46
BAB 1PENDAHULUAN1.1.Latar BelakangSeiring dengan terjadinya
transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan pola penyakit
dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif)
seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang
akhir-akhir ini banyak terjadi di masyarakat. Penyakit-penyakit
diatas digolongkan kedalam penyakit tidak menular yang frekuensi
kejadiannya mulai meningkat seiring dengan perkembangan teknologi,
perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan ekonomi bangsa
(Bustan,2000).Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi
yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1
dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini
tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta
kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit
hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali
lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive
heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung.
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension(ISH),
saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia,
dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari
setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara
adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa
8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada
tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS
tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%,dan
MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di
daerah urban adalah 31,7% (Rahajeng,2009).Menurut Profil Kesehatan
Indonesia 2007, bahwa berdasarkan penyakit penyebab kematian pasien
rawat inap di Rumah Sakit di seluruh Indonesia, hipertensi
menduduki peringkat keempat dengan proporsi kematian 2,1% (1.620
orang). Sedangkan menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun
2009 jumlah kematian penyakit tidak menular tertinggi umumnya
terjadi pada kasus komplikasi diantaranya pada kasus jantung dan
ginjal hipertensi (16,66%), ginjal hipertensi (14,86%) dan
hipertensi esensial (3,33%). Profil kesehatan Kota Medan tahun 2007
menunjukkan penyakit hipertensi menduduki peringkat kedua penyakit
terbanyak penderitanya di kota Medan, dengan jumlah penderita
sebanyak 423.656 orang (proporsi 26,3%) (Hapsara,2004). Hasil
penelitian Hanim (2003) proporsi penderita hipertensi rawat inap di
RSUP H. Adam Malik Medan adalah 1,78%, proporsi laki-laki lebih
besar daripada perempuan yaitu sebesar 53,1% (Rasmaliah,2004).
Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan
sekitar 2035% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi.
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan
secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah
dan diobati (Rahajeng, 2009).1.2Rumusan MasalahBerdasarkan uraian
dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah:
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita
hipertensi mengenai tekanan darah tinggi di Puskesmas
Amplas?1.3Tujuan Penelitian1.3.1Tujuan UmumUntuk mengetahui tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi mengenai
tekanan darah tinggi.1.3.2Tujuan KhususYang menjadi tujuan khusus
dalam penelitian ini adalah:1. Untuk mengetahui jumlah penderita
hipertensi yang datang berobat di Puskesmas Amplas.2. Untuk
mengetahui dari mana sumber informasi penderita hipertensi di
Puskesmas Amplas tentang tekanan darah tinggi.3. Untuk mengetahui
tingkat pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas Amplas
tentang tekanan darah tinggi. 4. Untuk mengetahui sikap penderita
hipertensi di Puskesmas Amplas tentang tekanan darah tinggi. 5.
Untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi di Puskesmas Amplas
tentang tekanan darah tinggi.6. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan
penderita hipertensi dalam mengonsumsi obat darah tinggi.1.4Manfaat
PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk Dinas Kesehatan Kota Medan dan penelitian kedokteran. 1.
Dinas Kesehatan Kota Medan Sebagai bahan informasi dan masukan bagi
Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai tingkat pengetahuan penderita
hipertensi yang datang berobat di Puskesmas Amplas agar dapat
diberikan penyuluhan yang efektif sehingga dapat mengurangi
prevalensi hipertensi dan mengurangi angka mobiditas dan mortalitas
akibat komplikasi dari hipertensi.2. Penelitian
KedokteranPenelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan
pedoman bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
sejenis.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. PengetahuanPengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007). Pengetahuan bisa
diperoleh secara alami maupun secara terencana, yaitu melalui
proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting
untuk terbentuknya perilaku (Budiharto,2010).Tingkatan pengetahuan
dibagi menjadi 6, yaitu:a. Tahu (know) b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application) d. Analisis (analysis) e. Sintesis
(synthesis) f. Evaluasi (evaluation)
Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah
tentang gigi, penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut, maka
pengetahuan yang diperoleh adalah mengenai gigi, penyakit mulut,
serta kesehatan gigi dan mulut (Budiharto,2010).Pengukuran
pengetahuan dilakukan menggunakan kuesioner dengan menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.
Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,2007).
2.2. SikapSikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari
batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap
itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo,2007).
Ciri sikap yang terutama adalah memiliki arah, dan dengan arah ini
sikap dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif mendekatkan
diri seseorang terhadap objek, sedangkan sikap negatif menjauhkan
dari objek (Budiharto,2010).Menurut Newcomb, salah seorang ahli
psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,2007).Sikap
terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:1. Menerima (Receiving) 2.
Merespon (Responding) 3. Menghargai (Valuing) 4. Bertanggung jawab
(Responsible)
Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat
suatu pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap
kesehatan mulut. Sikap yang baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan
mahasiswa terhadap kesehatan mulut. Misalnya, mahasiswa yang selalu
mencari pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan mulut atau
mendiskusikan mengenai kesehatan mulut dengan dokter gigi, ini
adalah bukti bahwa mahasiswa tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap kesehatan mulut (Notoatmodjo,2007).2.3. PerilakuPerilaku
kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan,
serta lingkungan. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku
terhadap kesehatan. Perilaku tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
perilaku sehat dan perilaku sakit (Ramadhan,2012). a. Perilaku
sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan
meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup
perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindari penyakit dan
penyebab penyakit atau masalah dan penyebab masalah (perilaku
preventif). Contoh perilaku sehat antara lain makan makanan dengan
gizi seimbang, olah raga secara teratur, dan menggosok gigi sebelum
tidur.b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau
telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau
pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku
pencarian pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup
tindakan-tindakan yang diambil seseorang bila terkena masalah
kesehatan untuk memperoleh kesembuhan melalui sarana pelayanan
kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.Menurut Rogers (1974),
sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di
dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :a.
Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).b. Interest,
dimana orang mulai tertarik kepada stimulus. c. Evaluation,
(menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi. d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. e.
Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Menurut
Rogers, apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung
lama (Notoatmodjo,2007).Setelah seseorang mengetahui stimulus atau
objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau berpendapat
(sikap), proses selanjutnya adalah diharapkan ia akan melaksanakan
atau mempraktikkan apa yang diketahuinya dan disikapinya (dinilai
baik). Dalam memutuskan perilaku tertentu akan dibentuk atau tidak,
seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang
keuntungan atau kerugian yang akan didapat, juga akan
mempertimbangkan sejauh mana dia dapat mengatur perilaku tersebut.
Menurut Bandura, pengaturan diri dalam hal berperilaku secara
efektif tidak akan dicapai hanya dengan kehendak atau sikap saja
akan tetapi dituntut juga memiliki pengetahuan yang baik
(Smet,1994). Kebersihan mulut merupakan hal mendasar untuk
pemeliharan kesehatan mulut. Orang yang memiliki pengetahuan
tentang kesehatan mulut akan lebih cenderung mengadopsi perilaku
perawatan diri (Budiharto,2010).2.4. Hipertensi 2.4.1. Pengertian
dan Klasifikasi Hipertensi Tekanan darah adalah tekanan yang
dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah
dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah.
Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau
elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan
menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010).Pada tahun 2003,
National Institutes of Health Amerika telah mengeluarkan suatu
laporan lengkap berkenaan hipertensi yang dikenali sebagai The
Seventh Report of Joint National Committee on Detection,
Evaluation, and Treatment for High Blood Pressure (JNC-7).
Berdasarkan rekomendasi (Joint National Committee 7 (JNC-7),
tekanan darah yang normal seharusnya berkisar di bawah 120 mmHg
sistolik dan di bawah 80 mmHg diastolik. Tekanan darah sistolik di
antara 120 dan 139 mmHg dan tekanan darah diastolik di antara 80
dan 89 mmHg dianggap pre-hipertensi.Diagnosa hipertensi hanya akan
dibuat apabila tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik melebihi 90 mmHg. Untuk orang dewasa dengan
Diabetes Mellitus, tekanan darah individu tersebut haruslah berada
di bawah 130/80 mmHg. Hipertensi kemudiannya dibagikan lagi kepada
hipertensi derajat 1 dan 2 berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastoliknya. Pembagian hipertensi berdasarkan Joint National
Committee 7 seperti yang tercantum dalam tabel di bawah:Tabel 2.1.
Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC-VII
2003Kategori Sistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)
Normal < 120dan< 80
Prehipertensi 120-139atau80-89
Hipertensi Derajat 1 Derajat 2 140-159 160atauatau90-99 100
Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, dianggap merupakan
masalah paling utama yang dihadapi oleh orang dewasa di seluruh
dunia dan merupakan salah satu faktor resiko utama terjadinya
penyakit kardiovaskuler. Hipertensi lebih sering dijumpai pada
laki-laki muda berbanding wanita muda (Grim, 1995), pada orang
berkulit gelap berbanding orang berkulit cerah, pada orang dengan
sosioekonomi rendah dan pada orang tua (Gillum, 1996). Laki-laki
mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi berbanding perempuan
sehingga menopause, di mana perempuan akan mempunyai tekanan darah
yang lebih tinggi (Carol, 2005). Berdasarkan satu kajian dari
Framingham study mengusulkan bahawa individu yang memiliki tensi
yang normal (normotensive) sehingga umur 55 tahun 90% cenderung
untuk menghidapi hipertensi pada waktu yang akan datang (Vassan,
2001).2.4.2. Penyebab Hipertensi Sembilan puluh persen sampai 95%
hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial), yaitu suatu
peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh
ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa
penyebab sekunder yang jelas (Mervin, 1995). Hipertensi esensial
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras,
faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi
obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya (Depkes,
2007). Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang
disebut dengan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang sudah
diketahui penyebabnya, meliputi kurang lebih 5% dari total
penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder
sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan
seseorang (Astawan,2010). Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan
hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis,
penyakit polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal,
dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin juga dapat
menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi
adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia
adrenal kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen
(glukokortikoid, estrogen, makanan yang mengandung tiramin dan
simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase), feokromositoma,
akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan pada
sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis
nodosa, peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah
jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi,
begitu pula dengan gangguan neurologik seperti psikogenik,
peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen,
2008).2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi Hipertensi esensial adalah
penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi
faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko
seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok,
genetis, sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi
diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan vasokontriksi,
serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko
mengalami peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang
tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang
hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan
mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya
lebih rendah (Yogiantoro, 2006). 2.4.4. Mekanisme Hipertensi
Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh
interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang
mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi
perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah,
sementara volume darah sangat bergantung pada homeostasis natrium.
Resistansi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol
dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular
normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi
humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator
(termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat). Resistensi
pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi; peningkatan aliran darah
memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan.
Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf
(sistem adrenergik - dan -), mungkin penting. Ginjal berperan
penting dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem
renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan
homeostasis natrium. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatkan resitensi perifer (efek langsung pada sel otot
polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron,
peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga
mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang
mungkin melawan efek vasopresor angiotensin. Bila volime darah
berkurang, laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate)
turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus
proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat
(Kumar, et al, 2007). Penurunan ekskresi natrium pada tekanan
arteri normal mungkin merupakan peristiwa awal dalam hipertensi
esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat menyebabkan
meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi
perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan
darah yang lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan
mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan
berubah, tetapi tetap steady state (penyetelan ulang natriuresis
tekanan). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan
darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh
vasokonstriktif (faktor yang memicu perubahan struktural langsung
di dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat)
merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh
vasikonstriktif yang kronis atau berulang dapat menyebabkan
penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan mungkin
memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres,
kegemukan, merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam
dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi
(Kumar, et al, 2007). 2.4.5. Gejala Klinis HipertensiSecara umum
gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit
kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar
serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan
telinga berdengung (Kaplan, 1991).Pada survei hipertensi di
Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-gejala sebagai
berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas,
rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta
sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai (Riyadina,
2002).Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan
penglihatan, gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan gejala lain
akibat gangguan fungsi ginjal sering di jumpai. Gagal jantung dan
gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi maligna, yang
umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal bahkan sampai
gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan
kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai
koma (Riyadina, 2002).2.4.6. Komplikasi Hipertensi Hipertensi
menimbulkan stres pada jantung dan pembuluh darah. Jantung
mengalami peningkatan beban kerja karena harus memompa melawan
resistensi perifer yang meningkat, sementara dinding pembuluh darah
akan melemah akibat proses degeneratif arteriosklerosis. Penyulit
hipertensi antara lain adalah gagal jantung kongestif akibat
ketidakmampuan jantung memompa darah melawan peningkatan tekanan
arteri, stroke akibat rupturnya pembuluh di otak, atau serangan
jantung akibat ruptur pembuluh koroner. Perdarahan spontan akibat
pecahnya pembuluh-pembuluh kecil di bagian tubuh lain juga dapat
terjadi, tetapi dengan akibat yang relatif lebih ringan, misalnya
ruptur pembuluh darah di hidung mengakibatkan mimisan. Penyulit
serius lainnya pada hipertensi adalah gagal ginjal akibat gangguan
progresif aliran darah melalui pembuluh-pembuluh ginjal yang rusak.
Selain itu, kerusakan retina yang disebabkan oleh perubahan
pembuluh yang memperdarahi mata dapat menyebabkan gangguan
penglihatan progresif. Sampai terjadi penyulit, hipertensi tidak
menimbulkan gejala karena jaringan mendapat pasokan darah yang
adekuat. Dengan demikian, kecuali apabila dilakukan pengukuran
tekanan darah secara berkala, hipertensi dapat berlangsung tanpa
terdeteksi sampai timbul penyulit. Jika seseorang menyadari
penyulit yang mungkin terjadi pada hipertensi dan mempertimbangkan
bahwa 25 % orang dewasa di Amerika Serikat diperkirakan mengidap
hipertensi kronik, ia dapat membayangkan besarnya masalah kesehatan
masyarakat yang ditimbulkan penyakit ini (Sherwood, 2001). 2.4.7.
Diagnosis Hipertensi Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan,
yaitu untuk menilai gaya hidup dan faktor risiko kardiovaskular
lainnya atau bersamaan gangguan yang mungkin mempengaruhi prognosis
dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui penyebab tekanan darah
tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target organ dan
penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas: 1.
Riwayat penyakit a. Lama dan klasifikasi hipertensi b. Pola hidup
c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular d. Riwayat penyakit
kardiovaskular e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi f. Target
organ yang rusak g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
2. Pemeriksaan fisik a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua
menit b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral c. Tinggi
badan dan berat badan d. Pemeriksaan funduskopi e. Pemeriksaan
leher, jantung, abdomen dan ekstemitas f. Refleks saraf 3.
Pemeriksaan laboratorium a. Urinalisa b. Darah : platelet,
fibrinogen c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid
profil, asam urat 4. Pemeriksaan tambahan a. Foto rontgen dada b.
EKG 12 lead c. Mikroalbuminuria d. Ekokardiografi Tekanan darah
setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat
adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua
kali dan ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata
sekurang-kurangnya 2 pembacaan per kunjungan diperoleh dari
masing-masing 3 kali pertemuan selama 2 sampai 4 minggu diperoleh
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau 90 mmHg untuk diastolik.
Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau kurang.
Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg.
Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta
hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg atau
tekanan darah diastolik 100 mmHg (Cohen, 2008).2.4.8.
Penatalaksanaan Hipertensi 2.4.8.1. Target Tekanan Darah Menurut
Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah
yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah
untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah 130/80
mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan target
tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik
atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan 120/80 mmHg untuk pasien
dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation
(NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan <
125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen,
2008).2.4.8.2. Algoritme Penanganan Hipertensi Algoritme penanganan
hipertensi menurut JNC 7 (2003), dijelaskan pada skema dibawah
ini:Gambar 2.1. (Sumber : National Institutes of Health,
2003)2.4.8.3. Modifikasi Gaya Hidup Pelaksanaan gaya hidup yang
positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik untuk
pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi
gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi
dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi.
Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan.
Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih
terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka
pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah
ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita
hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan
penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat,
jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan
darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan
tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan
NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan
pola diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen, 2008). Mencegah
dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan
darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan
tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat
badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti
berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan
darah. Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan
darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar
genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah
dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125
meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada
hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal.
Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih
minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan
dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol
dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH
(Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan
buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam
menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).Tabel 2.2. Modifikasi gaya
hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensiModifikasi Rekomendasi
Penurunan potensial TD sistolik
Diet natrium Membatasi diet natrium tidak lebih dari 2400
mg/hari atau 100 meq/hari 2-8 mmHg
Penurunan Berat Badan Menjaga berat badan normal; BMI =
18,5-24,9 kg/ 5-20 mmHg per 10 kg penururnan berat badan
Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara teratur, bertujuan
untuk melakukan aerobik 30 menit Latihan sehari-hari dalam
seminggu. Disarankan pasien berjalan-jalan 1 mil per hari di atas
tingkat aktivitas saat ini 4-9 mmHg
Diet DASH Diet yang kaya akan buah-buahan, sayuran, dan
mengurangi jumlah lemak jenuh dan total 4-14 mmHg
Membatasi konsumsi alkohol Pria 2 minum per hari, wanita 1 minum
per hari 2-4 mmHg
Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi
tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi,
meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko
penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
2.4.8.4. Terapi Farmakologi Jenis-jenis obat antihipertensi
untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7
adalah: a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau
Aldosteron Antagonist b. Beta Blocker (BB) c. Calcium Chanel
Blocker atau Calcium antagonist (CCB) d. Angiotensin Converting
Enzym Inhibitor (ACEI) e. Angiotensin II Receptor Blocker atau
Areceptor antagonist/blocker (ARB) Untuk sebagian besar pasien
hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan
darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.
Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi
atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada
tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan
dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai
target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis
rendah. Tatalaksana, indikasi dan kontraindikasi pemberian obat
antihipertensi dapat dilihat pada tabel 2.3. dan 2.4.Tabel 2.3.
Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi
Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).Kelas
ObatIndikasiKontraindikasi
MutlakTidak Mutlak
Diuretika (Thiazide) Gagal jantung kongestif, usia lanjut,
isolated systolic hypertension, ras Afrika Gout Kehamilan
Diuretika (Loop) Insufisiensi ginjal, gagal jantung
kongestif
Diuretika (anti aldosteron) Gagal jantung kongestif, pasca
infark miokardium Gagal ginjal, hiperkalemia
Penyekat Angina pektoris, pasca infark miokardium, gagal jantung
kongestif, kehamilan, takiaritmiaAsma, penyakit paru obstruktif
menahun, A-V block (derajat 2 atau 3)Penyakit pembuluh darah
perifer, intoleransi glukosa, atlit atau pasien yang aktif secara
fisik
Calcium Antagonist (dihydropiridine) Usia lanjut, isolated
systolic hypertension, angina pektoris, penyakit pembuluh darah
perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan Takiaritmia, gagal
jantung kongestif
Calcium Antigonist (verapamil, diltiazem) Angina pektoris,
aterosklerotis karotis, takikardia supraventrikuler A-V block
(derajat 2 atau 3), gagal jantung kongestif
Pengahambat ACE Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel
kiri, pasca infark miokardium, non-diabetik nefropati Kehamilan,
hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral
Angiotensin II receptor antagonist (AT1-blocker) Nefropati DM
tipe 2, mikroalbuminuria diabetik, proteinuria, hipertropi
ventrikel kiri, batuk karena ACEI Kehamilan, hiperkalemia, stenosis
arteri renalis bilateral
-Blocker Hiperplasia prostat (BPH), hiperlipidemia Hipotensi
ortostatisGagal jantung kongestif
Tabel 2.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 Klasifikasi
Tekanan Darah (mmHg)Perbaikan Pola HidupTerapi Obat Awal
Tanpa Indikasi yang MemaksaDengan Indikasi yang Memaksa
Normal(TDS < 120 dan TDD < 80)Dianjurkan ya
Prehipertensi (TDS 120-139 atau TDD 80-89)yaTidak indikasi
obatObat-obatan untuk indikasi yang memaksa
Hipertensi derajat 1 (TDS 140-159 atau TDD 90-99)yaDiuretika
jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus dapat dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi Obat-obatan untuk indikasi yang
memaksa obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB)
sesuai kebutuhan
Hipertensi derajat 2 (TDS 160 atau TDD 100 yaKombinasi 2 obat
untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis Thiazide dan
ACEI atau ARB atau BB atau CCB
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis
rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target
tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya
pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang
harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).Kombinasi obat yang
telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah: a. CCB
dan BB b. CCB dan ACEI atau ARB c. CCB dan diuretika d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
BAB 3KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL3.1. Kerangka
Konsep Pengetahuan
Sikap
Hipertensi
PerilakuGambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Variabel dan Definisi Operasional3.2.1
PengetahuanPengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Cara
ukur : Pengetahuan diukur dengan skala GuttmanAlat ukur :
Pengetahuan diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan
sebanyak 15 pertanyaan.Untuk pertanyaan no. 1 hingga 13, jika:
Jawaban yang benar diberi skor 2 Jawaban yang salah diberi skor 1
Jawaban tidak tahu diberi skor 0Untuk pertanyaan no 14 dan 15,
untuk setiap pilihan yang benar diberi 0,5.Kategori : Kategori
penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi scoring
menurut Pratomo (1990) sebagai berikut: Pengetahuan Baik bila
>75 % pertanyaan dijawab benar oleh responden atau total nilai
> 11. Pengetahuan Cukup bila 40-75 % pertanyaan dijawab benar
oleh responden atau total nilai 6-11. Pengetahuan Kurang bila 75%
dari nilai tertinggi yaitu > 22 Kategori sedang, apabila nilai
total jawaban responden 40-75% dari nilai tertinggi yaitu 12-22
Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden 75% dari
nilai tertinggi yaitu > 15 Kategori sedang, apabila nilai total
jawaban responden 40-75% dari nilai tertinggi yaitu 8-15 Kategori
kurang, apabila nilai total jawaban responden 22, sedangkan seorang
responden dikatakan berpengetahuan cukup jika mendapat total nilai
antara 12 22 dan dikatakan berpengetahuan kurang jika hanya
mendapat total nilai < 12.Berdasarkan hasil pengumpulan data
primer responden melalui kuesioner, diperoleh data-data yang
disajikan di dalam tabel-tabel berikut:Tabel 5.4. Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Tingkat PengetahuanTingkat
PengetahuanFrekuensi (n)Persentase (%)
Baik2051,3
Cukup1846,2
Kurang12,6
Jumlah39100
Dari hasil penelitian, ternyata kategori tingkat pengetahuan
responden mengenai hipertensi yang paling banyak adalah tingkat
pengetahuan baik sebesar 51,3% (20 orang), sedangkan kategori yang
paling sedikit adalah tingkat pengetahuan kurang sebesar 2,6 % (1
orang), dan selebihnya adalah tingkat pengetahuan cukup sebesar
46,2 % (18 orang).Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentasi
Jawaban Pengetahuan Responden Pada Variabel PertanyaannmnnnnN
NoPertanyaan dengan 1 pilihan jawabanJawaban Responden
BenarSalahTidak tahu
n%n%n%
1.Sinonim penyakit darah tinggi3794,90025,1
2.Penyakit darah tinggi dapat disembuhkan atau
tidak1641,01435,9923,1
3.Tekanan darah yang normal1435,91128,21435,9
4.Penyakit darah tinggi merupakan penyakit
keturunan2359,01025,6615,4
5.Komplikasi penyakit darah tinggi3179,512,6717,9
6.Makanan yang dapat menyebabkan penyakit darah
tinggi3692,30037,7
7.Cara pengobatan penyakit darah tinggi3282,100717,9
8.Makanan yang perlu dihindari oleh penderita
hipertensi3692,312,625,1
9.Gejala penyakit darah tinggi3589,725,125,1
10.Pengaruh kegemukan terhadap penyakit darah
tinggi2256,4717,91025,6
11.Pengaruh olahraga terhadap penyakit darah
tinggi3487,225,137,7
12.Pengaruh umur terhadap peningkatan tekanan
darah2153,81025,6820,5
13.Kelompok umur yang rentan terkena penyakit darah
tinggi2666,725,11128,2
Pertanyaan dengan lebih dari 1 jawabanJumlah Pilihan Jawaban
1234
n%N%n%N%
14.Kegiatan yang dapat mengurangi risiko darah
tinggi923,11025,61025,61025,6
15.Kebiasaan yang dapat mengakibatkan darah
tinggi1230,81743,6512,8512,8
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk pertanyaan dengan 1
pilihan jawaban yaitu dari pertanyaan nomor 1 hingga pertanyaan
nomor 13, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh
responden adalah pertanyaan nomor 1 yaitu mengenai sinonim penyakit
darah tinggi dengan persentase sebesar 94,9 % (37 orang) dan
pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah adalah
pertanyaan nomor 2 yaitu apakah penyakit darah tinggi dapat
disembuhkan atau tidak sebanyak 35,9 % (14 orang). Pertanyaan yang
paling banyak responden tidak tahu jawabannya adalah pertanyaan
nomor 3 yaitu mengenai tekanan darah yang normal dengan persentase
sebanyak 35,9 % (14 orang). Bagi pertanyaan dengan lebih dari 1
jawaban, pertanyaan yang paling banyak responden menjawab dengan
benar dengan memilih 4 jawaban adalah pertanyaan nomor 14 yaitu
sebanyak 10 orang dengan persentase 25,6 %.5.1.3.3. Sikap
RespondenSikap penderita hipertensi dikategorikan menjadi 3
kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Sikap diukur dengan
menjawab 10 pertanyaan (6 favourable dan 4 unfavourable). Sikap
baik diperoleh jika skor > 22, sikap sedang jika skor antara 12
-22 dan sikap kurang jika memperoleh skor < 12.Berdasarkan hasil
pengumpulan data primer responden melalui kuesioner, diperoleh
data-data yang disajikan di dalam tabel-tabel berikut:Tabel 5.6.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap RespondenSikap
RespondenFrekuensi (n)Persentase (%)
Baik1948,7
Sedang2051,3
Kurang00
Jumlah39100
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 39 responden
lebih banyak memiliki sikap sedang terhadap penyakit darah tinggi
yaitu sebanyak 51,3 % (20 orang) dan selebihnya memiliki sikap baik
yaitu sebanyak 48,7 % (19 orang).Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi
dan Persentasi Sikap Penderita Hipertensi Berdasarkan Jawaban
Responden nmnnnnN NoPernyataan Jawaban Responden
Sangat SetujuSetujuTidak Setuju
n%n%n%
Pernyataan Positif (Favourable)
1.Penyakit darah tinggi adalah penyakit
berbahaya1025,61743,61230,8
3. Saya bersedia berobat darah tinggi
terus-menerus717,92666,7615,4
4.Saya selalu ada waktu untuk kontrol/ berobat darah
tinggi615,41846,21538,5
8.Biaya pengobatan komplikasi darah tinggi lebih besar dari pada
biaya control1435,92153,8410,3
9.Saya mengurangi makan (asin) garam agar tekanan darah
baik1435,92359,025,1
10.Saya berolahraga agar tekanan darah saya tetap
baik923,12153,8923,1
Pernyataan Negatif (Unfavourable)
2.Saya tidak takut terkena komplikasi penyakit darah
tinggi37,7410,33282,1
5.Saya selalu ingin ditemani keluarga saya untuk kontrol
penyakit darah tinggi001538,52461,5
6.Saya hanya datang untuk periksa tekanan darah jika ada
keluhan410,32359,01230,8
7.Keuangan merupakan hambatan bagi saya untuk kontrol darah
tinggi512,8820,52666,7
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pernyataan
positif (favourable) yang menyangkut tentang penyakit darah tinggi
mayoritas responden menyatakan penilaian yang positif (sangat
setuju / setuju) yaitu meliputi 35,9 % (14 responden) sangat setuju
dan 59,0 % (23 responden) setuju pada pernyataan: saya mengurangi
makan (asin) garam agar tekanan darah baik. Kemudian 35,9 % (14
responden) sangat setuju dan 53,8 % (21 responden) setuju pada
pernyataan yang mengatakan biaya pengobatan komplikasi darah tinggi
lebih besar dari pada biaya kontrol.Sementara pada pernyataan
negatif (unfavourable) yang menyangkut penyakit darah tinggi
mayoritas responden menyatakan penilaian yang positif (tidak
setuju) yaitu meliputi 82,1 % (32 responden) pada pertanyaan: saya
tidak takut terkena komplikasi penyakit darah tinggi. Diikuti oleh
pertanyaan yang mengatakan bahwa keuangan merupakan hambatan bagi
saya untuk kontrol darah tinggi yang meliputi 66,7 % (26
responden).
5.1.3.4. Perilaku Responden Perilaku penderita hipertensi
terhadap penyakit darah tinggi dikategorikan sebagai perilaku baik,
sedang dan kurang. Perilaku diukur dengan menjawab 4 pertanyaan
dengan 5 pilihan jawaban. Perilaku baik jika mendapat total nilai
> 15, perilaku sedang jika total nilai antara 8 -15 dan perilaku
kurang sekiranya total nilai < 8.Berdasarkan hasil pengumpulan
data primer responden melalui kuesioner, diperoleh data-data yang
disajikan di dalam tabel-tabel berikut:Tabel 5.8. Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Perilaku RespondenPerilaku RespondenFrekuensi
(n)Persentase (%)
Baik1333,3
Sedang2666,7
Kurang00
Jumlah39100
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 39 responden
lebih banyak memiliki perilaku sedang terhadap penyakit darah
tinggi yaitu sebanyak 66,7 % (26 orang) dan selebihnya memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 33,3 % (13 orang).
Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Perilaku
Penderita Hipertensi Berdasarkan Jawaban Responden nmnnnnN
NoPernyataanJawaban Responden
TPJKSrSI
n%n%N%n%N%
1.Saya lupa minum obat512,81025,6 17 43,6717,900
2.Saya tidak ingat kapan saat minum obat512,81128,2 20 51,3
12 30,8
2 5,137,700
3.Saya berhenti minum obat ketika merasa lebih
sehat410,3820,51128,2410,3
4.Minum obat darah tinggi membuat kondisi saya semakin
buruk2974,4717,912,600
TP : Tidak pernahK : Kadang-kadangSI : SelaluJ : JarangS :
SeringBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas
responden menjawab tidak pernah bagi pernyataan ke-4 yaitu minum
obat darah tinggi membuat kondisi saya semakin buruk yang meliputi
74,4 % (29 responden). Kemudian, diikuti oleh pernyataan ke-2 yaitu
saya tidak ingat kapan saat minum obat, dimana mayoritas responden
memilih jawaban kadang-kadang sebanyak 51,3 % (20 responden).
5.2. PembahasanPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui
karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin dan
umur tentang penyakit hipertensi serta tingkat pengetahuan, sikap
dan perilaku penderita hipertensi mengenai tekanan darah tinggi di
Puskesmas Amplas yang dating berobat dari tanggal 29 April 2013
hingga 17 Mei 2013.Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik
kelompok responden terbanyak menurut jenis kelamin adalah laki-laki
yaitu sebanyak 25 orang (64,1%) dan jumlah responden perempuan
adalah sebanyak 14 orang (35,9%). Hasil ini sama dengan penelitian
yang dilakukan Rahajeng E dan Tuminah S (2009). Menurut penelitian
mereka, proporsi laiki-laki pada kelompok hipertensi lebih tinggi
dan laki-laki secara bermakna berisiko hipertensi 1,25 kali
daripada perempuan. Tingginya risiko pria untuk mengalami
hipertensi sebagaimana yang ditemukan dari hasil analisis ini, pria
lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi dari pada
wanita,seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok dan
konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status pekerjaan, perasaan
kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.Berdasarkan
karakteristik kelompok umur, hasil penelitian ini diperoleh
kelompok responden paling banyak berada pada umur 50-59 tahun yaitu
sebanyak 12 orang (30,8 %), sedangkan umur responden paling sedikit
adalah umur 70-79 tahun yaitu sebanyak 3 orang (7,7 %). Hasil ini
ternyata tidak ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
dikakukan Rahajeng E dan Tuminah S (2009). Menurut mereka, proporsi
kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua selalu lebih tinggi pada
kelompok hipertensi. Risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan
dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75 tahun berisiko
11,53 kali.
5.2.1. Pengetahuan Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah
TinggiMenurut Rahayuningsih (2008) pemahaman ataupun pengetahuan
baik dan buruk, salah atau benarnya suatu hal yang akan menentukan
sistem kepercayaan seseorang sehingga akan berpengaruh terhadap
sikap seseorang. Sedangkan menurut Azwar (2005), sikap terbentuk
terutama atas dasar kebutuhan-kebutuhan yang kita miliki dan
informasi yang kita terima mengenai hal-hal tertentu.Mayoritas
responden yang mengikuti penelitian memiliki tingkat pengetahuan
yang baik yaitu sebanyak 20 orang (51,3%), diikuti dengan reponden
yang memiliki tingkat pengetahuan yang sedang yaitu sebanyak 18
orang (46,2%) dan yang dengan tingkat pengetahuan yang kurang yaitu
sebanyak 1 orang (2,6%). Hal ini mungkin disebabkan karena
informasi tentang penyakit hipertensi yang diterima di dalam maupun
di luar lingkungan responden amat banyak, yaitu disebabkan
terbukanya kesempatan masyarakat mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya mengenai penyakit ini berkat lokasi puskesmas
yang strategis dan penyuluhan-penyuluhan yang efektif. Ini
menyebabkan paling banyak responden tergolong dalam tingkat
pengetahuan yang baik terhadap penyakit ini. Ada pun hasil ini juga
konsisten dengan penelitian yang dilakukan Cholina (2011) dan
Pardosi (2011) terhadap penderita hipertensi di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan yang menunjukkan tingkat pengetahuan
baik.Dari hasil penelitian juga telah didapati bahwa 94,9 % % dari
jumlah responden mengetahui bahwa penyakit darah tinggi adalah
hipertensi, 92,8% mengetahui jenis bahan makanan yang dapat
menyebabkan penyakit darah tinggi, dan 92,3% mengetahui jenis bahan
makanan yang perlu dihindari oleh penderita hipertensi. Ini mungkin
disebabkan oleh usaha yang baik pemerintah setempat untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit hipertensi dan
pencegahannya melalui modifikasi gaya hidup dan promosi pola hidup
sehat. Masih terdapat sebanyak 35,9% dari jumlah responden yang
tidak mengetahui bahwa penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan
dan 28,2% yang masih belum mengetahui nilai tekanan darah manusia
yang normal. Kurangnya pengetahuan tentang kedua poin ini mungkin
disebabkan oleh minimnya pengalaman masyarakat mendengar dan
membahas informasi ini di lingkungan sekitar mereka. Penyuluhan dan
edukasi perlu diupayakan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan
masyarakat menjadi lebih baik lagi.5.2.2. Sikap Penderita
Hipertensi mengenai Tekanan Darah TinggiMenurut Rahayuningsih
(2008) pemahaman ataupun pengetahuan baik dan buruk, salah atau
benarnya suatu hal yang akan menentukan sistem kepercayaan
seseorang sehingga akan berpengaruh terhadap sikap seseorang.
Sedangkan menurut Azwar (2005), sikap terbentuk terutama atas dasar
kebutuhan-kebutuhan yang kita miliki dan informasi yang kita terima
mengenai hal-hal tertentu. Berdasarkan hasil penelitian tentang
sikap responden diperoleh bahwa dari 39 orang responden paling
banyak memiliki tingkat sikap sedang yaitu sebanyak 20 orang
(51,3%). Diikuti tingkat sikap baik dengan jumlah 19 orang (48,7%)
dan tidak dijumpai responden dengan tingkat sikap kurang (0%).
Hasil ini juga berbeda dengan penelitian Ginting (2008) terhadap
masyarakat Kecamatan Medan Belawan yang menunjukan tingkat sikap
baik.Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang sangat
setuju biaya pengobatan komplikasi darah tinggi lebih besar dari
pada biaya kontrol berjumlah 14 orang (35,9%) dan responden yang
sangat setuju untuk mengurangi makan (asin) garam agar tekanan
darah baik juga sebanyak 14 orang (35,9%). Di sisi lain, masih
terdapat 82,1 responden yang mengaku tidak takut terkena komplikasi
penyakit darah tinggi dan 66,7% yang mengaku bahwa keuangan
merupakan hambatan baginya untuk kontrol darah tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan responden yang baik masih tidak
sejalan dengan sikap responden. Menurut Notoatmodjo (2005), sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek, sikap merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap juga timbul dari
pengalaman, tidak dibawa dari lahir, tetapi merupakan hasil
belajar, karena itu sikap dapat diperteguh atau dapat diubah. Sikap
mengandung daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan rekaman masa
lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra
terhadap sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan, dan
diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, dan apa yang
harus dihindari. Sikap akan mengalami perubahan ketika seseorang
mengalami suatu hal yang bersifat traumatis dan ia tidak akan
mengulanginya lagi karena trauma.5.2.3. Perilaku Penderita
Hipertensi mengenai Tekanan Darah TinggiBerdasarkan hasil
penelitian tentang perilaku responden diperoleh bahwa dari 39 orang
responden paling banyak memiliki tingkat perilaku sedang yaitu
sebanyak 26 orang (66,7%). Diikuti tingkat perilaku baik dengan
jumlah 13 orang (33,3%) dan tidak dijumpai responden dengan tingkat
perilaku kurang (0%). Hasil ini juga berbeda dengan penelitian
Ginting (2008) terhadap masyarakat Kecamatan Medan Belawan yang
menunjukan tingkat perilaku kurang.Menurut Notoatmodjo (2003),
secara logis sikap akan ditunjukkan dalam bentuk perilaku namun
tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan perilaku mempunyai hubungan
yang sistematis. Artinya status pengetahuan atau sikap yang baik
belum tentu terwujud dalam perilaku yang baik pula (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perilaku
diperlukan suatu faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan seseorang itu dapat menerapkan apa yang mereka
ketahui. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa 43,6% dari
responden mengaku kadang-kadang lupa meminum obat antihipertensi,
51,3% kadang-kadang tidak ingat kapan saat minum obat tersebut,
30,8% kadang-kadang berhenti minum obat saat merasa lebih sehat,
dan 74,4% mengaku tidak pernah merasa meminum obat darah tinggi
membuat kondisinya semakin buruk. Hasil ini menunjukkan bahwa
pengetahuan responden yang baik terhadap penyakit hipertensi masih
tidak sejalan dengan perilaku responden. Menurut Notoatmodjo (2005)
perilaku atau praktek dilaksanakan setelah seseorang mengetahui
stimulus atau objek kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang
diketahui. Dengan kata lain responden melakukan perilaku tersebut
meyakini apa yang dilakukannya. Perilaku akan menilai realisasi
dari sikap masyarakat, perilaku penting karena sebagai perwujudan
dari pengetahuan dan sikap.
BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil
penelitian gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penderitan
hipertensi mengenai penyakit tekanan darah tinggi, dapat
disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik kelompok responden terbanyak
menurut jenis kelamin adalah laki-laki yaitu 64,1%.2. Berdasarkan
karakteristik kelompok umur, responden paling banyak berada pada
umur 50-59 tahun yaitu 30,8%.3. Pengetahuan penderita hipertensi
mengenai tekanan darah tinggi termasuk kelompok baik yaitu 51,3%.
4. Sikap penderita hipertensi mengenai tekanan darah tinggi
termasuk kelompok sedang yaitu 51,3%. 5. Tindakan penderita
hipertensi mengenai tekanan darah tinggi termasuk 66,7%. 6.2.
SaranBerdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran
atau rekomendasi sebagai berikut:1. Kepada Dinas Kesehatan Kota
Medan perlu meningkatkan program komunikasi, informasi dan edukasi
tentang pencegahan penyakit hipertensi, sehingga masyarakat mampu
meningkatkan pengetahuan tentang hipertensi, serta mampu melakukan
tindakan pencegahan secara baik dan benar.2. Kepada petugas
kesehatan yang mengelola program pencegahan penyakit tidak menular
seperti hipertensi hendaknya meningkatkan pelaksanaan pelayanan
kesehatan, khususnya kegiatan deteksi dini penyakit hipertensi
sehingga dapat dilakukan program penanggulangan secara tepat untuk
menghindari hipertensi berat.3. Diharapkan masyarakat lebih
memperhatikan pola hidup sehat dengan memeriksa tekanan darah
secara teratur, mengurangi konsumsi garam secara berlebihan dan
olahraga secara teratur.
DAFTAR PUSTAKAAstawan, M., 2008. Hipertensi Akibat Gangguan
Ginjal, Guru Besar Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Available from:
http/www.yahoo.com. [Accesed 27 Agustus 2010].Azwar, S., 2005.
Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.Budiharto. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan
Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC, 1-23. Bustan, N.M., 2000.
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Jakarta. PT. Rineka
Cipta.Carol, M.P., 2005. Pathophysiology: Concepts of Altered
Health States 7thEdition. Lippincott Williams & Wilkins
Production.Cholina,T.S., 2011. Hubungan Pengetahuan Pasien
Hipertensi Dengan Kepatuhan Pasien Dalam Pelaksanaan Program Terapi
Hipertensi Di Poliklinik Rawat Jalan RSUP Haji Adam Malik Medan.
Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27564
[Accessed on 20 May 2011].Cohen, L.D., Townsend, R.R., 2008. In the
Clinic Hypertension. Available from: www.annals.org/intheclinic/.
[Accesed 5 Maret 2010].Depkes RI., 2007. InaSH Menyokong Penuh
Penanggulangan Hipertensi, Intimedia, Jakarta. Dinas Kesehatan.,
2007. Profil Kesehatan Kota Medan, Dinas Kesehatan Kota Medan.
Dinas Kesehatan., 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan.European Society of
Hypertension-European Society of Cardiology Guidelines Committee.
2003 European Society of Hypertension-European cardiology
Guidelines for Management of Arterial Hypertension. J Hypertens.
Available from: . http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12777938
[Accesed 5 Maret 2010].Gillum, R.F., 1996. Epidemiology of
Hypertension in African-American Women dalam American Heart
Journal, USA.Ginting, M., 2008. Determinan Tindakan Masyarakat
Dalam Pencegahan Penyakit Hipertensi Di Kecamatan Belawan.
Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6781
[Accessed on 20 May 2011].Grim, C.E., Henry J.P., Myers, H., 1995.
High Blood Pressure in Blacks dalam Laragh, J.H., Brenner, B.M.,
Hypertension: Pathophysiology, Diagnosis, and Management. New York:
Raven Press.Hapsara, H., 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia,
Prinsip Dasar, Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depannya,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Kaplan, N.M., dan Stamler,
J., 1991. Hipertensi dan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kotchen, T.A., 2008.
Hypertensive Vascular Disease. In: Fauci, A.S., et al, ed.
Harrisons Principles of Internal Medicine. United States of
America: Mc Graw Hill, 1549.Mervin, L., 1995. Hipertensi
Pengendalian lewat Vitamin ,Gizi dan Diet, Jakarta. Penerbit Arcan.
National Institutes of Health, 2003. The Seventh Report of the
Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure. Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/.[Accesed 16 Maret
2010].Notoadmodjo, S., 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi offset. Notoadmodjo, S., 2005.
Konsep Perilaku Kesehatan. Dalam: Promosi Kesehatan. Jakarta. Asdi
Mahasatya: 43-64.Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.Pardosi, R., 2011. Hubungan
Pengetahuan Pasien Penderita Hipertensi dengan Upaya Mencegah
Kejadian Stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24575 [Accessed on 20
May 2011].Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
2003. Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di
Indonesia.Rasmaliah, dkk. 2004. Gambaran Epidemiologi Penyakit
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan
Labuhan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. FKM USU. Medan. Info
Kesehatan Masyarakat Vol.IX No.2.Rahajeng E., Tuminah S., 2009.
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Maj Kedokt
Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009.Rahayuningsih, S.U.,
2008. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap. Jakarta:
Universitas Indonesia.Ramadhan, I.P., 2010. Perilaku Masyarakat
Terhadap Kesehatan. Available from:
http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2012/06/01/perilaku-masyarakat-terhadap-kesehatan/.
[Accesed 26 Juli 2012]. Riyadina, W., 2002. Faktor-Faktor Resiko
Hipertensi Pada Operator Pompa Bensin di Jakarta, Media Litbang
Kesehatan Vol.XII No 2 Ronny, S., Fatimah, S., 2010. Fisiologi
kardiovaskular. Jakarta: EGC, 26-35.Sherwood, L., 2001. Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Pembuluh Darah dan Tekanan Darah.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 297-340.Smet, B., 1994.
Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Grafindo : 7-9. Vassan, R.S.,
Larson, M.G., Leip E.P., et al. 2001. Assessment of Frequency of
Progression to Hypertension in Non-Hypertensive Participants in the
Framingham Heart Study: A Cohort Study dalam The Lancet,
USA.Yogiantoro Mohammad, 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo,
Aru.w., ed. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 599-603.