LAPORAN LENGKAP FITOKIMIA I DAUN PETAI CINA (Leucaenae glauca) dan BATANG SAMPI (Lasia spinosa) Oleh : NAMA : SRY JULI LESTARIANA STAMBUK : 150260099 KELAS : W 2 ASISTEN : NURHASANAH
LAPORAN LENGKAP
FITOKIMIA I
DAUN PETAI CINA (Leucaenae glauca) dan BATANG SAMPI (Lasia spinosa)
Oleh :
NAMA : SRY JULI LESTARIANA
STAMBUK : 150260099
KELAS : W2
ASISTEN : NURHASANAH
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan alam adalah salah salah satu sumber bahan baku obat yang
perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar kelestarian pengggunaannya
dalam masyarakan semakin meningkat. Sumber bahan alam yang
berkhasiat sebagai obat selain berasal dari tumbuh-tumbuhan juga berasal
dari biota laut. Biota laut yang potensial untuk sumber bahan baku obat
adalah yang berasal dari tumbuhan laut dan hewan laut.
Obat tradisional adalah bahan obat-obat yang berasal dari alam
misalnya dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik (sarian).
Dalam bahan obat tradisional tersebut umumnya terdiri dari beberapa jenis
simplisia yang berkhasiat farmakologis, baik dalam bentuk rajangan kasar
dan rajangan halus. Bahkan beberapa sediaan bahan alam telah berbentuk
sediaan fitofarmaka (seperti temulawak dan daun jambu).
Analisis suatu obat tradisional yaitu dengan mengetahui komponen
kimia yang terdapat dalam bahan alam tersebut dengan melakukan
beberapa pengujian pertama dengan melakukan pemeriksaan organoleptis,
lalu dilakukan uji pendahuluan, ektraksi, penguapan pelarut, partisi ektrak,
dan identifikasi bercak dengan KLT.
Pada pengolahan sampel daun petai cina (Leucaenae glauka) dan
batang sampi (Lasia spinosa) yaitu dengan dikeringkan / diangin-anginkan
kemudian setelah kering dipotong-potong kasar lalu sebagian diserbukkan.
Sedangkan teripang (Holuthuria scabra) dibersihkan kemudian dimaserasi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengekstraksi dan identifikasi komponen kimia
tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dari sampel daun petai cina
(Leucaenae glauka), batang sampi (Lasia spinosa), dan biota laut teripang
(Holuthuria scabra) dengan menggunakan metode tertentu.
C. Maksud dan Tujuan Praktikum
1. Maksud Praktikum
Untuk mengekstraksi dan mengidentifikasi komponen kimia
tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dari sampel daun petai cina
(Leucaenae glauka), batang sampi (Lasia spinosa), dan biota laut teripang
(Holuthuria scabra) dengan menggunakan metode tertentu.
2. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui komponenkimia yang terdapat dalam sampel daun petai
cina (Leucaenae glauka), dengan menggunakan metode maserasi
dan mengidentifikasinya dengan metode kromatografi lapis tipis
(KLT).
2. Mengetahui komponenkimia yang terdapat dalam sampel batang
sampi (Lasia spinosa), dengan menggunakan metode maserasi dan
mengidentifikasinya dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
3. Mengetahui komponenkimia yang terdapat dalam sampel biota laut
teripang (Holuthuria scabra), dengan menggunakan metode maserasi
dan mengidentifikasinya dengan metode kromatografi lapis tipis
(KLT).
D. Prinsip Kerja
Penentuan kandungan kimia yang terdapat pada sampel daun
petai cina (Leucaenae glauka), batang sampi (Lasia spinosa), dan teripang
(Holuthuria scabra) dengan cara mengidentifikasi sampel dengan metode
ekstraksi serta menguapkannya dengan menggunakan alat rotavapor
sehingga diperoleh konsistensi ekstrak yang lebih pekat, lalu kemudian
dipartisi dan selanjutnya mengidentifikasi bercak dari sampel dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tumbuhan
a. Daun petai cina (Leucaenae glauka) / tekstur lunak
1. Klasifikasi tumbuhan (htp/www,glosari/informasi/species.php, 2008)
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dycotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Mimoseceae
Genus : Leucaena
Species : Leucaena glauca
2. Morfologi tumbuhan
Tumbuhan petai cina adalah tumbuhan yang memiliki batang
pohon yang keras, dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk
terurai dalam tangkai berbilah ganda bunganya yang berjambul warna
putih sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip dengan buah petai
tetapi ukurannya jauh lebih kecil.
3 Ekologi tumbuhan
Petai cina cocok hidup didataran rendah sampai ketinggian
1500 meter DPL. Di pedesaan sering ditanam sebagai tanaman
pagar, pupuk hijau dan sebagainya.
4. Nama daerah
- Bugis/ jawa : Lamtoro
- Makassar : Petai cina
- Madura : Kalandingan
- Sunda : Selong
5. Kandungan kimia
Komponen kimia yang terdapat pada sampel daun petai cina
(Leucaenae glauka) adalah katekol, alkaloid, steroid, dan flavanoid.
6. Penggunaan / khasiat
- Mengobati diabetes militus
- Mengobati cacingan
- meningkatkan gairah seks
b. Batang sampi (Lasia spinosa) / tekstur keras
1. Klasifikasi tumbuhan (htp/www,glosari/informasi/species.php, 2008)
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Lasia
Species : Lasia spinosa
2. Morfologi tumbuhan
Tumbuhan Sampi merupakaan tanaman jangka panjang,
batangnya berbentruk bulat (teres), berwarna coklat kekuningan, dan
berkayu (lignum).
3. Ekologi tumbuhan
Pada umumnya sampi tumbuh didaerah tropis dan suhu yang
tidak dingin karena tidak tahan pada curah hujan yang tinggi.
4. Nama daerah
- Jawa tengah : Sampi
- Sumatera : Gali-gali
5. Kandungan kimia
Komponen kimia yang terdapat pada sampel batang sampi
(Lasia spinosa) adalah katekol, alkaloid, steroid, dan saponin.
6. Penggunaan / khasiat
Batang sampi pada umumnya digunakan sebagai obat
kembung.
c. Teripang (Holuthuria scabra) / biota laut
1. Klasifikasi biota laut (htp/www,glosari/informasi/species.php, 2008)
Regnum : Animalia
Sub kingdom :
Phyllum :
Class : Holuthuria
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holuthuridae
Genus : Holuthuria
Species : Holuthuria scabra
2. Morfologi teripang
Teripang pada umumnya berwarna coklat kehitaman,
bentuknya lonjong dan panjang. Permukaan tubuhnya licin dan
sangat lunak. Banyak ditemukan di dasar laut maupun di pesisir
pantai.
3. Ekologi tumbuhan
Teripang adalah kelompok hewan invertebrata laut tersebar
luas dilingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut
sampai laut dalam. Teripang pada umumnya berasal dari jenis-jenis
teripang yang hidup diperairan dangkal sampai kedalaman 50 meter.
4. Nama daerah
- Indonesia : Teripang
5. Kandungan kimia
Komponen kimia yang terdapat pada sampel teripang
(Holuthuria scabra) belum diketahui.
6. Penggunaan / khasiat
Teripang (Holuthuria scabra) pada umumnya digunakan
sebagai obat ginjal, paru-paru basah, anemia, anti-inflamasi,
mencegah arteriosklerosis serta penuaan dini.
B. Uji Pendahuluan
A. Reaksi identifikasi tanin
1. Reaksi identifikasi terhadap katekol
a. Sampel dibasahi dengan larutan FeCl3 1 N, jika mengadung
katekol akan menghasilkan warna hijau.
b. Sampel ditambahkan dengan larutan brom, jika mengandung
katekol akan terjadi endapan.
2. Reaksi identifikasi terhadap pirogalotanin
a. Sampel dibasahi dengan larutan FeCl3 1 N, jika mengadung
pirogalotanin akan menghasilkan warna biru.
b. Sampel ditambahkan dengan larutan brom, jika mengandung
pirogalotanin tidak terjadi endapan.
B. Reaksi identifikasi terhadap dioksiantrakinon
Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditetesi dengan
KOH 10 % P b/v dalam etanol 95 % P, jika mengandung dioksiantrakinon
akan menghasilkan warna merah.
C. Reaksi identifikasi terhadap alkaloid
Ekstrak metanol dimasukkan kedalam masing-masing tabung
reaksi kemudian ditetesi :
1. HCl 0,5 N dan pereaksi mayer, jika mengandung alkaloid maka akan
menghasilkan endapan kuning.
2. HCl 0,5 N dan pereaksi bauchardat, jika mengandung alkaloid maka
akan menghasilkan endapan coklat.
3. HCl 0,5 N dan pereaksi dragendrof, jika mengandung alkaloid maka
akan menghasilkan endapan warna jingga
D. Reaksi identifikasi terhadap fenol
Serbuk dimasukkan kedalam vial, ditambahkan air lalu ditutup dengan
kaca objek yang diatasnya diberi kapas yang telah dibasahi dengan air,
kemudian dipanaskan. Setela terbentuk uap yang berupa cairan pada
kaca objek, diambil dan ditambahkan FeCl3 p, jika mengandung fenol
akan menghasilkan warna biru hitam.
E. Reaksi identifikasi terhadap steroid
Serbuk dihaluskan dengan etanol kemudian dididihkan selama 15 menit
lalu disaring, filtrat diuapkan sampai kering. Ekstrak kering ditambahkan
eter setelah terlebih dahulu disuspensikan dengan sedikit air, bagian
yang larut dalam eter dipisahkan. Lapisan eter kemudian ditetesi dengan
pereaksi Libermann-Burchard jika mengandung steroid akan
menghasilkan warna merah jambu.
F. Reaksi identifikasi terhadap saponin
Serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air
panas, didinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk
buih, lalu ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang.
G. Reaksi identifikasi terhadap flavanoid
Serbuk ditambahkan FeCl3 dan HCl P, jika terjadi warna merah
menunjikkan adanya flavanoid.
H. Reaksi idntifikasi terhadap suberin, kutin, minyak lemak dan minyak atsiri
Tempatkan simplisia diatas kaca objek, tambahkan beberapa tetes
larutan sudan III P, simplisia uji dapat dijernihkan terlebih dahulu dengan
larutan kloralhidrat P.kecuali simplisia mangandung minyak atsiri biarkan
selama 30 menit sampai 48 jam dalam bejana tertutup berisi etanol
(90%) P terjadi warna jingga.
C. Metode Ekstraksi Bahan Alam
1. Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari ekstraksi atau penyarian adalah untuk menarik
ekstrak (sari) yang mengandung zat aktif pada tumbuhan (simplisia)
dengan cara menggunakan pelarut organik tertentu. Baik berupa zat aktif
yang dapat larut maupun zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat,
protein dan lain-lain.
2. Jenis-jenis Ekstraksi
Jenis-jenis ekstraksi terbagi menjadi dua yaitu didasarkan pada
suhu dan proses tersarinya senyawa aktif.
- Didasarkan pada suhu
1. Penyarian panas terdiri dari
a. Destilasi uap air
Metode destilasi uap air digunakan untuk mengekstraksi
simplisia yang mengandung minyak menguap (esensial) dan
memiliki titik didih dan tekanan normal tinggi digunakan untuk
mencegah kerusakan zat aktif pada pemanasan yang terlalu
tinggi. Caranya dengan mencampur bahan dengan air lalu
dipanaskan hingga mendidih setelah lama-kelamaan akan
banyak uap yang terkumpul kemudian dibiarkan mengembun
sehingga minyak terpisah dari air.
b. Reflux
Refluks digunakan pada sampel yang mempunyai komponen
kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur
yang keras seperti akar, batang, buah/biji, dan herba.
Bahan yang diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam
labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak
kemudian ditempatkan diatas water bath setelah mengalami
pemanasan, cairan penyari akan menguap dan uap tersebut
akan dikondensasikan oleh pendingin balik sehingga mengalami
kondensasi menjadi molekul-molekul cairan. Proses ini akan
terjadi secara berkesinambungan (Najib, 2008).
2. Penyarian dingin
a. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan simplisia dengan
derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana
maserasi (toples), lalu dimasukkan 75 bagian cairan penyari
selama 3 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari
cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari disaring
pada bejana penampung dan ampasnya diperas, ditambahkan
lagi cairan penyari secukupnya, diaduk, lalu disaring lagi hingga
diperoleh sari 100 bagian, sari yang diperoleh ditutup dan
disimpan pada tempat yang terlindung cahaya, dibiarkan selama
2 hari. Endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.
b. Perkolasi
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan
dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif, sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya
kapiler yang cenderung untuk menahan (Najib, 2008).
c. Sokhlet
Penyarian simplisia secara berkesinambungan dimana cairan
penyari dipanaskan hingga menguap. Uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul cairan oleh pendingin
balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong, selanjutnya
cairan penayri bersama-sama dengan kandungan kimia akan
turun kembali ke labu alas bulat atau labu penampung. Proses
ini berlangsung hingga penyarian zat aktif dianggap sempurna
yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui
pipa siphon dan jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan
noda (Najib, 2008).
- Proses tersarinya senyawa aktif terdisi dari
1. Berkesinambungan
a. Perkolasi
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan
dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif, sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya
kapiler yang cenderung untuk menahan (Najib, 2008).
b. Sokhletasi
Penyarian simplisia secara berkesinambungan dimana cairan
penyari dipanaskan hingga menguap. Uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul cairan oleh pendingin
balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong, selanjutnya
cairan penayri bersama-sama dengan kandungan kimia akan
turun kembali ke labu alas bulat atau labu penampung. Proses
ini berlangsung hingga penyarian zat aktif dianggap sempurna
yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui
pipa siphon dan jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan
noda (Najib, 2008).
c. Reflux
Refluks digunakan pada sampel yang mempunyai komponen
kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur
yang keras seperti akar, batang, buah/biji, dan herba.
Bahan yang diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam
labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak
kemudian ditempatkan diatas water bath setelah mengalami
pemanasan, cairan penyari akan menguap dan uap tersebut
akan dikondensasikan oleh pendingin balik sehingga mengalami
kondensasi menjadi molekul-molekul cairan. Proses ini akan
terjadi secara berkesinambungan (Najib, 2008).
2. Tidak berkesinambungan
a. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan simplisia dengan
derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana
maserasi (toples), lalu dimasukkan 75 bagian cairan penyari
selama 3 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari
cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari disaring
pada bejana penampung dan ampasnya diperas, ditambahkan
lagi cairan penyari secukupnya, diaduk, lalu disaring lagi hingga
diperoleh sari 100 bagian, sari yang diperoleh ditutup dan
disimpan pada tempat yang terlindung cahaya, dibiarkan selama
2 hari. Endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.
b. Destilasi uap air
Metode destilasi uap air digunakan untuk mengekstraksi
simplisia yang mengandung minyak menguap (esensial) dan
memiliki titik didih dan tekanan normal tinggi digunakan untuk
mencegah kerusakan zat aktif pada pemanasan yang terlalu
tinggi. Caranya dengan mencampur bahan dengan air lalu
dipanaskan hingga mendidih setelah lama-kelamaan akan
banyak uap yang terkumpul kemudian dibiarkan mengembun
sehingga minyak terpisah dari air.
3. Cara-Cara Ekstraksi
a. Infudasi
b. Maserasi
Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan simplisia
dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana
maserasi (toples), kemudian ditambah 75 bagian cairan penyari,
ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung
dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari, disaring
kedalam bejana penampung kemudian ampas dipers dan ditambah
cairan penyari secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi
sehingga diperoleh sari yang maksimal. Sari yang diperoleh
dipekatkan dengan rotavapor (Najib, 2008).
c. Perkolasi
Simplisia atau bahan yang diektraksi secara perkolasi diserbuk
dengan derajat halus yang sesuai dan ditimbang kemudian
dimaserasi selama 3 jam, kemudian massa dipindahkan ke dalam
perkolator dan cairan penyari ditambahkan hingga selapis diatas
permukaan bahan, didiamkan selama 24 jam. Setelah itu kran
perkolator dibuka dan cairan penyari dibiarkan mengalir dengan
kecepatan 1 ml /menit. Cairan penyari ditambahkan secara kontinyu
hingga penyarian sempurna (Najib, 2008).
d. Sokhletasi
Penyarian simplisia secara berkesinambungan dimana cairan
penyari dipanaskan hingga menguap. Uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul cairan oleh pendingin balik
dan turun menyari simplisia di dalam klonsong, selanjutnya cairan
penayri bersama-sama dengan kandungan kimia akan turun kembali
ke labu alas bulat atau labu penampung. Proses ini berlangsung
hingga penyarian zat aktif dianggap sempurna yang ditandai dengan
beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon dan jika
diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda (Najib, 2008).
e. Refluks
Bahan yang diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam
labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak
kemudian ditempatkan diatas water bath setelah mengalami
pemanasan, cairan penyari akan menguap dan uap tersebut akan
dikondensasikan oleh pendingin balik sehingga mengalami
kondensasi menjadi molekul-molekul cairan. Proses ini akan terjadi
secara berkesinambungan (Najib, 2008).
f. Destilasi uap air
Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia
selama 2 jam setelah itu dimasukkan ke dalam bejana II, bejana I diisi
air dan pipa penyambung serta kondensor dan penampung corong
pisah dipasang dengan kuat. Api bunsen pada bejana I dinyalakan
sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya
masuk kedalam bejana ke II melali pipa penghubung.
D. Penguapan Ekstrak
a. Pengertian
Penguapan ekstrak yaitu menguapkan sampel (simplisia) dengan
metode tertentu untuk mendapatkan ekstrak yang pekat.
Penguapan ekstrak dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi
ekstrak yang lebih pekat, Menurut Farmakope Indonesia edisi III dikenal
tiga macam ekstrak yaitu :
Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyairan
bahan alam masih mengandung larutan penyari.
Ekstark kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengamdung cairan penyari lagi tetapi
konsistensinya masih tetap cair pada suhu kamar.
Ekstrak kering ; adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengandung palarut lagi dan mempunyai
konsistensi padat (berwujud kering).
b. Metode Penguapan
Ada beberapa metode penguapan yang dapat digunakan, yaitu
penguapan sederhana menggunakan pemanasan, penguapan pada
tekanan yang diturunkan, penguapan dengan aliran gas, beku kering,
vakum desikator dan oven. Pada penguapan dengan menggunakan alat
rotavapor penguapan dapat terjadi karena adanya pemanasan yang
dipercepat oleh putaran labu alas bulat dan cairan penyari yang
menguap 5 – 10oC dibawah titik didih pelarutnya dan dipercepat oleh
adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum uap larutan
penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam
labu alas bulat penampung.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi penguapan
- Suhu
- Jenis pelarut
- Metode yang digunakan
d. Pembagian Ekstrak
Menurut Farmakope Indonesia edisi III dikenal tiga macam ekstrak
yaitu :
Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyairan
bahan alam masih mengandung larutan penyari.
Ekstark kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengamdung cairan penyari lagi tetapi
konsistensinya masih tetap cair pada suhu kamar.
Ekstrak kering ; adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengandung palarut lagi dan mempunyai
konsistensi padat (berwujud kering).
E. Partisi Ekstrak
a. Ekstraksi cair-cair
Jika suatu cairan ditmbahkan kedalam ekstrak yang telah
dilarutkan kedalam cairan yang lain yang tidak dapat bercampur dengan
yang pertama, akan terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari
campuran akan memiliki kelarutan dalam kedua lapisan tersebut
(biasanya disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai
keseimbangan konsentrasi dalam kedua larutan. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai kesetimbangan biasanya dipersingkat oleh
pencampuran kedua fase tersebut dalam corong pisah (Najib, 2008).
Beberapa fase organik mudah membentuk emulsi dengan fase air,
khususnya jika tedapat partikel kecil atau yang terbentuk oleh
pengendapan. Pelarut kloroform atau diklormetan yang diklorisasi adalah
yang peling mungkin membentuk emulsi ini. Pembentukan emulsi yang
paling dihindari dengan tidak menggunakan pelarut ini atau jika
digunakan, pencampuran kedua fase harus sangat hati-hati. Jika
terbentuk emulsi akan timbul lapisan ketiga yang suram pada antara
muka kedua fase yang jernih (Najib, 2008).
b. Partisi padat cair
Ekstraksi padat cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh
kompenen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Najib, 2008)
F. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah (KLT) adalah suatu metode analis
yang digunakan untuk memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat
dan sederhana. Prinsipnya didasarkan atas partisi dan adsorbsi. Zat
penjerap merupakan fase stesioner, berupa bubuk halus dibuat srba rata
dan tipis siatas lempeng kaca. Fase diam yang umum digunkan adalah silika
gel, baik yang normal fase maupun reversed fase. Pada KLT komponen
bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda mengikuti naiknya eluen,
karena daya serap adsorben pada komponen-komponen tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan berbeda dan hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan. Perbandingan kecepatan permukaan
dari pelarut dengan jarak yang ditempuh oleh senyawa terlarut merupakan
dasar untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang terdapat dalam
ekstrak atau campuran senyawa tersebut (Harjono, 1985).
Kelebihan penggunaan KLT ibandingkan dengan KK adalah karena
dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang tinggi.
Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam-jam bila dikerjakan dengan
KK tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja dengan TLC
(Muchammad, 1985).
Manfaat penggunaan KLT antara lain (Hadrjono, 1985) :
- Pemeriksaan kualitatif dan kemurnian senyawa obat
- Pemeriksaan simplisia hean dan tanaman
- Pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat
- Penentuan kualitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawa obat
G. Penampak Bercak Pada KLT
a. UV
Spektroskopi adalah studi megebai interaksi antar energi cahaya
dan materi panjang gelombang (Mufidah, 2001).
Pemisahan komponen kimia berdasarkan pada proses terjadinya
eksitasi dari tingkat energi yang rendah ketingkat energi yang lebih tinggi
akibat adanya penyerapan radiasi dalam daerah UV-visibel oleh suatu
molekul yang memiliki ikatan rangkap yang terkonjungasi atau gugus
kromotor yang terikat dengan gugus auksokrom (Mufidah, 2001).
Bila suatu molekul dikenakan sinar oleh spektrofotometer, maka
akan terjadi interaksi antara cahaya dan molekul tersebut yang
mangakibatkan molekul akan mengalami transisi elektron ketingkat
energi yang semula akan mengeluarkan emisi yang dapat ditangkap oleh
spektrofotometer sebagai data absorban (Stahl, 1969).
Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam
larutan yang encer dengan pembanding blanko pelarut serta
menggunakan spektorofotometer yang merekam otomatis. Senyawa dan
warna diukur pada jangka 200 nm sampai 400 nm, senyawa bewarna
dapat diukur pada jangka 400 nm sampai 700 nm. Panjang gelombang
serapan maksimum dan minimum pada spektrum serapan yang
diperoleh direkan dalam nm (Stahl, 1969).
Pelarut yang banyak digunakan untuk spektroskopi UV adalah
etanol 95 %, metanol, air, heksan dan eter. Alkohol mutlak niaga harus
dihindari karena mengandung benzen yang menyerap di daerah UV
pendek. Pelarut seperti kloroform harus dihindari karena menyerap kuat
didaerah 200-600nm, tetapi sangat cocok untuk mengukur spektrum
tumbuhan karotenida didaerah spektrum tampak (Stahl, 1969).
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan yang digunakan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fitokimia adalah
batang pengaduk, botol coklat, botol eluen, cawan porselen, corong
biasa, corong pisah (iwaki pyrex), chamber, eksikator, gelas kimia
(iaki pyrex), gelas ukur (iwaki pyrex), kompor, pipet kapiler, pinset,
pipet tetes, statif dan klem, sendok tanduk besi, refluks, rotavapor,
dan timbangan analitik.
2. Bahan
Bahan-bahan yang dipakai dalam praktikum fitokimia adalah
aquadqes, aluminium foil, etil asetat, H2SO4 10 %, hexan, kapas,
kertas kalkir, kertas labl, kertas timbang, kertas saring, kloroform, lem,
metanol, sampel darat daun petai cina (Leucaenae glauca) dan
batang sampi (Lasia spinosa), sampel biota laut teripang
(Holuthuria scabra), silika gel kasar dan halus,tissue.
B. Prosedur Kerja
1. Pengambilan dan pengolahan sampel
a. Daun petai cina (Leucaenae glauca)
Pengambilan sampel dari daun petai cina yaitu dengan
mengambil daun kelima dari pucuk daun, diambil dari daun kelima
karena pada daun kelima diperkirakan mengandung senyawa kimia
yang kompleks. Daun ini diambil pada pukul 09.00-11.00, karena
pada waktu tersebut terjadi proses fotosintesis yang sempurna.
Dalam pengambilan, tidak digunakan alat logam, karena bahan logam
tersebut dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa kimia yang
terkandung di dalam daun . Daun yang telah diambil dikumpulkan,
lalu dibersihkan dari kotoran yang melekat. Kemudian dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan sehari diruang terbuka kemudian
dirajang halus atau digunting kecil – kecil dengan ukuran tertentu, lalu
dimasukkan dalam wadah.
Pengolahan sampi ini dilakukan dengan cara yaitu sampel
daun petai cina dikumpulkan, kemudian dilakukan sortasi basah yaitu
membersihkannya dari kotoran yang melekat hingga semua kotoran
yang melekat dapat hilang. Setelah itu digunting kecil – kecil
kemudian dikeringkan dengan cara mengangin-anginkan daun petai
cina. Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama.
Mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik bisa
mencegah penurunan mutu atau kerusakan mutu. Air yang masih
tersisa dalam simplisia dalam kadar tertentu dapat menjadi media
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Setelah itu dilakukan
sortasi kering. Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi ialah memisahkan benda-benda
asing, seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal. Proses ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus atau dikemas dan disimpan. Setelah itu
lalu dimasukkan ke dalam wadah sebagian sampel dapat diserbukkan
untuk melakukan uji pendahuluan.
2. Uji Pendahuluan
Gol. Komponen
kimiaPereaksi/perlakuan
Pengamatan
Daun
petai
cina
Batang
sampiTeripang
Katekol
Pirogalotamin
Dioksiantrakinon
Alkaloid
Fenol
Steroid
Saponin
Flavanoid
Sampel + FeCl3 1 N
Sampel + FeCl3 1 N
Sampel + KOH 10 %
HCl + P’rx bauchardat
Serbuk + penguapan
Filtrat diuapkan
Sampel + air panas
Sampel + FeCl3 + HCl
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+) : mengandung senyawa kimia
(-) : tidak mengandung senyawa kima
3. Metode Ekstaksi Yang Digunakan
a. Daun petai cina
Pada sampel ini digunakan metode ekstraksi penyarian dingin
yaitu maserasi dengan proses berkesinambungan, dimana
memasukkan simplisia dengan derajat halus tertentu sebanyak 10
bagian kedalam bejana maserasi (toples), kemudian ditambah 75
bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam bejana penampung
kemudian ampas dipers dan ditambah cairan penyari secukupnya dan
diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari yang maksimal.
Sari yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor.
b. Batang sampi
Pada sampel ini digunakan metode penyarian panas yaitu
refluks dengan proses tidak berkesinambungan, dimana bahan yang
diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat
yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak kemudian ditempatkan
diatas water bath setelah mengalami pemanasan, cairan penyari akan
menguap dan uap tersebut akan dikondensasikan oleh pendingin
balik sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul
cairan.
c. Teripang
Pada sampel ini digunakan metode ekstraksi penyarian dingin
yaitu maserasi dengan proses berkesinambungan, dimana
memasukkan sampel kedalam bejana maserasi (toples), kemudian
ditambah 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3
hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.
4. Penguapan
Sampel atau ekstrak cair yang akan diluapkan dimasukkan
kedalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas
bulat yang digunakan, kemudian water bath distel pada suhu yang sesuai
(5-10oC dibawah titik ddih pelarut yang digunakan) dengan menekan
tombol on-off setelah suhu tercapai, labu alas bulat yang telah diisi
dengan ekstrak dipasang dengan kuat pada ujung rotor yang
menyelubungkan kondensor. Aliran air pendingin dan pompa vakum.
Ekstrak dapat ditambah melalui selang pemasuk dengan terlebih dahulu
memutar tombol rotor kearah nol dengan sendirinya ekstrak akan terisap
masuk kedalam labu, setelah itu penguapan dilanjutkan dengan memutar
kembali rotor pada kecepatan semula.
5. Metode partisi
a. Ekstraksi cair-cair
1. Ekstraksi cair-cair dengan pelarut eter
Ekstrak kental disuspensikan dengan air sebanyak 15 ml,
kemudian dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan
dengan dietil eter sebanyak 40 ml kocok sampai merata dengan
sesekali membuka kran corong pisah kemudian diamkan sampai
terjadi pemisahan dari fase air dan fase eter, pisahkan fase air dan
fase eter. Kemudian fase air dimasukkan kembali kedalam corong
pisah dan diekstraksi lagi dengan dietil eter sebanyak 30 ml dan
dilakukan hingga jernih (sebanyak 3 kali). Ekstrak dietil eter yang
diperoleh dari beberapa kali penyarian disiapkan kemudian
diuapkan sampai mendapatkan ekstrak kental dan dimasukkan
kedalam eksikator.
2. Ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-butanol
Lapisan air dari hasil ekstraksi dietil eter dimasukkan dalam
corong pisah kemudian diekstraksi dengan n-butanol jenuh
sebanyak 3 kali masing-masing 30 ml. Lapisan n-butanol diupkan
hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dibagi 3 dan
dimasukkan kedalam vial dan diuapkan dalam eksikator.
b. Ekstraksi padat-cair
Ekstark methanol kering yang diperoleh, diambil sebanyak
5,0 gram untuk diekstraksi dengan pelarut dietil eter dengan cara
partisi padat cair yaitu ekstrak metanol kering tersebut dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan sekitar 25 ml dietil
eter. Batang pengaduk magnetik dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer kemudian diletakkan diatas plat stirer. Stirer
disambungkan dengan sumber arus listrik dan distel dengan
kecepatan yang sesuai. Biarkan sampai pelarut jenuh. Kemudian
suspensi dikeluarkan dan dipisahkan antara padatan dengan cairan
(untuk memperoleh hasil yang maksimal digunakan sentrifuge).
Bagian yang tidak larut dimasukkan kembali kedalam erlenmeyer dan
ditambahkan 25 ml dietil eter yang baru lalu dilakukan seperti
perlakuan pertama. Proses partisi padat cair ini dilakukan hingga
pelarut dietil eter yang ditambahkan bening. Fraksi larut dietil eter
dikumpulkan, pelarutnya diuapkan hingga diperoleh ekstrak dietil eter
kering.
7. Kromatografi Lapis Tipis
a. Penyediaan Larutan zat yang diperiksa
Analisis penyediaan KLT dapat digunakan untuk
mengidentifikasi simplisia yang kelompok kandungan kimianya
telah diketahui. Kelompok kandungan kimia tersebut seperti
alkaloid, antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit,
flavanoid, saponon, minyak atsiri, kumarin, valepotriat, dan asam
fenol karboksilat .
1. Alakaloid
Ditimbang 1 gram serbuk simplisia, kemudian dibasahi dengan
1 ml ammonia encer P. Bahan disari dengan 5 ml metanol P
dilakukan dengan cara dikocok pada suhu 60oC selama 15
menit. Filtrat sebanyak 20 mikroliter atau 100 mikroliter
digunakan untuk pemeriksaan KLT.
2. Antraglikosida, arbutin, zat pahit dan flavanoid
Ditimbang 1 gram serbuk simplisia, kemudian disari dengan
5 ml metanol P. Penyarian dilakukan dengan dipanaskan di
atas tangas air selama 15 menit. Filtrat sebanyak 20 mikroliter
atau 100 mikroliter digunakan untuk pemeriksaan KLT.
3. Saponin
Ditimbang 1 gram serbiuk simplisia, kemudian disari dengan
5 ml metanol P. Penyarian dilakukan dengan dipanaskan di
atas tangas air selama 15 menit. Sari diuapkan sampai
diperoleh 1 ml, kemudian ditambah dengan 0,5 ml air dan 3 ml
butanol P sambil kocok. Filtrat sebanyak 20 mikroliter atau 100
mikroliter digunakan untuk pemeriksaan KLT.
4. Glikosida jantung
Ditimbang 1 gram serbuk simplisia, kemudian disari dengan
5 ml metanol P 50 % dan larutan timbal (II) asetat LP.
Campuran dipanaskan diatas tanga air sampai 10 menit.
Filtrat setelah dingin disari 2 kali masing-masing dengan 10 ml
diklorometana P. Sari dikumpulkan, kemudian diuapkan. Sisa
dilarutkan dalam metanol P (1:1) filtrat 100 mikroliter digunakan
untuk pemeriksaan KLT.
5. Minyak atsiri, kumarin, asam fenol karboksilat dan valepotriat
Ditimbang 1 gram serbiuk simplisia, kemudian disari dengan
10 ml diklorometana P. Penyarian dilakukan dengan refluks
selama 15 menit. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan
sampai kering. Sisa dilarutkan dalam 1 ml toluene P. Filtrat
sebanyak 20 mikroliter atau 100 mikroliter digunakan untuk
pemeriksaan KLT.
b. Cairan Elusi
Penentuan cairan elusi berdasarkan hasil uji pendahuluan
sebelumnya yaitu :
1. Kumarin
Cairan elusi dengan dieteil eter P-toluene P (1:1) dijenuhkan
dengan larutan asam asetat P 10 %.
Penampak bercak : amonia atau kalium hidroksida 5 % etanol
(95%) LP.
2. Flavanoid
Cairan elusi dengan asetat P-asm format P-asam glacial P-air
(100:11:11:27).
Penampak bercak : Difenilboriloksietilamin LP.
3. Alkohol, antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit,
flavanoid atau saponin
Cairan elusi dengan etil asetat P-metanol P-air (100:13,5:10).
Penampak bercak antraglikosida : kalium hidroksida 5 % etanol
(95%) LP.
Penampak bercak arbutin : Biru berlin LP
Penampak bercak glikosida jantung : Kedde LP, antimony (III)
klorida LP.
Penampak bercak zat pahit : Vanilin-asam sulfat, besi (III)
klorida, birupermanen LP, komarowsky LP
4. Minyak atsiri
Cairan elusi kloroform P-etanol P-asam asetat glacial P
(94:5:1).
Penampak bercak minyak atsiri : Vanilin-asam sulfat, besi (III)
klorida, birupermanen LP, komarowsky LP.
5. Saponin
Cairan elusi kloroform P-metanol P-asam asetat glacial P
(64:50:10), komarowsky LP.
Penampak bercak saponin : Vanilin-asam sulfat LP, darah LP
6. Minyak atsiri, kumarin, asam-asam pada tumbuhan dan
valepotriat
Cairan elusi toluene P-etil asetat P(93:7)
Penampak bercak valepotriat : asam klorida-asam asetat LP
7. Alkaloid
Cairan elusi toluene P-etil asetat P-dietilamin P (70:20:10) P.
Penampak bercak : Dragendroff LP, mayer, wagner,
iodoplatina LP
8. Triterpenoid dan steroid
Cairan elusi n-heksan-atilasetat.
Penampak bercak : Liberman bauchardat LP, vanilin-asam
fofpar LP
c. Penyiapan lempeng KLT dan penjenuhan chamber
1. Penyiapan lempeng silika gel
Lempeng silika gel F 254 yang berukuran 20 x 20 cm,
dipotong dengan ukuran 8,5 cm x 1,5 cm.
Lempeng yangsudah dipotong tersebut diaktifkan dalam
oven pada suhu 110oC
2. Penjenuhan chamber
Disiapkan dua buah chamber yang berisi lenkap dengan
penutupnya
Chamber (1) dan chamber (2) diisi dengan eluen dengan
kepolaran yang berbeda (lihat hasil uji pendhuluan untuk
menentukan jenis eluen yang digunakan)
Kemudian dimasukkan potongan kertas saring yang
panjangnya lebih dari tinggi chamber dan kemudian ditutup
Dibiarkan hingga eluen naik pada kertas saring hingga
melewati penutup kaca (chamber telah jenuh)
d. Penotolan sampel pada lempeng
1) Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2) Ekstrak n-heksan/eter (dilarutkan dalam kloroform), ekstrak
metanol/etanol (dilarutkan dalam campuan CHCl3 dan metanol
dengan perbandingan 1 : 1 seta ekstrak n-butanol (dilarutkan dengan
metanol).
3) Ekstrak diambil dengan menggunakan pipa kapiler, kemudian
ditotolkan pada lempeng yan telah disiapkan sebanyak 5-20 mikroliter
4) Lempeng yang telah ditotol diangin-anginkan sebentar untuk
menguapkan pelarutnya lalu dimasukkan kedalam chamber yang
telah dijenuhkan.
5) Bila eluen telah mencapai batas atas dari lempeng silika gel, maka
lempeng tersebut dapat dikeluarkan
6) Amati secara langsung dan dengan menggunakan penampang becak
UV 254, UV 366 dan asam sulfat 10 % (foto atau cetak dengan
menggunakan kertas kalkir yang ukurannya disesuaikan dengan
ukuran lempeng KLT.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian.moh., 2000., Teknik Kromatografi., Penerbit Andi., Yogyakarta.,
Anonim., 2008., Penuntun Praktikum Fitokimia I., Universitas Muslim Indonesia., Makassar.
Herman J.R.,1981., Analisis farmasi., Gajah mada University Press
Hidayat.E.,1995., Anatomi Tumbuhan Berbiji., Penerbit ITB., Bandung
Makhmud.AI., 2001., Metode Pemisahan., Departemen Farmasi fakultas Sains dan Tehnoogi., Universitas hasanuddin., Makassar.
Setiawan.P., 1988., Taksonomi spermatophyta Untuk farmasi edisi pertama., Fakultas Farmasi., Universitas panca sakti., Jakarta.
Tjiptroesoepomo G., 2003., Morfologi Tumbuhan., Gadjah mada University., Yogyakarta.