Top Banner
Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli) A. PENGERTIAN 1. Menurut bahasa Jual beli (اﻟﺑﯾﻊ) secara bahasa merupakan masdar dari kata ﺑﻌتdiucapkan ﯾﺑﯾﻊ- ﺑﺎءbermakna memiliki dan membeli. Kata aslinya keluar dari kata اﻟﺑﺎعkarena masing-masing dari dua orang yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian disebut ن اﻟﺑﯾﻌﺎ. Jual beli diartikan juga “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”. Kata lain dari al-bai’ adalah asy-syira’, al-mubadah dan at-tijarah. 2. Menurut syara’ Pengertian jual beli (اﻟﺑﯾﻊ) secara syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan (Mughnii 3/560). Sebagian ulama lain memberi pengertian : a. Menurut ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)”. (Alauddin al- Kasani, Bada’i ash-Shana’I fi Tartib asy-Syara’i, juz 5, hal. 133) b. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. (Muhammad asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, juz 2, hal. 2) c. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “ Pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik”. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, juz 3, hal. 559) d. Tukar menukar harta meskipun ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap (Raudh al-Nadii Syarah Kafi al-Muhtadi, 203). e. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling ridha. (Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah) f. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan syara. (Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, hal. 329) g. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan dan memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan. (Fiqh al-Sunnah, hal. 126) Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati. Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandung hal-hal antara lain :
27

Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Apr 23, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli)

A. PENGERTIAN

1. Menurut bahasa

Jual beli (البیع) secara bahasa merupakan masdar dari kata بعتdiucapkan باء-یبیع bermakna memiliki dan membeli. Kata aslinyakeluar dari kata الباع karena masing-masing dari dua orang yangmelakukan akad meneruskannya untuk mengambil danmemberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan danpembelian disebut البیعا .ن

Jual beli diartikan juga “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”.Kata lain dari al-bai’ adalah asy-syira’, al-mubadah dan at-tijarah.

2. Menurut syara’

Pengertian jual beli (البیع) secara syara’ adalah tukar menukarharta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan(Mughnii 3/560).

Sebagian ulama lain memberi pengertian :

a. Menurut ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta (benda) denganharta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)”. (Alauddin al-Kasani, Bada’i ash-Shana’I fi Tartib asy-Syara’i, juz 5, hal. 133)

b. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran hartadengan harta untuk kepemilikan”. (Muhammad asy-Syarbini,Mugni al-Muhtaj, juz 2, hal. 2)

c. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “ Pertukaranharta dengan harta untuk saling menjadikan milik”. (IbnuQudamah, al-Mughni, juz 3, hal. 559)

d. Tukar menukar harta meskipun ada dalam tanggungan ataukemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengankeduanya, untuk memberikan secara tetap (Raudh al-NadiiSyarah Kafi al-Muhtadi, 203).

e. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uangdengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yanglain atas dasar saling ridha. (Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah)

f. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan syara.(Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, hal. 329)

g. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan salingmerelakan dan memindahkan hak milik dengan adapenggantinya dengan cara yang dibolehkan. (Fiqh al-Sunnah, hal.126)

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beliialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yangmempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yangsatu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuaidengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dandisepakati.

Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaandan mengandung hal-hal antara lain :

Page 2: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

- Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukantukar menukar

- Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yangdihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belahpihak.

- Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumisepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan.

- Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni keduabelah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya denganadanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan abadi.

B. DASAR HUKUM

1. Al-Qur’an

- Allah Swt berfirman, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencarikarunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (Q.S. Al-Baqarah2 : 198)

Ibnu Katsir menerangkan ayat di atas bahwa Imam Bukhari rhberkata bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad, telahmenceritakan kepadaku Ibnu Uyainah, dari Amr, dari Ibnu Abbasyang menceritakan bahwa di masa jahiliyah, Ukaz, Majinnah danZul-Majaz merupakan pasar-pasar tahunan. Mereka merasaberdosa bila melakukan perniagaan dalam musim haji. (Tafsir IbnuKatsir)

- Allah Swt berfirman, “mereka berkata (berpendapat),sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telahmenghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 275)

Mereka berkata, “sesungguhnya jual beli sama dengan riba”. Halini jelas merupakan pembangkangan terhadap hukum syara’ yaknimenyamakan yang halal dan yang haram.

Kemudian firman Allah Swt, “Padahal Allah telah menghalalkanjual beli dan mengharamkan riba”. Ibnu Katsir rh berkata tentangayat ini bahwa ayat ini untuk menyanggah protes yang merekakatakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah membedakanantara jual beli dan riba secara hukum. (Tafsir Ibnu Katsir)

- Allah Swt berfirman, “Dan persaksikanlah, apabila kamu berjualbeli”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 282)

Ibnu Juraij berkata, “Barang siapa yang melakukan jual beli,hendaklah ia mengadakan persaksian”.

Qatadah rh berkata bahwa disebutkan kepada kami bahwa AbuSulaiman al-Mur’isyi (salah seorang yang berguru kepada Ka’b)mengatakan kepada murid-muridnya, “Tahukah kalian tentangseorang yang teraniaya yang berdoa kepada Tuhannya tetapidoanya tidak dikabulkan?”. Mereka menjawab, “Mengapa bisademikian?”.

Abu Sulaiman berkata, “Dia adalah seorang lelaki yang menjualsuatu barang untuk waktu tertentu tetapi ia tidak memakai saksidan tidak pula mencatatnya. Ketika tiba masa pembayaran ternyata

Page 3: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

si pembeli mengingkarinya. Lalu ia berdoa kepada Tuhan-nya tetapidoanya tidak dikabulkan.

Demikian itu karena dia telah berbuat durhaka kepada Tuhannyayaitu tidak menuruti perintah-Nya yang menganjurkannya untukmencatat atau mempersaksikan hal itu”. (Tafsir Ibnu Katsir)

Abu Sa’id, Asy-Sya’bi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraijdan Ibnu Zaid serta lainnya mengatakan bahwa pada mulanyamenulis utang piutang dan jual beli itu hukumnya wajib, kemudiandi-mansukh oleh firman Allah Swt, “Akan tetapi jika sebagian kamumempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayaiitu menunaikan amanatnya (hutangnya)”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 283)

Dalil lain yang memperkuat hal ini ialah sebuah hadits yangmenceritakan tentang syariat umat sebelum kita tetapi diakuisyariat kita serta tidak diingkari yang isinya menceritakan tiadakewajiban untuk menulis dan mengadakan persaksian.

Imam Ahmad berkata bahwa telah menceritakan kepada kamiYunus bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Laits, dariJa’far ibnu Rabi’ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmudz, dari AbuHurairah, dari Rasulullah Saw yang mengisahkan dalam sabdanya,“Dahulu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil memintameminta kepada seseorang yang juga dari kalangan Bani Israil agarmeminjaminya uang sebesar 1000 dinar. Maka pemilik uangberkata kepadanya, “Datangkanlah kepadaku para saksi agartransaksiku ini dipersaksikan oleh mereka”.”

Ia menjawab, “Cukuplah Allah sebagai saksi”. Pemilik uangberkata, “Datangkanlah kepadaku seorang yang menjaminmu”. Iamenjawab, “Cukuplah Allah sebagai penjamin”. Pemilik uang

berkata, “Engkau benar”. Lalu pemilik uang itu memberikan utangitu kepadanya untuk waktu yang ditentukan. Lalu ia berangkatmelalui jalan laut (naik perahu).

Setelah keperluannya selesai, lalu ia mencari perahu yang akanmengantarkannya ke tempat pemilik uang karena saat pelunasanutangnya hamper tiba. Akan tetapi ia tidak menjumpai sebuahperahu pun.

Akhirnya ia mengambil sebatang kayu, lalu melubangi tengahnya,kemudian uang 1000 dinar itu dimasukkan ke dalam kayu ituberikut sepucuk surat buat alamat yang dituju. Lalu lubang itu iasumbat rapat, kemudian ia datang ke tepi laut dan kayu itu ialemparkan ke laut seraya berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Engkautelah mengetahui bahwa aku pernah berutang kepada si Fulansebanyak 1000 dinar. Ketika ia meminta kepadaku seorangpenjamin, maka kukatakan, ‘Cukuplah Allah sebagai penjaminku’,dan ternyata ia rela dengan hal tersebut.

Ia meminta saksi kepadaku, lalu kukatakan, ‘Cukuplah Allahsebagai saksi’ dan ternyata ia rela dengan hal tersebut.Sesungguhnya aku telah berusaha keras untuk menemukankendaraan (perahu) untuk mengirimkan ini kepada orang yangtelah memberiku utang tetapi aku tidak menemukan sebuahperahu pun. Sesungguhnya sekarang aku titipkan ini kepadaEngkau”. Lalu ia melemparkan kayu itu ke laut hingga tenggelam kedalamnya. Sesudah itu ia berangkat dan tetap mencari kendaraanperahu untuk menjuju ke negeri pemilik piutang.

Lalu lelaki yang memberinya utang keluar dan melihat-lihatbarangkali ada perahu yang tiba membawa uangnya. Ternyata yangia jumpai adalah sebatang kayu tadi yang di dalamnya terdapat

Page 4: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

uang. Maka ia memungut kayu itu untuk keluarganya sebagai kayubakar.

Ketika ia membelah kayu itu, ternyata ia menemukan sejumlahharta dan sepucuk surat itu. Kemudian lelaki yang berutang tibakepadanya dan datang kepadanya dengan membawa uang 1000dinar sambil berkata, “Demi Allah, aku terus berusaha kerasmencari perahu untuk sampai kepadamu dengan membawauangmu tetapi ternyata aku tidak dapat menemukan sebuahperahu pun sebelum aku tiba dengan perahu ini”.

Ia bertanya, “Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatukepadaku?”. Lelaki yang berutang balik bertanya, “Bukankah akutelah katakatan kepadamu bahwa aku tidak menemukan sebuahperahu pun sebelum perahu yang datang membawaku sekarang?’.

Ia berkata, “Sesungguhnya Allah telah membayarkan utangmumelalui apa yang engkau kirimkan di dalam kayu tersebut. Makakembalilah kamu dengan 1000 dinarmu itu dengan sadar. (HRBukhari)

- Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlahkamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian”. (Q.S. An Nisaa' 4 : 29)

Ibnu Katsir rh berkata tentang ayat di atas bahwa Allah Swtmelarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan hartasebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yangbatil yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat seperti carariba dan judi serta cara-cara lainnya dengan menggunakan berbagaimacam tipuan dan pengelabuan.

Sekalipun pada lahiriyahnya seperti memakai cara-cara yangsesuai syara’ tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnyapara pelakunya hanyalah semata-mata menjalankan riba tetapidengan cara hailah (tipu muslihat). (Tafsir Ibnu Katsir)

“kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukasama-suka di antara kalian”, yakni janganlah kalian menjalankanusaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan tetapiberniagalah menurut syariat dan dilakukan suka sama suka (salingridha) di antara penjual dan pembeli serta carilah keuntungandengan cara yang diakui oleh syariat. (Tafsir Ibnu Katsir)

- Allah Swt berfirman, “Dan carilah pada apa yang telahdianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimanaAllah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuatkerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukaiorang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S Al Qashash 28 : 77)

Mereka harus senantiasa ingat akan nasibnya dari dunia yangsangat sedikit dan sebentar. Bila kenikmatan yang sedikit ini tidakdimanfaatkan sebaik mungkin untuk kehidupan yang abadi tentumereka akan menyesal untuk selamanya. Sementara sebagian orangmenjadikan ayat ini sebagai dorongan untuk meningkatkankehidupan duniawi, padahal tanpa menggunakan ayat al-Qur’an punkebanyakan manusia terus berlomba dalam mencari danmeningkatkan kehidupan dunia.

Sebaliknya, karena kesibukan duniawi yang tidak pasti ini,banyak sekali manusia melupakan tugasnya sebagai hamba dalammenghadapi hari akhirat yang pasti terjadi. Karena itu sangatdiperlukan bagi mereka penjelasan tentang hakikat keni’matan dunia,

Page 5: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

bahwa keni’matan tersebut Allah sediakan demi bekal akhirat. Danmanusia diingatkan bahwa waktu yang tersedia untuk membekalidiri demi kepntingan akhirat sangat terbatas. Karena itu janganlahmanusia lalai akan keterbatasan waktu ini.

Ibnu Abi-Ashim mengatakan: “Yang dimaksud dengan ‘janganlupa nasibmu dari dunia’ bukan berarti jangan melupakankeni’matan lahir di dunia, melainkan umurmu. Artinya gunakanlahusiamu untuk akhirat.”

Dan Ibnul Mubarak juga berpandangan yang sama, ia berkata:“Yang dimaksud dengan ‘jangan lupa nasibmu dari dunia’ adalahberamal ibadah dalam taat kepada Allah di dunia untuk meraihpahala di akhirat.”

Dua ungkapan diatas bukanlah ungkapan yang baru melainkankelanjutan dari ungkapan para pendahulunya dari para ahli tafsirbaik generasi shahabat, tabiin atau tabi’ut tabi’in.

Dalam menafsirkan ayat ini Ath-Thabari mengatakan: “Janganlahkamu tinggalkan nasibmu dan kesempatanmu dari dunia untukberjuang demi meraih nasibmu dari akhirat, maka kamu terusberamal ibadah yang dapat menyelamatkanmu dari siksaan Allah.”

Dia juga mengutip beberapa ungkapan para shahabat,dianataranya: Ibnu Abbas: “Kamu beramal didunia untukakhiratmu.” Mujahid: “Beramal dengan mentaati Allah.”

Zaid: ”Janganlah kamu lupa mengutamakan dari kehidupanduniamu untuk akhiratmu, sebab kamu hanya akan mendapatkan diakhiratmu dari apa yang kamu kerjakan didunia denganmemanfaatkan apa yang Allah rizkikan kepadamu.”

Dari beberapa pernyataan shahabat diatas, dapat diketahui bahwayang dimaksud dengan “jangan melupakan nasibmu dari dunia”adalah peringatan jangan lalai terhadap kesempatan untuk beramalyang tidak lama lagi akan berakhir. Artinya menyuruh manusia agarmampu menggunakan semua karunia Allah demi keselamatan dankemaslahatan akhirat.

Dengan demikian, maka makna ayat ini sangat erat hubungannyaantara awal, tengah dan penghujung ayat. Dan tidak ada hubungandengan perintah untuk berlomba dalam mencari kehidupan duniawiatau meningkatkan kemajuan ekonomi. Sebab tanpa perintah,umumnya manusia terus berlomba untuk meraih kehidupan dunia.

2. As-Sunnah

Nabi Saw ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik.Beliau Saw menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dansetiap jual beli yang mabrur”. (HR. Bazzaar, dishahihkan oleh Hakimdari Rifa’ah ibn Rafi’)

Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yangterhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain.

Rasulullah Saw bersabda, “Jual beli harus dipastikan salingmeridhai”. (HR Baihaqi dan Ibnu Majah).

Rasulullah Saw bersabda, “Jual beli harus dengan suka samasuka (saling ridha) dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidakhalal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya”. (HR Ibnu Jarir).

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari IbnuAbbas ra, ia berkata, “Pasar Ukadz, Mujnah dan Dzul Majaz adalah

Page 6: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

pasar-pasar yang sudah ada sejak zaman jahiliyah. Ketika datangIslam, mereka membencinya lalu turunlah ayat : “Tidak ada dosabagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dariTuhanmu…”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 198) dan Nabi Saw bersabda,“Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar selama mereka belumberpisah”. (Muttafaq ‘alaih)

Rasulullah Saw bersabda, “Pedagang yang jujur (terpercaya)bersama (di akhirat) dengan para nabi, Shiddiqin dan syuhada”. (HRTirmidzi)

3. Ijma

Para ulama telah sepakat bahwa hukum jual beli itu mubah(dibolehkan) dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampumencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain. Namundemikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannyaitu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

Hukumnya berubah menjadi haram kalau meninggalkankewajiban karena terlalu sibuk sampai dia tidak menjalankankewajiban ibadahnya.

Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang beriman, apabila diseruuntuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepadamengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. Yang demikian itulebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikanshalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilahkarunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamuberuntung”. (Q.S. Al-Jumu’ah 62 : 9-10)

[1475]. Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzintelah azan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegeramemenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semuapekerjaannya.

Hukumnya berubah menjadi haram apabila melakukan jual belidengan tujuan untuk membantu kemaksiatan atau melakukanperbuatan haram.

Allah Swt berfirman, “Dan jangan tolong-menolong dalamberbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepadaAllah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al-Ma’idah5 : 2)

Menurut Imam asy-Syatibi (ahli fiqih bermadzhab Maliki),hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam kondisi tertentuseperti kalau terjadi ihtikar (penimbunan barang) sehinggapersediaan barang hilang dari pasar dan harga melonjak naik.

C. RUKUN JUAL BELI

Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada empat :

1. Akad (ijab qabul)

Ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belumdikatakan sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabulmenunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukandengan lisan dan tulisan.

Page 7: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Ijab qabul dalam bentuk perkataan dan/atau dalam bentukperbuatan yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaanuang).

Menurut fatwa ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yangkecilpun harus ada ijab qabul tetapi menurut Imam an-Nawawi danulama muta’akhirin syafi’iyah berpendirian bahwa boleh jual belibarang-barang yang kecil tidak dengan ijab qabul.

Jual beli yang menjadi kebiasaan seperti kebutuhan sehari-haritidak disyaratkan ijab qabul, ini adalah pendapat jumhur (al-Kahlani,Subul al-Salam, hal. 4).

2. Orang-orang yang berakad (subjek) - البیعا ن

Ada 2 pihak yaitu bai’ (penjual) dan mustari (pembeli).

3. Ma’kud ‘alaih (objek)

Ma’kud ‘alaih adalah barang-barang yang bermanfaat menurutpandangan syara’.

4. Ada nilai tukar pengganti barang

Nilai tukar pengganti barang ini yaitu dengan sesuatu yangmemenuhi 3 syarat yaitu bisa menyimpan nilai (store of value), bisamenilai atau menghargakan suatu barang (unit of account) dan bisadijadikan alat tukar (medium of exchange).

D. SYARAT JUAL BELI

1. Akad (ijab qabul)

- Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelahpenjual menyatakan ijab atau sebaliknya.

- Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul.

Masalah ijab qabul ini para ulama berbeda pendapat, diantaranyasebagai berikut :

a. Madzhab Syafi’i

“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan shigat (ijab qabul) yangdiucapkan”. (Al-Jazairi, hal.

155)

Syarat shighat menurut madzhab Syafi’i :

1. Berhadap-hadapan

Pembeli dan penjual harus menunjukkan shighat akadnyakepada orang yang sedang bertransaksi dengannya yakniharus sesuai dengan orang yang dituju.

Dengan demikian tidak sah berkata, “Saya menjualkepadamu!”. Tidak boleh berkata, “Saya menjual kepadaAhmad”, padahal nama pembeli bukan Ahmad.

2. Ditujukan pada seluruh badan yang akad

Page 8: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Tidak sah berkata, “Saya menjual barang ini kepada kepalaatau tangan kamu”.

3. Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab

Orang yang mengucapkan qabul haruslah orang yang diajakbertransaksi oleh orang yang mengucapkan ijab kecuali jikadiwakilkan.

4. Harus menyebutkan barang dan harga

5. Ketika mengucapkan shighat harus disertai niat (maksud)

6. Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna

Jika seseorang yang sedang bertransaksi itu gila sebelummengucapkan, jual beli yang dilakukannya batal.

7. Ijab qabul tidak terpisah

Antara ijab dan qabul tidak boleh diselingi oleh waktu yangterlalu lama yang menggambarkan adanya penolakan darisalah satu pihak.

8. Antara ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan lain

9. Tidak berubah lafazh

Lafazh ijab tidak boleh berubah seperti perkataan, “Sayajual dengan 5 dirham”, kemudian berkata lagi, “Sayamenjualnya dengan 10 dirham”, padahal barang yang dijual

masih sama dengan barang yang pertama dan belum adaqabul.

10. Bersesuaian antara ijab dan qabul secara sempurna

11. Tidak dikaitkan dengan sesuatu

Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak adahubungan dengan akad.

12. Tidak dikaitkan dengan waktu

b. Madzhab Hambali

Syarat shighat ada 3 yaitu :

1. Berada di tempat yang sama

2. Tidak terpisah

Antara ijab dan qabul tidak terdapat pemisah yangmenggambarkan adanya penolakan.

3. Tidak dikatkan dengan sesuatu

Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidakberhubungan dengan akad

c. ImamMalik berpendapat :

Page 9: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahamisaja”. (al-Qurthubi, hal. 128)

Syarat shighat menurut madzhab Maliki :

1. Tempat akad harus bersatu

2. Pengucapan ijab dan qabul tidak terpisah

Di antara ijab dan qabul tidak boleh ada pemisah yangmengandung unsur penolakan dari salah satu aqid secaraadat.

d. Madzhab Hanafi

Syarat shighat :

1. Qabul harus sesuai dengan ijab

2. Ijab dan qabul harus bersatu

Yakni berhubungan antara ijab dan qabul walaupuntempatnya tidak bersatu

e. Pendapat kelima adalah penyampaian akad dengan perbuatanatau disebut juga dengan aqad bi al-mu’athah yaitu :

“Aqad bi al-mu’athah ialah mengambil dan memberikan dengantanpa perkataan (ijab qabul), sebagaimana seseorang membelisesuatu yang telah diketahui harganya, kemudian ia

mengambilnya dari penjual dan memberikan uangnya sebagaipembayaran”. (al-Jazairi, hal. 156)

2. Orang yang berakad (aqid)

- Baligh dan berakal.

Sehingga tidak mudah ditipu orang. Batal akad anak kecil, oranggila dan orang bodoh sebab mereka tidak pandai mengendalikanharta.

Allah Swt berfirman, “Dan janganlah kamu serahkan kepadaorang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (merekayang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagaipokok kehidupan”. (Q.S. An-Nisa 4 : 5)

[268]. Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yangbelum baligh atau orang dewasa yang jahil (tidak dapatmengatur harta bendanya).

- Beragama Islam.

Syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-bendatertentu, misal penjualan budak muslim kepada orang kafir sebabkemungkinan besar pembeli tersebut akan merendahkan abidyang beragama Islam, sedangkan Allah Swt melarang orang-orangmukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkanmukmin.

Page 10: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Allah Swt berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberijalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orangyang beriman”. (Q.S. An-Nisaa 4 : 141)

Syarat aqid menurut 4 madzhab :

a. Madzhab Syafi’i

1. Dewasa atau sadar

Aqid harus balig dan berakal, menyadari dan mampumemelihara din dan hartanya. Dengan demikian, akadanak mumayyiz dianggap tidak sah.

2. Tidak dipaksa atau tanpa hak

3. Islam

Dianggap tidak sah, orang kafir yang membeli kitab Al-Qur’an atau kitab-kitab yang berkaitan dengan dinul Islamseperti hadits, kitab-kitab fiqih atau membeli budak yangmuslim.

Allah Swt berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidakmemberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orangmukmin”. (Q.S. An-Nisa’ 4 : 141)

4. Pembeli bukan musuh

Umat Islam dilarang menjual barang, khususnya senjatakepada musuh yang akan digunakan untuk memerangi danmenghancurkan kaum muslimin.

b. Madzhab Hambali

1. Dewasa

Aqid harus dewasa (baligh dan berakal) kecuali pada jualbeli barang-barang yang sepele atau telah mendapat izindari walinya dan mengandung unsur kemashlahatan.

2. Ada keridhaan

Masing-masing aqid harus saling meridhai yaitu tidakada unsur paksaan. Ulama Hanabilah menghukumi makruhbagi orang yang menjual barangnya karena terpaksa ataukarena kebutuhan yang mendesak dengan harga di luarharga umum.

c. Madzhab Maliki

1. Penjual dan pembeli harus mumayyiz

2. Keduanya merupakan pemilik barang atau yang dijadikanwakil

3. Keduanya dalam keadaan sukarela

Jual beli berdasarkan paksaan adalah tidak sah.

Page 11: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

4. Penjual harus sadar dan dewasa

Ulama Malikiyah tidak mensyaratkan harus Islam bagi aqidkecuali dalam membeli hamba yang muslim dan membelimushaf.

d. Madzhab Hanafi

1. Berakal dan mumayyiz

Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan harus baligh.Tasharruf yang boleh dilakukan oleh anak mumayyiz danberakal secara umum terbagi 3 :

- Tasharruf yang bermanfaat secara murni, seperti hibah

- Tasharruf yang tidak bermanfaat secara murni, sepertitidak sah talak oleh anak kecil

- Tasharruf yang berada di antara kemanfaatan dankemudharatan yaitu aktifitas yang boleh dilakukan tetapiatas seizin wali.

2. Berbilang

Sehingga tidak sah akad yang dilakukan seorang diri.Minimal 2 orang yang terdiri dari penjual dan pembeli.

3. Ma’kud ‘alaih (objek)

Barang yang diperjualbelikan (objek) :

a. Suci (halal dan thayyib). Tidak sah penjualan benda-bendaharam atau bahkan syubhat.

b. Bermanfaat menurut syara’.

c. Tidak ditaklikan, yaitu dikaitkan dengan hal lain, seperti “jikaayahku pergi, kujual motor ini kepadamu”.

d. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan, “Kujual motor inikepadamu selama 1 tahun” maka penjualan tersebut tidak sahkarena jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan secarapenuh yang tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan syara’.

e. Dapat diserahkan cepat atau lambat, contoh :

- Tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapatditangkap lagi

- Barang-barang yang sudah hilang

- Barang-barang yang sulit diperoleh kembali karena samar,seperti seekor ikan yang jatuh ke kolam sehingga tidakdiketahui dengan pasti ikan tersebut.

f. Milik sendiri. Tidaklah sah menjual barang orang lain :

- Dengan tidak seizin pemiliknya

- Barang-barang yang baru akan menjadi pemiliknya

g. Diketahui (dilihat).

Page 12: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya,beratnya, takarannya atau ukuran-ukuran lainnya. Maka tidak sahjual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.

Syaratma’qud ‘alaih menurut madzhab :

- Madzhab Syafi’i

1. Suci

2. Bermanfaat

3. Dapat diserahkan

4. Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain

5. Jelas dan diketahui oleh kedua orang yang melakukan akad

- Madzhab Hambali

1. Harus berupa harta

Ma’qud ‘alaih adalah barang-barang yang bermanfaatmenurut pandangan syara’. Ulama Hanabilah mengharamkanjual beli Al-Qur’an, baik untuk muslim maupun kafir sebab Al-Qur’an itu wajib diagungkan, sedangkan menjualnya berartitidak mengagungkannya.

Begitu pula mereka melarang jual beli barang-barangmainan dan barang-barang yang tidak bermanfaat lainnya.

2. Milik penjual secara sempurna

Dipandang tidak sah jual beli fudhul, yakni menjual barangtanpa seizin pemiliknya.

3. Barang dapat diserahkan ketika akad

4. Barang diketahui oleh penjual dan pembeli

Barang harus jelas dan diketahui kedua belah pihak yangmelangsungkan akad.

5. Harga diketahui oleh kedua belah pihak

6. Terhindar dari unsur-unsur yang menjadikan akad tidak sah

Barang, harga dan aqid harus terhindar dari unsur-unsur yangmenjadikan akad tersebut menjadi tidak sah, seperti riba.

- Madzhab Maliki

1. Bukan barang yang dilarang syara’

2. Harus suci, maka tidak boleh menjual khamr dan lain-lain

3. Bermanfaat menurut pandangan syara’

4. Dapat diketahui oleh kedua orang yang berakad

5. Dapat diserahkan

Page 13: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

- Madzhab Hanafi : (Alaudin Al-Kasani, Bada’i Ash-Shana’i fi TartibAsy-Syarai’, juz 5, hal. 138-148)

1. Barang harus ada

Tidak boleh akad atas barang-barang yang tidak ada ataudikhawatirkan tidak ada, seperti jual beli buah yang belumtampak atau jual beli anak hewan yang masih dalamkandungan.

2. Harta harus kuat, tetap dan bernilai

Yakni benda yang mungkin dimanfaatkan dan disimpan.

3. Benda tersebut milik sendiri

4. Dapat diserahkan

4. Ada nilai tukar pengganti barang

Imam Syafi’i menjelaskan bahwa yang bisa dijadikan standar nilai(harga) adalah dinar emas dan dirham perak.

Ibnu Khaldun rh berkata, “Allah telah menciptakan dua logammulia, emas dan perak, sebagai standar ukuran nilai untuk seluruhbentuk simpanan harta kekayaan. Emas dan perak adalah bendayang disukai dan dipilih oleh penduduk dunia ini untuk menilaiharta dan kekayaan.

Walaupun, karena berbagai keadaan, benda-benda lain didapat,namun tujuan utama dan akhirnya adalah menguasai emas dan

perak. Semua benda lain senantiasa terkait perubahan harga pasar,namun itu tak berlaku pada emas dan perak. Keduanya-lah ukurankeuntungan, harta dan kekayaan”. (Ibnu Khaldun, Muqaddimah)

Syarat uang menurut Imam Al-Ghazali ada 3 yaitu :

Penyimpan Nilai (Store of Value)

Yaitu uang harus bisa mempunyai nilai atau harga yang tetap(stabil).

Satuan Perhitungan/Timbangan (Unit of Account)

Yaitu uang harus bisa berfungsi sebagai satuan perhitungan atautimbangan (Unit of Account) untuk menimbang atau menilaisuatu barang atau jasa.

Allah Swt menjadikan uang dinar dan dirham sebagai hakim danpenengah di antara harta benda lainnya sehingga harta bendatersebut dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham(menjadi satuan nilai). (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, hal 222)

Alat Tukar (Medium of Exchange)

Yaitu uang harus bisa berfungsi sebagai alat tukar (Medium ofExchange) untuk melakukan transaksi perdagangan barang ataujasa.

Uang dinar dan dirham menjadi perantara untuk memperolehbarang-barang lainnya. Karena uang tidak dapat memiliki manfaatpada dirinya sendiri, namun ia memiliki manfaat bila

Page 14: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

dipergunakan untuk hal-hal yang lain. (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin,hal 222)

Kenapa emas dan perak? Menurut Al-Ghazali dikarenakan keduabarang tambang itulah yang dapat tahan lama dan mempunyaikeistimewaan dibanding dengan barang yang lain serta keduanyamempunyai nilai atau harga yang sama (stabil).

Al-Maqrizi, ulama abad ke-8 Hijriyah, salah seorang murid IbnuKhaldun. Beliau memangku jabatan hakim (qadhi al-Qudah)madzhab Maliki pada masa amirat Sultan Barquq (784 – 801 H).(Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, hal. 16)

Pada tahun 791 H, Sultan Barquq mengangkat al-Maqrizi sebagaimuhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama 2 tahun.Pada masa ini, al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan denganberbagai permasalahan pasar, perdagangan dan mudharabahsehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku,asal-usul uang dan kaidah-kaidah timbangan. (Hammad binAbdurrahman al-Janidal, Manahij al-Bahitsin fi al-iqtishad al-Islamii,2/208)

Menurut al-Maqrizi, baik pada masa sebelum atau setelahkedatangan Islam, uang digunakan oleh umat manusia untukmenentukan harga barang dan nilai upah. Untuk mencapai tujuanini, uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak. (Al-Maqrizi, al-Nuqud al-‘Arabiyah al-Islamiyah wa ‘ilm al-Namyat, hal.73)

E. Hukum dan Sifat Jual Beli

Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual belimenjadi 2 macam :

1. Jual beli yang sah (shahih)

Jual beli yang shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuansyara’, baik rukun maupun syaratnya.

2. Jual beli yang tidak sah

Jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salahsatu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) ataubatal. Dengan kata lain menurut jumhur ulama, rusak dan batalmemiliki arti yang sama.

Adapun menurut ulama Hanafiyah membagi hukum dan sifat jual belimenjadi 3 yaitu :

1. Jual beli shahih

Adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syariat. Hukumnya,sesuatu yang diperjualbelikan menjadi milik yang melakukan akad.

2. Jual beli batal

Adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun atau yangtidak sesuai dengan syariat, yakni orang yang akad bukan ahlinya,seperti jual beli yang dilakukan oleh orang gila atau anak kecil.

3. Jual beli fasid (rusak)

Page 15: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnyatetapi tidak sesuai dengan syariat pada sifatnya, seperti jual beliyang dilakukan oleh orang yang mumayyiz tetapi bodoh sehinggamenimbulkan pertentangan.

Adapun dalam masalah ibadah, ulama Hanafiyah sepakat denganjumhur ulama bahwa batal dan fasad adalah sama.

F. JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM

Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al-Zuhaily meringkasnya sbb :

1. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)

Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan shahih apabiladilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dapat memilih danmampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yangdipandang tidak sah jual belinya adalah sbb :

a. Jual beli orang gila

Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang yang gila tidak sah.Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk dll.

b. Jual beli anak kecil

Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum mumayyiz)dipandang tidak sah kecuali dalam perkara-perkara ringan dansepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mumayyiz yangbelum baligh tidak sah sebab tidak ada ahliah.

Adapun menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah dan hanabilah,jual beli anak kecil dipandang sah jika diizinkan walinya. Merekaantara lain beralasan salah satu cara untuk melatih kedewasaanadalah dengan memberikan keleluasaan untuk jual beli, jugapengamalan atas firman Allah Swt.

Allah Swt berfirman, “Dan ujilah anak yatim itu sampai merekacukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmumereka telah cerdas (pandai memelihara harta), makaserahkanlah kepada mereka harta-hartanya”. (Q.S. An Nisaa' 4 :6)

c. Jual beli orang buta

Jual beli orang buta dikategorikan shahih menurut jumhur jikabarang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya).

Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli orang buta itu tidaksah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek danyang baik.

d. Jual beli terpaksa

Menurut ulama Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksaseperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seizin pemiliknya) yakniditangguhkan (mauquf).

Oleh karena itu keabsahannya ditangguhkan sampai rela (hilangrasa terpaksa). Menurut ulama Malikiyah, tidak lazim baginyaada khiyar.

Page 16: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Adapun menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual belitersebut tidak sah sebab tidak ada keridaan ketika akad.

e. Jual beli fudhul

Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizinpemiliknya. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beliditangguhkan sampai ada izin pemiliknya.

Adapun menurut ulama Hanabilah dan Syafi’iyah, jual belifudhul tidak sah.

f. Jual beli orang yang terhalang

Maksud terhalang di sini adalah terhalang karena kebodohan,bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang yang bodoh yang sukamenghamburkan hartanya, menurut pendapat ulama Malikiyah,Hanafiyah dan pendapat paling shahih di kalangan Hanabilah,harus ditangguhkan.

Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli tersebut tidaksah sebab tidak ada ahli dan ucapannya dipandang tidak dapatdipegang.

Begitu pula ditangguhkan jual beli orang yang sedangbangkrut berdasarkan ketetapan hukum, menurut ulamaMalikiyah dan Hanafiyah. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyahdan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah.

Menurut jumhur selain Malikiyah, jual beli orang sakit parahyang sudah mendekati mati hanya dibolehkan sepertiga dari

hartanya (tirkah), dan bila ingin lebih dari sepertiga, jual belitersebut ditangguhkan kepada izin ahli warisnya.

Menurut Ulama Malikiyah, sepertiga dari hartanya hanyadibolehkan pada harta yang tidak bergerak seperti rumah, tanahdll.

g. Jual beli malja’

Jual beli malja’ adalah jual beli orang yang sedang dalambahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. Jual belitersebut fasid, menurut ulama Hanafiyah dan batal menurutulama Hanabilah.

2. Terlarang Sebab Shighat

Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkanpada keridaan di antara pihak yang melakukan akad, adakesesuaian di antara ijab dan qabul, berada di satu tempat dantidak terpisah oleh suatu pemisah.

Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandangtidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masihdiperdebatkan oleh para ulama adalah sbb :

a. Jual beli mu’athah

Adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad,berkenaan dengan barang maupun harganya tetapi tidakmemakai ijab qabul. Jumhur ulama mengatakan shahih apabilaada ijab dari salah satunya.

Page 17: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Begitu pula dibolehkan ijab qabul dengan isyarat, perbuatanatau cara-cara lain yang menunjukkan keridaan. Memberikanbarang dan menerima uang dipandang sebagai shighat denganperbuatan atau isyarat.

Adapun ulama Syafi’iyah (Muhammad asy-Syarbini, Mughnial-Muhtaj, juz 2, hal.3) berpendapat bahwa jual beli harusdisertai ijab qabul yakni dengan shighat lafazh, tidak cukupdengan isyarat sebab keridhaan sifat itu tersembunyi dan tidakdapat diketahui kecuali dengan ucapan. Mereka hanyamembolehkan jual beli dengan isyarat bagi orang yang uzur.

Jual beli mu’athah dipandang tidak sah menurut ulamaHanafiyah tetapi sebagian ulama Syafi’iyah membolehkannyaseperti Imam Nawawi. (As-Suyuti, Al-Asbah, hal. 89)

Menurutnya, hal itu dikembalikan kepada kebiasaan manusia.Begitu pula Ibn Suraij dan Ar-Ruyani membolehkannya dalamhal-hal kecil.

b. Jual beli melalui surat atau melalui utusan

Disepakati ulama fiqih bahwa jual beli melalui surat atau utusanadalah sah. Tempat berakad adalah sampainya surat atauutusan dari aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qabulmelebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah sepertisurat tidak sampai ke tangan yang dimaksud.

c. Jual beli dengan isyarat atau tulisan

Disepakati keshahihan akad dengan isyarat atau tulisankhususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain itu,isyarat juga menunjukkan apa yang ada dalam hati aqid. Apabilaisyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapatdibaca), akad tidak sah.

d. Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad

Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli atas barang yang tidak adadi tempat adalah tidak sah sebab tidak memenuhi syaratterjadinya aqad.

e. Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul

Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepakatan ulama. Akantetapi, jika lebih baik, seperti meninggalkan harga, menurutulama Hanafiyah membolehkannya, sedangkan ulama Syafi’iyahmenganggapnya tidak sah.

f. Jual beli munjiz

Adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkanpada waktu yang akan datang. Jual beli ini, dipandang fasidmenurut ulama Hanafiyah, dan batal menurut jumhur ulama.

3. Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang Jualan)

Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alatpertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi’ (barangjualan) dan harga.

Page 18: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabilama’qud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat,berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yangakad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain dan tidak adalarangan dari syara’.

Selain itu, ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagianulama tetapi diperselisihkan oleh ulama lainnya, di antaranya sbb :

a. Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada

Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak adaatau dikhawatirkan tidak ada adalah tidak sah.

b. Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan

Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burungyang ada di udara atau ikan yang ada di air tidak berdasarkanketetapan syara’.

c. Jual beli gharar

Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandungkesamaran. Hal itu dilarang dalam Islam sebab Rasulullah Sawbersabda, “janganlah kamu membeli ikan dalam air karena jualbeli seperti itu termasuk gharar (menipu)”. (HR Ahmad)

Menurut Ibn Jazi al-Maliki, gharar yang dilarag ada 10macam :

- Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yangmasih dalam kandungan induknya

- Tidak diketahui harga dan barang

- Tidak diketahui sifat barang atau harga

- Tidak diketahui ukuran barang dan harga

- Tidak diketahui masa yang akan datang seperti, “Saya jualkepadamu jika fulan datang”.

- Menghargakan dua kali pada satu barang

- Menjual barang yang diharapkan selamat

- Jual beli husha’ misalnya pembeli memegang tongkat, jikatongkat jatuh maka wajib membeli

- Jual beli munabadzah yaitu jual beli dengan cara lemparmelempari seperti seseorang melempar bajunya, kemudianyang lain pun melembar bajunya maka jadilah jual beli

- Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain makawajib membelinya

d. Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis

Ulama sepakat tentang larangan jual beli barang yang najisseperti khamr. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang

Page 19: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

barang yang terkena najis (al-mutanajis) yang tidak mungkindihilangkan seperti minyak yang terkena bangkai tikus.

Ulama Hanafiyah membolehkannya untuk barang yang tidakuntuk dimakan, sedangkan ulama Malikiyah membolehkannyasetelah dibersihkan.

e. Jual beli air

Disepakati bahwa jual beli air yang dimiliki seperti air sumuratau yang disimpan di tempat pemiliknya dibolehkan olehjumhur ulama empat madzhab. Sebaliknya ulama zhahiriyahmelarang secara mutlak.

Juga disepakati larangan atas jual beli air yang mubah yaknisemua manusia boleh memanfaatkannya.

f. Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)

Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini adalah fasad,sedangkan menurut jumhur batal sebab akan mendatangkanpertentangan di antara manusia.

g. Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad (ghaib), tidakdapat dilihat

Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini dibolehkan tanpaharus menyebutkan sifat-sifatnya tetapi pembeli berhak khiyarketika melihatnya.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan tidak sah,sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya bila disebutkansifat-sifatnya dan mensyaratkan 5 macam :

- Harus jauh sekali tempatnya

- Tidak boleh dekat sekali tempatnya

- Bukan pemiliknya harus ikut memberikan gambaran

- Harus meringkas sifat-sifat barang secara menyeluruh

- Penjual tidak boleh memberikan syarat

h. Jual beli sesuatu sebelum dipegang

Ulama Hanafiyah melarang jual beli barang yang dapatdipindahkan sebelum dipegang tetapi untuk barang yang tetapdibolehkan.

Sebaliknya, ulama Syafi’iyah melarangnya secara mutlak. UlamaMalikiyah melarang atas makanan, sedangkan ulama Hanabilahmelarang atas makanan yang diukur.

i. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan

Apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelahada buah tetapi belum matang, akadnya fasid menurut ulamaHanafiyah dan batal menurut jumhur ulama. Adapun jika buah-buahan atau tumbuhan itu telah matang, akadnya dibolehkan.

Page 20: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

4. Terlarang Sebab Syara’

Ulama sepakat membolehkan jual beli yang memenuhi persyaratandan rukunnya. Namun demikian, ada beberapa masalah yangdiperselisihkan di antara para ulama, di antaranya berikut ini :

a. Jual beli riba

Riba nasiah dan riba fadhl adalah fasid menurut ulamaHanafiyah tetapi batal menurut jumhur ulama.

b. Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan

Menurut ulama Hanafiyah termasuk fasid (rusak) dan terjadiakad atas nilainya, sedangkan menurut jumhur ulama adalahbatal sebab ada nash yang jelas dari hadits Bukhari dan Muslimbahwa Rasulullah Saw mengharamkan jual beli khamr, bangkai,anjing dan patung.

c. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang

Yakni mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempatyang dituju (pasar) sehingga orang yang mencegatnya akanmendapat keuntungan. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwahal itu makruh tahrim.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, pembeli bolehkhiyar. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jual beli seperti itutermasuk fasid.

d. Jual beli waktu adzan Jum’at

Yakni bagi laki-laki yang berkewajiban melaksanakan shalatJum’at. Menurut ulama Hanafiyah pada waktu adzan pertama.Sedangkan menurut ulama lainnya, adzan ketika khatib sudahberada di mimbar (adzan kedua).

Ulama Hanafiyah menghukumi makruh tahrim, sedangkanulama Syafi’iyah menghukumi shahih haram. Tidak jadipendapat yang masyhur di kalangan ulama Malikiyah dan tidaksah menurut ulama Hanabilah.

e. Jual beli anggur untuk dijadikan khamr

Menurut ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah zhahirnya shahihtetapi makruh. Sedangkan menurut ulama Malikiyah danHanabilah adalah batal.

f. Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil

Hal itu dilarang sampai anaknya besar dan dapat mandiri.

g. Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain

Seseorang telah sepakat akan membeli suatu barang, namunmasih dalam khiyar, kemudian datang orang lain yangmenyuruh untuk membatalkannya sebab ia akan membelinyadengan harga yang tinggi.

h. Jual beli memakai syarat

Page 21: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Menurut ulama Hanafiyah, sah jika syarat tersebut baik, seperti,“Saya akan membeli baju ini dengan syarat bagian yang rusakdijahit dulu”.

Begitu pula menurut ulama Malikiyah membolehkannya jikabermanfaat. Menurut ulama Syafi’iyah dibolehkan jika syaratmaslahat bagi salah satu pihak yang melangsungkan akad,sedangkan menurut ulama Hanabilah, tidak dibolehkan jikahanya bermanfaat bagi salah satu yang akad.

C. Hikmah Disyariatkannya Jual Beli

1. Pemenuhan kebutuhan hidup dengan adanya saling tukar menukar(pengganti)

2. Melapangkan persoalan kehidupan dan tetapnya alam sehinggabisa meredam perselisihan, perampokan, pencurian, pengkhianatandan penipuan. (Nailul Authar 5/151)

D. Perbedaan antara Jual Beli dan Riba

1. Jual beli dihalalkan oleh Allah Swt, sedangkan riba diharamkan.

2. Dalam aktifitas jual beli, antara untung dan rugi bergantung kepadakepandaian dan keuletan individu. Sedangkan dalam riba hanyabertujuan untuk mendapatkan keuntungan dalam semuaaktivitasnya (Fii Dzilaalil Qur’an 1/327), tidak membutuhkankepandaian dan kesungguhan bahkan terjadi kemandegan,penurunan dan kemalasan.

3. Dalam jual beli terdapat 2 kemungkinan untung atau rugi.Sedangkan dalam riba hanya ada untung dan menutup pintu rugi.

4. Dalam jual beli terjadi tukar menukar yang bermanfaat bagi keduabelah pihak. Sedangkan riba hanya memberi manfaat untuk satupihak saja bahkan saling menzalimi ataumerugikan.

E. Macam-Macam Jual Beli

1. Ditinjau dari pertukaran (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami waadillatuhu, 4/595-596) :

a. Jual beli salam (pesanan)

Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan yakni jual belidengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulukemudian barang diantar belakangan.

b. Jual beli muqayyadah (barter)

Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukarbarang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.

c. Jual beli muthlaq

Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yangtelah disepakati sebagai alat tukar.

d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar

Page 22: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah jual beli barangyang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan alat tukar lainnyaseperti dinar dengan dirham.

2. Ditinjau dari hukum

a. Jual beli Sah (halal)

Jual beli sah atau shahih adalah jual beli yang memenuhiketentuan syariat. Hukumnya, sesuatu yang diperjualbelikanmenjadi milik yang melakukan akad.

b. Jual beli fasid (rusak)

Jual beli fasid adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuansyariat pada asalnya tetapi tidak sesuai dengan syariat padasifatnya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yangmumayyiz tetapi bodoh sehingga menimbulkan pertentangan.

Menurut jumhur ulama fasid (rusak) dan batal (haram)memiliki arti yang sama. Adapun menurut ulama Hanafiyahmembagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal dan fasid(rusak). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu,4/425)

Perbedaan pendapat antara jumhur ulama dan ulamahanafiyah berpangkal pada jual beli atau akad yang tidakmemenuhi ketentuan syara’ bedasarkan hadits Rasul.

Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang berbuat suatuamal yang tidak kami perintahkan maka tertolak. Begitu pula

barangsiapa yang memasukkan suatu perbuatan kepada agamakita, maka tertolak. (HR Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, jumhur ulama berpendapatbahwa akad atau jual beli yang keluar dari ketentuan syara’harus ditolak atau tidak dianggap, baik dalam hal muamalatmaupun ibadah.

Adapun menurut ulama Hanafiyah, dalam masalahmuamalah terkadang ada suatu kemaslahatan yang tidak adaketentuannya dari syara’ sehingga tidak sesuai atau adakekurangan dengan ketentuan syariat. Akad seperti ini adalahrusak tetapi tidak batal. Dengan kata lain, ada akad yang batalsaja dan ada pula yang rusak saja.

c. Jual beli batal (haram)

Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagaiberikut :

1) Jual beli yang menjerumuskan ke dalam riba

i. Jual beli dengan cara ‘Inah dan Tawarruq

Rafi’ berkata, “Jual beli secara ‘inah berarti seseorangmenjual barang kepada orang lain dengan pembayaranbertempo, lalu barang itu diserahkan kepada pembeli,kemudian penjual itu membeli kembali barangnyasebelum uangnya lunas dengan harga lebih rendah dariharga pertama.

Page 23: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Sementara itu jika barang yang diperjualbelikanmengandung cacat ketika berada di tangan pembeli,kemudian pembeli tersebut menjual lagi dengan hargayang lebih rendah, hal ini boleh karena berkurangnyaharga sesuai dengan berkurangnya nilai barang tersebut.Transaksi ini tidak menyerupai riba.

Tawarruq artinya daun. Dalam hal ini adalahmemperbanyak harta. Jadi, tawarruq diartikan sebagaikegiatan memperbanyak uang.

Contohnya adalah apabila orang yang membeli barangkemudian menjualnya kembali dengan maksudmemperbanyak harta bukan karena ingin mendapatkanmanfaat dari produknya. Barang yang diperdagangkannyahanyalah sebagai perantara bukan menjadi tujuan.

ii. Jual beli sistem salam (ijon)

Bedanya dengan kredit, kalau salam, barangnya yangdiakhirkan, uangnya di depan.

iii. Jual beli dengan menggabungkan dua penjualan (akad)dalam dan satu transaksi

Contohnya penjual berkata, “aku menjual barang inikepadamu seharga 10 dinar dengan tunai atau 20 dinarsecara kredit”.

Contoh lain, penjual berkata, “Aku menjual rumahkukepadamu dengan syarat aku memakai kendaraanmuselama 1 bulan”.

iv. Jual beli secara paksa

Jual beli dengan paksaan dapat terjadi dengan 2 bentuk :

a) Ketika akad, yaitu adanya paksaan untuk melakukanakad. Jual beli ini adalah rusak dan dianggap tidak sah

b) Karena dililit utang atau beban yang berat sehinggamenjual apa saja yang dimiliki dengan harga rendah

v. Jual beli sesuatu yang tidak dimiliki dan menjual sesuatuyang sudah dibeli dan belum diterima

Syarat sahnya jual beli adalah adanya penerimaan,maksudnya pembeli harus benar-benar menerima barangyang akan dibeli. Sebelum dia menerima barang tersebutmaka tidak boleh dijual lagi.

2) Jual beli yang dilarang dalam Islam

i. Jual beli yang dapat menjauhkan dari ibadah

Maksudnya adalah ketika waktunya ibadah, pedagangmalah menyibukkan diri dengan jual belinya sehinggamengakhirkan shalat berjamaah di masjid.

Page 24: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

Dia kehilangan waktu shalat atau sengajamengakhirkannya, maka jual beli yang dilakukannyaharam (dilarang).

Sebagian besar orang menyangka bahwa shalat dapatmenyibukkan mereka dari mencari rizki dan jual beli,padahal justru dengan shalat dan amal shalih-lah yangbisa mendatangkan barakah dan rahmat Allah Swt.

ii. Menjual barang-barang yang diharamkan

Barang yang diharamkan Allah Swt maka diharamkanpula jual beli barang tersebut.

iii. Menjual sesuatu yang tidak dimiliki

Misal ada seorang pembeli mendatangi seorangpedagang untuk membeli barang dagangan tertentudarinya sementara barang tersebut tidak ada padapedagang tersebut.

Kemudian keduanya melakukan akad danmemperkirakan harganya, baik dengan pembayaran tunaiataupun tempo dan barang tersebut masih belum adapada pedagang itu.

Selanjutnya pedagang itu membeli barang yangdiinginkan pembeli di tempat lain lalu menyerahkannyakepada pembeli itu setelah keduanya ada kesepakatanharga dan cara pembayarannya baik secara tunai atautempo.

iv. Jual beli ‘inah

Adalah apabila seseorang menjual suatu barangdagangan kepada orang lain dengan pembayaran tempo(kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembalibarang itu secara tunai dengan harga lebih rendah.

Yang seharusnya kita lakukan ketika kita menjualbarang secara tempo kepada seseorang adalahhendaknya kita membiarkan orang tersebut memilikiatau menjual barang itu kepada selain kita ketika diamembutuhkan uang dari hasil penjualan itu.

v. Jual beli najasy

Adalah menawar suatu barang dagangan denganmenambah harga secara terbuka, ketika datang seorangpembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal diatidak akan membelinya.

vi. Melakukan penjualan atas penjualan orang lain

Misal ada seseorang mendatangi seorang pedaganguntuk membeli suatu barang dengan khiyar (untukmemilih, membatalkan atau meneruskan akad) selama 2hari, 3 hari atau lebih.

Maka tidak dibolehkan kepada pedagang lain untukmendatangi atau menawarkan kepada pembeli denganberkata, “Tinggalkanlah barang yang sedang engkau beli

Page 25: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

dan saya akan memberikan kepadamu barang yang samayang lebih bagus dengan harga lebih murah”.

vii. Jual beli secara gharar (penipuan)

Adalah apabila seorang penjual menipu saudarasemuslim dengan cara menjual kepadanya barangdagangan yang di dalamnya terdapat cacat. Penjual itumengetahui adanya cacat tetapi tidakmemberitahukannya kepada pembeli.

3. Ditinjau dari benda (objek), jual beli dibagi menjadi 3 macam(Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyuddin, hal. 329) :

a. Bendanya kelihatan

Ialah pada waktu melakukan akad jual beli, barang yangdiperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Contoh :membeli beras di toko atau pasar.

b. Sifat-sifat bendanya disebutkan dalam janji

Ialah jual beli salam (pesanan). Salam adalah jual beli yangtidak tunai. Salam mempunyai arti meminjamkan barang atausesuatu yang seimbang dengan harga tertentu.

Maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagaiimbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

Dalam salam berlaku syarat jual beli dan tambahan :

i. Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnyayang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barangyang dapat ditakar, ditimbang ataupun diukur.

ii. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisamempertinggi dan memperendah harga barang itu. Contoh,kalau kain, sebutkan jenis kainnya, kualitas nomor 1, 2 atautiga dan seterusnya.

Pada intinya sebutkan semua identitasnya yang dikenal olehorang-orang yang ahli di bidang ini yang menyangkutkualitas barang tersebut.

iii. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barangyang biasa didapatkan di pasar.

iv. Harga hendaknya ditentukan di tempat akad berlangsung.(Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid, 1985, hal. 178-179)

c. Bendanya tidak ada

Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialahjual beli yang dilarang dalam Islam karena bisa menimbulkankerugian salah satu pihak.

Contoh, penjualan bawang merah dan wortel serta yanglainnya yang berada di dalam tanah adalah batal sebab haltersebut merupakan perbuatan gharar.

Page 26: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli

“Sesungguhnya Nabi Saw melarang penjualan anggursebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelummengeras.

4. Ditinjau dari subjek (pelaku)

a. Dengan lisan

b. Dengan perantara

Penyampaian akad jual beli melalui wakalah (utusan), perantara,tulisan atau surat menyurat sama halnya dengan ucapan.Penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majlis akad.

c. Dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal denganistilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barangtanpa ijab qabul secara lisan.

Seperti seseorang yang mengambil barang yang sudahdituliskan label harganya oleh penjual, kemudian pembelimelakukan pembayaran kepada penjual.

Jual beli yang demikian dilakukan tanpa sighat ijab qabulantara penjual dan pembeli. Sebagian Syafi’iyah melarangnyakarena ijab qabul adalah bagian dari rukun jual beli tapisebagian Syafi’iyah lainnya, seperti Imam an-Nawawimembolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengancara demikian.

5. Ditinjau dari harga

a. Jual beli yang menguntungkan (al-murabahah)

b. Jual beli yang tidak menguntungkan yaitu menjual denganharga aslinya (at-tauliyah)

c. Jual beli rugi (al-khasarah)

d. Jual beli al-musawah yaitu penjual menyembunyikan hargaaslinya tetapi kedua orang yang akad saling meridhai.

6. Ditinjau dari pembayaran

a. Al-Murabahah (Jual beli dengan pembayaran di muka)

b. Bai’ as-Salam (Jual beli dengan pembayaran tangguh)

c. Bai’ al-Istishna (Jual beli berdasarkan Pesanan)

Page 27: Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli