan cemaran logam),
A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering tanpa
fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Inkorporasi selama
28 hari.
Page 94
74
aktivitas enzim telah mengalami penurunan dibandingkan dengan proses fermentasi
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena seiring dengan bertambahnya waktu
hidrolisis, jumlah substrat (jerami padi) diawal yang masih tersedia cukup banyak
kemudian akan semakin berkurang karena telah banyak yang terhidrolisis sehingga
aktivitas enzim cenderung stabil dan glukosa yang dihasilkan cenderung menurun.
Karena ketersediaan nutrisi yang yang berkurang menyebabkan fungi berada pada
kondisi stasioner dimana kecepatan pembelahan sel sama dengan kecepatan kematian
sel. Selain itu, fungi juga telah mengalami lisis sel (Meryandini et al., 2009)
Menurut analisa ragam (ANOVA) aktivitas enzim pada tahapan inkorporasi
dari keempat sampel menunjukkan nilai probabilitas (signifikan) yang tidak
terdefinisikan yang diartikan bahwa P > 0.05, maka penambahan Trichoderma viride
hasil paparan iradiasi pada fermentasi jerami tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata terhadap aktivitas enzim pada proses inkorporasi. Hal ini dapat diartikan bahwa
penambahan Trichoderma viride hasil paparan sinar gamma dosis 250 Gy tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim pada keempat perlakuan
sampel inkorporasi.
4.1.6. Analisis TPC (Total Plate Counting)
Mutu mikrobiologis pada proses fermentasi dilihat dari jumlah mikroba yang
terdapat pada media tersebut. Jumlah mikroorganisme yang terbaca akan
menggambarkan bahwa terdapatnya kelangsungan hidup dari suatu mikroorganisme.
Page 95
75
Kelangsungan hidup mikroba bergantung pada sediaan nutrisi dalam lingkungan
hidupnya. Sumber karbon atau energi lainnya merupakan transformasi bahan organik
dalam bentuk nutrien, yang akan diubah oleh mikroorganisme. Semakin banyak
mikroorganisme yang terlibat dalam proses, akan semakin membuka kemungkinan
jalur proses degradasi (Notodarmojo, 2005).
Pada proses fermentasi, dilakukan pengamatan terhadap kelangsungan hidup
mikroba dengan menggunakan metode TPC (Total Plate Counting) dengan
menggunakan media PDA (Potato Dextrosa Agar). Berdasarkan hasil uji TPC
dengan lama waktu inkubasi 5 hari tersebut, didapatkan hasil penampakan koloni
Trichoderma viride yang berwarna hijau kekuningan. Hal ini sesuai dengan deskripsi
yang digambarkan oleh Larry (1977), bahwa koloni Trichoderma viride memiliki
miselium berwarna hijau kekuningan setelah dewasa.
Gambar 21. Pengukuran TPC Fungi sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa
Trichoderma viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0 Gy), J3
(Jerami dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Solid State
Fermentation selama 16 hari fermentasi.
Page 96
76
Gambar 21 menunjukkan hasil pengukuran TPC fungi dimana pada sampel J1 nilai
total fungi berkisar antara 7.49-9.01 cfu/g, sampel J2 memiliki nilai total fungi
sebesar 7.71-9.06 cfu/g dan sampel J3 memiliki nilai total fungi sebesar 7.39-9.62
cfu/g.
Pada proses inkorporasi, dilakukan uji kelangsungan hidup Trichoderma
viride dan total bakteri aaerob dengan menggunakan metode total plate counting
(TPC) dengan media PDA (Potato Dextrosa Agar) untuk fungi dan media TSA
(Trypto Soya Agar) untuk bakteri. Berdasarkan hasil uji tersebut didapatkan hasil
penampakan koloni fungi Trichoderma viride yang bagian permukaannya terlihat
putih bersih dan bermiselium kusam, dimana miselium tersebut memiliki warna hijau
kekuningan setelah dewasa (Larry, 1977). Tingkat kelangsungan hidup pada tahapan
inkorporasi ini mengalami kenaikan dan penurunan, hal ini bergantung pada kondisi
lingkungan dan kesediaan nutrisi dari tempat fungi tersebut beraktivitas.
Gambar 22. Pengukuran TPC Fungi sampel K (Tanah dengan cemaran logam), A
(Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering tanpa
fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Inkorporasi
selama 28 hari.
Page 97
77
Gambar 22 menunjukkan nilai total fungi pada tahapan inkorporasi sampel K
sebesar 6.46-7.55 cfu/g, sampel A memiliki nilai total fungi sebesar 7.68-8.35 cfu/g,
sampel B memiliki nilai total fungi sebesar 6.53-8.03 cfu/g, dan sampel C memiliki
nilai total fungi sebesar 7.60-9.17 cfu/g. Pada uji statistik anova, nilai rata-rata TPC
fungi pada akhir inkorporasi menyatakan nilai signifikan sebesar 0.000 atau (P <
0.05) dan dilanjutkan dengan uji duncan yang menjelaskan bahwa nilai rata-rata fungi
pada keempat perlakuan sampel memiliki perbedaan yang nyata.
Pada uji kelangsungan hidup bakteri aerob, menujukkan adanya kenaikan dan
penurunan jumlah bakteri. Sampel K menunjukkan nilai total bakteri sebesar 6.74-
8.40 cfu/g, sampel A memiliki nilai total bakteri sebesar 6.46-7.91 cfu/g, sampel B
memiliki nilai total bakteri sebesar 6.83-8.98 cfu/g dan sampel C memilki nilai total
bakteri sebesar 6.88-8.77 cfu/g (Gambar 23).
Gambar 23. Pengukuran TPC Bakteri sampel K (Tanah dengan cemaran logam), A
(Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering tanpa
fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logamdengan jerami SSF
dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Inkorporasi selama 28
hari.
Page 98
78
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa keberadaan bakteri yang
terdapat dalam sampel bergantung pada kondisi dan pemanfaatan nutrisi makanan
dari senyawa-senyawa dalam substrat yang terutama mengandung karbon untuk
melangsungkan proses metabolisme.
Kelangsungan hidup bakteri kemudian diuji dengan analisa statistik anova,
dimana nilai probabilitas pada keempat perlakuan sampel awal dan akhir
menunjukkan angka 0.000 atau (P < 0.05) yang kemudian dilanjutkan dengan uji
Duncan. Dengan demikian penambahan Trichoderma viride yang dipapar iradiasi
gamma dosis 250 Gray memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelangsungan
hidup bakteri anaerob.
4.1.7. Analisis Rasio C/N
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N)
dalam suatu bahan. Rasio C/N yang dihasilkan pada penelitian ini sangat dipengaruhi
oleh kadar C-organik dan N-total. Pada proses fermentasi akan terjadi pelepasan
karbondioksida, dimana semakin tinggi aktivitas mikroorganisme maka dapat
mempercepat proses dekomposisi bahan organik sehingga C-organik akan berkurang
(akibat pelepasan karbondioksida dan dekomposisi bahan organik) sementara kadar
N-total mengalami peningkatan sehingga nilai rasio C/N akan menurun. Semakin
tinggi kandungan N-total yang terbentuk akan menyebabkan terjadi penurunan rasio
C/N sehingga menandakan terjadinya proses mineralisasi. Perbandingan C/N yang
Page 99
79
rendah menunjukkan bahwa proses mineralisasi berjalan dengan baik (Harizena,
2012).
Pada Gambar 24, nilai rasio C/N pada sampel J1 menunjukkan nilai sebesar
3.67-5.07%, sampel J2 menunjukkan nilai rasio C/N sebesar 3.24-3.29 dan sampel J3
memiliki nilai rasio C/N sebesar 4.35-4.63%. Nilai rasio C/N terendah pada proses
SSF menunjukkan angka 3.24, dimana pada nilai C/N < 20 terjadi mineralisasi dan
immobilisasi, sehingga menyebabkan tersedianya energi untuk mikroba sangatlah
sedikit untuk mendegradasi bahan-bahan organik dalam proses fermentasi (Syukur
dan Harsono, 2008). Penurunan nilai rasio C/N ini menujukkan adanya penguraian
Gambar 24. Pengukuran Rasio C/N sampel J1 (Kontrol perlakuan tanpa Trichoderma
viride), J2 (Jerami dan Trichoderma viride 0 Gy), J3 (Jerami dan
Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan Solid State Fermentation H-0
dan H-16 fermentasi.
Page 100
80
kandungan karbon oleh mikroba membentuk karbondioksida sedangkan nitrogen
digunakan untuk hidup dan melakukan pertumbuhan (Sumady, 2009).
Pada proses inkorporasi, nilai rasio C/N terendah terdapat pada sampel K
(kontrol) yaitu sebesar 0.97% dan nilai rasio C/N tertinggi terdapat pada sampel C
yaitu sebesar 15.93% (Gambar 25).
Nilai rasio C/N pada tahapan ini belum sesuai dengan kebutuhan
mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik, karena kandungan C/N
yang rendah memiliki sedikit karbon sebagai sumber energi bagi mikroba. Nilai rasio
C/N yang ideal antara 20 – 30 dimana angka ini menunjukkan bahwa proses
mineralisasi dan immobilisasi telah berjalan dengan seimbang (Hanafiah, 2005).
Gambar 25. Pengukuran Rasio C/N sampel K (Tanah dengan cemaran logam), A
(Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering tanpa
fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada H-0 dan H-28 tahapan
Inkorporasi.
Page 101
81
Semakin lama proses fermentasi maka kandungan C-organik akan semakin berkurang
karena telah dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh mikroorganisme.
Senyawa organik akan berkurang sedangkan senyawa anorganik akan terbentuk
semakin banyak, selain itu terjadi pelepasan karbon dioksida pada proses ini akibat
adanya aktivitas mikroorganisme sehingga mempengaruhi kadar C-organik
(Harizena, 2012).
4.2. Aplikasi Hasil Remediasi (Landfarming)
4.2.1. Tinggi Tanaman Jagung
Pertumbuhan jagung pada penelitian ini diamati dengan pengukuran secara
kuantitatif berdasarkan tinggi tanaman. Tinggi jagung diukur dari pangkal batang
hingga ujung daun selama masa pertumbuhan 28 hari. Dari semua perlakuan, yang
memberikan suatu perlakuan yang paling baik adalah sampel C, yaitu adanya
penambahan fungi yang dipapar radiasi sinar gamma dosis 250 Gy menunjukkan
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman jagung pada pot kontrol
dan jerami kering (tanpa fungi). Pada pengamatan hari ke-7 hingga hari ke-28 setelah
tanam menunjukkan suatu peningkatan tinggi tanam yang menonjol. Kerja fungi
Trichoderma viride pada varietas jagung manis dapat memberikan efek yang baik
terhadap pertumbuhan fisik dan tinggi tanaman jagung manis.
Berdasarkan hasil pengukuran tinggi tanaman jagung manis (Gambar 26),
nilai rata-rata tinggi tanaman jagung manis pada sampel K meningkat dari 11.20-
Page 102
82
42.83 cm, sampel A tinggi jagung meningkat dari 12.70-44.98 cm, sampel B tinggi
tanaman jagung manis meningkat dari 13.50-56.88 cm dan sampel C tinggi tanaman
jagung manis meningkat dari 13.75-59.88 cm.
Berdasarkan hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai probabilitas
(signifikan) penambahan Trichoderma viride terhadap pertumbuhan tanaman sebesar
0.458 > 0.05, hal ini menunjukkan bahwa penambahan fungi pada awal masa tanam
tidak menujukkan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Namun,
diakhir masa tanam (28 hari) uji anova menunjukkan nilai probabilitas (signifikan)
penambahan Trichoderma viride terhadap pertumbuhan tanaman jagung sebesar
Gambar 26. Pengukuran Tinggi Tanaman Jagung sampel K (Tanah dengan
cemaran logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam
dengan jerami SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) selama 28 hari.
Page 103
83
0.004 < 0.05, hal ini menujukkan bahwa penambahan Trichoderma viride pada
fermentasi jerami berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung.
Menurut Atmojo (2003), penambahan bahan organik mempunyai pengaruh
nyata terhadap pertumbuhan tanaman karena terdapat senyawa yang mempengaruhi
aktivitas biologis yakni senyawa perangsang tumbuh (auksin) dan vitamin. Senyawa-
senyawa tersebut berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa
tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Tanaman
melepaskan eskudat di rizosfer kemungkinan untuk kebutuhan sebagai sumber karbon
untuk mikroba (Bowen and Rovira, 1991 dalam Nwoko, 2010). Eskudat yang
dikeluarkan berupa gula, pati, dan asam-asam organik yang dapat dimanfaatkan oleh
mikroba sebagai sumber karbon. Akibatnya, mikroba rizosfer dapat meningkatkan
kesehatan tanaman dengan menstimulasi pertumbuhan akar melalui produksi
pengatur pertumbuhan tanaman, meningkatkan penyerapan mineral dan air (Nwoko,
2010).
4.2.2. Bobot Kering Tanaman Jagung
Bobot kering tanaman merupakan biomassa tanaman yang terbentuk dari hasil
proses fotosintesis tumbuhan. Bobot kering merupakan salah satu indikator penting
dalam menentukan pertumbuhan tanaman jagung (Imaningsih dkk., 2011). Bobot
kering tanaman yang besar menyatakan kemampuan tanaman untuk menghasilkan
asimilat yang besar pula (Katsono, 2005). Selanjutnya Gardner et al., (1991)
Page 104
84
menyatakan bahwa untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman yang maksimal
harus terdapat cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi
matahari jatuh keatas tajuk tanaman yang digunakan untuk proses fotosintesis.
Nyoman (2002) menyatakan bahwa ketika tanaman mengalami kekurangan hara,
gejala yang terlihat meliputi terhambatnya pertumbuhan akar, batang, dan daun
sehingga hasil yang diperoleh akan menurun.
Berdasarkan perhitungan bobot kering sampel tanaman setelah 28 hari masa
tanam (Gambar 27), bobot kering yang terdapat pada sampel K, yaitu sebesar 0.98
gram, sampel A sebesar 1.58 gram, sampel B dengan angka 2.92 gram dan bobot
Gambar 27. Pengukuran Bobot Kering Tanaman Jagung sampel K (Tanah dengan
cemaran logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami
kering tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 250 Gy) pada tahapan
Inkorporasi selama 28 hari.
Page 105
85
kering sampel C sebesar 2.48 gram. Dimana pada keempat perlakuan sampel, bobot
kering terendah terdapat pada sampel K (0.98 gram) dan bobot kering tertinggi pada
sampel B (2.92 gram). Cemaran logam mampu menghambat proses metabolisme
tanaman serta menghambat pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil
dan menghasilkan bobot kering yang tidak seperti tanaman normal. Logam berat
dapat mengganggu proses metabolisme pada tanaman sehingga mengganggu
pembentukan sel-sel tanaman dan jaringan meristem pada akar. Menurunnya
pertumbuhan jaringan pada akar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan
bagian atas tanaman yang pada akhirnya akan menurukan bobot kering tanaman
(Fitter et al., 1991). Hasil analisis ragam (ANOVA) pada bobot kering tanaman,
keempat sampel perlakuan menunjukkan nilai probabilitas (signifikan) sebesar 0.000
atau (P < 0.05) yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Dari hasil analisa uji duncan
menunjukkan rata-rata bobot kering tajuk dari keempat sampel perlakuan memiliki
perbedaan yang nyata. Penambahan Trichoderma viride yang dipapar radiasi sinar
gamma dosis 250 Gy memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering
tanaman.
4.2.3. Serapan Logam Berat
Unsur Pb merupakan kelompok logam berat yang tidak esensial bagi
tumbuhan, bahkan dapat mengganggu siklus hara dalam tanah. Unsur Pb sampai saat
ini masih dipandang sebagai bahan pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran
Page 106
86
tanah dan lingkungan (Juhaeti dkk, 2004). Pada lahan tercemar, sebagian besar
tumbuhan tidak dapat menyesuaikan diri pada habitat yang terhampar logam berat
(Khan 2006; David 2012). Seleksi tanaman yang sesuai sangat penting untuk
mengembangkan teknologi fitoremediasi (Fischerova et al., 2006; Deng et al., 2006).
Tanaman fitoremediator harus tumbuh secara lokal, memiliki tingkat toleransi yang
memadai terhadap kontaminan serta hubungan korelasi tinggi antara tingkat
kontaminasi dalam lingkungan dan jaringan tanaman (Krolak et al., 2003).
Pada penelitian ini, jagung ditanam dalam media tanah yang diberikan
cemaran logam Pb dan Cd sebesar 250 ppm. Selanjutnya tanah cemaran diberikan
penambahan stimulan berupa jerami hasil fermentasi fungi Trichoderma viride.
Menurut Khan (2006), Wang et al., (2007), dan Gamalero et al., (2009) peran
mikoriza sangat penting dalam interaksi antara tumbuhan, mikrobia, dan tanah.
Dalam kondisi seperti ini, mikoriza membantu secara efektif terhadap pertumbuhan
dan ketahanan tanaman (Smith dan Read, 2008; Garg dan Chandel, 2010). Pada
penelitian ini, pemberian jerami hasil SSF mampu meningkatkan daya akumulasi
logam Pb dan Cd ke dalam akar tanaman.
Berdasarkan hasil analisa serapan Pb dengan menggunakan spektrofotometri
serapan atom (SSA), akumulasi logam Pb pada akar tanaman pada sampel K sebesar
33.66 mg/kg, sampel A sebesar 26.80 mg/kg, sampel B sebesar 51.47 mg/kg, dan
sampel C sebesar 55.70 mg/kg (Gambar 28). Berdasarkan hasil analisa data
(ANOVA) pada serapan Pb akar menujukkan nilai probabilitas (signifikan) sebesar
Page 107
87
0.000 (P < 0.05) yang kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Dari hasil analisa uji
Duncan menujukkan rata-rata serapan logam Pb akar pada keempat sampel perlakuan
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan Trichoderma viride yang dipapar sinar gamma dosis 250 Gray
memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan logam Pb pada akar tanaman
jagung manis. Akumulasi logam Pb terbesar terdapat pada sampel C (55.70 mg/kg),
dimana pada sampel ini diberikan penambahan Trichoderma viride yang dipapar
radiasi sinar gamma dosis 250 Gy. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jerami
hasil fermentasi Trichoderma viride paparan sinar gamma dosis 250 Gray mampu
meningkatkan akumulasi logam Pb dalam akar tanaman. Mikroorganisme yang
terdapat pada sampel mampu membantu sistem perakaran tanaman, meningkatkan
luas permukaan kontak dengan tanah sehingga melebarkan daerah penyerapan akar.
Gambar 28. Pengukuran Serapan Logam Pb sampel K (Tanah dengan cemaran
logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering
tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF
dan Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan
jerami SSF dan Trichoderma viride 250 Gy).
Page 108
88
Sementara serapan logam pada tajuk tanaman menunjukkan hasil bahwa
sampel K mengandung logam Pb sebesar 4.13 mg/kg, sampel A sebesar 1.80 mg/kg,
sampel B sebesar 0.86 mg/kg, dan sampel C sebesar 0.97 mg/kg. Hasil analisa data
(ANOVA) pada serapan Pb tajuk menujukkan nilai probabilitas (signifikan) sebesar
0.013 (P < 0.05) yang kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Dari hasil analisa uji
Duncan menujukkan rata-rata serapan logam Pb tajuk pada keempat sampel
perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan Trichoderma viride yang dipapar sinar gamma dosis 250 Gray
memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan logam Pb pada tajuk tanaman
jagung manis.
Kadar logam Pb pada akar tanaman menunjukkan angka yang lebih besar
dibandingkan dengan kadar logam pada tajuk tanaman. Hal ini dikarenakan akar
merupakan bagian tanaman yang terkontak langsung oleh tanah cemaran logam.
Tanaman memiliki kemampuan mentranslokasi dan mengakumulasi unsur logam dari
akar ke tajuk tanaman. Namun serapan logam pada tajuk dapat dikurangi dengan
bantuan fungi Trichoderma viride, dimana terjadinya interaksi antara
mikroorganisme, tanah dan tumbuhan akan berperan dalam mengandalikan serapan
logam pada tanaman. Dari perhitungan nilai translocation factor (TF) pada tanaman
dengan cara membandingkan kadar logam Pb pada tajuk dengan kadar logam Pb pada
akar, menunjukkan hasil TF < 1, hal ini menunjukkan bahwa mekanisme proses
penyerapan logam Pb pada penelitian ini berlangsung secara fitostabilisasi. Dalam
Page 109
89
penelitian ini, proses fitoremediasi berlangsung berdasarkan prinsip fitostabilisasi,
dimana akar tumbuhan akan melakukan immobilisasi polutan dengan cara
mengakumulasi, mengadsorpsi pada permukaan akar dan mengendapkan presipitat
polutan dalam zona akar. Tanaman mempunyai kemampuan untuk menahan substansi
toksik dengan cara biokimia dan fisiologisnya serta menahan substansi non nutritif
organik yang dilakukan pada permukaan akar. Bahan pencemar tersebut akan
dimetabolisme atau diimmobilisasi melalui sejumlah proses termasuk reaksi oksidasi,
reduksi dan hidrolisa enzimatis (Khan et al., 2000). Timbal (Pb) merupakan logam
yang cenderung terakumulasi dan tersedimentasi dalam tanah karena kelarutannya
yang rendah dan relatif bebas dari degradasi mikroorganisme (Devies dalam Adelia,
2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan Yoon et al., (2006) yang menyatakan
terkadang akar juga mempunyai sistem penghentian transpor logam menuju daun
terutama logam non esensial, sehingga ada penumpukkan logam di akar. Logam Pb
sebagai salah satu logam non esensial bagi tanaman yang memiliki kecendrungan
ditumpuk oleh akar daripada ditransfer ke bagian tajuk.
Logam Cd merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi
tubuh bila terangkut oleh jaringan tumbuhan. Akumulasi dalam jangka waktu lama
dapat meningkatkan kandungan kadmium dalam tanah dan tanaman yang sedang
tumbuh (Subowo et al., 1999). Hasil pengukuran kadar logam Cd dengan
menggunakan spektrometri serapan atom (SSA) menunjukkan bahwa akumulasi
logam Cd dalam akar tanaman pada sampel K sebesar 269.65 mg/kg, sampel A
Page 110
90
sebesar 445.70 mg/kg, sampel B sebesar 337.17 mg/kg dan sampel C sebesar 336.72
mg/kg (Gambar 29). Berdasarkan hasil analisa data (ANOVA) pada serapan Cd akar
menujukkan nilai probabilitas (signifikan) sebesar 0.000 (P < 0.05) yang kemudian
dilanjutkan dengan uji Duncan. Dari hasil analisa uji Duncan menujukkan rata-rata
serapan logam Cd akar pada keempat sampel perlakuan menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Trichoderma viride
yang dipapar sinar gamma dosis 250 Gray memberikan pengaruh yang nyata terhadap
serapan logam Cd pada akar tanaman jagung manis.
Hasil pengukuran kadar Cd dalam tajuk tanaman, pada sampel K serapan Cd
sebesar 59.51 mg/kg, sampel A sebesar 72.25 mg/kg, sampel B sebesar 96.06 mg/kg
Gambar 29. Pengukuran Serapan Logam Cd sampel K (Tanah dengan cemaran
logam), A (Tanah cemaran logam dengan tambahan jerami kering
tanpa fermentasi), B (Tanah cemaran logam dengan jerami SSF dan
Trichoderma viride 0 Gy), C (Tanah cemaran logam dengan jerami
SSF dan Trichoderma viride 250 Gy).
Page 111
91
dan pada sampel C sebesar 84.05 mg/kg. Analisa data (ANOVA) pada serapan Cd
tajuk menujukkan nilai probabilitas (signifikan) sebesar 0.002 (P < 0.05) yang
kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Dari hasil analisa uji Duncan menujukkan
rata-rata serapan logam Cd tajuk pada keempat sampel perlakuan menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Trichoderma
viride yang dipapar sinar gamma dosis 250 Gray memberikan pengaruh yang nyata
terhadap serapan logam Cd pada tajuk tanaman jagung manis.
Dari data diatas menunjukkan akumulasi logam Cd pada tanaman jagung
lebih besar dibandingkan akumulasi logam Pb. Hal ini dikarenakan setiap tanaman
memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap logam berat. Mikroorganisme
yang terlibat dan lingkungan tempat tanaman tumbuh juga mempengaruhi penyerapan
logam pada tanaman tersebut. Jenis logam berat juga dapat mempengaruhi proses
akumulasi pada setiap jenis tanaman. Alloway dan Hayati (2010), menggolongkan
unsur Cd sebagai unsur yang cepat pindah atau bergerak ke tajuk tanaman. Kadar Cd
pada akar tanaman terlihat lebih besar dibandingkan dengan kadar Cd dalam tajuk
tanaman. Rossiana (2003) menyatakan bahwa tanaman yang di inokulasikan mikoriza
memiliki kemampuan untuk menekan serapan logam, karena mikoriza diketahui
mampu mengikat logam tersebut pada gugus karboksil pada matriks antar permukaan
kontak mikoriza dan tanaman inang (pada selubung polisakarida dan dinding sel).
Perbandingan kadar logam Cd pada tajuk dengan kadar logam Cd pada akar
menunjukkan nilai translocation factor atau TF < 1, hal ini menunjukkan bahwa
Page 112
92
mekanisme proses penyerapan logam Cd pada penelitian ini berlangsung secara
fitostabilisasi. Salt el al., (1996) berpendapat bahwa dalam fitostabilisasi, polutan
diakumulasi oleh akar, kemudian dijerap di permukaan akar atau diendapkan dan
diakumulasi di daerah perakaran (rhizosfer), sehingga dapat mengurangi resiko
masuknya logam berat dalam rantai makanan pada saat tanaman tersebut mencapai
fase generatif (pembentukan bunga dan buah).
Page 113
93
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Iradiasi gamma dosis 250 Gray mampu meningkatkan kualitas Trichoderma
viride dan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH (6.88-8.85) dalam
proses solid state fermentation (SSF). Pemberian Trichoderma viride hasil
iradiasi gamma dosis 250 Gy memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
pH (7.24-7.95), kadar air (30.45-43.05%), TPC fungi (6.46-9.17 cfu/g) dan
bakteri (6.46-8.98 cfu/g) dalam proses Inkorporasi.
2. Hasil pengukuran AAS menunjukkan bahwa akumulasi logam Pb dalam akar
tanaman jagung manis (Zea mays) pada sampel K sebesar 33.66 mg/kg,
sampel A sebesar 26.80 mg/kg, sampel B sebesar 51.47 mg/kg, dan sampel C
sebesar 55.70 mg/kg. Sementara serapan logam Cd pada akar tanaman jagung
manis dalam sampel K menunjukkan serapan Cd sebesar 269.65 mg/kg,
sampel A sebesar 445.70 mg/kg, sampel B sebesar 337.17 mg/kg dan sampel
C sebesar 336.72 mg/Kg. Proses fitoremediasi ini berlangsung berdasarkan
prinsip fitostabilisasi, dimana nilai translocation factor atau TF < 1.
5.2. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan analisa lanjutan
untuk mengetahui kemampuan serapan logam berat Pb dan Cd yang terdapat
dalam sampel dengan menggunakan metode yang lebih baik dengan variasi
Page 114
94
konsentrasi cemaran, serta menambah jenis fungi yang digunakan untuk melihat
perbandingan kemampuannya. Sebaiknya dilakukan orientasi dosis konsentrasi
serapan logam terlebih dahulu. Untuk penggunaan tanaman pangan sebaiknya
sampai pada fase generatif (pembentukan bunga dan buah) agar konsentrasi
cemaran logam berat benar-benar terbaca pada cadangan makanan.
Page 115
95
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 2010. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta: Kanisius.
Adelia. 2004. Evaluasi Kadar Ambien Logam Berat Nikel (Ni) dan Timbal (Pb) Dalam Tanah
sebagai Dasar Penyempurnaan Kriteria Baku Mutu Tanah di Indonesia. Skripsi. Bogor :
Institut Pertanian Bogor
Afify, A.E.M.R., M. Abo-El-Seoud, G.M. Ibrahum, I. M.M. Helal and B. W. Kassem. 2012.
Exposing of Trichoderma spp. to Gamma Radiation for Stimulating its Pesticide
Biodegradation Activity. J. Rad. Res. Appl. Sci. 5(2):440-454.
Ahn, H.K., T.J. Sauer., T.L. Richard, T.D. Glanville. 2009. Determination of Thermal Properties
of Composting Bulking Materials. J. Biosource Technology. 100:3974-3981
Alexopoulus, C.J And C.W. Mims. 1979. Introductury Mycology. Third Edition John Wiley and
Sons. New York
Anderson, C.W.N., Brooks, R., Stewart, R., Simcock, R., Robinson, B., (1999), The
Phytoremediation and Phytomining of Heavy Metals. Pacrim 99, Ball, Indonesia, pp.
127–135.
Ann Won Chew, Nik Norulaini Nik Ab Rahman, Mohd Omar Ab Kadir and C.C. Chen, (2012),
Dried and Wet Trichoderma sp. Biomass Adsorption Capacity on Ni, Cd and Cr in
Contaminated Groundwater, 2012 International Conference on Environmental Science
and Technology IPCBEE 30:51-57.
AOAC. 2005. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemists.
Maryland
Atmojo, S. W. 2003. Peranan C-Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolaannya. Surakarta : USM-Press.
Badan Standarisasi Nasional. 1992.
Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2008. Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta (ID): PPP BATAN.
Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2009. Jakarta
Barcelo, J., Vazquez, M.D., Madico, J.,Poschenrieder, C., (1994),Hyperaccumulation of zinc and
cadmium in Thlaspi caerulescens, In: Varnavas, S.P.(Ed.) Environmental contamination
CEP Consultants Ltd., Edinburgh, pp. 132–134.
Berger, J. 1962. Maize Production and Manuring of Maize. Centre d’Etude de l’Azote,
Geneva. Page : 315.
Page 116
96
Bishop, A.L., Slack, S.A. 1987. Effect of Cultivar, Inoculum Dose, and Strain of Clavibacter
michiganense subsp. Sepedonicum on Symptom Development in Potatoes. Ecology and
Epidemology. Vol.4: 11
Buckman, Harry and Brady Nyle C. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta : Bharat Karya Aksara.
Buckman, Harry O. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Bharata Karya Aksara
Cember, H. dan T. E. Johnson. 2009. Introduction to Health Physics. The McGraw-Hill
Companies, Inc. New York
Chakravarty, B. and S. Sen. 2001. Enhancement of regeneration potential and variability by
gamma-irradiation in cultured cells of Scillaindica, Biol. Plant. 44: 189–193.
Chaney RL et al. 1995. Potential use of metal hyperaccumulators. Mining Environ Manag 3:9-
11.
Charlena, 2004. Pencemara Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Sayur-sayuran.
Falsafah Sains. Program Pascasarjana S3 IPB. Posted tgl 30 Desember 2004.
Corseuil, H. X. and F. N. Moreno. 2000. Phytoremediation potential of willow trees for aquifers
contaminated with ethanol-blended gasoline. Water Research 35:3013-3017.
Darmono, 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi. Jakarta : UI Press.
Darwis A.A, & Sukara, E. 1990. Teknologi Mikrobial. Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB
Day, Jr, R. A., Underwood, A. L. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Dharma, B. 1992. Indonesian shells II. Wiesbaden : Verlag Christa Hemmen. 135 pp.
Eun, J.S., K.A Beauchemin, S.H Hong, M.W. Bauer. 2006. Exogenous Enzymes Added to
Untreated or Ammoniated Rice Straw: Effect on In Vitro Fermentation Characteristic and
Degradability. J. Anim. Sci. and Tech. 131 : 86‐101.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas IPB, Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Bogor : IPB Press
Fengel, D., dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Diterjemahkan
oleh Hardjono Sastrohamidjoyo. Hal. 124-154. Cetakan I. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press
Page 117
97
Fitriatin, B, Setiawati, M & Hindersah, R. 2003. Aplikasi pupuk organik (kascing dan ekstrak
cacing) serta cendawan mikoriza arbuskula terhadap populasi mikroba di rhizosfer,
kolonisasi mikoriza, pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis pada ultisol, Dalam
Seminar Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza Untuk
Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, Bandung
Fitter, A. H dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan oleh Sri
Andani dan E.D. Purbayanti. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Frazier. W.C And D.C Westhoff. 1981. Food Microbiology. Tata Mc.Graw Hill. Published Co,
Ltd. New Delhi
Gamalero E, Lingua G, Berta G, Glick BR. 2009. Beneficial role of plant growth promoting
bacteria and arbuscular mycorrhizal fungi on plant responses to heavy metal stress. Can J
Microbiol 55 (5): 501-514.
Gardner. F. P., R. B. Pearce and R.L Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi
Tanaman Budidaya). Jakarta : UI Press
Garg N, and Chandel S. 2010. Arbuscular mycorrhizal networks: process and function. A review.
Agron Sustain Dev 30: 581-599.
Gaur, A.C. 1981. A. Manual of rural composting in improving soil fertility through organic
recycling. No. 15 FAO of United Nation.
Gautam, S.P., Bundela P.S., Pandey A.K., and Jamaluddin Khan, M.K. 2011. Optimization for
the Production of Cellulase Enzyme from Municipital Solid Waste Residu by Two Novel
Celluloly Fungi. Biotechnology Research International. Volume 2011(2011). Rani
Durgavati University : India.
Ghosh M. and Singh S.P. 2005. Comparative Uptake of Phytoextraction Study of Soil Induced
Chromium by Accumulator and High Biomass Weed Spesies. Journal Applied Ecology
and Environmental Research Vol.3 No.2 Page : 67-79
Gunam, I.B.W., Hardiman, T. Utami, 2004. Chemical Pretreatments on Bagasse to Enhance
Hydrolysis of Its Cellulose Enzymatically. The 3th . Hokkaido Indonesian Student
Association Scientific meeting (HISAS 3), Sapporo
Haggag, W.M. and H.A.A. Mohamed. 2002. Enhancement of antifungal metabolites production
from gamma-rays induced mutants of some Trichodema sp. for control onion white rot
disease,Plant Pathology Bulletin 11 : 45-56.
Hakim, N, M. Y. Nyakpa, S. G. Nugroho, A. M. Lubis, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong, dan
H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Rajawali Press.
Page 118
98
Hardiani, H. 2009. Potensi tanaman dalam mengakumulasi logam Cu Pada media tanah
terkontaminasi limbah padat Industri kertas. Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung 44
(1) : 27 – 40
Hari Hartadi. 1983. Pemanfaatan Tanaman Jagung Manis. Jakarta : Jurnal Teknologi Pertanian
Harizena, I. N. D. 2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap Kualitas Kompos Sampah
Rumah Tangga.Skripsi. Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan Jurusan
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.Denpasar.
Haswel, R. 1991. Gaining ground in college writing: Tales of development and interpretation.
Dallas: Southern Methodist University Press.
Hesseltine, C.W. 1977. Process Biochem. 7:8 24
Ikhsan, D., Yulianto, ME., Hartati, I. 2009. Hidrolisis Enzimatis untuk Produksi Bioetanol dari
Biomassa Jerami Padi. J Pengembangan Bioreaktor.
Iskandar, D. 2007. Pengaruh Dosis Pupuk N, P dan K Terhadap Pertumbuhan Jagung Manis di
Ladang Kering. Jakarta : P3 Teknologi Budidaya Pertanian BPPT
Ismachin, M. 1988. Pemuliaan Tanaman dengan Mutasi Buatan. Jakarta : Pusat Aplikasi Isotop
dan Radiasi. Badan Tenaga Atom Nasional.
Jatim. 1978. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom.
Judoamidjojo, M., A, Darwis, E.Gumbira. 1990. Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Juhaeti T, Sharif F, Hidayati N. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi.
Jurnal Biodiversitas. Vol. 6 N0. 1 hal 31-33.
Juliano, B. O. 1985. Rice bran. In Rice: Chemistry and Technology; American Association of
Cereal Chemists: St. Paul, MN.
Jung, H.G. 1989. Forage Lignins and Their Effect on Feed Digestibility. Agron. J. Vol. 81 : 33-
38
Kang, S.W., Park, Y. S., Lee, J.S., Hong, S.L., dan Kim, S. W. 2004. Production of Cellulases
and Hemicellulases by Aspergillus niger KK2 from Lignocellulosic Biomass. Biosource
Technol 91 : 153-156
Kjeldahl, J. 1883. A New Method for the Estimation of Nitrogen in Organic Compound. J. Anal.
Chem., 22: 336
Page 119
99
Khan AG. 2006. Role of soil microbes in rizhospheres of plants growing on trace metal
contaminated soils in phytoremediation. J Trace Element Med Biol 18: 355-364.
Larry, R. 1977. Food and Beverage Mycology. Department of Food Science Agricultural
Experinment Station. University of Georgia
Lydia A, Sjarief SH, Sutarmi A, dan Sudrajad D, 1994. Pengaruh Kapang Iradiasi untuk
Produksi Glukosa dari Tepung sagu. Majalah BATAN. 27: 3–4, 25–34.
Mandels, M. 1982. Cellulases. In.G. T. Tsao (ed) Annual Report on Fermentation Processes. Vol
5. New York : Academic Press
Mandels, M., Reese, ET. 1957. Induction of cellulase in Trichoderma viride as influenced by
carbon sources and metals. J Bacteriol. Feb; 73(2):269–278.
Manpreet, S., Sawraj S, Sachin D, Pankaj S, Banerjee U.C. 2005. Influence of Process
Parameters on the Production of Metabolites in Solid State Fermentation. Malaysian
Journal of Microbiology. 1(2):21-9.
Memon, A.R., Aktoprakligil, D., Ozdemir, A., Vertii, A., (2001), Heavy metal accumulation and
detoxification mechanism in plants. Turk Journal of Botany, 25, p. 111–121
Meryandini, A., Widosari, W., Maranatha, B., Sunarti, T.C., Rachmania, N., Satria, H. 2009.
Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzimnya. Makara Sains. 13 :33-38.
Miller, G. L. 1979. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent for Determination Reduction Sugar.
Anal Chem. 31 : 426-428.
Miller, R. K. 1972. Ground-Water Remediation Technology Analysis Center. Technology
Overview Report. TO-96-03.
Mishra, S., Peeyush, K., dan Anushree, M. 2013. Effect of Process Parameters on the Enzyme
Activity of a Novel Beauveria bassiana Isolate. Int. J. Current Microbiology and Applied
Science. Vol. 2 No. 9
Miyamoto, K. 1997. Renewable Biological System For Alternative Sustainable Energy
Production. FAO – Food and Agriculture Organization of the United Nation
Mosier N, Wyman C, Dale B, Elander R, Lee YY, Holtzapple M, Ladisch M. 2005. Features of
promising technologies for pretreatment of lignocellulosic biomass. Bioresour Technol
96: 673-686
Page 120
100
Moussa, T.A.A and M.A. Rizk. 2003. Impact of Gamma Irradiation Stresses : Control of
Sugarbeet Pathogens Rhizoctonia solani Kuhn and Sclerotium rolfsii Sacc., Pakistan
Journalof Plant Pathology 2 (1) : 10-20.
Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Dan Tanaman. Medan : USU Press.
Mulyana, N., Tri Retno. D. L., Arief, A. 2014. Stimulasi Degradasi Hidrokarbon dan Reduksi
Logam Berat dalam Medium Cair Menggunakan Inokulan Fungi Teriradiasi Gamma
Dosis Rendah. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi-BATAN. Jakarta
Mulyoharjo. 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : UI Press
Nakagiri, A. 2005. Preservation of Fungi and Freezing Methods. Workshop on Preservation of
Microorganisms.
Nopriani, Lenny Sri. 2011, Teknik Uji Cepat Untuk Identifikasi Pencemaran Logam Berat Tanah
Di Lahan Apel Batu, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
Notodarmojo S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: ITB.
Nwoko. Chris O. 2010. Trends in phytoremediation of toxic elemental and organic pollutants.
African Journal of Biotechnology. Vol. 9 (37), pp. 6010-6016.
Ong, Lisa G.A. 2012. Enzymatic Hydrolysis of Rice Straw: Process Optimization. Journal of
Medical and Bioengineering. Vol. 1, No. 1
Palar. H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Rineka cipta. Jakarta. p. 78-86.
Pederby, J. F, 1976. Photosynthesis: energy transduction : a practical approach.
Prayitno. 2008. Purifikasi and Analisis Kinetika Reaksi Enzim Selulosa dari Aspergillus Niger
L-23. Tesis S2. Program Pascasarjana Fakultas Peternakan. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada
Priyanto, B. dan Prayitno, J. 2006. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan
Pencemaran, Khususnya Logam berat,
Raimbault, M. 1998. General and Microbial Aspects of Solid State Fermentation. Electronic
Journal of Biotechnology, Vol.1 No.3.
Rija, S. 2000. Evaluasi Pengaruh Tanah Terpapar Air Buangan Tekstil terhadap Pertumbuhan
Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) serta Serapan Beberapa Unsur Logam Berat, Di
Dalam : Prosiding Kongres Nasional VII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung -24
November 1999. Hal : 1507-1521
Page 121
101
Robinson, B., Fernandez, J.E., Madejon, P., Maranon, T., Murillo, J.M., Green, S., Clothier, B.,
(2003), Phytoextraction: an assessment of biogeochemical and economic viability. Plant
and Soil, 249, pp. 117–125.
Rohaeni, E.S., R. Qomariah, A. Subhan, dan Z. Hikmah. 2006b. Pemeliharaan kerbau
mendukung ekonomi keluarga di kawasan bendungan PLTA Riam Kanan, Kecamatan
Aranio Kabupaten Banjar.hlm. 329-335. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. “Cakrawala Baru Iptek Menunjang Revitalisasi Peternakan”.
Buku I. Bogor, 5-6 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor.
Rossiana, N. 2003. Penurunan Kandungan Logam Berat Dan Pertumbuhan Tanaman Sengon
(Paraserianthes falcataria L (Nielsen)) Bermikoriza Dalam Medium Limbah Lumpur
Minyak Hasil Ekstraksi. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Saha, BC. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in Biotechnology. US
Government Work. American Chemical Society 12: 214.
Sa’id, G. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta : PT. Melton Putra
Salina et al., 2008, Lipid Production. In Batch Culture : Effects Of Nitrogen Limitation And
Light
Salt, D.E., M. Blaylock, N. P. B. A. Kumar, V. Dushenkov, B. D. Enshley, L. Chet and L.
Raskin. 1996. Phytoremediation: A Novel Strategy for the Removal of Toxic Metals from
the Environment Using Plants. Biotechnology Vol. 13 Page: 468-474
Salter, L. dan Hewitt, C.N. 1992. Photochemistry. 31 (4): 4045-4050
Santosa, D.A. 1999. Bahan kuliah Bioteknologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institute Pertanian Bogor.
Saono,S. 1974. Pemanfaatan Jasad Renik dalam Pengolahan Hasil Sampingan/Sisa-sisa
Produksi Pertanian. Berita LIPI
Saono, S. 1976. Metabolisme dari Fermentasi. Ceramah Ilmiah Proceeding Lokakarya Bahan
Pangan Berprotein Tinggi. LKN-LIPI, Bandung.
Satiamihardja. B., 1989. Fermentasi Media Padat dan Manfaatnya. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia. Jakarta.
Sharma, S., Sharma, P., and Mehrotra. 2010. Bioaccumulation of Heavy Metals in Pisum
Sativum L. Growing in Fly Ash Amandemend Soil. Journal of American Science. Vol.6
No.6 Page: 43-50
Page 122
102
Siagian EC, 1980. Mikrobiologi Dasar. Pusdiklat BATAN, Jakarta.
Sinaga R, 2000. Pemanfaatan Teknologi Iradiasi dalam Pengawetan Makanan. Prosiding 2
Seminar Ilmiah Nasional dalam Rangka Lustrum IV Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada, Penerbit MEDIKA, Yogyakarta, 2–7.
Singhania. 2009. Cellulolytic Enzymes. Biotechnology for Agro-Industrial Residues Utilization.
Chapter 20, 371-381.
Sixta,Herbert.2006.Handbook of Pulp.Volume 1.Wiley-VCH Verlag Gmbh. New York.
Skoog, D. A., West, D. M., Holler, F. J. et al. (2000) Analytical chemistry : An introduction, 7th
Ed., Fort Worth Tex., Saunders College Pub.
Smith SE, Read D. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third Edition. Academic Press, Elsevier, New
York.
Srebotnik, E, Jensen KA dan Hammel KE. 1998. Cleavage of Nonphenolic Lignin Structure
by Laccase in The Presence of 1Hydroxibenzotriazole.
Stevenson, J. G. 1994. Kimia Pengomplekan Ion dan Logam dengan Organik Larutan Tanah.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press
Subowo, E. Tuberkih, A.M. Kurniawansyah, dan I. Nasution. 1999. Identifikasi dan pencemaran
kadmium (Cd) untuk padi gogo. hlm. 105-123. Bogor: Prosiding Seminar Nasional
Sumber Daya Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Subowo, Mulyadi, S. Widodo dan Asep Nugraha. 1999. Status dan Penyebaran Pb, Cd, dan
Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Prosiding. Bogor :
Bidang Kimia dan Bioteknologi Tanah, Puslittanak.
Sudarmadji, S, Bambang, H dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makan dan Pertanian.
Yogyakarta : Liberty
Shurtleff, W. dan Aoyagi, A. 1979. Tofu and Milk. Production in The Book of Tofu, Vol. II.,
New Age Food Study Center, Lafayete, France
Sutanto, Rahman. 2002. Dasar – dasar Ilmu Tanah Konsep Kenyataan. Yogyakarta : Kanisius
Sun, Y And J, Cheng, 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a
review. Bioresource Technology. USA
Suntoro. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaan.
Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Page 123
103
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan & Penerapannya.
Karisius. Yogyakarta
Syukur, A dan Harsono. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan NPK Terhadap
Beberapa Sifat Kimia Dan Fisika Tanah Pasir Pantai Samas Bantul. Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan Vol. 8, No 2 (2008) page: 138-145.
Tjitrosoepomo, G. 1991. Taxonomi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Udiharto, M. 1992. Aktivitas mikrobia dalam degradasi minyak bumi. Proceedings Diskusi
Ilmiah VII Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan
Gas Bumi (PPPTMGB). Jakarta : Lembaga Minyak dan Gas (LEMIGAS)
Walkley, A., Black, I.A. 1934. An Examination of Degtjareff Method for Determining Organic
Carbon in Soils : Effect of Variation in Digestion Conditions and of Inorganic Soil
Constituents. Soil Sci. 63:251-263
Wang FY, Lin XG, Yin R. 2007. Effect of arbuscular mycorrhizal fungal inoculation on heavy
metal accumulation of maize grown in a naturally contaminated soil. Intl J Phytoremed 9:
345-353.
Widodo, Didik S. dan Retno A. L. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif Dasar Penguasaan Aspek
Eksperimental. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Winarno, F.G., 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 1995. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Wood, T.M. 1985. Aspect of the Biochemistry of Cellulose Degradation. p. 173-187. In J.F
Kennedy, G.O.Phillips, D.J. Wedlock, and P.A.Williams (eds). Cellose and its Derivate :
Chemistry, Biochemistry and Applications. Eleis Horword Limeted. Jhon Wiley and
Sons. New York
Yoon, J., C. Xinde, Z. Qixing and L.Q. Ma. 2006. Accumulation of Pb, Cu, and Zn in Native
Plants Growing on Contaminated Floride Site. Journal Science of the Total Environment:
Page: 456-464
Yuniarsih, F.N. 2009. Pembuatan Bioetanol Dari Dekstrin Dan Sirup Glukosa Sagu
(Metroxylen sp.) Menggunakan Sacchromyceas Cerevesae var.Ellipsoideus. Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor,
Bogor (Skripsi Sarjana Pertanian)
Page 124
104
Tinggi Tanaman
Iradiasi sinar gamma
dosis 250 Gray
Panen dan Pengeringan
Solid State Fermentation Preparasi Tanah
Preparasi jerami padi
(pasca panen)
Persiapan inokulan fungi
(Trichoderma viride)
Kultivasi inokulan fungi
pada media SSF
Fermentasi 16 hari
pH
Kadar Air
Kadar Abu
KBO
TPC Fungi
Rasio C/N
Aktivitas Enzim
Pemberian cemaran
Pb dan Cd
Inkorporasi 28 hari
Pemberian Bibit Tanaman Jagung ke
Media Tanam (Landfarming)
Pengamatan Tanaman Jagung
(7, 14, 21, 28 hari setelah tanam)
pH
Kadar Air
Kadar Abu
KBO
TPC Fungi & Bakteri
Aktivitas Enzim
Rasio C/N
Pengukuran Kadar Logam Pb & Cd
Analisa AAS
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian
Page 125
105
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Evaluasi
A. Tabel Pengukuran pH
*pH SSF
Sampel H-0 H-4 H-8 H-12 H-16
J1 7.92
7.94
7.93 8.73
8.76
8.75 8.68
8.68
8.68 8.75
8.76
8.76 8.64
8.65
8.65
J2 7.91
7.92
7.92 7.86
7.82
7.84 8.71
8.74
8.73 8.78
8.78
8.78 8.55
8.54
8.55
J3 7.01
7.00
7.01 6.87
6.89
6.88 8.68
8.65
8.67 8.86
8.84
8.85 8.55
8.52
8.54
**pH Inkorporasi
Sampel H-0 H-7 H-14 H-21 H-28
K 7.45
7.42
7.44 7.50
7.50
7.50 7.26
7.25
7.26 7.46
7.42
7.44 7.37
7.30
7.34
A 7.21
7.25
7.23 7.69
7.66
7.68 7.26
7.21
7.24 7.41
7.40
7.41 7.28
7.25
7.27
B 7.51
7.41
7.46 7.82
7.84
7.83 7.81
7.80
7.81 7.80
7.80
7.80 7.54
7.50
7.52
C 7.59
7.62
7.61 7.94
7.96
7.95 7.86
7.82
7.84 7.86
7.85
7.86 7.50
7.49
7.50
B. Tabel Pengukuran Kadar Air
*Kadar Air SSF
Sampel H-0 H-4 H-8 H-12 H-16
J1 74.7419
74.3224
74.5321 75.0746
75.4131
75.2439 76.4101
76.6112
76.5112 76.9979
76.7123
76.8551 77.5406
77.6288
77.5847
J2 74.7154
74.7359
74.7256 76.5588
75.3082
75.9335 74.1805
76.6147
74.8976 77.0125
76.8507
76.9316 77.3425
76.9335
77.138
J3 74.745
74.8687
74.7256 74.469
75.0908
74.7799 76.4428
75.74
76.0914 77.1078
77.0162
77.062 76.9973
76.936
76.9667
Page 126
106
*Kadar Air Inkorporasi
C. Tabel Pengukuran Kadar Abu
*Kadar Abu SSF
**Kadar Abu Inkorporasi
Sampel H-0 H-7 H-14 H-21 H-28
K 40.2143
40.6073
40.4108 29.0569
28.4853
28.7711 31.2994
31.332
31.3157 31.3434
31.7529
31.5482 31.3891
28.6749
30.032
A 30.1436
30.0788
30.1112 29.6368
29.5205
29.5787 30.4006
30.3438
30.3722 30.1149
30.7905
30.4527 31.0167
32.1858
31.6013
B 40.8383
40.8837
40.861 41.9859
41.0012
41.4936 40.2605
40.4111
40.3358 42.4666
43.485
42.9758 41.3699
41.706
41.538
C 41.2472
41.5847
41.416 42.4822
43.6192
43.0507 40.6096
41.4383
41.024 41.4295
41.6742
41.5519 40.0654
40.7098
40.3876
Sampel H-0 H-4 H-8 H-12 H-16
J1 27.8321
13.7463
20.7892 29.4147
29.9371
29.6759 30.6994
31.5162
31.1078 32.4212
32.2378
32.3295 32.7388
25.2558
28.9973
J2 28.8899
26.5683
27.7291 29.9515
29.9423
29.9469 31.4023
32.3237
31.863 31.9207
32.1615
32.0411 34.4922
34.1895
34.3409
J3 28.8166
19.5103
24.0561 27.8519
28.2885
28.0702 31.9679
30.581
31.2745 32.3022
32.104
32.2031 32.9056
33.0399
32.9728
Sampel H-0 H-7 H-14 H-21 H-28
K 84.4527
85.6563
85.0545 89.0759
89.0225
89.0492 87.5393
86.1444
86.8419 88.6394
88.7788
88.7091 89.3011
88.5754
88.9383
A 84.6343
84.1968
84.4156 84.555
84.3625
84.4588 85.9095
85.3297
85.6196 83.5637
84.8289
84.1963 84.187
83.9296
84.0583
B 85.9350
85.0236
85.4793 83.5157
84.6921
84.1039 85.6703
83.7676
84.719 83.5988
83.6179
83.6084 80.9548
88.7635
84.8592
C 84.7940
85.3905
85.0923 84.9538
85.5203
85.2371 83.3547
83.4627
83.4087 85.3387
85.1838
85.2613 82.6094
79.015
80.8122
Page 127
107
D. Tabel Pengukuran Kadar Bahan Organik
*Kadar Bahan Organik SSF
**Kadar Bahan Organik Inkorporasi
E. Tabel Pengukuran Aktivitas Enzim
*Aktivitas Enzim SSF
Sampel H-8 H-12 H-16
J1 6.4756
5.3964
5.936 4.4009
4.4009
4.4009 5.7341
5.7341
5.7341
J2 4.943
6.9202
5.9316 7.7349
7.7349
7.7349 7.8256
7.8256
7.8256
J3 7.3815
7.3815
7.3815 7.7920
7.7920
7.7920 8.8574
7.7502
8.3038
**Aktivitas Enzim Inkorporasi
Sampel H-0 H-4 H-8 H-12 H-16
J1 72.1679
86.2537
79.2108 70.5853
70.0629
70.3241 69.3006
68.4838
68.137 67.5788
67.7622
67.6705 67.2612
74.7442
71.0027
J2 71.1101
73.4317
72.2709 70.0481
70.0577
70.0529 68.5977
67.6763
68.137 68.0793
67.8385
67.9589 65.5078
65.8105
65.6592
J3 71.1834
80.7044
75.9439 72.1481
71.7115
71.9298 68.0321
69.419
68.7256 67.6978
67.896
67.7969 67.0944
66.9601
67.0273
Sampel H-0 H-7 H-14 H-21 H-28
K 15.5473
14.3437
14.9455 10.9241
10.9775
10.9508 12.4607
13.8556
13.1582 11.3606
11.2212
11.2909 10.6989
11.4246
11.0618
A 15.3657
15.8032
15.5845 15.445
15.6375
15.5413 14.0905
14.6703
14.3804 16.4363
15.1711
15.8037 15.813
16.0704
15.9417
B 14.065
14.9764
14.5207 16.4825
15.3079
15.8952 14.3297
16.2324
15.2811 16.4012
16.3821
16.3917 19.0452
11.2365
15.1409
C 15.206
14.6095
14.9078 15.0462
14.4795
14.7629 16.6453
16.5373
16.5913 14.6613
14.8162
14.7388 17.3906
20.985
19.1878
Sampel H-0 H-7 H-14 H-21 H-28
K 0.8988
0.8988
0.8988 0.4818
0.4818
0.4818 0.5438
0.5438
0.5438 0.5956
0.5956
0.5956 0.5120
0.5120
0.5120
A 0.6852
0.6852
0.6852 0.5845
0.5845
0.5845 0.607
0.607
0.607 0.5658
0.5658
0.5658 0.5511
0.5511
0.5511
B 1.0989
1.0989
1.0989 0.9164
0.9164
0.9164 0.8736
0.8736
0.8736 0.8989
0.8989
0.8989 0.8475
0.8475
0.8475
Page 128
108
F. Tabel Pengukuran TPC (Total Plate Counting)
*TPC SSF
Sampel H-0 H-4 H-8 H-12 H-16
J1 9.1250
8.8945
9.0098 7.2076
7.7639
7.4858 8.8329
7.9298
8.3813 8.5693
8.4271
8.4982 8.7425
8.6033
8.6729
J2 9.2201
8.8978
9.0590 7.6350
7.7763
7.7057 8.7072
8.9010
8.8041 8.6935
8.6536
8.6736 8.7196
9.1562
8.9379
J3 9.1022
8.8981
9.0001 7.3759
7.4040
7.3899 9.1677
9.2233
9.1955 9.6064
9.6353
9.6209 8.9380
8.7161
8.8271
**TPC Fungi Inkorporasi
Sampel H-0 H-7 H-14 H-21 H-28
K 7.8019
7.3013
7.5516 6.4413
6.9184
6.6799 6.4592
6.4592
6.4592 7.3638
7.3058
7.3348 6.4515
6.4515
6.4515
A 7.7343
7.686
7.7101 7.2231
7.8066
7.5149 7.8175
7.9182
7.8678 7.6313
7.7339
7.6826 8.2382
8.46
8.3491
B 8.492
7.5696
8.0308 7.9752
8.0051
7.9902 7.2203
7.2995
7.2599 8.0304
7.8815
7.9560 6.5279
6.5279
6.5279
C 7.3102
7.9944
7.6523 8.9451
9.3982
9.1717 7.8516
8.0345
7.9430 7.7057
8.2699
7.9878 7.6695
7.5233
7.5964
***TPC Bakteri Inkorporasi
C 1.1243
1.1243
1.1243 0.9768
0.9768
0.9768 0.8989
0.8989
0.8989 0.9187
0.9187
0.9187 0.8755
0.8755
0.8755
Sampel H-0 H-7 H-14 H-21 H-28
K 6.8242
7.2221
7.0232 6.4413
7.0434
6.7423 7.8016
6.4592
7.1304 7.7617
7.8224
7.7921 8.3546
8.4515
8.4030
A 7.6017
7.5695
7.5856 6.7459
7.047
6.8965 7.7982
7.4558
7.6270 7.8531
7.9603
7.9067 6.4600
6.4600
6.4600
B 7.7834
6.5282
7.1558 6.528
7.130
6.8290 6.9985
6.9985
6.9985 7.5391
7.6183
7.5787 8.9873
8.9688
8.9781
C 6.8330
7.7873
7.3102 7.4537
8.0558
7.7548 7.2283
6.5293
6.8788 7.3747
7.7057
7.5402 8.7786
8.7589
8.7687
Page 129
109
G. Tabel Pengukuran Rasio C/N
*Rasio C/N SSF
Sampel H-0 H-16
J1 3.6684 5.0706
J2 3.2936 3.2439
J3 4.6323 4.3549
**Rasio C/N SSF
Sampel H-0 H-28
K 2.4095 0.9714
A 21.7936 12.2718
B 2.7166 2.9692
C 6.7291 15.9897
H. Tabel Pengukuran Tinggi Tanaman Jagung
Sampel H-7 H-14 H-21 H-28
K 7.8
10
11.5
15.5
11.2 22
18.6
35.5
34.5
27.65 27
36
42.5
44
37.38 33.2
40.1
46.5
51.5
42.83
A 10.5
14.3
10.5
15.5
12.7 27.4
33.2
32.7
34.6
31.98 37
37
47
41
40.5 48.3
44.1
45.5
42
44.98
B 12.5
16
13
12.5
13.5 28.6
35
34.5
37.2
33.83 37
45
44
51
44.25 45.5
56
62
64
56.88
C 15
15
13.5
11.5
13.75 30.4
34.6
31.7
34.5
32.8 43.2
44.7
42
39
42.23 58
65.5
58
58
59.88
Page 130
110
I. Tabel Pengukuran Biomassa Tanaman Jagung
*Biomassa Akar
**Biomassa Tajuk
J. Tabel Pengukuran Logam Berat
Uraian Ulangan K A B C
Akar Basah 1
2
3
4
Rerata
0.8331
1.5724
2.5861
1.4444
1.6090
2.4047
4.1353
6.8548
1.6386
3.7584
3.0434
3.3883
3.3123
4.0303
3.4436
3.7969
4.5259
1.9049
2.5301
3.1895
Uraian Ulangan K A B C
Akar Kering 1
2
3
4
0.2426
0.4142
0.4753
0.4636
0.5494
0.6056
0.6713
0.3518
0.7484
0.7628
0.6406
0.7130
0.8659
0.6218
0.3578
0.5582
Rerata 0.3989 0.5445 0.7162 0.6009
Uraian Ulangan K A B C
Tajuk Basah 1
2
3
4
Rerata
2.2064
3.6452
5.2190
3.2583
3.5822
9.1617
7.3489
8.5452
5.7432
7.6998
15.7462
12.7542
16.0629
14.7982
14.8404
10.8719
18.5288
11.1623
14.8514
13.8536
Uraian Ulangan K A B C
Tajuk kering 1
2
3
4
Rerata
0.3447
0.5178
0.7123
0.7353
0.5775
1.2868
0.9650
1.0948
0.7947
1.0353
2.3826
1.8773
2.1183
2.4503
2.2071
1.7355
2.6618
1.5167
1.6221
1.8840
Sampel Akar Pb Tajuk Pb Tanah Pb Lindi Pb
K 31.93
35.38
33.66 3.53
4.72
4.13 224.92
248.72
236.82 0.066
0.06
0.063
A 26.29
27.31
26.8 1.6
1.99
1.8 268.23
278.83
273.53 0.163
0.149
0.156
B 50.6
52.33
51.47 0.86
ND
0.86 252.99
280.97
266.98 0.124
0.1108
0.117
C 55.28
56.11
55.7 0.58
1.35
0.97 237.22
260.75
248.99 0.143
0.158
0.151
Page 131
111
K. Perhitungan Translocation Factor (TF)
Sampel Akar Cd Tajuk Cd Tanah Cd Lindi Cd
K 268.56
270.74
269.65 55.12
63.89
59.51 215.4
219.8
217.6 0.357
0.33
0.344
A 446.54
444.85
445.7 71.03
73.47
72.25 209.14
202.34
205.74 0.065
0.066
0.066
B 346.14
328.19
337.17 96.91
95.21
96.06 194.9
195.5
195.2 0.326
0.328
0.327
C 332.21
341.22
336.72 84.46
83.63
84.05 203.29
199.33
201.31 0.372
0.388
0.38
Sampel Akar Pb Tajuk Pb TF
K 31.93
35.38
33.66 3.53
4.72
4.13 0.122
A 26.29
27.31
26.8 1.6
1.99
1.8 0.067
B 50.6
52.33
51.47 0.86
ND
0.86 0.016
C 55.28
56.11
55.7 0.58
1.35
0.97 0.017
Sampel Akar Cd Tajuk Cd TF
K 268.56
270.74
269.65 55.12
63.89
59.51 0.022
A 446.54
444.85
445.7 71.03
73.47
72.25 0.162
B 346.14
328.19
337.17 96.91
95.21
96.06 0.284
C 332.21
341.22
336.72 84.46
83.63
84.05 0.249
Page 132
112
Lampiran 3. Lampiran Data Perhitungan
A. Perhitungan Kadar Air
× 100 %
Keterangan:
A : Berat cawan kosong (g)
B : Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C : Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)
Misal Sampel A :
Diket :
A = 20.1915
B = 22.0123
C = 20.6514
Maka :
Kadar Air : (22.0123 - 20.6514) x 100%
(22.0123 - 20.1915)
: 74.7419 %
B. Perhitungan Kadar Abu
× 100%
Keterangan:
A : Berat cawan kosong (g)
B : Berat cawan dengan sampel (g)
C : Berat cawan dengan sampel yang sudah diabukan (g)
Misal Sampel A :
Diket :
A = 20.1915
B = 20.6514
C = 20.3195
Maka :
Kadar Abu : (20.3195 - 20.1915) x 100%
(20.6514 - 20.1915)
: 27.8321 %
C. Perhitungan Kadar Bahan Organik
% Kadar Bahan Organik = 100% - % Kadar Abu
Maka :
% Kadar Bahan Organik = 100% - 27.8321 = 72.1679 %
Page 133
113
y = 1.7910x
R² = 0.9997
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Ka
da
r g
luk
osa
, m
g/m
l
Absorbansi
Kurva standar
D. Perhitungan Total Plate Count (TPC)
Uraian Ulangan J1 J2 J3
TPC/BBS 1 2.00E+07 5.20E+07 3.00E+07
2 7.20E+07 7.20E+07 3.20E+07
BBS, g
5.0089 5.0072 5.0055
Ka, %
75.2439 75.9335 74.7799
BKS, g
1.2400 1.2051 1.2624
TPC/BKS 1 1.61E+07 4.32E+07 2.38E+07
2 5.81E+07 5.97E+07 2.53E+07
Rerata 3.71E+07 5.14E+07 2.46E+07
Log 10 1 7.2076 7.6350 7.3759
2 7.7639 7.7763 7.4040
Rerata 7.4858 7.7057 7.3899
E. Perhitungan Aktivitas Enzim
Page 134
114
Aktivitas selulase fungi dalam medium Tanah (Inkorporasi) 0 hari
Slope (a) regresi linear = 1.7910
Uraian Ulangan K A B C
Bb sampel, g 1 2.0219 2.0591 2.0943 2.0507
2 2.0423 2.0140 2.0835 2.0142
Kadar air sampel, % 40.4108 30.1112 40.861 41.4160
Fp 1 4.00 4.00 4.00 4.00
Fp 2 10.00 10.00 10.00 10.00
Absorbansi 1 0.050 0.060 0.060 0.060
2 0.050 0.060 0.060 0.060
Slope regresi linear a 1.791 1.791 1.791 1.791
Fp (faktor pengenceran) 40.00 40.00 40.00 40.00
Liquid/sampel, ml 1 0.8171 0.6200 0.8558 0.8493
2 0.8253 0.6064 0.8513 0.8342
Bk sampel, g 1 1.2048 1.4391 1.2385 1.2014
2 1.2170 1.4076 1.2322 1.1800
Kadar glukosa, mg/ml 1 3.5820 4.2984 4.2984 4.2984
2 3.5820 4.2984 4.2984 4.2984
Aktivitas selulase, U/ml 1 1.3253 1.5904 1.5904 1.5904
2 1.3253 1.5904 1.5904 1.5904
Aktivitas selulase, U/g 1 0.8988 0.6852 1.0989 1.1243
2 0.8988 0.6852 1.0989 1.1243
Rerata 0.8988 0.6852 1.0989 1.1243
Page 135
115
Lampiran 4. Lampiran Uji Anova
A. Lampiran Uji Anova pH
* pH SSF
Untuk pH awal SSF :
H0 : Rata-rata pH awal pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata pH awal pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata pH
awal diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) menunjukkan perbedaan yang nyata. (uji selanjutnya)
Untuk pH akhir SSF :
H0 : Rata-rata pH akhir pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata pH akhir pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.007 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata pH
akhir diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) menunjukkan perbedaan yang nyata. (uji selanjutnya)
Page 136
116
Duncan pH awal SSF
Maka : Hasil Uji Duncan pH Awal SSF
Perlakuan Rata-rata ± SD
J1 H-0 7.93 ± 0.014b
J2 H-0 7.92 ± 0.007b
J3 H-0 7.01 ± 0.007a
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Duncan pH Akhir SSF
Maka : Hasil Uji Duncan pH Akhir SSF
Perlakuan Rata-rata ± SD
J1 H-16 8.65 ± 0.007b
J2 H-16 8.55 ± 0.007a
J3 H-16 8.54 ± 0.021a
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Page 137
117
**pH Inkorporasi
Untuk pH awal Inkorporasi :
H0 : Rata-rata pH awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata pH awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata pH
awal diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata. (uji
selanjutnya)
Untuk pH akhir Inkorporasi :
H0 : Rata-rata pH akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata pH akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.003 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata pH
akhir diantara ketiga perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata. (uji
selanjutnya)
Page 138
118
Duncan pH Awal Inkorporasi
Maka : Hasil Uji Duncan pH Awal Inkorporasi
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-0 7.44 ± 0.000a
A H-0 7.23 ± 0.021b
B H-0 7.46 ± 0.014c
C H-0 7.61 ± 0.014d
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Duncan pH Akhir Inkorporasi
Maka : Hasil Uji Duncan pH Akhir Inkorporasi
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-0 7.34 ± 0.049a
A H-0 7.27 ± 0.021a
B H-0 7.52 ± 0.028b
C H-0 7.50 ± 0.007b
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Page 139
119
B. Lampiran Uji Anova Kadar Air
*Kadar Air SSF
Untuk kadar air awal SSF :
H0 : Rata-rata kadar air awal pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar air awal pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.404 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar air awal diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Untuk kadar air akhir SSF :
H0 : Rata-rata kadar air akhir pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar air akhir pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.076 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar air akhir diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Page 140
120
** Kadar Air Inkorporasi
Untuk kadar air awal Inkorporasi :
H0 : Rata-rata kadar air awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar air awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
kadar air awal diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata. (uji
selanjutnya)
Untuk kadar air akhir Inkorporasi :
H0 : Rata-rata kadar air akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar air akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.001 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
kadar air akhir diantara ketiga perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata. (uji
selanjutnya)
Page 141
121
Duncan kadar air awal Inkorporasi
Maka : Hasil Uji Duncan kadar air awal Inkorporasi
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-0 40.4108 ± 0.277b
A H-0 30.1112 ± 0.045a
B H-0 40.8610 ± 0.032b
C H-0 41.4160 ± 0.238c
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Duncan kadar air akhir Inkorporasi
Maka : Hasil Uji Duncan kadar air akhir Inkorporasi
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-0 30.0320 ± 1.919a
A H-0 31.6013 ± 0.826a
B H-0 41.5380 ± 0.237b
C H-0 40.3876 ± 0.455b
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Page 142
122
C. Lampiran Uji Anova Kadar Abu
*Kadar Abu SSF
Untuk kadar abu awal SSF :
H0 : Rata-rata kadar abu awal pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar abu awal pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.651 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar abu awal diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Untuk kadar abu akhir SSF :
H0 : Rata-rata kadar abu akhir pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar abu akhir pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.329 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar abu akhir diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Page 143
123
*Kadar Abu Inkorporasi
Untuk kadar abu awal Inkorporasi :
H0 : Rata-rata kadar abu awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar abu awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.447 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar abu awal diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata.
Untuk kadar abu akhir Inkorporasi :
H0 : Rata-rata kadar abu akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata kadar abu akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.209 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar abu akhir diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata.
Page 144
124
D. Lampiran Uji Anova Kadar Bahan Organik
*Kadar Bahan Organik SSF
Untuk kadar bahan organik awal SSF :
H0 : Rata-rata kadar bahan organik awal pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata kadar bahan organik awal pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan
yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.654 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar bahan organik awal diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata.
Untuk kadar abu akhir SSF :
H0 : Rata-rata kadar bahan organik akhir pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata kadar bahan organik akhir pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan
yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.329 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar bahan organik akhir diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata.
Page 145
125
**Kadar Bahan Organik Inkorporasi
Untuk kadar bahan organik awal Inkorporasi :
H0 : Rata-rata kadar bahan organik awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata kadar bahan organik awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan
yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.447 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar bahan organik awal diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata.
Untuk kadar bahan organik akhir Inkorporasi :
H0 : Rata-rata kadar bahan organik akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata kadar bahan organik akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan
yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.209 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
kadar bahan organik akhir diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata.
Page 146
126
E. Lampiran Uji Anova Aktivitas Enzim
*Aktivitas Enzim SSF
Untuk aktivitas enzim awal SSF :
H0 : Rata-rata aktivitas enzim awal pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata
H1 : Rata-rata aktivitas enzim awal pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.328 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
aktivitas enzim awal diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata.
Untuk aktivitas enzim akhir SSF :
H0 : Rata-rata aktivitas enzim akhir pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata
H1 : Rata-rata aktivitas enzim akhir pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.329 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
aktivitas enzim akhir diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata.
Page 147
127
**Aktivitas Enzim Inkorporasi
Tabel hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai probabilitas (signifikan) keempat perlakuan
sampel terhadap aktivitas enzim inkorporasi hari ke-0 dan hari ke-28 tidak dapat didefinisikan
(>0.05) hal ini menunjukkan bahwa penambahan jerami hasil fermentasi fungi Trichoderma
viride terhadap aktivitas enzim proses inkorporasi tidak berbeda nyata.
Page 148
128
F. Lampiran Uji Anova TPC (Total Plate Counting)
*TPC SSF
Untuk TPC awal SSF :
H0 : Rata-rata TPC awal pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata TPC awal pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.943 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata TPC
awal diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Untuk TPC akhir SSF :
H0 : Rata-rata TPC akhir pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
H1 : Rata-rata TPC akhir pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.329 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata TPC
akhir diantara ketiga perlakuan (J1, J2, J3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Page 149
129
**TPC Fungi Inkorporasi
Untuk TPC Fungi awal Inkorporasi :
H0 : Rata-rata TPC Fungi awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata TPC Fungi awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.739 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata TPC
Fungi awal diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Untuk TPC Fungi akhir Inkorporasi :
H0 : Rata-rata TPC Fungi akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata TPC Fungi akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata TPC
Fungi akhir diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata. (Uji
selanjutnya)
Page 150
130
Duncan TPC Fungi Inkorporasi
Maka : Hasil Uji Duncan TPC Fungi Akhir Inkorporasi
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-28 6.4515 ± 0.000a
A H-28 8.3491 ± 0.156c
B H-28 6.5279 ± 0.000a
C H-28 7.5964 ± 0.103b
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
***TPC Bakteri Inkorporasi
Page 151
131
Untuk TPC Bakteri awal Inkorporasi :
H0 : Rata-rata TPC Bakteri awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata
H1 : Rata-rata TPC Bakteri awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.791 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata TPC
Bakteri awal diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Untuk TPC Bakteri akhir Inkorporasi :
H0 : Rata-rata TPC Bakteri akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata
H1 : Rata-rata TPC Bakteri akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata TPC
Bakteri akhir diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata. (Uji
selanjutnya)
Duncan TPC Fungi Inkorporasi
Maka : Hasil Uji Duncan TPC Bakteri Akhir Inkorporasi
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-28 8.4030 ± 0.068b
A H-28 6.4600 ± 0.000a
B H-28 8.9781 ± 0.013d
C H-28 8.7687 ± 0.013c
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Page 152
132
G. Lampiran Uji Anova Tinggi Tanaman
Untuk Tinggi Tanaman awal :
H0 : Rata-rata tinggi tanaman awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata
H1 : Rata-rata tinggi tanaman awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.458 > 0.05, maka H0 diterima atau rata-rata
Tinggi Tanaman awal diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata.
Untuk Tinggi Tanaman akhir :
H0 : Rata-rata tinggi tanaman akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata
H1 : Rata-rata tinggi tanaman akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.004 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
Tinggi Tanaman akhir diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang
nyata. (Uji selanjutnya)
Page 153
133
Duncan Tinggi Tanaman
Maka : Hasil Uji Duncan Tinggi Tanaman Akhir
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-28 42.83 ± 7.933a
A H-28 44.98 ± 2.642a
B H-28 56.88 ± 8.310b
C H-28 59.88 ± 3.750b
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
H. Bobot Kering Tanaman
Untuk Bobot Kering Tanaman:
H0 : Rata-rata bobot kering tanaman pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata
H1 : Rata-rata bobot kering tanaman pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata
Page 154
134
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
bobot kering tanaman diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang
nyata. (Uji selanjutnya)
Duncan Bobot Kering Tanaman
Maka : Hasil Uji Duncan Bobot Kering Akar
Perlakuan Rata-rata ± SD
K H-28 0.9764 ± 0.287a
A H-28 1.9758 ± 0.309a
B H-28 2.9233 ± 0.263b
C H-28 2.4849 ± 0.610b
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
I. Lampiran Uji Anova Serapan Logam Pb
** Serapan Pb Akar
Page 155
135
Untuk Serapan Pb Akar :
H0 : Rata-rata serapan Pb akar pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata serapan Pb akar pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
serapan Pb akar diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata.
(Uji selanjutnya)
Duncan Serapan Pb Akar
Maka : Hasil Uji Duncan Serapan Pb Akar
Perlakuan Rata-rata ± SD
K 33.66 ± 2.439b
A 26.80 ± 0.721a
B 51.47 ± 1.223c
C 55.70 ± 0.586d
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
** Serapan Pb Tajuk
Page 156
136
Untuk Serapan Pb Tajuk :
H0 : Rata-rata serapan Pb tajuk pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata serapan Pb tajuk pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.013 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
serapan Pb tajuk diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata.
(Uji selanjutnya)
Duncan Serapan Pb Tajuk
Maka : Hasil Uji Duncan Serapan Pb Tajuk
Perlakuan Rata-rata ± SD
K 4.13 ± 0.841b
A 1.80 ± 0.275a
B 0.86 ± 0.608a
C 0.97 ± 0.544a
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
J. Lampiran Uji Anova Serapan Logam Cd
** Serapan Cd Akar
Page 157
137
Untuk Serapan Cd Akar :
H0 : Rata-rata serapan Cd akar pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata serapan Cd akar pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.000 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
serapan Cd akar diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata.
(Uji selanjutnya)
Duncan Serapan Cd Akar
Maka : Hasil Uji Duncan Serapan Cd Akar
Perlakuan Rata-rata ± SD
K 269.65 ± 1.541a
A 445.70 ± 1.195c
B 337.17 ± 12.692b
C 336.72 ± 6.371b
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
** Serapan Cd Tajuk
Page 158
138
Untuk Serapan Cd Tajuk :
H0 : Rata-rata serapan Cd tajuk pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata
H1 : Rata-rata serapan Cd tajuk pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata
Pada tabel, terlihat nilai probabilitas (sig) 0.002 < 0.05, maka H1 diterima atau rata-rata
serapan Cd tajuk diantara keempat perlakuan (K, A, B, C) menunjukkan perbedaan yang nyata.
(Uji selanjutnya)
Duncan Serapan Cd Tajuk
Maka : Hasil Uji Duncan Serapan Cd Tajuk
Perlakuan Rata-rata ± SD
K 59.51 ± 6.201a
A 72.25 ± 1.725b
B 96.06 ± 1.202d
C 84.05 ± 0.586c
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang beda nyata P ( < 0.05 )
Page 159
139
Lampiran 5. Lampiran Dokumentasi Kegiatan
A. Proses Pembuatan SSF (Solid State Fermentation)
Tepung Jerami TV250 Pencampuran Bahan
Proses Solid State Fermentation (SSF)
Proses Evaluasi SSF
Preparasi TPC Pengukuran PH Pengukuran Kadar Air
Page 160
140
B. Proses Inkorporasi
Tanah Proses Inkorporasi
Inkorporasi H-0 Inkorporasi H-28
Total Plate Counting
Page 161
141
C. Proses Landfarming
Media Tanam Benih Jagung Manis Tanaman Jagung Manis
Landfarming H-7 Landfarming H-28
Tanah Pasca Panen Pemisahan Tanaman Tanaman Jagung
Page 162
142
Tanaman Jagung (pasca panen)
Page 163
143
D. Alat
Neraca Analitik Autoklaf Oven
Furnace Waterbath Mortar
Inkubator Laminar Air Flow Sentrifuge